SPESIFIKASI TEKNIS
REFUSE DERIVED FUEL (RDF)
SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKAR
DI INDUSTRI SEMEN
2017
Pedoman Spesifikasi Teknis Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar
di Industri Semen
Penanggung Jawab:
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian Perindustrian
Pengarah:
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup,
Kementerian Perindustrian
Tim Penulis:
Asosiasi Semen Indonesia dan Industri Semen
Lusy Widowati
Ery Indrawan
Gusti Bagus Trisnawanditya
Mariati Abdulkadir
Didukung oleh:
PAKLIM Program Advis Kebijakan untuk Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH
Jakarta, 2017
Apresiasi dan ucapan terima kasih diberikan kepada proyek ADMIRE Cement NAMA
“Reducing CO2 and closing the Waste Gap; Encouraging Waste-to-Energy in the Indonesian Cement
Sector”, kerjasama antara Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dan UNEP DTU Partnership,
yang didukung oleh Pemerintah Denmark. Proyek ini telah melaksanakan kajian
“RDF Handling Technology in Cement Plant and RDF Standard Criteria”.
SAMBUTAN
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Kementerian Perindustrian
Sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi nasional, sektor industri telah mampu memberikan
kontribusi signifikan dalam peningkatan nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, serta mampu
memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan daya saing nasional. Pengembangan sektor
industri memerlukan strategi yang tepat agar mampu mengantisipasi perubahan yang sangat cepat
salah satunya karena pengembangan teknologi. Arah dan strategi pengembangan industri di Indonesia
telah disusun dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035, yang salah satu
tujuannya adalah mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing dan maju, serta industri hijau.
Melalui rencana induk ini diharapkan industri dapat berkembang secara sistematis dan terencana, dalam
menghadapi sejumlah dinamika seperti kelangkaan energi serta mampu meningkatkan kepedulian
terhadap lingkungan demi menjamin keberlanjutan sektor industri di masa depan.
Peningkatan produksi semen di Indonesia yang berdampak pada peningkatan kebutuhan energi,
menjadikan industri semen sebagai salah satu industri yang didorong untuk melakukan efisiensi dan
diversifikasi energi. Salah satu upaya diversifikasi energi adalah pemanfaatan sampah domestik atau
limbah padat industri sebagai alternatif bahan bakar atau Refuse Derived Fuel (RDF). Melalui upaya
ini, industri semen dapat mengambil peran penting dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia
khususnya dalam mengatasi kelangkaan energi bagi industri dan menjadi alternatif solusi dalam
pengolahan sampah.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian menyusun Spesifikasi Teknis Refuse Derived Fuel (RDF)
Sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen. Dokumen ini diharapkan dapat menjadi salah satu
acuan bersama bagi industri semen maupun pemangku kepentingan lainnya dalam pemanfaatan RDF
sebagai bahan bakar alternatif.
Akhir kata, semoga dokumen ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan penggunaan sumber daya
terbarukan dan pengembangan teknologi yang ramah lingkungan untuk menjamin keberlanjutan
industri di masa yang akan datang.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 3
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan
Lingkungan Hidup – Kementerian Perindustrian
Pengembangan industri yang berkelanjutan saat ini menjadi fokus perhatian Pemerintah Indonesia.
Pembangunan industri tentunya menghasilkan peningkatan kebutuhan sumber daya seperti air dan
energi. Eksplorasi sumber daya yang tidak memperhatikan aspek lingkungan tentunya menghasilkan
sejumlah dampak antara lain penurunan daya dukung lingkungan, degradasi lingkungan, dan hilangnya
keanekaragaman hayati. Melihat keterkaitan ini, pengembangan industri hendaknya bukan hanya
mengedepankan aspek ekonomi, namun juga sosial dan lingkungan.
Pemerintah Indonesia melalui Undang-undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian mendorong
perkembangan Industri Hijau, yaitu industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya
efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan
pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi
masyarakat.
Industri semen adalah salah satu sub-sektor industri yang dipandang siap menerapkan konsep Industri
Hijau. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah dengan implementasi teknologi Refuse Derived
Fuel (RDF). Melalui teknologi ini, industri semen dapat memanfaatkan kandungan energi dari sampah
domestik dan limbah padat industri, mendukung upaya konservasi sumber daya alam dari bahan bakar
fosil, mengurangi emisi C02, serta berkontribusi dalam pengolahan sampah domestik.
Agar dapat dimanfaatkan secara optimal, RDF hendaknya memiliki spesifikasi yang memenuhi standar
bahan bakar industri semen. Untuk memberikan gambaran spesifikasi yang diharapkan, Kementerian
Perindustrian menyusun Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar
di Industri Semen. Selain spesifikasi RDF, dokumen ini juga menjelaskan tata cara pengolahan sampah
menjadi RDF serta pengelolaan RDF di industri semen. Diharapkan dengan adanya spesifikasi teknis ini,
industri semen lebih terdorong untuk mengembangkan RDF sebagai salah satu alternatif bahan bakar
yang ramah lingkungan.
4 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
KATA PENGANTAR
Ketua Asosiasi Semen Indonesia
Era persaingan industri semen saat ini telah bergeser dari tingkat nasional ke tingkat global. Bukan hanya
industri semen nasional yang terus tumbuh, saat ini pasar semen nasional juga diwarnai oleh industri
semen asing. Peningkatan pasokan semen yang tidak diimbangi dengan peningkatan permintaan pasar
membuat kondisi persaingan menjadi semakin ketat. Industri semen dituntut untuk terus berinovasi
guna meningkatkan keunggulan kompetitif utamanya dalam hal kualitas dan efisiensi biaya khususnya
untuk meningkatkan ekspor dalam menghadapi ketatnya persaingan di tingkat regional maupun
internasional.
Keunggulan kompetitif antara lain dapat tercapai melalui efisiensi produksi, diversifikasi sumber daya,
dan inovasi teknologi untuk mendukung keberlanjutan lingkungan. Salah satunya adalah dengan
pemanfaatan Refuse Derived Fuel (RDF), yang dapat membantu industri semen dalam mengurangi
ketergantungan kepada bahan bakar fosil dan secara tidak langsung dapat menurunkan biaya produksi.
Selain itu, pemanfaatan RDF dipandang dapat menjadi alternatif pengolahan sampah domestik.
Pengolahan sampah domestik sebagai bahan baku RDF untuk industri semen harus dilakukan dengan
tepat agar dapat diperoleh RDF dengan spesifikasi yang sesuai dengan kriteria sistem produksi industri
semen. Dengan tujuan inilah, dokumen Spesifikasi Teknis RDF sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri
Semen disusun. Spesifikasi teknis ini diharapkan dapat memberi kemudahan bagi para pelaku usaha
terkait untuk menetapkan standar-standar yang akan digunakan dalam menjalankan bisnis RDF. Lebih
lanjut, spesifikasi teknis ini diharapkan menjadi pendorong peningkatan daya saing industri semen
nasional.
Widodo Santoso
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 5
DAFTAR ISI
SAMBUTAN
Sambutan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri –
Kementerian Perindustrian .................................................................................................................................... 3
Sambutan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau
dan Lingkungan Hidup – Kementerian Perindustrian............................................................................... 4
KATA PENGANTAR
Ketua Asosiasi Semen Indonesia............................................................................................................................ 5
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................................... 7
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................................................... 10
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................................................. 11
1 PENDAHULUAN.................................................................................................................................. 13
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................................... 15
1.2 Tujuan Pedoman Teknis.................................................................................................................................. 15
1.3 Ruang Lingkup..................................................................................................................................................... 15
1.4 Definisi Umum..................................................................................................................................................... 15
1.5 Industri Semen di Indonesia......................................................................................................................... 17
1.6 Co-Processing RDF dalam Produksi Semen............................................................................................ 19
1.7 Pemanfaatan RDF sebagai Bahan Bakar Alternatif di Kiln Semen............................................. 20
1.8 Potensi Penggunaan RDF di Indonesia.................................................................................................... 21
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 7
3 ASPEK TEKNIS CO-PROCESSING RDF DI KILN SEMEN...................... 43
3.1 Sudut Pandang Teknologi.............................................................................................................................. 45
3.1.1 Persyaratan Umum untuk Kiln Pemanfaat RDF.................................................................. 47
3.1.2 Tantangan Teknis dalam Rangka Meningkatkan Tingkat Subtitusi.......................... 50
3.2 Standar Kualitas RDF........................................................................................................................................ 52
3.3 Emisi Udara............................................................................................................................................................ 55
3.4 Pemantauan Emisi............................................................................................................................................. 55
3.5 Aspek Kesehatan dan Keselamatan (UNEP, 2011)............................................................................... 56
3.6 Pengendalian Produk Akhir.......................................................................................................................... 57
8 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
5 DAMPAK EMISI KILN YANG MENGGUNAKAN RDF................................ 85
5.1 Nitrogen oksida.................................................................................................................................................... 87
5.2 Karbon monoksida dan Karbon dioksida................................................................................................ 89
5.3 Sulfur Dioksida..................................................................................................................................................... 90
5.4 Senyawa Organik yang Mudah Menguap (VOC)................................................................................. 91
5.5 Klorin ...................................................................................................................................................................... 92
5.6 Gas Asam................................................................................................................................................................. 94
5.7 Sulfur dan Alkali.................................................................................................................................................. 95
5.8 Logam Berat........................................................................................................................................................... 95
5.9 Polychlorinated dibenzo-p-dioxins dan Polychlorinated dibenzofurans.............................. 97
REFERENSI......................................................................................................................................................... 100
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 9
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Prinsip Umum Co-processing Limbah di Kiln Semen.................................................................. 19
Tabel 2.1 Pilihan Teknologi untuk Menyiapkan Sampah.............................................................................. 28
Tabel 2.2 Pilihan Teknologi Pemisahan Sampah............................................................................................... 30
Tabel 2.3 Perbandingan Teknologi Pemisahan Fraksi Organik.................................................................. 30
Tabel 2.4 Perbandingan Separator Magnetik....................................................................................................... 32
Tabel 2.5 Pilihan Pengolahan Secara Biologi........................................................................................................ 32
Tabel 2.6 Variasi Bio Drying.......................................................................................................................................... 33
Tabel 2.7 Konstruksi dan Desain dari Instalasi Teknik MBT........................................................................ 37
Tabel 2.8 Penerimaan Sampah dan Karakterisasi.............................................................................................. 39
Tabel 2.9 Teknik untuk Mengurangi atau Mencegah Pencemaran Air................................................... 39
Tabel 2.10 Teknik untuk Mengurangi atau Mencegah Emisi ke Udara..................................................... 41
Tabel 3.1 Suhu dan Waktu Tinggal selama di Pabrik Semen........................................................................ 45
Tabel 3.2 Persyaratan untuk Kiln Baru yang Menggunakan RDF atau Limbah Lainnya................ 49
Tabel 3.3 Klasifikasi SRF yang Digunakan pada Co-incineration
di Sektor Industri yang Berbeda............................................................................................................. 53
Tabel 3.4 Klasifikasi SRF Sesuai dengan EN 15359:2011................................................................................. 54
Tabel 4.1 Karakteristik RDF berdasarkan Kriteria yang Diterima Perusahaan Semen
di Indonesia...................................................................................................................................................... 63
Tabel 4.2 Contoh Checklist untuk Analisis RDF *).............................................................................................. 66
Tabel 4.3 Poin Penting dalam Menangani RDF di Pabrik Semen............................................................... 68
Tabel 4.4 Laju Substitusi Maksimum........................................................................................................................ 77
Tabel 4.5 Indikator Proses.............................................................................................................................................. 78
Tabel 4.6 Contoh Kontrol Proses yang Lebih Maju........................................................................................... 79
Tabel 4.7 Baku Mutu Emisi Udara pada Pabrik Semen yang Menggunakan RDF sebagai
Bahan Bakar dalam Kegiatannya (Permen KLHK no 19 tahun 2017)................................... 82
Tabel 4.8 Pengawasan Kontinu pada Emisi yang diperlukan Kiln Semen Pengguna RDF
di Pabrik Semen.............................................................................................................................................. 83
Tabel 5.1 Karakteristik Sampah yang Digunakan sebagai Bahan Bakar Alternatif............................ 90
Tabel 5.2 Pencapaian Penurunan Emisi CO2 dengan Pemanfaatan 1200 Ton Sampah
Per Hari sebagai Bahan Bakar Alternatif Di Kiln Semen............................................................ 90
Tabel 5.3 Emisi CO2 dari SRF pada Tahap Penyiapan dan Pembakaran.................................................. 90
Tabel 5.4 Pembentukan Senyawa Organik di Kiln*)......................................................................................... 92
Tabel 5.5 Contoh Kandungan Rata-rata dan Rentang Klorin...................................................................... 93
Tabel 5.6 Total Input Klorin berdasarkan Klinker............................................................................................. 94
Tabel 5.7 Koefisien Transfer Logam Berat............................................................................................................. 96
10 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Proyeksi Kapasitas Produksi dan Permintaan Semen............................................................... 17
Gambar 1.2 Lokasi Pabrik Semen.................................................................................................................................. 18
Gambar 1.3 Pengaruh Pemanfaatan Sampah terhadap Emisi CO2............................................................... 19
Gambar 2.1 Rute RDF ke Pabrik Semen..................................................................................................................... 25
Gambar 2.2 Tahapan Pengolahan Sampah dengan Teknologi MBT........................................................... 26
Gambar 2.3 Contoh Tahapan Proses MBT................................................................................................................ 27
Gambar 2.4 Line Shredding untuk Penyiapan Sampah....................................................................................... 29
Gambar 2.5 Contoh Peralatan pada Tahap Pemisahan...................................................................................... 31
Gambar 2.6 Pengolahan Biologis Metode Natural-draft (Convecting) Windrow,
Contoh Dekomposisi Aerobik Ekstensif.......................................................................................... 34
Gambar 2.7 Pengolahan Biologis Metode Open Windrow................................................................................ 34
Gambar 2.8 Sistem In-Vessel............................................................................................................................................ 35
Gambar 2.9 Sistem Bio Drying dengan Menggunakan Membran Semi-permeabel............................ 35
Gambar 2.10 Contoh RDF................................................................................................................................................... 36
Gambar 2.11 Compost Like Output (CLO)..................................................................................................................... 37
Gambar 3.1 Bahan Bakar Konvensional dan Alternatif..................................................................................... 46
Gambar 3.2 Diameter vs kapasitas Kiln untuk Kiln Standar dan Kiln
dengan Bahan Bakar Alternatif............................................................................................................ 48
Gambar 3.3 Fine milling RDF di Burglengenfeld..................................................................................................... 51
Gambar 3.4 SRF untuk Industri Semen...................................................................................................................... 53
Gambar 4.1 Prosedur Pra-penerimaan....................................................................................................................... 64
Gambar 4.2 Diagram Alir Penanganan Bahan Bakar Alternatif Padat
yang Umum Diterapkan di Pabrik Semen...................................................................................... 68
Gambar 4.3 Contoh Penanganan RDF – Penyimpanan dan Ekstraksi....................................................... 69
Gambar 4.4 Contoh Penyimpanan dan Ekstraksi untuk Fine RDF.............................................................. 69
Gambar 4.5 Contoh Penyimpanan dan Ekstraksi untuk Coarse RDF......................................................... 69
Gambar 4.6 Contoh Sistem Penerimaan, Penyimpanan dan Penimbangan RDF
Menuju Kalsiner........................................................................................................................................... 71
Gambar 4.7 Beberapa Kemungkinan Titik Umpan RDF.................................................................................... 73
Gambar 4.8 Karakteristik RDF yang Diinjeksi ke Kiln Semen......................................................................... 74
Gambar 4.9 Contoh Transportasi dan Pengumpanan ke Pre-kalsiner atau
Pembakaran Sekunder.............................................................................................................................. 75
Gambar 4.10 Contoh Transportasi dan Pengumpanan ke Pembakaran Utama....................................... 75
Gambar 4.11 Contoh Sistem Penakaran RDF............................................................................................................ 75
Gambar 4.12 Aplikasi pada Air Blasters di Preheater Cyclone............................................................................. 81
Gambar 4.13 Peralatan CEM.............................................................................................................................................. 83
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 11
Gambar 5.1 Pembentukan SOx di Sistem Kiln........................................................................................................ 91
Gambar 5.2 Pembentukan SOx di Sistem Kiln........................................................................................................ 92
Gambar 5.3 Siklus Klorin - Kiln Pemanas Awal tanpa Bypass........................................................................ 93
Gambar 5.4 Transfer Logam Berat pada Kasus Co-combustion di Kiln Semen...................................... 96
12 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
1
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Di sisi lain, dengan meningkatnya produksi semen di Indonesia, mencari sumber alternatif sebagai
bahan bakar merupakan kebutuhan yang tidak terelakkan bagi industri semen. Industri semen dapat
mengambil peran penting dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia dengan menggunakan
sampah domestik dan limbah industri sebagai bahan bakar alternatif.
Berbagai manfaat bisa diperoleh melalui penggunaan sampah domestik dan limbah industri
dalam proses produksi semen pemanfaatan kandungan energi dari sampah domestik dan limbah
industri, konservasi sumber daya alam yang berasal dari bahan bakar fosil, pengurangan emisi CO2,
pengurangan biaya produksi, dan penggunaan teknologi untuk mengolah limbah (Battelle, 2002;
WBCSD, 2005).
Oleh karena itu, pengelolaan sampah domestik dan limbah industri yang efektif menjadi penting
bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia pada umumnya dan industri semen khususnya.
Best available techniques (BAT): Metode yang paling efektif untuk mengurangi emisi dan dampak
lingkungan secara keseluruhan.
Bypass kiln: Saluran yang terletak di antara titik umpan pada kiln dan menara pemanasan awal.
Sebagian dari gas keluaran kiln dibuang melalui saluran ini dan didinginkan dengan udara atau air
untuk mengurangi penumpukan alkali, klorida, dan sulphur pada bahan baku.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 15
Pendahuluan
Co-processing: Penggunaan sampah yang sesuai pada suatu proses produksi, yang bertujuan untuk
pemulihan energi dan/atau sumber daya lainnya, sehingga menurunkan penggunaan bahan bakar
dan/atau bahan baku konvensional karena substitusi.
Kalsinasi: Penghilangan zat selain air yang mudah menguap dan terikat secara kimiawi dengan
bantuan panas. Pada produksi semen, kalsinasi adalah dekomposisi termal dari kalsit (kalsium
karbonat) dan mineral karbonat lainnya yang menghasilkan logam oksida (terutama CaO) dan
karbon dioksida.
Kiln: Alat pemanas pada pabrik semen yang digunakan untuk memproduksi klinker. Biasanya
mengacu pada rotary kiln.
Line kiln: Bagian dari pabrik semen yang menghasilkan klinker, terdiri dari kiln, pemanas awal dan
prekalsiner (jika ada), dan peralatan pendingin klinker.
Nilai kalor: Kalor per satuan massa yang dihasilkan dari pembakaran suatu bahan tertentu. Nilai
kalor digunakan untuk menyatakan nilai energy dari suatu bahan bakar, biasanya dalam satuan
megajoule per kilogram (MJ/kg).
Nilai kalor bersih (Lower Heating Value, LHV): Nilai kalor kotor dikurangi dengan panas laten
penguapan air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen yang terkandung dalam bahan bakar.
Nilai kalor kotor (Higher Heating Value, HHV): Jumlah energi maksimum yang dapat diperoleh
dari pembakaran bahan bakar, termasuk energi yang dilepaskan pada waktu uap air yang diproduksi
dari pembakaran mengembun menjadi air.
Pemanas awal: Sebuah alat untuk memanaskan bahan baku sebelum memasuki kiln. Pada kiln
kering modern, pemanas awal pada umumnya tergabung dengan prekalsiner. Pemanas awal
menggunakan gas keluaran kiln bertemperatur tinggi sebagai sumber panasnya.
Pemulihan (recovery): Penggunaan sampah/limbah dalam suatu proses sebagai pengganti material
lainnya yang semula diperlukan untuk fungsi tertentu, atau limbah yang digunakan untuk fungsi
tersebut; baik dalam suatu pabrik ataupun sistem ekonomi yang lebih luas.
Pengolahan awal: Proses untuk mempersiapkan bahan bakar dan/atau bahan baku alternatif yang
homogen dari berbagai input sampah sebelum digunakan di dalam kiln semen. Proses pengolahan
awal ini diperlukan untuk memperoleh aliran sampah yang sesuai dengan spesifikasi teknis dan
administratif produksi semen yang dipersyaratkan agar standar lingkungan terpenuhi.
Prekalsiner: Sebuah peralatan pada line kiln, yang pada umumnya tergabung dengan pemanas
awal, tempat terjadinya reaksi kalsinasi parsial/hampir sempurna dari mineral karbonat sebelum
memasuki kiln. Sumber panas prekalsiner berbeda dengan sumber panas kiln, sehingga mengurangi
konsumsi panas dalam kiln dan dapat mengurangi panjang kiln yang dibutuhkan.
Proses kering: Teknologi proses untuk produksi semen. Pada proses kering, bahan baku memasuki
kiln semen dalam keadaan kering, setelah digiling menjadi bubuk yang disebut raw meal. Proses
ini memerlukan energi yang lebih rendah dibandingkan proses basah. Pada proses basah, air
ditambahkan pada bahan baku pada saat penggilingan sehingga membentuk bubur.
Rotary kiln: Kiln yang terbentuk dari tabung baja yang berputar dengan kondisi agak miring, dan
dilapisi oleh batu bata tahan api. Bahan baku memasuki kiln pada ujung atas dan dipanaskan dengan
api dari ujung bawah, yang juga merupakan tempat keluarnya produk klinker.
16 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pendahuluan
Sistem pyroprocess: Terdiri dari kiln beserta peralatan pendingin dan pemanas awal.
Uji coba pembakaran (trial burn): Uji emisi yang dilakukan untuk menguji penaatan standar
kinerja efisiensi penghancuran dan pembuangan (Destruction and Removal Efficiency, DRE) dan
efisiensi penghancuran (Destruction Efficiency, DE) dan peraturan batas emisi; digunakan sebagai
basis penetapan batas-batas operasi yang diperbolehkan.
Uji emisi: Pengumpulan sampel gas buang secara manual, dilanjutkan dengan analisis kimia untuk
menentukan konsentrasi polutan.
Pada tahun 2017, produksi semen nasional diperkirakan meningkat menjadi 67,27 juta ton semen
dan ditambah ekspor klinker sebesar 1,8 juta ton klinker. Beberapa produsen semen membangun
pabrik baru untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Selain itu terdapat beberapa perusahaan
Tahun baru, di antaranya
2016 PT.2018F
2017 Cemindo Gemilang,
2019F PT. Semen
2020F Jawa,2022F
2021F PT. Sinar 2023F
Tambang2024F
Lestari (Semen
2025F 2026F
Deman Bima), dan61.64Conch 66.35
Cement Indonesia.
69.67 Gambar
73.15 1.1 menunjukkan
76.81 80.65 proyeksi
84.68 kapasitas
88.92 dan permintaan
93.36 98.03 102
Kapasitassemen di Indonesia
92.25 107.9 107.9 107.9 113.9 116.9 116.9 116.9 116.9
dari tahun 2016 hingga 2026. Gambar 1.2 menunjukkan lokasi geografis pabrik 116.9 11
Production 61.64 69.07 72.52 76.15 79.96 83.96 88.15 92.56 97.19 102.05 107
Utilisasi semen di Indonesia.
67 61 65 68 67 69 72 76 80 84
Clinker 51.69 56.37 58.02 60.92 63.97 67.16 70.52 74.05 77.75 81.64 85
140.00
130.00
120.00 107.9 116.9 116.9 116.9 116.9 116.9 116.9
107.9 113.9
107.9
110.00 102.93
98.03 Mill Cap.,
100.00 92.25 93.36
Mil ton
90.00 84.68 88.92 88
80.65
80.00 76.81
73.15 84 Demand,
69.67
70.00 66.35 76 80 Mil ton
61.64 72
60.00 68 67 69
67 65
61
50.00 Utilization,
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
2016 2017 2018F 2019F 2020F 2021F 2022F 2023F 2024F 2025F 2026F
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 17
Pendahuluan
Hambatan dalam penggunaan bahan bakar alternatif yang dihadapi oleh produsen semen di Indonesia di
18 antaranya adalah sistemSpesifikasi
pengumpulan dan pemilahan
Teknis Refused Derived Fuelsampah yangAlternatif
(RDF) sebagai tidak tepat, kurangnya
Bahan Bakar pabrik
di Industri Semen
pengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif yang seragam, tidak adanya insentif/kebijakan
Pendahuluan
Sumber: CEMBUREAU,2009
Sumber: Cembureau, 2009
Gambar
Gambar 1.3 1.3 Pengaruh
Pengaruh PemanfaatanSampah
Pemanfaatan Sampahterhadap
terhadap Emisi
Emisi CO
CO22
Apabila dilakukan dengan cara yang aman dan ramah lingkungan, co-processing limbah di pabrik
semen memiliki manfaat lingkungan. Oleh karena itu, telah dikembangkan prinsip-prinsip umum
Apabila dilakukanlimbah
co-processing dengan di
cara yang
kiln amanuntuk
semen dan ramah lingkungan,
menghindari co-processing
perencanaan limbah
yang di pabrik
kurang semen
tepat, yang
memiliki manfaat
dirangkum Tabel 1.1. Oleh karena itu, telah dikembangkan prinsip-prinsip umum co-processing
lingkungan.
pada
limbah di kiln semen untuk menghindari perencanaan yang kurang tepat, yang dirangkum pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Prinsip Umum Co-processing Limbah di Kiln Semen
Prinsip
Co-processing harusTabel 1.1 Prinsip
menjunjung umum
tinggi pemanfaatan limbah
hirarkico-processing limbah di kiln semen
Menghindari
Prinsip terbentuknya emisi tambahan dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Tidak mengubahharus
Co-processing kualitas dari produktinggi
menjunjung semen.
hirarki pemanfaatan limbah
Perusahaan yang terlibat dalam pelaksanaan co-processing harus memenuhi persyaratan dan dapat
dipercaya.
5
Pelaksanaan co-processing harus mempertimbangkan situasi nasional.
Sumber: GTZ/Holcim, 2006
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 19
Pendahuluan
Pembakaran bahan bakar sampah di kiln semen pada umumnya dapat memanfaatkan infrastruktur
kiln yang telah ada. Upaya ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya energi, sumber daya, dan
biaya ekonomi lainnya (Cembureau, 1999). Selain itu keuntungan co-processing sampah di kiln
dibandingkan dengan insinerator adalah sebagai berikut:
Abu dari pembakaran sampah domestik atau limbah lainnya bergabung ke dalam produk klinker
sehingga tidak dibutuhkan penangkap abu. Hal ini berbeda dengan fasilitas insinerator.
Kiln bertindak sebagai scrubber untuk oksida belerang, sehingga menghilangkan beberapa polutan
potensial dari gas buang. Efek scrubbing ini sebagian berada di dalam zona kalsinasi kiln di mana
kalsium karbonat dikonversi menjadi kalsium oksida (kapur) yang dapat bereaksi dengan sulfur
oksida membentuk kalsium sulfit dan sulfat. Efek scrubbing ini memungkinkan kiln untuk
menggunakan bahan bakar dengan kadar sulfur yang relatif tinggi.
Bahan bakar alternatif yang digunakan dalam produksi semen memiliki karakteristik yang berbeda
dibandingkan dengan bahan bakar konvensional. Peralihan dari bahan bakar konvensional menjadi
bahan bakar alternatif memberikan beberapa tantangan yang harus diatasi untuk mencapai
keberhasilan penerapannya. Beberapa tantangan utama antara lain peningkatan konsumsi panas,
operasi pre-kalsiner dan kiln menjadi kurang stabil, resiko penyumbatan di siklon pemanas awal
dan di saluran riser kiln, serta peningkatan emisi SO2, NOx, dan CO.
Dalam co-processing di kiln semen, pemanfaatan bahan bakar alternatif yang bisa digunakan berasal
dari limbah atau sampah yang diketahui komposisinya, memiliki nilai energi dan kandungan mineral
yang sesuai. Co-processing diterapkan hanya jika semua prasyarat dan persyaratan lingkungan,
kesehatan dan keselamatan, sosial, kriteria ekonomi dan operasional terpenuhi (UNEP, 2011).
Refuse derived fuel (RDF) adalah jenis bahan bakar padat alternatif yang berasal dari sampah padat
domestik (disebut juga sampah padat rumah tangga) atau limbah padat industri, yang telah melalui
proses pemilahan (manual) bahan daur ulang seperti, kaca, logam, dan bahan inert lainnya.
RDF digunakan sebagai bahan bakar alternatif dalam kiln semen umumnya disiapkan dengan cara
memotong, menyortir, dan memisahkan logam dan bahan lain yang tidak dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar untuk membuat bahan bakar padat berbentuk fluffy atau bentuk lainnya
seperti pellet dengan ukuran seragam. Nilai kalor dari RDF sekitar 2500 – 4000 kkal/kg. Tingginya
nilai kalor RDF terutama berasal dari plastik, kertas atau karton.
Sifat dari RDF bervariasi dibandingkan dengan sifat batubara, umumnya memiliki nilai kalori
dan kandungan sulfur lebih rendah, namun memiliki kandungan klorin lebih tinggi. RDF dengan
kandungan sulfur rendah lebih diinginkan karena emisi sulfur dioksida pembakaran harus
memenuhi batasan peraturan mengenai polusi udara sehingga penggunaan bahan bakar sulfur
rendah dianggap lebih menguntungkan.
Heterogenitas RDF membuat karakteristik emisinya sulit untuk digambarkan secara umum.
Literatur menyebutkan terdapat rentang yang luas sehubungan dengan emisi logam berat
potensial terkait dengan RDF; Genon dan Berzio (Genon, 2007) merangkum dari berbagai basis data,
dan menemukan dalam satu simulasi bahwa penggantian 50% laju panas batubara dengan RDF
menunjukkan emisi logam berat Cd dan Hg mengalami penurunan. Namun, simulasi berikutnya
20 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pendahuluan
menggunakan satu set karakteristik RDF yang berbeda menunjukkan bahwa emisi logam berat Cd
dan Hg justru meningkat (Genon, 2007).
Analisis dampak lingkungan yang dilakukan oleh Komisi Eropa pada umumnya menyimpulkan
bahwa penggantian bahan bakar konvensional dengan RDF di kiln semen memiliki dampak positif
secara keseluruhan, tetapi emisi tertentu (misalnya, Hg, Cd, SO2) justru meningkat (Gendebien
2003). Perlu dicatat bahwa di antara proses termal yang dipertimbangkan dalam analisis Komisi
Eropa yaitu pembangkit listrik tenaga batubara, insinerator sampah domestik, dan pabrik semen,
menunjukkan bahwa proses pembakaran di pabrik semen merupakan proses termal terbaik
(Gendebien 2003).
Selain komposisi kimia dari RDF sendiri, komposisi kimia dari abu yang dihasilkan dari pembakaran
RDF juga penting. RDF dan abu batubara memiliki kesamaan kandungan silika (SiO2) dan alumina
(Al2O3). Abu RDF umumnya mengandung sulfur (SO3) dan besi oksida (Fe2O3) lebih rendah tetapi
oksida alkali (Na2O, K2O) lebih tinggi dibandingkan dengan abu batubara.
Pemanfaatan RDF di pabrik semen terutama berpotensi untuk dikembangkan di pulau Jawa
yang memiliki kapasitas produksi semen cukup besar; yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa, PT
Holcim Indonesia, PT Juishin, PT Semen Jawa (Siam Cement Group), PT Cemindo Gemilang, PT
Sinar Tambang Arthalestari ( Semen Bima), dan PT Semen Gresik. Selain itu penggunaan RDF juga
berpotensi dilakukan di pulau Sumatera (PT Lafarge Cement Indonesia, PT Semen Padang, dan PT
Semen Baturaja), Kalimantan dan Papua (PT Indocement Tungal Prakarsa dan PT Conch Cement
Indonesia), dan yang terakhir adalah Sulawesi (PT Semen Tonasa dan PT Semen Bosowa Maros).
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 21
2
PROSES PRODUKSI RDF
Proses Produksi RDF
2.1 Umum
Pengolahan awal sampah dibutuhkan untuk mendapatkan karakter fisik sampah yang relatif lebih
seragam sehingga dapat dimanfaatkan untuk co-processing di kiln semen. Karakter sampah ini harus
memenuhi persyaratan teknis dalam proses produksi semen dan memenuhi standar lingkungan
nasional.
Proses penyiapan sampah diperlukan untuk mengubah sifat fisik sampah, antara lain:
– distribusi ukuran partikel sampah (granulometri) dan bentuknya
– kandungan air
– kandungan benda asing
– nilai kalor
– kadar abu
– kandungan unsur renik (trace element), termasuk besi
Pada umumnya untuk laju substitusi panas yang sama terhadap bahan bakar konvensional,
dibutuhkan bahan bakar alternatif yang lebih banyak. Pengolahan awal sampah sebelum
dimanfaatkan di kiln semen merupakan langkah penting untuk mengendalikan heterogenitas
sampah, dan memungkinkan pembakaran yang lebih stabil di kiln semen. Pemilahan secara
mekanikal dianggap menjadi teknik pemrosesan yang cukup baik oleh produsen RDF di Austria,
Jerman dan Italia, sedangkan di Belanda produsen RDF menggunakan praktek pelletizing (Gendebien
2003).
Sebagian besar pengolahan awal dilakukan di fasilitas produksi RDF, yang disebut dengan proses
pengolahan awal RDF (Fasilitas 1). Proses pengolahan awal RDF meliputi pengeringan, pencacahan,
penggilingan atau pencampuran tergantung pada karakteristik asli sampah. Hal ini biasanya
dilakukan di fasilitas produksi RDF sesuai dengan tujuannya. Sistem pengeringan bertujuan
untuk meningkatkan nilai kalor RDF dengan mengurangi kadar airnya. Sebelum mencapai lokasi
pengumpanan di pabrik semen, RDF harus diangkut ke pabrik semen dengan truk. Truk memiliki
sistem pengeluaran khusus yang memungkinkan pembongkaran secara stabil dan mencegah
terbangan debu. Kegiatan ini biasanya dilakukan dalam di pabrik semen. Proses-proses ini
digambarkan pada Gambar 2.1.
Sumber: 2.1
Gambar Asosiasi
RuteSemen
RDF keIndonesia, 2017
Pabrik Semen
Gambar 2.1 Rute RDF ke Pabrik Semen
2.2Produksi
2.2 Proses Proses Produksi
RDF RDF
Ada berbagai pilihan
Ada berbagai teknologi
pilihan alternatif
teknologi alternatifyang
yang tersedia untukmengolah
tersedia untuk mengolah sampah
sampah dengan
dengan membatasi
membatasi
jumlahjumlah
residu yangyang
residu tersisa untuk
tersisa untuk pembuangan
pembuangan ke ke TPA,
TPA, sertaserta
untukuntuk menghasilkan
menghasilkan RDF dari
RDF dari sampah. sampah.
Salah
Salah satu contoh teknologi pengolahan sampah menjadi RDF adalah teknik pengolahan
satu contoh teknologi pengolahan sampah menjadi RDF adalah teknik pengolahan mekanis biologis mekanis
(Mechanical Biological Treatment, MBT). Elemen dasar dari teknologi pemisahan MBT adalah metode
mekanis/fisik dan Fuel
Spesifikasi Teknis Refused Derived pengolahan biologis
(RDF) sebagai komponen
Alternatif limbah
Bahan Bakar yang Semen
di Industri mudah terurai secara biologis 25
(biodegradable) kecuali apabila komponen tersebut ditujukan untuk daur ulang (misalnya kertas).
Beberapa keuntungan teknologi MBT untuk mengurangi sampah di TPA, sebagai berikut:
Proses Produksi RDF
biologis (Mechanical Biological Treatment, MBT). Elemen dasar dari teknologi pemisahan MBT
adalah metode mekanis/fisik dan pengolahan biologis komponen limbah yang mudah terurai
secara biologis (biodegradable) kecuali apabila komponen tersebut ditujukan untuk daur ulang
(misalnya kertas).
Beberapa keuntungan teknologi MBT untuk mengurangi sampah di TPA, sebagai berikut:
• Kontrol yang optimal terhadap emisi gas dalam sistem tertutup;
• Sumber daya yang bernilai (logam, kayu, plastik, dan kertas) dapat didaur ulang dan tidak hilang
di TPA;
• Penangkapan gas yang lebih tinggi melalui pengolahan yang intensif dan tidak ada kebocoran
dari instalasi yang terbuka atau kebocoran di TPA;
• Berkurangnya konsumsi lahan untuk TPA dan berkurangnya beban pencemaran untuk generasi
selanjutnya;
• Material di TPA lebih stabil (degradasi aerobik terkontrol lebih efektif dibandingkan proses
landfill di TPA);
• Hanya menyisakan sejumlah kecil residu (sekitar 10% dari sampah input);
• Menghasilkan bahan bakar padat dengan kalor tinggi (contoh RDF).
Tahapan proses MBT dalam pengolahan sampah diberikan dalam diagram di bawah ini:
Sewage sludge
Persiapan mekanik
Sampah tak terurai Pemilahan kasar Penyaringan
Sampah daur ulang Pemilahan Kombinasi
Fraksi bernilai kalor tinggi Pemisahan magnetik Homogenisasi
Penyaringan
Pembuangan ke TPA
Opsional
Sumber: GTZ, 2003 Sumber: GTZ, 2006
Gambar 2.2 Tahapan Pengolahan
Gambar 2.2 Tahapan Pengolahan Sampah dengan
Sampah Teknologi
dengan MBT MBT
Teknologi
Fraksi ringan
26 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Fraksi
berat
Sumber: GTZ, 2003
Gambar 2.2 Tahapan Pengolahan Sampah dengan Teknologi MBT
Proses Produksi RDF
Fraksi ringan
Fraksi
berat
Produk RDF
Sumber: Holcim, 2015
Sumber: Holcim, 2015
Gambar 2.3 Contoh Tahapan Proses MBT
Gambar 2.3 Contoh tahapan proses MBT
Pada umumnya, tahapan proses operasi MBT dan fungsi utamanya adalah sebagai berikut:
1.
Penerimaan dan Penyimpanan Sampah
Pada umumnya, tahapan proses
• Penerimaan sampahoperasi MBT dan fungsi utamanya adalah sebagai berikut:
• Penyimpanan sampah dengan kapasitas yang memadai
• Pencampuran sampah dan penyiapan kondisi untuk mengoptimalkan pengolahan. 10
2.
Penyiapan Sampah (Langkah Pengolahan Awal): Pengolahan secara mekanis
• Pemisahan zat pengotor
• Pemilahan bahan-bahan yang memiliki kandungan energi (nilai kalori yang tinggi) dengan
ayakan (diameter > 60-150mm / 3-6’’) atau teknologi lainnya
• Pemisahan fraksi berat
• Pemisahan bahan-bahan yang dapat didaur ulang (misalnya: logam dan plastik)
• Pencacahan dan penyeragaman (homogenisasi) komponen sampah
3.
Langkah-langkah pengolahan secara biologis:
• Penyiapan bahan organik
• Pengeringan untuk meningkatkan nilai kalor dari sampah
4.
Pengolahan sampah secara mekanik setelah pengolahan biologis (jika diperlukan langkah
pengolahan lanjutan)
• Pemilahan lanjut dengan saringan atau air classifier
• Pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan fraksi kalori lebih tinggi
5.
Penyimpanan:
• Penyimpanan hasil dari proses MBT (RDF, kompos, bahan daur ulang).
kasur, batu atau material besar lainnya, yang dapat menyebabkan masalah terhadap peralatan
pengolahan.
Sumber:
Sumber:
Sumber: Holcim,
Holcim,
Holcim, 2016
20162016 Sumber: Holcim, 2016
Sumber:
Sumber:
Sumber: Holcim,
Holcim, 2016
2016
2016
Gambar 2.4 Line Shredding untuk Penyiapan Sampah
Gambar 2.4 Line Shredding untuk Penyiapan Sampah
Gambar 2.4 Shredding untuk Penyiapan Sampah
Gambar 2.4 Line
Line Shredding
Shredding untuk
untuk Penyiapan Sampah
PenyiapanSampah
Sampah
Gambar
Gambar 2.4
2.4Line
LineShredding
Shreddinguntuk Penyiapan
untuk Penyiapan Sampah
2.2.2 Pemisahan Sampah
Aspek umum dari teknologi MBT dalam pengolahan sampah adalah pemilahan sampah
campuran menjadi fraksi yang berbeda menggunakan cara mekanis. Apabila proses MBT
bertujuan untuk stabilisasi residu sampah sebelum dibuang di TPA, maka proses pemilahan
13
tidak dibutuhkan. 13
13
13 13 13
Memilah sampah memungkinkan proses MBT untuk memisahkan bahan yang berbeda yang
cocok untuk keperluan akhir yang berbeda. Potensi penggunaan akhir termasuk daur ulang
material, pengolahan biologis, pemulihan energi melalui produksi RDF, dan penimbunan
di TPA. Berbagai teknik yang berbeda dapat digunakan, dan sebagian besar fasilitas MBT
menggunakan rangkaian beberapa kombinasi peralatan yang berbeda untuk mencapai
persyaratan kualitas produk akhir.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 29
Proses Produksi RDF
Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi Proses
Proses
Proses
Proses seleksi
seleksi
seleksi
seleksi (screening)
(screening)
(screening) Mencegah
(screening)Mencegah penyumbatan
penyumbatan
Mencegahpenyumbatan
Mencegah Mencegah
Mencegah
penyumbatanMencegah Mencegah penyumbatan
penyumbatan
penyumbatanpenyumbatan
Umum
Umum
Umum
Umum fraksi
fraksi
fraksi organik
organik
organik
fraksi organik dari
dari
daridarisampah
sampah
sampah menggunakan
sampahmenggunakan
menggunakan
menggunakan nozzle nozzle
nozzle
uda- menggunakan
menggunakan
nozzlemenggunakan
menggunakan nozzle
nozzle
nozzle udara
udaraudara
nozzle udara
yang sudah
yang
yang hancur dengan
sudah
sudah hancur
hancur ra dan perangkat
udara
udara dan
dan getaran dan
perangkat
perangkat dan
danperangkat
perangkat
perangkatgetaran
getaran
getaran
yang sudah hancur udara dan perangkat dan perangkat getaran
mencegah penyumbatan
dengan
dengan
dengan
melalui
mencegah
mencegah
Trommel Screen
getaran
yang getaran
mencegah getaran
penyumbatan
penyumbatan
penyumbatan
dilengkapi dengan pisau melalui
melalui
melalui
Trommel
Trommel
Internal
Trommel Screen
danScreen
sikat
Screen yang
External
yang
yang
(dipatenkan)
dilengkapi dengan pisau
dilengkapi
dilengkapidengandenganpisau pisau
Bagian Utama • Trommel Screen • Metal Drum Screen • Rotating Disk Screen
Internal
Internal
Internal dan
dan sikat
sikat
dan sikat External
External
External
Ciri khusus • Efisiensi yang lebih tinggi • Mampu memilah • Kecepatan penyortiran
(dipatenkan)
(dipatenkan)
(dipatenkan)
dalam memilah sampah sampah konstruksi lebih tinggi
Bagian
Bagian
Bagian basah Trommel
Trommel
Trommel Screen
Screen
Screen denganMetal
Metal
Metal Drum
Drum
kadar Drum
air rendah • Mampu Rotating
Rotating
Rotating
menyortir Disk
Disk Screen
Screen
Disk
sampah Screen
Utama
Utama
Utama • Pemulihan bahan organik atau Screen
Screen
kadar zat
Screen mudah konstruksi melalui
yang lebih tinggi melalui terbakar yang rendah perbedaan ukuran
CiriCiri
Ciri khusus
khusus
khusus Efisiensi
Efisiensi
Efisiensi yang
yang yang Mampu
Mampu
Mampu memilah
memilah
memilah Kecepatan
Kecepatan
Kecepatan
sistem internal yang mampu • Efisiensi yang lebih • Efisiensipenyortiran
yang lebih rendah
lebih
lebih
mengangkat
tinggi
tinggi
lebih tinggi
sampah
dalam
dalam
dalam rendah
sampah
sampah
sampah
dalam memilah
penyortiran
penyortiran lebih
lebihlebih
dalam memilah sampah
sebesarmemilah
memilah
memilah
180 sampah
sampah
derajat sampah
dan sampahkonstruksi
konstruksi
konstruksi
basah tinggi
basah tinggitinggi
menjatuhkan
basah
basah
basah sampah dengan
dengan kadar
kadar air
air
dengan kadar air • Diperlukan Mampu
Mampu
Mampu menyortir
menyortir
menyortir
pemeliharaan
tersebut sehingga terjadi rendah atau
Pemulihan
Pemulihan
Pemulihan bahan
bahan
bahan rendah atau
rendah atau sampah
sampah
(maintenance) konstruksi
konstruksi
yang
sampah konstruksi
pemisahan antara bahan
organik
organik yang
yang kadar
kadar zat
zat mudah
mudah cukup sering disebabkan
melalui
melalui perbedaan
perbedaan
organik
organik dan materialyangyang kadar zat mudah melalui perbedaan
penyumbatan dari material
mudah lebih
lebih tinggi
tinggi
terbakar
lebih tinggi terbakar
terbakar
terbakar yang
yangyang ukuran
ukuran
yang tidak ukuran
terbakar
melalui
melalui
melalui sistem
sistem
sistem Sumber: Defra, rendah
rendah
rendah
2007 Efisiensi
Efisiensi
Efisiensi yang
yangyang lebih
lebih
lebih
internal
internal
internal yang
yang yang Efisiensi
Efisiensi
Efisiensiyang
yangyang rendah
rendah
rendah dalam
dalam
dalam
30 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
mampu
mampu
mampu lebih
lebih rendah
rendah
lebih rendah memilah
memilah
memilah sampah
sampah
sampah
mengangkat
mengangkat
mengangkat dalam
dalam
dalam memilah
memilah
memilah basah
basah
basah
Proses Produksi RDF
Bahan daur ulang dari proses MBT biasanya berkualitas lebih rendah daripada dari sistem pengumpulan
Bahan daur ulang dari proses MBT biasanya berkualitas lebih rendah daripada dari sistem
langsung di rumah langsung
pengumpulan tangga, sehingga
di rumahharga jualnya
tangga, lebih rendah.
sehingga Proses MBT
harga jualnya lebihhampir selalu
rendah. menyisakan
Proses MBT
logam (besi dan bukan besi) dan di banyak negara maju merupakan satu-satunya bahan daur
hampir selalu menyisakan logam (besi dan bukan besi) dan di banyak negara maju merupakan ulang yang
dapat diekstrak. bahan daur ulang yang dapat diekstrak.
satu-satunya
Bahan lain yang dapat diambil dari proses MBT meliputi kaca, tekstil, kertas/karton, dan plastik. Yang
Bahan lain yang dapat diambil dari proses MBT meliputi kaca, tekstil, kertas/karton, dan
paling umum adalah kaca, yang dapat dipisahkan dengan bahan inert lain seperti batu dan keramik.
plastik. Yang paling umum adalah kaca, yang dapat dipisahkan dengan bahan inert lain seperti
Bahan-bahan
batu dan ini biasanya
keramik. dipisahkan dan
Bahan-bahan ini muncul sebagai
biasanya fraksi "padat"
dipisahkan sebagai air
dari peralatan
dan muncul classifiers
fraksi “padat”atau
pemisahan balistik.air classifiers atau pemisahan balistik.
dari peralatan
Memisahkan kaca untuk daur ulang dari sisa sampah atau sampah campuran yang timbul dari pabrik MBT
akanMemisahkan
memerlukankaca untuk
teknik daur ulang
pemilahan dari sisa sampah
yang bergantung atau bahan
pada jenis sampah campuran yangsorting)
(material-specific timbuljika
dari pabrik MBT akan memerlukan teknik pemilahan yang bergantung pada jenis bahan
harus dicapai produk daur ulang bernilai tinggi. Dalam contoh ini pemilahan kaca secara manual dapat
(material-specific sorting) jika harus dicapai produk daur ulang bernilai tinggi. Dalam contoh
diterapkan untuk memisahkan material tersebut.
ini pemilahan kaca secara manual dapat diterapkan untuk memisahkan material tersebut.
2.2.2.1
2.2.2.1 Pemisahan
PemisahanMagnetik
Magnetik
Teknik elektro-magnetik yang dapat diaktifkan atau dimatikan dapat digunakan untuk
Teknik elektro-magnetik
memisahkanyang dapat
logam. diaktifkan
Namun, atau
tidak dimatikan
semua logam dapat
dapatdigunakan untukdengan
dihilangkan memisahkan logam.
magnet.
Namun, tidak semuasteel
Stainless logam dandapat dihilangkan
tembaga misalnya, dengan
memiliki sifatStainless
magnet. magnetis steel
yang dan tembaga
lemah atau misalnya,
sama
memiliki sifat magnetis
sekali tidak yang lemah
bersifat atau sama
magnetis. sekali tidak bersifat
Keterbatasan lain darimagnetis. Keterbatasan
teknik ini lain dari teknik
adalah bahan-bahan
ini adalah bahan-bahan
yang memiliki yang memiliki
sifat magnetissifat magnetis
lemah tidaklemah tidak akan
akan mampu mampu
tertarik jikatertarik
beradajika berada di
di dalam
dalam bahan bahan non-magnetis,
non-magnetis, dan barang-barang
dan barang-barang yang memiliki
yang memiliki sifat magnetis
sifat magnetis yang lebih yang lebih
besar dapat
besar dapat menarik material yang tidak diinginkan seperti kertas, plastik,
menarik material yang tidak diinginkan seperti kertas, plastik, dan sampah makanan secara bersamaan. dan sampah
makanan secara bersamaan.
Tabel 2.4 menunjukkan separator magnetik yang umum digunakan, yaitu suspended magnetic separators
dan drum magnetic
Tabel 2.4 pulleys.
menunjukkanSuspended permanent
separator magnetic
magnetik yang separators memiliki yaitu
umum digunakan, efisiensi yang lebih
suspended
rendah dibandingkan suspended electromagnetic
magnetic separators dan drum magnetic separators.
pulleys.Magnetic pulleys
Suspended memiliki daya
permanent magnet
magnetic
separators
yang lebih rendah memiliki
sehingga tidakefisiensi yang lebih
cocok untuk rendahlogam
pemilahan dibandingkan suspended
besar. Untuk alasan electromagnetic
ini, banyak fasilitas
separators. Magnetic pulleys memiliki daya magnet yang
MBT mengadopsi suspended magnetic baik yang permanent magnetic atau electromagnetic lebih rendah sehinggaseparators
tidak
yang dapat cocok untuk untuk
disesuaikan, pemilahan logam besar.
mengumpulkan Untuk
logam alasan
secara ini, banyak fasilitas MBT mengadopsi
kontinu.
suspended magnetic baik yang permanent magnetic atau electromagnetic separators
yang dapat disesuaikan, untuk mengumpulkan logam secara kontinu.
16
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 31
Proses Produksi RDF Tabel
Tabel2.4
Tabel 2.4Perbandingan
2.4 PerbandinganSeparator
Perbandingan SeparatorMagnetik
Separator Magnetik
Magnetik
Tabel 2.4 Perbandingan Separator Magnetik
Pemisah
PemisahSuspended
Pemisah Suspended
Suspended
Pemisah
PemisahSuspended
Pemisah Suspended
Suspended
Suspended Pemisah Suspended
Klasifikasi
Klasifikasi
Klasifikasi Magnetic(Magnet
Magnetic
Magnetic (Magnet
(Magnet Drum
DrumMagnetic
Drum MagneticPulley
Magnetic Pulley
Pulley
Klasifikasi Magnetic
Magnetic
Magnetic (Elektromagnet)
Magnetic
(Elektromagnet)
(Elektromagnet) Magnetic (Magnet Drum Magnetic Pulley
Permanen)
Permanen)
Permanen)
(Elektromagnet) Permanen)
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Deskripsi Alat ini bersinggungan Alat ini menggunakan Sebuah Drum Magnetic
Umum
Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi dengan
Alat
Alat ini
Alat konveyor
ini bersinggungan
ini bersinggungan Alat
bersinggungan magnet permanen
Alat ini
Alat menggunakan Pulley
ini menggunakan
ini pada
menggunakan Sebuah
Sebuah
Sebuahyang terpasang
Drum
Drum
Drum Magnetic
Magnetic
Magnetic
belt dan berfungsi permukaannya untuk pada belt conveyor
Umum
Umum
Umum dengan
dengan
dengan konveyor
konveyor
konveyor belt
belt dan
belt dan magnet
dan memilih
magnet permanen
magnetlogam-logam
permanen
permanen padapada Pulley
Pulley
pada memilih yang
Pulley logam
yang
yang yangterpasang
terpasang
terpasang
menyeleksi logam dengan
berfungsi
berfungsi
berfungsi
menggunakan menyeleksi
menyeleksi
menyeleksi logam
magnetlogam permukaannya
logam yangpermukaannya
permukaannya
berada dalam untuk untuk pada
pada dibelt
pada
untuk bergerak belt
belt conveyor
belt conveyor
conveyor
dengan
dengan
dengan menggunakan
menggunakan
menggunakan sampah memilih
memilih logam-logam
memilih logam-logam memilih
logam-logam memilih logam
memilih logam yang
logam yang
yang
Bagian magnet
magnet
magnet
Konveyor elektromagnet yang
yang
Konveyor berada
yang berada berada dalam
magnetis dalam bergerak
dalam • bergerak
bergerak di
dibelt
di belt
belt
Pulley magnetis
Utama sampah
permanen
sampah
sampah • Konveyor pemindah
Bagian
Bagian
Bagian Utama
Utama Konveyor
Utama
Fitur • Kontrolelektromagnet
Konveyor
Konveyor elektromagnet
elektromagnet
kekuatan • Konveyor
Konveyor
Konveyor
Induksi magnetmagnetis
magnetis
magnetis
yang Pulley
• Cocok Pulleymagnetis
Pulley
untuk magnetis
magnetis
logam
induksi magnet permanen
tetap
permanen
permanen kecil
Konveyor
Konveyor
Konveyor
• Cocok untuk logam • Tidak ada pembatasan • Cocok pemindah
untuk
pemindah
pemindah
yang luas/besar instalasi mengumpulkan logam
Fitur
Fitur
Fitur Kontrol
• Cocok untuk kekuatan
Kontrol
Kontrol kekuatan • Sulit
sampah
kekuatan untuk
Induksi magnet
pengolahan
Induksi
Induksi magnet
magnet yang
ada
Cocokdi dalam
Cocok
Cocok untuk
untuk
untuk
yang induksi
mengandung dalam jumlah besar sampah
induksimagnet
induksi magnet
magnet yang
yangtetap
yang tetap
tetap logam
logamkecil
logam kecil
kecil
banyak
Cocoklogam Tidak • Tidak ada
Cocok pembatasan
Cocokuntuk
Cocok untuklogam
untuk logam
logam Tidakada
Tidak ada
ada Cocokuntuk
Cocok untuk
untuk
• Dioperasikan secara instalasi
yang
yang luas/besar
yang luas/besar
luas/besar pembatasan
pembatasan
pembatasan mengumpulkan
mengumpulkan
mengumpulkan
kontinu
Cocok
Cocokuntuk
Cocok untuk
untuk instalasi
instalasi
instalasi logam
logamyang
logam yangada
yang adadi
ada di
di
• Efektif
sampah
sampahyang
sampah yang
yang SulitSulituntuk
Sulit untuk
untuk dalam
dalam sampah
dalam sampah
sampah
Sumber: Defra, 2007
mengandung
mengandung
mengandung pengolahan
pengolahan
pengolahan Tidak
Tidak ada
Tidak ada
ada
banyak
banyak
banyak logam
logam
logam dalam
dalam
dalam jumlah
jumlah
jumlah pembatasan
pembatasan
pembatasan
2.2.3 Pengolahan Biologi
Dioperasikan
Dioperasikan
Dioperasikan besar
besar
besar instalasi
instalasi
instalasi
Melalui dekomposisi terkontrol dari zat organik, pengolahan sampah secara MBT dapat
secara
secara kontinu
secara kontinu
kontinu
mengurangi emisi ke udara dan air dibandingkan apabila sampah tersebut langsung dibuang
Efektif
Efektif
Efektif
ke TPA. Selain itu, proses MBT pun dapat menurunkan volume sampah yang harus dibuang ke
Sumber:
Sumber:Defra,
Sumber: Defra,2007
Defra, 2007
2007
TPA. Metode MBT paling sesuai diterapkan pada sampah dengan kandungan material organik
2.2.3
2.2.3
mudah Pengolahan
2.2.3terurai
Pengolahan
Pengolahan Biologi
Biologi
Biologi yang tinggi. Pada dasarnya, ada tiga metode dari dekomposisi
(biodegradable)
secara biologi di fasilitas MBT pada tabel 3.5 berikut:
Melalui
Melaluidekomposisi
Melalui dekomposisiterkontrol
dekomposisi terkontroldari
terkontrol darizat
dari zatorganik,
zat organik,pengolahan
organik, pengolahansampah
pengolahan sampahsecara
sampah secaraMBT
secara MBTdapat
MBT dapatmengurangi
dapat mengurangiemisi
mengurangi emisi
emisi
ke
keudara
ke udaradan
udara danair
dan air Tabel
airdibandingkan
dibandingkan 2.5
dibandingkanapabila
apabilaPilihan
apabilasampah
sampahPengolahan
sampahtersebut
tersebut Secara
tersebutlangsung
langsung Biologi
langsungdibuang
dibuangke
dibuang keTPA.
ke TPA.Selain
TPA. Selainitu,
Selain itu,proses
itu, prosesMBT
proses MBT
MBT
Pilihan
pun
pundapat
pun dapatmenurunkan
dapat menurunkanvolume
menurunkan volumesampah
volume sampahyang
sampah yangharus
yang harus Teknik
harusdibuang
dibuangke
dibuang keTPA.
ke TPA.Metode
TPA. MetodeMBT
Metode MBTpaling
MBT palingsesuai
paling sesuaiditerapkan
sesuai diterapkan
diterapkan
padaa)
pada sampah
pada sampah dengan
Biostabilisasi
sampah dengan kandungan
secara
dengan kandungan material
aerobik: organik
mengkomposisi
kandungan material
material organik mudah
per
organik mudah terurai
bagian
mudah teruraisampah(biodegradable)
terurai (biodegradable) yang
(biodegradable) yang tinggi.
tinggi. Pada
yang tinggi. Pada
Pada
dasarnya,
dasarnya,
dasarnya,
b) ada
adatiga
ada tigametode
tiga
Anaerobic metode
metode dari
dari
dari
Digestion: dekomposisi
dekomposisi
dekomposisi
digunakan secara
secara
secara
untuk biologi
biologidi
biologi
memproses difasilitas
di yangMBT
fasilitas
fasilitas
fraksi MBTpada
MBT
kaya padatabel
pada tabel
tabel
organik 3.5
3.5berikut:
3.5
secara berikut:
berikut:
terpisah
c) Bio Drying
17
17
17
2.2.3.1 Biostabilisasi secara aerobik
Target utama dari pendekatan ini adalah untuk menstabilkan sampah sehingga akan
mengurangi jumlah komponen mudah terurai yang akan dibuang ke TPA tanpa
pemisahan apapun. Setelah tahap stabilisasi selesai, bahan lain seperti RDF atau agregat
dapat dipisahkan dari Compost Like Output (CLO) melalui tahap pemurnian kompos.
Anaerobic Digestion dalam konteks ini akan digunakan sebagai tahap pertama dari
pengolahan biologis yang berfokus pada komponen sampah yang paling mudah
didegradasi secara anaerob. Biogas yang dihasilkan selama proses ini digunakan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan panas.
Parameter untuk memilih proses bio-drying meliputi waktu tinggal untuk pengeringan,
biaya instalasi dan biaya operasi, homogenitas sampah yang sudah kering, lahan yang
dibutuhkan, bau, manajemen lindi, dan tingkat automatisasi. Umumnya proses bio-
drying diklasifikasikan menurut tipe peralatannya yaitu Rotary Drum Reactor, Tunnel
Box, In-Hall Type, danTabel
Covered
Tabel Windrows
2.6Tabel
2.6
Variasi
Variasi
2.6Bio Type
Variasi
Bio seperti
drying
drying yang ditunjukkan pada Tabel 2.6.
Bio drying
Tabel 2.6 Variasi Bio drying
Reaktor
Reaktor
Reaktor
Rotary
RotaryRotary
Reaktor Tabel 2.6 Variasi Bio Drying
Rotary
Klasifikasi
Klasifikasi
Klasifikasi
Klasifikasi Tunnel
Tunnel
Box
Tunnel
Box Box
Tunnel Box In-Hall
In-Hall
Type
In-Hall
In-Hall Type
Type TypeCovered
Covered
Windrow
Covered
Windrow
Windrow
DrumDrum Drum
Klasifikasi Reaktor
DrumRotary Drum Tunnel Box In-Hall Type Covered Windrow
Covered Windrow
Gambar
Gambar GambarGambar
Gambar
Deskripsi Umum Reaktor diputar Terowongan Udara disedot dari Windrows statis
Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi
UmumUmumDeskripsi
UmumReaktor
ReaktorReaktor
untukdiputar
diputar
Reaktor
diputar diputar
Terowongan TerowonganUdara
Terowongan
Terowongan
bersekat Udara
Udara disedot
disedot
bagian Udara
disedot
bawahdaridariWindrows
disedot Windrows
Windrows
dari
ditutup Windrows
dengan statis
statis
statis statis
Umum untuk menciptakan (dibangun
menciptakan bersekatdengan dari bagian bawah membran
fasilitas. ditutupsemi-
dengan
untuk
untuk untuk bersekat
bersekatbersekat bagian bagian bawah
bagian
bawahbawah ditutup
ditutupdengan
ditutup
dengan dengan
lingkungan
lingkungan yang
yang (dibangun
dinding dan tutup fasilitas. membran semi-
permeabel.
menciptakan
menciptakan
menciptakan
cocok untuk (dibangun
(dibangun
(dibangun
dengan
dengandengan dengan
fasilitas.
fasilitas.fasilitas. membran
membran
permeabel.membran
semi-semi- semi-
cocok untuk beton)
lingkungan
lingkungan
lingkungan
yang
penguraianyang biologis
penguraian
yang
dinding
dinding
dan
dinding
dan
tutup
dinding tutup
dikendalikan
dan
dan tutup permeabel.
permeabel.
permeabel.
cocok
cocok
untuk
cocok
untuk untuk beton)
beton) tutup beton)
beton)
biologis secara individu.
dikendalikan
Bagianpenguraian
penguraian
Utama penguraian
Sistem drum dikendalikan
dikendalikan
dikendalikan
Kotak beton dan Sistem Membran dan
secara individu.
biologis
biologis berputar
biologis secara
secara sistem
individu.
secara
individu. penyedotan
individu. Sistem udara sistem aerasi
Bagian Sistem drum berputar pengendalianKotak beton Membran dan
Bagian
BagianUtama
Bagian
UtamaUtama
Utama Sistem
Sistem
drum
Sistem
drum drumKotak Kotak
beton
Kotak
beton
dan danbeton
dan Sistem
sistem danSistem Sistem udaraMembran
penyedotan Membran
sistem Membran
dandan dan
aerasi
udara
berputar
berputarberputar sistem pengendalian penyedotan
sistemsistem
Ciri khusus Automatis Automatispenyedotan penyedotan
Sistem udara
udarasistem
udara
sistem aerasi
sistem
aerasiaerasi
Membutuhkan
udara
penuhpengendalian
pengendalian
pengendalian
penuh sederhana area yang luas
Ciri khusus • Automatis penuh • Automatis • Sistem • Membutuhkan
Kinerja udaraudara udara
tinggi Kinerja baik Kinerja Biaya yang
• Kinerja tinggi
Biaya tinggi
penuh sederhana
sedang area
rendah yang luas
CiriCiri
khusus
khusus
Ciri khusus Automatis • Biaya
Automatis tinggi Automatis
Automatis Kinerja
Automatis
• baik •
Automatis Sistem sedang
Sistem
Kinerja Sistem • Biaya Membutuhkan
Membutuhkan
Membutuhkan
yang
Pengeringan
penuh
penuhpenuh penuh
penuhpenuh •
sederhana
sederhana
sederhana area
Pengeringan rendaharea
yang yang
area
luasluas
yang luas
sebagian
sebagian
Sumber:Defra,Kinerja
2007 tinggi
Kinerja Kinerja Kinerja
tinggi tinggi baik
Kinerja Kinerja Kinerja
baik baik Kinerja Biaya
Kinerja yang
Biaya Biaya
yang yang
Sumber: Defra, 2007
Biaya
Dekomposisi aerobiktinggi
Biaya Biaya
tinggi tinggi
menghasilkan sedang
karbon dioksida, uap air, dan panas sedang sedang
sehingga meninggalkan rendah
rendah
sisa massarendah
Dekomposisi aerobik
organik. Jika pasokan oksigenmenghasilkan karbon
terganggu, maka proses menjadi
dioksida,
berubah uap
Pengeringan
Pengeringan
Pengeringan
air, dan
anaerobik, panas sehingga
dan fermentasi akan
meninggalkan
menghasilkan gas sisa massa
metana. organik.
Dengan Jika pasokan
memantau kandunganoksigen
oksigen, terganggu,
karbonsebagian
sebagian
sebagian maka
dioksida, danproses berubah
gas metana
dalam tumpukan
menjadi anaerobik,sampah;
danoperator
fermentasi dapatakanmemonitor ketersediaan
menghasilkan gasoksigen,
metana.pelepasan
Dengangas, dan
memantau
Sumber:
Sumber: Defra,
Sumber:
Defra,
2007
Defra,
2007 2007
kelangsungan proses dekomposisi aerobik.
kandungan oksigen, karbon dioksida, dan gas metana dalam tumpukan sampah;
Dekomposisi
Dekomposisi
Dekomposisi
aerobik
aerobik
menghasilkan
operatoraerobik
menghasilkan
menghasilkan
dapat karbon
karbon
memonitor dioksida,
karbon
dioksida,
dioksida,
uapuap
ketersediaan air,air,
dan
uapdan
panas
air,
oksigen,panas
dansehingga
panas
sehingga
pelepasan sehingga
meninggalkan
meninggalkan
gas, dan meninggalkan
sisasisa
massa
kelangsungan massa
sisa massa
organik.
organik.Jika
organik.
Jika
pasokan
pasokan
Jika oksigen
proses pasokan
oksigen
terganggu,
oksigen
dekomposisi terganggu,
terganggu,
maka
aerobik. makaproses
maka
proses berubah
proses
berubah berubah
menjadi
menjadi anaerobik,
menjadi
anaerobik,
anaerobik,
dandan fermentasi
fermentasi
dan fermentasi
akanakan akan
menghasilkan
menghasilkan
menghasilkan
gasgas
metana.
metana.
gas metana.
Dengan
Dengan memantau
Dengan
memantaumemantau
kandungan
kandungankandungan
oksigen,
oksigen, oksigen,
karbon
karbon dioksida,
karbon
dioksida,
dioksida,
dandan gasgasmetana
danmetana
gas metana
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 33
dalam
dalam tumpukan
dalam
tumpukan
tumpukan
sampah;
sampah; sampah;
operator
operator operator
dapat
dapat memonitor
dapat
memonitormemonitor
ketersediaan
ketersediaan
ketersediaan
oksigen,
oksigen,
oksigen,
pelepasan
pelepasan pelepasan
gas,gas,dandan
gas, dan
kelangsungan
kelangsungan
kelangsungan
proses
prosesdekomposisi
proses
dekomposisi
dekomposisi
aerobik.
aerobik.aerobik.
Proses Produksi RDF
2.2.3.3.1
2.2.3.3.1 SistemSistem
Windrow Windrow
Sistem Windrow dibagi lagi atas dasar metode aerasi substrat menjadi
Sistem Windrow dibagi
“turnedlagiWindrow”
atas dasar dan
metode aerasiair
“forced substrat menjadi
Windrow static Windrow”
atau“turned dan “forced air
pile”. Windrows
dapatpile”.
Windrow atau static dalamWindrows
beratap maupun
dapat dalamtidakberatap
beratap.maupun
Dalam tidak
prosesberatap.
pengomposan
Dalam proses
Windrow, campuran untuk kompos ditumpuk membentuk
pengomposan Windrow, campuran untuk kompos ditumpuk menbentuk baris paralel panjang. baris paralel
Penampang Windrowspanjang. Penampang
biasanya Windrows
berbentuk biasanya
trapesium atau berbentuk trapesiumpada
segitiga, tergantung ataukarakteristik
segitiga, dari
tergantung pada karakteristik dari peralatan yang digunakan untuk agitasi
peralatan yang digunakan untuk agitasi atau aerasi tumpukan. Dalam forced air Windrow atau sistem
atau aerasi tumpukan. Dalam forced air Windrow atau sistem pengomposan
pengomposan statis, udara dihembuskan melalui bagian atas massa sampah atau ditarik melalui bagian
statis, udara dihembuskan melalui bagian atas massa sampah atau ditarik
bawah sampah (Shammas dan Wang,
melalui bagian 2009).
bawah sampah (Shammas dan Wang, 2009).
Apabila konsentrasi oksigen turun di bawah 10% volume, dan pada saat yang
bersamaan konsentrasi CO2 meningkat secara signifikan di atas 10% volume;
maka penyebabnya adalah kurangnya udara segar yang masuk ke tumpukan
atau terhambatnya pengeluaran gas buang. Selain itu, apabila konsentrasi
metana lebih tinggi dari normal untuk waktu yang cukup lama, maka proses
dekomposisi jelas-jelas telah terganggu.
Sumber: Holcim,
Sumber: Holcim, 2015
Gambar2.10
Gambar 2.10Contoh
Contoh RDF
RDF
Proses MBT terhadap fraksi organik yang didapat dari pemisahan mekanis dapat menghasilkan Compost
Like Output (CLO) yang sebagian/sepenuhnya stabil dan bersih. Secara umum diasumsikan bahwa CLO
yang berasal dari sampah campuran akan memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan
kompos yang berasal dari bahan dengan sumber yang sudah disortir (source segregated material), karena
tingkat kontaminasi sampah yang tinggi. Namun, CLO memiliki potensi untuk digunakan sebagai sumber
bahan organik untuk meningkatkan kualitas tanah pada kondisi tertentu, misalnya untuk pemulihan lahan
bekas tambang atau restorasi TPA.
36 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Proses Produksi RDF
Proses MBT terhadap fraksi organik yang didapat dari pemisahan mekanis
dapat menghasilkan CompostSumber: Like Output (CLO) yang sebagian/sepenuhnya
Holcim, 2015
stabil dan bersih. Secara umum Gambar diasumsikan
2.10 Contoh RDF bahwa CLO yang berasal dari
sampah campuran akan memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan
Proses MBT terhadap fraksi organik yang didapat dari pemisahan mekanis dapat menghasilkan Compost
dengan kompos yang berasal dari bahan dengan sumber yang sudah disortir
Like Output (CLO) yang sebagian/sepenuhnya stabil dan bersih. Secara umum diasumsikan bahwa CLO
(source
yang berasalsegregated
dari sampahmaterial), karena
campuran akan tingkat
memiliki kontaminasi
kualitas sampah
yang lebih rendah yang tinggi.
dibandingkan dengan
Namun,
kompos CLO dari
yang berasal memiliki potensi
bahan dengan sumberuntuk digunakan
yang sudah sebagai
disortir (source sumber
segregated bahan
material), karena
organik
tingkat untuksampah
kontaminasi meningkatkan kualitas
yang tinggi. Namun, CLOtanah
memilikipada kondisi
potensi tertentu,sebagai
untuk digunakan misalnya
sumber
untuk
bahan pemulihan
organik lahan bekas
untuk meningkatkan kualitastambang
tanah padaatau
kondisirestorasi TPA. untuk pemulihan lahan
tertentu, misalnya
bekas tambang atau restorasi TPA.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 37
Proses Produksi RDF
38 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Proses Produksi RDF
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 39
Proses Produksi RDF
40 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Proses Produksi RDF
Penangkapan dan - Memiliki program pengendalian untuk semua sistem aerasi Dapat diaplikasikan
enkapsulasi udara dan ventilasi yang mencakup semua status operasi di untuk biodrying
buang pabrik secara keseluruhan dan juga di masing-masing unit.
- Tersedia petunjuk untuk kerusakan sistem tersebut.
- Gerbang aula dan pintu dikendalikan dengan efektif,
misalnya penutupan secara otomatis, pengendalian jarak
jauh alat berat seperti wheel loader
- Pastikan tekanan vakum di bagian instalasi tempat udara
diekstrak untuk mencegah kebocoran yang mengakibatkan
emisi gas (fugitive)
Penyimpanan - Operator memastikan tersedianya tempat yang Dapat diaplikasikan
produk akhir cukup untuk menyimpan produk kompos sebelum untuk biodrying
didistribusikan. Tempat penyimpanan harus
memperhatikan situasi apabila tanah penerima kompos
tidak dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama,
misalnya pada waktu tanah tergenang banjir.
Area Penerimaan - Peninjauan kembali penerimaan dan kesesuaian Dapat diaplikasikan
karakteristik umpan untuk biodrying
- Membersihkan area penerimaan secara teratur
Penyimpanan - Mengidentifikasi sampah yang sesuai untuk penyimpanan Dapat diaplikasikan
Sementara terbuka dan memindahkannya ke penyimpanan sementara untuk biodrying
yang sesuai
Dekomposisi - Kontrol sistem aerasi aktif untuk memastikan udara yang Dapat diaplikasikan
intensif atau utama cukup dipasok ke dalam sampah untuk biodrying
(tertutup)
Pengelolaan Jika drum pengayak digunakan: Dapat diaplikasikan
lanjutan - Jika material umpan lembab (kadar air > 35%) maka untuk biodrying
kemampuan penyaringan rendah, hasil ayakan rendah,
limpahan (overflow) saringan banyak
- Jika material kering (kadar air < 35%) maka kemampuan
pengayakan dan hasil saringan menjadi lebih baik, namun
emisi debu menjadi signifikan sehubungan dengan emisi
mikroba apabila kadar air semakin kecil (<20%)
Penyimpanan - Dilarang menumpuk produk dengan lapisan yang sangat Dapat diaplikasikan
produk akhir padat. untuk biodrying
Sumber: Defra, 2007, dikompilasi dengan sumber yang lain
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 41
3
ASPEK TEKNIS CO-PROCESSING RDF
DI KILN SEMEN
3 Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
3.1 Sudut Pandang Teknologi
3.1 Sudut Pandang Teknologi
Substitusi
Substitusi RDFRDF terhadap
terhadap bahan
bahan bakarbakar konvensional
konvensional di kilndisemen
kiln semen harus dievaluasi
harus dievaluasi dari
dari sudut sudut
pandang
pandang teknologi, mulai dari keseimbangan neraca massa dan energi dari bahan
teknologi, mulai dari keseimbangan neraca massa dan energi dari bahan alternatif. Jumlah bahan bakaralternatif. Jumlah
bahan bakar fosil yang digantikan oleh RDF tergantung dari nilai kalor dan kandungan air RDF.
fosil yang digantikan oleh RDF tergantung dari nilai kalor dan kandungan air RDF.
Suhu operasi dan waktu tinggal di dalam sistem kiln sangat penting untuk menghindari produksi
Suhu operasi
dioksin dandan waktu
furan. Padatinggal di dalam
dasarnya, suhusistem
operasi kiln
di sangat penting
kiln semen untuk
lebih menghindari
tinggi produksi
dari 1550oC, dengandioksin
waktu
tinggal
dan furan.antara 3 sampai suhu
Pada dasarnya, 6 detik di atasdi1200
operasi C, sehingga
kiln semen
o
sangatdari
lebih tinggi cocok
1550untuk
o pemanfaatan
C, dengan RDF antara
waktu tinggal secara
aman dan
3 sampai efisien.
6 detik o
di atas 1200 C, sehingga sangat cocok untuk pemanfaatan RDF secara aman dan efisien.
Harus
Harus diperhitungkan
diperhitungkan bahwa
bahwaRDFRDF
memiliki nilai nilai
memiliki kalorkalor
lebih lebih
rendah dibandingkan
rendah dengan
dibandingkan bahan bahan
dengan bakar
konvensional seperti batubara. Batubara memiliki nilai kalor sekitar 5.000 kkal/kg, sedangkan
bakar konvensional seperti batubara. Batubara memiliki nilai kalor sekitar 5.000 kkal/kg, sedangkan nilai kalor
RDF di kisaran
nilai 2.500di– kisaran
kalor RDF 4.000 kkal/kg.
2.500 Hanya
– 4.000dengan
kkal/kg.pencampuran
Hanya dengan dengan plastik, biomassa,
pencampuran atauplastik,
dengan karet,
nilai kalor RDFatau
biomassa, dapat meningkat.
karet, OlehRDF
nilai kalor karena itu, substitusi
dapat meningkat.kalori hanya
Oleh dapatitu,
karena diperoleh dengan
substitusi lajuhanya
kalori aliran
dapatbakar
bahan diperoleh
yang dengan laju aliran
lebih tinggi, bahan bakar
atau dengan yang lebihantara
pencampuran tinggi,RDF
ataudengan
denganbiomassa
pencampuran antara
atau limbah
RDF dengan biomassa atau limbah lainnya
lainnya yang memiliki nilai kalori lebih tinggi. yang memiliki nilai kalori lebih tinggi.
Kondisi proses
Kondisi yang
proses dipilih
yang untukuntuk
dipilih penggunaan bahanbahan
penggunaan bakar limbah dalam proses
bakar limbah dalamklinker
prosesdapat diringkas
klinker dapat
dalam tabel 4.1 sebagai berikut:
diringkas dalam tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Suhu dan Waktu Tinggal selama di Pabrik Semen
Tabel 3.1 Suhu dan Waktu Tinggal selama di Pabrik Semen
Karakteristik
Karakteristik Suhu danWaktu
Suhu dan Waktu
Suhu di
Suhu burnerutama
di burner >1450°C (material)
>1450°C (material)
dari rotary kiln >1800°C (suhu pembakaran)
utama dari rotary >1800°C (suhu
Waktu
kiln tinggal di burner >12-15 detik > 1200°C
pembakaran)
utama >5-6 detik > 1800°C
Waktu tinggal di >12-15 detik > 1200°C
Suhu di pre-kalsiner > 850°C (material)
burner utama >5-6 detik
>1800°C > 1800°C
(suhu pembakaran)
Suhu
Waktuditinggal
pre-kalsiner
di pre- >> 850°C (material)
2-6 detik > 800°C
kalsiner >1800°C (suhu
pembakaran)
Waktu Tinggal di pre- > 2-6 detik > 800°C
kalsiner
Sumber: GTZ/Holcim, 2006
Sumber: GTZ/Holcim, 2006
Penggunaan RDF selalu memiliki dampak tertentu pada proses. Jika RDF yang digunakan berjumlah sangat
Penggunaan RDF selalu memiliki dampak tertentu pada proses. Jika RDF yang digunakan berjumlah
kecil, mungkin efek yang terjadi tidak terukur atau efek tersebut tidak terlihat karena adanya fluktuasi
sangat kecil, mungkin efek yang terjadi tidak terukur atau efek tersebut tidak terlihat karena adanya
normal. Namun,
fluktuasi pertimbangan
normal. harus diberikan
Namun, pertimbangan untuk
harus dampakuntuk
diberikan pada dampak
proses seperti potensiseperti
pada proses berkurangnya
potensi
kapasitas produksi.
berkurangnya kapasitas produksi.
Berkaitan dengan potensi berkurangnya kapasitas produksi, berikut adalah batasan kriteria untuk properti
Berkaitan dengan potensi berkurangnya kapasitas produksi, berikut adalah batasan kriteria untuk
RDF dan batasannya, sehubungan dengan operasi kiln semen:
properti RDF dan batasannya, sehubungan dengan operasi kiln semen:
partikel
• partikel kasaryang
kasar RDF RDFbergantung
yang bergantung
pada pada
jenis jenis kiln titik
kiln dan dan titik umpan
umpan
• kandungan panas RDF yang rendah
31
• kandungan air RDF yang tinggi
• homogenitas atau keseragaman RDF yang kurang
• kandungan klorin dan alkali RDF yang tinggi
• potensi kandungan logam berat
• batasan untuk senyawa yang berpengaruh pada kualitas klinker
• aspek kesehatan dan keselamatan.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 45
potensi kandungan logam berat
batasan untuk senyawa yang berpengaruh pada kualitas klinker
aspek kesehatan dan keselamatan.
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Karena
Karenakualitas RDF
kualitas dandan
RDF limbah lainnya
limbah lebih lebih
lainnya rendahrendah
dibandingkan bahan bakar
dibandingkan konvensional
bahan (batubara,
bakar konvensional
minyak, dan gas), maka konsumsi panas dalam kiln akan menjadi lebih tinggi dan kapasitas
(batubara, minyak, dan gas), maka konsumsi panas dalam kiln akan menjadi lebih tinggi dan maksimum kiln
akan menurun.
kapasitas maksimum kiln akan menurun.
100%
Induced
Menyebabkan
thermal losses
hilang panas
of kiln system
bahan bakar
pada sistem kiln
Conventional
fuel utilisation Consequence
Konsumsi
higher Nm3/kg cli
energi
Pemanfaatan
AF
Konvensional
Consequence
Alternatif
Kapasitas kiln
reduced kiln capacity
menurun
0%
Sumber:
Sumber: Holcim, 2007
Holcim, 2007
Gambar
Gambar3.1
3.1 Bahan bakarKonvensional
Bahan Bakar konvensionaldan
danAlternatif
alternatif
Kehilangan kapasitas produksi merupakan konsekuensi atas kenaikan konsumsi panas. Kira-kira setiap
Kehilangan kapasitas produksi merupakan konsekuensi atas kenaikan konsumsi panas. Kira-kira
kenaikan 1% konsumsi panas juga berarti hilangnya 1% potensi kapasitas kiln. Dan jika ketersediaan kiln
setiap kenaikan 1% konsumsi panas juga berarti hilangnya 1% potensi kapasitas kiln. Dan jika
lebih rendah karena pemanfaatan bahan bakar alternatif, efisiensi peralatan dapat menurun lebih lanjut.
ketersediaan kiln lebih rendah karena pemanfaatan bahan bakar alternatif, efisiensi peralatan dapat
Pemanfaatan
menurun lebih RDF dan limbah
lanjut. lainnyaRDF
Pemanfaatan akan meningkatkan
dan hilang
limbah lainnya akanpanas pada sistem
meningkatkan kiln panas
hilang semen. Ada
pada
sejumlah alasan
sistem kiln yangAda
semen. berkontribusi terhadap
sejumlah alasan efek
yang tersebut sebagai
berkontribusi berikut:
terhadap efek tersebut sebagai berikut:
(1) (1)
Kandungan
Kandungan airairdidiRDF
RDFdan
danlimbah
limbah lainnya
lainnya
Kadar air yang tinggi meningkatkan kuantitas dan suhu gas buang, sehingga meningkatkan
Kadar kehilangan
air yang tinggi
panasmeningkatkan kuantitas
dalam gas buang, dan suhu
sehingga gas buang,
diperlukan sehingga
bahan meningkatkan
bakar yang kehilangan
lebih banyak.
panas dalam gas buang, sehingga diperlukan bahan bakar yang lebih banyak.
(2) Kualitas pembakaran RDF yang rendah
RDF dan bahan bakar alternatif lainnya memiliki kualitas pembakaran yang rendah karena
(2) Kualitas pembakaran RDF yang rendah
butiran-butiran yang terlalu kasar. Bergantung pada strategi pengendalian yang digunakan, hal
RDF daninibahan
dapat bakar
berartialternatif
peningkatan
lainnyaCO atau meningkatnya
memiliki kebutuhan
kualitas pembakaran yangOrendah
2
untukkarena
mengimbanginya.
butiran-butiran
yang terlalu kasar.
(3) Fluktuasi umpan Bergantung
RDF pada strategi pengendalian yang digunakan, hal ini dapat berarti
peningkatan CO input
Fluktuasi atau meningkatnya kebutuhan
energi dapat terjadi O2 untuk
karena mengimbanginya.
sifat nilai kalor RDF yang tidak homogen. Fluktuasi
laju pengumpanan RDF dapat terjadi karena sifat RDF yang lebih sulit ditangani dibandingkan
(3) Fluktuasi umpan RDF
batubara.
(4) Masuknya udara dingin 32
RDF dalam bentuk padatan kasar biasanya membutuhkan udara yang tinggi untuk injeksi
pneumatik; serta resiko kebocoran udara di chute pengumpanan RDF yang tidak terisolasi
dengan baik. Ini memiliki efek yang sama yaitu peningkatan jumlah udara primer pada burner.
Konsekuensi itu mengakibatkan tambahan udara dingin yang menyebabkan konsumsi bahan
bakar yang lebih tinggi.
(5) Fenomena sirkulasi yang lebih
Fenomena sirkulasi tidak hanya terjadi akibat pemakaian RDF dan bahan bakar alternatif lainnya.
Walaupun bahan bakar alternatif mengandung elemen bersirkulasi dengan kadar tinggi, pada
umumnya masalah sirkulasi disebabkan kualitas pembakaran yang rendah (pembentukan CO
lokal). Meskipun penguapan dan kondensasi elemen bersikulasi menginduksi transfer panas
dari zona panas ke zona dingin, efek langsung pada konsumsi keseimbangan panas tidak terlalu
kritis. Hal yang sangat mengganggu adalah operasi kiln yang tidak stabil, yang mengakibatkan
berkurangnya ketersediaan kiln dan konsumsi bahan bakar yang lebih tinggi.
46 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Kriteria berikut mengacu pada sistem kiln standar dengan pre-kalsiner dan grate cooler.
Kapasitas kiln umumnya dipilih untuk mayoritas kiln saat ini yaitu 5000 ton/hari – 8000 ton/
hari. Kriteria bersifat umum dengan beberapa kriteria tambahan (jika tersedia persyaratan
yang jelas untuk penggunaan RDF atau persyaratan proses lainnya).
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 47
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
bentuk ‘downdraft’ seperti RSP, Polysius tipe baru, Fuller Downdraft yang khusus dirancang
untuk membakar 100% bahan bakar dengan kadar volatil rendah.
6.00
5.80
5.60
5.40
Kiln diameter IS
5.20
(m)
5.00
4.80
AFR kiln
4.60
4.40 Standard kiln (no
4.20 AFR)
4.00
2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Kiln capacity t/d
Sumber: Holcim, 2007
Sumber: Holcim, 2007
Gambar 3.2 Diameter vs Kapasitas Kiln untuk Kiln Standar dan Kiln dengan Bahan Bakar
Gambar 3.2 Diameter vs kapasitas Kiln untukAlternatif
Kiln Standar dan Kiln dengan Bahan Bakar Alternatif
Sebuah grateuntuk
6) Kriteria coolergrate
modern
coolerbiasanya akan cukup dan tidak memerlukan persyaratan tambahan jika
memanfaatkan bahan
Sebuah grate bakarmodern
cooler alternatif. Cooler modern
biasanya tersebut
akan cukup pada
dan umumnya
tidak menyediakan
memerlukan suhu udara
persyaratan
yang tambahan
tinggi dan dan stabil (sekitar 1000°C)
jika memanfaatkan bahanyang
bakarmenguntungkan
alternatif. Cooleruntuk membakar
modern bahan
tersebut padabakar alternatif.
umumnya
Pengaturan jumlah suhu
menyediakan udaraudara
tersier umumnya
yang berasal
tinggi dan stabildari kiln hood.
(sekitar Meskipun
1000°C) ekstraksi udara untuk
yang menguntungkan tersier dari
atap membakar
cooler akanbahan bakar alternatif.
menghasilkan Pengaturan
suhu udara jumlah
lebih tinggi, namunudara tersier
tidak umumnya
dianjurkan berasal
karena dari
pertimbangan
perlindungan bagian nose ring.
48
Tabel 3.2 Persyaratan untuk Kiln baru yang menggunakan RDF atau Limbah lainnya
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
kiln hood. Meskipun ekstraksi udara tersier dari atap cooler akan menghasilkan suhu udara
lebih tinggi, namun tidak dianjurkan karena pertimbangan perlindungan bagian nose ring.
Tabel 3.2 Persyaratan untuk Kiln Baru yang Menggunakan RDF atau Limbah Lainnya
Persyaratan untuk Kiln Baru yang Menggunakan RDF atau Limbah Lainnya
Bagian Sistem Kiln Persyaratan Utama untuk Bahan Bakar Keterangan
Alternatif
Pemanas awal 10% cadangan gas volume aliran dibandingkan
dengan bahan bakar konvensional
Sistem gas buang Sama seperti di atas (diameter fan dan bag
filter lebih besar)
Kalsiner Waktu tinggal gas min 4 - 4.5 detik, untuk ILC Downdraft type pre-combustion
Memungkinkan untuk pengendalian hot spot chamber lebih disukai untuk
bahan bakar yang kurang reaktif
Bypass Ukuran bypass tergantung pada input klorin Pastikan debu dari bypass tidak
yang berasal dari bahan bakar alternatif (dan ditimbun (terutama pada tingkat
faktor proses secara umum) bypass tinggi)
Rotary kiln L / D min 15, + 10% penampang dibandingkan
dengan desain standar untuk bahan bakar
konvensional
Kiln burner Momentum tinggi, min. satu saluran cadangan
(dalam)
Cooler Grate cooler modern Suhu udara sekunder yang tinggi
lebih menguntungkan
Sumber: Diadaptasi dan dikompilasi dari Holcim dan Lainnya, 2016
Berikut ini adalah sifat-sifat RDF yang harus dipertimbangkan selama operasi kiln:
(a) Kandungan alkali (sodium, potassium, dll), sulfur, dan klorin RDF dapat menyebabkan
penumpukan dan penyumbatan dalam sistem kiln. Apabila senyawa tersebut tidak
dapat ditangkap dalam klinker atau debu, maka kemungkinan diperlukan bypass
untuk menghilangkan senyawa dari sistem kiln pre-kalsiner. Kadar alkali yang tinggi
juga dapat membatasi daur ulang dari CKD di kiln;
(b) Nilai panas (kalor): parameter utama dalam menyediakan energi untuk proses;
(c) Kadar air: Kadar air dapat menurunkan produktivitas dan efisiensi serta meningkatkan
konsumsi energi. Kandungan air pada sampah perlu dipertimbangkan dalam
hubungannya dengan bahan bakar konvensional dan/atau bahan baku yang
diumpankan;
(d) Kadar abu: Kadar abu mempengaruhi komposisi kimia dari semen dan mungkin
memerlukan penyesuaian komposisi campuran bahan baku (raw mix);
(e) Laju aliran gas buang dan laju pengumpanan sampah: dibutuhkan waktu tinggal yang
cukup untuk menghancurkan zat organik dan untuk mencegah pembakaran tidak
sempurna akibat pengumpanan limbah yang berlebihan;
(f) Stabilitas operasi (misalnya durasi dan frekuensi pelepasan CO), bentuk limbah (cair,
padat), persiapan, dan homogenitas;
(g) Kadar zat organik: zat organik menghasilkan emisi CO2 dan dapat mengakibatkan emisi
CO dan produk pembakaran tidak sempurna lainnya jika limbah diumpankan melalui
titik pengumpanan yang tidak tepat atau selama kondisi operasi yang tidak stabil;
(h) Kadar klorida: klorida dapat bergabung dengan alkali membentuk senyawa yang halus
dan sulit untuk dikontrol. Dalam beberapa kasus, klorida bereaksi dengan amonia yang
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 49
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
terdapat pada batu kapur, menghasilkan partikulat halus dengan kandungan amonium
klorida tinggi yang membentuk lapisan terpisah yang terlihat jelas;
(i) Kandungan logam: Karakteristik logam berat yang tidak mudah menguap
memungkinkannya lolos langsung melalui sistem kiln dan masuk ke dalam klinker.
Untuk logam yang mudah menguap sebagian akan disirkulasi secara internal oleh
penguapan dan kondensasi sampai kesetimbangan tercapai, sebagian kecil lainnya
dilepaskan melalui gas buang. Talium, merkuri, dan senyawanya lebih mudah menguap
daripada kadmium, timah, selenium dan senyawanya. Perlu dicatat bahwa perangkat
pengendalian debu hanya dapat menangkap logam berat dan senyawanya yang terikat
dalam partikulat. Kayu yang telah diolah menggunakan pengawet mengandung
tembaga, kromium, dan arsen sehingga memerlukan perhatian khusus sehubungan
dengan efisiensi sistem pengelolaan gas buang. Merkuri merupakan logam yang sangat
mudah menguap, yang tergantung pada suhu gas buang dapat terikat pada partikulat
ataupun dalam bentuk uap di peralatan pengendali polusi udara (EIPPCB, 2010);
(j) Pada sistem yang dilengkapi bypass, gas buang dari bypass alkali bisa dilepaskan dari
cerobong terpisah ataupun dari cerobong utama kiln. Polutan udara berbahaya yang
sama ditemukan di kedua cerobong, yaitu cerobong utama dan cerobong bypass alkali.
Pengendalian terhadap gas buang bypass juga perlu dilakukan seperti pada cerobong
utama (UNEP, 2007).
(k) Kandungan sulfur yang tinggi di bahan baku, bahan bakar, dan limbah akan
menimbulkan pelepasan SO2;
(l) Kualitas klinker, semen, dan produk akhir;
(m) Tingginya kadar fosfat dapat menunda setting time semen;
(n) Tingginya kadar fluor akan mempengaruhi waktu setting dan perkembangan kuat-
tekan;
(o) Tingginya kadar klorin, sulfur dan alkali dapat mempengaruhi kualitas produk secara
keseluruhan;
(p) Kandungan thallium dan kromium dapat mempengaruhi kualitas semen dan dapat
menyebabkan reaksi alergi pada pengguna yang sensitif. Peluluhan kromium dari
puing-puing beton lebih umum terjadi daripada peluluhan logam lainnya (Van der
Sloot et al., 2008). Sumber elemen minor berasal dari bahan bakar konvensional dan
alternatif (EIPPCB, 2010). Elemen yang dapat luluh: Logam berat yang terkandung di
semua bahan baku konvensional dan alternatif. Namun dalam kondisi uji tertentu,
konsentrasi peluluhan logam selain kromium dari beton dapat mendekati standar air
minum (GTZ / Holcim, 2006).
50 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
(1) Pengeringan Limbah/Sampah
(1) Pengeringan Limbah/Sampah
RDF pada dasarnya mempunyai nilai kalor yang rendah yaitu sekitar 11 MJ/kg (2600 kkal/kg), sehingga
RDF pada dasarnya mempunyai nilai kalor yang rendah yaitu sekitar
Aspek Teknis11 MJ/kg (2600
Co-Processing RDFkkal/kg), sehingga
di Kiln Semen
apabila tersedia RDF berkalori tinggi maka permintaannya menjadi sangat tinggi. Pengeringan
apabila tersedia
kiln. Limbah
RDF berkalori tinggi maka permintaannya menjadi sangat tinggi. Pengeringan
meningkatkan nilai yang
kalor saat ini digunakan sebagai
dan memungkinkan RDF berkalori
penggunaan RDF di kiln.menengah,
Limbah yang bisa saat
mencapai
ini digunakan
meningkatkan
kualitas nilai kalor
bahan bakardanpengganti
memungkinkan
kalori penggunaan
tinggi (nilai RDF
kalor di>kiln.
18 Limbahatau
MJ/kg yang4300
saatkkal/kg)
ini digunakan
sebagai RDF berkalori menengah, bisa mencapai kualitas bahan bakar pengganti kalori tinggi (nilai kalor >
sebagai RDF berkalori
setelah menengah, bisa mencapai kualitas bahan bakar pengganti kalori tinggi (nilai kalor >
18 MJ/kg ataupengeringan.
4300 kkal/kg) setelah pengeringan.
18 MJ/kg atau 4300 kkal/kg) setelah pengeringan.
Ada beberapa pendekatan untuk mengeringkan limbah dengan komposisi konstan. Di
Ada beberapa pendekatan untuk mengeringkan limbah dengan komposisi konstan. Di satu sisi, limbah
satu sisi, limbah
Ada beberapa pendekatanpanasuntuk
dapatmengeringkan
digunakan untuk pengeringan
limbah bahan bakar
dengan komposisi pengganti
konstan. Di satudengan
sisi, limbah
panasnilai
dapatkalor
digunakan
menengahuntuk pengeringan bahan bakar pengganti dengan nilai kalor menengah dan tinggi
panas dapat digunakan untukdan tinggi daribahan
pengeringan industri (misalnya
bakar penggantiindustri
dengansemen danmenengah
nilai kalor kertas). Di dansisi tinggi
dari industri
lain, ada(misalnya
kemungkinanindustriuntuk
semen dan kertas). Di
mengeringkan sisi lain,
sampah ada kemungkinan
melalui penggantian untuk
proses mengeringkan
MBT
dari industri (misalnya industri semen dan kertas). Di sisi lain, ada kemungkinan untuk mengeringkan
sampah melalui
biasa menjadi penggantian proses MBT biasa menjadi stabilisasi stabilization,
stabilisasi mekanis-biologis mekanis-biologis (mechanical-
sampah melalui penggantian proses MBT biasa(mechanical-biological
menjadi stabilisasi mekanis-biologis MBS) dan
(mechanical-
biological stabilization,
stabilisasi MBS) dan
mekanis-fisik stabilisasi mekanis-fisik
(mechanical-physical (mechanical-physical
stabilization, MPS). stabilization, MPS).
biological stabilization, MBS) dan stabilisasi mekanis-fisik (mechanical-physical stabilization, MPS).
(2) (2) Penurunan
Penurunan ukuran
ukuran partikel
partikel
(2) Penurunan ukuran partikel
Peningkatan jumlah bahan bakar yang digunakan pada burner utama dapat dicapai
Peningkatan
Peningkatan jumlah bahan
bahan bakar
bakaryang
yangdigunakan
digunakanpada burnerutama
padaburner utamadapat
dapatdicapai
dicapai denganmeningkatkan
meningkatkan
denganjumlah
meningkatkan burnability RDF di dalam api. Karena kekasaran dengan
RDF, api akan
burnability
burnability RDF di
di dalam
dalam api.
api.Karena
Karenakekasaran
kekasaranRDF,
RDF,api
apiakan
akanlebih
lebihpanjang
panjangdan
danlebih
lebih tidakstabil.
stabil. Jatuhnya
lebihRDF
panjang dan lebih tidak stabil. Jatuhnya partikel kasar pada lapisantidak
klinker akan Jatuhnya
partikel
partikel kasar pada
kasar pada lapisan
menyebabkan lapisan klinkerakan
klinker
penurunan akanmenyebabkan
menyebabkan
kondisi penurunan
penurunan
pembakaran. kondisi
Dengankondisi pembakaran.
pembakaran.
demikian laju RDF Dengan
Dengan
menjadi demikian
demikian
laju
laju RDF menjadi terbatas.
terbatas.
RDF menjadi terbatas.
Pengurangan
Pengurangan ukuranukuran
Pengurangan
ukuran sekitarsekitar
sekitar 55 mm
mm tidaktidak
5 mm
tidak perlu
perlu dilakukan
perlu didi fasilitas
dilakukan
dilakukan fasilitas
di fasilitasproduksi
produksi
produksi RDF,
RDF,RDF,yang
yangyangbiasanya
biasanya
biasanyaRDF
memproduksi
memproduksi memproduksi
RDF untuk RDF pelanggan,
untuk berbagai
berbagai untuk berbagai
pelanggan, pelanggan,
tetapi
tetapi tetapidibisa
bisadilakukan
bisa dilakukan dilakukan
dikiln
kiln olehpabrik
oleh di kiln
pabrik olehsendiri.
semen
semen sendiri.
pabrik
Hasilnya semen sendiri.
adalah peningkatan Hasilnya
peningkatan yang adalah
yangsignifikan
signifikandari peningkatan
daripemanfaatan
pemanfaatanRDFyang signifikan
RDFdandankualitas dari pemanfaatan
kualitasklinker
klinkermeningkat.
meningkat.
Hasilnya adalah
RDF dan kualitas klinker meningkat.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 51
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Oleh karena itu, setelah pengolahan awal yang memadai di berbagai fasilitas pengolahan sampah
dan penerapan langkah-langkah jaminan kualitas; berbagai bahan dari rumah tangga, perdagangan,
dan industri dapat digunakan sebagai RDF dalam industri semen. Fraksi tinggi kalori dapat diperoleh
dari hasil pengolahan mekanis-fisik (MPT) atau pengolahan mekanis-biologis (MBT), fraksi kalori
tinggi pada sampah domestik rumah tangga dan limbah komersial, serta cacahan fraksi ringan
(misalnya, dari kendaraan tua, limbah oli dan pelarut bekas, dll).
Dalam arti sempit dari definisinya, hanya bahan bakar yang dibuat dari limbah padat tidak
berbahaya atau campuran limbah padat saja yang didefinisikan sebagai “Solid Recovered Fuels” (SRF).
Campuran limbah padat dapat berupa fraksi sampah kota, limbah komersial, limbah produksi,
limbah konstruksi dan pembongkaran, limbah kemasan, fraksi ringan dari pabrik MBT, dll.
Menurut CEN/TS 15357, Solid Recovered Fuel (SRF) adalah bahan bakar padat yang dibuat dari
limbah tidak berbahaya untuk dimanfaatkan dalam pemulihan energi di insinerator atau unit co-
insinerasi dan memenuhi klasifikasi dan spesifikasi persyaratan yang ditetapkan dalam CEN/TS
15359.
Seperti disebutkan sebelumnya, SRF adalah sub-kelompok RDF, seperti yang didefinisikan dalam
CEN (TC 343 standar), yaitu: hanya bahan bakar padat dibuat dari limbah tak berbahaya, digunakan
untuk pembangkit energi pada efisiensi energi tertinggi yang mungkin dicapai.
Di Uni Eropa, langkah-langkah jaminan kualitas dan nilai-nilai batas untuk bahan bakar yang dijual
didefinisikan secara hukum dan wajib diterapkan untuk semua jenis RDF bila digunakan di unit co-
insenerasi, baik yang dihasilkan dari limbah bahan tak berbahaya dan/atau berbahaya.
Output RDF dan SRF diklasifikasikan oleh dua kode limbah sesuai dengan Daftar Limbah Eropa: jika
kualitas bahan bakar limbah terjamin, disebut SRF (lihat Gambar 3.4); jika limbah lainnya (termasuk
campuran) diperoleh dari pengolahan mekanik, disebut RDF.
52 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Output RDF dan SRF diklasifikasikan oleh dua kode limbah sesuai dengan Daftar Limbah Eropa: jika
kualitas bahan bakar limbah terjamin, disebut SRF (lihat Gambar 5.1.); jika limbah lainnya (termasuk
campuran) diperoleh dari pengolahan mekanik, disebut RDF.
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Tabel 3.3 Klasifikasi SRF yang Digunakan pada Co-incinerator di Sektor Industri yang Berbeda
Spesifikasi SRF
Parameter Satuan Pembangkit Kalsiner Pembakaran Umpan Kiln Burner Blast
untuk listrik Grate terfluidisasi semen utama Furnace
Klasifikasi batubara HOT kiln (Pabrik
DISC semen baja)
Boiler utilitas (HDF) 40
Nilai kalor MJ/kg 11-15 11-18 11-16 11-16 14 - 16 20 - 25 > 25
bersih
Ukuran partikel mm <50 <50-80 <300 <20-100 <120 <10-30 <10
Oversize % 0 <1 <3 <2 * <1 0
Pengotor
(material asing) %b <1 0 <3 <1 – 2 * <1 0
Klorin %b <1.5 <0.8 <1.0-0.8 <1.0-0.8 0.8-0.6 <1.0-0.8 <1
Abu %b <35 <10 * <20 20-30 <10 <10
*: tidak ada pembatasan, bergantung pada sistem pengumpanan atau pembuangan abu
Sumber: Lorber, K.E., SARC, R. dan Pomberger, R.; 2011: Produksi dan aplikasi bahan bakar sampah berasal. Dalam:
Limbah-to-Resources 2011, 4. Internationale Tagung MBA und Sortieranlagen (ed M Kuhle-Weidemeier). Göttingen,
Jerman: Cuvillier Verlag.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 53
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Klasifikasi tidak membedakan antara SRF berkualitas baik dan SRF berkualitas buruk. Pengguna
dapat memutuskan jenis SRF yang akan digunakan berdasarkan klasifikasi dan teknologi yang
akan diterapkan. CEN/TC343 telah memilih untuk menggunakan tiga sifat berikut dengan cepat
menjelaskan (atau mengklasifikasikan) SRF sebagai berikut:
(a) Nilai Kalor bersih (NCV)
NCV merupakan indikator dari nilai pasar SRF, dan juga secara tidak langsung memberikan
gambaran mengenai jenis SRF tersebut. NCV adalah properti yang paling penting dari SRF
karena menggambarkan kualitasnya sebagai bahan bakar.
(b) Klorin (Cl)
Klorin tidak diinginkan di SRF karena memberi kontribusi terhadap korosi. Konten klorin
tinggi akan menurunkan nilai pasar.
(c) Merkuri (Hg)
Dari semua logam berat yang relevan, Hg dipilih sebagai indikator kualitas lingkungan.
Karena volatilitasnya yang tinggi, Hg merupakan logam berat yang kemungkinan besar akan
dilepaskan ke atmosfer. Meskipun sistem klasifikasi berfokus pada Hg, semua logam berat
adalah parameter wajib untuk spesifikasi SRF sesuai dengan EN 15359.
Tiga karakteristik di atas memberikan gambaran terhadap kualitas dan jenis SRF secara keseluruhan.
Tiga sifat tersebut memberikan informasi mengenai aspek SRF yang berbeda, yaitu kualitas sebagai
bahan bakar (NCV), potensi korosi (Cl), dan pengaruh terhadap kualitas lingkungan (Hg).
Lima kelas telah ditetapkan untuk masing-masing karakteristik tersebut sesuai dengan Tabel
4.4. Beberapa karakter ditandai dengan kotak merah untuk menunjukkan kelas yang sesuai bagi
kebutuhan pabrik semen.
Adapun mengenai RDF, berdasarkan standar ASTM E856-83 (2006, RDF dapat diklasifikasikan
dalam 7 kategori sebagai berikut:
• RDF-1: Limbah yang digunakan langsung tanpa pengolahan;
• RDF-2: Limbah yang diolah menjadi partikel kasar dengan/tanpa pemisahan logam besi sehingga
95%-b dari limbah tersebut dapat melewati ayakan ukuran 6 in2, yaitu RDF kasar;
• RDF-3: Limbah yang diolah untuk memisahkan kaca, logam, dan bahan anorganik; dicacah
sehingga 95%-b dari limbah tersebut melewati ayakan ukuran 2 in2, yaitu RDF cacahan;
• RDF-4: Limbah mudah terbakar yang diolah menjadi bubuk, sehingga 95%-b dari limbah tersebut
melewati ayakan no. 10 (0.035 in2), yaitu RDF bubuk;
• RDF-5: Limbah mudah terbakar yang dipadatkan dalam bentuk pelet, cacahan (slugs), kubus, atau
briket, yaitu RDF padat;
• RDF-6: Limbah mudah terbakar yang diolah menjadi bahan bakar cair, yaitu RDF bubur;
• RDF-7: Limbah mudah terbakar yang diolah menjadi bahan bakar gas, yaitu RDF syngas.
54 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Co-proccesing bahan bakar alternatif termasuk RDF harus mematuhi batas emisi perundang-
undangan nasional yang berlaku. Industri semen harus memantau tingkat PM, CO, NOX
menggunakan perangkat analisis emisi online yang handal, memelihara rekaman dan pencatatan,
serta melaporkan emisinya kepada Kementerian Lingkungan Hidup sesuai regulasi atau izin yang
berlaku. Industri semen juga harus melaporkan jumlah RDF yang digunakan.
Untuk kegiatan pemantauan sendiri, dapat digunakan penggunaan sistem manajemen mutu yang
telah diakui beserta pemeriksaan berkala oleh laboratorium terakreditasi eksternal (EIPPCB, 2003).
Pemantauan udara ambien dapat dilakukan untuk menilai dampak lingkungan dari kegiatan
pabrik semen. Kegiatan ini mengukur tingkat polutan utama yang diidentifikasi sebagai prioritas
untuk pengendalian lingkungan. Pengukuran harus dilakukan pada arah angin dominan, pada
lokasi lainnya sebagai pembanding, juga pada area tempat terjadinya deposit maksimum dari emisi
cerobong pada tanah.
Untuk mengukur emisi akurat, BAT untuk parameter pengukuran kontinu sebagai berikut (UNEP,
2007):
(a) Laju alir gas buang;
(e) Kelembaban;
(f) Suhu;
(g) Debu;
(h) O2;
(i) NOX;
(j) SO2;
(k) CO.
Pengukuran kontinu TOC juga dianjurkan. Operator harus menjamin kalibrasi yang tepat,
pemeliharaan, dan pengoperasian sistem pemantauan emisi kontinu (CEMS). Program jaminan
kualitas harus dibentuk untuk mengevaluasi dan memantau kinerja CEMS secara terus menerus.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 55
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Pemantauan berkala minimal sekali per tahun sesuai untuk komponen berikut:
(a) Logam (Hg, Cd, Tl, As, Sb, Pb, Cr, Co, Cu, Mn, Ni, V) dan senyawanya;
(b) HCl;
(c) HF;
(d) NH3;
(e) PCDDs/PCDFs.
BAT menurut EIPPCB (2010) adalah untuk melakukan pemantauan dan pengukuran parameter
proses dan emisi secara teratur, seperti:
(a) Pengukuran emisi debu, NOX, SOx dan CO secara kontinu;
(b) Pengukuran emisi PCDDs/PCDFs dan logam secara berkala;
(c) Pengukuran emisi HCl, HF, dan TOC secara kontinu ataupun berkala.
Tes kinerja harus dilakukan untuk menunjukkan kepatuhan terhadap batas emisi dan spesifikasi
kinerja untuk sistem pemantauan kontinu, pada saat kiln beroperasi dalam kondisi normal.
Pedoman lebih lanjut dapat dilihat pada BAT dan Pedoman BEP yang diterbitkan oleh Sekretariat
Konvensi Stockholm untuk pencegahan atau meminimalkan pembentukan dan pelepasan POPs
yang tidak disengaja dari pembakaran semen dengan co-processing limbah (UNEP, 2007). Pedoman
tersebut menjelaskan langkah-langkah utama yang dianggap cukup untuk mencapai tingkat
emisi PCDDs/PCDFs bawah 0,1 ng I-TEQ/Nm3 dalam gas buang untuk instalasi baru maupun
yang sudah ada. Apabila pilihan ini tidak menyebabkan tingkat emisi turun ke 0,1 ng I- TEQ/Nm3,
tindakan sekunder biasanya dipasang untuk tujuan pengendalian polutan selain POPs yang dapat
menyebabkan penurunan emisi secara simultan dari bahan kimia yang tercantum dalam Lampiran
C dari konvensi Stockholm (UNEP, 2011).
Berikut pertimbangan yang dibutuhkan mengenai pemantauan emisi udara (UNEP, 2011):
(a) Program pemantauan emisi dan kualitas udara memberikan informasi yang dapat digunakan
untuk menilai efektivitas dari strategi manajemen yang relevan. Proses perencanaan yang
sistematis dianjurkan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan memadai untuk
tujuan yang dimaksudkan dan untuk menghindari pengumpulan data yang tidak diperlukan.
Sebuah program pemantauan kualitas udara harus mempertimbangkan pemantauan garis
dasar (baseline) untuk menilai tingkat latar belakang polutan utama baik di dalam fasilitas
maupun di sekitarnya.
(b) Parameter yang dipilih untuk pemantauan harus menunjukkan polutan yang menjadi
perhatian dari proses, dan harus mencakup parameter yang diatur dalam persyaratan
kepatuhan. Program pemantauan harus menerapkan metode yang diakui secara nasional
atau internasional untuk mengumpulkan sampel dan analisis, seperti yang diterbitkan oleh
Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO). Sampling dan analisis harus dilakukan atau
diawasi oleh personil yang terlatih yang diizinkan atau bersertifikat. Rencana sampling dan
analisis QA/QC harus diterapkan dan didokumentasikan untuk memastikan bahwa kualitas
data cukup memadai untuk tujuan penggunaannya. Laporan pemantauan harus mencakup
dokumentasi QA/QC.
56 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
spesifik, rantai komando, peran dan tanggung jawab masing-masing, harus ditetapkan dengan
jelas.
(b) Sebuah program kesehatan dan keselamatan harus dirancang untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya keselamatan dan kesehatan, dan memberikan
tanggap darurat untuk operasi limbah berbahaya. Isi dan sejauh mana program ini harus
proporsional dengan jenis dan derajat bahaya dan risiko yang terkait dengan operasi tertentu
yang digunakan.
(c) Harus tersedia dokumentasi dan informasi yang memadai mengenai penanganan limbah
berbahaya yang aman, prosedur operasi, dan langkah-langkah kontingensi. Melalui keterbukaan
dan transparansi, manajemen fasilitas harus memastikan tenaga kerja mendapatkan informasi
sepenuhnya tentang langkah-langkah dan standar kesehatan dan keselamatan. Petunjuk
keselamatan dan keadaan darurat harus mudah dipahami dan disediakan untuk karyawan dan
kontraktor.
Secara prinsip, co-processing RDF tidak boleh mengurangi kualitas semen yang diproduksi.
Hal ini berarti bahwa klinker, semen, atau beton yang dihasilkan tidak boleh digunakan sebagai
tempat buangan logam berat. Tidak boleh ada dampak negatif terhadap lingkungan sebagaimana
ditunjukkan dengan tes peluruhan pada beton atau mortar. Mutu semen juga harus memungkinkan
recovery pada akhir penggunaannya.
Polutan organik yang terkandung dalam bahan yang diumpankan ke zona suhu tinggi pada sistem
kiln hampir sepenuhnya hancur, sedangkan komponen anorganik terakumulasi antara produk
klinker dan CKD. Dengan demikian, penggunaan limbah dalam proses pembakaran klinker dapat
mengubah konsentrasi logam dalam produk semen. Selain itu, tergantung pada total input dari
bahan baku dan bahan bakar, konsentrasi elemen individu dalam produk dapat meningkat atau
menurun sebagai akibat dari co-processing limbah (EIPPCB, 2010).
Pada waktu semen dicampur dengan agregat untuk membentuk beton atau mortar, perilaku
logam di dalam bahan bangunan ini penting untuk evaluasi dampak lingkungan dari limbah yang
digunakan dalam proses produksinya. Penelitian telah menunjukkan bahwa emisi logam dari beton
dan mortar rendah, dan tes komprehensif telah menunjukkan bahwa logam akan terikat dalam
matriks balok semen. Selain itu, beton kering menawarkan resistensi difusi tinggi, yang selanjutnya
menghambat pelepasan logam. Bahkan penyimpanan pada kondisi yang berbeda dan ekstrim
tidak menyebabkan lepasan polutan ke lingkungan, juga ketika bahan sampel dihancurkan atau
dihaluskan sebelum tes peluruhan (EIPPCB, 2009).
Sehubungan dengan hal tersebut, hasil utama dari penelitian peluruhan beton dilakukan untuk
menilai dampak lingkungan dari logam berat yang tertanam dalam beton adalah sebagai berikut
(GTZ/Holcim, 2006):
(a) Jumlah hasil peluruhan dari semua trace element dari beton monolitik (dalam siklus hidup
dan daur ulang) berada di bawah atau dekat dengan batas deteksi metode analisis yang paling
sensitif;
(b) Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam perilaku peluruhan trace element antara berbagai
jenis semen yang diproduksi dengan atau tanpa bahan bakar dan bahan baku alternatif;
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 57
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
(c) Perilaku peluruhan beton yang dibuat dengan jenis semen yang berbeda hasilnya mirip;
(d) Konsentrasi peluruhan dari beberapa unsur seperti kromium, aluminium, dan barium, pada
kondisi uji tertentu, mendekati batas yang diberikan dalam standar air minum; kromium
heksavalen yang terkandung di dalam semen dapat larut dalam air dan dapat luruh dari beton
pada tingkat yang lebih tinggi daripada logam lainnya, sehingga input kromium untuk semen
dan beton harus dibatasi.
(e) Tes laboratorium dan studi lapangan telah menunjukkan bahwa nilai-nilai batas yang berlaku,
(misalnya, spesifikasi air tanah atau air minum) tetap terpenuhi, selama struktur beton tetap
utuh.
(f) Logam tertentu seperti arsenik, kromium, vanadium, antimon, atau molibdenum mungkin
memiliki perilaku peluruhan yang lebih aktif (mobile), terutama ketika mortar atau struktur
beton hancur atau dihaluskan (misalnya, dalam tahap daur ulang seperti digunakan sebagai
agregat di dasar jalan, atau di penimbunan).
Karena tidak ada hubungan langsung dan konsisten antara jumlah trace element yang luruh dengan
konsentrasi trace element dalam beton atau semen, kandungan trace element dalam semen tidak
dapat digunakan sebagai kriteria lingkungan.
Pemilihan yang hati-hati dan pemantauan limbah dapat memastikan bahwa penggunaan limbah
tidak menghasilkan emisi logam berbahaya untuk lingkungan (EIPPCB, 2009). Namun, apabila
konsentrasi logam berat dalam semen tanpa limbah melebihi batas normal, tes peluruhan pada
mortar dan/atau beton harus dilakukan (GTZ/Holcim, 2006).
Sehubungan dengan hal tersebut, hasil utama dari penelitian peluruhan beton dilakukan untuk
menilai dampak lingkungan dari logam berat yang tertanam dalam beton adalah sebagai berikut
(GTZ / Holcim, 2006):
(a) Jumlah hasil peluruhan dari semua trace element dari beton monolitik (dalam siklus hidup
dan daur ulang) berada di bawah atau dekat dengan batas deteksi metode analisis yang paling
sensitif;
(b) Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam perilaku peluruhan trace element antara berbagai
jenis semen yang diproduksi dengan atau tanpa bahan bakar dan bahan baku alternatif;
(c) Perilaku peluruhan beton yang dibuat dengan jenis semen yang berbeda hasilnya mirip;
(d) Konsentrasi peluruhan dari beberapa unsur seperti kromium, aluminium, dan barium,
di bawah kondisi uji tertentu, mendekati batas yang diberikan dalam standar air minum;
kromium heksavalen yang terkandung di dalam semen dapat larut dalam air dan dapat luruh
dari beton pada tingkat yang lebih tinggi daripada logam lainnya, sehingga input kromium
untuk semen dan beton harus dibatasi.
(e) Tes laboratorium dan studi lapangan telah menunjukkan bahwa nilai-nilai batas yang berlaku,
(misalnya, spesifikasi air tanah atau air minum) tidak melebihi selama struktur beton tetap
utuh.
(f) Logam tertentu seperti arsenik, kromium, vanadium, antimon, atau molibdenum mungkin
memiliki perilaku peluruhan yang lebih aktif (mobile), terutama ketika mortar atau struktur
beton hancur atau dihaluskan (misalnya, dalam tahap daur ulang seperti digunakan sebagai
agregat di dasar jalan, atau di penimbunan)
(g) Karena tidak ada hubungan langsung dan konsisten antara jumlah trace element yang luruh
dengan konsentrasi trace element dalam beton atau semen, kandungan trace element dalam
semen tidak dapat digunakan sebagai kriteria lingkungan.
58 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Pemilihan yang hati-hati dan pemantauan limbah dapat memastikan bahwa penggunaan limbah
tidak menghasilkan emisi logam berbahaya untuk lingkungan (EIPPCB, 2009). Namun, apabila
konsentrasi logam berat dalam semen tanpa limbah melebihi batas normal, tes peluruhan pada
mortar dan/atau beton harus dilakukan (GTZ / Holcim 2006).
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 59
4
PEDOMAN OPERASIONAL KILN SEMEN
PEMANFAAT RDF DI INDONESIA
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
Bab ini memberikan pedoman operasional bagi pabrik semen Indonesia saat melakukan co-processing
RDF sebagai bahan bakar alternatif.
Sebelum RDF dapat diproses di kiln semen, RDF harus lulus kriteria penerimaan limbah minimum
tertentu berdasarkan peraturan lingkungan setempat yang berlaku, dampak pada operasi kiln,
kualitas semen, emisi, dan kandungan logam berat.
Karena pada saat ini belum ada spesifikasi standar RDF di Indonesia yang dapat digunakan
sebagai acuan nasional, perusahaan semen di negara ini mengembangkan kriteria klasifikasi yang
menyajikan karakteristik RDF yang dapat diterima oleh pabrik semen Indonesia. Tabel berikut
menguraikan karakteristik dikembangkan dari beberapa diskusi yang dilakukan oleh Kementerian
Perindustrian dan Asosiasi Semen Indonesia yang disepakati oleh sepuluh perusahaan semen di
Indonesia.
Tabel 4.1 Karakteristik RDF Berdasarkan Kriteria yang Diterima Perusahaan Semen di Indonesia
Parameter kualitas Satuan Nilai batas
Nilai kalor, min kkal/kg ≥ 3000
Cl % ≤ 0,75
S % ≤1
Total kandungan air % ≤ 20
Ukuran mm ≤ 50
Bentuk - Fluff
Na2O % ≤ 0.5
K2O % ≤1
MgO % ≤2
P2O5 % ≤1
TiO2 % ≤ 0.5
Trace Element
Hg ppm (kering), max 5
As ppm (kering), max 15
Cd ppm (kering), max 10
Cr ppm (kering), max 250
Pb ppm (kering), max 300
Sb ppm (kering), max 70
Co ppm (kering), max 200
Ni ppm (kering), max 200
Cu ppm (kering), max 200
V ppm (kering), max 200
Zn ppm (kering), max 3000
Se ppm (kering), max 10
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 63
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
4.2. Pra-Penerimaan
Prosedur pra-penerimaan harus memastikan bahwa hanya RDF dan limbah lainnya yang disetujui
karakteristiknya dikirimkan ke pabrik semen. Operator harus memperoleh informasi tentang
sifat dari proses produksi RDF, termasuk variabilitasnya. Deskripsi lain yang diperlukan meliputi:
komposisi (bahan-bahan kimia yang terkandung dan konsentrasinya); persyaratan penanganan
dan bahaya yang terkait; kuantitas; penyimpanan sampel, dan teknik pelestarian lingkungan. Harus
tersedia sistem untuk pengambilan dan analisis sampel.
Sampel RDF dan limbah lainnya harus diambil oleh teknisi yang kompeten dan analisis dilakukan
oleh laboratorium, disarankan yang terakreditasi, yang menerapkan metode QA/QC dengan
tegas dan metode pemeliharaan rekaman, pencatatan dan prosedur lainnya. Operator harus
melakukan karakterisasi komprehensif (profiling) dan pengujian sehubungan dengan pengolahan
yang direncanakan untuk setiap aliran RDF baru. RDF tidak boleh diterima tanpa sampling dan
pengujian terlebih dahulu (UNEP, 2007).
RDF dan limbah lainnya tidak boleh diterima tanpa informasi tertulis yang rinci mengenai
sumber, komposisi, dan tingkat bahayanya.
64 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
standar, operasi pabrik tidak terganggu oleh penggunaan limbah berbahaya, perlindungan
lingkungan tetap dilakukan, dan untuk risiko kesehatan dan keselamatan dapat diminimalkan.
RDF dengan ukuran seragam umumnya diperlukan untuk memudahkan transportasi. Ukuran
akhir yang optimal untuk kiln tergantung pada titik pengumpanan. Nilai kalor yang seragam
penting untuk pelepasan panas yang sama dan konstan selama proses pembakaran. Oleh
karena itu penting untuk memadukan jenis bahan yang berbeda sebelum proses pengurangan
ukuran.
Terlepas dari persyaratan hukum yang berlaku, spesifikasi RDF yang umum tertulis dalam
kontrak antara RDF pemasok dan pengguna, antara lain: ukuran partikel (d95) atau (d90), nilai
kalor bersih (MJ/kg), kandungan klorin (%b), kandungan sulfur (%b), kadar abu (%b), kadar air
(%b), serta pembatasan (ppm) untuk logam berat (As, Sb, Pb, Cd, Cr, Co, Cu, Zn, Ni , Hg, Tl, V,
Sn, Mn).
Memastikan kepatuhan hukum yang diperlukan dengan nilai limit dan spesifikasi yang
diberikan dalam kontrak membutuhkan pemantauan yang tepat. Untuk ini, terdapat dua
pendekatan yang berbeda sebagai berikut:
(1) Kontrol oleh Pemasok
Kontrol kualitas eksternal RDF untuk kepatuhan hukum dilakukan oleh pemasok, yang
kemudian menyampaikan semua informasi yang relevan kepada konsumen. Dalam hal
ini, pemasok harus menjelaskan rencana pengambilan sampel dan melakukan semua
pengukuran analitis diperlukan, dan konsumen (pabrik semen) harus mengambil secara
acak sampel dari RDF untuk memeriksa identitas material yang dikirimkan.
Pemeriksaan identitas ini harus dilakukan setidaknya sekali setahun. Jika dari hasil
pemeriksaan visual diduga terjadi kontaminasi bahan bakar limbah atau jika bahan
bakar yang berasal dari limbah tampaknya tidak sesuai peraturan, maka harus dilakukan
sampling dan pengujian.
Untuk pemeriksaan identitas, pemeriksaan analitis (ukuran lot) mengacu pada jumlah
150 ton, atau jika laju limbah lebih besar dari 40.000 ton per tahun diambil jumlah rata-
rata harian.
4.2.3 Kedatangan
(A) Pengiriman RDF dan limbah lainnya harus disertai dengan dokumen yang merinci hal
berikut: nama dan alamat produsen RDF; nama dan alamat transporter; klasifikasi dan
deskripsi limbah; volume dan berat;
(B) Bila memungkinkan, RDF harus diperiksa secara visual. Semua kontainer berisi RDF dan
limbah lainnya harus diperiksa untuk memastikan jumlah yang dikirimkan sama dengan
yang tertera pada dokumentasi yang menyertai.
(C) Semua beban yang masuk harus ditimbang, kecuali jika tersedia sistem volumetrik yang
terkait dengan data berat jenis.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 65
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
4.2.4 Inspeksi
(A) RDF hanya boleh diterima di fasilitas setelah pemeriksaan menyeluruh, bukan hanya
pemeriksaan pada informasi tertulis saja. Verifikasi fisik dan konfirmasi analisis harus
dilakukan untuk memastikan RDF memenuhi spesifikasi izin dan persyaratan peraturan.
RDF harus di-sampling dan menjalani verifikasi dan pengujian, sesuai dengan frekuensi
dan protokol yang didefinisikan dalam prosedur, kecuali untuk produk yang tidak
terpakai, usang, tidak sesuai spesifikasi atau yang tidak terkontaminasi.
(B) Verifikasi dan pengujian di lokasi harus dilakukan untuk mengkonfirmasi hal berikut
- Identitas dan deskripsi RDF;
-
Konsistensi dengan informasi pra-penerimaan;
(C) Teknik untuk pemeriksaan bervariasi dari penilaian visual sederhana hingga analisis
kimia lengkap. Luasnya prosedur yang diadopsi akan tergantung pada komposisi fisik
dan kimia RDF serta variasinya; kesulitan terkait penanganan jenis limbah tertentu atau
dari asal tertentu; kepekaan spesifik instalasi bersangkutan; ada atau tidaknya spesifikasi
kualitas yang perlu diperhatikan (Karstensen, 2008a).
(D) Fasilitas harus memiliki area khusus untuk pengambilan sampel atau penerimaan, di
mana RDF dibongkar dan disimpan sementara untuk pengambilan dan analisis sampel
lebih lanjut. Sampling idealnya harus dilakukan dalam waktu 24 jam dari saat bongkar.
RDF yang berukuran besar harus diperiksa dan diterima untuk pengolahan sebelum
dibongkar.
(E) Sampling harus mematuhi undang-undang nasional, atau dengan standar internasional.
Sampling harus mencakup prosedur standar seperti yang dikembangkan oleh Standar
Nasional Indonesia (SNI), American Society for Testing dan Material (ASTM), Komite Eropa
untuk Standarisasi (CEN), dan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA).
Rekaman sampling untuk masing-masing beban dan justifikasinya harus dipelihara.
(F) Sampel harus dianalisis oleh laboratorium dengan program QA/QC yang kuat, termasuk
namun tidak terbatas pada pemeliharaan rekaman dan penilaian independen. Analisis
harus dilakukan pada skala waktu yang ditetapkan prosedur pada fasilitas pengguna
(pabrik semen).
(G) Skema inspeksi dapat meliputi: pengkajian parameter pembakaran; dan pemeriksaan
komposisi unsur sampah input, misalnya dengan XRF dan/atau teknik yang sesuai lainnya,
sesuai dengan jenis dan karakteristik RDF, dan kriteria penerimaan limbah (Karstensen,
2008a). Tabel 4.2 memberikan contoh checklist untuk sifat dari RDF.
66 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
(H) Kontrol terhadap pengiriman sangat penting agar RDF tidak terkontaminasi oleh kotoran
yang tidak diinginkan.
(I) RDF hanya boleh dipindahkan ke tempat penyimpanan setelah lolos penerimaan. Jika
inspeksi atau analisis menunjukkan kegagalan untuk memenuhi kriteria penerimaan,
termasuk limbah terkontaminasi, limbah tersebut harus disimpan pada area khusus, yang
dialokasikan untuk penyimpanan limbah yang tidak sesuai, dan ditangani dengan tepat.
(J) Semua area dimana RDF ditangani harus memiliki sistem drainase tertutup. Perhatian
harus diberikan untuk memastikan bahwa zat yang tidak kompatibel tidak bersentuhan
akibat tumpahan dari sampel.
(K) Sesuai dengan undang-undang dan peraturan nasional, ketentuan yang sesuai harus
dilakukan untuk memverifikasi bahwa RDF yang diterima tidak berbahaya.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 67
(e) Penyimpanan terpisah;
(f) Keamanan lapangan;
(g) Risiko kebakaran.
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
Informasi yang berguna mengenai penyimpanan limbah juga dapat ditemukan dalam BREF untuk industry
Informasi yang berguna mengenai penyimpanan limbah juga dapat ditemukan dalam BREF untuk
pengolahan limbah (EIPPCB, 2006).
industri pengolahan limbah (EIPPCB, 2009).
RDF seperti sebagian besar limbah lainnya memiliki sifat material yang tidak standar, karena itu diperlukan
RDF seperti
desain sebagian
khusus untuk besar limbah
peralatan lainnya memiliki
penanganan. Pasar dansifatsifat
material
bahanyang
bakartidak standar,
alternatif karena
yang tidak itu
stabil
diperlukan
memerlukan desain khusus
peralatan untukfleksibilitas
dengan peralatan yang
penanganan.
tinggi. Pasar dan sifat bahan bakar alternatif yang
tidak stabil memerlukan peralatan dengan fleksibilitas yang tinggi.
Belt Conveyors
Storage Hall
Double or
Triple Flap
Bridge Crane Gate
Belt Scale
Feed Hopper
with Activated
Flat Bottom Main Firing
Rotary Separator
Rotary Feeder
Belt Conveyors
Burner
68 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
Feed Hopper
with Moving Floor
Feed Hopper
with Moving Floor
Feed Hopper
with Moving Floor
Variable Speed
Belt Scale
Gambar
Gambar4.5 4.5
Contoh Penyimpanan
Contoh danEkstraksi
Penyimpanan dan Ekstraksiuntuk
Beltuntuk Coarse
Scale coarse RDFRDF 56
Sumber: Holcim, 2007
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai
Gambar Alternatif
4.5 Contoh Bahan Bakar di
Penyimpanan danIndustri Semen
Ekstraksi untuk coarse RDF 56 69
56
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
70 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 71
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
Untuk menjamin co-processing yang aman dan bertanggung jawab, diperlukan pemilihan titik
pengumpanan dalam sistem kiln secara cermat serta pengendalian operasional yang komprehensif
berkaitan dengan karakteristik spesifik dan volume limbah.
Titik pengumpanan yang memadai harus dipilih sesuai dengan karakteristik yang relevan dari RDF,
termasuk sifat fisik, kimia, dan toksikologi. Titik umpan yang paling banyak digunakan adalah:
(1) melalui burner utama di outlet akhir rotary kiln, umumnya untuk mengumpan RDF dengan
ukuran partikel <35 mm, LHV:> 18 MJ / kg,
(2) melalui burner sekunder pada saluran riser di inlet kiln: umumnya untuk mengumpan RDF
dengan ukuran partikel <50 mm, LHV: 12-18 MJ / kg,
72 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
(3) melalui burner pre-kalsiner ke pre-kalsiner: umumnya untuk mengumpan ukuran partikel
RDF dengan ukuran <50 mm, LHV: 12-18 MJ / kg,
(4) Via chute umpan ke pre-kalsiner yang: umumnya untuk mengumpan RDF dengan ukuran
partikel <100 mm, LHV: 12-18 MJ / kg.
Klinker
Sumber: GTZ/Holcim, 2007
Gambar 4.7 Beberapa Kemungkinan Titik Umpan RDF
Pada industri semen, umumnya RDF dibakar langsung di kalsiner atau burner utama kiln. Konsekuensi
dari pengumpanan RDF dengan ukuran partikel yang besar adalah kemungkinan tercampurnya
partikel bahan bakar yang tidak terbakar ke dalam bahan baku sehingga mempengaruhi kestabilan
proses. Bahan bakar padat dapat diumpankan melalui kalsiner, burner utama di kiln, atau langsung
melalui chute umpan atau saluran riser di kiln.
Ada alasan teknis dan hukum yang membatasi lokasi pengumpanan bahan bakar pada sistem kiln,
misalnya:
(a) Menurut izin pabrik semen dan peraturan nasional, bahan bakar limbah, termasuk RDF harus
dibakar pada suhu > 850°C dengan waktu tinggal minimum 2 detik,
(b) Bahan baku dipanaskan secara bertahap dari suhu 80°C setelah penggilingan mencapai 1.000°C
pada kiln inlet sampai suhu sintering 1.450°C di zona pembakaran rotary kiln.
61
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 73
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
Sumber:Sumber:
Holcim,Holcim,
2007 2007
Gambar 4.9 Contoh Sumber:
Transportasi dan Holcim, 2007
Pengumpanan
Gambar 4.9 Contoh Transportasi dan Pengumpanan ke ke Pre-kalsiner
Pre-kalsiner atau Pembakaran
atau Pembakaran Sekunder
Sekunder
Gambar 4.9 Contoh Transportasi dan Pengumpanan ke Pre-kalsiner atau Pembakaran Sekunder
Level material dalam pre-hopper dikendalikan oleh screw pembuangan di wadah distribusi. Ketika
level maksimum tercapai, umpan menuju weigh feeder dihentikan, dan pengumpanan dimulai lagi
ketika level material dalam pre-hopper telah mencapai tingkat minimum. Setelah weigh feeder, RDF
jatuh ke rotary feeder, kemudian secara pneumatik menuju burner. Sistem pneumatic conveying
dirancang untuk meminimalkan keausan, dan menjamin agar kebocoran udara tetap konstan
selama waktu operasi untuk mencegah penyumbatan dalam sistem. Akhirnya material mengalir
ke burner kiln, yang mampu menginjeksikan RDF halus. Api menyebabkan timbulnya aliran udara
dengan kecepatan radial dan tangensial, sehingga memungkinkan campuran efektif antara udara
dan bahan bakar terbentuk di sekitar burner.
Pengumpanan bahan bakar ke dalam sistem kiln sangat penting, karena langsung
memengaruhi emisi yang dihasilkan. Cara paling aman untuk mengumpankan bahan bakar
adalah memastikan gas pembakaran dari bahan bakar melewati zona suhu tertinggi di dalam
kiln (hingga 2.000 °C).
Senyawa beracun yang mudah terbakar seperti zat organik terhalogenasi, harus dihancurkan
melalui suhu dan waktu tinggal yang tepat.
Di kiln sistem pemanas awal/pre-kalsiner, RDF umumnya harus diumpankan melalui burner
utama atau burner sekunder. RDF dan limbah lainnya diumpankan melalui burner utama, yang
memiliki kondisi menguntungkan untuk pembakaran RDF yang kemudian terdekomposisi
dalam kondisi oksidasi pada suhu nyala > 1800 ° C.
Limbah yang diumpankan ke burner sekunder, pemanas awal, atau pre-kalsiner akan terkena
suhu yang lebih rendah, meskipun diharapkan suhu zona pembakaran di pre-kalsiner
umumnya > 1000°C (UNEP, 2007). Kiln harus dioperasikan hingga suhu gas dari proses
dinaikkan hingga 850°C selama 2 detik secara terkendali dan homogen, meskipun ada dalam
kondisi paling tidak menguntungkan.
Dalam kasus limbah dengan kandungan lebih dari 1 persen zat organik terhalogenasi
(dinyatakan sebagai klorin), suhu harus dinaikkan sampai 1100° C selama sedikitnya dua detik.
Pembuangan PCB membutuhkan suhu 1200 ° C dan waktu retensi 2 detik (pada 3 persen
oksigen dalam gas stack).
Semua tingkat substitusi merujuk pada total substitusi bahan bakar dan tidak dapat
diakumulasikan (misalnya kiln pemanas awal di burner utama: 30% substitusi dengan padatan
< 5 mm atau maksimal 50% substitusi dengan padatan < 1,5 mm).
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 77
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
*) Indikator dalam Tabel 4.5 dapat digunakan juga untuk memantau proses dan untuk menilai
perubahan dari proses setelah menggunakan RDF dengan membandingkan target dengan kondisi
proses yang sebenarnya.
78 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
point, rentang, dan prosedur penanggulangan dinyatakan secara tertulis dan ditampilkan
di ruang kontrol. Operator harus dilatih untuk menggunakannya.
(2) Penyimpangan dari set-point dan kisaran toleransi harus dianalisis dan penyebabnya
harus dihindari. Alasan tipikal dari penyimpangan tersebut adalah pengukuran proses
(misalnya suhu dan konsentrasi gas), peralatan yang rusak (misalnya damper udara tersier)
dan laju umpan bahan bakar yang tidak mencukupi.
4.8.5 Peningkatan Pengendalian Zat yang Bersirkulasi (K2O, Na2O, dan Cl)
Penggunaan RDF sering meningkatkan sirkulasi internal zat yang mudah menguap dan
dengan demikian menciptakan atau memperburuk masalah coating. Pembakaran RDF selalu
menghasilkan penurunan kondisi pembakaran di kiln. Hal ini menyebabkan peningkatan
penguapan zat bersirkulasi, yang berpotensi meningkatkan penumpukan zat tersebut dan
penyumbatan. Hal ini dapat memiliki dampak besar pada kinerja kiln, yaitu menurunnya
ketersediaan kiln dan tingkat produksi. Pada banyak kiln yang sudah membakar RDF, masalah
ini adalah faktor utama yang membatasi peningkatan tingkat substitusi RDF.
Salah satu hal yang paling penting adalah keberadaan oksigen (udara) berlebih di kiln. Volatilitas
sulfur sangat bergantung pada kandungan oksigen dalam gas pembakaran. Oleh karena itu
kandungan oksigen di kiln inlet harus dijaga dalam kisaran optimum.
Langkah pertama untuk memecahkan masalah coating adalah analisis situasi aktual berkaitan
dengan zat yang bersirkulasi, sebagai berikut:
1)
Kelebihan udara di kiln
Pengukuran O2 (dan CO) di kiln inlet untuk memastikan bahwa O2 tersedia di kiln dalam
jumlah cukup untuk pembakaran sempurna.
2)
Analisis sistematis dari indikator
Pada suspension preheater kiln, indikatornya adalah SO3 dan Cl di hot meal.
3) Kinerja dari neraca zat yang bersirkulasi
Perbandingan input dan output zat bersirkulasi dengan nilai tipikal input (dari bahan baku
dan bahan bakar) yang dapat ditoleransi.
4) Perhitungan rasio molar alkali-sulfur klorida:
Perbandingan dengan nilai-nilai rasio molar alkali-sulfur-klorida tipikal, dan perhitungan
volatilitas sulfur.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 79
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
Kriteria berikut harus dijaga dalam penggunaan RDF dan limbah lainnya untuk mencegah
masalah atau kegagalan dalam operasi kiln.
• Jumlah klorin input dari bahan bakar dan bahan baku < 300 g/t klinker (dari seluruh bahan
bakar dan bahan baku). Jika input klorin terus-menerus melebihi nilai batas tersebut,
diperlukan pembuangan debu dari filter utama (selama operasi langsung) agar operasi kiln
tetap stabil. Tetapi jika input terus-menerus > 350-400 g/t maka kemungkinan diperlukan
sistem bypass. Dengan input Cl berlebih tanpa sistem bypass, operasi kontinu tidak
dimungkinkan karena akan terjadi penyumbatan di pemanas awal.
• Kendalikan siklus sulfur. Faktor utama bukanlah input sulfur dari RDF, melainkan dampak
dari pembakaran yang buruk pada penguapan sulfur. Hal ini akan memicu peningkatan
siklus sulfur dan penyumbatan dalam pemanas awal. Untuk meningkatkan kualitas
pembakaran, diperlukan O2 lebih tinggi pada kiln inlet dan peningkatan pembersihan pada
pemanas awal.
80 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
dapat meningkatkan pembentukan build-up.
(I) Apabila laju pembentukan coating sangat tinggi, penyemprotan air bertekanan tinggi h
digunakan untuk membantu menghilangkan coating.
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
Tabel 4.7 menunjukkan batas emisi yang ditetapkan oleh KLHK (nilai rata-rata harian untuk
pengukuran kontinu) untuk pabrik semen yang melakukan co-processing terhadap limbah
berbahaya sebagai bahan bakar alternatif dan bahan baku alternatif. Dioxin dan furan harus diukur
setidaknya sekali per tahun. Debu dari peralatan dedusting dapat didaur ulang sebagian atau
seluruhnya ke dalam proses produksi semen.
Bagi pabrik semen yang hanya memanfaatkan RDF sebagai bahan bakar alternatif, karena RDF
berasal dari sampah domestik dan bukan kategori limbah B3, maka pengaturan pemanfaatannya
mengacu kepada Pedoman RDF tentang Pemanfaatan RDF di Industri Semen yang diterbitkan
KLHK, pabrik semen Indonesia harus mengikuti batas emisi di KepMenLHK 19/2017 sebagai berikut.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 81
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
Tabel 4.7 Baku Mutu Emisi Udara pada Pabrik Semen yang Menggunakan RDF sebagai Bahan Bakar dalam
Kegiatannya (Permen KLHK no 19 tahun 2017)
No Parameter Satuan Nilai Baku
Mutu Emisi
1 Partikulat* mg/Nm3 60
2 Sulfur Dioksida (SO2)* mg/Nm3 650
3 Nitrogen Oksida (NOX)* mg/Nm3 800
4 Hidrogen Fluorida (HF)* mg/Nm 3
2
5 Hidrogen Klorida (HCl)* mg/Nm 3
20
6 Karbon Monoksida (CO)* mg/Nm 3
625
7 Cadmium (Cd) mg/Nm 3
0,2
8 Merkuri (Hg) mg/Nm 3
0,2
9 Lead (Pb) mg/Nm 3
5
10 Arsenik (As) mg/Nm 3
1
11 Nikel (Ni) mg/Nm 3
0,5
12 PCDD/F (Dioxin dan Furan)** ng TEQ/Nm 3
0,1
Catatan:
• Kadar maksimum baku mutu diatas dikoreksi terhadap 7% Oksigen
(O2) pada kondisi 25oC, 760 mmHg.
• Pengukuran emisi dilakukan pada kondisi kering.
• Pengukuran kadar Karbon Dioksida (CO2) pada cerobong keluar.
(*) Pengukuran diwajibkan menggunakan CEMS
(**) PCDD/F diukur setiap 4 (empat) tahun sekali setelah
beroperasinya unit fasilitas Refuse Derived Fuel.
Di Indonesia, semua pabrik semen dilengkapi dengan perangkat pengendali polusi untuk
mengendalikan emisi gas dan partikel (debu). Sebagian besar pabrik semen dilengkapi dengan
electrostatic precipitators (EP), sedangkan yang lainnya menggunakan bag filter. Kinerja
perangkat pengendalian polusi harus dipastikan baik ketika kiln semen menggunakan RDF
sebagai bahan bakar. Semua perangkat anti-polusi harus dipertahankan dalam kondisi operasi
yang baik.
Industri semen harus memantau tingkat PM, CO, NOX menggunakan analisis emisi online
yang andal, memelihara rekaman dan juga melaporkan kepada Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan sesuai dengan frekuensi yang ditetapkan dalam regulasi dan izin yang
82 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
berlaku. Industri semen juga akan melaporkan kepada pihak berwenang mengenai kuantitas
RDF digunakan, sebagai berikut:
• Tes kinerja harus dilakukan untuk menunjukkan kepatuhan terhadap batas emisi dan
spesifikasi kinerja untuk sistem pemantauan terus menerus, ketika kiln beroperasi dalam
kondisi normal.
• Pabrik semen membutuhkan peralatan proses yang andal, kendali penuh atas analisis proses
pembakaran dan analisis gas di kiln dan kalsiner. Umumnya pabrik semen menggunakan
sistem probe untuk analisis gas di inlet kiln.
Pabrik semen di Indonesia harus melakukan metode pengukuran berikut untuk memantau
emisi mereka seperti yang dipersyaratkan oleh KLHK. Metode dan frekuensi pemantauan
dijelaskan
Tabel dalam Tabel
4.8 Pengawasan 4.8. pada Emisi yang diperlukan Kiln Semen Pengguna RDF di Pabrik Semen
Kontinu
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 83
5
DAMPAK EMISI KILN
YANG MENGGUNAKAN RDF
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
Seperti yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya, kiln pre-kalsiner yang modern dapat dirancang untuk
membakar bahan bakar alternatif (termasuk RDF) dalam jumlah yang tinggi, karena kiln ini umumnya
mempunyai peralatan pengendali pembakaran yang optimal dan pengendali polusi yang efisien. Pada
temperatur api sekitar 2000oC dan temperatur material sekitar 1400oC, bersamaan dengan waktu tinggal
4 – 5 detik di lingkungan yang kaya oksigen, dapat dipastikan semua komponen organik akan hancur.
Gas-gas asam yang terbentuk selama pembakaran dinetralkan oleh alkali yang terkandung dalam bahan
baku dan akan tergabung dalam fasa klinker. Selain itu, dapat juga dipasang sistem bypass pada kiln pre-
kalsiner modern, untuk mengantisipasi pembakaran bahan bakar alternatif yang umumnya memiliki
karakteristik panas minimum dan kehilangan debu.
Pengaruh negatif dari polutan yang dihasilkan dari pembakaran RDF dalam kiln adalah kemungkinan
berpindahnya zat yang terkandung di dalam sampah ke atmosfer atau klinker. Sejauh ini, yang jadi
perhatian adalah emisi produk pembakaran dari kiln semen yaitu CO2, CO, partikulat, NOX, dan SO2
sebagaimana telah dilaporkan dalam dokumen BREF (EU, 2001).
Tujuan dari bab ini adalah mengulas dampak pemanfaatan RDF sebagai sumber panas tambahan
dalam kiln terhadap polutan yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian teknis dan lingkungan, untuk
pembakaran RDF dalam kiln semen tidak diperlukan tambahan teknologi pembakaran khusus di sistem
kiln, kecuali sistem penanganan dari RDF. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pembakaran RDF
hingga 30% terhadap total substitusi panas di kiln, menunjukan tidak adanya kenaikan emisi polutan di
udara (termasuk gas asam, dioksin, furan, dll).
Pada dasarnya, temperatur tinggi dalam kiln semen memastikan zat organik dalam sampah hampir
seluruhnya berubah menjadi CO2 dan air; serta konsentrasi emisi dari senyawa organik seperti dioksin
dan furan sangat rendah. Bagaimanapun juga, emisi udara dari pabrik semen yang memanfaatkan RDF
harus dipantau secara cermat dan dilaporkan sesuai aturan yang berlaku.
NOX bahan bakar adalah hasil dari oksidasi nitrogen dalam bahan bakar dan tidak terpengaruh oleh
temperatur. Temperatur pembakaran yang rendah dalam kalsiner dan beberapa titik pembakaran
menyebabkan pembentukan NOX bahan bakar lebih besar daripada pembentukan NOX panas di
lokasi-lokasi tersebut.
Secara umum, pembentukan NOX berkaitan dengan kadar nitrogen dalam bahan bakar, temperatur
kiln, waktu tinggal, dan jenis burner. Kira-kira 95% – 98% dari NOX pada emisi kiln semen dalam
bentuk NO dan sisanya berupa NO2.
RDF memiliki nilai kalor yang rendah, yaitu antara 10,000 – 15,000 kJ/kg (2390 – 3585 kkal/kg),
apabila dibandingkan dengan nilai kalor batubara, yaitu sekitar 24,000 kJ/kg (5736 kkal/kg). Oleh
karena itu untuk pembakaran RDF, subtitusi panas hanya dapat diperoleh dengan meningkatkan
laju aliran bahan bakarnya. Penggunaan RDF sebagai bahan bakar alternatif dalam suatu sistem
yang menggunakan blower berkapasitas tetap dan emisi asap (fumes) dengan jumlah terbatas, dapat
diatur menggunakan dua cara yang berbeda, yakni:
1) Dengan kondisi panas yang sama (yaitu profil temperatur yang sama), dapat dipertahankan
dengan menyediakan sejumlah kecil udara sekunder (persentase oksigen dalam gas buang akan
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 87
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
menurun).
2) Dengan faktor pengenceran yang sama, sehingga menghasilkan konsentrasi oksigen yang sama
dalam gas buang dan temperatur pembakaran yang rendah.
Kedua pilihan ini dapat menghasilkan laju pembentukan NOX yang lebih rendah. Dari sudut pandang
komposisinya, sangat penting untuk memperhatikan keberadaan kandungan nitrogen, sulfur, dan
klorin dalam bahan bakar pengganti, dibandingkan dengan konsentrasi bahan tersebut pada bahan
bakar fosil. Kandungan nitrogen sangat berpengaruh pada pembentukan NOX. Kandungan nitrogen
rendah pada RDF (0.3 – 0.5% dibandingkan dengan 1.5 – 2% pada bahan bakar fosil) menghasilkan
pembentukan NOX yang lebih rendah.
Bahan bakar alternatif termasuk RDF menawarkan kemungkinan pengurangan NOX secara
signifikan, yang disebabkan satu atau kombinasi dari 3 metode pengurangan NOX, yakni:
Temperatur api yang rendah karena beban panas yang rendah dalam zona pembakaran (burning
zone)
Temperatur api yang rendah karena pembakaran RDF membutuhkan 20% udara lebih bila
dibandingkan penggunaan udara pada pembakaran normal
Pembakaran ulang (reburning) yang diakibatkan unsur yang mudah menguap.
Namun demikian, emisi NOX dapat diturunkan lebih lanjut dengan cara:
Penurunan temperatur api
- Karena NOX panas adalah reaksi temperatur tinggi, maka penurunan temperatur api hanya
sebesar 50oC dapat menghasilkan penurunan NOX yang cukup signifikan.
Pembakaran bertahap
- Mengurangi O2 untuk mengurangi pembentukan O yang dapat bereaksi dengan senyawa
mudah menguap
- Dengan demikian akan menurunkan pembentukan NOX panas dan NOX bahan bakar
- Namun demikian, proses ini dapat menghasilkan kondisi reduksi, penurunan kualitas klinker,
dan build-up senyawa bersirkulasi, karena CO adalah produk pertama dari pembakaran bahan
mudah menguap, dan CO+OH adalah reaksi api utama
- Dengan demikian reaksi H + O2 = O + OH juga akan lebih rendah; O2 yang lebih rendah akan
juga mengurangi pembentukan OH selain mengurangi pembentukan O
Pembakaran Ulang
-
- Membutuhkan radikal CH, yang berasal dari pembakaran ulang zat mudah terbakar dari bahan
bakar dengan kelebihan udara minus 15%
- Penurunan substoikiometri dapat membentuk NOX yang lebih banyak, dengan bahan bakar
pembakaran ulang yang mengandung N2
Cara terbaik (BAT) untuk mengurangi emisi NOX adalah kombinasi dari langkah umum utama
(general primary measures) untuk menurunkan emisi NOX, pembakaran bertahap, dan pengurangan
non-katalis selektif (selective non-catalytic reduction, SNCR). Tingkat emisi BAT dengan teknik
ini adalah 200 – 500 mg NOX/m3 (sebagai NO2). Kiln-kiln terpasang di Indonesia umumnya telah
dirancang untuk menghasilkan kurang dari 1000 mg NOX/m3 dengan langkah umum utama. Emisi
di bawah 350 mg/Nm3 dapat diperoleh untuk kiln dengan kondisi yang mendukung.
88 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
Selain itu, kekurangan oksigen untuk pembakaran di saluran riser atau kalsiner sebagai strategi
pengendalian NOx, juga kadang-kadang dapat menghasilkan CO dalam sistem pyroprocess dan
muncul dalam aliran gas buang jika tidak segera teroksidasi lebih lanjut.
Produksi 1 ton semen melepaskan kira-kira 0.73 – 0.99 t CO2, tergantung dari rasio klinker terhadap
semen dan faktor lainnya. Perbedaan utama antara industri semen dengan kebanyakan industri
lainnya adalah pada industri semen, konsumsi bahan bakar bukanlah sumber utama emisi CO2.
Semakin efisien sistem termalnya, maka emisinya sedikit menurun, dan semakin kurang efisien
sistem termalnya, maka emisinya sedikit meningkat.
Salah satu cara untuk mengurangi emisi CO2 adalah meminimalisasi kadar karbon dalam bahan
bakar, contohnya, dengan mengganti batu bara dengan bahan bakar alternatif, seperti RDF yang
memiliki kadar karbon yang lebih rendah. Banyak keuntungan dari penggunaan RDF yakni
menurunkan emisi gas CO2 dan residu abu, memproduksi bahan bakar yg lebih homogen, memiliki
nilai kalor yang lebih tinggi dan kadar air yang lebih rendah dibandingkan sampah campuran. Telah
dilaporkan bahwa untuk dapat mengurangi emisi karbon melalui penggantian batu bara menjadi
RDF, kandungan air harus dibawah 15% sehingga menyebabkan penurunan emisi sebesar 0,4 ton
CO2/ton batubara (Nakajima and Matsuyuki, 1981).
Selain bermanfaat dalam pengurangan emisi CO2, co-processing sampah juga mengurangi emisi
metana di TPA. Emisi TPA terdiri dari sekitar 60 persen metana, gas dengan potensi pemanasan
global 21 kali dari CO2 (Cembureau, 2009).
Jumlah CO2 yang dihasilkan selama proses pembakaran di kiln semen dipengaruhi oleh jenis bahan
bakar yang digunakan. Faktor emisi CO2 (EFCO2) dari bahan bakar didasarkan pada faktor emisi
yang ditetapkan oleh Intergovernment Panel on Climate Change (IPCC). Emisi langsung CO2 dari
bahan bakar limbah diperkirakan menjadi nol, karena input limbah menggantikan bahan bakar
fosil dengan jumlah yang setara. Tanpa pemanfaatan kandungan energi, limbah mungkin saja
tetap menghasilkan emisi CO2 (dalam jangka panjang atau pendek) ke atmosfer. Jika limbah yang
digunakan memiliki banyak manfaat lainnya, maka penggunaan limbah sebagai pengganti bahan
bakar fosil dan untuk menghindari emisi CO2 harus dipertimbangkan lebih lanjut. (IEA, 1999; IPCC,
1996).
Terjadi penurunan emisi CO2 yang cukup besar jika bahan bakar fosil diganti dengan RDF, karena
RDF mengandung bahan biogenik yang berbasis biomassa, seperti kertas, kardus, kayu, dan
sebagainya. Penghematan CO2 dapat dihitung menggunakan faktor emisi bahan bakar fosil yang
diganti. Co-processing RDF dilaporkan menghasilkan pengurangan sekitar 1,6 kilogram (kg) CO2 per
kg RDF, dibandingkan dengan pembakaran batubara (Genon dan Brizio, 2007).
Penelitian lain menunjukkan bahwa penggunaan RDF juga memiliki faktor emisi CO2 yang
jauh lebih rendah dibandingkan dengan batubara saat dibakar di kiln semen. Tabel di bawah ini
menunjukkan ciri khas dari RDF digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 89
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
Tabel 5.1 Karakteristik Sampah yang Digunakan sebagai Bahan Bakar Alternatif
Bahan Bakar Laju Substitusi (%) Kandungan Energi Kadar Air (%) Faktor Emisi CO2
(NCV, GJ/dry t) (ton CO2/t)
Sampah Domestik (Fraksi RDF) Hingga 30 12 – 16 10 – 35 0.95 – 1.32
Sumber: Murray dan Price, 2008
Tabel berikut menunjukkan potensi penurunan emisi CO2 dapat dicapai dengan pemanfaatan 1.200
tph sampah sebagai bahan bakar alternatif di kiln semen.
Tabel 5.2 Pencapaian Penurunan Emisi CO2 dengan Pemanfaatan 1200 Ton Sampah Per Hari sebagai Bahan
Bakar Alternatif di Kiln Semen
No Item Ton CO2 eq/tahun
1 Potensi pengurangan gas metana dari sampah 160.000
2 Pembakaran RDF 90.000
3 Konsumsi internal -5.000
4 Transportasi -1.000
Total 244.000
Sumber: Larsen, 2013
Perlu dicatat bahwa hasil ini mempertimbangkan berbagai tahapan dalam penggunaan RDF, dari
mulai produksi hingga pemanfaatannya. Data emisi CO2 tampak sangat signifikan, menunjukkan
kontribusi yang paling penting dari sistem ini, sehubungan dengan parameter Kyoto. Penggunaan
RDF di semen kiln menunjukkan hasil positif, pembakaran RDF memungkinkan untuk pengurangan
sekitar 1,61 kg CO2 per kg RDF yang dibakar dibandingkan dengan bahan bakar konvensional
(batubara).
Hal ini disebabkan komposisi kimia dari bahan yang mudah terbakar. Ketika RDF digunakan secara
khusus dalam sistem pembakaran dengan pemulihan kalor, dengan mempertimbangkan campuran
kalor untuk produksi energi listrik dan efisiensinya, substitusi dari bahan yang mudah terbakar
akan melibatkan peningkatan produksi CO2 sekitar 0,15 kg per kg RDF.
Kandungan plastik di dalam RDF umumnya memiliki nilai kalor bersih tinggi 30 MJ/kg dan rasio
hidrogen : karbon yang lebih tinggi dibandingkan batubara dan oksigen mendekati nol. Oleh karena
itu plastik memiliki faktor CO2 emisi sekitar 25% lebih rendah dari batubara. Dalam peraturan di
Eropa limbah yang berasal dari biomassa dianggap sebagai CO2 netral, yaitu memiliki faktor emisi
CO2 nol.
Tabel 5.3 Emisi CO2 dari SRF pada Tahap Penyiapan dan Pembakaran
No Tahapan kg CO2 eq/t RDF kg CO2 eq/20.000 t RDF
1 Penyiapan SRF 15,8 316.000
2 Pembakaran SRF 636,4 12.728.000
Sumber: CRPE, 2005
90 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
Rentang emisi tergantung pada kandungan senyawa sulfur yang mudah menguap pada bahan baku;
sebagian besar di bawah 300 mg/Nm3; meskipun kadang-kadang hingga 3000 mg/Nm3 (UNEP,
2007).
Di Indonesia, peraturan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa
batas emisi SOx di cerobong gas dari pembakaran (firing) di kiln dan/atau pre-kalsiner adalah tidak
lebih dari 650 mg/Nm3.
Sumber: Holcim,
Sumber: Holcim, 2007
2007
Gambar 5.1 Pembentukan SO
Gambar 5.1 Pembentukan SOx di Sistem Kiln
x di Sistem Kiln
Banyak penelitian
Banyak penelitian menunjukkan bahwabahwa
menunjukkan pemanfaatan bahan bakar
pemanfaatan alternatif
bahan padaalternatif
bakar proses pembakaran kiln
pada proses
pembakaran
sistem pemanas kilnawal-kalsiner
sistem pemanas awal-kalsiner
tidak meningkatkan tidak
emisi SO2meningkatkan
. Karena matriks emisi SO2klinker,
alkali dari . Karena matriks
kehadiran
alkali dari klinker, kehadiran sulfur dan klorin dalam bahan bakar alternatif, termasuk
sulfur dan klorin dalam bahan bakar alternatif, termasuk RDF, tidak mengakibatkan emisi gas dalam RDF, tidak
mengakibatkan emisi
tingkat yang kritis. gas dalam
Sebaliknya, tingkat
harus yang kritis. adanya
dipertimbangkan Sebaliknya, harus dipertimbangkan
kemungkinan reaksi sulfur danadanya
klorin
kemungkinan reaksi sulfur dan klorin dengan berbagai logam dalam campuran
dengan berbagai logam dalam campuran bahan baku. Konsentrasi sulfur dalam bahan bakar pengganti bahan baku.
Konsentrasi
umumnya jauh sulfur dalam
lebih rendahbahan bakar
dari nilai pengganti
acuan umumnya
dalam bahan bakarjauh
fosillebih rendah dari
konvensional (0,1 nilai
‒ 0,2%acuan dalam
di RDF, 3‒
bahan bakar fosil konvensional (0,1 - 0,2% di RDF, 3 - 5% dalam bahan bakar
5% dalam bahan bakar fosil). Oleh karena itu, tidak ada masalah mengenai pengendapan atau fosil). Oleh karena itu,
tidak ada masalah mengenai pengendapan atau penyumbatan, namun masalah penyerapan dan
penyumbatan, namun masalah penyerapan dan transfer alkali ke dalam klinker masih harus diverifikasi.
transfer alkali ke dalam klinker masih harus diverifikasi.
Tindakan utama penurunan emisi SO2 dengan meningkatkan waktu operasi pabrik (penurunan emisi SO2
hingga 50%)
Tindakan utama penurunan emisi SO2 dengan meningkatkan waktu operasi pabrik (penurunan
emisi SO2 hingga 50%)
Tingkat emisi BAT dengan teknik ini adalah 200 – 400 mg SO2/m3. Emisi SO2 dari pabrik semen biasanya
ditentukan dari kandungan sulfur mudah menguap pada bahan baku. Kiln yang menggunakan bahan baku
Tingkat emisi BAT dengan teknik ini adalah 200 – 400 mg SO2/m3. Emisi SO2 dari pabrik semen
yang tidak mengandung atau mengandung sedikit sulfur mudah menguap akan mengemisikan SO2 dalam
biasanya ditentukan dari kandungan sulfur mudah menguap pada bahan baku. Kiln yang
tingkat di bawah nilai tersebut tanpa menggunakan alat pengendali emisi. Besarnya emisi semen kiln di
menggunakan bahan baku yang tidak mengandung 3
atau mengandung sedikit sulfur mudah
Indonesiaakan
menguap dilaporkan di bawah 800
mengemisikan SOmg SO2/Nm
dalam .
tingkat di bawah nilai tersebut tanpa menggunakan alat
2
pengendali emisi. Besarnya emisi semen kiln di Indonesia dilaporkan di bawah 800 mg SO2/Nm3.
5.4 Senyawa organik yang mudah menguap (VOC)
5.4 Senyawa organik
Senyawa organik yang yang
mudahmudah
menguap menguap
(VOC) adalah (VOC)
jumlah dari semua senyawa gas organik, dinyatakan
Senyawa organik yang
sebagai konsentrasi atommudah
karbonmenguap (VOC)
organik dalam adalah
gas. jumlahmengemisikan
Kiln semen dari semua senyawa
senyawa organik
gas organik,
yang
dinyatakan sebagai konsentrasi atom karbon organik
mudah menguap dengan berbagai struktur yang berbeda-beda. dalam gas. Kiln semen mengemisikan senyawa
organik yang mudah menguap dengan berbagai struktur yang berbeda-beda.
Emisi VOC
Emisi VOCdari
darikilnkiln
semen harusharus
semen diperhatikan karena karena
diperhatikan peran VOC dalam
peran VOCpembentukan ozon di atmosfer.
dalam pembentukan ozon
Selain itu, beberapa VOC dianggap sebagai polutan udara berbahaya. Total emisi
di atmosfer. Selain itu, beberapa VOC dianggap sebagai polutan udara berbahaya. Total emisi hidrokarbon (THCs,
termasuk di (THCs,
hidrokarbon dalamnya adalah di
termasuk VOC) terutama
dalamnya dihasilkan
adalah VOC) sebagai
terutama akibat dari penguapan
dihasilkan dan/atau
sebagai akibat dari
pemecahan (cracking) kandungan minyak bumi dan kerogen yang ditemukan
penguapan dan/atau pemecahan (cracking) kandungan minyak bumi dan kerogen yang ditemukandalam campuran bahan
baku. campuran bahan baku.
dalam
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 91
80
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
Emisi organik (VOC dan benzena) terutama berasal dari bahan baku. Potensi emisi organik
bergantung pada pemilihan bahan baku dan konsentrasi bahan organik dalam sumber bahan baku.
Senyawa organik juga dapat terbentuk sebagai hasil dari pembakaran tidak sempurna dalam sistem
Emisi organik (VOC dan benzena) terutama berasal dari bahan baku. Potensi emisi organik bergantung
pyroprocessing.
pada pemilihan bahan baku dan konsentrasi bahan organik dalam sumber bahan baku. Senyawa organik
juga dapat terbentuk sebagai hasil dari pembakaran tidak sempurna dalam sistem pyroprocessing.
Rentang emisi tergantung pada kandungan organik yang mudah menguap pada bahan baku:
Rentang emisi
sebagian besartergantung
di bawah 50pada kandungan
mg/Nm 3
organik yangsampai
; kadang-kadang mudah 500
menguap
mg/Nm pada
3
. bahan baku: sebagian
3 3
besar di bawah 50 mg/Nm ; kadang-kadang sampai 500 mg/Nm .
Sumber:
Sumber:Holcim,
Holcim, 2007
2007
Gambar
Gambar5.2
5.2Pembentukan
PembentukanSOxSOx di
di Sistem
Sistem Kiln
Kiln
Tabel berikut
Tabel berikutmenunjukkan
menunjukkanpembentukan senyawa
pembentukan organik
senyawa di kiln:di kiln:
organik
Tabel 5.4 Pembentukan senyawa organik di Kiln*)
Tabel 5.4 Pembentukan Senyawa Organik di Kiln*)
Kiln
Kilninlet
Inlet ExitExit
preheater
preheter Chimney
Chimney
VOC Not detectable 29 (mgC/m3) 28 (mgC/m3)
VOC Not 29 [mgC/m3] 28 [mgC/m3]
Benzene detectable
Not detectable 1.5 (mg/m3) 1.4 (mg/m3)
3 3
Benzene
CO Not 3)
420 (mg/m 1.5
710[mg/m
(mg/m]3) 1.4
705[mg/m
(mg/m] 3)
detectable
NH3 Not detectable 82 (mg/m3)
CO 420 [mg/m3] 710 [mg/m3] 705 [mg/m3]
SO3 890 (mg/m3)
3
NH3 Not pada 10 [%] O dan 25 [%] 82
*) Nilai dihitung CO2[mg/m ]
detectable 2
Sumber: Holcim, 2007
SO2 890 [mg/m3]
Pengaruh bahan bakar pada emisi organik dari kiln semen dapat diabaikan, baik bahan bakar
konvensional maupun alternatif.
*) Nilai dihitung pada 10 [%] O2 dan 25 [%] CO2
Sumber: Holcim, 2007
Tahapan untuk mengurangi emisi SOx di sistem kiln:
1)
Pengumpanan bahan yang mengandung VOC pada sisi panas dari kiln dan tidak melalui umpan
Pengaruh bahan bakar pada emisi organik dari kiln semen dapat diabaikan, baik bahan bakar konvensional
kiln (atau bagian dari umpan kiln)
maupun alternatif.
2)
Pengurangan input bahan organik yang mudah menguap
Tahapan untuk mengurangi
Periksa emisi VOC emisi SOx di sistem
dari komponen kiln:berbeda dengan “Expulsion Test“
yang
Dengan menggunakan bahan baku tradisional atau alternatif (penggunaan bahan baku yang
selektif)
81
5.5 Klorin
Klorin adalah unsur bersirkulasi paling penting yang berkaitan dengan pemanfaatan RDF. Input
maksimum klorin dari RDF tergantung pada jenis kiln, input klorin dari RDF, dan input klorin dari
bahan baku dan bahan bakar lainnya yang digunakan oleh kiln.
92 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Dengan menggunakan bahan baku tradisional atau alternatif (penggunaan bahan baku
yang selektif)
Masalah dasar
Klorin penggunaan
adalah RDF oleh
unsur bersirkulasi palingkiln semen
penting yangadalah kandungan
berkaitan klorin karena
dengan pemanfaatan RDF. klorin melemahkan
Input maksimum
semenklorin
dan dari
beresiko menyebabkan korosi batang baja dalam struktur beton bertulang. Bahan
RDF tergantung pada jenis kiln, input klorin dari RDF, dan input klorin dari bahan baku danbakar
alternatif
bahanyang
bakarmemiliki jumlah
lainnya yang klorida
digunakan oleh tinggi
kiln. seperti PVC harus digunakan dalam jumlah terbatas
dan optimasi campuran bahan bakar sangat penting untuk mendapatkan nilai panas dalam kiln
Masalah dasar penggunaan RDF oleh kiln semen adalah kandungan klorin karena klorin melemahkan
yang cukup danberesiko
semen dan semen yang berkualitas.
menyebabkan korosi batang baja dalam struktur beton bertulang. Bahan bakar
alternatif yang memiliki jumlah klorida tinggi seperti PVC harus digunakan dalam jumlah terbatas dan
Klorinoptimasi
memasuki sistem
campuran kilnbakar
bahan dari sangat
bahanpenting
baku dan bahan
untuk bakar. Klorin
mendapatkan menguap
nilai panas dalam
dalam kiln yang sistem
cukup kiln
dan membentuk alkali-klorida
dan semen yang berkualitas. dengan alkali yang tersedia. Alkali klorida bersifat mudah menguap
sehingga tidak meninggalkan sistem kiln untuk bergabung dengan klinker.
Klorin memasuki sistem kiln dari bahan baku dan bahan bakar. Klorin menguap dalam sistem kiln dan
membentuk alkali-klorida dengan alkali yang tersedia. Alkali klorida bersifat mudah menguap sehingga
Senyawa klorin menguap di zona sintering dan dibawa gas ke zona yang dingin, kemudian
tidak meninggalkan sistem kiln untuk bergabung dengan klinker.
mengembun pada bahan baku dan sebagian juga di dinding sekitarnya. Hampir semua klorin
Senyawa
akhirnya klorin menguap
meninggalkan di zona
sistem sinteringklinker.
bersama dan dibawa gasklorin
Emisi ke zonadalam
yang dingin,
bentuk kemudian mengembun
debu atau senyawa gas
pada bahan
(HCl) rendah. baku dan sebagian juga di dinding sekitarnya. Hampir semua klorin akhirnya meninggalkan
sistem bersama klinker. Emisi klorin dalam bentuk debu atau senyawa gas (HCl) rendah.
Sumber:
Sumber: Cembureau, 2007
Cembureau, 2007
Gambar 5.3 Siklus Klorin - Kiln PemanasAwal
Gambar 5.3 Siklus Klorin - Kiln Pemanas Awaltanpa Bypass
tanpa Bypass
Peningkatan input klorin (0,3 ‒ 0,5% di RDF) dapat menyebabkan beberapa masalah yang timbul dari
Peningkatan inputalkali
reaksi antara klorin
dan (0,3 - 0,5%
klorin, di RDF)
volatilisasi dapat
klorida danmenyebabkan
sirkulasi denganbeberapa
debu, danmasalah yang
kebutuhan timbul
untuk
dari reaksi antara alkali dan klorin, volatilisasi klorida dan sirkulasi dengan debu, dan
mengoperasikan bypass (ekstraksi sebagian gas buang) untuk membatasi klorida dalam produk akhir kebutuhan
untukklinker
mengoperasikan bypass (ekstraksi sebagian gas buang) untuk membatasi klorida dalam
(Kurdowski, 1983).
produk akhir klinker (Kurdowski, 1983).
82
Bahan bakar alternatif dan bahan baku alternatif kemungkinan memiliki kandungan klorin yang
cukup tinggi (misalnya plastik, pelarut, bahan bakar nabati) seperti yang ditunjukkan pada tabel
berikut:
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 93
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
Konsentrasi senyawa alkali, sulfur, dan klor yang tinggi dalam bahan baku dan bahan bakar yang
digunakan untuk produksi semen (konvensional dan/atau alternatif), seringkali menimbulkan
kesulitan dalam operasi kiln dengan formasi build-up, terutama di pemanas awal dan bagian inlet
kiln.
Untuk menentukan konsentrasi klorin maksimum yang dapat diterima untuk jenis tertentu RDF,
total masukan Cl (aktual) ke kiln harus dinilai dengan menghitung neraca elemen yang bersirkulasi.
Batas berikut dinyatakan sebagai “input total klorin berdasarkan pada klinker [mg Cl/kg klinker]”.
Pada kiln pemanas awal suspensi, bypass di inlet kiln memungkinkan masukan Cl tambahan sebesar
100 mg Cl/kg kliner untuk setiap 1 persen dari laju bypass (contoh: dengan 8% bypass, 800 mg Cl/kg
klinker dapat ditarik dari kiln).
Data CEM beberapa kiln semen di Indonesia menunjukkan perilaku yang luar biasa. Emisi HCl
tergantung pada suhu cerobong dengan korelasi yang sangat baik. Jelas ini mengindikasikan emisi
HCl tidak bergantung pada komposisi bahan baku maupun komposisi bahan bakar.
Jika debu bypass atau CKD diekstrak untuk menangani input elemen bersirkulasi yang berlebihan,
penggunaan debu harus diperjelas, misalnya untuk campuran semen.
94 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
HCl sangat sensitif terhadap suhu, semakin rendah suhu di baghouse, semakin rendah emisi HCl.
Apabila fluor terkandung dalam bahan baku atau ditambahkan sebagai mineral, emisi HF dari
sistem kiln semen dapat terjadi.
Batas belerang dan alkali biasanya tidak menghalangi penggunaan RDF. Batasan ini lebih penting
untuk bahan bakar seperti petcoke.
Sebagai aturan praktis, dua kriteria berikut ini dapat digunakan untuk menghitung masukan sulfur
maksimum yang mungkin (kedua kriteria harus dipenuhi):
1. Rasio alkali/SO3 (dengan memperhitungkan kandungan klorida) > 0.8
2. Total masukan SO3 < 1.5% SO3 dalam klinker
Berikut ini menunjukkan kondisi proses pembakaran yang mengemisikan logam berat pada sistem
kiln semen:
• potensi masalah pada Hg, Se, Be, Tl selain Cd dan Pb yang mudah menguap, serta Cr
• suhu rendah pada siklus internal dapat menyebabkan emisi tinggi dari waktu ke waktu karena
ketidakstabilan proses
• ekstraksi CKD berguna untuk menurunkan konsentrasi logam yang mudah menguap pada siklus
internal untuk menghindari emisi dari kebocoran (splurge emission)
• pada umumnya retensi logam cukup baik, namun bahan baku yang mengandung logam berat
cukup tinggi dapat menutupi efek bahan bakar alternatif dan memberikan kesimpulan yang
keliru
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 95
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
Bypass kiln dapat menghasilkan masalah emisi pada SO2 dan bahan mudah menguap seperti Hg
dan HCl.
Logam berat dari bahan bakar sekunder dapat terikat di dalam produk klinker. Dalam literatur,
ada beberapa indikasi terjadinya transfer logam berat dari bahan bakar alternatif ke klinker, yang
tentunya harus dibandingkan dengan transfer logam berat dari bahan bakar fosil (apabila tidak
menggunakan bahan bakar alternatif). Kandungan logam berat dalam klinker dapat meningkat
atau menurun setelah substitusi bahan bakar, bergantung pada kandungan logam berat dalam
bahan bakar. Misalnya, pengayaan kadmium klinker sangat tergantung pada bahan bakar sekunder.
Sebaliknya, arsenik terutama terdapat dalam batubara dan akan ditransfer ke dalam produk klinker.
Skema umum dari asal logam berat dapat diamati di Pusat Penelitian Karlsruhe (2003).
Kemungkinan transfer logam berat ke lingkungan selama penggunaan (peluruhan) atau selama daur
ulang/penggunaan kembali residual beton telah diteliti. Beberapa hasil eksperimen menunjukkan
kemungkinan tersebut
Kemungkinan kecil
transfer karena
logam fenomena
berat kristalisasi
ke lingkungan selama selama persiapan
penggunaan betonatau
(peluruhan) danselama semen
agingdaur
dan pHulang/penggunaan
lingkungan mikro. Dengan demikian, transfer logam berat dari bahan bakar
kembali residual beton telah diteliti. Beberapa hasil eksperimen menunjukkansekunder
bukan kemungkinan
masalah utama dalam
tersebut kecilpenggunaan bahan
karena fenomena bakar alternatif
kristalisasi di pabrik
selama persiapan semen.
beton dan aging semen dan
pH lingkungan mikro. Dengan demikian, transfer logam berat dari bahan bakar sekunder bukan masalah
Aspek utama
penting terakhir
dalam dari bahan
penggunaan substitusi bahan bakar
bakar alternatif sekunder
di pabrik semen. adalah densitasnya yang rendah
dibandingkan dengan
Aspek penting densitas
terakhir dari bahan
substitusibakar
bahankonvensional.
bakar sekunderDengan memperhitungkan
adalah densitasnya yang rendahbiaya
transportasi dan penyimpanan,
dibandingkan dengan densitasbiaya
bahanbahan bakar sekunder
bakar konvensional. permemperhitungkan
Dengan satuan panas lebihbiayabesar daripada
transportasi
biaya batubara.
dan penyimpanan, biaya bahan bakar sekunder per satuan panas lebih besar daripada biaya batubara.
Bahan baku
(g LB/j)
Bahan bakar
(g LB/j)
Emisi E
(g LB/j)
Klinker (g LB/j)
Gambar 5.4 Transfer
Gambar Logam
5.4 Transfer Berat
Logam pada
Berat Kasus
pada Co-combustion
kasus co-combustiondidiKiln Semen
kiln semen
Koefisien transfer
Koefisien logam
transfer berat
logam ditunjukkan
berat padaTabel
ditunjukkan pada Tabel 5.7.
5.7.
Tabel 5.7 Koefisien Transfer Logam Berat
Tabel 5.7 Koefisien Transfer Logam Berat
Koefisien transfer NRW 1a) VDZ 1b) Holcim 2) JW 3)
Koefisien transfer NRW 1a) VDZ 1b) Holcim 2) JW 3)
Kadmium Cd 0,01 – 0,1 < 0,01 – 0,2 < 2,1 < 4,5 2
Kadmium Cd 0,01 – 0,1 < 0,01 – 0,2 < 2,1 < 4,5 2
Timbal Pb 0,00 – 0,05 < 0,01 – 0,05 0,063 0,015 0,10
Timbal Talium Pb Tl 0,00 –0,10,05
– 0,03 < 0,01 – 0,05
< 0,01 –1 0,063< 22,8 0,015
< 5,1 <0,10
1 *)
Talium Merkurium Tl Hg 0,1 – 0,03
40 – 60 < 0,01 – 1 < 22,8
> 7,7 < 5,1
> 23,4 <30
1 *)
Merkurium
AntimoniumHg Sb 40 – 600,01 – 0,03 < 0,01 – 0,05 > 7,7 > 0,013 >>23,4
0,005 30
0,01
Arsenik Sb As
Antimonium 0,01 –0,01
0,03– 0,03 < 0,01
< 0,01 – 0,02 > 0,013
– 0,05 0,011 > 0,011
0,005 0,01
Arsenik Mangan As Mn 0,01 – 0,03 < 0,001
< 0,01 – 0,01 0,011
– 0,02 0,0078 0,0078
0,011 0,05
0,01
Mangan Kobalt Mn Co ~ 0,05 < 0,001 – 0,01 0,0047
0,0078 0,0047
0,0078 0,05
0,05
Tembaga Cu ~ 0,02 < 0,01 – 0,05 0,0028 0,0028 0,05
Kobalt Co ~ 0,05 0,0047 0,0047 0,05
Kromium Cr 0,001 – 0,01 < 0,01 – 0,05 0,0055 0,0080 0,05
Tembaga Cu ~ 0,02 < 0,01 – 0,05 0,0028 0,0028 0,05
Nikel Ni 0,002 – 0,01 < 0,01 – 0,05 0,0046 0,0009 0,05
Kromium Cr 0,001 – 0,01 < 0,01 – 0,05 0,0055 0,0080 0,05
Vanadium V 0,00 – 0,01 < 0,01 – 0,05 0,0073 0,0057 0,05
Nikel Timah Ni Sn 0,002 – 0,01
0,03 < 0,01 – 0,05 0,0046
> 0,013 0,0009
> 0,005 0,05
0,05
Zink Zn 0,04 – 0,05 0,015 0,0052 0,010
Berilium Be 0,001 – 0,01 0,026 0,015 0,010
96 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Molibdenum Mo 0,016 0,014 0,010
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
Hal penting untuk digaris-bawahi bahwa faktor transfer dapat berubah sesuai dengan komposisi
bahan bakar (misalnya, yang membentuk senyawa dengan merkuri), dengan kehadiran halogen
(misalnya, Pb, Ag, Ni jauh lebih mudah menguap sebagai klorida), dan kondisi reduksi atau oksidasi.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi faktor transfer adalah sistem dedusting dari kiln, biasanya
electrostatic precipitator (EP), yang dapat menghilangkan sebagian dari logam yang berada dalam
bentuk partikel pada suhu gas buang. Debu yang dipisahkan umumnya disirkulasi ke bahan baku
sehingga dapat terjadi siklus internal logam berat.
Jika EP diganti oleh bag filter dengan efisiensi pemisahan yang lebih tinggi, faktor transfer dapat
berubah karena konsentrasi logam berat yang disirkulasi ke sistem meningkat. Akibatnya, tekanan
uap logam berat di gas buang juga dapat meningkat. Hal ini dapat menyebabkan keseimbangan
padat/gas yang berbeda, dengan titik didih yang berbeda dan transfer dari logam berat yang berbeda
terhadap klinker atau emisi.
Langkah utama:
Mengurangi suhu di cerobong untuk menangkap lebih banyak logam berat dari debu
Mengoptimalkan efisiensi peralatan dedusting (pelonjakan [peak] konsentrasi CO, konsentrasi
debu)
Mengeluarkan debu untuk menurunkan konsentrasi debu pada siklus luar.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 97
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
Dioksin, furan, atau prekursor lain yang mungkin hadir dalam bahan baku konvensional atau
limbah yang digunakan sebagai bahan baku alternatif, sebagian dipanaskan pada pemanasan awal.
Input klorin dengan adanya bahan organik dapat berpotensi menyebabkan pembentukan PCDD
dan PCDF dalam proses pembakaran. PCDD/PCDF dapat dibentuk oleh mekanisme sintesis ‘de
novo’ di dalam atau setelah pemanas awal dan di perangkat pengendalian polusi udara jika klorin
dan prekursor hidrokarbon tersedia dalam jumlah yang cukup pada kisaran suhu 200° C sampai
450°C.
Temperatur gas buang berada di bawah temperatur yang dibutuhkan untuk sintesis ‘de-novo’
sebelum mereka melewati ESPs dan memasuki cerobong, tempat pemantauan dilakukan.
Kekhawatiran juga timbul atas emisi yang dihasilkan selama waktu start up dan shutdown. Dalam
hal ini, Badan Lingkungan Hidup AS meyakinkan bahwa emisi ini tidak terkait dengan penggunaan
bahan bakar alternatif, karena industri semen dilarang membakar bahan bakar alternatif selama
periode start up dan shut down, namun konsentrasi dioksin pada umumnya lebih rendah dari 0,1
ng/Nm3, sedangkan konsentrasi PCB dapat mencapai seribu kalinya. Dengan begitu, PCDD/PCDF
merupakan sumber penting dari prekursor yang dapat menghasilkan polutan mikro apabila kondisi
kinetik di atas tercapai.
Data PCDD/PCDF yang disajikan oleh Karstensen (2006b) ditunjukkan sebagai berikut:
1)
Kebanyakan kiln semen mencapai tingkat emisi 0,1 ng TEQ/Nm3 bila langkah-langkah utama
diterapkan;
2)
Co-processing limbah yang diumpankan ke burner utama, inlet kiln atau pre-kalsiner tidak
memperlihatkan pengaruh atau perubahan emisi POPs;
3)
Data di kiln pemanas awal dan pre-kalsiner semen di negara berkembang menunjukkan tingkat
emisi lebih rendah dari 0,1 ng TEQ/Nm3.
Dalam proses semen, reaksi heterogen merupakan pendorong utama, apabila api pembakaran
memiliki cukup oksigen. Karena reaksi kompleks untuk membentuk dioksin, waktu tinggal ~ 10
detik diperlukan untuk membentuk jumlah yang signifikan. Namun perlu dicatat bahwa pada suhu
gas di bawah dari 400oC, setiap kontak antara Cl dan senyawa cincin dapat mulai menghasilkan
dioksin.
Emisi tipikal dari kiln semen sekitar < 0,1 sampai dengan 10 ng TEQ/Nm3 pada 10% O2 kering.
Sekarang kebanyakan pabrik memiliki emisi < 0,1, karena mekanisme pengendalian emisi telah
banyak diimplementasikan. Suhu api dan kalsiner cukup tinggi untuk menghancurkan ikatan
organik terkuat, tetapi perlu dipastikan bahwa mereka tidak bergabung kembali dengan kadar O2>
2%.
98 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF
Sebuah laporan dari Holcim Grup, yang mengoperasikan kiln semen di seluruh dunia, memberikan
nilai PCDD/PCDF rata-rata 0,041 ng TEQ/Nm3 (71 kiln) dan 0.030 TEQ ng/Nm3 (82 kiln) masing-
masing pada tahun 2001 dan 2002. 120 dari pengukuran ini berasal dari negara-negara Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD), dengan nilai rata-rata 0,0307 TEQ ng/Nm3;
nilai minimum dan maksimum terukur masing-masing adalah 0,0001 dan 0,292 TEQ ng/Nm3,
dengan sembilan kiln basah berada di atas 0,1 TEQ ng/Nm3. Untuk 29 pengukuran dari negara-
negara non-OECD, nilai rata-rata adalah 0,0146 ng TEQ/Nm3; nilai minimum dan maksimum yang
diukur adalah 0,0002 dan 0,074 TEQ ng/Nm3 masing-masing, tanpa pengukuran berada di atas 0,1
TEQ ng/Nm3.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, beberapa masalah bisa timbul untuk kiln semen bila
menggunakan bahan baku sekunder yang mengandung polutan mikro atau prekursor (PCB, PAH).
Dalam hal ini, pemanas awal dari kiln memberikan suhu dan waktu tinggal yang sesuai untuk
penguapan dioksin dan kloro-aromatik, serta sintesis de novo dari bahan organik yang terkandung
dalam umpan.
Dalam sistem insinerasi, pembakaran 1 kg dari RDF menghasilkan 5 Nm3 asap dengan konsentrasi
PCDD/F yang lebih rendah dari 0,1 ng/Nm3, emisi spesifik 0,5 ng PCDD/F/kg RDF. Di sisi lain,
mempertimbangkan tingkat substitusi 20% dari bahan yang mudah terbakar oleh limbah dalam
kiln semen, 30 g RDF menghasilkan emisi 3 Nm3 asap dengan konsentrasi PCDD/F di bawah 0,1 ng/
Nm3, emisi spesifik 10 ng PCDD/F/kg RDF. Tentu saja tidak semua dioksin berasal dari RDF. Namun,
jika hal tersebut dianggap benar, maka kapasitas pembentukan PCDD/F spesifik dari sistem co-
processing di kiln semen tentunya lebih besar. Karena batas dari Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) adalah 0,1 ng teq/Nm3, kiln semen biasanya dapat memenuhi batas tersebut.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 99
REFERENSI
1. Battelle. 2002. Toward a Sustainable Cement Industry.
2. Cembureau. 2009. Guidelines for Co-Processing Fuels and Raw Materials in Cement
3. Cembureau. 1999. Environmental Benefits of Using Alternative Fuels in Cement Production.
4. EEIPPCB. 2009. Available Techniques Reference Document for the Production of Cement, Lime and
Magnesium Oxide. Available http://eippcb.jrc.ec.europa
5. Gendebien et al. 2003. Use of waste derived fuels in cement industry: a review.
6. G. Genon a, E. Brizio. 2007. Perspectives and limits for cement kilns as a destination for RDF. Available
online at www.sciencedirect.com
7. Holcim (Schweiz) AG. 2006. Guidelines on Co-processing Waste Materials in Cement Production:
The GTZ-Holcim Public Private Partnership. Contributor, Holcim (Schweiz) AG. Publisher, Dt. Ges für
Technische Zusammenarbeit (GTZ), 2006
8. IEA.1999.CO2 emissions from fuel combustion
9. IPCC,1996. Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories.
11. Karlsruhe. 2003. Heavy metals in cement and concrete resulting from the co inceneration of wastes
in cement kilns with regard to the legitimacy of waste utilisation, In der Helmholtz-Gemeinschaft.
Wissenschaftliche Berichte. Forschungszentrum Karlsruhe GmbH. FZKA 6923.
12. Karstensen. 2008a. Technical Guidelines on Co-processing of Hazardous Waste in Cement Industry.
13. Lawrence. 2009. Biosolids Treatment Process, Shammas dan Wang, Technology & Engineering.
14. Nakajima and Matsuyuki. 1981. Use of waste derived fuels in cement industry, a review.
15. The European IPPC Bureau. 2010. Guidelines for Emissions Monitoring and Reporting in the Cement ,
Emission Standard BAT reference documents (BREF).
16. UNEP. 2011.Technical guidelines on the environmentally sound co-processing of hazardous wastes in
cement kilns.
17. W, Kurdowski. 1983. ‘Cement burning technologies’ in ‘Advances in Cement Technology’, Ed. S.N.
Ghosh, Pergamon Press, Oxford, pp. 115-176. 1 1 . A.K. Chatterjee, (1983). ‘Role of volatiles in cement
manufacture’ in ‘Advances in cement technology’ Ed. S.N. Ghosh, Pergamon Press, Oxford, 1983. pp.
203-263.
18. World Business Council for Sustainable Development. 2004. Cement Sustainability Initiative,
Formation and Release of POP’s in the Cement Industry.
100 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Diimplementasikan oleh: