Anda di halaman 1dari 104

PEDOMAN

SPESIFIKASI TEKNIS
REFUSE DERIVED FUEL (RDF)
SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKAR
DI INDUSTRI SEMEN

Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup


Badan Penelitian dan Pengembangan Industri

2017
Pedoman Spesifikasi Teknis Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar
di Industri Semen

Penanggung Jawab:
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian Perindustrian

Pengarah:
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup,
Kementerian Perindustrian

Tim Penulis:
Asosiasi Semen Indonesia dan Industri Semen
Lusy Widowati
Ery Indrawan
Gusti Bagus Trisnawanditya
Mariati Abdulkadir

Didukung oleh:
PAKLIM Program Advis Kebijakan untuk Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH

Jakarta, 2017
Apresiasi dan ucapan terima kasih diberikan kepada proyek ADMIRE Cement NAMA
“Reducing CO2 and closing the Waste Gap; Encouraging Waste-to-Energy in the Indonesian Cement
Sector”, kerjasama antara Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dan UNEP DTU Partnership,
yang didukung oleh Pemerintah Denmark. Proyek ini telah melaksanakan kajian
“RDF Handling Technology in Cement Plant and RDF Standard Criteria”.
SAMBUTAN
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Kementerian Perindustrian
Sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi nasional, sektor industri telah mampu memberikan
kontribusi signifikan dalam peningkatan nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, serta mampu
memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan daya saing nasional. Pengembangan sektor
industri memerlukan strategi yang tepat agar mampu mengantisipasi perubahan yang sangat cepat
salah satunya karena pengembangan teknologi. Arah dan strategi pengembangan industri di Indonesia
telah disusun dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035, yang salah satu
tujuannya adalah mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing dan maju, serta industri hijau.
Melalui rencana induk ini diharapkan industri dapat berkembang secara sistematis dan terencana, dalam
menghadapi sejumlah dinamika seperti kelangkaan energi serta mampu meningkatkan kepedulian
terhadap lingkungan demi menjamin keberlanjutan sektor industri di masa depan.

Peningkatan produksi semen di Indonesia yang berdampak pada peningkatan kebutuhan energi,
menjadikan industri semen sebagai salah satu industri yang didorong untuk melakukan efisiensi dan
diversifikasi energi. Salah satu upaya diversifikasi energi adalah pemanfaatan sampah domestik atau
limbah padat industri sebagai alternatif bahan bakar atau Refuse Derived Fuel (RDF). Melalui upaya
ini, industri semen dapat mengambil peran penting dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia
khususnya dalam mengatasi kelangkaan energi bagi industri dan menjadi alternatif solusi dalam
pengolahan sampah.

Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian menyusun Spesifikasi Teknis Refuse Derived Fuel (RDF)
Sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen. Dokumen ini diharapkan dapat menjadi salah satu
acuan bersama bagi industri semen maupun pemangku kepentingan lainnya dalam pemanfaatan RDF
sebagai bahan bakar alternatif.

Akhir kata, semoga dokumen ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan penggunaan sumber daya
terbarukan dan pengembangan teknologi yang ramah lingkungan untuk menjamin keberlanjutan
industri di masa yang akan datang.

Jakarta, Desember 2017


Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri

Ngakan Timur Antara

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 3
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan
Lingkungan Hidup – Kementerian Perindustrian
Pengembangan industri yang berkelanjutan saat ini menjadi fokus perhatian Pemerintah Indonesia.
Pembangunan industri tentunya menghasilkan peningkatan kebutuhan sumber daya seperti air dan
energi. Eksplorasi sumber daya yang tidak memperhatikan aspek lingkungan tentunya menghasilkan
sejumlah dampak antara lain penurunan daya dukung lingkungan, degradasi lingkungan, dan hilangnya
keanekaragaman hayati. Melihat keterkaitan ini, pengembangan industri hendaknya bukan hanya
mengedepankan aspek ekonomi, namun juga sosial dan lingkungan.

Pemerintah Indonesia melalui Undang-undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian mendorong
perkembangan Industri Hijau, yaitu industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya
efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan
pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi
masyarakat.

Industri semen adalah salah satu sub-sektor industri yang dipandang siap menerapkan konsep Industri
Hijau. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah dengan implementasi teknologi Refuse Derived
Fuel (RDF). Melalui teknologi ini, industri semen dapat memanfaatkan kandungan energi dari sampah
domestik dan limbah padat industri, mendukung upaya konservasi sumber daya alam dari bahan bakar
fosil, mengurangi emisi C02, serta berkontribusi dalam pengolahan sampah domestik.

Agar dapat dimanfaatkan secara optimal, RDF hendaknya memiliki spesifikasi yang memenuhi standar
bahan bakar industri semen. Untuk memberikan gambaran spesifikasi yang diharapkan, Kementerian
Perindustrian menyusun Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar
di Industri Semen. Selain spesifikasi RDF, dokumen ini juga menjelaskan tata cara pengolahan sampah
menjadi RDF serta pengelolaan RDF di industri semen. Diharapkan dengan adanya spesifikasi teknis ini,
industri semen lebih terdorong untuk mengembangkan RDF sebagai salah satu alternatif bahan bakar
yang ramah lingkungan.

Jakarta, Desember 2017


Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup

Teddy Caster Sianturi

4 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
KATA PENGANTAR
Ketua Asosiasi Semen Indonesia
Era persaingan industri semen saat ini telah bergeser dari tingkat nasional ke tingkat global. Bukan hanya
industri semen nasional yang terus tumbuh, saat ini pasar semen nasional juga diwarnai oleh industri
semen asing. Peningkatan pasokan semen yang tidak diimbangi dengan peningkatan permintaan pasar
membuat kondisi persaingan menjadi semakin ketat. Industri semen dituntut untuk terus berinovasi
guna meningkatkan keunggulan kompetitif utamanya dalam hal kualitas dan efisiensi biaya khususnya
untuk meningkatkan ekspor dalam menghadapi ketatnya persaingan di tingkat regional maupun
internasional.

Keunggulan kompetitif antara lain dapat tercapai melalui efisiensi produksi, diversifikasi sumber daya,
dan inovasi teknologi untuk mendukung keberlanjutan lingkungan. Salah satunya adalah dengan
pemanfaatan Refuse Derived Fuel (RDF), yang dapat membantu industri semen dalam mengurangi
ketergantungan kepada bahan bakar fosil dan secara tidak langsung dapat menurunkan biaya produksi.
Selain itu, pemanfaatan RDF dipandang dapat menjadi alternatif pengolahan sampah domestik.

Pengolahan sampah domestik sebagai bahan baku RDF untuk industri semen harus dilakukan dengan
tepat agar dapat diperoleh RDF dengan spesifikasi yang sesuai dengan kriteria sistem produksi industri
semen. Dengan tujuan inilah, dokumen Spesifikasi Teknis RDF sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri
Semen disusun. Spesifikasi teknis ini diharapkan dapat memberi kemudahan bagi para pelaku usaha
terkait untuk menetapkan standar-standar yang akan digunakan dalam menjalankan bisnis RDF. Lebih
lanjut, spesifikasi teknis ini diharapkan menjadi pendorong peningkatan daya saing industri semen
nasional.

Jakarta, Desember 2017


Ketua Asosiasi Semen Indonesia

Widodo Santoso

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 5
DAFTAR ISI
SAMBUTAN
Sambutan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri –
Kementerian Perindustrian .................................................................................................................................... 3
Sambutan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau
dan Lingkungan Hidup – Kementerian Perindustrian............................................................................... 4

KATA PENGANTAR
Ketua Asosiasi Semen Indonesia............................................................................................................................ 5

DAFTAR ISI..................................................................................................................................................................... 7
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................................................... 10
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................................................. 11

1 PENDAHULUAN.................................................................................................................................. 13
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................................... 15
1.2 Tujuan Pedoman Teknis.................................................................................................................................. 15
1.3 Ruang Lingkup..................................................................................................................................................... 15
1.4 Definisi Umum..................................................................................................................................................... 15
1.5 Industri Semen di Indonesia......................................................................................................................... 17
1.6 Co-Processing RDF dalam Produksi Semen............................................................................................ 19
1.7 Pemanfaatan RDF sebagai Bahan Bakar Alternatif di Kiln Semen............................................. 20
1.8 Potensi Penggunaan RDF di Indonesia.................................................................................................... 21

2 PROSES PRODUKSI RDF........................................................................................................... 23


2.1 Umum ...................................................................................................................................................................... 25
2.2 Proses Produksi RDF......................................................................................................................................... 25
2.2.1 Penyiapan Sampah sebagai Proses Pengolahan Awal Sampah..................................... 27
2.2.2 Pemisahan Sampah............................................................................................................................ 29
2.2.3 Pengolahan Biologi............................................................................................................................. 32
2.3 Desain dan Konstruksi Instalasi MBT....................................................................................................... 37
2.3.1 Desain dan Konstruksi Umum dari Instalasi MBT.............................................................. 37
2.3.2 Prosedur Penerimaan dan Karakterisasi Sampah dalam Fasilitas MBT................... 39
2.3.3 Pencemaran Air.................................................................................................................................... 39
2.3.4 Emisi ke Udara...................................................................................................................................... 41

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 7
3 ASPEK TEKNIS CO-PROCESSING RDF DI KILN SEMEN...................... 43
3.1 Sudut Pandang Teknologi.............................................................................................................................. 45
3.1.1 Persyaratan Umum untuk Kiln Pemanfaat RDF.................................................................. 47
3.1.2 Tantangan Teknis dalam Rangka Meningkatkan Tingkat Subtitusi.......................... 50
3.2 Standar Kualitas RDF........................................................................................................................................ 52
3.3 Emisi Udara............................................................................................................................................................ 55
3.4 Pemantauan Emisi............................................................................................................................................. 55
3.5 Aspek Kesehatan dan Keselamatan (UNEP, 2011)............................................................................... 56
3.6 Pengendalian Produk Akhir.......................................................................................................................... 57

4 PEDOMAN OPERASIONAL KILN SEMEN


PEMANFAAT RDF DI INDONESIA................................................................................. 61
4.1 Kriteria RDF untuk Pabrik Semen di Indonesia................................................................................... 63
4.2 Pra-Penerimaan................................................................................................................................................... 64
4.2.1 Penerimaan di Pabrik........................................................................................................................ 64
4.2.2 Pengendalian Mutu dan Jaminan Mutu................................................................................... 64
4.2.3 Kedatangan............................................................................................................................................. 65
4.2.4 Inspeksi..................................................................................................................................................... 66
4.2.5 RDF Tidak Memenuhi Syarat........................................................................................................ 67
4.3 Penyimpanan dan Penanganan RDF........................................................................................................ 67
4.3.1 Pertimbangan Desain........................................................................................................................ 69
4.3.2 Pertimbangan Operasional............................................................................................................. 70
4.4 Pre-Processing RDF di Pabrik Semen........................................................................................................ 71
4.4.1 Pertimbangan Desain........................................................................................................................ 71
4.4.2 Pertimbangan Operasional............................................................................................................. 71
4.4.3 Peningkatan Homogenisasi dan Penakaran RDF................................................................ 72
4.5 Pemilihan Titik Umpan................................................................................................................................... 72
4.6 Peralatan Transportasi dan Pengumpan................................................................................................. 74
4.7 Penakaran dan Pengangkutan RDF........................................................................................................... 75
4.8 Pengendalian Operasi Kiln............................................................................................................................. 76
4.8.1 Kondisi Operasi.................................................................................................................................... 76
4.8.2 Tingkat Substitusi................................................................................................................................ 77
4.8.3 Adaptasi untuk Kompensasi Dampak Pemanfaatan RDF*)........................................... 78
4.8.4 Peningkatan Pengendalian Proses.............................................................................................. 78
4.8.5 Peningkatan Pengendalian Zat yang Bersirkulasi (K2O, Na2O, dan Cl)...................... 79
4.8.6 Peningkatan Pembersihan Pemanas Awal (Siklon Pemanas Awal)............................ 80
4.9 Emisi Udara............................................................................................................................................................ 81
4.9.1 Alat Pengendali Emisi....................................................................................................................... 82
4.9.2 Fasilitas Uji Coba.................................................................................................................................. 82

8 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
5 DAMPAK EMISI KILN YANG MENGGUNAKAN RDF................................ 85
5.1 Nitrogen oksida.................................................................................................................................................... 87
5.2 Karbon monoksida dan Karbon dioksida................................................................................................ 89
5.3 Sulfur Dioksida..................................................................................................................................................... 90
5.4 Senyawa Organik yang Mudah Menguap (VOC)................................................................................. 91
5.5 Klorin ...................................................................................................................................................................... 92
5.6 Gas Asam................................................................................................................................................................. 94
5.7 Sulfur dan Alkali.................................................................................................................................................. 95
5.8 Logam Berat........................................................................................................................................................... 95
5.9 Polychlorinated dibenzo-p-dioxins dan Polychlorinated dibenzofurans.............................. 97

REFERENSI......................................................................................................................................................... 100

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 9
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Prinsip Umum Co-processing Limbah di Kiln Semen.................................................................. 19
Tabel 2.1 Pilihan Teknologi untuk Menyiapkan Sampah.............................................................................. 28
Tabel 2.2 Pilihan Teknologi Pemisahan Sampah............................................................................................... 30
Tabel 2.3 Perbandingan Teknologi Pemisahan Fraksi Organik.................................................................. 30
Tabel 2.4 Perbandingan Separator Magnetik....................................................................................................... 32
Tabel 2.5 Pilihan Pengolahan Secara Biologi........................................................................................................ 32
Tabel 2.6 Variasi Bio Drying.......................................................................................................................................... 33
Tabel 2.7 Konstruksi dan Desain dari Instalasi Teknik MBT........................................................................ 37
Tabel 2.8 Penerimaan Sampah dan Karakterisasi.............................................................................................. 39
Tabel 2.9 Teknik untuk Mengurangi atau Mencegah Pencemaran Air................................................... 39
Tabel 2.10 Teknik untuk Mengurangi atau Mencegah Emisi ke Udara..................................................... 41
Tabel 3.1 Suhu dan Waktu Tinggal selama di Pabrik Semen........................................................................ 45
Tabel 3.2 Persyaratan untuk Kiln Baru yang Menggunakan RDF atau Limbah Lainnya................ 49
Tabel 3.3 Klasifikasi SRF yang Digunakan pada Co-incineration
di Sektor Industri yang Berbeda............................................................................................................. 53
Tabel 3.4 Klasifikasi SRF Sesuai dengan EN 15359:2011................................................................................. 54
Tabel 4.1 Karakteristik RDF berdasarkan Kriteria yang Diterima Perusahaan Semen
di Indonesia...................................................................................................................................................... 63
Tabel 4.2 Contoh Checklist untuk Analisis RDF *).............................................................................................. 66
Tabel 4.3 Poin Penting dalam Menangani RDF di Pabrik Semen............................................................... 68
Tabel 4.4 Laju Substitusi Maksimum........................................................................................................................ 77
Tabel 4.5 Indikator Proses.............................................................................................................................................. 78
Tabel 4.6 Contoh Kontrol Proses yang Lebih Maju........................................................................................... 79
Tabel 4.7 Baku Mutu Emisi Udara pada Pabrik Semen yang Menggunakan RDF sebagai
Bahan Bakar dalam Kegiatannya (Permen KLHK no 19 tahun 2017)................................... 82
Tabel 4.8 Pengawasan Kontinu pada Emisi yang diperlukan Kiln Semen Pengguna RDF
di Pabrik Semen.............................................................................................................................................. 83
Tabel 5.1 Karakteristik Sampah yang Digunakan sebagai Bahan Bakar Alternatif............................ 90
Tabel 5.2 Pencapaian Penurunan Emisi CO2 dengan Pemanfaatan 1200 Ton Sampah
Per Hari sebagai Bahan Bakar Alternatif Di Kiln Semen............................................................ 90
Tabel 5.3 Emisi CO2 dari SRF pada Tahap Penyiapan dan Pembakaran.................................................. 90
Tabel 5.4 Pembentukan Senyawa Organik di Kiln*)......................................................................................... 92
Tabel 5.5 Contoh Kandungan Rata-rata dan Rentang Klorin...................................................................... 93
Tabel 5.6 Total Input Klorin berdasarkan Klinker............................................................................................. 94
Tabel 5.7 Koefisien Transfer Logam Berat............................................................................................................. 96

10 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Proyeksi Kapasitas Produksi dan Permintaan Semen............................................................... 17
Gambar 1.2 Lokasi Pabrik Semen.................................................................................................................................. 18
Gambar 1.3 Pengaruh Pemanfaatan Sampah terhadap Emisi CO2............................................................... 19
Gambar 2.1 Rute RDF ke Pabrik Semen..................................................................................................................... 25
Gambar 2.2 Tahapan Pengolahan Sampah dengan Teknologi MBT........................................................... 26
Gambar 2.3 Contoh Tahapan Proses MBT................................................................................................................ 27
Gambar 2.4 Line Shredding untuk Penyiapan Sampah....................................................................................... 29
Gambar 2.5 Contoh Peralatan pada Tahap Pemisahan...................................................................................... 31
Gambar 2.6 Pengolahan Biologis Metode Natural-draft (Convecting) Windrow,
Contoh Dekomposisi Aerobik Ekstensif.......................................................................................... 34
Gambar 2.7 Pengolahan Biologis Metode Open Windrow................................................................................ 34
Gambar 2.8 Sistem In-Vessel............................................................................................................................................ 35
Gambar 2.9 Sistem Bio Drying dengan Menggunakan Membran Semi-permeabel............................ 35
Gambar 2.10 Contoh RDF................................................................................................................................................... 36
Gambar 2.11 Compost Like Output (CLO)..................................................................................................................... 37
Gambar 3.1 Bahan Bakar Konvensional dan Alternatif..................................................................................... 46
Gambar 3.2 Diameter vs kapasitas Kiln untuk Kiln Standar dan Kiln
dengan Bahan Bakar Alternatif............................................................................................................ 48
Gambar 3.3 Fine milling RDF di Burglengenfeld..................................................................................................... 51
Gambar 3.4 SRF untuk Industri Semen...................................................................................................................... 53
Gambar 4.1 Prosedur Pra-penerimaan....................................................................................................................... 64
Gambar 4.2 Diagram Alir Penanganan Bahan Bakar Alternatif Padat
yang Umum Diterapkan di Pabrik Semen...................................................................................... 68
Gambar 4.3 Contoh Penanganan RDF – Penyimpanan dan Ekstraksi....................................................... 69
Gambar 4.4 Contoh Penyimpanan dan Ekstraksi untuk Fine RDF.............................................................. 69
Gambar 4.5 Contoh Penyimpanan dan Ekstraksi untuk Coarse RDF......................................................... 69
Gambar 4.6 Contoh Sistem Penerimaan, Penyimpanan dan Penimbangan RDF
Menuju Kalsiner........................................................................................................................................... 71
Gambar 4.7 Beberapa Kemungkinan Titik Umpan RDF.................................................................................... 73
Gambar 4.8 Karakteristik RDF yang Diinjeksi ke Kiln Semen......................................................................... 74
Gambar 4.9 Contoh Transportasi dan Pengumpanan ke Pre-kalsiner atau
Pembakaran Sekunder.............................................................................................................................. 75
Gambar 4.10 Contoh Transportasi dan Pengumpanan ke Pembakaran Utama....................................... 75
Gambar 4.11 Contoh Sistem Penakaran RDF............................................................................................................ 75
Gambar 4.12 Aplikasi pada Air Blasters di Preheater Cyclone............................................................................. 81
Gambar 4.13 Peralatan CEM.............................................................................................................................................. 83

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 11
Gambar 5.1 Pembentukan SOx di Sistem Kiln........................................................................................................ 91
Gambar 5.2 Pembentukan SOx di Sistem Kiln........................................................................................................ 92
Gambar 5.3 Siklus Klorin - Kiln Pemanas Awal tanpa Bypass........................................................................ 93
Gambar 5.4 Transfer Logam Berat pada Kasus Co-combustion di Kiln Semen...................................... 96

12 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
1
PENDAHULUAN
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan industri yang pesat di Indonesia berdampak
pada peningkatan jumlah sampah domestik dan limbah industri. Salah satu masalah pengelolaan
sampah saat ini di Indonesia adalah menemukan solusi yang tepat antara menciptakan lingkungan
hidup yang sehat, membatasi kontaminasi terhadap air, udara dan tanah, dan memaksimalkan
penggunaan kembali bahan melalui proses daur ulang bahan. Pada saat ini pilihan metode yang
sesuai untuk pengelolaan sampah di Indonesia masih terbatas.

Di sisi lain, dengan meningkatnya produksi semen di Indonesia, mencari sumber alternatif sebagai
bahan bakar merupakan kebutuhan yang tidak terelakkan bagi industri semen. Industri semen dapat
mengambil peran penting dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia dengan menggunakan
sampah domestik dan limbah industri sebagai bahan bakar alternatif.

Berbagai manfaat bisa diperoleh melalui penggunaan sampah domestik dan limbah industri
dalam proses produksi semen pemanfaatan kandungan energi dari sampah domestik dan limbah
industri, konservasi sumber daya alam yang berasal dari bahan bakar fosil, pengurangan emisi CO2,
pengurangan biaya produksi, dan penggunaan teknologi untuk mengolah limbah (Battelle, 2002;
WBCSD, 2005).

Oleh karena itu, pengelolaan sampah domestik dan limbah industri yang efektif menjadi penting
bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia pada umumnya dan industri semen khususnya.

1.2 Tujuan Pedoman Teknis


Tujuan dari Pedoman teknis RDF untuk pabrik semen adalah agar terdapat bahan acuan bagi
pengelola sampah maupun produsen RDF mengenai tata cara dan persyaratan pengolahan sampah
menjadi RDF agar dapat diterima di pabrik semen, tanpa mengganggu proses produksi semen
dan tanpa mengurangi kualitas produk semen. Selain itu Pedoman teknis ini berisi tata cara dan
persyaratan pemanfaatan produk RDF tersebut di pabrik semen. Pengolahan sampah menjadi RDF
dapat mengurangi sampah yang dibuang ke TPA, mengurangi emisi GRK yang timbul dari sampah,
dan memanfaatkan sampah menjadi bahan bakar alternatif di industri semen.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup pedoman ini adalah pengolahan sampah menjadi RDF beserta pemanfaatan produk
di pabrik semen yang meliputi:
• proses produksi RDF
• aspek teknis co-processing RDF di kiln semen
• pedoman operasional kiln semen pemanfaat RDF di Indonesia
• dampak emisi kiln yang menggunakan RDF.

1.4 Definisi Umum


Bahan bakar alternatif: Sampah yang memiliki nilai energi, digunakan sebagai bahan bakar di kiln
semen, untuk menggantikan sebagian bahan bakar fosil seperti batubara. Beberapa istilah lain yaitu
bahan bakar sekunder, pengganti, atau turunan sampah.

Best available techniques (BAT): Metode yang paling efektif untuk mengurangi emisi dan dampak
lingkungan secara keseluruhan.

Bypass kiln: Saluran yang terletak di antara titik umpan pada kiln dan menara pemanasan awal.
Sebagian dari gas keluaran kiln dibuang melalui saluran ini dan didinginkan dengan udara atau air
untuk mengurangi penumpukan alkali, klorida, dan sulphur pada bahan baku.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 15
Pendahuluan

Co-processing: Penggunaan sampah yang sesuai pada suatu proses produksi, yang bertujuan untuk
pemulihan energi dan/atau sumber daya lainnya, sehingga menurunkan penggunaan bahan bakar
dan/atau bahan baku konvensional karena substitusi.

Kalsinasi: Penghilangan zat selain air yang mudah menguap dan terikat secara kimiawi dengan
bantuan panas. Pada produksi semen, kalsinasi adalah dekomposisi termal dari kalsit (kalsium
karbonat) dan mineral karbonat lainnya yang menghasilkan logam oksida (terutama CaO) dan
karbon dioksida.

Kiln: Alat pemanas pada pabrik semen yang digunakan untuk memproduksi klinker. Biasanya
mengacu pada rotary kiln.

Line kiln: Bagian dari pabrik semen yang menghasilkan klinker, terdiri dari kiln, pemanas awal dan
prekalsiner (jika ada), dan peralatan pendingin klinker.

Nilai kalor: Kalor per satuan massa yang dihasilkan dari pembakaran suatu bahan tertentu. Nilai
kalor digunakan untuk menyatakan nilai energy dari suatu bahan bakar, biasanya dalam satuan
megajoule per kilogram (MJ/kg).

Nilai kalor bersih (Lower Heating Value, LHV): Nilai kalor kotor dikurangi dengan panas laten
penguapan air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen yang terkandung dalam bahan bakar.

Nilai kalor kotor (Higher Heating Value, HHV): Jumlah energi maksimum yang dapat diperoleh
dari pembakaran bahan bakar, termasuk energi yang dilepaskan pada waktu uap air yang diproduksi
dari pembakaran mengembun menjadi air.

Pemanas awal: Sebuah alat untuk memanaskan bahan baku sebelum memasuki kiln. Pada kiln
kering modern, pemanas awal pada umumnya tergabung dengan prekalsiner. Pemanas awal
menggunakan gas keluaran kiln bertemperatur tinggi sebagai sumber panasnya.

Pemulihan (recovery): Penggunaan sampah/limbah dalam suatu proses sebagai pengganti material
lainnya yang semula diperlukan untuk fungsi tertentu, atau limbah yang digunakan untuk fungsi
tersebut; baik dalam suatu pabrik ataupun sistem ekonomi yang lebih luas.

Pengolahan awal: Proses untuk mempersiapkan bahan bakar dan/atau bahan baku alternatif yang
homogen dari berbagai input sampah sebelum digunakan di dalam kiln semen. Proses pengolahan
awal ini diperlukan untuk memperoleh aliran sampah yang sesuai dengan spesifikasi teknis dan
administratif produksi semen yang dipersyaratkan agar standar lingkungan terpenuhi.

Prekalsiner: Sebuah peralatan pada line kiln, yang pada umumnya tergabung dengan pemanas
awal, tempat terjadinya reaksi kalsinasi parsial/hampir sempurna dari mineral karbonat sebelum
memasuki kiln. Sumber panas prekalsiner berbeda dengan sumber panas kiln, sehingga mengurangi
konsumsi panas dalam kiln dan dapat mengurangi panjang kiln yang dibutuhkan.

Proses kering: Teknologi proses untuk produksi semen. Pada proses kering, bahan baku memasuki
kiln semen dalam keadaan kering, setelah digiling menjadi bubuk yang disebut raw meal. Proses
ini memerlukan energi yang lebih rendah dibandingkan proses basah. Pada proses basah, air
ditambahkan pada bahan baku pada saat penggilingan sehingga membentuk bubur.
Rotary kiln: Kiln yang terbentuk dari tabung baja yang berputar dengan kondisi agak miring, dan
dilapisi oleh batu bata tahan api. Bahan baku memasuki kiln pada ujung atas dan dipanaskan dengan
api dari ujung bawah, yang juga merupakan tempat keluarnya produk klinker.

16 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pendahuluan

Sistem pyroprocess: Terdiri dari kiln beserta peralatan pendingin dan pemanas awal.

Uji coba pembakaran (trial burn): Uji emisi yang dilakukan untuk menguji penaatan standar
kinerja efisiensi penghancuran dan pembuangan (Destruction and Removal Efficiency, DRE) dan
efisiensi penghancuran (Destruction Efficiency, DE) dan peraturan batas emisi; digunakan sebagai
basis penetapan batas-batas operasi yang diperbolehkan.

Uji emisi: Pengumpulan sampel gas buang secara manual, dilanjutkan dengan analisis kimia untuk
menentukan konsentrasi polutan.

1.5 Industri Semen di Indonesia


Kapasitas produksi semen di Indonesia pada tahun 2017 adalah 107,9 juta ton. Menurut Asosiasi
Semen Indonesia (ASI), pada tahun 2016 terdapat 13 (tiga belas) perusahaan semen dengan jumlah
produksi sebesar 61,6 juta ton semen dan 51,69 juta ton klinker. Tiga perusahaan terbesar adalah
Grup Semen Indonesia, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., and PT Holcim Indonesia Tbk.

Pada tahun 2017, produksi semen nasional diperkirakan meningkat menjadi 67,27 juta ton semen
dan ditambah ekspor klinker sebesar 1,8 juta ton klinker. Beberapa produsen semen membangun
pabrik baru untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Selain itu terdapat beberapa perusahaan
Tahun baru, di antaranya
2016 PT.2018F
2017 Cemindo Gemilang,
2019F PT. Semen
2020F Jawa,2022F
2021F PT. Sinar 2023F
Tambang2024F
Lestari (Semen
2025F 2026F
Deman Bima), dan61.64Conch 66.35
Cement Indonesia.
69.67 Gambar
73.15 1.1 menunjukkan
76.81 80.65 proyeksi
84.68 kapasitas
88.92 dan permintaan
93.36 98.03 102
Kapasitassemen di Indonesia
92.25 107.9 107.9 107.9 113.9 116.9 116.9 116.9 116.9
dari tahun 2016 hingga 2026. Gambar 1.2 menunjukkan lokasi geografis pabrik 116.9 11
Production 61.64 69.07 72.52 76.15 79.96 83.96 88.15 92.56 97.19 102.05 107
Utilisasi semen di Indonesia.
67 61 65 68 67 69 72 76 80 84
Clinker 51.69 56.37 58.02 60.92 63.97 67.16 70.52 74.05 77.75 81.64 85

140.00
130.00
120.00 107.9 116.9 116.9 116.9 116.9 116.9 116.9
107.9 113.9
107.9
110.00 102.93
98.03 Mill Cap.,
100.00 92.25 93.36
Mil ton
90.00 84.68 88.92 88
80.65
80.00 76.81
73.15 84 Demand,
69.67
70.00 66.35 76 80 Mil ton
61.64 72
60.00 68 67 69
67 65
61
50.00 Utilization,
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
2016 2017 2018F 2019F 2020F 2021F 2022F 2023F 2024F 2025F 2026F

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, 2017


Gambar 1.1 Proyeksi Kapasitas Produksi dan Permintaan Semen

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 17
Pendahuluan

Sumber: Indonesia Cement Association, 2017


Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, 2017
Gambar 1.2 Lokasi Pabrik Semen
Gambar 1.2 Lokasi Pabrik Semen
Teknologi yang digunakan pada seluruh pabrik semen di Indonesia adalah proses kering dengan
pemanas awal, baik dengan atau tanpa kalsiner. Konsumsi panas pada produksi klinker di Indonesia
Teknologi yang digunakan pada seluruh pabrik semen di Indonesia adalah proses kering dengan pemanas
pada tahun 2016 berkisar di antara 3000 dan 4000 MJ/ton klinker (data dari ASI, diolah oleh
awal, baik dengan
konsultan). Beberapaatauperusahaan
tanpa kalsiner. Konsumsi
telah panas pada
menerapkan produksi klinker
co-processing bahandi bakar
Indonesia pada tahun
alternatif pada
produksi klinker yaitu hingga sekitar 10% rasio substitusi termal (data dari ASI, 2015, diolah oleh
2016 berkisar
konsultan). di antara
Bahan bakar3000 dan 4000
alternatif yang MJ/ton
umum klinker (data dari
digunakan pada ASI,pabrik
diolahsemen
oleh konsultan). Beberapa
di Indonesia adalah
perusahaan telah menerapkan co-processing bahan bakar alternatif pada produksi klinker yaitu hingga
limbah pertanian (kulit gabah, cangkang sawit, dll) dan Refuse Derived Fuel (RDF) dari sampah
domestik. Rata-rata rasio substitusi termal penggunaan bahan bakar alternatif adalah 3% (2015),
sekitarjauh
masih 10%lebih
rasio rendah
substitusidibandingkan
termal (data dari ASI, 2015,
rata-rata diolah oleh
di Eropa konsultan).
(2005), yaitu 17%. Bahan bakar alternatif yang
umum digunakan pada pabrik semen di Indonesia adalah limbah pertanian (kulit gabah, cangkang sawit,
Hambatan dalam penggunaan bahan bakar alternatif yang dihadapi oleh produsen semen di
dll) dan Refuse
Indonesia Derived Fuel
di antaranya (RDF)sistem
adalah dari sampah domestik. dan
pengumpulan Rata-rata rasio substitusi
pemilahan sampahtermal
yang penggunaan
tidak tepat,
kurangnya pabrik pengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif yang seragam, tidak adanya
bahan bakar alternatif adalah 3% (2015), masih jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata di Eropa (2005),
insentif/kebijakan pendukung manajemen pengolahan sampah di kiln semen dan kurangnya
yaitu 17%. akan teknologi dan operasi co-processing.
pengetahuan

Hambatan dalam penggunaan bahan bakar alternatif yang dihadapi oleh produsen semen di Indonesia di
18 antaranya adalah sistemSpesifikasi
pengumpulan dan pemilahan
Teknis Refused Derived Fuelsampah yangAlternatif
(RDF) sebagai tidak tepat, kurangnya
Bahan Bakar pabrik
di Industri Semen

pengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif yang seragam, tidak adanya insentif/kebijakan
Pendahuluan

1.6 Co-Processing RDF dalam Produksi Semen


Proses produksi semen merupakan proses termal yang intensif karena membutuhkan suhu tinggi
pada proses
penghasil panasklinkerisasi.
di kiln semen. Pada umumnya,
Untuk mengurangi bahan bakar fosil, terutama
ketergantungan terhadapbatubara, digunakan
bahan bakar sebagai
fosil, sebagian
bahan bakar penghasil panas di kiln semen. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan
bahan bakar fosil telah digantikan oleh bahan bakar alternatif berupa limbah dan biomassa. Proses ini
bakar fosil, sebagian bahan bakar fosil telah digantikan oleh bahan bakar alternatif berupa limbah
disebut co-processing limbah dan biomassa di kiln semen.
dan biomassa. Proses ini disebut co-processing limbah dan biomassa di kiln semen.
Beberapa manfaat co-processing limbah di industri semen adalah sebagai berikut:
Beberapa manfaat co-processing limbah di industri semen adalah sebagai berikut:
- menurunkan ketergantungan industri semen terhadap bahan bakar fosil
- - menurunkan
menurunkanketergantungan industri
emisi CO2 dan emisi semen terhadap bahan bakar fosil
polutan
- - menurunkan
berkontribusi emisi
dalamCOpenurunan
2
dan emisibiaya
polutan
produksi semen (dalam jangka panjang)
- - berkontribusi dalam
selain itu, dari penurunan biaya
sisi pengelolaan sampah produksi
akan dapatsemen (dalam jangka
mengurangi panjang)
kebutuhan lahan untuk tempat
- selainpenimbunan akhirpengelolaan
itu, dari sisi (TPA). sampah akan dapat mengurangi kebutuhan lahan untuk tempat
penimbunan akhir (TPA).
Gambar 2.1 menggambarkan pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar alternatif di pabrik semen dalam
potensi
Gambar pengurangan emisi CO2. Mengintegrasikan
2.1 menggambarkan pemanfaatan limbah kiln semen yang
sebagai bahan bakar co-processing
melakukan alternatif di dalam
pabrik
strategi
semen pengelolaan
dalam potensisampah secara keseluruhan
pengurangan emisi CO dapat menawarkan potensi
.2 Mengintegrasikan untuk mengurangi
kiln semen net emisi
yang melakukan co-
COprocessing dalam
2 dibandingkan strategi
jika sampah pengelolaan
dibakar di sampah secara
insinerator tanpakeseluruhan
pemulihandapat
energimenawarkan potensi untuk
(EA, 1999b; CEMBUREAU,
mengurangi net emisi CO
2009). Selain itu, emisi CO2 yang 2
dibandingkan jika sampah dibakar di insinerator tanpa pemulihan
berasal dari pembakaran bahan biogenik dari sampah domestik bersifat energi
(EA, 1999b;
terbarukan danCembureau, 2009). Selainglobal
mengurangi pemanasan itu, emisi
karena CO yang berasal
melengkapi
2 siklusdari pembakaran
karbon bahanbiomassa.
seperti halnya biogenik
dari sampah domestik bersifat terbarukan dan mengurangi pemanasan global karena melengkapi
siklus karbon seperti halnya biomassa.

Sumber: CEMBUREAU,2009
Sumber: Cembureau, 2009
Gambar
Gambar 1.3 1.3 Pengaruh
Pengaruh PemanfaatanSampah
Pemanfaatan Sampahterhadap
terhadap Emisi
Emisi CO
CO22
Apabila dilakukan dengan cara yang aman dan ramah lingkungan, co-processing limbah di pabrik
semen memiliki manfaat lingkungan. Oleh karena itu, telah dikembangkan prinsip-prinsip umum
Apabila dilakukanlimbah
co-processing dengan di
cara yang
kiln amanuntuk
semen dan ramah lingkungan,
menghindari co-processing
perencanaan limbah
yang di pabrik
kurang semen
tepat, yang
memiliki manfaat
dirangkum Tabel 1.1. Oleh karena itu, telah dikembangkan prinsip-prinsip umum co-processing
lingkungan.
pada
limbah di kiln semen untuk menghindari perencanaan yang kurang tepat, yang dirangkum pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Prinsip Umum Co-processing Limbah di Kiln Semen
Prinsip
Co-processing harusTabel 1.1 Prinsip
menjunjung umum
tinggi pemanfaatan limbah
hirarkico-processing limbah di kiln semen
Menghindari
Prinsip terbentuknya emisi tambahan dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Tidak mengubahharus
Co-processing kualitas dari produktinggi
menjunjung semen.
hirarki pemanfaatan limbah
Perusahaan yang terlibat dalam pelaksanaan co-processing harus memenuhi persyaratan dan dapat
dipercaya.
5
Pelaksanaan co-processing harus mempertimbangkan situasi nasional.
Sumber: GTZ/Holcim, 2006

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 19
Pendahuluan

Pembakaran bahan bakar sampah di kiln semen pada umumnya dapat memanfaatkan infrastruktur
kiln yang telah ada. Upaya ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya energi, sumber daya, dan
biaya ekonomi lainnya (Cembureau, 1999). Selain itu keuntungan co-processing sampah di kiln
dibandingkan dengan insinerator adalah sebagai berikut:

Abu dari pembakaran sampah domestik atau limbah lainnya bergabung ke dalam produk klinker
sehingga tidak dibutuhkan penangkap abu. Hal ini berbeda dengan fasilitas insinerator.

Kiln bertindak sebagai scrubber untuk oksida belerang, sehingga menghilangkan beberapa polutan
potensial dari gas buang. Efek scrubbing ini sebagian berada di dalam zona kalsinasi kiln di mana
kalsium karbonat dikonversi menjadi kalsium oksida (kapur) yang dapat bereaksi dengan sulfur
oksida membentuk kalsium sulfit dan sulfat. Efek scrubbing ini memungkinkan kiln untuk
menggunakan bahan bakar dengan kadar sulfur yang relatif tinggi.

Bahan bakar alternatif yang digunakan dalam produksi semen memiliki karakteristik yang berbeda
dibandingkan dengan bahan bakar konvensional. Peralihan dari bahan bakar konvensional menjadi
bahan bakar alternatif memberikan beberapa tantangan yang harus diatasi untuk mencapai
keberhasilan penerapannya. Beberapa tantangan utama antara lain peningkatan konsumsi panas,
operasi pre-kalsiner dan kiln menjadi kurang stabil, resiko penyumbatan di siklon pemanas awal
dan di saluran riser kiln, serta peningkatan emisi SO2, NOx, dan CO.

Dalam co-processing di kiln semen, pemanfaatan bahan bakar alternatif yang bisa digunakan berasal
dari limbah atau sampah yang diketahui komposisinya, memiliki nilai energi dan kandungan mineral
yang sesuai. Co-processing diterapkan hanya jika semua prasyarat dan persyaratan lingkungan,
kesehatan dan keselamatan, sosial, kriteria ekonomi dan operasional terpenuhi (UNEP, 2011).

1.7 Pemanfaatan RDF sebagai Bahan Bakar Alternatif di Kiln Semen


Komposisi sampah domestik sangat bervariasi di antara kota-kota di Indonesia, karena perbedaan
budaya dan tingkat pemisahan dari sumber serta pengolahan lainnya. Agar dapat digunakan di
pabrik semen, sampah diolah menjadi RDF.

Refuse derived fuel (RDF) adalah jenis bahan bakar padat alternatif yang berasal dari sampah padat
domestik (disebut juga sampah padat rumah tangga) atau limbah padat industri, yang telah melalui
proses pemilahan (manual) bahan daur ulang seperti, kaca, logam, dan bahan inert lainnya.

RDF digunakan sebagai bahan bakar alternatif dalam kiln semen umumnya disiapkan dengan cara
memotong, menyortir, dan memisahkan logam dan bahan lain yang tidak dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar untuk membuat bahan bakar padat berbentuk fluffy atau bentuk lainnya
seperti pellet dengan ukuran seragam. Nilai kalor dari RDF sekitar 2500 – 4000 kkal/kg. Tingginya
nilai kalor RDF terutama berasal dari plastik, kertas atau karton.

Sifat dari RDF bervariasi dibandingkan dengan sifat batubara, umumnya memiliki nilai kalori
dan kandungan sulfur lebih rendah, namun memiliki kandungan klorin lebih tinggi. RDF dengan
kandungan sulfur rendah lebih diinginkan karena emisi sulfur dioksida pembakaran harus
memenuhi batasan peraturan mengenai polusi udara sehingga penggunaan bahan bakar sulfur
rendah dianggap lebih menguntungkan.

Heterogenitas RDF membuat karakteristik emisinya sulit untuk digambarkan secara umum.
Literatur menyebutkan terdapat rentang yang luas sehubungan dengan emisi logam berat
potensial terkait dengan RDF; Genon dan Berzio (Genon, 2007) merangkum dari berbagai basis data,
dan menemukan dalam satu simulasi bahwa penggantian 50% laju panas batubara dengan RDF
menunjukkan emisi logam berat Cd dan Hg mengalami penurunan. Namun, simulasi berikutnya
20 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pendahuluan

menggunakan satu set karakteristik RDF yang berbeda menunjukkan bahwa emisi logam berat Cd
dan Hg justru meningkat (Genon, 2007).

Analisis dampak lingkungan yang dilakukan oleh Komisi Eropa pada umumnya menyimpulkan
bahwa penggantian bahan bakar konvensional dengan RDF di kiln semen memiliki dampak positif
secara keseluruhan, tetapi emisi tertentu (misalnya, Hg, Cd, SO2) justru meningkat (Gendebien
2003). Perlu dicatat bahwa di antara proses termal yang dipertimbangkan dalam analisis Komisi
Eropa yaitu pembangkit listrik tenaga batubara, insinerator sampah domestik, dan pabrik semen,
menunjukkan bahwa proses pembakaran di pabrik semen merupakan proses termal terbaik
(Gendebien 2003).

Selain komposisi kimia dari RDF sendiri, komposisi kimia dari abu yang dihasilkan dari pembakaran
RDF juga penting. RDF dan abu batubara memiliki kesamaan kandungan silika (SiO2) dan alumina
(Al2O3). Abu RDF umumnya mengandung sulfur (SO3) dan besi oksida (Fe2O3) lebih rendah tetapi
oksida alkali (Na2O, K2O) lebih tinggi dibandingkan dengan abu batubara.

1.8 Potensi Penggunaan RDF di Indonesia


Seperti telah dibahas pada sub-bab 1.2, kapasitas produksi semen di Indonesia akan terus meningkat
hingga lebih dari 100 juta ton/tahun di tahun 2018. Kiln semen mampu menampung RDF dalam
rasio substitusi termal yang cukup tinggi, sehingga potensi penggunaan RDF pada pabrik semen di
Indonesia pun cukup tinggi.

Pemanfaatan RDF di pabrik semen terutama berpotensi untuk dikembangkan di pulau Jawa
yang memiliki kapasitas produksi semen cukup besar; yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa, PT
Holcim Indonesia, PT Juishin, PT Semen Jawa (Siam Cement Group), PT Cemindo Gemilang, PT
Sinar Tambang Arthalestari ( Semen Bima), dan PT Semen Gresik. Selain itu penggunaan RDF juga
berpotensi dilakukan di pulau Sumatera (PT Lafarge Cement Indonesia, PT Semen Padang, dan PT
Semen Baturaja), Kalimantan dan Papua (PT Indocement Tungal Prakarsa dan PT Conch Cement
Indonesia), dan yang terakhir adalah Sulawesi (PT Semen Tonasa dan PT Semen Bosowa Maros).

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 21
2
PROSES PRODUKSI RDF
Proses Produksi RDF

2.1 Umum
Pengolahan awal sampah dibutuhkan untuk mendapatkan karakter fisik sampah yang relatif lebih
seragam sehingga dapat dimanfaatkan untuk co-processing di kiln semen. Karakter sampah ini harus
memenuhi persyaratan teknis dalam proses produksi semen dan memenuhi standar lingkungan
nasional.

Proses penyiapan sampah diperlukan untuk mengubah sifat fisik sampah, antara lain:
– distribusi ukuran partikel sampah (granulometri) dan bentuknya
– kandungan air
– kandungan benda asing
– nilai kalor
– kadar abu
– kandungan unsur renik (trace element), termasuk besi

Pada umumnya untuk laju substitusi panas yang sama terhadap bahan bakar konvensional,
dibutuhkan bahan bakar alternatif yang lebih banyak. Pengolahan awal sampah sebelum
dimanfaatkan di kiln semen merupakan langkah penting untuk mengendalikan heterogenitas
sampah, dan memungkinkan pembakaran yang lebih stabil di kiln semen. Pemilahan secara
mekanikal dianggap menjadi teknik pemrosesan yang cukup baik oleh produsen RDF di Austria,
Jerman dan Italia, sedangkan di Belanda produsen RDF menggunakan praktek pelletizing (Gendebien
2003).

Sebagian besar pengolahan awal dilakukan di fasilitas produksi RDF, yang disebut dengan proses
pengolahan awal RDF (Fasilitas 1). Proses pengolahan awal RDF meliputi pengeringan, pencacahan,
penggilingan atau pencampuran tergantung pada karakteristik asli sampah. Hal ini biasanya
dilakukan di fasilitas produksi RDF sesuai dengan tujuannya. Sistem pengeringan bertujuan
untuk meningkatkan nilai kalor RDF dengan mengurangi kadar airnya. Sebelum mencapai lokasi
pengumpanan di pabrik semen, RDF harus diangkut ke pabrik semen dengan truk. Truk memiliki
sistem pengeluaran khusus yang memungkinkan pembongkaran secara stabil dan mencegah
terbangan debu. Kegiatan ini biasanya dilakukan dalam di pabrik semen. Proses-proses ini
digambarkan pada Gambar 2.1.

Sumber: 2.1
Gambar Asosiasi
RuteSemen
RDF keIndonesia, 2017
Pabrik Semen
Gambar 2.1 Rute RDF ke Pabrik Semen
2.2Produksi
2.2 Proses Proses Produksi
RDF RDF
Ada berbagai pilihan
Ada berbagai teknologi
pilihan alternatif
teknologi alternatifyang
yang tersedia untukmengolah
tersedia untuk mengolah sampah
sampah dengan
dengan membatasi
membatasi
jumlahjumlah
residu yangyang
residu tersisa untuk
tersisa untuk pembuangan
pembuangan ke ke TPA,
TPA, sertaserta
untukuntuk menghasilkan
menghasilkan RDF dari
RDF dari sampah. sampah.
Salah
Salah satu contoh teknologi pengolahan sampah menjadi RDF adalah teknik pengolahan
satu contoh teknologi pengolahan sampah menjadi RDF adalah teknik pengolahan mekanis biologis mekanis
(Mechanical Biological Treatment, MBT). Elemen dasar dari teknologi pemisahan MBT adalah metode
mekanis/fisik dan Fuel
Spesifikasi Teknis Refused Derived pengolahan biologis
(RDF) sebagai komponen
Alternatif limbah
Bahan Bakar yang Semen
di Industri mudah terurai secara biologis 25
(biodegradable) kecuali apabila komponen tersebut ditujukan untuk daur ulang (misalnya kertas).
Beberapa keuntungan teknologi MBT untuk mengurangi sampah di TPA, sebagai berikut:
Proses Produksi RDF

biologis (Mechanical Biological Treatment, MBT). Elemen dasar dari teknologi pemisahan MBT
adalah metode mekanis/fisik dan pengolahan biologis komponen limbah yang mudah terurai
secara biologis (biodegradable) kecuali apabila komponen tersebut ditujukan untuk daur ulang
(misalnya kertas).

Beberapa keuntungan teknologi MBT untuk mengurangi sampah di TPA, sebagai berikut:
• Kontrol yang optimal terhadap emisi gas dalam sistem tertutup;
• Sumber daya yang bernilai (logam, kayu, plastik, dan kertas) dapat didaur ulang dan tidak hilang
di TPA;
• Penangkapan gas yang lebih tinggi melalui pengolahan yang intensif dan tidak ada kebocoran
dari instalasi yang terbuka atau kebocoran di TPA;
• Berkurangnya konsumsi lahan untuk TPA dan berkurangnya beban pencemaran untuk generasi
selanjutnya;
• Material di TPA lebih stabil (degradasi aerobik terkontrol lebih efektif dibandingkan proses
landfill di TPA);
• Hanya menyisakan sejumlah kecil residu (sekitar 10% dari sampah input);
• Menghasilkan bahan bakar padat dengan kalor tinggi (contoh RDF).

Tahapan proses MBT dalam pengolahan sampah diberikan dalam diagram di bawah ini:

Input sampah dan pengendalian

Sewage sludge
Persiapan mekanik
Sampah tak terurai Pemilahan kasar Penyaringan
Sampah daur ulang Pemilahan Kombinasi
Fraksi bernilai kalor tinggi Pemisahan magnetik Homogenisasi

Pengolahan biologi Fraksi inert


Dekomposisi Ferm + pasca dekomposisi
Aerobik Anaerobik/Aerobik
Cover

Penyaringan

Pembuangan ke TPA

Opsional
Sumber: GTZ, 2003 Sumber: GTZ, 2006
Gambar 2.2 Tahapan Pengolahan
Gambar 2.2 Tahapan Pengolahan Sampah dengan
Sampah Teknologi
dengan MBT MBT
Teknologi

Bahan daur ulang

Pengambilan sampah segar Pemulungan sampah Primary crusher BIodrying

Fraksi ringan
26 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Fraksi
berat
Sumber: GTZ, 2003
Gambar 2.2 Tahapan Pengolahan Sampah dengan Teknologi MBT
Proses Produksi RDF

Bahan daur ulang

Pengambilan sampah segar Pemulungan sampah Primary crusher BIodrying

Fraksi ringan

Fraksi
berat

Pencacahan akhir Pemilahan manual Air classifier Ayakan halus

Bahan daur ulang Sisa pengolahan, Material inert


dikirim ke TPA

Produk RDF
Sumber: Holcim, 2015
Sumber: Holcim, 2015
Gambar 2.3 Contoh Tahapan Proses MBT
Gambar 2.3 Contoh tahapan proses MBT
Pada umumnya, tahapan proses operasi MBT dan fungsi utamanya adalah sebagai berikut:
1.
Penerimaan dan Penyimpanan Sampah
Pada umumnya, tahapan proses
• Penerimaan sampahoperasi MBT dan fungsi utamanya adalah sebagai berikut:
• Penyimpanan sampah dengan kapasitas yang memadai
• Pencampuran sampah dan penyiapan kondisi untuk mengoptimalkan pengolahan. 10
2.
Penyiapan Sampah (Langkah Pengolahan Awal): Pengolahan secara mekanis
• Pemisahan zat pengotor
• Pemilahan bahan-bahan yang memiliki kandungan energi (nilai kalori yang tinggi) dengan
ayakan (diameter > 60-150mm / 3-6’’) atau teknologi lainnya
• Pemisahan fraksi berat
• Pemisahan bahan-bahan yang dapat didaur ulang (misalnya: logam dan plastik)
• Pencacahan dan penyeragaman (homogenisasi) komponen sampah
3.
Langkah-langkah pengolahan secara biologis:
• Penyiapan bahan organik
• Pengeringan untuk meningkatkan nilai kalor dari sampah
4.
Pengolahan sampah secara mekanik setelah pengolahan biologis (jika diperlukan langkah
pengolahan lanjutan)
• Pemilahan lanjut dengan saringan atau air classifier
• Pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan fraksi kalori lebih tinggi
5.
Penyimpanan:
• Penyimpanan hasil dari proses MBT (RDF, kompos, bahan daur ulang).

2.2.1 Penyiapan Sampah sebagai Proses Pengolahan Awal Sampah


Sampah membutuhkan persiapan sebelum pengolahan biologis atau pemilahan material.
Langkah awal penyiapan sampah yaitu dengan cara memisahkan material besar, seperti
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 27
Proses Produksi RDF

kasur, batu atau material besar lainnya, yang dapat menyebabkan masalah terhadap peralatan
pengolahan.

Teknik penyiapan sampah selanjutnya secara mekanik bertujuan untuk menyiapkan


sampah untuk tahap pemisahan berikutnya. Tujuan dari teknik ini adalah mencacah dan
menyeragamkan sampah menjadi partikel yang lebih kecil dengan ukuran yang sesuai untuk
berbagai proses pemisahan atau pengolahan biologis berikutnya, tergantung pada proses MBT
yang dipilih.

Tabel 2.1 Pilihan Teknologi untuk Menyiapkan Sampah


Spesifik Teknik Prinsip Operasi Fokus utama
A Hammer Mill Ukuran material diperkecil dengan Laju pemakaian/keausan palu,
mengayunkan palu baja. hasil butiran yang terlalu halus,
lolosnya kaca/agregat, sampah
dalam wadah bertekanan harus
dipisahkan sebelumnya
B Shredder Pisau atau kait berputar dengan Material yang besar dan
kecepatan rendah dan torsi tinggi. kuat dapat merusak secara
Gerakan tersebut akan merobek dan fisik, sampah dalam wadah
memotong sebagian besar material bertekanan harus dipisahkan
sebelumnya
C Rotating Drum Material diangkat pada sisi drum dan Penghancuran secara lembut –
kembali dijatuhkan ke bagian tengah sampah yang memiliki kadar
drum. Menggunakan gaya gravitasi untuk air tinggi bisa menyebabkan
mencampur dan menghomogenkan masalah saat operasi
sampah. Benda yang padat dan abrasif
seperti kaca atau logam akan merobek
material yang lebih lunak seperti
kertas dan menghasilkan ukuran yang
diharapkan.
D Ball Mill Drum berputar menggunakan bola-bola Laju pemakaian/keausan bola
baja yang berat untuk mengurangi ukuran baja, butiran yang terlalu halus,
sampah. dan lolosnya kaca/agregat
E Wet Rotating Sampah dibasahi, membentuk gumpalan Tingkat reduksi ukuran relatif
Drum with berat yang akan dirobek oleh pisau ketika rendah. Potensi terjadinya
Knives diputar di dalam drum. kerusakan jika material di dalam
drum berukuran besar.
F Bag Splitter Peralatan perobek digunakan untuk Bukan merupakan peralatan
memecah kantong plastik sambil pereduksi ukuran material.
memisahkan material. Potensi terjadinya kerusakan
jika material di dalam drum
keras dan berukuran besar.
Sumber: Defra, 2007

Pengolahan mekanis bertujuan untuk menyiapkan sampah untuk proses pengolahan


selanjutnya. Jenis proses yang digunakan dalam pengolahan selanjutnya (pengolahan fraksi
kalori tinggi dan pengolahan biologis) menentukan seberapa jauh pengolahan mekanis perlu
dilakukan.

2.2.1.1 Pencacahan dan homogenisasi


Pada tahap pertama dari pengolahan mekanis, sampah disiapkan untuk pengolahan
selanjutnya, dengan cara pencacahan awal hingga dicapai ukuran yang diperlukan serta
proses homogenisasi. Proses pencacahan juga digunakan untuk membuka kantong
sampah, meningkatkan luas permukaan komponen sampah, dan membantu memecah
(break down) material organik sebelum pengolahan biologis.
28 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Proses Produksi RDF

2.2.1.2 Pemisahan fraksi kasar dan halus


Pemilahan fraksi kasar tinggi kalori dan fraksi halus untuk diolah secara biologis pada
umumnya dilakukan dengan menggunakan ayakan berbentuk drum atau ayakan getar
dengan ukuran ayakan antara 40 mm dan 150 mm. Teknologi lain yang bisa digunakan
2.2.1.2 Pemisahan fraksi kasar dan halus
adalah air-classifiers dan alat pemisah balistik.
2.2.1.2
2.2.1.2 Pemisahan
2.2.1.2 Pemisahan
Pemisahan fraksi
fraksi
fraksi kasar
kasar
kasar dandan
dan halus
halus
halus
Pemilahan
2.2.1.2 fraksi kasar tinggi
Pemisahan kaloridan
fraksi kasar danhalus
fraksi halus untuk diolah secara biologis pada umumnya dilakukan
2.2.1.3 Pemisahan
dengan
Pemilahan
Pemilahan
Pemilahan
logam
menggunakan
fraksi
fraksi besitinggi
kasar
kasar
fraksi kasar
dan
ayakan
tinggi
tinggi
logam
berbentuk
kalori
kalori dan
kalori
non
dan
dan fraksi
fraksi
fraksi
besi
drum
halus atau
halus
halus untukayakan
untuk
untukdiolah getar
diolah
diolah
dengan
secara
secara
secara
ukuran
biologis
biologis pada
biologispada
ayakan
umumnya
padaumumnya
antara 40 mm
dilakukan
umumnyadilakukandilakukan
2.2.1.2
Pemilahan Pemisahan
fraksi kasarlain fraksi
tinggi kasar
kalori dan
dan halus
fraksi halus untuk diolah secara biologis pada umumnya dilakukan
dan
dengan
Logam 150
dengan
dengan mm. Teknologi
menggunakan
menggunakan
besi dipisahkan ayakan yang
ayakan bisa
berbentuk
menggunakandigunakan
berbentuk drumdrum adalah
atau
atau ayakan
pemisah air-classifiers
ayakan getar
getar dengan
magnetik dan
dengan alat
ukuran pemisah
ukuran ayakan
ayakan
(magnetic balistik.
antara
antara 4040 mm
40mm
separator),
dengan menggunakan
menggunakan ayakan berbentuk drum
ayakan berbentuk drum atau
atau ayakan getar
ayakan getar denganukuran
dengan ukuran ayakanantara
ayakan antara 40 mm
mm
dan dan
sedangkan
dan150150
150mm.mm.
Pemilahan
mm. Teknologi
fraksi
Teknologi
logam bukan
Teknologi kasar
lainlain yang
tinggi
yang
besi
lain yang bisa
kalori
bisa
bisa digunakan
dan
digunakan
diekstraksi fraksi
digunakan adalah
halus
adalah untuk
menggunakan
adalah air-classifiers
air-classifiers
diolah secara
air-classifiers dan
eddy dan
dan alat
biologis
alat
current
alat pemisah
pada
pemisah balistik.
umumnya
balistik.
separation
pemisah balistik. dilakukan
system.
2.2.1.3
dan 150 Pemisahan logam besi dan logam non besi
mm. Teknologi lain yang bisa digunakan adalah air-classifiers dan alat pemisah balistik.
dengan menggunakan ayakan berbentuk drum atau ayakan getar dengan ukuran ayakan antara 40 mm
2.2.1.3
2.2.1.3
2.2.1.3 Pemisahan
Pemisahan
Pemisahan logam
logam
logam besibesi
dan
besi dan
dan logam
logam
logam non non
non besi
besi
besiadalah air-classifiers dan alat pemisah balistik.
dan 150
2.2.1.3 mm. Teknologi
Pemisahan logam lain
besiyang
dan bisa
logam digunakan
non besi
Logam
2.2.1.4 Pengolahan besi dipisahkan
fraksi berkalori menggunakantinggi pemisah magnetik (magnetic separator), sedangkan logam bukan
Logam
Logam
besi besibesi
2.2.1.3 dipisahkan
Pemisahan
dipisahkan
diekstraksi
Logam menggunakan menggunakan
logam
menggunakan besicurrent
eddy dan pemisah
logam
pemisah nonmagnetik
besi system.
separation
magnetik (magnetic separator),
(magneticseparator),
(magnetic sedangkan
separator),sedangkan
sedangkanlogam logam bukan
logambukan
Jikabesi Logam besi
diperlukan,besi dipisahkan
dipisahkan
dapat
menggunakan
menggunakan
dilakukan
pemisah
pemisah
proses
magnetik
magnetik
tambahan (magnetic
untuk separator),
fraksi sedangkan
tinggi logam
kalori
bukan
bukan
yang
besi diekstraksi
diekstraksi
besi diekstraksi menggunakan
menggunakan
menggunakan eddy
eddy
eddy current
current
current separation
separation
separation system.
system.
system.
besi
2.2.1.4 diekstraksi
Pengolahan
Logam besi menggunakan
fraksi
dipisahkan eddy
berkalori
menggunakan current
tinggi separation
pemisah system.
magnetik
telah diperoleh (bergantung pada spesifikasi pelanggan). Proses tambahan meliputi (magnetic separator), sedangkan logam bukan
2.2.1.4
2.2.1.4
2.2.1.4besi Pengolahan
Pengolahan
diekstraksi
Pengolahan fraksi
fraksi
menggunakan
fraksi berkalori
berkalori eddy
berkalori tinggi
tinggi
current separation system.
tinggi
pencacahan
2.2.1.4 dan langkah-langkah
Pengolahan fraksi berkalori untuk menghilangkan logam dan kotoran lainnya,
tinggi
Jika diperlukan, dapat dilakukan proses tambahan untuk fraksi tinggi kalori yang telah diperoleh
seperti 2.2.1.4
batu Pengolahan
ataudapat
bahan fraksi
inert berkalori
lainnya tinggi
yang tidak mudah terbakar.
JikaJika
Jika
(bergantung
Jika
diperlukan,
diperlukan,
diperlukan, dapat
pada spesifikasi
diperlukan,
dilakukan
dapatdilakukan
dapat dilakukan proses
proses
pelanggan).
dilakukan proses
tambahan
prosestambahan
tambahan
Proses
tambahan
untuk
untuk
tambahan
untuk
fraksi
untukfraksi
meliputi
fraksi
tinggi
fraksitinggi
tinggi kalori
kalori
pencacahan
tinggi kalori
yang
kaloriyang
yang
dan
yang
telah
telah
telah diperoleh
diperoleh
diperoleh
langkah-langkah
telah diperoleh
(bergantung
(bergantung
(bergantung pada
pada
pada spesifikasi
spesifikasi
spesifikasi pelanggan).
pelanggan).
pelanggan). Proses
Proses
Proses tambahan
tambahan
tambahan meliputi
meliputi
meliputi pencacahan
pencacahan
pencacahan dan
dan
dan langkah-langkah
langkah-langkah
langkah-langkah
untuk menghilangkan
Jika diperlukan,
(bergantung logam
dapat dan
pada spesifikasi kotoran
dilakukan
pelanggan). lainnya,
proses seperti
tambahan
Proses tambahan batumeliputi
untuk atau
fraksibahan
tinggi inert
kalorilainnya
pencacahan yang yang tidak
telah mudah
diperoleh
dan langkah-langkah
2.2.1.5 untuk
Penghilangan
untuk
untuk menghilangkan
pengotor
menghilangkan
menghilangkan
(bergantung pada logam
logam dan
logam dandan
dan
spesifikasi kotoran
bahan-bahan
kotoran
kotoran
pelanggan). lainnya,
lainnya, yang
lainnya, seperti
seperti
Proses dapat
seperti batu
batu
batu
tambahan atau
didaur
atau
atau bahan
bahanulang
bahan
meliputi inert
inert
inert lainnya
dengan
lainnya
pencacahan yang
danyang
lainnya yang tidak
menggunakan
tidak mudah
tidakmudah
langkah-langkahmudah
terbakar.
untuk menghilangkan logam dan kotoran lainnya, seperti batu atau bahan inert lainnya yang tidak mudah
sensor terbakar.
terbakar.
terbakar.
untuk menghilangkan logam dan kotoran lainnya, seperti batu atau bahan inert lainnya yang tidak mudah
terbakar.
2.2.1.5 terbakar.
Penghilangan pengotor dan bahan-bahan yang dapat didaur ulang dengan menggunakan sensor
2.2.1.5
Teknologi
2.2.1.5 Penghilangan
pemilahan
2.2.1.5 Penghilangan
Penghilangan pengotor
berbasis
pengotor
pengotor dandan
dan bahan-bahan
sensor
bahan-bahan
bahan-bahan (sensor yang
yang
yang dapat
Near
dapat
dapat didaur
Infrared
didaur
didaur ulang
ulang dengan
(NIR)
ulangdengan menggunakan
optik)
denganmenggunakan
menggunakan digunakansensor
sensor
sensor
2.2.1.5 Penghilangan pengotor dan bahan-bahan yang dapat didaur ulang dengan menggunakan sensor
untuk 2.2.1.5
menghilangkan
Teknologi Penghilangan
pemilahan PVC
berbasis pengotor
sensor dan
dari fraksi bahan-bahan
(sensor kalori yang dapat
tinggi.
Near Infrared didaur
Klorin
(NIR) ulang
yang
optik) dengan menggunakan
terkandung
digunakan padasensor
PVC
untuk menghilangkan
Teknologi
Teknologi
Teknologi pemilahan
pemilahan
pemilahan berbasis
berbasis
berbasis sensor
sensor (sensor
(sensor
sensor (sensor Near
Near Infrared
Infrared
Near Infrared (NIR)
(NIR) optik)
optik)
(NIR) digunakan
digunakan
optik) digunakan untuk
untuk
untuk menghilangkan
menghilangkan
menghilangkan
akan Teknologi
menurunkan
PVCPVC
daridari pemilahan
fraksi kalori kualitas
tinggi. bahan
Klorin yang bakar. Near
terkandung Infrared
Beberapa
pada (NIR)
PVC optik)
teknik
akan digunakan
pemilahan
menurunkan untuk menghilangkan
berbasis
kualitas sensor
bahan bakar.
PVC dari
PVC dari fraksi
Teknologi
fraksi kalori
kalori
fraksi tinggi.
pemilahan
tinggi.
kalori Klorin
berbasis
Klorin
tinggi. yang
sensor
yang
Klorin (sensor Near
terkandung
terkandung
terkandung Infrared
pada
pada PVC
padaPVC
PVC akan
(NIR)
akan
akan menurunkan
optik)
menurunkan
menurunkan kualitas
digunakankualitas
untuk
kualitas bahan
bahan bakar.
menghilangkan
bahanbakar.
bakar.
PVC dari fraksi yang terkandung pada PVC akan menurunkan kualitas bahan bakar.
dapat menghilangkan
Beberapa teknik
PVC dari
Beberapa pemilahan
fraksi
teknik kertas
kalori tinggi.
pemilahan dan
berbasis kayu
sensor
Klorinsensor
berbasis dari
dapat fraksi
yang terkandung halus.
menghilangkan
pada PVC akan
dapat menghilangkan kertas dan
menurunkan
kertas kayu dari fraksi
dan kayu kualitas bahan
dari fraksi halus.
bakar.
halus.
Beberapa teknik
Beberapa
Beberapa pemilahan
teknik
teknik berbasis
pemilahan sensor
berbasis dapat
sensor menghilangkan
dapat
dapat kertas
menghilangkan
menghilangkan kertasdan
kertas dankayu
dan kayudari
kayu darifraksi
dari fraksihalus.
fraksi halus.
halus.
Beberapa teknik pemilahan berbasis sensor dapat menghilangkan kertas dan kayu dari fraksi halus.

Sumber:
Sumber:
Sumber: Holcim,
Holcim,
Holcim, 2016
20162016 Sumber: Holcim, 2016
Sumber:
Sumber:
Sumber: Holcim,
Holcim, 2016
2016
2016
Gambar 2.4 Line Shredding untuk Penyiapan Sampah
Gambar 2.4 Line Shredding untuk Penyiapan Sampah
Gambar 2.4 Shredding untuk Penyiapan Sampah
Gambar 2.4 Line
Line Shredding
Shredding untuk
untuk Penyiapan Sampah
PenyiapanSampah
Sampah
Gambar
Gambar 2.4
2.4Line
LineShredding
Shreddinguntuk Penyiapan
untuk Penyiapan Sampah
2.2.2 Pemisahan Sampah
Aspek umum dari teknologi MBT dalam pengolahan sampah adalah pemilahan sampah
campuran menjadi fraksi yang berbeda menggunakan cara mekanis. Apabila proses MBT
bertujuan untuk stabilisasi residu sampah sebelum dibuang di TPA, maka proses pemilahan
13
tidak dibutuhkan. 13
13
13 13 13

Memilah sampah memungkinkan proses MBT untuk memisahkan bahan yang berbeda yang
cocok untuk keperluan akhir yang berbeda. Potensi penggunaan akhir termasuk daur ulang
material, pengolahan biologis, pemulihan energi melalui produksi RDF, dan penimbunan
di TPA. Berbagai teknik yang berbeda dapat digunakan, dan sebagian besar fasilitas MBT
menggunakan rangkaian beberapa kombinasi peralatan yang berbeda untuk mencapai
persyaratan kualitas produk akhir.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 29
Proses Produksi RDF

Teknologi pemisahan memanfaatkan perbedaan sifat komponen-komponen sampah. Sifat


yang dimaksud meliputi ukuran dan bentuk, kepadatan, berat, sifat magnetis, dan konduktivitas
listrik. Ringkasan dari pilihan yang berbeda untuk pemisahan sampah ditunjukkan pada tabel
berikut:
Tabel 2.2 Pilihan Teknologi Pemisahan Sampah
No Teknik pemisahan Sifat Pemisahan Target Material Fokus Utama
1 Trommel dan Screen Ukuran Ukuran Besar – kertas, plastik Udara tertahan
Kecil – organik, kaca, butiran dan pembersihan
2 Pemisahan Manual Pemeriksaan Plastik, kontaminan, material Masalah etika, isu
Visual ukuran besar kesehatan dan
keselamatan
3 Pemisahan Magnetik Sifat Magnetis Logam besi Teknik yang
sudah terbukti
4 Eddy Current Konduktivitas Logam bukan besi Teknik yang
Separation Listrik sudah terbukti
5 Teknologi Pemisahan Perbedaan Material mengapung – Plastik, Menghasilkan
Basah (Wet Separation Densitas senyawa organik aliran limbah
Technology) Material tenggelam – kaca, batu basah
6 Pemisahan dengan Aliran Berat Ringan – kertas, plastik Pembersihan
Udara (Air Classification) Berat – batu, kaca udara
7 Pemisahan Balistik Densitas dan Ringan – plastik, kertas Laju alir material
Elastisitas Berat – batu, kaca
8 Pemisahan Optik Difraksi Polimer plastik tertentu Laju alir material
Sumber: Defra, 2007
Tabel
Tabel 2.32.3
2.3
Tabel Perbandingan
Perbandingan Teknologi
Teknologi
Perbandingan Pemisahan
Pemisahan
Teknologi Fraksi
Fraksi
Pemisahan Organik
Organik
Fraksi Organik
Tabel 2.3 Perbandingan Teknologi Pemisahan Fraksi Organik
Klasifikasi
Klasifikasi
Klasifikasi Trommel
Klasifikasi Trommel Screen
Screen
Trommel Screen
Trommel Screen Rotary
Rotary Screen
Screen
Rotary Screen
Rotary Screen Disk
Disk Screen
Screen
Disk Screen
Disk Screen
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar

Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi Proses
Proses
Proses
Proses seleksi
seleksi
seleksi
seleksi (screening)
(screening)
(screening) Mencegah
(screening)Mencegah penyumbatan
penyumbatan
Mencegahpenyumbatan
Mencegah Mencegah
Mencegah
penyumbatanMencegah Mencegah penyumbatan
penyumbatan
penyumbatanpenyumbatan
Umum
Umum
Umum
Umum fraksi
fraksi
fraksi organik
organik
organik
fraksi organik dari
dari
daridarisampah
sampah
sampah menggunakan
sampahmenggunakan
menggunakan
menggunakan nozzle nozzle
nozzle
uda- menggunakan
menggunakan
nozzlemenggunakan
menggunakan nozzle
nozzle
nozzle udara
udaraudara
nozzle udara
yang sudah
yang
yang hancur dengan
sudah
sudah hancur
hancur ra dan perangkat
udara
udara dan
dan getaran dan
perangkat
perangkat dan
danperangkat
perangkat
perangkatgetaran
getaran
getaran
yang sudah hancur udara dan perangkat dan perangkat getaran
mencegah penyumbatan
dengan
dengan
dengan
melalui
mencegah
mencegah
Trommel Screen
getaran
yang getaran
mencegah getaran
penyumbatan
penyumbatan
penyumbatan
dilengkapi dengan pisau melalui
melalui
melalui
Trommel
Trommel
Internal
Trommel Screen
danScreen
sikat
Screen yang
External
yang
yang
(dipatenkan)
dilengkapi dengan pisau
dilengkapi
dilengkapidengandenganpisau pisau
Bagian Utama • Trommel Screen • Metal Drum Screen • Rotating Disk Screen
Internal
Internal
Internal dan
dan sikat
sikat
dan sikat External
External
External
Ciri khusus • Efisiensi yang lebih tinggi • Mampu memilah • Kecepatan penyortiran
(dipatenkan)
(dipatenkan)
(dipatenkan)
dalam memilah sampah sampah konstruksi lebih tinggi
Bagian
Bagian
Bagian basah Trommel
  Trommel
Trommel Screen
Screen
Screen denganMetal
  Metal
Metal Drum
Drum
kadar Drum
air rendah • Mampu Rotating
  Rotating
Rotating
menyortir Disk
Disk Screen
Screen
Disk
sampah Screen
Utama
Utama
Utama • Pemulihan bahan organik atau Screen
Screen
kadar zat
Screen mudah konstruksi melalui
yang lebih tinggi melalui terbakar yang rendah perbedaan ukuran
CiriCiri
Ciri khusus
khusus
khusus   Efisiensi
Efisiensi
Efisiensi yang
yang yang   Mampu
Mampu
Mampu memilah
memilah
memilah   Kecepatan
Kecepatan
Kecepatan
sistem internal yang mampu • Efisiensi yang lebih • Efisiensipenyortiran
yang lebih rendah
lebih
lebih
mengangkat
tinggi
tinggi
lebih tinggi
sampah
dalam
dalam
dalam rendah
sampah
sampah
sampah
dalam memilah
penyortiran
penyortiran lebih
lebihlebih
dalam memilah sampah
sebesarmemilah
memilah
memilah
180 sampah
sampah
derajat sampah
dan sampahkonstruksi
konstruksi
konstruksi
basah tinggi
basah tinggitinggi
menjatuhkan
basah
basah
basah sampah dengan
dengan kadar
kadar air
air 
dengan kadar air • Diperlukan Mampu
  Mampu
Mampu menyortir
menyortir
menyortir
pemeliharaan
tersebut sehingga terjadi rendah atau
  Pemulihan
Pemulihan
Pemulihan bahan
bahan
bahan rendah atau
rendah atau sampah
sampah
(maintenance) konstruksi
konstruksi
yang
sampah konstruksi
pemisahan antara bahan
organik
organik yang
yang kadar
kadar zat
zat mudah
mudah cukup sering disebabkan
melalui
melalui perbedaan
perbedaan
organik
organik dan materialyangyang kadar zat mudah melalui perbedaan
penyumbatan dari material
mudah lebih
lebih tinggi
tinggi
terbakar
lebih tinggi terbakar
terbakar
terbakar yang
yangyang ukuran
ukuran
yang tidak ukuran
terbakar
melalui
melalui
melalui sistem
sistem
sistem Sumber: Defra, rendah
rendah
rendah
2007  Efisiensi
Efisiensi
 Efisiensi yang
yangyang lebih
lebih
lebih
internal
internal
internal yang
yang yang   Efisiensi
Efisiensi
Efisiensiyang
yangyang rendah
rendah
rendah dalam
dalam
dalam
30 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
mampu
mampu
mampu lebih
lebih rendah
rendah
lebih rendah memilah
memilah
memilah sampah
sampah
sampah
mengangkat
mengangkat
mengangkat dalam
dalam
dalam memilah
memilah
memilah basah
basah
basah
Proses Produksi RDF
Bahan daur ulang dari proses MBT biasanya berkualitas lebih rendah daripada dari sistem pengumpulan
Bahan daur ulang dari proses MBT biasanya berkualitas lebih rendah daripada dari sistem
langsung di rumah langsung
pengumpulan tangga, sehingga
di rumahharga jualnya
tangga, lebih rendah.
sehingga Proses MBT
harga jualnya lebihhampir selalu
rendah. menyisakan
Proses MBT
logam (besi dan bukan besi) dan di banyak negara maju merupakan satu-satunya bahan daur
hampir selalu menyisakan logam (besi dan bukan besi) dan di banyak negara maju merupakan ulang yang
dapat diekstrak. bahan daur ulang yang dapat diekstrak.
satu-satunya
Bahan lain yang dapat diambil dari proses MBT meliputi kaca, tekstil, kertas/karton, dan plastik. Yang
Bahan lain yang dapat diambil dari proses MBT meliputi kaca, tekstil, kertas/karton, dan
paling umum adalah kaca, yang dapat dipisahkan dengan bahan inert lain seperti batu dan keramik.
plastik. Yang paling umum adalah kaca, yang dapat dipisahkan dengan bahan inert lain seperti
Bahan-bahan
batu dan ini biasanya
keramik. dipisahkan dan
Bahan-bahan ini muncul sebagai
biasanya fraksi "padat"
dipisahkan sebagai air
dari peralatan
dan muncul classifiers
fraksi “padat”atau
pemisahan balistik.air classifiers atau pemisahan balistik.
dari peralatan
Memisahkan kaca untuk daur ulang dari sisa sampah atau sampah campuran yang timbul dari pabrik MBT
akanMemisahkan
memerlukankaca untuk
teknik daur ulang
pemilahan dari sisa sampah
yang bergantung atau bahan
pada jenis sampah campuran yangsorting)
(material-specific timbuljika
dari pabrik MBT akan memerlukan teknik pemilahan yang bergantung pada jenis bahan
harus dicapai produk daur ulang bernilai tinggi. Dalam contoh ini pemilahan kaca secara manual dapat
(material-specific sorting) jika harus dicapai produk daur ulang bernilai tinggi. Dalam contoh
diterapkan untuk memisahkan material tersebut.
ini pemilahan kaca secara manual dapat diterapkan untuk memisahkan material tersebut.

Sumber: Defra, 2007 Sumber: Defra, 2007


Gambar
Gambar 2.5Contoh
2.5 ContohPeralatan
Peralatan pada
padaTahap
TahapPemisahan
Pemisahan

2.2.2.1
2.2.2.1 Pemisahan
PemisahanMagnetik
Magnetik
Teknik elektro-magnetik yang dapat diaktifkan atau dimatikan dapat digunakan untuk
Teknik elektro-magnetik
memisahkanyang dapat
logam. diaktifkan
Namun, atau
tidak dimatikan
semua logam dapat
dapatdigunakan untukdengan
dihilangkan memisahkan logam.
magnet.
Namun, tidak semuasteel
Stainless logam dandapat dihilangkan
tembaga misalnya, dengan
memiliki sifatStainless
magnet. magnetis steel
yang dan tembaga
lemah atau misalnya,
sama
memiliki sifat magnetis
sekali tidak yang lemah
bersifat atau sama
magnetis. sekali tidak bersifat
Keterbatasan lain darimagnetis. Keterbatasan
teknik ini lain dari teknik
adalah bahan-bahan
ini adalah bahan-bahan
yang memiliki yang memiliki
sifat magnetissifat magnetis
lemah tidaklemah tidak akan
akan mampu mampu
tertarik jikatertarik
beradajika berada di
di dalam
dalam bahan bahan non-magnetis,
non-magnetis, dan barang-barang
dan barang-barang yang memiliki
yang memiliki sifat magnetis
sifat magnetis yang lebih yang lebih
besar dapat
besar dapat menarik material yang tidak diinginkan seperti kertas, plastik,
menarik material yang tidak diinginkan seperti kertas, plastik, dan sampah makanan secara bersamaan. dan sampah
makanan secara bersamaan.
Tabel 2.4 menunjukkan separator magnetik yang umum digunakan, yaitu suspended magnetic separators
dan drum magnetic
Tabel 2.4 pulleys.
menunjukkanSuspended permanent
separator magnetic
magnetik yang separators memiliki yaitu
umum digunakan, efisiensi yang lebih
suspended
rendah dibandingkan suspended electromagnetic
magnetic separators dan drum magnetic separators.
pulleys.Magnetic pulleys
Suspended memiliki daya
permanent magnet
magnetic
separators
yang lebih rendah memiliki
sehingga tidakefisiensi yang lebih
cocok untuk rendahlogam
pemilahan dibandingkan suspended
besar. Untuk alasan electromagnetic
ini, banyak fasilitas
separators. Magnetic pulleys memiliki daya magnet yang
MBT mengadopsi suspended magnetic baik yang permanent magnetic atau electromagnetic lebih rendah sehinggaseparators
tidak
yang dapat cocok untuk untuk
disesuaikan, pemilahan logam besar.
mengumpulkan Untuk
logam alasan
secara ini, banyak fasilitas MBT mengadopsi
kontinu.
suspended magnetic baik yang permanent magnetic atau electromagnetic separators
yang dapat disesuaikan, untuk mengumpulkan logam secara kontinu.
16

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 31
Proses Produksi RDF Tabel
Tabel2.4
Tabel 2.4Perbandingan
2.4 PerbandinganSeparator
Perbandingan SeparatorMagnetik
Separator Magnetik
Magnetik
Tabel 2.4 Perbandingan Separator Magnetik
Pemisah
PemisahSuspended
Pemisah Suspended
Suspended
Pemisah
PemisahSuspended
Pemisah Suspended
Suspended
Suspended Pemisah Suspended
Klasifikasi
Klasifikasi
Klasifikasi Magnetic(Magnet
Magnetic
Magnetic (Magnet
(Magnet Drum
DrumMagnetic
Drum MagneticPulley
Magnetic Pulley
Pulley
Klasifikasi Magnetic
Magnetic
Magnetic (Elektromagnet)
Magnetic
(Elektromagnet)
(Elektromagnet) Magnetic (Magnet Drum Magnetic Pulley
Permanen)
Permanen)
Permanen)
(Elektromagnet) Permanen)
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar

Deskripsi Alat ini bersinggungan Alat ini menggunakan Sebuah Drum Magnetic
Umum
Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi dengan
Alat
Alat ini
Alat konveyor
ini bersinggungan
ini bersinggungan Alat
bersinggungan magnet permanen
Alat ini
Alat menggunakan Pulley
ini menggunakan
ini pada
menggunakan Sebuah
Sebuah
Sebuahyang terpasang
Drum
Drum
Drum Magnetic
Magnetic
Magnetic
belt dan berfungsi permukaannya untuk pada belt conveyor
Umum
Umum
Umum dengan
dengan
dengan konveyor
konveyor
konveyor belt
belt dan
belt dan magnet
dan memilih
magnet permanen
magnetlogam-logam
permanen
permanen padapada Pulley
Pulley
pada memilih yang
Pulley logam
yang
yang yangterpasang
terpasang
terpasang
menyeleksi logam dengan
berfungsi
berfungsi
berfungsi
menggunakan menyeleksi
menyeleksi
menyeleksi logam
magnetlogam permukaannya
logam yangpermukaannya
permukaannya
berada dalam untuk untuk pada
pada dibelt
pada
untuk bergerak belt
belt conveyor
belt conveyor
conveyor
dengan
dengan
dengan menggunakan
menggunakan
menggunakan sampah memilih
memilih logam-logam
memilih logam-logam memilih
logam-logam memilih logam
memilih logam yang
logam yang
yang
Bagian magnet
magnet
magnet
Konveyor elektromagnet yang
yang
Konveyor berada
yang berada berada dalam
magnetis dalam bergerak
dalam • bergerak
bergerak di
dibelt
di belt
belt
Pulley magnetis
Utama sampah
permanen
sampah
sampah • Konveyor pemindah
Bagian
Bagian
Bagian Utama
Utama Konveyor
Utama
Fitur • Kontrolelektromagnet
Konveyor
Konveyor elektromagnet
elektromagnet
kekuatan • Konveyor
Konveyor
Konveyor
Induksi magnetmagnetis
magnetis
magnetis
yang  Pulley
• Cocok Pulleymagnetis
Pulley
untuk magnetis
magnetis
logam
induksi magnet permanen
tetap
permanen
permanen kecil
 Konveyor
 Konveyor
Konveyor
• Cocok untuk logam • Tidak ada pembatasan • Cocok pemindah
untuk
pemindah
pemindah
yang luas/besar instalasi mengumpulkan logam
Fitur
Fitur
Fitur  Kontrol
• Cocok untuk kekuatan
Kontrol
Kontrol kekuatan • Sulit
sampah
kekuatan untuk
Induksi magnet
pengolahan
Induksi
Induksi magnet
magnet yang
 ada
Cocokdi dalam
Cocok
Cocok untuk
untuk
untuk
yang induksi
mengandung dalam jumlah besar sampah
induksimagnet
induksi magnet
magnet yang
yangtetap
yang tetap
tetap logam
logamkecil
logam kecil
kecil
banyak
 Cocoklogam  Tidak • Tidak ada
 Cocok pembatasan
Cocokuntuk
Cocok untuklogam
untuk logam
logam Tidakada
Tidak ada
ada Cocokuntuk
Cocok untuk
untuk
• Dioperasikan secara instalasi
yang
yang luas/besar
yang luas/besar
luas/besar pembatasan
pembatasan
pembatasan mengumpulkan
mengumpulkan
mengumpulkan
kontinu
 Cocok
Cocokuntuk
Cocok untuk
untuk instalasi
instalasi
instalasi logam
logamyang
logam yangada
yang adadi
ada di
di
• Efektif
sampah
sampahyang
sampah yang
yang  SulitSulituntuk
Sulit untuk
untuk dalam
dalam sampah
dalam sampah
sampah
Sumber: Defra, 2007
mengandung
mengandung
mengandung pengolahan
pengolahan
pengolahan  Tidak
 Tidak ada
Tidak ada
ada
banyak
banyak
banyak logam
logam
logam dalam
dalam
dalam jumlah
jumlah
jumlah pembatasan
pembatasan
pembatasan
2.2.3 Pengolahan Biologi
 Dioperasikan
Dioperasikan
Dioperasikan besar
besar
besar instalasi
instalasi
instalasi
Melalui dekomposisi terkontrol dari zat organik, pengolahan sampah secara MBT dapat
secara
secara kontinu
secara kontinu
kontinu
mengurangi emisi ke udara dan air dibandingkan apabila sampah tersebut langsung dibuang
 Efektif
Efektif
Efektif
ke TPA. Selain itu, proses MBT pun dapat menurunkan volume sampah yang harus dibuang ke
Sumber:
Sumber:Defra,
Sumber: Defra,2007
Defra, 2007
2007
TPA. Metode MBT paling sesuai diterapkan pada sampah dengan kandungan material organik
2.2.3
2.2.3
mudah Pengolahan
2.2.3terurai
Pengolahan
Pengolahan Biologi
Biologi
Biologi yang tinggi. Pada dasarnya, ada tiga metode dari dekomposisi
(biodegradable)
secara biologi di fasilitas MBT pada tabel 3.5 berikut:
Melalui
Melaluidekomposisi
Melalui dekomposisiterkontrol
dekomposisi terkontroldari
terkontrol darizat
dari zatorganik,
zat organik,pengolahan
organik, pengolahansampah
pengolahan sampahsecara
sampah secaraMBT
secara MBTdapat
MBT dapatmengurangi
dapat mengurangiemisi
mengurangi emisi
emisi
ke
keudara
ke udaradan
udara danair
dan air Tabel
airdibandingkan
dibandingkan 2.5
dibandingkanapabila
apabilaPilihan
apabilasampah
sampahPengolahan
sampahtersebut
tersebut Secara
tersebutlangsung
langsung Biologi
langsungdibuang
dibuangke
dibuang keTPA.
ke TPA.Selain
TPA. Selainitu,
Selain itu,proses
itu, prosesMBT
proses MBT
MBT
Pilihan
pun
pundapat
pun dapatmenurunkan
dapat menurunkanvolume
menurunkan volumesampah
volume sampahyang
sampah yangharus
yang harus Teknik
harusdibuang
dibuangke
dibuang keTPA.
ke TPA.Metode
TPA. MetodeMBT
Metode MBTpaling
MBT palingsesuai
paling sesuaiditerapkan
sesuai diterapkan
diterapkan
padaa)
pada sampah
pada sampah dengan
Biostabilisasi
sampah dengan kandungan
secara
dengan kandungan material
aerobik: organik
mengkomposisi
kandungan material
material organik mudah
per
organik mudah terurai
bagian
mudah teruraisampah(biodegradable)
terurai (biodegradable) yang
(biodegradable) yang tinggi.
tinggi. Pada
yang tinggi. Pada
Pada
dasarnya,
dasarnya,
dasarnya,
b) ada
adatiga
ada tigametode
tiga
Anaerobic metode
metode dari
dari
dari
Digestion: dekomposisi
dekomposisi
dekomposisi
digunakan secara
secara
secara
untuk biologi
biologidi
biologi
memproses difasilitas
di yangMBT
fasilitas
fasilitas
fraksi MBTpada
MBT
kaya padatabel
pada tabel
tabel
organik 3.5
3.5berikut:
3.5
secara berikut:
berikut:
terpisah
c) Bio Drying

17
17
17
2.2.3.1 Biostabilisasi secara aerobik
Target utama dari pendekatan ini adalah untuk menstabilkan sampah sehingga akan
mengurangi jumlah komponen mudah terurai yang akan dibuang ke TPA tanpa
pemisahan apapun. Setelah tahap stabilisasi selesai, bahan lain seperti RDF atau agregat
dapat dipisahkan dari Compost Like Output (CLO) melalui tahap pemurnian kompos.

2.2.3.2 Anaerobic Digestion


Anaerobic Digestion adalah proses biokimia yang berlangsung dalam tangki tanpa
oksigen dan menghasilkan produk utama CO2 dan CH4 yang dikenal sebagai biogas.
32 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Proses Produksi RDF

Anaerobic Digestion dalam konteks ini akan digunakan sebagai tahap pertama dari
pengolahan biologis yang berfokus pada komponen sampah yang paling mudah
didegradasi secara anaerob. Biogas yang dihasilkan selama proses ini digunakan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan panas.

2.2.3.3 Bio Drying


Bio-drying adalah variasi dari dekomposisi aerobik untuk mengeringkan dan
menstabilkan sebagian residu sampah. Bio-drying dapat menghasilkan RDF kualitas
tinggi, dengan kandungan biomassa yang tinggi. Tujuan utama dari proses bio-drying
adalah untuk menghasilkan panas yang menguapkan kandungan air dari sampah,
sehingga penanganan sampah lebih mudah dan lebih efisien. Udara dialirkan ke
dalam tumpukan sampah agar tercipta kondisi optimum untuk aktivitas mikrobiologi
yang menghasilkan panas. Panas tersebut digunakan untuk penguapan kandungan
air sampah sehingga terjadi pengeringan sampah. Karena aktivitas mikrobiologi
bergantung pada keberadaan air, maka proses ini melambat apabila kadar air sampah
berkurang hingga tinggal 15 sampai 20 persen. Dengan pengeringan, nilai kalor sampah
akan meningkat.

Parameter untuk memilih proses bio-drying meliputi waktu tinggal untuk pengeringan,
biaya instalasi dan biaya operasi, homogenitas sampah yang sudah kering, lahan yang
dibutuhkan, bau, manajemen lindi, dan tingkat automatisasi. Umumnya proses bio-
drying diklasifikasikan menurut tipe peralatannya yaitu Rotary Drum Reactor, Tunnel
Box, In-Hall Type, danTabel
Covered
Tabel Windrows
2.6Tabel
2.6
Variasi
Variasi
2.6Bio Type
Variasi
Bio seperti
drying
drying yang ditunjukkan pada Tabel 2.6.
Bio drying
Tabel 2.6 Variasi Bio drying
Reaktor
Reaktor
Reaktor
Rotary
RotaryRotary
Reaktor Tabel 2.6 Variasi Bio Drying
Rotary
Klasifikasi
Klasifikasi
Klasifikasi
Klasifikasi Tunnel
Tunnel
Box
Tunnel
Box Box
Tunnel Box In-Hall
In-Hall
Type
In-Hall
In-Hall Type
Type TypeCovered
Covered
Windrow
Covered
Windrow
Windrow
DrumDrum Drum
Klasifikasi Reaktor
DrumRotary Drum Tunnel Box In-Hall Type Covered Windrow
Covered Windrow
Gambar
Gambar GambarGambar
Gambar

Deskripsi Umum Reaktor diputar Terowongan Udara disedot dari Windrows statis
Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi
UmumUmumDeskripsi
UmumReaktor
ReaktorReaktor
untukdiputar
diputar
Reaktor
diputar diputar
Terowongan TerowonganUdara
Terowongan
Terowongan
bersekat Udara
Udara disedot
disedot
bagian Udara
disedot
bawahdaridariWindrows
disedot Windrows
Windrows
dari
ditutup Windrows
dengan statis
statis
statis statis
Umum untuk menciptakan (dibangun
menciptakan bersekatdengan dari bagian bawah membran
fasilitas. ditutupsemi-
dengan
untuk
untuk untuk bersekat
bersekatbersekat bagian bagian bawah
bagian
bawahbawah ditutup
ditutupdengan
ditutup
dengan dengan
lingkungan
lingkungan yang
yang (dibangun
dinding dan tutup fasilitas. membran semi-
permeabel.
menciptakan
menciptakan
menciptakan
cocok untuk (dibangun
(dibangun
(dibangun
dengan
dengandengan dengan
fasilitas.
fasilitas.fasilitas. membran
membran
permeabel.membran
semi-semi- semi-
cocok untuk beton)
lingkungan
lingkungan
lingkungan
yang
penguraianyang biologis
penguraian
yang
dinding
dinding
dan
dinding
dan
tutup
dinding tutup
dikendalikan
dan
dan tutup permeabel.
permeabel.
permeabel.
cocok
cocok
untuk
cocok
untuk untuk beton)
beton) tutup beton)
beton)
biologis secara individu.
dikendalikan
Bagianpenguraian
penguraian
Utama penguraian
Sistem drum dikendalikan
dikendalikan
dikendalikan
Kotak beton dan Sistem Membran dan
secara individu.
biologis
biologis berputar
biologis secara
secara sistem
individu.
secara
individu. penyedotan
individu. Sistem udara sistem aerasi
Bagian Sistem drum berputar pengendalianKotak beton Membran dan
Bagian
BagianUtama
Bagian
UtamaUtama
Utama Sistem
Sistem
drum
Sistem
drum drumKotak Kotak
beton
Kotak
beton
dan danbeton
dan Sistem
sistem danSistem Sistem udaraMembran
penyedotan Membran
sistem Membran
dandan dan
aerasi
udara
berputar
berputarberputar sistem pengendalian penyedotan
sistemsistem
Ciri khusus  Automatis  Automatispenyedotan penyedotan
 Sistem udara
udarasistem
udara
 sistem aerasi
sistem
aerasiaerasi
Membutuhkan
udara
penuhpengendalian
pengendalian
pengendalian
penuh sederhana area yang luas
Ciri khusus • Automatis penuh • Automatis •  Sistem • Membutuhkan
 Kinerja udaraudara udara
tinggi  Kinerja baik Kinerja  Biaya yang
• Kinerja tinggi
 Biaya tinggi
penuh sederhana
sedang area
rendah yang luas
CiriCiri
khusus
khusus
Ciri khusus  Automatis • Biaya
Automatis tinggi  Automatis
Automatis  Kinerja
Automatis
• baik •
Automatis Sistem  sedang
Sistem
Kinerja Sistem  • Biaya  Membutuhkan
Membutuhkan
Membutuhkan
yang
 Pengeringan
penuh
penuhpenuh penuh
penuhpenuh •
sederhana
sederhana
sederhana area
Pengeringan rendaharea
yang yang
area
luasluas
yang luas
sebagian
sebagian
Sumber:Defra,Kinerja
2007  tinggi
Kinerja Kinerja  Kinerja
tinggi tinggi  baik
Kinerja Kinerja  Kinerja
baik baik  Kinerja  Biaya
Kinerja yang
Biaya Biaya
yang yang
Sumber: Defra, 2007
 Biaya
Dekomposisi aerobiktinggi
Biaya Biaya
tinggi tinggi
menghasilkan sedang
karbon dioksida, uap air, dan panas sedang sedang
sehingga meninggalkan rendah
rendah
sisa massarendah
Dekomposisi aerobik
organik. Jika pasokan oksigenmenghasilkan karbon
terganggu, maka proses  menjadi
dioksida,
berubah uap
Pengeringan
Pengeringan
Pengeringan
air, dan
anaerobik, panas sehingga
dan fermentasi akan
meninggalkan
menghasilkan gas sisa massa
metana. organik.
Dengan Jika pasokan
memantau kandunganoksigen
oksigen, terganggu,
karbonsebagian
sebagian
sebagian maka
dioksida, danproses berubah
gas metana
dalam tumpukan
menjadi anaerobik,sampah;
danoperator
fermentasi dapatakanmemonitor ketersediaan
menghasilkan gasoksigen,
metana.pelepasan
Dengangas, dan
memantau
Sumber:
Sumber: Defra,
Sumber:
Defra,
2007
Defra,
2007 2007
kelangsungan proses dekomposisi aerobik.
kandungan oksigen, karbon dioksida, dan gas metana dalam tumpukan sampah;
Dekomposisi
Dekomposisi
Dekomposisi
aerobik
aerobik
menghasilkan
operatoraerobik
menghasilkan
menghasilkan
dapat karbon
karbon
memonitor dioksida,
karbon
dioksida,
dioksida,
uapuap
ketersediaan air,air,
dan
uapdan
panas
air,
oksigen,panas
dansehingga
panas
sehingga
pelepasan sehingga
meninggalkan
meninggalkan
gas, dan meninggalkan
sisasisa
massa
kelangsungan massa
sisa massa
organik.
organik.Jika
organik.
Jika
pasokan
pasokan
Jika oksigen
proses pasokan
oksigen
terganggu,
oksigen
dekomposisi terganggu,
terganggu,
maka
aerobik. makaproses
maka
proses berubah
proses
berubah berubah
menjadi
menjadi anaerobik,
menjadi
anaerobik,
anaerobik,
dandan fermentasi
fermentasi
dan fermentasi
akanakan akan
menghasilkan
menghasilkan
menghasilkan
gasgas
metana.
metana.
gas metana.
Dengan
Dengan memantau
Dengan
memantaumemantau
kandungan
kandungankandungan
oksigen,
oksigen, oksigen,
karbon
karbon dioksida,
karbon
dioksida,
dioksida,
dandan gasgasmetana
danmetana
gas metana
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 33
dalam
dalam tumpukan
dalam
tumpukan
tumpukan
sampah;
sampah; sampah;
operator
operator operator
dapat
dapat memonitor
dapat
memonitormemonitor
ketersediaan
ketersediaan
ketersediaan
oksigen,
oksigen,
oksigen,
pelepasan
pelepasan pelepasan
gas,gas,dandan
gas, dan
kelangsungan
kelangsungan
kelangsungan
proses
prosesdekomposisi
proses
dekomposisi
dekomposisi
aerobik.
aerobik.aerobik.
Proses Produksi RDF

Sumber: GTZ, 2006


Sumber: GTZ, 2003
Gambar 2.6 Pengolahan Biologis Metode Natural-draft (Convecting) Windrow,
Gambar 2.6 Pengolahan Biologis Metode
Contoh natural-draft
Dekomposisi Ekstensif Windrow, contoh dekomposisi
(convecting)
Aerobik
aerobik ekstensif
Tergantung pada tujuan pengolahan sampah yang ditetapkan, ketersediaan modal,
Tergantung pada tujuan pengolahan sampah yang ditetapkan, ketersediaan modal, dan berbagai kondisi
dan berbagai kondisi batas lainnya, pengolahan biologis juga dapat menggunakan
batas lainnya, pengolahan biologis juga dapat menggunakan sistem yang semi-otomatis di dalam ruangan
sistem yang semi-otomatis di dalam ruangan yang dioptimalkan secara teknis, yang
yang dioptimalkan
dilengkapi secara
sistemteknis, yang dilengkapi
pengendalian sistem pengendalian
emisi dengan pendekatan emisi dengan
intensif. pendekatan
Contoh sistem-intensif.
Contohsistem
sistem-sistem
tersebuttersebut
adalah adalah
sistem sistem Windrow,
Windrow, sistemsistem
dalamdalam tangki,
tangki, dan sistem
dan sistem pengeringan bio
pengeringan
drying dengan menggunakan
bio drying membran semi-permeabel.
dengan menggunakan membran semi-permeabel.

2.2.3.3.1
2.2.3.3.1 SistemSistem
Windrow Windrow
Sistem Windrow dibagi lagi atas dasar metode aerasi substrat menjadi
Sistem Windrow dibagi
“turnedlagiWindrow”
atas dasar dan
metode aerasiair
“forced substrat menjadi
Windrow static Windrow”
atau“turned dan “forced air
pile”. Windrows
dapatpile”.
Windrow atau static dalamWindrows
beratap maupun
dapat dalamtidakberatap
beratap.maupun
Dalam tidak
prosesberatap.
pengomposan
Dalam proses
Windrow, campuran untuk kompos ditumpuk membentuk
pengomposan Windrow, campuran untuk kompos ditumpuk menbentuk baris paralel panjang. baris paralel
Penampang Windrowspanjang. Penampang
biasanya Windrows
berbentuk biasanya
trapesium atau berbentuk trapesiumpada
segitiga, tergantung ataukarakteristik
segitiga, dari
tergantung pada karakteristik dari peralatan yang digunakan untuk agitasi
peralatan yang digunakan untuk agitasi atau aerasi tumpukan. Dalam forced air Windrow atau sistem
atau aerasi tumpukan. Dalam forced air Windrow atau sistem pengomposan
pengomposan statis, udara dihembuskan melalui bagian atas massa sampah atau ditarik melalui bagian
statis, udara dihembuskan melalui bagian atas massa sampah atau ditarik
bawah sampah (Shammas dan Wang,
melalui bagian 2009).
bawah sampah (Shammas dan Wang, 2009).

Sumber: SKMEnviro, 2013 Sumber: SKMEnviro, 2013


Gambar
20
Gambar 2.7 2.7 Pengolahan Biologis
Pengolahan Biologis Metode
MetodeOpenOpen
Windrow
Windrow
2.2.3.3.2 Sistem In-Vessel
2.2.3.3.2 Sistem In-Vessel
Dalam sistem in-vessel, proses pengomposan terjadi dalam sebuah tangki tertutup, sehingga
Dalam sistem in-vessel, proses pengomposan terjadi dalam sebuah tangki
memungkinkan operator untuk melakukan pengendalian proses lebih baik dibandingkan dengan metode
tertutup,
pengomposan sehingga memungkinkan
lainnya. Sistem ini dirancang untukoperator untuk
meminimalkan melakukan
bau, misalnya pengendalian
dengan aplikasi bio-filter.
proses lebih
Sistem ini baik dibandingkan
pun meminimalkan dengan
waktu proses dengan metode pengomposan
mengendalikan lainnya.
kondisi lingkungan sepertiSistem
aliran
udara, suhu, dan konsentrasi oksigen. Istilah “In-vessel" atau "reaktor" diterapkan untuk unit atau set unit
34 tempat tahap pengomposan
Spesifikasi Teknis Refusedberlangsung.
Derived FuelUnit-unit
(RDF) ini juga disebut
sebagai bio-reaktor,
Alternatif karenadipada
Bahan Bakar dasarnya
Industri Semen
pengomposan adalah proses biologis. Ada beberapa sistem tangki tersedia di pasaran. Tujuan utama dari
desain sistem in vessel adalah untuk memberikan kondisi lingkungan terbaik, terutama aerasi, suhu, dan
kelembaban. Hampir semua sistem in-vessel menggunakan aerasi paksa dalam kombinasi dengan
Sumber: SKMEnviro, 2013
Gambar 2.7 Pengolahan Biologis Metode Open Windrow
Proses Produksi RDF
2.2.3.3.2 Sistem In-Vessel
ini dirancang untuk meminimalkan bau, misalnya dengan aplikasi bio-filter.
Dalam Sistem in-vessel,
sistem ini proses pengomposan
pun meminimalkan waktu terjadi
proses dalam
dengansebuah tangki tertutup,
mengendalikan kondisi sehingga
memungkinkan
lingkungan seperti aliran udara, suhu, dan konsentrasi oksigen. Istilah “In-metode
operator untuk melakukan pengendalian proses lebih baik dibandingkan dengan
pengomposan
vessel”lainnya. Sistem ini dirancang
atau “reaktor” diterapkanuntukuntuk
meminimalkan
unit ataubau, misalnya
set unitdengan
tempataplikasi
tahapbio-filter.
Sistem pengomposan
ini pun meminimalkanberlangsung. Unit-unit ini juga disebut bio-reaktor, karena aliran
waktu proses dengan mengendalikan kondisi lingkungan seperti
udara, suhu,
padadan konsentrasi
dasarnya oksigen. Istilahadalah
pengomposan “In-vessel" atau "reaktor"
proses biologis.diterapkan untuk unit
Ada beberapa atau set unit
sistem
tempat tangki
tahap pengomposan berlangsung. Unit-unit ini juga disebut bio-reaktor,
tersedia di pasaran. Tujuan utama dari desain sistem in vessel adalah karena pada dasarnya
pengomposan
untukadalah proses biologis.
memberikan kondisiAdalingkungan
beberapa sistem tangkiterutama
terbaik, tersedia di pasaran. Tujuandan
aerasi, suhu, utama dari
desain sistem in vessel adalah untuk memberikan kondisi lingkungan
kelembaban. Hampir semua sistem in-vessel menggunakan aerasi paksa terbaik, terutama aerasi, suhu, dan
kelembaban. Hampir semua sistem in-vessel menggunakan
dalam kombinasi dengan pengadukan, tumbling, atau keduanya. aerasi paksa dalam kombinasi dengan
pengadukan, tumbling, atau keduanya.

Sumber: SKMEnviro, 2013 Sumber: SKMEnviro, 2013


Gambar 2.8 Sistem
Gambar Sistem In-Vessel
In-Vessel
21
Metode lain dari sistem bio-drying adalah dengan menggunakan membran
semi-permeabel. Membran tersebut memungkinkan penguapan air, tetapi
tidak memungkinkan air dari luar untuk masuk. Sedikit tekanan udara di
bawah membran akan mempercepat proses pengeringan. Selama proses
ini,lain
Metode hampir 45%bio-drying
dari sistem dari total tonase
adalah sampah
dengan berkurang
menggunakan dalam
membran bentuk uapMembran
semi-permeabel. air,
tersebut memungkinkan penguapan air, tetapi tidak memungkinkan
sementara sekitar 35% menjadi RDF. Kurang dari 20% dari sampah yangair dari luar untuk masuk. Sedikit
tekanan
masuk menjadi residu. Karena densitas residu cukup tinggi, ruang yang45%
udara di bawah membran akan mempercepat proses pengeringan. Selama proses ini, hampir
dari total tonase sampah
dibutuhkan berkurang
untuk dalam bentukhanya
penimbunannya uap air,sekitar
sementara sekitar dari
10-15% 35% menjadi
sampahRDF. Kurang
yang
dari 20% dari sampah yang masuk menjadi residu. Karena densitas residu cukup tinggi, ruang yang
masuk. Karena sebagian besar kandungan air telah menguap, timbulan air
dibutuhkan untuk penimbunannya hanya sekitar 10-15% dari sampah yang masuk. Karena sebagian besar
lindi dapat dihindari.
kandungan air telah menguap, timbulan air lindi dapat dihindari.

Sumber: Gore, 2014 Sumber: Gore, 2014


Gambar 2.9 Sistem
Gambar Bio Bio
2.9 Sistem Drying dengan
drying denganMenggunakan Membransemi-permeabel
menggunakan membran Semi-permeabel
Pendekatan secara intensif dapat membantu mengurangi waktu pembusukan dan kebutuhan ruang
spesifik. Sistem tertutup (ruangan, kontainer) memungkinkan pengendalian emisi (gas, bau, debu, dll).
Proses dekomposisi dapat dikendalikan dan dioptimalkan dengan ventilasi, pengaturan kelembaban, dan
pengadukan secara aktif.
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 35
Komposisi gas yang dihasilkan dalam tumpukan dapat memberikan informasi tentang kualitas proses
pengomposan dan gangguan yang mungkin terjadi. Dekomposisi aerobik sangat tergantung pada pasokan
oksigen yang cukup. Dalam kasus ideal, konsentrasi oksigen dalam tumpukan harus berjumlah minimal
Proses Produksi RDF

Pendekatan secara intensif dapat membantu mengurangi waktu pembusukan


dan kebutuhan ruang spesifik. Sistem tertutup (ruangan, kontainer)
memungkinkan pengendalian emisi (gas, bau, debu, dll). Proses dekomposisi
dapat dikendalikan dan dioptimalkan dengan ventilasi, pengaturan
kelembaban, dan pengadukan secara aktif.

Komposisi gas yang dihasilkan dalam tumpukan dapat memberikan informasi


tentang kualitas proses pengomposan dan gangguan yang mungkin terjadi.
Dekomposisi aerobik sangat tergantung pada pasokan oksigen yang cukup.
Dalam kasus ideal, konsentrasi oksigen dalam tumpukan harus berjumlah
minimal 10% volume. Pada saat mikroorganisme menguraikan bahan organik,
oksigen diubah menjadi karbon dioksida. Dengan demikian, konsentrasi
CO2 dalam tumpukan meningkat tajam dan bahkan mungkin mencapai
tingkat 10% volume. Metana merupakan indikator dari proses dekomposisi
anaerobik. Pada sistem Windrow yang berfungsi baik, konsentrasi metana
harus tetap berada di sekitar 1% volume sepanjang waktu, meskipun dalam
jangka waktu pendek, konsentrasi yang lebih tinggi bisa saja terjadi.

Apabila konsentrasi oksigen turun di bawah 10% volume, dan pada saat yang
bersamaan konsentrasi CO2 meningkat secara signifikan di atas 10% volume;
maka penyebabnya adalah kurangnya udara segar yang masuk ke tumpukan
atau terhambatnya pengeluaran gas buang. Selain itu, apabila konsentrasi
metana lebih tinggi dari normal untuk waktu yang cukup lama, maka proses
dekomposisi jelas-jelas telah terganggu.

Setelah semua tahapan pemilahan dan pengurangan ukuran selesai, produk


RDF dapat dibentuk seperti bata atau pellet atau dibiarkan sebagai cacahan
(fluff). Setiap bentuk terjadi karena pemisahan material pada tahap tertentu
di dalam proses. Potongan besar yang berasal dari tahap penyaringan dan
bahan yang ringan seperti kantong plastik yang terpisah pada saat pemisahan
dengan udara dapat dipadatkan bersama menjadi balok (brick) RDF. Cacahan
yang
RDFringan sepertidari
berasal kantong plastik yang terpisah
hammer/flail padapartikel
mill dan saat pemisahan dengan udara
berukuran dapat dipadatkan
menengah yang
bersama menjadi balok (brick) RDF. Cacahan RDF berasal dari hammer/flail
tertahan di trommels. Pellet berasal dari sisa sampah yang dicampur dengan mill dan partikel berukuran
menengah yang tertahan di trommels. Pellet berasal dari sisa sampah yang dicampur dengan bahan
bahan pengikat (misalnya kulit gabah) kemudian diolah di mesin peletisasi.
pengikat (misalnya kulit gabah) kemudian diolah di mesin peletisasi.

Sumber: Holcim,
Sumber: Holcim, 2015
Gambar2.10
Gambar 2.10Contoh
Contoh RDF
RDF
Proses MBT terhadap fraksi organik yang didapat dari pemisahan mekanis dapat menghasilkan Compost
Like Output (CLO) yang sebagian/sepenuhnya stabil dan bersih. Secara umum diasumsikan bahwa CLO
yang berasal dari sampah campuran akan memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan
kompos yang berasal dari bahan dengan sumber yang sudah disortir (source segregated material), karena
tingkat kontaminasi sampah yang tinggi. Namun, CLO memiliki potensi untuk digunakan sebagai sumber
bahan organik untuk meningkatkan kualitas tanah pada kondisi tertentu, misalnya untuk pemulihan lahan
bekas tambang atau restorasi TPA.
36 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Proses Produksi RDF

Proses MBT terhadap fraksi organik yang didapat dari pemisahan mekanis
dapat menghasilkan CompostSumber: Like Output (CLO) yang sebagian/sepenuhnya
Holcim, 2015
stabil dan bersih. Secara umum Gambar diasumsikan
2.10 Contoh RDF bahwa CLO yang berasal dari
sampah campuran akan memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan
Proses MBT terhadap fraksi organik yang didapat dari pemisahan mekanis dapat menghasilkan Compost
dengan kompos yang berasal dari bahan dengan sumber yang sudah disortir
Like Output (CLO) yang sebagian/sepenuhnya stabil dan bersih. Secara umum diasumsikan bahwa CLO
(source
yang berasalsegregated
dari sampahmaterial), karena
campuran akan tingkat
memiliki kontaminasi
kualitas sampah
yang lebih rendah yang tinggi.
dibandingkan dengan
Namun,
kompos CLO dari
yang berasal memiliki potensi
bahan dengan sumberuntuk digunakan
yang sudah sebagai
disortir (source sumber
segregated bahan
material), karena
organik
tingkat untuksampah
kontaminasi meningkatkan kualitas
yang tinggi. Namun, CLOtanah
memilikipada kondisi
potensi tertentu,sebagai
untuk digunakan misalnya
sumber
untuk
bahan pemulihan
organik lahan bekas
untuk meningkatkan kualitastambang
tanah padaatau
kondisirestorasi TPA. untuk pemulihan lahan
tertentu, misalnya
bekas tambang atau restorasi TPA.

Sumber: Holcim, 2015 Sumber: Holcim, 2015


Gambar
Gambar2.11
2.11Compost LikeOutput
Compost Like Output (CLO)
(CLO)

2.3 Desain dan Konstruksi Instalasi MBT


Dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan instalasi MBT, teknik berikut dapat diterapkan
pada desain dan konstruksi instalasi MBT.
23

2.3.1 Desain dan Konstruksi Umum dari Instalasi MBT


Tabel 2.7 Konstruksi dan Desain dari Instalasi Teknik MBT
Teknik Deskripsi Penerapan
Desain area − Area penerimaan harus mampu untuk mengakomodasi Dapat diaplikasikan
Penerimaan dan volume sampah, area khusus untuk pembongkaran untuk pengkomposan
penyimpanan sampah dan inspeksi, area karantina khusus untuk dalam ruangan.
sampah sampah yang tidak dapat diterima atau ditolak, dan
tempat lainnya yang dialokasikan untuk pengolahan awal.
− Jika area penerimaan sampah harus berada dalam
bangunan tertutup, sistem ventilasi harus dipasang,
begitu pula sistem pengurangan emisi untuk
meminimalkan bau dan pelepasan debu dari bangunan.
− Area penerimaan dirancang untuk memudahkan
pembersihan dengan drainase yang memungkinkan
pembuangan air limbah ke dalam selokan menuju ke bak
penampung untuk digunakan kembali di proses ataupun
dibuang ke saluran pembuangan.
− Semua area penerimaan memiliki permukaan kedap
air dengan drainase terisolasi (self-contained) untuk
mencegah tumpahan memasuki sistem penyimpanan atau
keluar dari area pabrik. Desain harus dapat mencegah
kontaminasi air permukaan yang bersih.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 37
Proses Produksi RDF

Teknik Deskripsi Penerapan


Desain tangki atau − Tangki atau area pengolahan tertutup harus dirancang Dapat diaplikasikan
bangunan tertutup dengan kapasitas yang cukup untuk sampah yang diolah untuk pengkomposan
selama waktu tinggal proses atau tahapan proses yang dalam ruangan
bersangkutan.
− Proses sepenuhnya tertutup dengan sistem pengurangan
emisi udara.
− Area pengolahan didesain dengan permukaan kedap air
dengan dinding pembatas untuk menghindari terjadinya
kebocoran limpasan dan air lindi.
− Limpasan dan lindi dikumpulkan dalam suatu sistem
rekayasa, dalam bak atau laguna dan terpisah dari air
bersih dari atap atau halaman.
− Ekstraksi udara harus dirancang dan dipelihara untuk
menggerakkan udara serta untuk menyediakan
lingkungan kerja yang bersih.
Desain area − Semua area pengolahan memiliki permukaan kedap air Dapat diaplikasikan
pengolahan awal dengan dinding pembatas untuk menghindari terjadinya untuk pengkomposan
dan pengolahan kebocoran dari limpasan dan air lindi. dalam ruangan.
akhir − Limpasan dan lindi dikumpulkan dalam suatu sistem
rekayasa, dalam bak atau laguna.
− Jadwal perawatan dimasukkan dalam sistem manajemen.
Perbaikan harus dimulai dalam jangka waktu tertentu
(setelah kerusakan) yang ditetapkan pada sistem
manajemen pabrik.
Penyimpanan − Sampah disimpan dengan kondisi yang tepat di area Dapat diaplikasikan
Sampah karantina untuk menghindari pembusukan, timbulan bau, secara umum.
kutu dan gangguan lainnya.
− Operator memastikan bahwa sampah yang datang
disimpan dengan cara yang benar untuk menghindari
gangguan berupa bau, debu, kutu, burung, dll.
− Bila diatur oleh peraturan pihak yang berwenang,
penyimpanan sampah umumnya disyaratkan dalam
sebuah bangunan yang sesuai.
Sumber: Defra, 2007, dikompilasi dengan sumber yang lain

38 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Proses Produksi RDF

2.3.2 Prosedur Penerimaan dan Karakterisasi Sampah dalam Fasilitas MBT


Dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan, teknik manajemen berikut dapat diterapkan
sebagai prosedur penerimaan sampah pada fasilitas MBT.
Tabel 2.8 Penerimaan Sampah dan Karakterisasi
Teknik Deskripsi Penerapan
Prosedur − Sampah yang diterima di fasilitas MBT hanya yang Dapat diaplikasikan
penerimaan sesuai untuk proses di MBT. Operator membangun secara umum
Sampah dan memelihara prosedur tertulis secara detail terkait
penerimaan dan penanganan sampah. Prosedur ini
mengatur pra-perijinan dan karakterisasi jenis sampah
yang diusulkan untuk dapat diterima di fasilitas.
− Beberapa aliran sampah yang belum terkarakterisasi
dengan baik memerlukan karakterisasi melalui sampling
dan pengujian, analisis komposisi ,atau penilaian visual
yang akan dilakukan sebagai bagian dari kontrak pasokan.
− Secara periodik, perlu dilakukan verifikasi (pencocokan)
terhadap karakterisasi awal beberapa aliran sampah.
Prosedur − Sampah diterima di fasilitas harus melalui prosedur pra- Dapat diaplikasikan
Penerimaan penerimaan, baik yang bersumber dari pelanggan lama secara umum
Sampah maupun pelanggan baru.
− Operator harus mempunyai kriteria yang jelas dan tidak
ambigu dalam menolak sampah atau menghilangkan/
mengurangi kontaminan fisik atau kandungan yang tidak
sesuai untuk proses, dengan prosedur tertulis untuk
melacak dan melaporkan ketidaksesuaian.
− Sampah yang tiba di fasilitas harus terjamin sumbernya,
ditimbang, didokumentasikan, dan diarahkan ke jembatan
timbang. Kualitas dan kuantitas sampah yang tiba di
instalasi dicatat di jembatan timbang dan diperiksa. Jika
hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sampah tidak
memenuhi kriteria penerimaan, maka sampah tersebut
disimpan di daerah karantina dan ditangani sesuai
prosedur.
Sumber: Defra, 2007, dikompilasi dengan sumber yang lain
2.3.3 Pencemaran air
Teknik berikut dapat digunakan untuk mengurangi atau mencegah pencemaran air dalam
instalasi MBT:

Tabel 2.9 Teknik untuk Mengurangi atau Mencegah Pencemaran Air


Teknik Operasional Deskripsi Penerapan
Prosedur untuk Lindi dan/atau air terkontaminasi tidak boleh Dapat diaplikasikan
mengelola pembuangan dibuang ke selokan air permukaan, kecuali disetujui oleh untuk pengolahan
lindi dan/atau air pihak berwenang atau otoritas kompeten yang relevan. biologis
terkontaminasi ke air
permukaan
Prosedur untuk Lindi dan/atau air terkontaminasi tidak boleh Dapat diaplikasikan
mengelola emisi dibuang ke air tanah, kecuali disetujui oleh pihak untuk pengolahan
langsung atau tidak berwenang atau otoritas kompeten yang relevan. biologis
langsung ke air tanah

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 39
Proses Produksi RDF

Teknik Operasional Deskripsi Penerapan


Prosedur untuk Apabila air limbah diolah pada unit pengolahan limbah Dapat diaplikasikan
mengelola pembuangan di luar pabrik, maka: untuk pengolahan
lindi dan/atau air - diperlukan adanya rencana aksi yang tepat untuk biologis
yang terkontaminasi mencegah pembuangan langsung limbah cair melalui
ke selokan atau bypass saluran pembuangan (karena luapan air
untuk diolah di unit hujan, luapan pada kondisi darurat, atau pada stasiun
pengolahan limbah di pemompaan antara); contohnya pengalihan jadwal
luar pabrik pembersihan ataupun pemadaman (shut down) pada
waktu terjadi bypass.
- diperlukan program pemantauan yang sesuai terhadap
emisi ke selokan.
- operator melakukan pemeriksaan visual pada sistem
manajemen limbah dan melakukan pencatatan.
- operator memiliki prosedur untuk memastikan
bahwa spesifikasi air limbah sesuai dengan sistem
pengolahan limbah di pabrik atau sesuai dengan
kriteria pembuangan
- diambil tindakan yang tepat untuk mengisolasi air
limbah jika sampel menunjukkan ketidaksesuaian
spesifikasi. Insiden seperti ini dicatat dalam log
limbah.
Sistem pendinginan Bila memungkinkan, gunakan system tertutup untuk air Dapat diaplikasikan
tertutup pendingin, siapkan prosedur untuk minimalisasi blow- untuk pengolahan
down dari sistem penurunan emisi biologis
Manajemen lindi Lindi dikendalikan dengan sistem drainase tertutup Dapat diaplikasikan
untuk menjaga agar lindi tetap terpisah dari air untuk pengolahan
permukaan yang bersih di pabrik. Tinggi permukaan lindi biologis
direkam dan dijaga dengan sistem pengendalian yang
dilengkapi alarm apabila tingginya melampaui batas
tertentu.
Sistem pengolahan didesain sedemikian untuk
mencegah produksi air lindi yang berlebih, mencegah air
hujan mengenai penyimpanan umpan sampah, daerah
pengomposan dan pematangan produk. Sistem drainase
air lindi dan air terkontaminasi dipisahkan dari sistem
drainase air bersih seperti air dari atap dan halaman.
Drainase air bersih dan air kotor harus diidentifikasi
dengan jelas.
Penggunaan kembali Bila memungkinkan penggunaan kembali lindi atau air Dapat diaplikasikan
lindi atau air proses lainnya membantu menjaga kadar air dalam fase biologis untuk pengolahan
aktif. Lindi dari limbah terkontaminasi tidak boleh biologis
dialirkan ke dalam sampah bersih.
Hasil pengolahan anaerobik (digestate) harus disirkulasi
untuk menjaga agar populasi mikroba pada digestor
tidak menyebabkan inhibisi. Manajemen digestate dan
manajemen air yang baik akan mengurangi jumlah air
limbah.
Sumber: Defra, 2007, dikompilasi dengan sumber yang lain

40 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Proses Produksi RDF

2.3.4 Emisi ke Udara


Teknik berikut dapat digunakan untuk mengurangi atau mencegah emisi ke udara dalam
instalasi MBT:

Tabel 2.10 Teknik untuk Mengurangi atau Mencegah Emisi ke Udara


Langkah Proses Teknik Operasional Penerapan
Area Penerimaan - Area penerimaan bisa terbuka atau tertutup Dapat diaplikasikan
- Pastikan bahwa pintu area dapat dibuka dengan cepat untuk MBT
selama proses penerimaan, operasikan sistem tirai udara
saat gerbang dibuka. Umpankan sampah ke dalam area
penerimaan secara cepat.
Penyimpanan - Saat area penyimpanan dalam posisi tertutup, udara buang Dapat diaplikasikan
sementara dan air limbah dikelola sesuai prosedur. untuk MBT
Pemrosesan - Saat pengolahan awal dilakukan dalam area tertutup, Dapat diaplikasikan
udara buang dikelola sesuai prosedur. untuk MBT
Dekomposisi utama - Kendalikan sistem aerasi aktif untuk memastikan udara Dapat diaplikasikan
atau dekomposisi yang cukup dipasok ke sampah untuk biodrying
intensif (tertutup)

Penangkapan dan - Memiliki program pengendalian untuk semua sistem aerasi Dapat diaplikasikan
enkapsulasi udara dan ventilasi yang mencakup semua status operasi di untuk biodrying
buang pabrik secara keseluruhan dan juga di masing-masing unit.
- Tersedia petunjuk untuk kerusakan sistem tersebut.
- Gerbang aula dan pintu dikendalikan dengan efektif,
misalnya penutupan secara otomatis, pengendalian jarak
jauh alat berat seperti wheel loader
- Pastikan tekanan vakum di bagian instalasi tempat udara
diekstrak untuk mencegah kebocoran yang mengakibatkan
emisi gas (fugitive)
Penyimpanan - Operator memastikan tersedianya tempat yang Dapat diaplikasikan
produk akhir cukup untuk menyimpan produk kompos sebelum untuk biodrying
didistribusikan. Tempat penyimpanan harus
memperhatikan situasi apabila tanah penerima kompos
tidak dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama,
misalnya pada waktu tanah tergenang banjir.
Area Penerimaan - Peninjauan kembali penerimaan dan kesesuaian Dapat diaplikasikan
karakteristik umpan untuk biodrying
- Membersihkan area penerimaan secara teratur
Penyimpanan - Mengidentifikasi sampah yang sesuai untuk penyimpanan Dapat diaplikasikan
Sementara terbuka dan memindahkannya ke penyimpanan sementara untuk biodrying
yang sesuai
Dekomposisi - Kontrol sistem aerasi aktif untuk memastikan udara yang Dapat diaplikasikan
intensif atau utama cukup dipasok ke dalam sampah untuk biodrying
(tertutup)
Pengelolaan Jika drum pengayak digunakan: Dapat diaplikasikan
lanjutan - Jika material umpan lembab (kadar air > 35%) maka untuk biodrying
kemampuan penyaringan rendah, hasil ayakan rendah,
limpahan (overflow) saringan banyak
- Jika material kering (kadar air < 35%) maka kemampuan
pengayakan dan hasil saringan menjadi lebih baik, namun
emisi debu menjadi signifikan sehubungan dengan emisi
mikroba apabila kadar air semakin kecil (<20%)
Penyimpanan - Dilarang menumpuk produk dengan lapisan yang sangat Dapat diaplikasikan
produk akhir padat. untuk biodrying
Sumber: Defra, 2007, dikompilasi dengan sumber yang lain

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 41
3
ASPEK TEKNIS CO-PROCESSING RDF
DI KILN SEMEN
3 Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
3.1 Sudut Pandang Teknologi
3.1 Sudut Pandang Teknologi
Substitusi
Substitusi RDFRDF terhadap
terhadap bahan
bahan bakarbakar konvensional
konvensional di kilndisemen
kiln semen harus dievaluasi
harus dievaluasi dari
dari sudut sudut
pandang
pandang teknologi, mulai dari keseimbangan neraca massa dan energi dari bahan
teknologi, mulai dari keseimbangan neraca massa dan energi dari bahan alternatif. Jumlah bahan bakaralternatif. Jumlah
bahan bakar fosil yang digantikan oleh RDF tergantung dari nilai kalor dan kandungan air RDF.
fosil yang digantikan oleh RDF tergantung dari nilai kalor dan kandungan air RDF.
Suhu operasi dan waktu tinggal di dalam sistem kiln sangat penting untuk menghindari produksi
Suhu operasi
dioksin dandan waktu
furan. Padatinggal di dalam
dasarnya, suhusistem
operasi kiln
di sangat penting
kiln semen untuk
lebih menghindari
tinggi produksi
dari 1550oC, dengandioksin
waktu
tinggal
dan furan.antara 3 sampai suhu
Pada dasarnya, 6 detik di atasdi1200
operasi C, sehingga
kiln semen
o
sangatdari
lebih tinggi cocok
1550untuk
o pemanfaatan
C, dengan RDF antara
waktu tinggal secara
aman dan
3 sampai efisien.
6 detik o
di atas 1200 C, sehingga sangat cocok untuk pemanfaatan RDF secara aman dan efisien.
Harus
Harus diperhitungkan
diperhitungkan bahwa
bahwaRDFRDF
memiliki nilai nilai
memiliki kalorkalor
lebih lebih
rendah dibandingkan
rendah dengan
dibandingkan bahan bahan
dengan bakar
konvensional seperti batubara. Batubara memiliki nilai kalor sekitar 5.000 kkal/kg, sedangkan
bakar konvensional seperti batubara. Batubara memiliki nilai kalor sekitar 5.000 kkal/kg, sedangkan nilai kalor
RDF di kisaran
nilai 2.500di– kisaran
kalor RDF 4.000 kkal/kg.
2.500 Hanya
– 4.000dengan
kkal/kg.pencampuran
Hanya dengan dengan plastik, biomassa,
pencampuran atauplastik,
dengan karet,
nilai kalor RDFatau
biomassa, dapat meningkat.
karet, OlehRDF
nilai kalor karena itu, substitusi
dapat meningkat.kalori hanya
Oleh dapatitu,
karena diperoleh dengan
substitusi lajuhanya
kalori aliran
dapatbakar
bahan diperoleh
yang dengan laju aliran
lebih tinggi, bahan bakar
atau dengan yang lebihantara
pencampuran tinggi,RDF
ataudengan
denganbiomassa
pencampuran antara
atau limbah
RDF dengan biomassa atau limbah lainnya
lainnya yang memiliki nilai kalori lebih tinggi. yang memiliki nilai kalori lebih tinggi.

Kondisi proses
Kondisi yang
proses dipilih
yang untukuntuk
dipilih penggunaan bahanbahan
penggunaan bakar limbah dalam proses
bakar limbah dalamklinker
prosesdapat diringkas
klinker dapat
dalam tabel 4.1 sebagai berikut:
diringkas dalam tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Suhu dan Waktu Tinggal selama di Pabrik Semen
Tabel 3.1 Suhu dan Waktu Tinggal selama di Pabrik Semen
Karakteristik
Karakteristik Suhu danWaktu
Suhu dan Waktu
Suhu di
Suhu burnerutama
di burner >1450°C (material)
>1450°C (material)
dari rotary kiln  >1800°C (suhu pembakaran)
utama dari rotary >1800°C (suhu
Waktu
kiln  tinggal di burner >12-15 detik > 1200°C
pembakaran)
utama >5-6 detik > 1800°C
Waktu tinggal di >12-15 detik > 1200°C
Suhu di pre-kalsiner > 850°C (material)
burner utama >5-6 detik
>1800°C > 1800°C
(suhu pembakaran)
Suhu
Waktuditinggal
pre-kalsiner
di pre- >> 850°C (material)
2-6 detik > 800°C
kalsiner >1800°C (suhu
pembakaran)
Waktu Tinggal di pre- > 2-6 detik > 800°C
kalsiner
Sumber: GTZ/Holcim, 2006
Sumber: GTZ/Holcim, 2006

Penggunaan RDF selalu memiliki dampak tertentu pada proses. Jika RDF yang digunakan berjumlah sangat
Penggunaan RDF selalu memiliki dampak tertentu pada proses. Jika RDF yang digunakan berjumlah
kecil, mungkin efek yang terjadi tidak terukur atau efek tersebut tidak terlihat karena adanya fluktuasi
sangat kecil, mungkin efek yang terjadi tidak terukur atau efek tersebut tidak terlihat karena adanya
normal. Namun,
fluktuasi pertimbangan
normal. harus diberikan
Namun, pertimbangan untuk
harus dampakuntuk
diberikan pada dampak
proses seperti potensiseperti
pada proses berkurangnya
potensi
kapasitas produksi.
berkurangnya kapasitas produksi.
Berkaitan dengan potensi berkurangnya kapasitas produksi, berikut adalah batasan kriteria untuk properti
Berkaitan dengan potensi berkurangnya kapasitas produksi, berikut adalah batasan kriteria untuk
RDF dan batasannya, sehubungan dengan operasi kiln semen:
properti RDF dan batasannya, sehubungan dengan operasi kiln semen:
 partikel
• partikel kasaryang
kasar RDF RDFbergantung
yang bergantung
pada pada
jenis jenis kiln titik
kiln dan dan titik umpan
umpan
• kandungan panas RDF yang rendah
31
• kandungan air RDF yang tinggi
• homogenitas atau keseragaman RDF yang kurang
• kandungan klorin dan alkali RDF yang tinggi
• potensi kandungan logam berat
• batasan untuk senyawa yang berpengaruh pada kualitas klinker
• aspek kesehatan dan keselamatan.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 45
 potensi kandungan logam berat
 batasan untuk senyawa yang berpengaruh pada kualitas klinker
 aspek kesehatan dan keselamatan.
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen
Karena
Karenakualitas RDF
kualitas dandan
RDF limbah lainnya
limbah lebih lebih
lainnya rendahrendah
dibandingkan bahan bakar
dibandingkan konvensional
bahan (batubara,
bakar konvensional
minyak, dan gas), maka konsumsi panas dalam kiln akan menjadi lebih tinggi dan kapasitas
(batubara, minyak, dan gas), maka konsumsi panas dalam kiln akan menjadi lebih tinggi dan maksimum kiln
akan menurun.
kapasitas maksimum kiln akan menurun.

100%
Induced
Menyebabkan
thermal losses
hilang panas
of kiln system

bahan bakar
pada sistem kiln

Conventional
fuel utilisation Consequence
Konsumsi
higher Nm3/kg cli
energi
Pemanfaatan

AF
Konvensional
Consequence

Alternatif
Kapasitas kiln
reduced kiln capacity

menurun
0%

Sumber:
Sumber: Holcim, 2007
Holcim, 2007
Gambar
Gambar3.1
3.1 Bahan bakarKonvensional
Bahan Bakar konvensionaldan
danAlternatif
alternatif

Kehilangan kapasitas produksi merupakan konsekuensi atas kenaikan konsumsi panas. Kira-kira setiap
Kehilangan kapasitas produksi merupakan konsekuensi atas kenaikan konsumsi panas. Kira-kira
kenaikan 1% konsumsi panas juga berarti hilangnya 1% potensi kapasitas kiln. Dan jika ketersediaan kiln
setiap kenaikan 1% konsumsi panas juga berarti hilangnya 1% potensi kapasitas kiln. Dan jika
lebih rendah karena pemanfaatan bahan bakar alternatif, efisiensi peralatan dapat menurun lebih lanjut.
ketersediaan kiln lebih rendah karena pemanfaatan bahan bakar alternatif, efisiensi peralatan dapat
Pemanfaatan
menurun lebih RDF dan limbah
lanjut. lainnyaRDF
Pemanfaatan akan meningkatkan
dan hilang
limbah lainnya akanpanas pada sistem
meningkatkan kiln panas
hilang semen. Ada
pada
sejumlah alasan
sistem kiln yangAda
semen. berkontribusi terhadap
sejumlah alasan efek
yang tersebut sebagai
berkontribusi berikut:
terhadap efek tersebut sebagai berikut:
(1) (1)
Kandungan
Kandungan airairdidiRDF
RDFdan
danlimbah
limbah lainnya
lainnya
Kadar air yang tinggi meningkatkan kuantitas dan suhu gas buang, sehingga meningkatkan
Kadar kehilangan
air yang tinggi
panasmeningkatkan kuantitas
dalam gas buang, dan suhu
sehingga gas buang,
diperlukan sehingga
bahan meningkatkan
bakar yang kehilangan
lebih banyak.
panas dalam gas buang, sehingga diperlukan bahan bakar yang lebih banyak.
(2) Kualitas pembakaran RDF yang rendah
RDF dan bahan bakar alternatif lainnya memiliki kualitas pembakaran yang rendah karena
(2) Kualitas pembakaran RDF yang rendah
butiran-butiran yang terlalu kasar. Bergantung pada strategi pengendalian yang digunakan, hal
RDF daninibahan
dapat bakar
berartialternatif
peningkatan
lainnyaCO atau meningkatnya
memiliki kebutuhan
kualitas pembakaran yangOrendah
2
untukkarena
mengimbanginya.
butiran-butiran
yang terlalu kasar.
(3) Fluktuasi umpan Bergantung
RDF pada strategi pengendalian yang digunakan, hal ini dapat berarti
peningkatan CO input
Fluktuasi atau meningkatnya kebutuhan
energi dapat terjadi O2 untuk
karena mengimbanginya.
sifat nilai kalor RDF yang tidak homogen. Fluktuasi
laju pengumpanan RDF dapat terjadi karena sifat RDF yang lebih sulit ditangani dibandingkan
(3) Fluktuasi umpan RDF
batubara.
(4) Masuknya udara dingin 32
RDF dalam bentuk padatan kasar biasanya membutuhkan udara yang tinggi untuk injeksi
pneumatik; serta resiko kebocoran udara di chute pengumpanan RDF yang tidak terisolasi
dengan baik. Ini memiliki efek yang sama yaitu peningkatan jumlah udara primer pada burner.
Konsekuensi itu mengakibatkan tambahan udara dingin yang menyebabkan konsumsi bahan
bakar yang lebih tinggi.
(5) Fenomena sirkulasi yang lebih
Fenomena sirkulasi tidak hanya terjadi akibat pemakaian RDF dan bahan bakar alternatif lainnya.
Walaupun bahan bakar alternatif mengandung elemen bersirkulasi dengan kadar tinggi, pada
umumnya masalah sirkulasi disebabkan kualitas pembakaran yang rendah (pembentukan CO
lokal). Meskipun penguapan dan kondensasi elemen bersikulasi menginduksi transfer panas
dari zona panas ke zona dingin, efek langsung pada konsumsi keseimbangan panas tidak terlalu
kritis. Hal yang sangat mengganggu adalah operasi kiln yang tidak stabil, yang mengakibatkan
berkurangnya ketersediaan kiln dan konsumsi bahan bakar yang lebih tinggi.
46 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

3.1.1 Persyaratan Umum untuk Kiln Pemanfaat RDF


Apabila penggunaan RDF sudah dipertimbangkan sejak perancangan sistem kiln, selayaknya
harus dipilih sistem kiln yang sesuai untuk RDF. Namun sayangnya perancangan kiln
seringkali hanya mempertimbangkan bahan bakar alternatif yang tersedia saat ini, tanpa
adanya fleksibilitas untuk kemungkinan penggunaan bahan bakar alternatif yang mungkin
tersedia di masa depan. Hal ini terutama disebabkan karena keterbatasan anggaran untuk
instalasi. Padahal, tidak mudah (atau bahkan tidak mungkin) untuk memodifikasi kiln yang
sudah ada agar dapat menggunakan bahan bakar alternatif. Modifikasi tersebut umumnya
akan membutuhkan biaya investasi tinggi dan waktu yang lama sehingga kiln tidak dapat
beroperasi pada saat modifikasi.

Kriteria berikut mengacu pada sistem kiln standar dengan pre-kalsiner dan grate cooler.
Kapasitas kiln umumnya dipilih untuk mayoritas kiln saat ini yaitu 5000 ton/hari – 8000 ton/
hari. Kriteria bersifat umum dengan beberapa kriteria tambahan (jika tersedia persyaratan
yang jelas untuk penggunaan RDF atau persyaratan proses lainnya).

1) Kriteria untuk desain sistem pemanas awal dan gas buang


Desain pemanas awal harus memperhitungkan +10% cadangan volume aliran dibandingkan
dengan desain bahan bakar standar (minyak atau batubara). Penurunan tekanan yang
dianjurkan sepanjang pemanas awal (termasuk volume yang + 10% lebih) harus 50 mbar.
Diameter fan kiln, Conditioning Tower, sistem gas raw mill (bilamana dapat diterapkan), bag
filter dan fan-fan lainnya harus dirancang sesuai kebutuhan.

2) Kriteria untuk Bypass dan item terkait


Bypass sebesar 10% dapat meningkatkan fleksibilitas dalam penggunaan RDF yang
mengandung klorin dan meringankan masalah siklus sulfur, namun instalasi bypass harus
dipertimbangkan kasus per kasus.
Jika bypass diperlukan hanya untuk menangani input klorin yang berlebihan disebabkan
oleh RDF, penggunaan debu output bypass harus diperhitungkan. Solusi yang paling mudah
yaitu pencampuran debu dapat ke dalam campuran semen. Untuk input klorin menengah,
campuran debu pada semen dapat dilakukan tergantung pada ketetapan standar lokal
kualitas semen seperti SNI. Jika debu bypass tidak dapat dimanfaatkan dan harus ditimbun,
maka penggunaan bypass karena RDF tidak dapat diterima karena menciptakan dampak
negatif terhadap lingkungan.
Jika tidak ada bypass, sistem kiln harus dirancang untuk mengekstrak filter debu selama
operasi langsung dan mengirimkannya ke bagian penggilingan semen. Tindakan ini akan
memungkinkan ekstraksi klorin dan menghilangkan akumulasi logam yang tinggi (misalnya
thallium pada siklus debu luar).

3) Kriteria untuk Kalsiner


Kalsiner harus dirancang sedemikian agar diperoleh waktu tinggal gas sebesar 4 – 4,5 detik
untuk mencapai tingkat pembakaran RDF yang sempurna. Pada kalsiner dengan desain jenis
SLC (separate line calciner) dan kalsiner dengan ‘kaki udara tersier’ (tertiary air leg), padatan
dapat terakumulasi pada titik terendah. Dengan demikian dua jenis kalsiner tersebut
umumnya tidak dapat menerima bahan bakar alternatif padat termasuk RDF.
Desain kalsiner yang sesuai adalah jenis ILC (in-line calciner) karena partikel padat berukuran
besar dapat jatuh langsung ke dalam inlet kiln. Selain itu, pembagian campuran bahan baku
pada dua posisi (rendah dan tinggi) juga dapat memberikan hot spot. Kalsiner jenis lain yang
sesuai adalah yang memiliki ruangan pembakaran awal (pre-combustion chamber) dalam

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 47
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

bentuk ‘downdraft’ seperti RSP, Polysius tipe baru, Fuller Downdraft yang khusus dirancang
untuk membakar 100% bahan bakar dengan kadar volatil rendah.

4) Kriteria untuk rotary kiln


Kiln harus dirancang sebagai ruang bakar yang memadai untuk pengumpanan RDF
berbentuk padat dengan butiran kasar ke pembakaran utama dan ke inlet kiln. Tujuan desain
adalah untuk mendapatkan waktu tinggal gas yang tinggi untuk meningkatkan pembakaran,
menjaga suhu yang relatif rendah di inlet kiln untuk menjaga siklus sulfur sebanyak mungkin
di bagian rotary dan bukan di pemanas awal (siklus sulfur akan meningkat pada kondisi
pembakaran yang buruk). Desain kiln yang dianjurkan memiliki rasio L/D minimum 15.
Untuk diameter kiln, dianjurkan memberikan tambahan 10% di penampang (dibandingkan
dengan ukuran kiln yang diperlukan untuk bahan bakar konvensional).
Diagram berikut menunjukkan kebutuhan peningkatan diameter kiln (dibandingkan
dengan diameter standar) jika kiln memanfaatkan bahan bakar alternatif.

Kiln diameter: L/D min. 15

6.00
5.80
5.60
5.40
Kiln diameter IS

5.20
(m)

5.00
4.80
AFR kiln
4.60
4.40 Standard kiln (no
4.20 AFR)
4.00
2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Kiln capacity t/d
Sumber: Holcim, 2007
Sumber: Holcim, 2007
Gambar 3.2 Diameter vs Kapasitas Kiln untuk Kiln Standar dan Kiln dengan Bahan Bakar
Gambar 3.2 Diameter vs kapasitas Kiln untukAlternatif
Kiln Standar dan Kiln dengan Bahan Bakar Alternatif

5) Kriteria burner utama


5) Kriteria burner utama
Saat Saat
ini burner yangyang
ini burner umumumumdigunakan
digunakanmemiliki rasiorasio
memiliki udara primer
udara primeryang tinggi
yang (min.
tinggi 12%
(min. 12%udara
udara stoikiometri
stoikiometri pembakaran, pembakaran, tidak
tidak termasuk termasuk udara)
transportasi transportasi udara) danspesifik
dan momentum momentum spesifik
yang tinggi (min. 7
yang tinggi (min. 7 N/MW). Selain itu, setidaknya satu tambahan saluran untuk bahan
N/MW). Selain itu, setidaknya satu tambahan saluran untuk bahan bakar alternatif padat di pusat burner bakar
harusalternatif
disediakanpadat di pusat burner
(membutuhkan harus
bagian disediakan
tengah (membutuhkan
lebih besar bagian tengah lebih besar
dari desain standar).
dari desain standar).
Berbeda dengan bagian peralatan penting lainnya seperti rotary kiln atau kalsiner, pada umumnya
Berbeda dengan bagian peralatan penting lainnya seperti rotary kiln atau kalsiner, pada
penggantian pipa burner untuk memenuhi persyaratan bahan bakar alternatif tertentu masih terjangkau.
umumnya penggantian pipa burner untuk memenuhi persyaratan bahan bakar alternatif
6)tertentu masih
Kriteria untukterjangkau.
grate cooler

Sebuah grateuntuk
6) Kriteria coolergrate
modern
coolerbiasanya akan cukup dan tidak memerlukan persyaratan tambahan jika
memanfaatkan bahan
Sebuah grate bakarmodern
cooler alternatif. Cooler modern
biasanya tersebut
akan cukup pada
dan umumnya
tidak menyediakan
memerlukan suhu udara
persyaratan
yang tambahan
tinggi dan dan stabil (sekitar 1000°C)
jika memanfaatkan bahanyang
bakarmenguntungkan
alternatif. Cooleruntuk membakar
modern bahan
tersebut padabakar alternatif.
umumnya
Pengaturan jumlah suhu
menyediakan udaraudara
tersier umumnya
yang berasal
tinggi dan stabildari kiln hood.
(sekitar Meskipun
1000°C) ekstraksi udara untuk
yang menguntungkan tersier dari
atap membakar
cooler akanbahan bakar alternatif.
menghasilkan Pengaturan
suhu udara jumlah
lebih tinggi, namunudara tersier
tidak umumnya
dianjurkan berasal
karena dari
pertimbangan
perlindungan bagian nose ring.

48
Tabel 3.2 Persyaratan untuk Kiln baru yang menggunakan RDF atau Limbah lainnya
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen

Persyaratan untuk Kiln baru yang menggunakan Bahan Bakar Alternatif


Bagian Sistem
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

kiln hood. Meskipun ekstraksi udara tersier dari atap cooler akan menghasilkan suhu udara
lebih tinggi, namun tidak dianjurkan karena pertimbangan perlindungan bagian nose ring.

Tabel 3.2 Persyaratan untuk Kiln Baru yang Menggunakan RDF atau Limbah Lainnya
Persyaratan untuk Kiln Baru yang Menggunakan RDF atau Limbah Lainnya
Bagian Sistem Kiln Persyaratan Utama untuk Bahan Bakar Keterangan
Alternatif
Pemanas awal 10% cadangan gas volume aliran dibandingkan
dengan bahan bakar konvensional
Sistem gas buang Sama seperti di atas (diameter fan dan bag
filter lebih besar)
Kalsiner Waktu tinggal gas min 4 - 4.5 detik, untuk ILC Downdraft type pre-combustion
Memungkinkan untuk pengendalian hot spot chamber lebih disukai untuk
bahan bakar yang kurang reaktif
Bypass Ukuran bypass tergantung pada input klorin Pastikan debu dari bypass tidak
yang berasal dari bahan bakar alternatif (dan ditimbun (terutama pada tingkat
faktor proses secara umum) bypass tinggi)
Rotary kiln L / D min 15, + 10% penampang dibandingkan
dengan desain standar untuk bahan bakar
konvensional
Kiln burner Momentum tinggi, min. satu saluran cadangan
(dalam)
Cooler Grate cooler modern Suhu udara sekunder yang tinggi
lebih menguntungkan
Sumber: Diadaptasi dan dikompilasi dari Holcim dan Lainnya, 2016

Berikut ini adalah sifat-sifat RDF yang harus dipertimbangkan selama operasi kiln:
(a) Kandungan alkali (sodium, potassium, dll), sulfur, dan klorin RDF dapat menyebabkan
penumpukan dan penyumbatan dalam sistem kiln. Apabila senyawa tersebut tidak
dapat ditangkap dalam klinker atau debu, maka kemungkinan diperlukan bypass
untuk menghilangkan senyawa dari sistem kiln pre-kalsiner. Kadar alkali yang tinggi
juga dapat membatasi daur ulang dari CKD di kiln;
(b) Nilai panas (kalor): parameter utama dalam menyediakan energi untuk proses;
(c) Kadar air: Kadar air dapat menurunkan produktivitas dan efisiensi serta meningkatkan
konsumsi energi. Kandungan air pada sampah perlu dipertimbangkan dalam
hubungannya dengan bahan bakar konvensional dan/atau bahan baku yang
diumpankan;
(d) Kadar abu: Kadar abu mempengaruhi komposisi kimia dari semen dan mungkin
memerlukan penyesuaian komposisi campuran bahan baku (raw mix);
(e) Laju aliran gas buang dan laju pengumpanan sampah: dibutuhkan waktu tinggal yang
cukup untuk menghancurkan zat organik dan untuk mencegah pembakaran tidak
sempurna akibat pengumpanan limbah yang berlebihan;
(f) Stabilitas operasi (misalnya durasi dan frekuensi pelepasan CO), bentuk limbah (cair,
padat), persiapan, dan homogenitas;
(g) Kadar zat organik: zat organik menghasilkan emisi CO2 dan dapat mengakibatkan emisi
CO dan produk pembakaran tidak sempurna lainnya jika limbah diumpankan melalui
titik pengumpanan yang tidak tepat atau selama kondisi operasi yang tidak stabil;
(h) Kadar klorida: klorida dapat bergabung dengan alkali membentuk senyawa yang halus
dan sulit untuk dikontrol. Dalam beberapa kasus, klorida bereaksi dengan amonia yang

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 49
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

terdapat pada batu kapur, menghasilkan partikulat halus dengan kandungan amonium
klorida tinggi yang membentuk lapisan terpisah yang terlihat jelas;
(i) Kandungan logam: Karakteristik logam berat yang tidak mudah menguap
memungkinkannya lolos langsung melalui sistem kiln dan masuk ke dalam klinker.
Untuk logam yang mudah menguap sebagian akan disirkulasi secara internal oleh
penguapan dan kondensasi sampai kesetimbangan tercapai, sebagian kecil lainnya
dilepaskan melalui gas buang. Talium, merkuri, dan senyawanya lebih mudah menguap
daripada kadmium, timah, selenium dan senyawanya. Perlu dicatat bahwa perangkat
pengendalian debu hanya dapat menangkap logam berat dan senyawanya yang terikat
dalam partikulat. Kayu yang telah diolah menggunakan pengawet mengandung
tembaga, kromium, dan arsen sehingga memerlukan perhatian khusus sehubungan
dengan efisiensi sistem pengelolaan gas buang. Merkuri merupakan logam yang sangat
mudah menguap, yang tergantung pada suhu gas buang dapat terikat pada partikulat
ataupun dalam bentuk uap di peralatan pengendali polusi udara (EIPPCB, 2010);
(j) Pada sistem yang dilengkapi bypass, gas buang dari bypass alkali bisa dilepaskan dari
cerobong terpisah ataupun dari cerobong utama kiln. Polutan udara berbahaya yang
sama ditemukan di kedua cerobong, yaitu cerobong utama dan cerobong bypass alkali.
Pengendalian terhadap gas buang bypass juga perlu dilakukan seperti pada cerobong
utama (UNEP, 2007).
(k) Kandungan sulfur yang tinggi di bahan baku, bahan bakar, dan limbah akan
menimbulkan pelepasan SO2;
(l) Kualitas klinker, semen, dan produk akhir;
(m) Tingginya kadar fosfat dapat menunda setting time semen;
(n) Tingginya kadar fluor akan mempengaruhi waktu setting dan perkembangan kuat-
tekan;
(o) Tingginya kadar klorin, sulfur dan alkali dapat mempengaruhi kualitas produk secara
keseluruhan;
(p) Kandungan thallium dan kromium dapat mempengaruhi kualitas semen dan dapat
menyebabkan reaksi alergi pada pengguna yang sensitif. Peluluhan kromium dari
puing-puing beton lebih umum terjadi daripada peluluhan logam lainnya (Van der
Sloot et al., 2008). Sumber elemen minor berasal dari bahan bakar konvensional dan
alternatif (EIPPCB, 2010). Elemen yang dapat luluh: Logam berat yang terkandung di
semua bahan baku konvensional dan alternatif. Namun dalam kondisi uji tertentu,
konsentrasi peluluhan logam selain kromium dari beton dapat mendekati standar air
minum (GTZ / Holcim, 2006).

3.1.2 Tantangan teknis dalam rangka meningkatkan tingkat substitusi


Tercapainya tingkat substitusi sebesar 20% merupakan tuntutan yang sangat tinggi untuk
produsen RDF dan pabrik semen. Target substitusi tinggi merupakan tantangan teknis, yang
tergantung pada jenis RDF digunakan dan kondisi masing-masing sistem pembakaran. Tingkat
substitusi yang lebih rendah daripada 20% lebih layak secara ekonomi, karena TSR tinggi akan
memerlukan langkah-langkah pengolahan yang lebih mahal. Kegiatan berikut di bawah ini
membantu pencapaian tujuan peningkatan substitusi tersebut:
(1) Pengeringan Limbah/Sampah
RDF pada dasarnya mempunyai nilai kalor yang rendah yaitu sekitar 11 MJ/kg (2600 kkal/
kg), sehingga apabila tersedia RDF berkalori tinggi maka permintaannya menjadi sangat
tinggi. Pengeringan meningkatkan nilai kalor dan memungkinkan penggunaan RDF di

50 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
(1) Pengeringan Limbah/Sampah
(1) Pengeringan Limbah/Sampah
RDF pada dasarnya mempunyai nilai kalor yang rendah yaitu sekitar 11 MJ/kg (2600 kkal/kg), sehingga
RDF pada dasarnya mempunyai nilai kalor yang rendah yaitu sekitar
Aspek Teknis11 MJ/kg (2600
Co-Processing RDFkkal/kg), sehingga
di Kiln Semen
apabila tersedia RDF berkalori tinggi maka permintaannya menjadi sangat tinggi. Pengeringan
apabila tersedia
kiln. Limbah
RDF berkalori tinggi maka permintaannya menjadi sangat tinggi. Pengeringan
meningkatkan nilai yang
kalor saat ini digunakan sebagai
dan memungkinkan RDF berkalori
penggunaan RDF di kiln.menengah,
Limbah yang bisa saat
mencapai
ini digunakan
meningkatkan
kualitas nilai kalor
bahan bakardanpengganti
memungkinkan
kalori penggunaan
tinggi (nilai RDF
kalor di>kiln.
18 Limbahatau
MJ/kg yang4300
saatkkal/kg)
ini digunakan
sebagai RDF berkalori menengah, bisa mencapai kualitas bahan bakar pengganti kalori tinggi (nilai kalor >
sebagai RDF berkalori
setelah menengah, bisa mencapai kualitas bahan bakar pengganti kalori tinggi (nilai kalor >
18 MJ/kg ataupengeringan.
4300 kkal/kg) setelah pengeringan.
18 MJ/kg atau 4300 kkal/kg) setelah pengeringan.
Ada beberapa pendekatan untuk mengeringkan limbah dengan komposisi konstan. Di
Ada beberapa pendekatan untuk mengeringkan limbah dengan komposisi konstan. Di satu sisi, limbah
satu sisi, limbah
Ada beberapa pendekatanpanasuntuk
dapatmengeringkan
digunakan untuk pengeringan
limbah bahan bakar
dengan komposisi pengganti
konstan. Di satudengan
sisi, limbah
panasnilai
dapatkalor
digunakan
menengahuntuk pengeringan bahan bakar pengganti dengan nilai kalor menengah dan tinggi
panas dapat digunakan untukdan tinggi daribahan
pengeringan industri (misalnya
bakar penggantiindustri
dengansemen danmenengah
nilai kalor kertas). Di dansisi tinggi
dari industri
lain, ada(misalnya
kemungkinanindustriuntuk
semen dan kertas). Di
mengeringkan sisi lain,
sampah ada kemungkinan
melalui penggantian untuk
proses mengeringkan
MBT
dari industri (misalnya industri semen dan kertas). Di sisi lain, ada kemungkinan untuk mengeringkan
sampah melalui
biasa menjadi penggantian proses MBT biasa menjadi stabilisasi stabilization,
stabilisasi mekanis-biologis mekanis-biologis (mechanical-
sampah melalui penggantian proses MBT biasa(mechanical-biological
menjadi stabilisasi mekanis-biologis MBS) dan
(mechanical-
biological stabilization,
stabilisasi MBS) dan
mekanis-fisik stabilisasi mekanis-fisik
(mechanical-physical (mechanical-physical
stabilization, MPS). stabilization, MPS).
biological stabilization, MBS) dan stabilisasi mekanis-fisik (mechanical-physical stabilization, MPS).
(2) (2) Penurunan
Penurunan ukuran
ukuran partikel
partikel
(2) Penurunan ukuran partikel
Peningkatan jumlah bahan bakar yang digunakan pada burner utama dapat dicapai
Peningkatan
Peningkatan jumlah bahan
bahan bakar
bakaryang
yangdigunakan
digunakanpada burnerutama
padaburner utamadapat
dapatdicapai
dicapai denganmeningkatkan
meningkatkan
denganjumlah
meningkatkan burnability RDF di dalam api. Karena kekasaran dengan
RDF, api akan
burnability
burnability RDF di
di dalam
dalam api.
api.Karena
Karenakekasaran
kekasaranRDF,
RDF,api
apiakan
akanlebih
lebihpanjang
panjangdan
danlebih
lebih tidakstabil.
stabil. Jatuhnya
lebihRDF
panjang dan lebih tidak stabil. Jatuhnya partikel kasar pada lapisantidak
klinker akan Jatuhnya
partikel
partikel kasar pada
kasar pada lapisan
menyebabkan lapisan klinkerakan
klinker
penurunan akanmenyebabkan
menyebabkan
kondisi penurunan
penurunan
pembakaran. kondisi
Dengankondisi pembakaran.
pembakaran.
demikian laju RDF Dengan
Dengan
menjadi demikian
demikian
laju
laju RDF menjadi terbatas.
terbatas.
RDF menjadi terbatas.
Pengurangan
Pengurangan ukuranukuran
Pengurangan
ukuran sekitarsekitar
sekitar 55 mm
mm tidaktidak
5 mm
tidak perlu
perlu dilakukan
perlu didi fasilitas
dilakukan
dilakukan fasilitas
di fasilitasproduksi
produksi
produksi RDF,
RDF,RDF,yang
yangyangbiasanya
biasanya
biasanyaRDF
memproduksi
memproduksi memproduksi
RDF untuk RDF pelanggan,
untuk berbagai
berbagai untuk berbagai
pelanggan, pelanggan,
tetapi
tetapi tetapidibisa
bisadilakukan
bisa dilakukan dilakukan
dikiln
kiln olehpabrik
oleh di kiln
pabrik olehsendiri.
semen
semen sendiri.
pabrik
Hasilnya semen sendiri.
adalah peningkatan Hasilnya
peningkatan yang adalah
yangsignifikan
signifikandari peningkatan
daripemanfaatan
pemanfaatanRDFyang signifikan
RDFdandankualitas dari pemanfaatan
kualitasklinker
klinkermeningkat.
meningkat.
Hasilnya adalah
RDF dan kualitas klinker meningkat.

Sumber: Holcim, 2015


Sumber: Holcim, 2015
2015
Gambar 3.3 Fine Milling RDF di Burglengenfeld
Gambar
Gambar3.3
3.3Fine
Finemilling RDFdidiBurglengenfeld
millingRDF Burglengenfeld
(7) Pengurangan klorin pada material
(3) Pengurangan
Pengurangan klorin
klorin pada
padamaterial
material
Kegiatan lain yang mendukung peningkatan laju substitusi adalah pengeluaran fraksi
Kegiatan
yanglain yang mendukung
memiliki kandunganpeningkatan
mendukung peningkatan laju
laju
klor tinggi dari substitusi
bakaradalah
substitusi
bahan adalahpengeluaran
misalnya fraksi
pengeluaran
alternatif, yang
yangmemiliki
fraksiMasalah
PVC. memiliki
kandungan
klorinklor
kandungan klor tinggi
adalah
tinggi dari
dari bahan
masalah yangbakar
bahan umum
bakar alternatif,
di industri
alternatif, misalnya
semen.PVC.
misalnya Masalah
Semakin
PVC. klorin
tinggi
Masalah adalah
tingkat
klorin masalah
masalahyang
substitusi,
adalah yang
harus semakin baik kualitas bahan bakar alternatif yang digunakan, yaitu semakin rendah
kandungan klorinnya (yaitu Cl <0,6%). 3838

(8) Optimasi campuran limbah


Peningkatan tingkat substitusi dapat dicapai melalui penggunaan berbagai jenis bahan
bakar alternatif, termasuk RDF dan limbah cair berbahaya seperti limbah oli dan pelarut.
Dengan memilih RDF dan alokasi jenis limbah di titik umpan yang tepat, sistem kiln
dapat dioptimalkan untuk campuran limbah tersebut. Sayangnya, ketersediaan limbah
cair yang cocok sangat terbatas dan karena persaingan yang tinggi dan alasan ekonomi,
bahan tersebut menjadi tidak menarik untuk digunakan.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 51
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

(9) Umpan oksigen dalam sistem kiln


Dengan menurunnya nilai kalor pada burner utama, penambahan oksigen ke udara
pembakaran dapat meningkatkan suhu api.

3.2 Standar Kualitas RDF


Pengertian RDF (refuse-derived fuels) mencakup berbagai bahan limbah yang telah diolah untuk
memenuhi spesifikasi pedoman, peraturan, atau industri; terutama untuk mencapai nilai kalor
yang tinggi. Bahan bakar yang berasal dari limbah termasuk residu dari daur ulang sampah
domestik, limbah industri/perdagangan, lumpur dari pengolahan limbah cair, limbah berbahaya
industri, limbah biomassa, dan sebagainya. Istilah RDF di negara-negara berbahasa Inggris biasanya
mengacu pada fraksi kalori tinggi yang dipisahkan dari campuran sampah.

Oleh karena itu, setelah pengolahan awal yang memadai di berbagai fasilitas pengolahan sampah
dan penerapan langkah-langkah jaminan kualitas; berbagai bahan dari rumah tangga, perdagangan,
dan industri dapat digunakan sebagai RDF dalam industri semen. Fraksi tinggi kalori dapat diperoleh
dari hasil pengolahan mekanis-fisik (MPT) atau pengolahan mekanis-biologis (MBT), fraksi kalori
tinggi pada sampah domestik rumah tangga dan limbah komersial, serta cacahan fraksi ringan
(misalnya, dari kendaraan tua, limbah oli dan pelarut bekas, dll).

Dalam arti sempit dari definisinya, hanya bahan bakar yang dibuat dari limbah padat tidak
berbahaya atau campuran limbah padat saja yang didefinisikan sebagai “Solid Recovered Fuels” (SRF).
Campuran limbah padat dapat berupa fraksi sampah kota, limbah komersial, limbah produksi,
limbah konstruksi dan pembongkaran, limbah kemasan, fraksi ringan dari pabrik MBT, dll.

Menurut CEN/TS 15357, Solid Recovered Fuel (SRF) adalah bahan bakar padat yang dibuat dari
limbah tidak berbahaya untuk dimanfaatkan dalam pemulihan energi di insinerator atau unit co-
insinerasi dan memenuhi klasifikasi dan spesifikasi persyaratan yang ditetapkan dalam CEN/TS
15359.

Seperti disebutkan sebelumnya, SRF adalah sub-kelompok RDF, seperti yang didefinisikan dalam
CEN (TC 343 standar), yaitu: hanya bahan bakar padat dibuat dari limbah tak berbahaya, digunakan
untuk pembangkit energi pada efisiensi energi tertinggi yang mungkin dicapai.

Di Uni Eropa, langkah-langkah jaminan kualitas dan nilai-nilai batas untuk bahan bakar yang dijual
didefinisikan secara hukum dan wajib diterapkan untuk semua jenis RDF bila digunakan di unit co-
insenerasi, baik yang dihasilkan dari limbah bahan tak berbahaya dan/atau berbahaya.

Output RDF dan SRF diklasifikasikan oleh dua kode limbah sesuai dengan Daftar Limbah Eropa: jika
kualitas bahan bakar limbah terjamin, disebut SRF (lihat Gambar 3.4); jika limbah lainnya (termasuk
campuran) diperoleh dari pengolahan mekanik, disebut RDF.

52 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Output RDF dan SRF diklasifikasikan oleh dua kode limbah sesuai dengan Daftar Limbah Eropa: jika
kualitas bahan bakar limbah terjamin, disebut SRF (lihat Gambar 5.1.); jika limbah lainnya (termasuk
campuran) diperoleh dari pengolahan mekanik, disebut RDF.
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

Gambar 3.4 SRF untuk industriGambar


semen (kiri: SRF
3.4 SRF halusIndustri
untuk untuk Main
SemenBurner; kanan: SRF kasar untuk
(kiri: SRF halus untuk Main Burner; kanan: SRF kasar untuk Pre-kalsiner) 
Pre-kalsiner)
Standar CEN/TS 15357 mengatur spesifikasi sifat fisik dan kimia tertentu dari SRF. Sifat-sifat ini
Standar CEN/TS 15357 mengatur spesifikasi sifat fisik dan kimia tertentu dari SRF. Sifat-sifat ini harus
harus ditentukan melalui pengujian dengan metode analisis yang dikembangkan oleh CEN/TC 343.
ditentukan melalui pengujian dengan metode analisis yang dikembangkan oleh CEN/TC 343. Sifat yang
Sifat yang wajib ditentukan mencakup bentuk dan ukuran partikel, kadar air, kadar abu, nilai kalor
wajib ditentukan
bersih, mencakup
kandungan klorin,bentuk dan ukuranmasing-masing
dan kandungan partikel, kadar air, kadarberat
logam abu, nilai
yangkalor bersih, kandungan
disebutkan di Waste
Incineration Directive beserta jumlahnya. Kelas dan asal SRF wajib untuk ditentukan. Ini Directive
klorin, dan kandungan masing-masing logam berat yang disebutkan di Waste Incineration berarti
beserta
bahwa jumlahnya.
untuk setiapKelas
SRFdanyang
asal diproduksi,
SRF wajib untuk ditentukan.
semua Ini berarti
logam berat yang bahwa untuk
relevan setiap
harus SRF yang
ditentukan.
diproduksi, semua logam
Produsen diwajibkan beratmemperinci
untuk yang relevan harus
SRF yangditentukan.
diproduksiProdusen diwajibkan untuk
dengan menggunakan memperinci
formulir yang
ditentukan pada standar tersebut.
SRF yang diproduksi dengan menggunakan formulir yang ditentukan pada standar tersebut.
Standar
Standariniini
juga dapat
juga digunakan
dapat untuk
digunakan memperinci
untuk bentukbentuk
memperinci dan sifat
danyang tidak
sifat wajib
yang misalnya
tidak wajib kandungan
misalnya
biomassa dan perilaku leleh abu.
kandungan biomassa dan perilaku leleh abu.
Tujuan klasifikasi adalah menggolongkan SRF sesuai jenisnya. Informasi dan klasifikasi lengkap dari SRF
Tujuan klasifikasi
diketahui adalah
dari metode dan menggolongkan SRF sesuai
spesifikasi yang telah jenisnya.
ditetapkan, Informasi
sehingga dan klasifikasi
baik pengguna lengkap
maupun dari
produsen
SRF diketahui dari metode dan spesifikasi yang telah ditetapkan, sehingga baik pengguna maupun
RDF mengetahui jenis/kelas SRF tanpa harus mengetahui spesifikasi lengkapnya.
produsen RDF mengetahui jenis/kelas SRF tanpa harus mengetahui spesifikasi lengkapnya.
Ada
Adaberbagai
berbagaicara
carauntuk
untukmengelompokkan
mengelompokkan berbagai jenis
berbagai dandan
jenis kelas kualitas
kelas SRF SRF
kualitas yangyang
digunakan untuk
digunakan
untuk co-insinerasi
co-insinerasi di berbagaidi berbagai sektor(misalnya
sektor industri industri CEN/TR15508
(misalnya CEN/TR15508
atau CENprEN atau CENprEN
15.359). Untuk15.359).
alasan
Untuk sistem
praktis, alasan klasifikasi
praktis, sistem klasifikasi
ditunjukkan padaditunjukkan padadidasarkan
Tabel 4.3, yang Tabel 3.3, yang
pada didasarkan pada nilai
nilai kalor bersih kalor
dan ukuran
bersih dan
partikel ukuran
sebagai partikel
kriteria utama.sebagai kriteria utama.

Tabel 3.3 Klasifikasi SRF yang Digunakan pada Co-incinerator di Sektor Industri yang Berbeda
Spesifikasi SRF
Parameter Satuan Pembangkit Kalsiner Pembakaran Umpan Kiln Burner Blast
untuk listrik Grate terfluidisasi semen utama Furnace
Klasifikasi batubara HOT kiln (Pabrik
DISC semen baja)
Boiler utilitas (HDF) 40
Nilai kalor MJ/kg 11-15 11-18 11-16 11-16 14 - 16 20 - 25 > 25
bersih
Ukuran partikel mm <50 <50-80 <300 <20-100 <120 <10-30 <10
Oversize % 0 <1 <3 <2 * <1 0
Pengotor
(material asing) %b <1 0 <3 <1 – 2 * <1 0
Klorin %b <1.5 <0.8 <1.0-0.8 <1.0-0.8 0.8-0.6 <1.0-0.8 <1
Abu %b <35 <10 * <20 20-30 <10 <10
*: tidak ada pembatasan, bergantung pada sistem pengumpanan atau pembuangan abu
Sumber: Lorber, K.E., SARC, R. dan Pomberger, R.; 2011: Produksi dan aplikasi bahan bakar sampah berasal. Dalam:
Limbah-to-Resources 2011, 4. Internationale Tagung MBA und Sortieranlagen (ed M Kuhle-Weidemeier). Göttingen,
Jerman: Cuvillier Verlag.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 53
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

Klasifikasi tidak membedakan antara SRF berkualitas baik dan SRF berkualitas buruk. Pengguna
dapat memutuskan jenis SRF yang akan digunakan berdasarkan klasifikasi dan teknologi yang
akan diterapkan. CEN/TC343 telah memilih untuk menggunakan tiga sifat berikut dengan cepat
menjelaskan (atau mengklasifikasikan) SRF sebagai berikut:
(a) Nilai Kalor bersih (NCV)
NCV merupakan indikator dari nilai pasar SRF, dan juga secara tidak langsung memberikan
gambaran mengenai jenis SRF tersebut. NCV adalah properti yang paling penting dari SRF
karena menggambarkan kualitasnya sebagai bahan bakar.
(b) Klorin (Cl)
Klorin tidak diinginkan di SRF karena memberi kontribusi terhadap korosi. Konten klorin
tinggi akan menurunkan nilai pasar.
(c) Merkuri (Hg)
Dari semua logam berat yang relevan, Hg dipilih sebagai indikator kualitas lingkungan.
Karena volatilitasnya yang tinggi, Hg merupakan logam berat yang kemungkinan besar akan
dilepaskan ke atmosfer. Meskipun sistem klasifikasi berfokus pada Hg, semua logam berat
adalah parameter wajib untuk spesifikasi SRF sesuai dengan EN 15359.

Tiga karakteristik di atas memberikan gambaran terhadap kualitas dan jenis SRF secara keseluruhan.
Tiga sifat tersebut memberikan informasi mengenai aspek SRF yang berbeda, yaitu kualitas sebagai
bahan bakar (NCV), potensi korosi (Cl), dan pengaruh terhadap kualitas lingkungan (Hg).

Lima kelas telah ditetapkan untuk masing-masing karakteristik tersebut sesuai dengan Tabel
4.4. Beberapa karakter ditandai dengan kotak merah untuk menunjukkan kelas yang sesuai bagi
kebutuhan pabrik semen.

Tabel 3.4 Klasifikasi SRF sesuai dengan EN 15359:2011


Ukuran Kelas
Karakteristik Satuan
statistik 1 2 3 4 5
Nilai kalor bersih (NCV) Rata-rata MJ/kg (ar) ≥ 25 ≥ 20 ≥ 15 ≥ 10 ≥3
Kandungan klorin (Cl) Rata-rata % (d) ≤ 0,2 ≤ 0,6 ≤ 1,0 ≤ 1,5 ≤3
Rata-rata mg/MJ (ar) ≤ 0,02 ≤ 0,03 ≤ 0,08 ≤ 0,15 ≤ 0,50
Kandungan merkuri (Hg)
80 percentil
th
mg/MJ (ar) ≤ 0,04 ≤ 0,06 ≤ 0,16 ≤ 0,30 ≤ 1,00
Catatan: nilai di dalam kotak merah menunjukkan nilai yang cocok dengan industri semen.
Sumber: Standar EN 15359

Adapun mengenai RDF, berdasarkan standar ASTM E856-83 (2006, RDF dapat diklasifikasikan
dalam 7 kategori sebagai berikut:
• RDF-1: Limbah yang digunakan langsung tanpa pengolahan;
• RDF-2: Limbah yang diolah menjadi partikel kasar dengan/tanpa pemisahan logam besi sehingga
95%-b dari limbah tersebut dapat melewati ayakan ukuran 6 in2, yaitu RDF kasar;
• RDF-3: Limbah yang diolah untuk memisahkan kaca, logam, dan bahan anorganik; dicacah
sehingga 95%-b dari limbah tersebut melewati ayakan ukuran 2 in2, yaitu RDF cacahan;
• RDF-4: Limbah mudah terbakar yang diolah menjadi bubuk, sehingga 95%-b dari limbah tersebut
melewati ayakan no. 10 (0.035 in2), yaitu RDF bubuk;
• RDF-5: Limbah mudah terbakar yang dipadatkan dalam bentuk pelet, cacahan (slugs), kubus, atau
briket, yaitu RDF padat;
• RDF-6: Limbah mudah terbakar yang diolah menjadi bahan bakar cair, yaitu RDF bubur;
• RDF-7: Limbah mudah terbakar yang diolah menjadi bahan bakar gas, yaitu RDF syngas.

54 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

3.3 Emisi Udara


Pada semua pabrik semen, baik yang memanfaatkan RDF maupun tidak, emisi debu (partikulat), NOX,
dan SO2 merupakan emisi utama yang perlu ditangani. Emisi lainnya yang harus dipertimbangkan
adalah HF, HCl, TOC, dioksin dan furan.

Co-proccesing bahan bakar alternatif termasuk RDF harus mematuhi batas emisi perundang-
undangan nasional yang berlaku. Industri semen harus memantau tingkat PM, CO, NOX
menggunakan perangkat analisis emisi online yang handal, memelihara rekaman dan pencatatan,
serta melaporkan emisinya kepada Kementerian Lingkungan Hidup sesuai regulasi atau izin yang
berlaku. Industri semen juga harus melaporkan jumlah RDF yang digunakan.

3.4 Pemantauan Emisi


Pemantauan emisi harus dilakukan agar pihak berwenang dapat memeriksa kepatuhan dengan
kondisi yang tercantum pada izin operasi dan peraturan. Pemantauan emisi juga bertujuan untuk
membantu operator mengelola dan mengendalikan proses, sehingga mencegah emisi ke atmosfer.
Pihak yang berwenang bertanggung jawab untuk menetapkan persyaratan mutu yang sesuai,
termasuk dari sisi keselamatan kerja. Berikut adalah praktik yang baik (good practice) untuk tujuan
penggunaan penilaian kepatuhan (EIPPCB, 2003):
(a) Metode standar pengukuran;
(b) Alat yang tersertifikasi;
(c) Personal yang kompeten;
(d) Laboratorium yang terakreditasi;

Untuk kegiatan pemantauan sendiri, dapat digunakan penggunaan sistem manajemen mutu yang
telah diakui beserta pemeriksaan berkala oleh laboratorium terakreditasi eksternal (EIPPCB, 2003).
Pemantauan udara ambien dapat dilakukan untuk menilai dampak lingkungan dari kegiatan
pabrik semen. Kegiatan ini mengukur tingkat polutan utama yang diidentifikasi sebagai prioritas
untuk pengendalian lingkungan. Pengukuran harus dilakukan pada arah angin dominan, pada
lokasi lainnya sebagai pembanding, juga pada area tempat terjadinya deposit maksimum dari emisi
cerobong pada tanah.

Untuk mengukur emisi akurat, BAT untuk parameter pengukuran kontinu sebagai berikut (UNEP,
2007):
(a) Laju alir gas buang;
(e) Kelembaban;
(f) Suhu;
(g) Debu;
(h) O2;
(i) NOX;
(j) SO2;
(k) CO.

Pengukuran kontinu TOC juga dianjurkan. Operator harus menjamin kalibrasi yang tepat,
pemeliharaan, dan pengoperasian sistem pemantauan emisi kontinu (CEMS). Program jaminan
kualitas harus dibentuk untuk mengevaluasi dan memantau kinerja CEMS secara terus menerus.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 55
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

Pemantauan berkala minimal sekali per tahun sesuai untuk komponen berikut:
(a) Logam (Hg, Cd, Tl, As, Sb, Pb, Cr, Co, Cu, Mn, Ni, V) dan senyawanya;
(b) HCl;
(c) HF;
(d) NH3;
(e) PCDDs/PCDFs.

BAT menurut EIPPCB (2010) adalah untuk melakukan pemantauan dan pengukuran parameter
proses dan emisi secara teratur, seperti:
(a) Pengukuran emisi debu, NOX, SOx dan CO secara kontinu;
(b) Pengukuran emisi PCDDs/PCDFs dan logam secara berkala;
(c) Pengukuran emisi HCl, HF, dan TOC secara kontinu ataupun berkala.

Tes kinerja harus dilakukan untuk menunjukkan kepatuhan terhadap batas emisi dan spesifikasi
kinerja untuk sistem pemantauan kontinu, pada saat kiln beroperasi dalam kondisi normal.

Pedoman lebih lanjut dapat dilihat pada BAT dan Pedoman BEP yang diterbitkan oleh Sekretariat
Konvensi Stockholm untuk pencegahan atau meminimalkan pembentukan dan pelepasan POPs
yang tidak disengaja dari pembakaran semen dengan co-processing limbah (UNEP, 2007). Pedoman
tersebut menjelaskan langkah-langkah utama yang dianggap cukup untuk mencapai tingkat
emisi PCDDs/PCDFs bawah 0,1 ng I-TEQ/Nm3 dalam gas buang untuk instalasi baru maupun
yang sudah ada. Apabila pilihan ini tidak menyebabkan tingkat emisi turun ke 0,1 ng I- TEQ/Nm3,
tindakan sekunder biasanya dipasang untuk tujuan pengendalian polutan selain POPs yang dapat
menyebabkan penurunan emisi secara simultan dari bahan kimia yang tercantum dalam Lampiran
C dari konvensi Stockholm (UNEP, 2011).

Berikut pertimbangan yang dibutuhkan mengenai pemantauan emisi udara (UNEP, 2011):
(a) Program pemantauan emisi dan kualitas udara memberikan informasi yang dapat digunakan
untuk menilai efektivitas dari strategi manajemen yang relevan. Proses perencanaan yang
sistematis dianjurkan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan memadai untuk
tujuan yang dimaksudkan dan untuk menghindari pengumpulan data yang tidak diperlukan.
Sebuah program pemantauan kualitas udara harus mempertimbangkan pemantauan garis
dasar (baseline) untuk menilai tingkat latar belakang polutan utama baik di dalam fasilitas
maupun di sekitarnya.
(b) Parameter yang dipilih untuk pemantauan harus menunjukkan polutan yang menjadi
perhatian dari proses, dan harus mencakup parameter yang diatur dalam persyaratan
kepatuhan. Program pemantauan harus menerapkan metode yang diakui secara nasional
atau internasional untuk mengumpulkan sampel dan analisis, seperti yang diterbitkan oleh
Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO). Sampling dan analisis harus dilakukan atau
diawasi oleh personil yang terlatih yang diizinkan atau bersertifikat. Rencana sampling dan
analisis QA/QC harus diterapkan dan didokumentasikan untuk memastikan bahwa kualitas
data cukup memadai untuk tujuan penggunaannya. Laporan pemantauan harus mencakup
dokumentasi QA/QC.

3.5 Aspek Kesehatan dan Keselamatan


Terdapat beberapa aspek kesehatan dan keselamatan yang perlu diperhatikan (UNEP, 2011):
(a) Kesehatan dan keselamatan harus diprioritaskan dan diintegrasikan ke dalam semua aspek
operasi selama pengelolaan limbah berbahaya. Persyaratan personel secara keseluruhan dan

56 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

spesifik, rantai komando, peran dan tanggung jawab masing-masing, harus ditetapkan dengan
jelas.
(b) Sebuah program kesehatan dan keselamatan harus dirancang untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya keselamatan dan kesehatan, dan memberikan
tanggap darurat untuk operasi limbah berbahaya. Isi dan sejauh mana program ini harus
proporsional dengan jenis dan derajat bahaya dan risiko yang terkait dengan operasi tertentu
yang digunakan.
(c) Harus tersedia dokumentasi dan informasi yang memadai mengenai penanganan limbah
berbahaya yang aman, prosedur operasi, dan langkah-langkah kontingensi. Melalui keterbukaan
dan transparansi, manajemen fasilitas harus memastikan tenaga kerja mendapatkan informasi
sepenuhnya tentang langkah-langkah dan standar kesehatan dan keselamatan. Petunjuk
keselamatan dan keadaan darurat harus mudah dipahami dan disediakan untuk karyawan dan
kontraktor.

3.6 Pengendalian Produk Akhir


Kualitas produk akhir seperti klinker dan semen harus terkendali sesuai prosedur pengendalian
kualitas yang dibutuhkan sesuai spesifikasi kualitas sebagaimana ditetapkan dalam standar kualitas
nasional atau internasional yang berlaku.

Secara prinsip, co-processing RDF tidak boleh mengurangi kualitas semen yang diproduksi.
Hal ini berarti bahwa klinker, semen, atau beton yang dihasilkan tidak boleh digunakan sebagai
tempat buangan logam berat. Tidak boleh ada dampak negatif terhadap lingkungan sebagaimana
ditunjukkan dengan tes peluruhan pada beton atau mortar. Mutu semen juga harus memungkinkan
recovery pada akhir penggunaannya.

Polutan organik yang terkandung dalam bahan yang diumpankan ke zona suhu tinggi pada sistem
kiln hampir sepenuhnya hancur, sedangkan komponen anorganik terakumulasi antara produk
klinker dan CKD. Dengan demikian, penggunaan limbah dalam proses pembakaran klinker dapat
mengubah konsentrasi logam dalam produk semen. Selain itu, tergantung pada total input dari
bahan baku dan bahan bakar, konsentrasi elemen individu dalam produk dapat meningkat atau
menurun sebagai akibat dari co-processing limbah (EIPPCB, 2010).

Pada waktu semen dicampur dengan agregat untuk membentuk beton atau mortar, perilaku
logam di dalam bahan bangunan ini penting untuk evaluasi dampak lingkungan dari limbah yang
digunakan dalam proses produksinya. Penelitian telah menunjukkan bahwa emisi logam dari beton
dan mortar rendah, dan tes komprehensif telah menunjukkan bahwa logam akan terikat dalam
matriks balok semen. Selain itu, beton kering menawarkan resistensi difusi tinggi, yang selanjutnya
menghambat pelepasan logam. Bahkan penyimpanan pada kondisi yang berbeda dan ekstrim
tidak menyebabkan lepasan polutan ke lingkungan, juga ketika bahan sampel dihancurkan atau
dihaluskan sebelum tes peluruhan (EIPPCB, 2009).

Sehubungan dengan hal tersebut, hasil utama dari penelitian peluruhan beton dilakukan untuk
menilai dampak lingkungan dari logam berat yang tertanam dalam beton adalah sebagai berikut
(GTZ/Holcim, 2006):
(a) Jumlah hasil peluruhan dari semua trace element dari beton monolitik (dalam siklus hidup
dan daur ulang) berada di bawah atau dekat dengan batas deteksi metode analisis yang paling
sensitif;
(b) Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam perilaku peluruhan trace element antara berbagai
jenis semen yang diproduksi dengan atau tanpa bahan bakar dan bahan baku alternatif;

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 57
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

(c) Perilaku peluruhan beton yang dibuat dengan jenis semen yang berbeda hasilnya mirip;
(d) Konsentrasi peluruhan dari beberapa unsur seperti kromium, aluminium, dan barium, pada
kondisi uji tertentu, mendekati batas yang diberikan dalam standar air minum; kromium
heksavalen yang terkandung di dalam semen dapat larut dalam air dan dapat luruh dari beton
pada tingkat yang lebih tinggi daripada logam lainnya, sehingga input kromium untuk semen
dan beton harus dibatasi.
(e) Tes laboratorium dan studi lapangan telah menunjukkan bahwa nilai-nilai batas yang berlaku,
(misalnya, spesifikasi air tanah atau air minum) tetap terpenuhi, selama struktur beton tetap
utuh.
(f) Logam tertentu seperti arsenik, kromium, vanadium, antimon, atau molibdenum mungkin
memiliki perilaku peluruhan yang lebih aktif (mobile), terutama ketika mortar atau struktur
beton hancur atau dihaluskan (misalnya, dalam tahap daur ulang seperti digunakan sebagai
agregat di dasar jalan, atau di penimbunan).

Karena tidak ada hubungan langsung dan konsisten antara jumlah trace element yang luruh dengan
konsentrasi trace element dalam beton atau semen, kandungan trace element dalam semen tidak
dapat digunakan sebagai kriteria lingkungan.

Pemilihan yang hati-hati dan pemantauan limbah dapat memastikan bahwa penggunaan limbah
tidak menghasilkan emisi logam berbahaya untuk lingkungan (EIPPCB, 2009). Namun, apabila
konsentrasi logam berat dalam semen tanpa limbah melebihi batas normal, tes peluruhan pada
mortar dan/atau beton harus dilakukan (GTZ/Holcim, 2006).

Sehubungan dengan hal tersebut, hasil utama dari penelitian peluruhan beton dilakukan untuk
menilai dampak lingkungan dari logam berat yang tertanam dalam beton adalah sebagai berikut
(GTZ / Holcim, 2006):
(a) Jumlah hasil peluruhan dari semua trace element dari beton monolitik (dalam siklus hidup
dan daur ulang) berada di bawah atau dekat dengan batas deteksi metode analisis yang paling
sensitif;
(b) Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam perilaku peluruhan trace element antara berbagai
jenis semen yang diproduksi dengan atau tanpa bahan bakar dan bahan baku alternatif;
(c) Perilaku peluruhan beton yang dibuat dengan jenis semen yang berbeda hasilnya mirip;
(d) Konsentrasi peluruhan dari beberapa unsur seperti kromium, aluminium, dan barium,
di bawah kondisi uji tertentu, mendekati batas yang diberikan dalam standar air minum;
kromium heksavalen yang terkandung di dalam semen dapat larut dalam air dan dapat luruh
dari beton pada tingkat yang lebih tinggi daripada logam lainnya, sehingga input kromium
untuk semen dan beton harus dibatasi.
(e) Tes laboratorium dan studi lapangan telah menunjukkan bahwa nilai-nilai batas yang berlaku,
(misalnya, spesifikasi air tanah atau air minum) tidak melebihi selama struktur beton tetap
utuh.
(f) Logam tertentu seperti arsenik, kromium, vanadium, antimon, atau molibdenum mungkin
memiliki perilaku peluruhan yang lebih aktif (mobile), terutama ketika mortar atau struktur
beton hancur atau dihaluskan (misalnya, dalam tahap daur ulang seperti digunakan sebagai
agregat di dasar jalan, atau di penimbunan)
(g) Karena tidak ada hubungan langsung dan konsisten antara jumlah trace element yang luruh
dengan konsentrasi trace element dalam beton atau semen, kandungan trace element dalam
semen tidak dapat digunakan sebagai kriteria lingkungan.

58 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Aspek Teknis Co-Processing RDF di Kiln Semen

Pemilihan yang hati-hati dan pemantauan limbah dapat memastikan bahwa penggunaan limbah
tidak menghasilkan emisi logam berbahaya untuk lingkungan (EIPPCB, 2009). Namun, apabila
konsentrasi logam berat dalam semen tanpa limbah melebihi batas normal, tes peluruhan pada
mortar dan/atau beton harus dilakukan (GTZ / Holcim 2006).

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 59
4
PEDOMAN OPERASIONAL KILN SEMEN
PEMANFAAT RDF DI INDONESIA
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

Bab ini memberikan pedoman operasional bagi pabrik semen Indonesia saat melakukan co-processing
RDF sebagai bahan bakar alternatif.

4.1 Kriteria RDF untuk Pabrik Semen di Indonesia


Kesesuaian parameter RDF sebagai bahan bakar diperlukan untuk memastikan bahwa RDF yang
dikirim ke pabrik semen memenuhi persyaratan sesuai izin yang dimiliki industri semen dan tidak
akan berpengaruh negatif terhadap proses kiln. Misalnya, untuk menghindari masalah operasi
dalam kiln, dampak dari RDF pada total input zat terbang (volatile) yang bersirkulasi di dalam sistem
kiln, seperti klorin atau alkali, membutuhkan penilaian yang cermat sebelum penerimaan. Kriteria
penerimaan khusus untuk komponen ini harus ditetapkan oleh masing-masing pabrik berdasarkan
jenis proses dan pada kondisi kiln tertentu.

Sebelum RDF dapat diproses di kiln semen, RDF harus lulus kriteria penerimaan limbah minimum
tertentu berdasarkan peraturan lingkungan setempat yang berlaku, dampak pada operasi kiln,
kualitas semen, emisi, dan kandungan logam berat.

Karena pada saat ini belum ada spesifikasi standar RDF di Indonesia yang dapat digunakan
sebagai acuan nasional, perusahaan semen di negara ini mengembangkan kriteria klasifikasi yang
menyajikan karakteristik RDF yang dapat diterima oleh pabrik semen Indonesia. Tabel berikut
menguraikan karakteristik dikembangkan dari beberapa diskusi yang dilakukan oleh Kementerian
Perindustrian dan Asosiasi Semen Indonesia yang disepakati oleh sepuluh perusahaan semen di
Indonesia.
Tabel 4.1 Karakteristik RDF Berdasarkan Kriteria yang Diterima Perusahaan Semen di Indonesia
Parameter kualitas Satuan Nilai batas
Nilai kalor, min kkal/kg ≥ 3000
Cl % ≤ 0,75
S % ≤1
Total kandungan air % ≤ 20
Ukuran mm ≤ 50
Bentuk - Fluff
Na2O % ≤ 0.5
K2O % ≤1
MgO % ≤2
P2O5 % ≤1
TiO2 % ≤ 0.5
Trace Element
Hg ppm (kering), max 5
As ppm (kering), max 15
Cd ppm (kering), max 10
Cr ppm (kering), max 250
Pb ppm (kering), max 300
Sb ppm (kering), max 70
Co ppm (kering), max 200
Ni ppm (kering), max 200
Cu ppm (kering), max 200
V ppm (kering), max 200
Zn ppm (kering), max 3000
Se ppm (kering), max 10

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 63
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

4.2. Pra-Penerimaan
Prosedur pra-penerimaan harus memastikan bahwa hanya RDF dan limbah lainnya yang disetujui
karakteristiknya dikirimkan ke pabrik semen. Operator harus memperoleh informasi tentang
sifat dari proses produksi RDF, termasuk variabilitasnya. Deskripsi lain yang diperlukan meliputi:
komposisi (bahan-bahan kimia yang terkandung dan konsentrasinya); persyaratan penanganan
dan bahaya yang terkait; kuantitas; penyimpanan sampel, dan teknik pelestarian lingkungan. Harus
tersedia sistem untuk pengambilan dan analisis sampel.

Sampel RDF dan limbah lainnya harus diambil oleh teknisi yang kompeten dan analisis dilakukan
oleh laboratorium, disarankan yang terakreditasi, yang menerapkan metode QA/QC dengan
tegas dan metode pemeliharaan rekaman, pencatatan dan prosedur lainnya. Operator harus
melakukan karakterisasi komprehensif (profiling) dan pengujian sehubungan dengan pengolahan
yang direncanakan untuk setiap aliran RDF baru. RDF tidak boleh diterima tanpa sampling dan
pengujian terlebih dahulu (UNEP, 2007).

Sumber: GTZ/Holcim (2006)


Gambar 4.1 Prosedur Pra-penerimaan

4.2.1 Penerimaan di Pabrik


Verifikasi dan pengujian harus mencocokkan karakteristik RDF dan limbah lainnya dengan
informasi dari pra-penerimaan. Prosedur penerimaan harus meliputi (UNEP, 2007):
(a) Jumlah limbah yang tiba di pabrik untuk memastikan bahwa kapasitas yang tersedia
cukup menampung limbah tersebut;
(b) Periksa dokumen yang menyertai limbah;
(c) Inspeksi, sampling dan pengujian limbah;
(d) Penolakan limbah dan prosedur pelaporan ketidaksesuaian;
(e) Pemeliharaan rekaman/catatan;
(f) Peninjauan secara berkala terhadap informasi pra-penerimaan.

RDF dan limbah lainnya tidak boleh diterima tanpa informasi tertulis yang rinci mengenai
sumber, komposisi, dan tingkat bahayanya.

4.2.2 Pengendalian Mutu dan Jaminan Mutu


Sebuah program yang komprehensif untuk jaminan kualitas (QA) dan kontrol kualitas (QC)
harus diterapkan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa produk memenuhi spesifikasi

64 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

standar, operasi pabrik tidak terganggu oleh penggunaan limbah berbahaya, perlindungan
lingkungan tetap dilakukan, dan untuk risiko kesehatan dan keselamatan dapat diminimalkan.
RDF dengan ukuran seragam umumnya diperlukan untuk memudahkan transportasi. Ukuran
akhir yang optimal untuk kiln tergantung pada titik pengumpanan. Nilai kalor yang seragam
penting untuk pelepasan panas yang sama dan konstan selama proses pembakaran. Oleh
karena itu penting untuk memadukan jenis bahan yang berbeda sebelum proses pengurangan
ukuran.

Terlepas dari persyaratan hukum yang berlaku, spesifikasi RDF yang umum tertulis dalam
kontrak antara RDF pemasok dan pengguna, antara lain: ukuran partikel (d95) atau (d90), nilai
kalor bersih (MJ/kg), kandungan klorin (%b), kandungan sulfur (%b), kadar abu (%b), kadar air
(%b), serta pembatasan (ppm) untuk logam berat (As, Sb, Pb, Cd, Cr, Co, Cu, Zn, Ni , Hg, Tl, V,
Sn, Mn).

Memastikan kepatuhan hukum yang diperlukan dengan nilai limit dan spesifikasi yang
diberikan dalam kontrak membutuhkan pemantauan yang tepat. Untuk ini, terdapat dua
pendekatan yang berbeda sebagai berikut:
(1) Kontrol oleh Pemasok
Kontrol kualitas eksternal RDF untuk kepatuhan hukum dilakukan oleh pemasok, yang
kemudian menyampaikan semua informasi yang relevan kepada konsumen. Dalam hal
ini, pemasok harus menjelaskan rencana pengambilan sampel dan melakukan semua
pengukuran analitis diperlukan, dan konsumen (pabrik semen) harus mengambil secara
acak sampel dari RDF untuk memeriksa identitas material yang dikirimkan.
Pemeriksaan identitas ini harus dilakukan setidaknya sekali setahun. Jika dari hasil
pemeriksaan visual diduga terjadi kontaminasi bahan bakar limbah atau jika bahan
bakar yang berasal dari limbah tampaknya tidak sesuai peraturan, maka harus dilakukan
sampling dan pengujian.
Untuk pemeriksaan identitas, pemeriksaan analitis (ukuran lot) mengacu pada jumlah
150 ton, atau jika laju limbah lebih besar dari 40.000 ton per tahun diambil jumlah rata-
rata harian.

(2) Kontrol oleh Konsumen


RDF yang dikirimkan oleh pemasok yang berbeda umumnya diperiksa oleh fasilitas
penerima RDF sebagai user. Karena itu, rencana sampling dan konsep preparasi sampel
harus tersedia di fasilitas tersebut sesuai dengan aturan, standar, dan pedoman yang
dipersyaratkan oleh pihak berwenang. Volume dan intensitas penyelidikan harus
disesuaikan dengan jaminan kualitas berdasarkan jumlah dan frekuensi pengiriman RDF
ke fasilitas penerima RDF tersebut.

4.2.3 Kedatangan
(A) Pengiriman RDF dan limbah lainnya harus disertai dengan dokumen yang merinci hal
berikut: nama dan alamat produsen RDF; nama dan alamat transporter; klasifikasi dan
deskripsi limbah; volume dan berat;
(B) Bila memungkinkan, RDF harus diperiksa secara visual. Semua kontainer berisi RDF dan
limbah lainnya harus diperiksa untuk memastikan jumlah yang dikirimkan sama dengan
yang tertera pada dokumentasi yang menyertai.
(C) Semua beban yang masuk harus ditimbang, kecuali jika tersedia sistem volumetrik yang
terkait dengan data berat jenis.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 65
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

4.2.4 Inspeksi
(A) RDF hanya boleh diterima di fasilitas setelah pemeriksaan menyeluruh, bukan hanya
pemeriksaan pada informasi tertulis saja. Verifikasi fisik dan konfirmasi analisis harus
dilakukan untuk memastikan RDF memenuhi spesifikasi izin dan persyaratan peraturan.
RDF harus di-sampling dan menjalani verifikasi dan pengujian, sesuai dengan frekuensi
dan protokol yang didefinisikan dalam prosedur, kecuali untuk produk yang tidak
terpakai, usang, tidak sesuai spesifikasi atau yang tidak terkontaminasi.
(B) Verifikasi dan pengujian di lokasi harus dilakukan untuk mengkonfirmasi hal berikut
- Identitas dan deskripsi RDF;
-
Konsistensi dengan informasi pra-penerimaan;
(C) Teknik untuk pemeriksaan bervariasi dari penilaian visual sederhana hingga analisis
kimia lengkap. Luasnya prosedur yang diadopsi akan tergantung pada komposisi fisik
dan kimia RDF serta variasinya; kesulitan terkait penanganan jenis limbah tertentu atau
dari asal tertentu; kepekaan spesifik instalasi bersangkutan; ada atau tidaknya spesifikasi
kualitas yang perlu diperhatikan (Karstensen, 2008a).
(D) Fasilitas harus memiliki area khusus untuk pengambilan sampel atau penerimaan, di
mana RDF dibongkar dan disimpan sementara untuk pengambilan dan analisis sampel
lebih lanjut. Sampling idealnya harus dilakukan dalam waktu 24 jam dari saat bongkar.
RDF yang berukuran besar harus diperiksa dan diterima untuk pengolahan sebelum
dibongkar.
(E) Sampling harus mematuhi undang-undang nasional, atau dengan standar internasional.
Sampling harus mencakup prosedur standar seperti yang dikembangkan oleh Standar
Nasional Indonesia (SNI), American Society for Testing dan Material (ASTM), Komite Eropa
untuk Standarisasi (CEN), dan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA).
Rekaman sampling untuk masing-masing beban dan justifikasinya harus dipelihara.
(F) Sampel harus dianalisis oleh laboratorium dengan program QA/QC yang kuat, termasuk
namun tidak terbatas pada pemeliharaan rekaman dan penilaian independen. Analisis
harus dilakukan pada skala waktu yang ditetapkan prosedur pada fasilitas pengguna
(pabrik semen).
(G) Skema inspeksi dapat meliputi: pengkajian parameter pembakaran; dan pemeriksaan
komposisi unsur sampah input, misalnya dengan XRF dan/atau teknik yang sesuai lainnya,
sesuai dengan jenis dan karakteristik RDF, dan kriteria penerimaan limbah (Karstensen,
2008a). Tabel 4.2 memberikan contoh checklist untuk sifat dari RDF.

Tabel 4.2 Contoh Checklist untuk Analisis RDF *)


Tipe sampah Satuan, nama dagang awal
Wujud: padatan Ukuran, forma
Densitas kg/m3
Nilai kalor (net) MJ/kg (kcal/kg)
Analisis proksimat Moisture, ash, volatiles, Cfix
Analisis ultimat C, H, O, N, S
Halogen Cl, Br, F
Komposisi abu CaO, SiO2, Al2O3, Fe2O3, K2O, Na2O, P2O5, etc
Logam berat Hg, Cd, Tl, Be, As, Co, Cr, Pb, Zu, V, etc.
Flashpoint °C
Explosivity Tidak mudah meledak

66 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

Tipe sampah Satuan, nama dagang awal


Toksisitas tidak beracun, tindakan keselamatan, peringatan
Korosivitas Bahan konstruksi yang dibutuhkan
Kemungkinan pencampuran Mungkin/tidak mungkin dicampur dengan minyak, air, larutan
Fluktuasi kualitas Spesifikasi kualitas
*)dihimpun dari persyaratan analisis Pabrik Semen di Indonesia
Catatan: Kotak merah menunjukkan analisis yang cocok dengan kebutuhan dari industri semen

(H) Kontrol terhadap pengiriman sangat penting agar RDF tidak terkontaminasi oleh kotoran
yang tidak diinginkan.
(I) RDF hanya boleh dipindahkan ke tempat penyimpanan setelah lolos penerimaan. Jika
inspeksi atau analisis menunjukkan kegagalan untuk memenuhi kriteria penerimaan,
termasuk limbah terkontaminasi, limbah tersebut harus disimpan pada area khusus, yang
dialokasikan untuk penyimpanan limbah yang tidak sesuai, dan ditangani dengan tepat.
(J) Semua area dimana RDF ditangani harus memiliki sistem drainase tertutup. Perhatian
harus diberikan untuk memastikan bahwa zat yang tidak kompatibel tidak bersentuhan
akibat tumpahan dari sampel.
(K) Sesuai dengan undang-undang dan peraturan nasional, ketentuan yang sesuai harus
dilakukan untuk memverifikasi bahwa RDF yang diterima tidak berbahaya.

4.2.5 RDF tidak memenuhi syarat


(A) Operator harus memiliki kriteria yang jelas untuk penolakan RDF, termasuk RDF yang
gagal memenuhi kriteria penerimaan. Sebuah prosedur tertulis untuk pelacakan dan
pelaporan seperti ketidaksesuaian harus mencakup pemberitahuan kepada produsen
RDF
(B) Operator juga harus memiliki kebijakan yang jelas untuk penyimpanan, termasuk volume
penyimpanan maksimum, dan pembuangan limbah yang ditolak. Kebijakan ini harus
meliputi berikut:
- Identifikasi bahaya yang ditimbulkan oleh RDF yang ditolak;
- Pelabelan RDF yang ditolak dengan semua informasi yang diperlukan untuk
memungkinkan pengaturan penyimpanan dan pemisahan yang tepat;
- Pemisahan dan penyimpanan RDF yang ditolak untuk pembuangan secara aman.
(C) RDF yang tidak memenuhi kriteria penerimaan dari pabrik harus dikirim kembali ke
produsen RDF, kecuali perjanjian lain tercapai dengan produsen RDF.

4.3 Penyimpanan dan Penanganan RDF


Pabrik semen harus memiliki sistem dan prosedur untuk memindahkan RDF secara aman ke
tempat penyimpanan. Pertimbangan penyimpanan yang sesuai untuk limbah harus mencakup:
(a) Lokasi area penyimpanan;
(b) Infrastruktur area penyimpanan;
(c) Kondisi penyimpanan;
(d) Kontrol persediaan;
(e) Penyimpanan terpisah;
(f) Keamanan lapangan;
(g) Risiko kebakaran.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 67
(e) Penyimpanan terpisah;
(f) Keamanan lapangan;
(g) Risiko kebakaran.
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia
Informasi yang berguna mengenai penyimpanan limbah juga dapat ditemukan dalam BREF untuk industry
Informasi yang berguna mengenai penyimpanan limbah juga dapat ditemukan dalam BREF untuk
pengolahan limbah (EIPPCB, 2006).
industri pengolahan limbah (EIPPCB, 2009).
RDF seperti sebagian besar limbah lainnya memiliki sifat material yang tidak standar, karena itu diperlukan
RDF seperti
desain sebagian
khusus untuk besar limbah
peralatan lainnya memiliki
penanganan. Pasar dansifatsifat
material
bahanyang
bakartidak standar,
alternatif karena
yang tidak itu
stabil
diperlukan
memerlukan desain khusus
peralatan untukfleksibilitas
dengan peralatan yang
penanganan.
tinggi. Pasar dan sifat bahan bakar alternatif yang
tidak stabil memerlukan peralatan dengan fleksibilitas yang tinggi.

Precalciner or Secondary Firing

Belt Conveyors
Storage Hall
Double or
Triple Flap
Bridge Crane Gate

Belt Scale

Feed Hopper
with Activated
Flat Bottom Main Firing
Rotary Separator

Rotary Feeder

Belt Conveyors
Burner

Sumber: GTZ/Holcim, 2006 Sumber: GTZ/Holcim, 2006


Gambar 4.2 Diagram Alir Penanganan Bahan Bakar Alternatif Padat yang Umum Diterapkan di Pabrik
Gambar 4.2 Diagram Alir Penanganan Bahan Semen
Bakar Alternatif Padat yang Umum Diterapkan di Pabrik
Semen
Tabel 4.3 berikut ini menyajikan pokok-pokok utama cara menangani RDF (penyimpanan,
penakaran, dan injeksi ke kiln) (Holcim, 2007).

Tabel 4.3 Poin Penting dalam Menangani RDF di Pabrik Semen


Item Poin Utama
Penyimpanan Ruang penyimpan harus tertutup. Debu dan gas berbahaya perlu
dipertimbangkan. Diperlukan peralatan penyaring debu (dedusting) dan
ventilasi yang memadai.
Pengeluaran RDF dari ruang penyimpanan dan pengisian hopper 54
menggunakan bridge crane atau front loader.
Sistem penakaran Hopper pengumpan dengan alas datar bergerak dan dinding vertikal
dihubungkan dengan alat timbangan pada belt
Trnasportasi ke kiln Hanya konveyor sabuk reguler yang dapat digunakan (tidak memerlukan
transportasi pneumatik karena ada resiko penyumbatan, kecuali pada
platform burner).
Pembakaran sekunder dan pre- Triple flap gate
kalsiner:
Pengumpanan ke pre-kalsiner atau
saluran riser pemanas awal
Pembakaran utama: Untuk pembakaran utama, partikel ukuran besar harus dipisahkan. Sistem
Pemisahan material yang yang disarankan: saringan berputar (rotating screen).
berukuran besar Pemisah magnetik (cross belt) dianjurkan untuk melindungi katup rotary
sebelum transportasi pneumatik.
Pembakaran utama: Saluran pneumatik pendek dan lurus dimulai pada platform burner.
Injeksi ke burner utama Injeksi melalui pusat burner atau di atas burner

68 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

4.3.1 Pertimbangan Desain


Desain penyimpanan harus sesuai untuk mempertahankan kualitas RDF dalam periode
penyimpanan tertentu secara aman. Penyimpanan terpisah harus disediakan untuk mencegah
insiden dari pencampuran RDF yang tidak kompatibel satu sama lain dan sebagai sarana untuk
mencegah eskalasi bila terjadi insiden (UNEP, 2011).
a) Untuk meminimalkan emisi debu dan gas berbahaya, diperlukan penyimpanan tertutup;
b) Untuk mencegah penyebaran tumpahan atau perembesan ke dalam tanah, area penyimpanan
harus memiliki batas-batas yang memadai, tersegel, kedap air, dan tahan terhadap bahan
limbah yang disimpan;
c) masalah ekstraksi diminimalkan bila menggunakan hopper pengumpan dengan dinding
vertikal dan sistem ekstraksi bawah datar yang diaktifkan.
d) Harus tersedia alarm yang memadai untuk kondisi tidak normal.

Sumber: Holcim, 2007


Sumber: Holcim, 2007 Sumber: Holcim, 2007
Gambar 4.3Gambar
Contoh4.3Penanganan
Contoh Penanganan
RDF –RDF – Penyimpanan
Penyimpanan dandanEkstraksi
Sumber: Gambar
Holcim, 2007
4.3 Contoh Penanganan RDF – Penyimpanan dan
Ekstraksi
Ekstraksi
Gambar 4.3 Contoh Penanganan RDF – Penyimpanan dan
Ekstraksi

Sumber: Holcim, 2007


Gambar
Sumber: Holcim, 2007 4.4 Contoh Penyimpanan dan Ekstraksi untuk Fine RDF
Gambar
Sumber: Holcim,4.4 ContohSumber:
2007 Holcim,
Penyimpanan 2007 untuk Fine RDF
dan Ekstraksi
Gambar 4.4 Contoh Penyimpanan dan Ekstraksi untuk Fine RDF
Gambar 4.4 Contoh Penyimpanan dan Ekstraksi untuk Fine RDF

Feed Hopper
with Moving Floor

Feed Hopper
with Moving Floor

Feed Hopper
with Moving Floor

Variable Speed
Belt Scale

Sumber: Holcim, 2007


Variable Speed
Gambar 4.5 Contoh Penyimpanan dan Ekstraksi
Belt Scaleuntuk coarse RDF

Sumber: Holcim, 2007


Sumber: Holcim, 2007 Variable Speed

Gambar
Gambar4.5 4.5
Contoh Penyimpanan
Contoh danEkstraksi
Penyimpanan dan Ekstraksiuntuk
Beltuntuk Coarse
Scale coarse RDFRDF 56
Sumber: Holcim, 2007
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai
Gambar Alternatif
4.5 Contoh Bahan Bakar di
Penyimpanan danIndustri Semen
Ekstraksi untuk coarse RDF 56 69

56
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

Pertimbangan berikut juga penting untuk penyimpanan (UNEP, 2011):


(A) RDF harus disimpan dalam ruangan yang memiliki penutup serta terlindung dari panas,
sinar matahari langsung, dan hujan.
(B) Pembangunan, pemilihan material, dan desain peralatan seperti tangki, pipa, katup, dan
segel harus sesuai dengan karakteristik RDF. Peralatan harus memiliki pelindung korosi,
dan dirancang agar aktivitas pembersihan dan sampling mudah dilakukan.
(C) Ventilasi yang memadai harus disediakan sesuai pedoman kerja yang berlaku. Pemantauan
berkala harus dipertimbangkan apabila limbah disimpan secara terbuka yang dapat
melepaskan VOC.
(D) Harus tersedia sebuah sistem proteksi kebakaran yang disetujui oleh pihak berwenang.
Sistem deteksi kebakaran otomatis harus digunakan di tempat penyimpanan limbah,
serta untuk filter kain dan ESP, listrik dan ruang kontrol, dan area teridentifikasi resiko
lainnya. Pengukuran suhu permukaan limbah di pit penyimpanan secara automatis dan
kontinu dapat digunakan untuk memicu alarm akustik untuk menunjukkan variasi suhu.
(E) Sistem pemadam api otomatis harus digunakan saat menyimpan limbah cair yang mudah
terbakar dan di daerah berisiko lainnya. Sistem pengendalian kebakaran dengan gas CO2
dan busa menguntungkan dalam beberapa keadaan, misalnya, untuk penyimpanan
cairan yang mudah terbakar. Sistem air dengan monitor, meriam air dengan pilihan
untuk menggunakan air atau busa, atau sistem bubuk kering harus digunakan sesuai sifat
bahaya di lapangan.

4.3.2 Pertimbangan Operasional


(A) Prosedur dan instruksi tertulis untuk pembongkaran, penanganan, dan penyimpanan
RDF di lokasi harus di tempat.
(B) Untuk menghindari kebutuhan penanganan dan pemindahan tambahan, RDF harus
disimpan dalam wadah yang sama (drum) yang digunakan untuk pengiriman.
(C) Rute yang ditetapkan untuk kendaraan yang membawa RDF harus diidentifikasi secara
jelas dalam fasilitas pabrik. Transportasi di dalam pabrik harus meminimalkan risiko
terhadap kesehatan dan keselamatan karyawan, masyarakat, dan lingkungan. Operator
harus memastikan bahwa kendaraan yang cocok untuk tujuan tersebut sehubungan
dengan kepatuhan terhadap peraturan yang relevan.
(D) Semua muatan harus diidentifikasi secara benar, dipisahkan menurut kompatibilitas
(sehingga setiap potensi tumpahan tidak menciptakan bahaya kimia), dan dijamin untuk
mencegah sliding atau pergeseran selama transportasi. Personel harus diarahkan dan
dilatih untuk menggunakan peralatan hanya sebagaimana dimaksud, dan tidak melebihi
kapasitas kontainer, kendaraan, dan peralatan lainnya.
(E) Kontainer harus disimpan dalam kondisi baik, bebas dari penyok, tidak bocor atau
menggembung, dan ditutup apabila tidak digunakan.
(F) Pekerjaan pemeliharaan harus disahkan oleh manajemen pabrik, dan dilakukan setelah
area telah diperiksa oleh supervisor dan semua tindakan pencegahan yang diperlukan
telah diambil. Langkah-langkah keselamatan harus dipertimbangkan.

70 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

Sumber: GTZ/Holcim, 2007


Sumber: GTZ/Holcim, 2007
Gambar 4.6 Contoh Sistem Penerimaan, Penyimpanan dan Penimbangan RDF Menuju Kalsiner
Gambar 4.6 Contoh Sistem Penerimaan, Penyimpanan dan Penimbangan RDF menuju Kalsiner
4.4 Pre-Processing RDF di Pabrik Semen
4.4 Pre-Processing RDF di Pabrik Semen
Pada saat pre-processing RDF dilakukan di pabrik semen, pertimbangan berikut harus diambil
(UNEP, 2011):
Pada saat pre-processing RDF dilakukan di pabrik semen, pertimbangan berikut harus diambil (UNEP,
(A) RDF2011):
yang digunakan dalam kiln semen harus homogen, dengan ukuran partikel yang
(A) RDF yang digunakan dalam kiln semen harus homogen, dengan ukuran partikel yang sesuai, komposisi
sesuai, komposisi kimia dan kandungan panas yang stabil. Untuk operasi optimum, kiln
kimia dan kandungan panas yang stabil. Untuk operasi optimum, kiln membutuhkan aliran material
membutuhkan aliran material limbah yang seragam dalam hal kualitas dan kuantitas. Untuk
limbah yang seragam dalam hal kualitas dan kuantitas. Untuk limbah jenis tertentu, ini hanya dapat
limbah jenis tertentu, ini hanya dapat dicapai dengan pre-processing.
dicapai dengan pre-processing.
(B) Bahan bakar RDF dapat dibuat dengan mencampur produk yang berbeda namun memiliki
kesesuaian
(B) Bahannilai
bakarkalor dandibuat
RDF dapat komposisi kimia, atauproduk
dengan mencampur dengan
yangbahan
berbedabakar
namunalternatif lainnya
memiliki kesesuaian
seperti
nilai biomassa. Pada umumnya
kalor dan komposisi hanya
kimia, atau diperlukan
dengan pengolahan
bahan bakar alternatifawal yang
lainnya sederhana,
seperti seperti
biomassa. Pada
pemisahan polutan logam dan aditif, dan terkadang pencacahan untuk mengurangi
umumnya hanya diperlukan pengolahan awal yang sederhana, seperti pemisahan polutan logam dan ukuran
partikel
aditif,RDF.
dan terkadang pencacahan untuk mengurangi ukuran partikel RDF.
4.4.1 Pertimbangan Desain
4.4.1 letak
(A) Tata Pertimbangan desaindipertimbangkan dengan cermat untuk memastikan tersedianya
fasilitas harus
akses untuk operasi sehari-hari, jalan keluar darurat, dan pemeliharaan pabrik serta
(A) Tata letak fasilitas harus dipertimbangkan dengan cermat untuk memastikan tersedianya akses untuk
peralatan.
operasi sehari-hari, jalan keluar darurat, dan pemeliharaan pabrik serta peralatan.
(B) Penilaian kesehatan dan keselamatan pada saat operasi harus dilakukan untuk memastikan
(B) penilaian Kesehatan dan keselamatan pada saat operasi harus dilakukan untuk memastikan
keamanan
keamanan peralatan danuntuk
peralatan dan untuk meminimalkan
meminimalkan risiko membahayakan
risiko membahayakan orang atau
orang atau instalasi, atau
instalasi,
merusakatau merusak
lingkungan. lingkungan.
Prosedur Prosedur
yang tepat yang tepat
harus digunakan harus
untuk digunakan
menilai untuk
risiko atau menilai
bahaya pada
risiko atau
setiap bahaya
tahap dari pada
prosessetiap tahap
desain. dari
Hanya prosesyang
petugas desain. Hanyadan
kompeten petugas yang kompeten
berkualitas yang dapat
danmelakukan
berkualitas yang dapat melakukan atau mengawasi
atau mengawasi bahaya dan operasi tersebut. bahaya dan operasi tersebut.

4.4.2 Pertimbangan Operasional


(A) Meskipun pencampuran dan homogenisasi dari RDF dapat meningkatkan umpan dan
perilaku pembakaran, namun terdapat potensi risiko dan harus dilakukan langkah-
langkah sesuai dengan persiapan yang ditentukan.
58
(B) Teknik yang digunakan untuk pra-pengolahan dan pencampuran limbah dapat
mencakup:
- Pencampuran dan homogenisasi dari RDF dengan biomassa untuk memenuhi
persyaratan input, misalnya kandungan panas.
- Pencacahan, penghancuran, dan penyobekan limbah dalam kemasan dan RDF besar
jika perlu.
- Pencampuran RDF dalam lubang penyimpanan atau bunker menggunakan grab atau
mesin lainnya.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 71
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

- Operator crane harus mampu mengidentifikasi limbah yang berpotensi bermasalah,


misalnya limbah dalam bentuk bal dan item diskrit yang tidak dapat dicampur atau
dapat menyebabkan permasalahan saat pembongkaran dan pengumpanan ke kiln.
Limbah ini dapat dibuang, dicacah, atau langsung dicampur dengan limbah yang lain.
- Kerapihan dan kebersihan harus diterapkan untuk meningkatkan lingkungan kerja
dan memungkinkan potensi masalah operasional dapat teridentifikasi sejak awal.
Unsur-unsur utamanya adalah: Sistem untuk mengidentifikasi, menempatkan, dan
menyimpan RDF yang diterima sesuai dengan risiko; pencegahan emisi debu dari
peralatan operasi; pemeliharaan preventif yang efektif.

4.4.3 Peningkatan Homogenisasi dan Penakaran RDF


Untuk tingkat substitusi yang kecil, dampak negatif dari penakaran RDF yang kurang tepat dan
RDF yang kurang homogen tidak signifikan. Namun penakaran dan homogenisasi RDF yang
tepat sangat penting dalam tingkat substitusi yang lebih tinggi (misalnya> 10%). Tujuannya
adalah untuk memastikan masukan panas yang konstan ke dalam kiln. Masukan panas
tergantung pada fluktuasi nilai panas (homogenitas) dan pada kualitas sistem penakaran.
(1) Homogenitas dari RDF:
Homogenisasi RDF yang berupa padatan lebih sulit dibandingkan homogenisasi cairan,
namun homogenitas RDF sangat penting karena penakarannya pun lebih sulit daripada
penakaran cairan. Pencampuran dapat dilakukan dengan front loader di ruangan besar
atau area terbuka.
Selain itu dapat pula dibuat suatu platform atau perusahaan khusus untuk pengolahan
awal, yang dapat melakukan pencampuran RDF dari berbagai sumber untuk mendapatkan
RDF “baru” yang homogen.

(2) Penakaran RDF


– Kesesuaian Peralatan:
Peralatan untuk penakaran RDF harus dirancang dengan akurasi yang sama dengan
peralatan penakaran batubara. (Contoh: Pada umumnya, saluran transportasi
pneumatik yang panjang dengan banyak tikungan dan sudut, tidak cocok untuk RDF)

Diperlukan perbaikan sistem peralatan penanganan umpan RDF serta adaptasi terhadap
perubahan sifat RDF secara terus-menerus.

4.5 Pemilihan Titik Umpan


Untuk memperoleh kinerja yang optimal (co-processing tanpa emisi tambahan), RDF harus
diumpankan ke kiln semen melalui titik umpan yang tepat, dalam proporsi yang memadai dan
dengan sistem pengendalian mutu limbah dan emisi yang tepat.

Untuk menjamin co-processing yang aman dan bertanggung jawab, diperlukan pemilihan titik
pengumpanan dalam sistem kiln secara cermat serta pengendalian operasional yang komprehensif
berkaitan dengan karakteristik spesifik dan volume limbah.

Titik pengumpanan yang memadai harus dipilih sesuai dengan karakteristik yang relevan dari RDF,
termasuk sifat fisik, kimia, dan toksikologi. Titik umpan yang paling banyak digunakan adalah:
(1) melalui burner utama di outlet akhir rotary kiln, umumnya untuk mengumpan RDF dengan
ukuran partikel <35 mm, LHV:> 18 MJ / kg,
(2) melalui burner sekunder pada saluran riser di inlet kiln: umumnya untuk mengumpan RDF
dengan ukuran partikel <50 mm, LHV: 12-18 MJ / kg,

72 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

(3) melalui burner pre-kalsiner ke pre-kalsiner: umumnya untuk mengumpan ukuran partikel
RDF dengan ukuran <50 mm, LHV: 12-18 MJ / kg,
(4) Via chute umpan ke pre-kalsiner yang: umumnya untuk mengumpan RDF dengan ukuran
partikel <100 mm, LHV: 12-18 MJ / kg.

Pilihan titik umpan


Gas buang
Bahan baku
KILN PREKALSINER
Pembakaran pada prekalsiner Pembakaran pada
input kiln
Pembakaran utama

Klinker Gas buang


Bahan baku
KILN PEMANAS AWAL
Pembakaran sekunder Pembakaran pada
Pembakaran utama input kiln
bBh

Klinker
Sumber: GTZ/Holcim, 2007
Gambar 4.7 Beberapa Kemungkinan Titik Umpan RDF

Pada industri semen, umumnya RDF dibakar langsung di kalsiner atau burner utama kiln. Konsekuensi
dari pengumpanan RDF dengan ukuran partikel yang besar adalah kemungkinan tercampurnya
partikel bahan bakar yang tidak terbakar ke dalam bahan baku sehingga mempengaruhi kestabilan
proses. Bahan bakar padat dapat diumpankan melalui kalsiner, burner utama di kiln, atau langsung
melalui chute umpan atau saluran riser di kiln.

Ada alasan teknis dan hukum yang membatasi lokasi pengumpanan bahan bakar pada sistem kiln,
misalnya:
(a) Menurut izin pabrik semen dan peraturan nasional, bahan bakar limbah, termasuk RDF harus
dibakar pada suhu > 850°C dengan waktu tinggal minimum 2 detik,
(b) Bahan baku dipanaskan secara bertahap dari suhu 80°C setelah penggilingan mencapai 1.000°C
pada kiln inlet sampai suhu sintering 1.450°C di zona pembakaran rotary kiln.

61

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 73
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

Sumber: Holcim, 2007


Sumber: Holcim, 2007Gambar 4.8 Karakteristik RDF yang Diinjeksi ke Kiln Semen
Gambar 4.8 Karakteristik RDF yang diinjeksi ke Kiln Semen
RDF diinjeksikan ke dalam sistem kiln dengan tingkat substitusi tertentu terhadap bahan bakar
RDF diinjeksikan ke dalam sistem kiln dengan tingkat substitusi tertentu terhadap bahan bakar utama
utama hingga 20% dari total kebutuhan panas kiln. Untuk mengendalikan emisi, diperlukan sistem
hingga 20% dari total kebutuhan panas kiln. Untuk mengendalikan emisi, diperlukan sistem penimbangan
penimbangan dan pengumpanan RDF secara otomatis serta pencatatannya. Apabila emisi melebihi
dan pengumpanan RDF secara otomatis serta pencatatannya. Apabila emisi melebihi ambang batas
ambang batas karena gangguan fungsi perangkat pengendalian polusi kiln, sistem pengumpanan
karena gangguan fungsi perangkat pengendalian polusi kiln, sistem pengumpanan RDF harus segera
RDF harus segera dihentikan secara otomatis.
dihentikan secara otomatis.
Pembakaran
PembakaranUtama
Utamadibandingkan Pembakaran
dibandingkan Pembakaran Sekunder:
Sekunder:
Pada
Padadasarnya, RDF
dasarnya, RDFyang
yangmengandung
mengandungbahan
bahanorganik
organik yang
yang beracun
beracun dan
dan stabil,
stabil, disarankan
disarankan untuk
untuk
diinjeksikan
diinjeksikan pada pembakaran utama karena suhu yang lebih tinggi dan waktu tinggal lebih lebih
pada pembakaran utama karena suhu yang lebih tinggi dan waktu tinggal lama
lama yang
yang memungkinkan pembakaran sempurna dari zat-zat beracun tersebut. Namun, umpan RDF
memungkinkan pembakaran sempurna dari zat-zat beracun tersebut. Namun, umpan RDF yang tidak
yang tidak terkontrol dan tidak proporsional di pembakaran utama dapat menyebabkan kesulitan
terkontrol dan tidak proporsional di pembakaran utama dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
dalam proses kontrol pembakaran.
kontrol pembakaran.
Konsekuensidari
Konsekuensi daripembakaran
pembakaran RDF
RDFdalam
dalamburner rotary
burner kilnkiln
rotary dapat mencakup:
dapat mencakup:
 Penurunan kondisi
 Penurunan pembakaran
kondisi lokallokal
pembakaran pada material
pada unggun
material unggundididalam
dalam kiln;
kiln;
 Potensi peningkatan
 Potensi sirkulasi
peningkatan internal
sirkulasi sulfur,
internal klorin,
sulfur, dan
klorin, danlogam
logamalkali.
alkali.
Kedua hal ini menyebabkan perubahan kondisi proses dan dapat mempengaruhi kualitas klinker
Kedua hal ini menyebabkan perubahan kondisi proses dan dapat mempengaruhi kualitas klinker dan
dan operasi proses, menyebabkan penumpukan material (build-up) pada sirkulasi, penyumbatan
operasi proses, menyebabkan penumpukan material (build-up) pada sirkulasi, penyumbatan dan/atau
dan/atau korosi. Penumpukan dan penyumbatan merupakan konsekuensi dari sirkulasi internal
korosi.
yang Penumpukan
tinggi dalam kilndan penyumbatan
dari merupakan
unsur-unsur konsekuensi
yang mudah menguap,dariyaitu
sirkulasi internalklorin,
belerang, yang tinggi
dan dalam
logam
alkali. Karena kebutuhan akan tingkat QC/QA RDF yang lebih tinggi dalam komposisikebutuhan
kiln dari unsur-unsur yang mudah menguap, yaitu belerang, klorin, dan logam alkali. Karena RDF, pra-
penerimaan, tes laboratorium, dan pengendalian proses yang lebih kompleks, pabrik semen di
Indonesia lebih memilih untuk membakar RDF di pembakaran sekunder/pre-kalsiner dibandingkan 62
di pembakaran utama.

4.6 Peralatan Transportasi dan Pengumpan


Transportasi RDF yang paling umum digunakan adalah sistem mekanik, karena sistem pneumatik
seringkali mengalami penyumbatan. Pengumpanan secara gravimetri melalui actuated double flap
mengurangi risiko penyumbatan. Materi besar dan benda asing wajib dipisahkan untuk menghindari
penyumbatan dan kerusakan. Titik umpan berada di atas pusat burner.
74 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Transportasi RDF yang paling umum digunakan adalah sistem mekanik, karena sistem pneumatik
Transportasi RDFmengalami
seringkali yang palingpenyumbatan.
umum digunakan adalah sistem
Pengumpanan secaramekanik,
gravimetrikarena actuated
sistem
melalui double flap
pneumatik
seringkali mengalami
mengurangi penyumbatan.
risiko penyumbatan.Pengumpanan
Materi besarsecara gravimetri
dan benda asing melalui actuated untuk
wajib dipisahkan doublemenghindari
flap
mengurangi risiko penyumbatan.
penyumbatan Materi
dan kerusakan. besar dan
Titik umpan Pedoman
benda
berada Operasional
asing
di atas wajib
pusat Kiln Semen Pemanfaat RDF di
dipisahkan untuk menghindari
burner. Indonesia
penyumbatan dan kerusakan. Titik umpan berada di atas pusat burner.

Sumber:Sumber:
Holcim,Holcim,
2007 2007
Gambar 4.9 Contoh Sumber:
Transportasi dan Holcim, 2007
Pengumpanan
Gambar 4.9 Contoh Transportasi dan Pengumpanan ke ke Pre-kalsiner
Pre-kalsiner atau Pembakaran
atau Pembakaran Sekunder
Sekunder
Gambar 4.9 Contoh Transportasi dan Pengumpanan ke Pre-kalsiner atau Pembakaran Sekunder

Sumber: Holcim, 2007


Gambar 4.10 ContohSumber:
Sumber: Holcim,
Transportasi 2007
dan2007
Holcim, Pengumpanan ke Pembakaran Utama
Gambar 4.10 Contoh Transportasi dan Pengumpanan ke Pembakaran Utama
4.7 Gambar 4.10 Contoh
Penakaran Transportasi dan
dan Pengangkutan RDFPengumpanan ke Pembakaran Utama
4.7 Penakaran dan Pengangkutan RDF
4.7 Penakaran dan
Sistem Pengangkutan
penakaran RDF terdiri dari pre-hopper, load cell dan screw untuk penakaran dan
peralatan umumnya
dari pre-hopper, load celldengan
Sistem pengangkutan.
Sistem penakaran Pre-hopper
penakaran peralatan
peralatan umumnya
umumnya terdiridengan
dilengkapi
terdiri darisistem penggerak
pre-hopper, cellscrew
loaddan screw
dan system,
untuk
screw penakaran
untuk
untuk dan
memastikan
penakaran
pengangkutan. Pre-hopper dilengkapi dengan sistem penggerak dengan screw system, untuk memastikan
dan pengangkutan. Pre-hopper dilengkapi dengan sistem penggerak dengan screw system, untuk
aliran seragam.
memastikan Screw
aliran system Screw
seragam. dipasang di atas
system sepasangdiload
dipasang atascell yang memungkinkan
sepasang load cell yanglevel yang konstan 63
memungkinkan
pada screw dan dosis yang konstan pada ujung kiln burner.
level yang konstan pada screw dan dosis yang konstan pada ujung kiln burner. 63

Sumber: Heidelberger, 2010


Gambar Sumber: Heidelberger,
4.11 Contoh 2010 RDF
Sistem Penakaran
Gambar 4.11 Contoh Sistem Penakaran RDF
Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 75
Level material dalam pre-hopper dikendalikan oleh screw pembuangan di wadah distribusi. Ketika level
maksimum tercapai, umpan menuju weigh feeder dihentikan, dan pengumpanan dimulai lagi ketika level
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

Level material dalam pre-hopper dikendalikan oleh screw pembuangan di wadah distribusi. Ketika
level maksimum tercapai, umpan menuju weigh feeder dihentikan, dan pengumpanan dimulai lagi
ketika level material dalam pre-hopper telah mencapai tingkat minimum. Setelah weigh feeder, RDF
jatuh ke rotary feeder, kemudian secara pneumatik menuju burner. Sistem pneumatic conveying
dirancang untuk meminimalkan keausan, dan menjamin agar kebocoran udara tetap konstan
selama waktu operasi untuk mencegah penyumbatan dalam sistem. Akhirnya material mengalir
ke burner kiln, yang mampu menginjeksikan RDF halus. Api menyebabkan timbulnya aliran udara
dengan kecepatan radial dan tangensial, sehingga memungkinkan campuran efektif antara udara
dan bahan bakar terbentuk di sekitar burner.

4.8 Pengendalian Operasi Kiln


Prinsip-prinsip umum pengendalian operasional yang baik dari sistem kiln harus diterapkan ketika
memanfaatkan RDF dan limbah lainnya (UNEP, 2011).
(a) Semua parameter proses yang relevan harus diukur, dicatat, dan dievaluasi terus-menerus.
Operator kiln harus menjalani pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan
dengan penggunaan RDF dan limbah lainnya, termasuk aspek kesehatan, keselamatan, dan
emisi lingkungan.
(b) Jika terjadi gangguan operasional kiln, harus tersedia instruksi kerja tertulis mengenai strategi
menghentikan pemakaian RDF atau limbah lainnya untuk memastikan kondisi minimum
stabilitas operasional dapat dicapai.
(c) Kandungan mineral dari RDF dan limbah lainnya dapat mempengaruhi karakteristik klinker.
Komposisi bahan baku harus diatur untuk memenuhi set point konsentrasi zat-zat tertentu.
Batas-batas input untuk klorin, sulfur, dan alkali harus didefinisikan, dan set point operasional
harus benar-benar diamati. Bypass untuk menghindari siklus pengayaan senyawa bersirkulasi
hanya dilakukan apabila terdapat solusi untuk pengelolaan debu bypass.
(d) Hal-hal berikut harus diperhatikan agar tercapai proses pembakaran yang stabil untuk
mencegah terbentuknya POPs:
• Konsistensi dalam karakteristik bahan bakar (baik bahan bakar fosil maupun alternatif);
• Konsistensi laju pasokan bahan bakar atau frekuensi masuknya bahan bakar secara batch;
• Tersedia udara lebih yang cukup untuk mencapai pembakaran yang baik;
• Konsentrasi CO dalam gas buang dipantau dan tidak melebihi batas yang menunjukkan
pembakaran tidak sempurna.
4.8.1 Kondisi Operasi
Ketika mengumpankan RDF dan limbah lainnya ke kiln, kondisi operasi berikut harus dipenuhi
(EIPPCB, 2010):
(A) Gunakan titik umpan yang tepat pada kiln terkait suhu dan waktu tinggal tergantung
pada desain dan operasi kiln;
(B) Umpankan RDF yang mengandung komponen organik yang dapat diuapkan sebelum
zona kalsinasi ke zona suhu cukup tinggi dari sistem kiln;
(C) Operasikan sedemikian rupa sehingga suhu gas dari proses naik secara terkendali dan
homogen menjadi 850°C selama 2 detik walaupun berada pada kondisi yang paling tidak
menguntungkan;
(D) Naikkan suhu hingga 1100° C, jika limbah yang diumpankan ke kiln memiliki kandungan
lebih dari 1 persen zat organik terhalogenasi yang dinyatakan sebagai klorin;
(E) Monitor RDF dan limbah lainnya terus-menerus;
(F) Hentikan pengumpanan RDF dan limbah lainnya ketika suhu dan waktu tinggal yang
tepat tidak dapat dipertahankan atau tidak bisa tercapai (misalnya saat start-up atau
shutdowns), dan setiap kali nilai batas emisi terlampaui.
76 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

Pengumpanan bahan bakar ke dalam sistem kiln sangat penting, karena langsung
memengaruhi emisi yang dihasilkan. Cara paling aman untuk mengumpankan bahan bakar
adalah memastikan gas pembakaran dari bahan bakar melewati zona suhu tertinggi di dalam
kiln (hingga 2.000 °C).

Senyawa beracun yang mudah terbakar seperti zat organik terhalogenasi, harus dihancurkan
melalui suhu dan waktu tinggal yang tepat.

Di kiln sistem pemanas awal/pre-kalsiner, RDF umumnya harus diumpankan melalui burner
utama atau burner sekunder. RDF dan limbah lainnya diumpankan melalui burner utama, yang
memiliki kondisi menguntungkan untuk pembakaran RDF yang kemudian terdekomposisi
dalam kondisi oksidasi pada suhu nyala > 1800 ° C.

Limbah yang diumpankan ke burner sekunder, pemanas awal, atau pre-kalsiner akan terkena
suhu yang lebih rendah, meskipun diharapkan suhu zona pembakaran di pre-kalsiner
umumnya > 1000°C (UNEP, 2007). Kiln harus dioperasikan hingga suhu gas dari proses
dinaikkan hingga 850°C selama 2 detik secara terkendali dan homogen, meskipun ada dalam
kondisi paling tidak menguntungkan.

Dalam kasus limbah dengan kandungan lebih dari 1 persen zat organik terhalogenasi
(dinyatakan sebagai klorin), suhu harus dinaikkan sampai 1100° C selama sedikitnya dua detik.
Pembuangan PCB membutuhkan suhu 1200 ° C dan waktu retensi 2 detik (pada 3 persen
oksigen dalam gas stack).

4.8.2 Tingkat Substitusi


Sebagai aturan praktis, 20% tingkat substitusi RDF terhadap bahan bakar fosil (atas dasar
energi panas) cukup layak diimplementasikan di kiln semen. Kualitas RDF sangat bervariasi
sehingga membuat api tidak stabil dan suhu di kiln sulit dikendalikan, bila digunakan dalam
proporsi yang lebih tinggi. Tingkat substitusi yang lebih besar dari 50% telah dicapai, tetapi
membutuhkan boiler yang dirancang khusus untuk menangani RDF (Demirbas, 2003).

Tabel 4.4 Laju Substitusi Maksimum


Laju Substitusi Maksimal dari Bahan Bakar
Tipe Kiln Titik Umpan
Alternatif termasuk RDF
Kiln Pre-kalsiner 1) Pembakaran utama < 5 mm: maksimal subtitusi 10-15%
(dengan udara tersier) < 1.5 mm: maksimal subtitusi 25%
2) Pembakaran di pre-kalsiner < 50 mm: maksimal subtitusi 30%
Kiln Pemanas Awal 1) Pembakaran utama < 5 mm: maksimal subtitusi 30%
(tanpa udara tersier) (contoh: RDF halus, butiran ban)
< 1.5 mm: maksimal subtitusi 50%
(contoh: RDF halus, serbuk gergaji)
2) Pembakaran sekunder < 50 mm: maksimal subtitusi 20%
(inlet kiln atau saluran riser) (contoh: potongan plastik)
Sumber: Diadaptasi dari Holcim, 2007

Semua tingkat substitusi merujuk pada total substitusi bahan bakar dan tidak dapat
diakumulasikan (misalnya kiln pemanas awal di burner utama: 30% substitusi dengan padatan
< 5 mm atau maksimal 50% substitusi dengan padatan < 1,5 mm).

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 77
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

4.8.3 Adaptasi untuk Kompensasi Dampak Pemanfaatan RDF*)


Daftar indikator proses berfungsi sebagai check-list untuk menilai seberapa baik proses
pembakaran telah dioptimalkan. Langkah pertama dari modifikasi atau adaptasi adalah
penilaian situasi aktual dari proses. Alasan utama yang membatasi penggunaan RDF dalam
praktik adalah pengendalian proses yang tidak mencukupi atau tidak dioptimalkan.

*) Indikator dalam Tabel 4.5 dapat digunakan juga untuk memantau proses dan untuk menilai
perubahan dari proses setelah menggunakan RDF dengan membandingkan target dengan kondisi
proses yang sebenarnya.

Tabel 4.5 Indikator Proses


Subyek Indikator Prosedur Kisaran target
1) Tingkat CaOf dan liter weight Periode sampling: CaOf = 0.8 – 1.5%
Pembakaran Klinker Sampel diambil setiap jam (batas atas sesuai
secara bersamaan dengan dengan persyaratan
sampel umpan kiln masing-masing pabrik)
2) Peningkatan Cyclone preheater kiln: Periode sampling: Cyclone preheater kiln:
Elemen yang %SO3 and %Cl di dalam Sampel pada hot meal SO3 < 2.5% dan
Bersirkulasi/ hot meal diambil setiap seminggu Cl < 1.0% di hot meal
Kecenderungan sekali per shift interpretasi hasil
Penumpukan bersama-sama dengan
Material neraca Alk/SO3-
3) Neraca sulfur/alkali Total input dan output Perhitungan neraca (input
klorida dari elemen yang dan output) dari elemen
bersirkulasi yang bersirkulasi (SO3,
Rasio molar alkali-sulfur K2O, Na2O, Cl) dari nilai-
nilai konsentrasi tipikal [%]
dan kadar umpan [t/h]
4) Pembakaran: %O2, %CO di kiln inlet Pengukuran komposisi CO < 0.1%
Komposisi Gas gas setidaknya setiap O2: mencukupi (e.g.
Buang di Inlet Kiln setengah jam selama 3 sif 3-4% untuk kiln kalsiner,
siang (8 jam) dalam satu rata-rata 2% untuk kiln
minggu pemanas awal tanpa
kalsiner)
5) Untuk Kiln Kalsiner: Set-point dan fluktuasi Mencetak suhu selama Fluktuasi suhu <+/- 10 °
Kontrol Tingkat suhu kalsinasi (bottom 3 sif siang (8 jam) dalam C Set point = 90% - max.
Kalsinasi cyclone, atau suhu hot satu minggu 95% tingkat kalsinasi
meal)
Korelasi suhu kalsinasi Periode sampling: Suhu dan derajat
dan derajat kalsinasi Sampel diambil dari kalsinasi harus
(Dihitung dari LOI dari hot meal selama 3 kali menunjukkan korelasi
hot meal) sif siang (8 jam) selama yang jelas (suhu tinggi
seminggu. Pencatatan akan menghasilkan
suhu kalsinasi pada saat kalsinasi lebih tinggi)
pengambilan sampel
Sumber: Diadaptasi dan dikompilasi dari Holcim dan lain-lain, 2016

4.8.4 Peningkatan Pengendalian Proses


Penggunaan RDF seringkali meningkatkan ketidakstabilan selama operasi kiln. Fluktuasi ini
dapat diimbangi dengan pengendalian proses dengan prosedur sebagai berikut:
(1) Definisi parameter kunci untuk operasi kiln dengan set-point yang jelas, termasuk rentang
toleransi dan penanggulangan jika terjadi penyimpangan. Definisi tersebut bersifat
spesifik untuk setiap kiln dan harus dilakukan melalui kerjasama antara operator kiln. Set

78 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

point, rentang, dan prosedur penanggulangan dinyatakan secara tertulis dan ditampilkan
di ruang kontrol. Operator harus dilatih untuk menggunakannya.
(2) Penyimpangan dari set-point dan kisaran toleransi harus dianalisis dan penyebabnya
harus dihindari. Alasan tipikal dari penyimpangan tersebut adalah pengukuran proses
(misalnya suhu dan konsentrasi gas), peralatan yang rusak (misalnya damper udara tersier)
dan laju umpan bahan bakar yang tidak mencukupi.

Tabel 4.6 Contoh Kontrol Proses yang Lebih Maju


Parameter penting Set-point dan Kontrol/Tindakan penanggulangan Perbaikan/Realisasi
rentang
O2 pada inlet kiln > 3% Damper udara tersier dan diameter fan Penggantian damper
udara tersier yang rusak;
relokasi dan strategi
operasi baru dari probe
pada inlet kiln
Suhu setelah cyclone 850 – 890°C Tingkat bahan bakar kalsiner Perbaikan penakaran,
paling bawah penanganan, dan
homogenitas RDF
Kandungan kapur 0.8 – 1.2% Apabila dua nilai pengukuran
(lime) bebas/tidak kandungan kapur bebas di bawah 0,8;
terikat maka harus dilakukan pengaturan laju
bahan bakar burner utama agar tidak
terjadi overburning
Sumber: Diadaptasi dan dikompilasi dari Holcim dan sumber lainnya, 2016

4.8.5 Peningkatan Pengendalian Zat yang Bersirkulasi (K2O, Na2O, dan Cl)
Penggunaan RDF sering meningkatkan sirkulasi internal zat yang mudah menguap dan
dengan demikian menciptakan atau memperburuk masalah coating. Pembakaran RDF selalu
menghasilkan penurunan kondisi pembakaran di kiln. Hal ini menyebabkan peningkatan
penguapan zat bersirkulasi, yang berpotensi meningkatkan penumpukan zat tersebut dan
penyumbatan. Hal ini dapat memiliki dampak besar pada kinerja kiln, yaitu menurunnya
ketersediaan kiln dan tingkat produksi. Pada banyak kiln yang sudah membakar RDF, masalah
ini adalah faktor utama yang membatasi peningkatan tingkat substitusi RDF.
Salah satu hal yang paling penting adalah keberadaan oksigen (udara) berlebih di kiln. Volatilitas
sulfur sangat bergantung pada kandungan oksigen dalam gas pembakaran. Oleh karena itu
kandungan oksigen di kiln inlet harus dijaga dalam kisaran optimum.

Langkah pertama untuk memecahkan masalah coating adalah analisis situasi aktual berkaitan
dengan zat yang bersirkulasi, sebagai berikut:
1)
Kelebihan udara di kiln
Pengukuran O2 (dan CO) di kiln inlet untuk memastikan bahwa O2 tersedia di kiln dalam
jumlah cukup untuk pembakaran sempurna.
2)
Analisis sistematis dari indikator
Pada suspension preheater kiln, indikatornya adalah SO3 dan Cl di hot meal.
3) Kinerja dari neraca zat yang bersirkulasi
Perbandingan input dan output zat bersirkulasi dengan nilai tipikal input (dari bahan baku
dan bahan bakar) yang dapat ditoleransi.
4) Perhitungan rasio molar alkali-sulfur klorida:
Perbandingan dengan nilai-nilai rasio molar alkali-sulfur-klorida tipikal, dan perhitungan
volatilitas sulfur.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 79
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

Dari hasil-hasil analisis di atas, dapat ditetapkan langkah-langkah penanggulangan apabila


nilai indikator melampaui batas. Pengurangan klorin bisa dilakukan dengan mengurangi
jumlah bahan bakar dengan konsentrasi Cl tinggi atau peningkatan ekstraksi debu, jika tersedia
peralatan penyaring debu.

Kriteria berikut harus dijaga dalam penggunaan RDF dan limbah lainnya untuk mencegah
masalah atau kegagalan dalam operasi kiln.
• Jumlah klorin input dari bahan bakar dan bahan baku < 300 g/t klinker (dari seluruh bahan
bakar dan bahan baku). Jika input klorin terus-menerus melebihi nilai batas tersebut,
diperlukan pembuangan debu dari filter utama (selama operasi langsung) agar operasi kiln
tetap stabil. Tetapi jika input terus-menerus > 350-400 g/t maka kemungkinan diperlukan
sistem bypass. Dengan input Cl berlebih tanpa sistem bypass, operasi kontinu tidak
dimungkinkan karena akan terjadi penyumbatan di pemanas awal.
• Kendalikan siklus sulfur. Faktor utama bukanlah input sulfur dari RDF, melainkan dampak
dari pembakaran yang buruk pada penguapan sulfur. Hal ini akan memicu peningkatan
siklus sulfur dan penyumbatan dalam pemanas awal. Untuk meningkatkan kualitas
pembakaran, diperlukan O2 lebih tinggi pada kiln inlet dan peningkatan pembersihan pada
pemanas awal.

4.8.6 Peningkatan Pembersihan Pemanas Awal (siklon pemanas awal)


Salah satu langkah yang paling penting untuk mengendalikan elemen bersirkulasi selain
kontrol terhadap batas input adalah pembersihan pemanas awal, sebagai berikut:
(A) Coating pada pemanas awal harus diperiksa dan dibersihkan setidaknya sekali per sif.
(B) Pembersihan secara manual dilakukan intensif, singkat, dan berkala.
(C) Batas-batas terukur harus didefinisikan dan ketika batas ini terlampaui, pembersihan
wajib dilakukan.
Contoh Pabrik 1: Jika perbedaan tekanan antara kiln inlet dan kalsiner melebihi batas,
harus dilakukan pembersihan.
Contoh Pabrik 2: Jika tekanan di kiln inlet melebihi batas, harus dilakukan pembersihan.
(D) Kiln inlet dan saluran riser: Bukaan harus tersedia pada semua platform dan di setiap
sudut. Di bagian penting, bukaan akses tambahan harus disediakan.
(E) Pada titik kritis di mana selalu terbentuk coating, blaster udara harus dipasang.
(F) Saluran riser (dari siklon dan di kiln inlet) harus dilindungi terhadap penumpukan material
dengan menurunkan posisi titik umpan untuk mengkondensasi elemen mudah menguap
pada area campuran bahan baku yang ‘dingin’. Desain splash box yang benar diperlukan
untuk mendistribusikan bahan baku secara merata di seluruh saluran.
(G) Memperbesar dimensi outlet siklon (“cone ganda”) dan diameter saluran bahan baku
untuk memungkinkan coating yang jatuh dapat melaluinya.
(H) Pemanas awal harus benar-benar rapat. Kebocoran yang menyebabkan masuknya udara
luar dapat meningkatkan pembentukan build-up.
(I) Apabila laju pembentukan coating sangat tinggi, penyemprotan air bertekanan tinggi
harus digunakan untuk membantu menghilangkan coating.

80 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
dapat meningkatkan pembentukan build-up.
(I) Apabila laju pembentukan coating sangat tinggi, penyemprotan air bertekanan tinggi h
digunakan untuk membantu menghilangkan coating.
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

Sumber: Holcim, 2007


Sumber: Holcim, 2007
Gambar
Gambar 4.12 Aplikasi 4.12
pada AirAplikasi
Blasters pada air blasters
di Preheater di preheater cyclone
Cyclone

4.9 Emisi Udara


Di Indonesia, pabrik semen yang melakukan co-processing RDF dan limbah berbahaya lainnya
tunduk pada aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
yang menetapkan batas emisi logam berat, dioksin dan furan, CO, debu (partikulat), total karbon
organik, HCI, HF, SO2, dan NOX.

Tabel 4.7 menunjukkan batas emisi yang ditetapkan oleh KLHK (nilai rata-rata harian untuk
pengukuran kontinu) untuk pabrik semen yang melakukan co-processing terhadap limbah
berbahaya sebagai bahan bakar alternatif dan bahan baku alternatif. Dioxin dan furan harus diukur
setidaknya sekali per tahun. Debu dari peralatan dedusting dapat didaur ulang sebagian atau
seluruhnya ke dalam proses produksi semen.

Bagi pabrik semen yang hanya memanfaatkan RDF sebagai bahan bakar alternatif, karena RDF
berasal dari sampah domestik dan bukan kategori limbah B3, maka pengaturan pemanfaatannya
mengacu kepada Pedoman RDF tentang Pemanfaatan RDF di Industri Semen yang diterbitkan
KLHK, pabrik semen Indonesia harus mengikuti batas emisi di KepMenLHK 19/2017 sebagai berikut.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 81
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

Tabel 4.7 Baku Mutu Emisi Udara pada Pabrik Semen yang Menggunakan RDF sebagai Bahan Bakar dalam
Kegiatannya (Permen KLHK no 19 tahun 2017)
No Parameter Satuan Nilai Baku
Mutu Emisi
1 Partikulat* mg/Nm3 60
2 Sulfur Dioksida (SO2)* mg/Nm3 650
3 Nitrogen Oksida (NOX)* mg/Nm3 800
4 Hidrogen Fluorida (HF)* mg/Nm 3
2
5 Hidrogen Klorida (HCl)* mg/Nm 3
20
6 Karbon Monoksida (CO)* mg/Nm 3
625
7 Cadmium (Cd) mg/Nm 3
0,2
8 Merkuri (Hg) mg/Nm 3
0,2
9 Lead (Pb) mg/Nm 3
5
10 Arsenik (As) mg/Nm 3
1
11 Nikel (Ni) mg/Nm 3
0,5
12 PCDD/F (Dioxin dan Furan)** ng TEQ/Nm 3
0,1
Catatan:
• Kadar maksimum baku mutu diatas dikoreksi terhadap 7% Oksigen
(O2) pada kondisi 25oC, 760 mmHg.
• Pengukuran emisi dilakukan pada kondisi kering.
• Pengukuran kadar Karbon Dioksida (CO2) pada cerobong keluar.
(*) Pengukuran diwajibkan menggunakan CEMS
(**) PCDD/F diukur setiap 4 (empat) tahun sekali setelah
beroperasinya unit fasilitas Refuse Derived Fuel.

4.9.1 Alat Pengendali Emisi


Tingkat emisi dari pembakaran sangat tergantung pada kondisi kiln beroperasi dan bagaimana
proses dikendalikan. Secara umum emisi cenderung meningkat ketika kiln dioperasikan dalam
kondisi tidak stabil. Emisi yang dikeluarkan dari pembakaran RDF secara terkendali berbeda
dengan emisi dari pembakaran tidak terkendali. Jika pembakaran RDF tidak terkendali,
terutama pada temperatur rendah, maka akan terbentuk gas sangat beracun dan senyawa-
senyawa seperti dioksin/furan.

Di Indonesia, semua pabrik semen dilengkapi dengan perangkat pengendali polusi untuk
mengendalikan emisi gas dan partikel (debu). Sebagian besar pabrik semen dilengkapi dengan
electrostatic precipitators (EP), sedangkan yang lainnya menggunakan bag filter. Kinerja
perangkat pengendalian polusi harus dipastikan baik ketika kiln semen menggunakan RDF
sebagai bahan bakar. Semua perangkat anti-polusi harus dipertahankan dalam kondisi operasi
yang baik.

4.9.2 Fasilitas Uji Coba


Sangat diharapkan industri semen yang memanfaatkan RDF memiliki kapasitas untuk
mengukur tingkat polutan seperti PM, CO, NOX, menggunakan peralatan analisis emisi yang
andal dan terpercaya. Staf pabrik harus dilatih sehingga secara mandiri mampu memeriksa
emisi logam berat seperti yang ditentukan dalam standar di atas. Jika pabrik tidak memiliki
peralatan analisis emisi, layanan laboratorium bersertifikat harus tersedia untuk memantau
emisi, termasuk emisi logam berat sesuai periode waktu yang ditentukan pihak berwenang.

Industri semen harus memantau tingkat PM, CO, NOX menggunakan analisis emisi online
yang andal, memelihara rekaman dan juga melaporkan kepada Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan sesuai dengan frekuensi yang ditetapkan dalam regulasi dan izin yang

82 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Pedoman Operasional Kiln Semen Pemanfaat RDF di Indonesia

berlaku. Industri semen juga akan melaporkan kepada pihak berwenang mengenai kuantitas
RDF digunakan, sebagai berikut:
• Tes kinerja harus dilakukan untuk menunjukkan kepatuhan terhadap batas emisi dan
spesifikasi kinerja untuk sistem pemantauan terus menerus, ketika kiln beroperasi dalam
kondisi normal.
• Pabrik semen membutuhkan peralatan proses yang andal, kendali penuh atas analisis proses
pembakaran dan analisis gas di kiln dan kalsiner. Umumnya pabrik semen menggunakan
sistem probe untuk analisis gas di inlet kiln.

Pabrik semen di Indonesia harus melakukan metode pengukuran berikut untuk memantau
emisi mereka seperti yang dipersyaratkan oleh KLHK. Metode dan frekuensi pemantauan
dijelaskan
Tabel dalam Tabel
4.8 Pengawasan 4.8. pada Emisi yang diperlukan Kiln Semen Pengguna RDF di Pabrik Semen
Kontinu

No Tabel 4.8 Pengawasan Kontinu pada Emisi yang


Parameter Diperlukan
Metode Kiln Semen
Monitoring danPengguna RDF di Pabrik
Frekuensi
Semen
Sampling
No Parameter Metode Monitoring dan Sampling Frekuensi
1. Total Partikulat Sistem Kontinyu (Continuous Kontinyu
1. Total Partikulat Sistem Kontinyu (Continuous Kontinyu
2. Sulfur Dioksida(SO2) Emission Monitoring) CEM
2. Sulfur Dioksida(SO2) Emission Monitoring) CEM
3. Nitrogen Oksida (NOx)
3. Nitrogen Oksida (NOx)
4. Logam Berat Manual Periodik
4. Logam Berat Manual Periodik
5. Dioxin, Furans Manual Periodik
5. Dioxin, Furans Manual Periodik

Sumber: Indocement, 2016


Sumber: Indocement, 2016
Gambar 4.13 Peralatan CEM
Gambar 4.13 Peralatan CEM

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 83
5
DAMPAK EMISI KILN
YANG MENGGUNAKAN RDF
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

Seperti yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya, kiln pre-kalsiner yang modern dapat dirancang untuk
membakar bahan bakar alternatif (termasuk RDF) dalam jumlah yang tinggi, karena kiln ini umumnya
mempunyai peralatan pengendali pembakaran yang optimal dan pengendali polusi yang efisien. Pada
temperatur api sekitar 2000oC dan temperatur material sekitar 1400oC, bersamaan dengan waktu tinggal
4 – 5 detik di lingkungan yang kaya oksigen, dapat dipastikan semua komponen organik akan hancur.
Gas-gas asam yang terbentuk selama pembakaran dinetralkan oleh alkali yang terkandung dalam bahan
baku dan akan tergabung dalam fasa klinker. Selain itu, dapat juga dipasang sistem bypass pada kiln pre-
kalsiner modern, untuk mengantisipasi pembakaran bahan bakar alternatif yang umumnya memiliki
karakteristik panas minimum dan kehilangan debu.

Pengaruh negatif dari polutan yang dihasilkan dari pembakaran RDF dalam kiln adalah kemungkinan
berpindahnya zat yang terkandung di dalam sampah ke atmosfer atau klinker. Sejauh ini, yang jadi
perhatian adalah emisi produk pembakaran dari kiln semen yaitu CO2, CO, partikulat, NOX, dan SO2
sebagaimana telah dilaporkan dalam dokumen BREF (EU, 2001).

Tujuan dari bab ini adalah mengulas dampak pemanfaatan RDF sebagai sumber panas tambahan
dalam kiln terhadap polutan yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian teknis dan lingkungan, untuk
pembakaran RDF dalam kiln semen tidak diperlukan tambahan teknologi pembakaran khusus di sistem
kiln, kecuali sistem penanganan dari RDF. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pembakaran RDF
hingga 30% terhadap total substitusi panas di kiln, menunjukan tidak adanya kenaikan emisi polutan di
udara (termasuk gas asam, dioksin, furan, dll).

Pada dasarnya, temperatur tinggi dalam kiln semen memastikan zat organik dalam sampah hampir
seluruhnya berubah menjadi CO2 dan air; serta konsentrasi emisi dari senyawa organik seperti dioksin
dan furan sangat rendah. Bagaimanapun juga, emisi udara dari pabrik semen yang memanfaatkan RDF
harus dipantau secara cermat dan dilaporkan sesuai aturan yang berlaku.

5.1 Nitrogen oksida


Dari empat makanisme pembentukan NOX, pembentukan NOX panas (thermal NOX) dan NOX bahan
bakar (fuel NOX) merupakan proses yang paling penting di kiln semen. NOX panas adalah hasil dari
oksidasi molekul nitrogen di udara pada temperatur tinggi. NOX panas ini terjadi di dalam zona
pembakaran kiln semen pada temperatur lebih dari 1200oC.

NOX bahan bakar adalah hasil dari oksidasi nitrogen dalam bahan bakar dan tidak terpengaruh oleh
temperatur. Temperatur pembakaran yang rendah dalam kalsiner dan beberapa titik pembakaran
menyebabkan pembentukan NOX bahan bakar lebih besar daripada pembentukan NOX panas di
lokasi-lokasi tersebut.

Secara umum, pembentukan NOX berkaitan dengan kadar nitrogen dalam bahan bakar, temperatur
kiln, waktu tinggal, dan jenis burner. Kira-kira 95% – 98% dari NOX pada emisi kiln semen dalam
bentuk NO dan sisanya berupa NO2.

RDF memiliki nilai kalor yang rendah, yaitu antara 10,000 – 15,000 kJ/kg (2390 – 3585 kkal/kg),
apabila dibandingkan dengan nilai kalor batubara, yaitu sekitar 24,000 kJ/kg (5736 kkal/kg). Oleh
karena itu untuk pembakaran RDF, subtitusi panas hanya dapat diperoleh dengan meningkatkan
laju aliran bahan bakarnya. Penggunaan RDF sebagai bahan bakar alternatif dalam suatu sistem
yang menggunakan blower berkapasitas tetap dan emisi asap (fumes) dengan jumlah terbatas, dapat
diatur menggunakan dua cara yang berbeda, yakni:
1) Dengan kondisi panas yang sama (yaitu profil temperatur yang sama), dapat dipertahankan
dengan menyediakan sejumlah kecil udara sekunder (persentase oksigen dalam gas buang akan

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 87
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

menurun).
2) Dengan faktor pengenceran yang sama, sehingga menghasilkan konsentrasi oksigen yang sama
dalam gas buang dan temperatur pembakaran yang rendah.

Kedua pilihan ini dapat menghasilkan laju pembentukan NOX yang lebih rendah. Dari sudut pandang
komposisinya, sangat penting untuk memperhatikan keberadaan kandungan nitrogen, sulfur, dan
klorin dalam bahan bakar pengganti, dibandingkan dengan konsentrasi bahan tersebut pada bahan
bakar fosil. Kandungan nitrogen sangat berpengaruh pada pembentukan NOX. Kandungan nitrogen
rendah pada RDF (0.3 – 0.5% dibandingkan dengan 1.5 – 2% pada bahan bakar fosil) menghasilkan
pembentukan NOX yang lebih rendah.

Bahan bakar alternatif termasuk RDF menawarkan kemungkinan pengurangan NOX secara
signifikan, yang disebabkan satu atau kombinasi dari 3 metode pengurangan NOX, yakni:
 Temperatur api yang rendah karena beban panas yang rendah dalam zona pembakaran (burning
zone)
 Temperatur api yang rendah karena pembakaran RDF membutuhkan 20% udara lebih bila
dibandingkan penggunaan udara pada pembakaran normal
 Pembakaran ulang (reburning) yang diakibatkan unsur yang mudah menguap.

Namun demikian, emisi NOX dapat diturunkan lebih lanjut dengan cara:
 Penurunan temperatur api
- Karena NOX panas adalah reaksi temperatur tinggi, maka penurunan temperatur api hanya
sebesar 50oC dapat menghasilkan penurunan NOX yang cukup signifikan.
 Pembakaran bertahap
- Mengurangi O2 untuk mengurangi pembentukan O yang dapat bereaksi dengan senyawa
mudah menguap
- Dengan demikian akan menurunkan pembentukan NOX panas dan NOX bahan bakar
- Namun demikian, proses ini dapat menghasilkan kondisi reduksi, penurunan kualitas klinker,
dan build-up senyawa bersirkulasi, karena CO adalah produk pertama dari pembakaran bahan
mudah menguap, dan CO+OH adalah reaksi api utama
- Dengan demikian reaksi H + O2 = O + OH juga akan lebih rendah; O2 yang lebih rendah akan
juga mengurangi pembentukan OH selain mengurangi pembentukan O
 Pembakaran Ulang
-


- Membutuhkan radikal CH, yang berasal dari pembakaran ulang zat mudah terbakar dari bahan
bakar dengan kelebihan udara minus 15%
- Penurunan substoikiometri dapat membentuk NOX yang lebih banyak, dengan bahan bakar
pembakaran ulang yang mengandung N2

Cara terbaik (BAT) untuk mengurangi emisi NOX adalah kombinasi dari langkah umum utama
(general primary measures) untuk menurunkan emisi NOX, pembakaran bertahap, dan pengurangan
non-katalis selektif (selective non-catalytic reduction, SNCR). Tingkat emisi BAT dengan teknik
ini adalah 200 – 500 mg NOX/m3 (sebagai NO2). Kiln-kiln terpasang di Indonesia umumnya telah
dirancang untuk menghasilkan kurang dari 1000 mg NOX/m3 dengan langkah umum utama. Emisi
di bawah 350 mg/Nm3 dapat diperoleh untuk kiln dengan kondisi yang mendukung.

88 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

5.2 Karbon monoksida dan Karbon dioksida


Gas CO terbentuk karena kekurangan oksigen dalam proses pembakaran, pencampuran tidak
sempurna antara oksigen dan bahan bakar dalam ruang bakar, serta pendinginan yang cepat dari
produk pembakaran hingga lebih rendah daripada temperatur pengapian dari gas CO sehingga
terjadi pembakaran tidak sempurna. CO dapat terbentuk secara tidak sengaja dan di mana saja
dalam tempat pembakaran dari suatu sistem kiln. Emisi gas CO biasanya menunjukkan bahan bakar
yang terbakar sebagian dan tidak termanfaatkan sempurna.

Selain itu, kekurangan oksigen untuk pembakaran di saluran riser atau kalsiner sebagai strategi
pengendalian NOx, juga kadang-kadang dapat menghasilkan CO dalam sistem pyroprocess dan
muncul dalam aliran gas buang jika tidak segera teroksidasi lebih lanjut.

Produksi 1 ton semen melepaskan kira-kira 0.73 – 0.99 t CO2, tergantung dari rasio klinker terhadap
semen dan faktor lainnya. Perbedaan utama antara industri semen dengan kebanyakan industri
lainnya adalah pada industri semen, konsumsi bahan bakar bukanlah sumber utama emisi CO2.
Semakin efisien sistem termalnya, maka emisinya sedikit menurun, dan semakin kurang efisien
sistem termalnya, maka emisinya sedikit meningkat.

Salah satu cara untuk mengurangi emisi CO2 adalah meminimalisasi kadar karbon dalam bahan
bakar, contohnya, dengan mengganti batu bara dengan bahan bakar alternatif, seperti RDF yang
memiliki kadar karbon yang lebih rendah. Banyak keuntungan dari penggunaan RDF yakni
menurunkan emisi gas CO2 dan residu abu, memproduksi bahan bakar yg lebih homogen, memiliki
nilai kalor yang lebih tinggi dan kadar air yang lebih rendah dibandingkan sampah campuran. Telah
dilaporkan bahwa untuk dapat mengurangi emisi karbon melalui penggantian batu bara menjadi
RDF, kandungan air harus dibawah 15% sehingga menyebabkan penurunan emisi sebesar 0,4 ton
CO2/ton batubara (Nakajima and Matsuyuki, 1981).

Selain bermanfaat dalam pengurangan emisi CO2, co-processing sampah juga mengurangi emisi
metana di TPA. Emisi TPA terdiri dari sekitar 60 persen metana, gas dengan potensi pemanasan
global 21 kali dari CO2 (Cembureau, 2009).

Jumlah CO2 yang dihasilkan selama proses pembakaran di kiln semen dipengaruhi oleh jenis bahan
bakar yang digunakan. Faktor emisi CO2 (EFCO2) dari bahan bakar didasarkan pada faktor emisi
yang ditetapkan oleh Intergovernment Panel on Climate Change (IPCC). Emisi langsung CO2 dari
bahan bakar limbah diperkirakan menjadi nol, karena input limbah menggantikan bahan bakar
fosil dengan jumlah yang setara. Tanpa pemanfaatan kandungan energi, limbah mungkin saja
tetap menghasilkan emisi CO2 (dalam jangka panjang atau pendek) ke atmosfer. Jika limbah yang
digunakan memiliki banyak manfaat lainnya, maka penggunaan limbah sebagai pengganti bahan
bakar fosil dan untuk menghindari emisi CO2 harus dipertimbangkan lebih lanjut. (IEA, 1999; IPCC,
1996).

Terjadi penurunan emisi CO2 yang cukup besar jika bahan bakar fosil diganti dengan RDF, karena
RDF mengandung bahan biogenik yang berbasis biomassa, seperti kertas, kardus, kayu, dan
sebagainya. Penghematan CO2 dapat dihitung menggunakan faktor emisi bahan bakar fosil yang
diganti. Co-processing RDF dilaporkan menghasilkan pengurangan sekitar 1,6 kilogram (kg) CO2 per
kg RDF, dibandingkan dengan pembakaran batubara (Genon dan Brizio, 2007).

Penelitian lain menunjukkan bahwa penggunaan RDF juga memiliki faktor emisi CO2 yang
jauh lebih rendah dibandingkan dengan batubara saat dibakar di kiln semen. Tabel di bawah ini
menunjukkan ciri khas dari RDF digunakan sebagai bahan bakar alternatif.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 89
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

Tabel 5.1 Karakteristik Sampah yang Digunakan sebagai Bahan Bakar Alternatif
Bahan Bakar Laju Substitusi (%) Kandungan Energi Kadar Air (%) Faktor Emisi CO2
(NCV, GJ/dry t) (ton CO2/t)
Sampah Domestik (Fraksi RDF) Hingga 30 12 – 16 10 – 35 0.95 – 1.32
Sumber: Murray dan Price, 2008

Tabel berikut menunjukkan potensi penurunan emisi CO2 dapat dicapai dengan pemanfaatan 1.200
tph sampah sebagai bahan bakar alternatif di kiln semen.

Tabel 5.2 Pencapaian Penurunan Emisi CO2 dengan Pemanfaatan 1200 Ton Sampah Per Hari sebagai Bahan
Bakar Alternatif di Kiln Semen
No Item Ton CO2 eq/tahun
1 Potensi pengurangan gas metana dari sampah 160.000
2 Pembakaran RDF 90.000
3 Konsumsi internal -5.000
4 Transportasi -1.000
Total 244.000
Sumber: Larsen, 2013

Perlu dicatat bahwa hasil ini mempertimbangkan berbagai tahapan dalam penggunaan RDF, dari
mulai produksi hingga pemanfaatannya. Data emisi CO2 tampak sangat signifikan, menunjukkan
kontribusi yang paling penting dari sistem ini, sehubungan dengan parameter Kyoto. Penggunaan
RDF di semen kiln menunjukkan hasil positif, pembakaran RDF memungkinkan untuk pengurangan
sekitar 1,61 kg CO2 per kg RDF yang dibakar dibandingkan dengan bahan bakar konvensional
(batubara).

Hal ini disebabkan komposisi kimia dari bahan yang mudah terbakar. Ketika RDF digunakan secara
khusus dalam sistem pembakaran dengan pemulihan kalor, dengan mempertimbangkan campuran
kalor untuk produksi energi listrik dan efisiensinya, substitusi dari bahan yang mudah terbakar
akan melibatkan peningkatan produksi CO2 sekitar 0,15 kg per kg RDF.

Kandungan plastik di dalam RDF umumnya memiliki nilai kalor bersih tinggi 30 MJ/kg dan rasio
hidrogen : karbon yang lebih tinggi dibandingkan batubara dan oksigen mendekati nol. Oleh karena
itu plastik memiliki faktor CO2 emisi sekitar 25% lebih rendah dari batubara. Dalam peraturan di
Eropa limbah yang berasal dari biomassa dianggap sebagai CO2 netral, yaitu memiliki faktor emisi
CO2 nol.

Tabel 5.3 Emisi CO2 dari SRF pada Tahap Penyiapan dan Pembakaran
No Tahapan kg CO2 eq/t RDF kg CO2 eq/20.000 t RDF
1 Penyiapan SRF 15,8 316.000
2 Pembakaran SRF 636,4 12.728.000
Sumber: CRPE, 2005

5.3 Sulfur dioksida


SO2 merupakan hasil dari oksidasi sulfida atau unsur sulfur yang terkandung dalam bahan bakar
selama pembakaran. Sulfida atau unsur sulfur yang terkandung dalam bahan baku juga dapat
dioksidasi menjadi SO2 di sistem kiln yang kaya oksigen dan suhu material di kisaran 300 – 600°C.
Sulfat dalam raw mix juga dapat dikonversi ke SO2 melalui kondisi reduksi lokal dalam sistem kiln.
Sifat alkali semen memungkinkan penyerapan langsung SO2 ke dalam produk, sehingga mengurangi
jumlah emisi SO2 di dalam aliran gas buang.

90 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

Rentang emisi tergantung pada kandungan senyawa sulfur yang mudah menguap pada bahan baku;
sebagian besar di bawah 300 mg/Nm3; meskipun kadang-kadang hingga 3000 mg/Nm3 (UNEP,
2007).

Di Indonesia, peraturan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa
batas emisi SOx di cerobong gas dari pembakaran (firing) di kiln dan/atau pre-kalsiner adalah tidak
lebih dari 650 mg/Nm3.

Sumber: Holcim,
Sumber: Holcim, 2007
2007
Gambar 5.1 Pembentukan SO
Gambar 5.1 Pembentukan SOx di Sistem Kiln
x di Sistem Kiln

Banyak penelitian
Banyak penelitian menunjukkan bahwabahwa
menunjukkan pemanfaatan bahan bakar
pemanfaatan alternatif
bahan padaalternatif
bakar proses pembakaran kiln
pada proses
pembakaran
sistem pemanas kilnawal-kalsiner
sistem pemanas awal-kalsiner
tidak meningkatkan tidak
emisi SO2meningkatkan
. Karena matriks emisi SO2klinker,
alkali dari . Karena matriks
kehadiran
alkali dari klinker, kehadiran sulfur dan klorin dalam bahan bakar alternatif, termasuk
sulfur dan klorin dalam bahan bakar alternatif, termasuk RDF, tidak mengakibatkan emisi gas dalam RDF, tidak
mengakibatkan emisi
tingkat yang kritis. gas dalam
Sebaliknya, tingkat
harus yang kritis. adanya
dipertimbangkan Sebaliknya, harus dipertimbangkan
kemungkinan reaksi sulfur danadanya
klorin
kemungkinan reaksi sulfur dan klorin dengan berbagai logam dalam campuran
dengan berbagai logam dalam campuran bahan baku. Konsentrasi sulfur dalam bahan bakar pengganti bahan baku.
Konsentrasi
umumnya jauh sulfur dalam
lebih rendahbahan bakar
dari nilai pengganti
acuan umumnya
dalam bahan bakarjauh
fosillebih rendah dari
konvensional (0,1 nilai
‒ 0,2%acuan dalam
di RDF, 3‒
bahan bakar fosil konvensional (0,1 - 0,2% di RDF, 3 - 5% dalam bahan bakar
5% dalam bahan bakar fosil). Oleh karena itu, tidak ada masalah mengenai pengendapan atau fosil). Oleh karena itu,
tidak ada masalah mengenai pengendapan atau penyumbatan, namun masalah penyerapan dan
penyumbatan, namun masalah penyerapan dan transfer alkali ke dalam klinker masih harus diverifikasi.
transfer alkali ke dalam klinker masih harus diverifikasi.
Tindakan utama penurunan emisi SO2 dengan meningkatkan waktu operasi pabrik (penurunan emisi SO2
hingga 50%)
Tindakan utama penurunan emisi SO2 dengan meningkatkan waktu operasi pabrik (penurunan
emisi SO2 hingga 50%)
Tingkat emisi BAT dengan teknik ini adalah 200 – 400 mg SO2/m3. Emisi SO2 dari pabrik semen biasanya
ditentukan dari kandungan sulfur mudah menguap pada bahan baku. Kiln yang menggunakan bahan baku
Tingkat emisi BAT dengan teknik ini adalah 200 – 400 mg SO2/m3. Emisi SO2 dari pabrik semen
yang tidak mengandung atau mengandung sedikit sulfur mudah menguap akan mengemisikan SO2 dalam
biasanya ditentukan dari kandungan sulfur mudah menguap pada bahan baku. Kiln yang
tingkat di bawah nilai tersebut tanpa menggunakan alat pengendali emisi. Besarnya emisi semen kiln di
menggunakan bahan baku yang tidak mengandung 3
atau mengandung sedikit sulfur mudah
Indonesiaakan
menguap dilaporkan di bawah 800
mengemisikan SOmg SO2/Nm
dalam .
tingkat di bawah nilai tersebut tanpa menggunakan alat
2
pengendali emisi. Besarnya emisi semen kiln di Indonesia dilaporkan di bawah 800 mg SO2/Nm3.
5.4 Senyawa organik yang mudah menguap (VOC)
5.4 Senyawa organik
Senyawa organik yang yang
mudahmudah
menguap menguap
(VOC) adalah (VOC)
jumlah dari semua senyawa gas organik, dinyatakan
Senyawa organik yang
sebagai konsentrasi atommudah
karbonmenguap (VOC)
organik dalam adalah
gas. jumlahmengemisikan
Kiln semen dari semua senyawa
senyawa organik
gas organik,
yang
dinyatakan sebagai konsentrasi atom karbon organik
mudah menguap dengan berbagai struktur yang berbeda-beda. dalam gas. Kiln semen mengemisikan senyawa
organik yang mudah menguap dengan berbagai struktur yang berbeda-beda.
Emisi VOC
Emisi VOCdari
darikilnkiln
semen harusharus
semen diperhatikan karena karena
diperhatikan peran VOC dalam
peran VOCpembentukan ozon di atmosfer.
dalam pembentukan ozon
Selain itu, beberapa VOC dianggap sebagai polutan udara berbahaya. Total emisi
di atmosfer. Selain itu, beberapa VOC dianggap sebagai polutan udara berbahaya. Total emisi hidrokarbon (THCs,
termasuk di (THCs,
hidrokarbon dalamnya adalah di
termasuk VOC) terutama
dalamnya dihasilkan
adalah VOC) sebagai
terutama akibat dari penguapan
dihasilkan dan/atau
sebagai akibat dari
pemecahan (cracking) kandungan minyak bumi dan kerogen yang ditemukan
penguapan dan/atau pemecahan (cracking) kandungan minyak bumi dan kerogen yang ditemukandalam campuran bahan
baku. campuran bahan baku.
dalam

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 91
80
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

Emisi organik (VOC dan benzena) terutama berasal dari bahan baku. Potensi emisi organik
bergantung pada pemilihan bahan baku dan konsentrasi bahan organik dalam sumber bahan baku.
Senyawa organik juga dapat terbentuk sebagai hasil dari pembakaran tidak sempurna dalam sistem
Emisi organik (VOC dan benzena) terutama berasal dari bahan baku. Potensi emisi organik bergantung
pyroprocessing.
pada pemilihan bahan baku dan konsentrasi bahan organik dalam sumber bahan baku. Senyawa organik
juga dapat terbentuk sebagai hasil dari pembakaran tidak sempurna dalam sistem pyroprocessing.
Rentang emisi tergantung pada kandungan organik yang mudah menguap pada bahan baku:
Rentang emisi
sebagian besartergantung
di bawah 50pada kandungan
mg/Nm 3
organik yangsampai
; kadang-kadang mudah 500
menguap
mg/Nm pada
3
. bahan baku: sebagian
3 3
besar di bawah 50 mg/Nm ; kadang-kadang sampai 500 mg/Nm .

Sumber:
Sumber:Holcim,
Holcim, 2007
2007
Gambar
Gambar5.2
5.2Pembentukan
PembentukanSOxSOx di
di Sistem
Sistem Kiln
Kiln

Tabel berikut
Tabel berikutmenunjukkan
menunjukkanpembentukan senyawa
pembentukan organik
senyawa di kiln:di kiln:
organik
Tabel 5.4 Pembentukan senyawa organik di Kiln*)
Tabel 5.4 Pembentukan Senyawa Organik di Kiln*)
Kiln
Kilninlet
Inlet ExitExit
preheater
preheter Chimney
Chimney
VOC Not detectable 29 (mgC/m3) 28 (mgC/m3)
VOC Not 29 [mgC/m3] 28 [mgC/m3]
Benzene detectable
Not detectable 1.5 (mg/m3) 1.4 (mg/m3)
3 3
Benzene
CO Not 3)
420 (mg/m 1.5
710[mg/m
(mg/m]3) 1.4
705[mg/m
(mg/m] 3)
detectable
NH3 Not detectable 82 (mg/m3)
CO 420 [mg/m3] 710 [mg/m3] 705 [mg/m3]
SO3 890 (mg/m3)
3
NH3 Not pada 10 [%] O dan 25 [%] 82
*) Nilai dihitung CO2[mg/m ]
detectable 2
Sumber: Holcim, 2007
SO2 890 [mg/m3]

Pengaruh bahan bakar pada emisi organik dari kiln semen dapat diabaikan, baik bahan bakar
konvensional maupun alternatif.
*) Nilai dihitung pada 10 [%] O2 dan 25 [%] CO2
Sumber: Holcim, 2007
Tahapan untuk mengurangi emisi SOx di sistem kiln:
1)
Pengumpanan bahan yang mengandung VOC pada sisi panas dari kiln dan tidak melalui umpan
Pengaruh bahan bakar pada emisi organik dari kiln semen dapat diabaikan, baik bahan bakar konvensional
kiln (atau bagian dari umpan kiln)
maupun alternatif.
2)
Pengurangan input bahan organik yang mudah menguap
Tahapan untuk mengurangi
 Periksa emisi VOC emisi SOx di sistem
dari komponen kiln:berbeda dengan “Expulsion Test“
yang
 Dengan menggunakan bahan baku tradisional atau alternatif (penggunaan bahan baku yang
selektif)
81
5.5 Klorin
Klorin adalah unsur bersirkulasi paling penting yang berkaitan dengan pemanfaatan RDF. Input
maksimum klorin dari RDF tergantung pada jenis kiln, input klorin dari RDF, dan input klorin dari
bahan baku dan bahan bakar lainnya yang digunakan oleh kiln.
92 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
 Dengan menggunakan bahan baku tradisional atau alternatif (penggunaan bahan baku
yang selektif)

5.5 Klorin Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

Masalah dasar
Klorin penggunaan
adalah RDF oleh
unsur bersirkulasi palingkiln semen
penting yangadalah kandungan
berkaitan klorin karena
dengan pemanfaatan RDF. klorin melemahkan
Input maksimum
semenklorin
dan dari
beresiko menyebabkan korosi batang baja dalam struktur beton bertulang. Bahan
RDF tergantung pada jenis kiln, input klorin dari RDF, dan input klorin dari bahan baku danbakar
alternatif
bahanyang
bakarmemiliki jumlah
lainnya yang klorida
digunakan oleh tinggi
kiln. seperti PVC harus digunakan dalam jumlah terbatas
dan optimasi campuran bahan bakar sangat penting untuk mendapatkan nilai panas dalam kiln
Masalah dasar penggunaan RDF oleh kiln semen adalah kandungan klorin karena klorin melemahkan
yang cukup danberesiko
semen dan semen yang berkualitas.
menyebabkan korosi batang baja dalam struktur beton bertulang. Bahan bakar
alternatif yang memiliki jumlah klorida tinggi seperti PVC harus digunakan dalam jumlah terbatas dan
Klorinoptimasi
memasuki sistem
campuran kilnbakar
bahan dari sangat
bahanpenting
baku dan bahan
untuk bakar. Klorin
mendapatkan menguap
nilai panas dalam
dalam kiln yang sistem
cukup kiln
dan membentuk alkali-klorida
dan semen yang berkualitas. dengan alkali yang tersedia. Alkali klorida bersifat mudah menguap
sehingga tidak meninggalkan sistem kiln untuk bergabung dengan klinker.
Klorin memasuki sistem kiln dari bahan baku dan bahan bakar. Klorin menguap dalam sistem kiln dan
membentuk alkali-klorida dengan alkali yang tersedia. Alkali klorida bersifat mudah menguap sehingga
Senyawa klorin menguap di zona sintering dan dibawa gas ke zona yang dingin, kemudian
tidak meninggalkan sistem kiln untuk bergabung dengan klinker.
mengembun pada bahan baku dan sebagian juga di dinding sekitarnya. Hampir semua klorin
Senyawa
akhirnya klorin menguap
meninggalkan di zona
sistem sinteringklinker.
bersama dan dibawa gasklorin
Emisi ke zonadalam
yang dingin,
bentuk kemudian mengembun
debu atau senyawa gas
pada bahan
(HCl) rendah. baku dan sebagian juga di dinding sekitarnya. Hampir semua klorin akhirnya meninggalkan
sistem bersama klinker. Emisi klorin dalam bentuk debu atau senyawa gas (HCl) rendah.

Sumber:
Sumber: Cembureau, 2007
Cembureau, 2007
Gambar 5.3 Siklus Klorin - Kiln PemanasAwal
Gambar 5.3 Siklus Klorin - Kiln Pemanas Awaltanpa Bypass
tanpa Bypass
Peningkatan input klorin (0,3 ‒ 0,5% di RDF) dapat menyebabkan beberapa masalah yang timbul dari
Peningkatan inputalkali
reaksi antara klorin
dan (0,3 - 0,5%
klorin, di RDF)
volatilisasi dapat
klorida danmenyebabkan
sirkulasi denganbeberapa
debu, danmasalah yang
kebutuhan timbul
untuk
dari reaksi antara alkali dan klorin, volatilisasi klorida dan sirkulasi dengan debu, dan
mengoperasikan bypass (ekstraksi sebagian gas buang) untuk membatasi klorida dalam produk akhir kebutuhan
untukklinker
mengoperasikan bypass (ekstraksi sebagian gas buang) untuk membatasi klorida dalam
(Kurdowski, 1983).
produk akhir klinker (Kurdowski, 1983).
82
Bahan bakar alternatif dan bahan baku alternatif kemungkinan memiliki kandungan klorin yang
cukup tinggi (misalnya plastik, pelarut, bahan bakar nabati) seperti yang ditunjukkan pada tabel
berikut:

Tabel 5.5 Contoh Kandungan Rata-rata dan Rentang Klorin


Rata-rata Rentang
Campuran bahan baku 0,02 Rendah – 0,05
Batu bara Rendah Rendah – 0,02
Heavy oil Diabaikan Diabaikan
Waste oil 0,2 0,1 – 0,6
Residu distilasi 1)
0,07 0,06 – 0,10
Lemak hewan 0,01
Makanan hewan 0,44
Lumpur IPAL (sewage sludge) yang dikeringkan 0,04 – 0,10
Plastik 2)
0,6 Rendah – 2,2
Sumber: Defra, 2007

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 93
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

1) Limbah dari sintesis poliester dan produksi fenol teralkilasi


2) Limbah industri plastik, Cl < 2 [%]

Konsentrasi senyawa alkali, sulfur, dan klor yang tinggi dalam bahan baku dan bahan bakar yang
digunakan untuk produksi semen (konvensional dan/atau alternatif), seringkali menimbulkan
kesulitan dalam operasi kiln dengan formasi build-up, terutama di pemanas awal dan bagian inlet
kiln.

Aturan praktis: Total masukan (bahan baku dan bahan bakar):


 Cl < 0.02 hingga 0.03 [%] (LOI free): Kasus normal
 Cl > 0.05 [%] (LOI free): Masalah penyumbatan yang berat (bergantung pada siklus sulfur)

Untuk menentukan konsentrasi klorin maksimum yang dapat diterima untuk jenis tertentu RDF,
total masukan Cl (aktual) ke kiln harus dinilai dengan menghitung neraca elemen yang bersirkulasi.
Batas berikut dinyatakan sebagai “input total klorin berdasarkan pada klinker [mg Cl/kg klinker]”.

Tabel 5.6 Total Input Klorin Berdasarkan Klinker


Tipe Kiln Maksimum input klorin (dari Semua Sumber)
Cyclone preheater kiln tanpa bypass Total Cl input < 200-300 mg Cl/kg cli
(dengan atau tanpa pre-kalsiner)
Cyclone preheater kiln +1% laju bypass, maks. 100 mg Cl/kg klinker
dengan bypass Apabila debu bypass digunakan dalam semen, maka batas
maksimum Cl dalam semen (umumnya Cl < 0.1%) harus diperhatikan
Sumber: Diadaptasi dari Holcim, 2007 dan sumber lainnya

Pada kiln pemanas awal suspensi, bypass di inlet kiln memungkinkan masukan Cl tambahan sebesar
100 mg Cl/kg kliner untuk setiap 1 persen dari laju bypass (contoh: dengan 8% bypass, 800 mg Cl/kg
klinker dapat ditarik dari kiln).

5.6 Gas Asam


Terbentuknya HCl di kiln semen tidak sepenuhnya dipahami. Namun demikian, bukti terbatas
menunjukkan bahwa emisi HCl tidak tergantung pada input klorin ke dalam sistem kiln,
kemungkinan disebabkan karena afinitas klorin terhadap kalsium dan logam alkali. Emisi dapat
terjadi jika input melebihi kapasitas klinker untuk menyerap klorin. Rentang emisi HCl untuk
sistem kiln pemanas awal suspensi atau pemanas awal kalsiner adalah <10 mg/Nm3.

Data CEM beberapa kiln semen di Indonesia menunjukkan perilaku yang luar biasa. Emisi HCl
tergantung pada suhu cerobong dengan korelasi yang sangat baik. Jelas ini mengindikasikan emisi
HCl tidak bergantung pada komposisi bahan baku maupun komposisi bahan bakar.

Perilaku eksponensial menunjukkan bahwa efeknya mungkin berhubungan dengan keseimbangan


penyerapan pada filter debu. Penjelasan yang mungkin adalah bahwa beberapa garam klorida tidak
stabil secara termal, dan terurai menjadi HCl, bergantung pada suhu filter.

Jika debu bypass atau CKD diekstrak untuk menangani input elemen bersirkulasi yang berlebihan,
penggunaan debu harus diperjelas, misalnya untuk campuran semen.

Potensi dampak RDF pada HCl adalah sebagai berikut:


 Dalam kiln pemanas awal suspensi kering, emisi HCl biasanya rendah karena scrubbing di pemanas
awal dilakukan secara intensif. Tapi emisi HCl dapat terjadi dari umpan kiln dan dilepaskan pada
gas buang pada siklon paling atas

94 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

 Emisi HCl bisa tinggi untuk pembakaran SP dengan bypass


 Kiln panjang kering dan kiln pemanas awal dengan bypass dapat memiliki emisi HCl yang lebih
tinggi
 HCl membentuk aerosol sekunder (dalam kombinasi dengan NH3)
 Dalam beberapa kiln, emisi HCl berkorelasi dengan suhu cerobong.

Langkah-langkah mitigasi utama untuk HCl adalah sebagai berikut:


 Meminimalkan masukan klorin
 Mengendalikan kualitas penerimaan RDF dalam hal spesifikasi HCl
 Menghindari kondisi reduksi
 Menurunkan suhu baghouse, jika memungkinkan.

HCl sangat sensitif terhadap suhu, semakin rendah suhu di baghouse, semakin rendah emisi HCl.

5.7 Sulfur dan Alkali


Produk pembakaran bahan bakar fosil mengandung semua oksidan diperlukan untuk mengkonversi
SO2 menjadi sulfur trioksida (SO3). Oleh karena itu, pabrik semen dapat menghasilkan emisi SO3 dan/
atau kabut H2SO4. Emisi kabut H2SO4 dapat meningkat pada pabrik yang menggunakan ‘tailpipe wet
scrubbers’.

Apabila fluor terkandung dalam bahan baku atau ditambahkan sebagai mineral, emisi HF dari
sistem kiln semen dapat terjadi.

Batas belerang dan alkali biasanya tidak menghalangi penggunaan RDF. Batasan ini lebih penting
untuk bahan bakar seperti petcoke.

Sebagai aturan praktis, dua kriteria berikut ini dapat digunakan untuk menghitung masukan sulfur
maksimum yang mungkin (kedua kriteria harus dipenuhi):
1. Rasio alkali/SO3 (dengan memperhitungkan kandungan klorida) > 0.8
2. Total masukan SO3 < 1.5% SO3 dalam klinker

5.8 Logam Berat


Logam berat terkandung pada semua bahan yang masuk ke dalam kiln semen. Input debu gas
bersih (yaitu, debu yang tertangkap peralatan penyaring debu) juga mengandung logam berat.
Selain itu, logam yang mudah menguap dan agak mudah menguap akan mengalami penguapan
dan kemudian mengembun pada fraksi debu halus.

Berikut ini menunjukkan kondisi proses pembakaran yang mengemisikan logam berat pada sistem
kiln semen:
• potensi masalah pada Hg, Se, Be, Tl selain Cd dan Pb yang mudah menguap, serta Cr
• suhu rendah pada siklus internal dapat menyebabkan emisi tinggi dari waktu ke waktu karena
ketidakstabilan proses
• ekstraksi CKD berguna untuk menurunkan konsentrasi logam yang mudah menguap pada siklus
internal untuk menghindari emisi dari kebocoran (splurge emission)
• pada umumnya retensi logam cukup baik, namun bahan baku yang mengandung logam berat
cukup tinggi dapat menutupi efek bahan bakar alternatif dan memberikan kesimpulan yang
keliru

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 95
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

Bypass kiln dapat menghasilkan masalah emisi pada SO2 dan bahan mudah menguap seperti Hg
dan HCl.

Logam berat dari bahan bakar sekunder dapat terikat di dalam produk klinker. Dalam literatur,
ada beberapa indikasi terjadinya transfer logam berat dari bahan bakar alternatif ke klinker, yang
tentunya harus dibandingkan dengan transfer logam berat dari bahan bakar fosil (apabila tidak
menggunakan bahan bakar alternatif). Kandungan logam berat dalam klinker dapat meningkat
atau menurun setelah substitusi bahan bakar, bergantung pada kandungan logam berat dalam
bahan bakar. Misalnya, pengayaan kadmium klinker sangat tergantung pada bahan bakar sekunder.
Sebaliknya, arsenik terutama terdapat dalam batubara dan akan ditransfer ke dalam produk klinker.
Skema umum dari asal logam berat dapat diamati di Pusat Penelitian Karlsruhe (2003).

Kemungkinan transfer logam berat ke lingkungan selama penggunaan (peluruhan) atau selama daur
ulang/penggunaan kembali residual beton telah diteliti. Beberapa hasil eksperimen menunjukkan
kemungkinan tersebut
Kemungkinan kecil
transfer karena
logam fenomena
berat kristalisasi
ke lingkungan selama selama persiapan
penggunaan betonatau
(peluruhan) danselama semen
agingdaur
dan pHulang/penggunaan
lingkungan mikro. Dengan demikian, transfer logam berat dari bahan bakar
kembali residual beton telah diteliti. Beberapa hasil eksperimen menunjukkansekunder
bukan kemungkinan
masalah utama dalam
tersebut kecilpenggunaan bahan
karena fenomena bakar alternatif
kristalisasi di pabrik
selama persiapan semen.
beton dan aging semen dan
pH lingkungan mikro. Dengan demikian, transfer logam berat dari bahan bakar sekunder bukan masalah
Aspek utama
penting terakhir
dalam dari bahan
penggunaan substitusi bahan bakar
bakar alternatif sekunder
di pabrik semen. adalah densitasnya yang rendah
dibandingkan dengan
Aspek penting densitas
terakhir dari bahan
substitusibakar
bahankonvensional.
bakar sekunderDengan memperhitungkan
adalah densitasnya yang rendahbiaya
transportasi dan penyimpanan,
dibandingkan dengan densitasbiaya
bahanbahan bakar sekunder
bakar konvensional. permemperhitungkan
Dengan satuan panas lebihbiayabesar daripada
transportasi
biaya batubara.
dan penyimpanan, biaya bahan bakar sekunder per satuan panas lebih besar daripada biaya batubara.

Bahan baku
(g LB/j)

Bahan bakar
(g LB/j)
Emisi E
(g LB/j)

Klinker (g LB/j)
Gambar 5.4 Transfer
Gambar Logam
5.4 Transfer Berat
Logam pada
Berat Kasus
pada Co-combustion
kasus co-combustiondidiKiln Semen
kiln semen

Koefisien transfer
Koefisien logam
transfer berat
logam ditunjukkan
berat padaTabel
ditunjukkan pada Tabel 5.7.
5.7.
Tabel 5.7 Koefisien Transfer Logam Berat
Tabel 5.7 Koefisien Transfer Logam Berat
Koefisien transfer NRW 1a) VDZ 1b) Holcim 2) JW 3)
Koefisien transfer NRW 1a) VDZ 1b) Holcim 2) JW 3)
Kadmium Cd 0,01 – 0,1 < 0,01 – 0,2 < 2,1 < 4,5 2
Kadmium Cd 0,01 – 0,1 < 0,01 – 0,2 < 2,1 < 4,5 2
Timbal Pb 0,00 – 0,05 < 0,01 – 0,05 0,063 0,015 0,10
Timbal Talium Pb Tl 0,00 –0,10,05
– 0,03 < 0,01 – 0,05
< 0,01 –1 0,063< 22,8 0,015
< 5,1 <0,10
1 *)
Talium Merkurium Tl Hg 0,1 – 0,03
40 – 60 < 0,01 – 1 < 22,8
> 7,7 < 5,1
> 23,4 <30
1 *)
Merkurium
AntimoniumHg Sb 40 – 600,01 – 0,03 < 0,01 – 0,05 > 7,7 > 0,013 >>23,4
0,005 30
0,01
Arsenik Sb As
Antimonium 0,01 –0,01
0,03– 0,03 < 0,01
< 0,01 – 0,02 > 0,013
– 0,05 0,011 > 0,011
0,005 0,01
Arsenik Mangan As Mn 0,01 – 0,03 < 0,001
< 0,01 – 0,01 0,011
– 0,02 0,0078 0,0078
0,011 0,05
0,01
Mangan Kobalt Mn Co ~ 0,05 < 0,001 – 0,01 0,0047
0,0078 0,0047
0,0078 0,05
0,05
Tembaga Cu ~ 0,02 < 0,01 – 0,05 0,0028 0,0028 0,05
Kobalt Co ~ 0,05 0,0047 0,0047 0,05
Kromium Cr 0,001 – 0,01 < 0,01 – 0,05 0,0055 0,0080 0,05
Tembaga Cu ~ 0,02 < 0,01 – 0,05 0,0028 0,0028 0,05
Nikel Ni 0,002 – 0,01 < 0,01 – 0,05 0,0046 0,0009 0,05
Kromium Cr 0,001 – 0,01 < 0,01 – 0,05 0,0055 0,0080 0,05
Vanadium V 0,00 – 0,01 < 0,01 – 0,05 0,0073 0,0057 0,05
Nikel Timah Ni Sn 0,002 – 0,01
0,03 < 0,01 – 0,05 0,0046
> 0,013 0,0009
> 0,005 0,05
0,05
Zink Zn 0,04 – 0,05 0,015 0,0052 0,010
Berilium Be 0,001 – 0,01 0,026 0,015 0,010
96 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Molibdenum Mo 0,016 0,014 0,010
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

Koefisien transfer NRW 1a) VDZ 1b) Holcim 2) JW 3)


Vanadium V 0,00 – 0,01 < 0,01 – 0,05 0,0073 0,0057 0,05
Timah Sn 0,03 > 0,013 > 0,005 0,05
Zink Zn 0,04 – 0,05 0,015 0,0052 0,010
Berilium Be 0,001 – 0,01 0,026 0,015 0,010
Molibdenum Mo 0,016 0,014 0,010
Selenium Se 5 (?) 0,009 0,008 0,010
Telurium Te ~ 0,1 0,010
1a) Nilai resmi yang digunakan di Nordrhein-Westfalen, Jerman
1b) Data lingkungan dari industri semen di Jerman 2003
2) Nilai terukur di sebuah kiln Holcim tahun 1985
3) Nilai yang digunakan oleh Josef Waltisberg untuk perkiraan emisi berdasarkan pengalaman
*) Nilai realistis apabila kiln mempunyai “valve” ke penggilingan semen dll.
Sumber: Diadaptasi dari Holcim, 2015

Hal penting untuk digaris-bawahi bahwa faktor transfer dapat berubah sesuai dengan komposisi
bahan bakar (misalnya, yang membentuk senyawa dengan merkuri), dengan kehadiran halogen
(misalnya, Pb, Ag, Ni jauh lebih mudah menguap sebagai klorida), dan kondisi reduksi atau oksidasi.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi faktor transfer adalah sistem dedusting dari kiln, biasanya
electrostatic precipitator (EP), yang dapat menghilangkan sebagian dari logam yang berada dalam
bentuk partikel pada suhu gas buang. Debu yang dipisahkan umumnya disirkulasi ke bahan baku
sehingga dapat terjadi siklus internal logam berat.

Jika EP diganti oleh bag filter dengan efisiensi pemisahan yang lebih tinggi, faktor transfer dapat
berubah karena konsentrasi logam berat yang disirkulasi ke sistem meningkat. Akibatnya, tekanan
uap logam berat di gas buang juga dapat meningkat. Hal ini dapat menyebabkan keseimbangan
padat/gas yang berbeda, dengan titik didih yang berbeda dan transfer dari logam berat yang berbeda
terhadap klinker atau emisi.

Pengurangan masukan dari logam berat dapat dilakukan sebagai berikut:


 Penetapan batas untuk setiap komponen yang akan diumpankan ke kiln
 Minimalisasi input logam berat (jika memungkinkan)
 Pengecekan input dan output logam berat secara teratur
 Pemanfaatan bahan baku dan logam berat yang selektif.

Langkah utama:
 Mengurangi suhu di cerobong untuk menangkap lebih banyak logam berat dari debu
 Mengoptimalkan efisiensi peralatan dedusting (pelonjakan [peak] konsentrasi CO, konsentrasi
debu)
 Mengeluarkan debu untuk menurunkan konsentrasi debu pada siklus luar.

5.9 Polychlorinated dibenzo-p-dioxins dan Polychlorinated dibenzofurans


Dioksin dan furan adalah dua dari polutan organik yang persisten (POPs) yang ditargetkan untuk
dihilangkan dalam skala global di bawah Konvensi Stockholm mengenai emisi POPs. Konsentrasi
PCDD/Fs (senyawa yang mengikat oksigen secara parsial) mencapai nilai maksimum pada kondisi
quasi-stoikiometri (l = 1). Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan polutan tersebut terjadi
pada kondisi oksigen menengah. Oksigen berlebih memungkinkan penghancuran PCDD/Fs yang
terbentuk, seperti halnya pada senyawa organik lainnya. Pada lingkungan yang mengandung
sedikit oksigen (l = 0,29), produksi dioksin dan furan tidak dapat diabaikan.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 97
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

Dioksin, furan, atau prekursor lain yang mungkin hadir dalam bahan baku konvensional atau
limbah yang digunakan sebagai bahan baku alternatif, sebagian dipanaskan pada pemanasan awal.
Input klorin dengan adanya bahan organik dapat berpotensi menyebabkan pembentukan PCDD
dan PCDF dalam proses pembakaran. PCDD/PCDF dapat dibentuk oleh mekanisme sintesis ‘de
novo’ di dalam atau setelah pemanas awal dan di perangkat pengendalian polusi udara jika klorin
dan prekursor hidrokarbon tersedia dalam jumlah yang cukup pada kisaran suhu 200° C sampai
450°C.

Temperatur gas buang berada di bawah temperatur yang dibutuhkan untuk sintesis ‘de-novo’
sebelum mereka melewati ESPs dan memasuki cerobong, tempat pemantauan dilakukan.
Kekhawatiran juga timbul atas emisi yang dihasilkan selama waktu start up dan shutdown. Dalam
hal ini, Badan Lingkungan Hidup AS meyakinkan bahwa emisi ini tidak terkait dengan penggunaan
bahan bakar alternatif, karena industri semen dilarang membakar bahan bakar alternatif selama
periode start up dan shut down, namun konsentrasi dioksin pada umumnya lebih rendah dari 0,1
ng/Nm3, sedangkan konsentrasi PCB dapat mencapai seribu kalinya. Dengan begitu, PCDD/PCDF
merupakan sumber penting dari prekursor yang dapat menghasilkan polutan mikro apabila kondisi
kinetik di atas tercapai.

Data PCDD/PCDF yang disajikan oleh Karstensen (2006b) ditunjukkan sebagai berikut:
1)
Kebanyakan kiln semen mencapai tingkat emisi 0,1 ng TEQ/Nm3 bila langkah-langkah utama
diterapkan;
2)
Co-processing limbah yang diumpankan ke burner utama, inlet kiln atau pre-kalsiner tidak
memperlihatkan pengaruh atau perubahan emisi POPs;
3)
Data di kiln pemanas awal dan pre-kalsiner semen di negara berkembang menunjukkan tingkat
emisi lebih rendah dari 0,1 ng TEQ/Nm3.

Dua mekanisme reaksi pembentukan PCDD:


 Homogen pada sekitar 800°C
 Heterogen pada < ~ 400°C karena memerlukan bahan organik untuk mengembun pada debu
sebelum reaksi dapat dilanjutkan.
- Semakin rendah suhu, konsentrasi meningkat, namun laju reaksi semakin lambat
- Sedikit dioksin biasanya terbentuk di bawah 200°C, meskipun ada pengecualian untuk setiap
aturan.

Dalam proses semen, reaksi heterogen merupakan pendorong utama, apabila api pembakaran
memiliki cukup oksigen. Karena reaksi kompleks untuk membentuk dioksin, waktu tinggal ~ 10
detik diperlukan untuk membentuk jumlah yang signifikan. Namun perlu dicatat bahwa pada suhu
gas di bawah dari 400oC, setiap kontak antara Cl dan senyawa cincin dapat mulai menghasilkan
dioksin.

Emisi tipikal dari kiln semen sekitar < 0,1 sampai dengan 10 ng TEQ/Nm3 pada 10% O2 kering.
Sekarang kebanyakan pabrik memiliki emisi < 0,1, karena mekanisme pengendalian emisi telah
banyak diimplementasikan. Suhu api dan kalsiner cukup tinggi untuk menghancurkan ikatan
organik terkuat, tetapi perlu dipastikan bahwa mereka tidak bergabung kembali dengan kadar O2>
2%.

98 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Dampak Emisi Kiln yang Menggunakan RDF

Terutama dari organik yang mudah menguap di bahan baku


 Mereka terbentuk dari
 Senyawa organik yang terbakar sebagian di ujung akhir kiln, meninggalkan senyawa jenis
benzena (konsep sintesis de Novo dari C, H, O, dan Cl terlalu lambat untuk waktu tinggal di
kiln semen)
 Pengembunan pada debu dan bereaksi dengan Cl2/HCl dan O2 untuk membentuk dioksin, Cl
100 kali lebih efektif dari HCl
 Perlu kisaran suhu dan waktu optimum.

Sebuah laporan dari Holcim Grup, yang mengoperasikan kiln semen di seluruh dunia, memberikan
nilai PCDD/PCDF rata-rata 0,041 ng TEQ/Nm3 (71 kiln) dan 0.030 TEQ ng/Nm3 (82 kiln) masing-
masing pada tahun 2001 dan 2002. 120 dari pengukuran ini berasal dari negara-negara Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD), dengan nilai rata-rata 0,0307 TEQ ng/Nm3;
nilai minimum dan maksimum terukur masing-masing adalah 0,0001 dan 0,292 TEQ ng/Nm3,
dengan sembilan kiln basah berada di atas 0,1 TEQ ng/Nm3. Untuk 29 pengukuran dari negara-
negara non-OECD, nilai rata-rata adalah 0,0146 ng TEQ/Nm3; nilai minimum dan maksimum yang
diukur adalah 0,0002 dan 0,074 TEQ ng/Nm3 masing-masing, tanpa pengukuran berada di atas 0,1
TEQ ng/Nm3.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, beberapa masalah bisa timbul untuk kiln semen bila
menggunakan bahan baku sekunder yang mengandung polutan mikro atau prekursor (PCB, PAH).
Dalam hal ini, pemanas awal dari kiln memberikan suhu dan waktu tinggal yang sesuai untuk
penguapan dioksin dan kloro-aromatik, serta sintesis de novo dari bahan organik yang terkandung
dalam umpan.

Dalam sistem insinerasi, pembakaran 1 kg dari RDF menghasilkan 5 Nm3 asap dengan konsentrasi
PCDD/F yang lebih rendah dari 0,1 ng/Nm3, emisi spesifik 0,5 ng PCDD/F/kg RDF. Di sisi lain,
mempertimbangkan tingkat substitusi 20% dari bahan yang mudah terbakar oleh limbah dalam
kiln semen, 30 g RDF menghasilkan emisi 3 Nm3 asap dengan konsentrasi PCDD/F di bawah 0,1 ng/
Nm3, emisi spesifik 10 ng PCDD/F/kg RDF. Tentu saja tidak semua dioksin berasal dari RDF. Namun,
jika hal tersebut dianggap benar, maka kapasitas pembentukan PCDD/F spesifik dari sistem co-
processing di kiln semen tentunya lebih besar. Karena batas dari Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) adalah 0,1 ng teq/Nm3, kiln semen biasanya dapat memenuhi batas tersebut.

Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen 99
REFERENSI
1. Battelle. 2002. Toward a Sustainable Cement Industry.
2. Cembureau. 2009. Guidelines for Co-Processing Fuels and Raw Materials in Cement
3. Cembureau. 1999. Environmental Benefits of Using Alternative Fuels in Cement Production.
4. EEIPPCB. 2009. Available Techniques Reference Document for the Production of  Cement, Lime and
Magnesium Oxide. Available http://eippcb.jrc.ec.europa
5. Gendebien et al. 2003. Use of waste derived fuels in cement industry: a review.
6. G. Genon a, E. Brizio. 2007. Perspectives and limits for cement kilns as a destination for RDF. Available
online at www.sciencedirect.com
7. Holcim  (Schweiz) AG. 2006. Guidelines on  Co-processing  Waste Materials in Cement Production:
The GTZ-Holcim Public Private Partnership. Contributor, Holcim (Schweiz) AG. Publisher, Dt. Ges für
Technische Zusammenarbeit (GTZ), 2006
8. IEA.1999.CO2 emissions from fuel combustion
9. IPCC,1996. Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories.
11. Karlsruhe. 2003. Heavy metals in cement and concrete resulting from the co inceneration of wastes
in cement kilns with regard to the legitimacy of waste utilisation, In der Helmholtz-Gemeinschaft.
Wissenschaftliche Berichte. Forschungszentrum Karlsruhe GmbH. FZKA 6923. 
12. Karstensen. 2008a. Technical Guidelines on Co-processing of Hazardous Waste in Cement Industry.
13. Lawrence. 2009. Biosolids Treatment Process, Shammas dan Wang, Technology & Engineering.
14. Nakajima and Matsuyuki. 1981. Use of waste derived fuels in cement industry, a review.
15. The European IPPC Bureau. 2010. Guidelines for Emissions Monitoring and Reporting in the Cement ,
Emission Standard BAT reference documents (BREF).
16. UNEP. 2011.Technical guidelines on the environmentally sound co-processing of hazardous wastes in
cement kilns.
17. W, Kurdowski. 1983. ‘Cement burning technologies’ in ‘Advances in Cement Technology’, Ed. S.N.
Ghosh, Pergamon Press, Oxford, pp. 115-176. 1 1 . A.K. Chatterjee, (1983). ‘Role of volatiles in cement
manufacture’ in ‘Advances in cement technology’ Ed. S.N. Ghosh, Pergamon Press, Oxford, 1983. pp.
203-263.
18. World Business Council for Sustainable Development. 2004. Cement Sustainability Initiative,
Formation and Release of POP’s in the Cement Industry.

100 Spesifikasi Teknis Refused Derived Fuel (RDF) sebagai Alternatif Bahan Bakar di Industri Semen
Diimplementasikan oleh:

Kementerian Perindustrian PAKLIM-Program Advis Kebijakan untuk


Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim

Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jalan Subang No. 10


Jakarta 12950, Indonesia Jakarta 10310, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai