Anda di halaman 1dari 59

TRADISI MERTI DHUSUN DI DUSUN LAMUK DESA KALIMANGGIS

KECAMATAN KALORAN KABUPATEN TEMANGGUNG

KARYA ILMIAH

Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Penilaian Harian
Bersama (PHB) Semester 2 (dua)

Tahun Pelajaran 2019/2020

Disusun Oleh :
Nama : Andrian Ristanto
No. Absen : 003
Kelas : XI (Sebelas)

Program : MIPA

SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) BHAKTI KARYA KALORAN


Jalan Pongangan No. 04 Kaloran Temanggung
2019/2020
TRADISI MERTI DHUSUN DI DUSUN LAMUK DESA KALIMANGGIS
KECAMATAN KALORAN KABUPATEN TEMANGGUNG

Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Penilaian Harian
Bersama ((PHB) Semester 2 (dua)

Tahun Pelajaran 2019/2020

Disusun oleh:

Nama : Andrian Ristanto

No. Absen : 003

Kelas : XI (Sebelas)

Program : MIPA

Sekolah Menengah Atas (SMA) Bhakti Karya Kaloran

Jalan Pongangan No.04 Kaloran Temanggung

2019/2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Karya imliah berjudul “TRADISI MERTI DHUSUN DI DUSUN LAMUK


DESA KALIMANGGIS KECAMATAN KALORAN KABUPATEN
TEMANGGUNG”, telah disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Tempat : Sekolah Menengah Atas (SMA) Bhakti Karya Kaloran

Jalan Pongangan No.04 Kaloran Temanggung

Kaloran, 2020

Wali Kelas Guru Pembimbing

Isti Fatimah, S. Pd Isti Fatimah, S. Pd

Mengetahui

Kepala Sekolah

Drs. H. Kabul Waluyo

ii
MOTTO

1. Semakin cepat ilmu dikejar kesuksesan semakin dekat (Penulis).


2. Tidak ada oramg yang bodoh adanya cuma orang yang malas
(Penulis).
3. Percayalah, Usaha tidak akan pernah menghianati hasil (Penulis).
4. Kegagalan adalah rintangan menuju kejayaan (Penulis).
5. Jika bisa diimpikan berarti bisa diwujudkan (Penulis).
6. Ubah pikiranmu dan kamu dapat mengubah duniamu (Penulis).
7. Akan ada solusi untuk setiap masalah. Hidup terlalu singkat jika hanya
untuk mengeluh. Berusaha, percaya diri dan berdoa (Mario Teguh).

iii
PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini, penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan baik secara
material maupun sepiritual.
2. Bapak dan Ibu Guru SMA Bhakti Karya Kaloran yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi, dan semangat kepada
penulis.
3. Teman-teman kelas XI khususnya kelas XI-MIPA yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Teman-teman di SMA Bhakti Karya Kaloran.

iv
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini dengan baik.

Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikui
Penilaian Harian Bersama ((PHB) Semester 2 (dua) Tahun Pelajaran 2019/2020
yang dilaksanakan di SMA Bhakti Karya Kaloran.

Dalam karya tulis ini penulis membahas tentang “TRADISI MERTI


DHUSUN DI DUSUN LAMUK DESA KALIMANGGIS KECAMATAN
KALORAN KABUPATEN TEMANGGUNG”

Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis tidak lepas dari peranan
berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan petunjuk serta arahan yang
berguna untuk menyelesaikan karya ilmiah ini, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. H. Kabul Waluyo, selaku kepala SMA Bhakti Karya


Kaloran yang telah memberi motivasi penulis untuk menyusun karya
ilmiah ini.
2. Ibu Isti Fatimah, S. Pd selaku wali kelas XI MIPA yang telah
membimbing dan mendidik.
3. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan baik secara material
maupun spiritual untuk menyusun karya ilmiah ini
4. Semua pihak yang telah memberi bantuan kepada penulis yang tidak
dapat penulis sebutkan satu-persatu.

v
Penulis, menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, istilah ini sangat
tepat untuk penyusunan karya ilmiah ini yang masih banyak kekurangan yang
tidak disadari penulis. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima
kasih.

Kaloran, 2020

Penulis

Vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….. ii

HALAMAN MOTTO………………………………………………………...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………... iv

KATA PENGANTAR……………………………………………………….. v

DAFTAR ISI………………………………………………………………….vii

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang……………………………………....……………. 1

I.2. Batasan Masalah…….....……………………….....……………... 4

I.3. Rumusan Masalah……...…………………………....……………. 4

I.4. Tujuan Penelitian………………………………………..……..…. 5

I.5. Manfaat Penelitian...……………………………………...….…… 6

I.6. Penegasan Istilah………………………………………………..... 7

I.7. Ilustrasi Objek…...........………………………………………….. 8

I.8. Sistematika Karya Tulis………………………………………….. 9

BAB II METODE PENELITIAN

II.1. Metode wawancar(Interview)……………………………………..10

II.2. Metode observasi..................…………………………………….. 11

II.3. Metode Studi Pustaka............…………………………………….. 11

vii
BAB III PEMBAHASAN

III.1. Sejarah Merti Dhusun Lamuk....……………………………...... 13

III.2. Tujuan Diadakannya Merti Dhusun Lamuk ....…………...…….16

III.3. Rangkaian Upacara Tradisi Merti Dhusun Lamuk ....……..…... 17

III.4. Makna Simbol Sesaji.............................………………………...24

III.5. Makna Tradisi Merti Dhusum Lamuk.....................…………….27

III.6. Fungsi Tradisi Merti Dhusun Lamuk...........................................28

III.5. Upaya Untuk Tetap Melestarikan Tradisi Merti Dhusun Lamuk.34

III.6. Alasan Masyarakat Mempertahankan Merti Dhusun Lamuk.......36

BAB IV PENUTUP

IV.1. Simpulan………………………………………………………... 38

IV.2. Saran……………………………………………………………. 40

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 42

LAMPIRAN

viii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ratusan suku


bangsa. Ratusan suku bangsa tersebut memiliki keragaman budaya yang
mencerminkan kekayaan bangsa. Salah satu unsur kebudayaan yang masih hidup
dan dihayati oleh masyarakat di setiap suku-suku bangsa adalah kepercayaan-
kepercayaan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyami (2008:1), bahwa
kepercayaan-kepercayaan masyarakat yang dihayati secara turun-temurun telah
banyak memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena
kepercayaan-kepercayaan masyarakat tersebut merupakan salah salah satu akar
bagi tumbuh kembangnya kebudayaan bangsa Indonesia. Selain itu, di dalam
kepercayaan-kepercayaan masyarakat itu terkandung makna dan nilai-nilai yang
sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Keanekaragaman budaya dan warisan leluhur yang dilakukan secara turun-


temurun merupakan bentuk upacara tradisi. Upacara tradisi sudah dikenal sejak
sebelum masuknya agama Hindu-Budha. Hal ini sejalan dengan pendapat
Herusatoto (2008: 15) dan Herusatoto (2008: 158), bahwa kebudayaan Jawa
terbentuk dan berkembang secara historis secara terus-menerus. Sejarah
kebudayaan telah melewati beberapa kali pergantian zaman, seperti zaman
prasejarah, zaman sejarah (Jawa-Hindu, Jawa-Islam), sampai ke Jawa-Baru dan
akhirnya Jawa modern di era kemerdekaan Indonesia

Dalam perkembangan zaman yang semakin modern, upacara tradisional


sebagai warisan budaya leluhur masih memiliki perananan penting dalam
kehidupan masyarakat. Penyelenggaraan upacara tradisi penting bagi pembinaan
sosial budaya warga masyarakat yang bersangkutan.Hal ini disebabkan karena

1
salah satu fungsi tradisi adalah sebagai pengokoh norma-norma serta nilai-nilai
budaya yang berlaku. Norma-norma dan nilai-nilai budaya itu secara simbolis
ditampilkan melalui peragaan dalam bentuk upacara. Upacara tradisional tersebut
sampai sekarang masih dipatuhi oleh masyarakat setempat, mereka mempercayai
jika upacara tradisional tersebut tidak dilaksanakan maka akan mendapatkan
dampak negatif.

Setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda. Hal ini dikarenakan


kondisi masyarakat antara satu tempat dengan tempat yang lain berbeda. Salah
satu kebudayaan yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi kejawen.
Kebudayaan di setiap daerah selalu menyajikan sesuatu yang khas dan unik.
Kebudayaan sendiri pada dasarnya memiliki arti hasil kegiatan dan penciptaan
batin manusia seperti kepercayaan, kesenian, tradisi, adat istiadat, dan lain-lain.
Upacara tradisional yang dilaksanakan pada umumnya masih mempunyai
hubungan dengan kekuatan di luar manusia. Yang dimaksud kekuatan di luar
manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa atau bisa juga roh leluhur yang dipercaya
dapat memberikan perlindungan. Ada keyakinan pada masyarakat Jawa bahwa
kekuatan alam semesta adalah kekuatan di atas segalanya.

Pada masa sekarang kepercayaan tersebut masih belum luntur. Salah satu
tradisi yang melekat pada jiwa masyarakat khususnya masyarakat Jawa Tengah
adalah upacara tradisi merti dhusun. Tidak jauh berbeda dengan sadranan pada
umunya, di Dusun Lamuk tradisi tersebut sering disebut dengan tradisi Merti
Dhusun Lamuk atau masyarakat Lamuk menyebutnya “kadeso” yang artinya
selamatan desa.

Secara umum tradisi merti dhusun memiliki arti tradisi masyarakat Jawa
khususnya daerah Jawa Tengah yang selalu dilaksanakan setiap tahunnya dengan
tujuan untuk mengajak masyarakat agar selalu mengenang leluhurnya serta
mengikuti ajaran dan norma-norma yang ada.

2
Tradisi merti dhusun merupakan upacara selamatan dusun yang dijadikan
tradisi di Dusun Lamuk, Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Kabupaten
Temanggung. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahun pada hari Senin Legi bulan
Ba’da Mulud penanggalan Jawa. Bagi masyarakat dusun Lamuk, merti dhusun
dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta yang telah
memberi keselamatan dan hasil panen yang melimpah. Puncak acara upacara
tradisi merti dhusun di dusun Lamuk ini adalah saat kirab pada siang hari yang
dilanjutkan dengan hiburan tayub dan wayang kulit sampai dini hari.

Tradisi merti dhusun di Dusun Lamuk merupakan salah satu tradisi yang
unik, yaitu selain sebagai ungkapan rasa syukur, merti dhusun ini juga sebagai
tolak balak. Ada yang meminta bedak kepada ronggeng dan ada yang menari
bersama ronggeng. Tradisi merti dhusun mengandung beberapa nilai di antaranya:
nilai sosial, nilai ritual dan nilai pendidikan bagi masyarakat sekitar. Upacara
tradisi merti dhusun merupakan budaya asli masyarakat yang kemudian
berinteraksi dan terjalin dalam proses akulturasi dengan budaya Hindu-Buddha.
Budaya Hindu-Buddha yang terlihat dalam tradisi ini adalah adanya sesaji, yang
meliputi bunga dan dupa, sedangkan budaya asli masyarakat yaitu budaya Jawa
dan budaya Agama Buddha terlihat pada waktu berdoa menggunakan doa secara
Buddha dengan bahasa Jawa. Masyarakat percaya bahwa tradisi merti dhusun ini
dapat membawa berkah.Masyarakatpun juga percaya, jika tradisi ini tidak
dilaksanakan maka akan terjadi malapetaka karena tradisi ini juga berfungsi
sebagai tolak-balak.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk


mempelajari dan menyusun karya ilmiah yang berjudul “TRADISI MERTI
DHUSUN DI DUSUN LAMUK DESA KALIMANGGIS KECAMATAN
KALORAN KABUPATEN TEMANGGUNG”
3

I.2. Batasan Masalah

Karya ilmiah yang berjudul “TRADISI MERTI DHUSUN DI DUSUN


LAMUK DESA KALIMANGGIS KECAMATAN KALORAN KABUPATEN
TEMANGGUNG”, sangat luas cakupannya sehingga penulis perlu
membatasinya. Adapun batasan masalah dalam prnyusunan karya tulis ini adalah
sebagai berikut :

1.2.1 Sejarah Merti Dhusun Lamuk.


1.2.2 Tujuan diadakannya Merti Dhusun Lamuk.
1.2.3 Rangkaian upacara tradisi Merti Dhusun Lamuk.
1.2.4 Makna simbol sesaji.
1.2.5 Makna tradisi Merti Dhusun Lamuk.
1.2.6 Fungsi tradisi Merti Dhusun Lamuk.
1.2.7 Upaya melestarikan tradisi Merti Dhusun Lamuk.
1.2.8 Alasan masyarakat Dusun Lamuk mempertahankan tradisi Merti
Dhusun Lamuk.

I.3. Rumusan Masalah

Agar pembaca lebih mudah memahami karya ilmiah dengan judul “TRADISI
MERTI DHUSUN LAMUK DI DUSUN LAMUK DESA KALIMANGGIS
KECAMATAN KALORAN KABUPATEN TEMANGGUNG”, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :

1.3.1 Bagaimanakah sejarah diadakannya Merti Dhusun Lamuk?


1.3.2 Apa tujuan diadakannya Merti Dhusun Lamuk?
1.3.3 Bagaimana rangkaian upacara tradisi Merti Dhusun Lamuk?
1.3.4 Apa saja makna simbol sesaji yang terdapat dalam upacara tradisi
Merti Dhusun Lamuk?
1.3.5 Apakah makna yang terkandung dalam tradisi Merti Dhusun Lamuk?
4

1.3.6 Apa fungsi diadakannya tradisi Merti Dhusun Lamuk?


1.3.7 Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun
Lamuk
agar tradisi Merti Dhusun Lamuk tetap dilestarikan ?
1.3.8 Mengapa tradisi Merti Dhusun Lamuk masih tetap bertahan dan
dilaksanakan sampai sekarang?

I.4. Tujuan Penelitian

Penyusunan karya ilmiah ini mempunyai beberapa tujuan. Adapun tujuannya


sebagai berikut :

1.4.1 Untuk mengetahui sejarah diadakannya Merti Dhusun Lamuk.


1.4.2 Untuk mengetahui tujuan diadakannya Merti Dhusun Lamuk.
1.4.3 Untuk mengetahui rangkaian upacara tradisi Merti Dhusun Lamuk.
1.4.4 Untuk mengetahui makna simbol sesaji yang terdapat dalam upacara
tradisi Merti Dhusun Lamuk.
1.4.5 Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam tradisi Merti Dhusun
Lamuk.
1.4.6 Untuk mengetahui fungsi tradisi Merti Dhusun Lamuk.
1.4.7 Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun
Lamuk agar tradisi Merti Dhusun Lamuk tetap lestari.
1.4.8 Untuk mengetahui alasan masyarakat Dusun Lamuk tetap menjaga
dan melestarikan tradisi Merti Dhusun Lamuk sampai sekarang.
5

I.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat secara teoretis dan praktis, sebagai berikut:

1.5.1 Manfaat secara teotetis.


1.5.1.1 Untuk memperkaya khasanah penelitian pengetahuan budaya Jawa,
khususnya tentang tradisi upacara merti dhusun yang terdapat di
Dusun Lamuk, Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Kabupaten
Temanggung.
1.5.1.2 Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti berikutnya yang ingin
meneliti penelitian yang sejenis.
1.5.1.3 Dapat menambah pengetahuan kebudayaan Jawa yang dapat
memberi gambaran perkembangan budaya Jawa hingga saat ini.
1.5.1.4 Sebagai pengantar peneliti budaya Jawa.
1.5.1.5 Sebagai pengertian teori teks dan apresiasi budaya Jawa.

1.5.2 Manfaat secara praktis.


1.5.2.1 Dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas dan pembaca
pada umumnya tentang adanya tradisi upacara merti dhusun di
Dusun Lamuk, Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Kabupaten
Temanggung.
1.5.2.2 Dapat menambah wawasan tentang kajian folklor (wujud budaya).
1.5.2.3 Menambah wawasan tentang penelitian kebudayaan khususnya yang
berhubungan dengan upacara-upacara tradisional.
1.5.2.4 Bagi masyarakat luas penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dan
berfikir tentang segi positif dan negatif dari pelaksanaan upacara
merti dhusun pengantar peneliti budaya Jawa.
6

I.5. Penegasan Istilah

Agar memudahkan pembacaan dalam mengetahui isi karya ilmiah serta agar
tidak terjadi kesalahpahaman, maka penulis menguraikan istilah-istilah yang
berkaitan dengan judul “TRADISI MERTI DHUSUN DI DUSUN LAMUK
DESA KALIMANGGIS KECAMATAN KALORAN KABUPATEN
TEMANGGUNG”, sebagai berikut :

1. Tradisi :Adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang


masih dijalankan masyarakat (KBBI:Online)

2. Merti Dhusun :Upacara selamatan, bersih, sedekah dusun yang dilakukan


setiap tahun sekali (KBBI: Online)

3. Di :Kata depan untuk menandai tempat (KBBI:230)

4. Lamuk :Dusun yang terletak di wilayah Desa kalimanggis dan


termasuk wilayah Kecamatan Kaloran (Penulis)

5. Kalimanggis :Desa yang terletak di wilayah Kecamatan Kaloran dan


termasuk wilayah Kabupatan Temanggung(Penulis)

6. Kaloran :Salah satu Kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten


Temanggung (Penulis)

7. Dusun Lamuk :Salah satu Kabupaten yang terletak di wilayah Provinsi


Jawa Tengah (Penulis)

Jadi yang dimaksud “TRADISI MERTI DHUSUN DI DUSUN LAMUK


DESA KALIMANGGIS KECAMATAN KALORAN KABUPATEN
TEMANGGUNG” adalah adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang
yang masih dijalankan masyarakat berupa upacara selamatan, bersih, sedekah
dusun yang dilakukan setiap tahun sekali yang dilaksanakan di Dusun Lamuk,
Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung.

I.7. Ilustrasi Objek

Tradisi Merti Dhusun Lamuk merupakan tradisi merti dusun yang


dilakukan di Dusun Lamuk, Desa Kalimanggis Kecamatan, Kaloran Kabupaten,
Temanggung yang bertempat di Dusun Lamuk. Lamuk adalah sebuah desa yang
terletak di Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung dan
berbatasan langsung dengan Kabupaten Semarang. Dusun Lamuk kurang lebih
berjarak 2 km dari Desa Kalimanggis.

Dusun Lamuk dikelilingi oleh beberapa dusun antara lain :

Sebelah utara : Dusun Jagang

Sebelah selatan : Dusun Manguntosari

Sebelah timur : Dusun Kalisat

Sebelah barat : Dusun Mbalong

Jumlah penduduk di Dusun Lamuk sekitar 187, KK yang terdiri dari 7 RT


dan 2 RW antara lain RT 01 RW 06 terdiri dari 20 KK, RT 02 RW 06 terdiri dari
20 KK, RT 03 RW 06 terdiri dari 27 KK, RT 01 RW 07 terdiri dari 38 KK, RT 02
RW 07 terdiri dari 17 KK, RT 03 RW 07 terdiri dari 32 KK, dan RT 04 RW 07
terdiri dari 33 KK. Di Lamuk terdapat 3 agama yang saling berdampingan yaitu
agama Buddha, Kristen, dan Islam, akan tetapi mayoritas warga Lamuk beragama
Buddha. Penduduknya kebanyakan berasal dari Dusun Lamuk serta beberapa
pendatang dari daerah lain yang berkeluarga dan menetap di Dusun Lamuk.
Sebagian besar penduduk di Dusun Lamuk bermata pencaharian sebagai petani
hal ini disebabkan karena letak Dusun Lamuk yang berada di daerah pegunungan
sehingga tanahnya subur.
Hal ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung seperti keuletan
dari masyarakat Dusun Lamuk dan semangat masyarakat di Dusun Lamuk untuk

meningaktkan hasil panen. Sumber daya manusia Dusun Lamuk di banding


pendidikan sudah banyak peningkatan karena jaman dulu masyarakat Dusun
Lamuk hanya tamat SD atau SMP, sekarang sudah banyak yang menempuh
pendidikan SMA bahkan sampai ke Perguruan Tinggi.

I.8. Sistematika
Untuk mempermudah pembaca memahami karya tulis ini berikut penulis
cantumkan sistematika karya ilmiah sebagai berikut :
BAB I : Berisi pendahuluan yang meliputi: Latar belakang masalah,
Batasan masalah, Rumusan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat
Penelitian, Penegasan istilah, Ilustrasi objek, dan Sistematika.
BAB II : Berisi metode penelitian.
BAB II : Berisi pembahasan masalah yang meliputi: Sejarah Merti Dhusun
Lamuk, Tujuan diadakannya Merti Dhusun Lamuk, Rangkaian
upacara tradisi Merti Dhusun Lamuk, Makna simbol sesaji, Makna
tradisi Merti Dhusun Lamuk, Fungsi tradisi Merti Dhusun Lamuk,
Upaya untuk tetap melestarikan tradisi Merthi Dhusun Lamuk, dan
Alasan masyarakat Dusun Lamuk tetap mempertahankan tradisi
Merti Dhusun Lamuk.

BAB III : Berisi tentang penutup yang meliputi: Simpulan dan Saran.
9

BAB II

METODE PENELITIAN

Untuk mempermudah penyusunan karya ilmiah ini, penulis menggunakan


beberapa metode. Adapun metode yang digunakan oleh penulis adalah sebagai
berikut :

II.1. Metode Wawancara (Interview)

Metode Wawancara (Interview) adalah salah satu metode yang


digunakan untuk memperoleh data dengan cara tanya jawab kepada
narasumber. Metode ini penulis lakukan pada :
hari : Minggu
tanggal : 15 Maret 2020
tempat : Rumah Bapak Nardi

Dalam metode ini terdapat kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai


berikut :

2.1.1 Kelebihan menggunakan metode wawancara adalah sebagai berikut :

a. Informasi yang diinginkan dapat diperoleh dengan cepat


b. Dapat memperoleh informasi secara lengkap sesuai dengan yang
diinginkan
c. Penulis mendapat informasi secara langsung dari narasumber.

2.1.2 Kekurangan menggunakan metode wawancara adalah sebagai berikut :

a. Menyita banyak waktu


b. Keterbatasan pengetahuan penulis dalam memahami penjelasan
narasumber
c. Sulit mencari waktu wawancara yang tepat antara penulis dengan
narasumber

10

II.2. Metode Observasi

Metode observasi adalah metode atau cara menganalisis sebuah


informasi dengan teknik pengumpulan data dengan menggunakan panca
indra, apa yang dilihat atau didengar dicatat secara langsung.

Metode ini penulis lakukan pada :

hari : Senin
tanggal : 2 Desember 2020
tempat : Halaman Rumah Bapak Sidik
Dalam metode ini terdapat kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai
berikut :

2.2.1 Kelebihan menggunakan metode wawancara adalah sebagai berikut :

a. Dapat mengamati secara langsung


b. Mendapatkan data yang jelas
c. Memudahkan dalam melakukan penelitian

2.2.2 Kekurangan menggunakan metode observasi adalah sebagai berikut :

a. Memerlukan waktu yang cukup lama


b. Memerlukan kecermatan dalam mengamati objek

II.3. Metode Studi Pustaka


Metode studi pustaka adalah metode atau cara penulis
mengumpulkan informasi dan data dari berbagai sumber seperti buku-
buku, karya ilmiah, internet, dan lain-lain.

Metode ini penulis lakukan pada :

11

hari : Selasa

tanggal : 10 Maret 2020

tempat : Dusun Lamuk

Dalam metode ini terdapat kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai


berikut :

2.3.1 Kelebihan menggunakan metode wawancara adalah sebagai berikut :

a. Dapat memperoleh informasi secara lengkap


b. Informasi yang diinginkan diperoleh secara cepat

2.3.2 Kekurangan menggunakan metode studi pustaka adalah sebagai berikut :

a. Menyita banyak waktu


b. Sulit dipahami dan dicermati oleh pembaca
12

BAB III

PEMBAHASAN

III.1. Sejarah Merti Dhusun Lamuk

Setiap generasi manusia adalah pewaris kebudayaan. Anak manusia lahir


tidak membawa kebudayaan, teapi tumbuh dan berkembang menjadi dewasa
dalam lingkungan budaya tertentu, di mana ia dilahirkan. Perkembangan manusia
dibentuk oleh kebudayaan yang melingkupinya. Memang dalam batas-batas
tertentu manusia mengubah dan membentuk kebudayaan, tetapi pada dasarnya
manusia lahir dan besar sebagai penerima kebudayaan dari generasi yang
mendahuluinya.

Seperti halnya yang terjadi pada masyarakat Dusun Lamuk, mereka juga
memperoleh warisan dari nenek moyangnya. Hasil budaya yang diwariskan oleh
nenek moyang kepada generasinya yaitu salah satunya berupa tradisi ritual.
Adapun tradisi ritual yang selama ini masih dilestarikan oleh masyarakat Lamuk
adalah tradisi upacara Merti Dhusun.

Tradisi Merti Dhusun adalah upacara tradisi ke-3 yang diadakan selama
satu tahun di Dusun Lamuk. Urutan tradisi di Dusun Lamuk adalah sebagai
berikut: 1). Suronan (tanggal 15, bulan Sura penanggalan Jawa), 2). Saparan atau
Sadranan Kali (tanggal 25 atau 27, bulan Sapar penanggalan Jawa), 3). Merti
Dhusun (Senin Legi, bulan Ba’da Muliud penanggalan Jawa), 4). Sadranan Randu
kuning (Jum,at Kliwon, bulan Jumadil Lakhir penanggalan Jawa), dan 5).
Sadranan Makam Dusun Lamuk (Jum,at Wage, bulan Rejep atau Ruwah
penanggalan Jawa).

Uacara Merti Dhusun ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk ritual
dari slametan. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari hasil wawancara
dengan bapak Nardi selaku tokoh masyarakat Dusun Lamuk yang menyatakan
bahwa, beliau tidak dapat menceritakan sejak kapan tradisi ini dimulai. Beliau

13

hanya dapat mengatakan bahwa upacara ini sudah dilakukan oleh nenek moyang
terdahulu, kini mereka tinggal meneruskan tradisi leleuhurnya.

Beliau menambahkan, jika dilihat dari asal mula terjadinya Merti Dhusun
Lamuk berawal dari kedatangan Ki Giyuk ke Dusun Lamuk sekitar tahun 1400.
Ki Giyuk adalah seorang keturunan darah biru yang berasal dari keraton
Yogyakarta. Seperti halnya Ki Coguno dan Ki mangun sebagai salah satu leluhur
di Dusun Lamuk, Ki Coguno pergi meninggalkan keraton karena pada saat itu
terjadi peperangan yang tak kunjung usai. Beliau akhirnya memutuskan untuk
mengembara hingga akhirnya sampai di sebuah wilayah denagn kondisi alam
yang sangat subur dan masih alami. Maka Ki Giyuk bersama dengan para leluhur
lain yang bersamaNya yaitu Mbah Ireng, Mbah Puteh, Mbah Wage, Mbah
Lenggo, Mbah Gandik, dan Mbah Sentot mebuat suatu perkampungan kecil
disana yang menjadi cikal bakal Dusun Lamuk (sing buko yasa). Lama kelamaan,
Dusun Lamuk mulai berkembang dan menurunkan anak cucu sebagai generasi di
Dusun Lamuk.

Di sisi lain, Ki Giyuk juga mempunyai seorang istri bernama Nyi Tun.
Akan tetapi terjadi ketidakharmonisan antara keduanya yang mengakibatkan
mereka bercerai. Ki Giyuk tetap menetap di Lamuk, akan tetapi istrinya Nyi tun
pergi dari Dusun Lamuk dan singgah membuat perkampungan kecil tak jauh dari
wilayah Dusun Lamuk yang kemudian menjadi cikal bakal Dusun Toleh. Karena
hal tersebut, masyarakat di kedua dusun tersebut percaya bahwa tidak boleh ada
ikatan pasangan atau jodoh (menikah) antara dua dusun tersebut. Hal ini telah
terbukti ketika salah satu masyarakat Dusun Lamuk meningkah dengan
masyarakat Dusun Toleh, walau awalnya berjalan harmonis, tetapi akhirnya
berakhir dengan perceraian. Oleh karena itu, apabila ada hubungan jodoh
(menikah) diantara keduanya, maka akan menimbulkan malapetaka. Sebaliknya
apabila dapat menjalin kerukunan yang erat dapat membawa suatu kebahagiaan
atau kemakmuran karena antara Dusun Lamuk dan Dusun Toleh dipercaya adalah

14

saudara, dan antar saudara tidak boleh mengadakan hubungan pernikahan.

Hingga pada akhirnya, beliau meninggal dan menjadi orang pertama yang
dimakamkan (dipethak) di Dusun Lamuk. Karena beliau yang telah mebangun
perkampungan bernama Dusun Lamuk sekaligus sebaga orang yang pertama
dimakamkan di Dusun Lamuk. Beliau dikenal sebagai cikal bakal atau bupak
citak Dusun Lamuk. Untuk menghormati beliau dan memperingati berdirinya
sebuah perkampungan Dusun Lamuk maka diadakanlah tradisi upacara Merti
Dhusun Lamuk yang dilaksanakan setiap tahun pada hari Senin Legi (somo
manis) bulan Ba’da Mulud penanggalan Jawa.

Tradisi ritual Merti Dhusun ini tidak lepas dari mitos. Sebagaian
masyarakat Lamuk masih meyakini, kalau tradisi upacara Merti Dhusun ini tidak
dilaksanakan akan terjadi suatu bencana dan malapetaka di Dusun Lamuk.
Masyarakat Dusun Lamuk juga diwajibkan untuk pulang apabila sedang bekerja
di luar kota sehingga dapat mengikuti tradisi ini karena dipercaya akan
memberikan keselamatan dan kelancaran rejeki. Sejak tradisi Merti Dhusun
dilaksanakan, masyarakat Dusun Lamuk hidupnya menjadi tenteram dan
sejahtera. Maka dari itu tradisi Merti Dhusun ini masih tetap dilaksanakan dan
dilestarikan secara turun-temurun hingga saat ini. Tradisi ini biasanya diawali
dengan pembersihan makam pada hari Jumat Pon Bulan Ba’da Mulud oleh
masyarakat Dusun Lamuk secara bersama-sama. Kemudian pada malam Senin
Legi dilanjutkan dengan mengadakan tirakatan dan kebaktian bersama di wihara
dan gereja karena mayoritas masyarakat Lamuk beragama Buddha dan Kristen
serta memberikan sesaji di punden Dusun Lamuk. Pada pagi harinya dilaksanakan
rangkaian upacara tradisi, ketika siang hari dilanjutkan dengan hiburan tayub dan
wayang kulit sampai dini hari.

15

III.2. Tujuan Diadakannya Merti Dhusun Lamuk

Tradisi Merti Dhusun Lamuk merupakan tradisi yang dilaksanakan


masyarakat Dusun Lamuk setiap tahunnya. Tradisi ini diikuti oleh semua
masyarakat Lamuk baik yang memeluk agama Buddha maupun Kristen. Adanya
Tradisi Merti Dhusun Lamuk ini tentunya memiliki beberapa tujuan.

Pertama, untuk menghormati leluhur yang ada di punden Dusun Lamuk.


Masyarakat Dusun Lamuk mempercayai bahwa Ki Giyuk merupakan tokoh
penting dalam asal mula Dusun Lamuk. Penghormatan mereka ditunjukan dengan
melaksanakan upacara Merti Dhusun Lamuk setiap tahunnya. Selain itu mereka
juga bergotong royong membersihkan punden Dusun Lamuk setiap Jum,at Pon
sebelum diadakannya tradisi Merti Dhusun pada Senin Legi..

Kedua, untuk menjaga kerukunan antar masyarakat Dusun Lamuk. Hal ini
ditunjukan dengan saling bergotong royong memeriahkan upacara ini. Hal ini bisa
dilihat dari Kirap Tandu yang diikuti serta bentuk partisipasi oleh seluruh
masyarakat Dhusun Lamuk.
Ketiga, untuk mempererat tali persaudaraan dan menambah keakraban
masyarakat Dusun Lamuk. Masyarakat Dusun Lamuk yang sedang bekerja di luar
kota akan membuat hubungan dengan tetangga semakin berjarak, akan tetapi
dengan adanya tradisi Merti Dhusun Lamuk akan membuat masyarakat
berkumpul kembali, karena biasanya masyarakat Dusun Lamuk yang berada di
luar kota akan pulang ke kampung halaman saat tradisi ini berlangsung.

Keempat, sebagai wujud rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberi rezeki dan kesempatan untuk bertemu kembali, berkumpul dengan
keluarga pada acara tradisi Merti Dhusun Lamuk

Kelima, untuk melestarikan warisan nenek moyang. Adanya tradisi Merti

16

Dhusun Lamuk yang masih dilaksanakan sampai saat ini, Masyarakat Dusun
Lamuk menunjukan bahwa mereka masih tetap menjaga dan melestarikan salah
satu warisan nenek moyang atau leluhur mereka yang adiluhung.

III.3. Rangkaian Upacara Tradisi Merti Dhusun Lamuk

Tradisi Merti Dhusun Lamuk merupakan salah satu tradisi yang dilakukan
masyarakat Dusun Lamuk untuk menghormati leluhur dalam Punden Dusun
Lamuk. Kegiatan yang biasa dilakukan saat tradisi Merti Dhusun Lamuk adalah
sebagai berikut :

3.3.1 Melakukan Besik Makam


Kegiatan besik makam ini biasanya dilakukan oleh seluruh warga
Dusun Lamuk secara bersama-sama pada hari Jumat Pon pada bulan Ba’da
Mulud. Besik ini dilakukan 3 hari sebelum tradisi berlangsung. Peralatan
yang mereka bawa pada saat besik adalah arit, sapu lidi, dan korek api.
Ibu-ibu dan para remaja perempuan biasanya membawa sapu lidi untuk
menyapu kotoran di sekitar makam para leluhur kemudian kotoran-kotoran
tersebut dibakar. Sedangkan bapak-bapak dan para remaja laki-laki akan
membawa arit untuk membersihkan rerumputan dan untuk menebang
beberapa ranting pohon yang sudah mulai rindang di sekitar makam para
leluhur.

3.2.3 Melakukan Bersih Dhusun dan atur Sesaji di Punden Dusun Lamuk
Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama pada hari Minggu
Kliwon bulan Ba’da Mulud tepat satu hari sebelum tradisi dilakukan.
Selain pada Punden Makam dusun Lamuk, juga dilakukan di punden-
punden lain seperti Punden randu Kuning, Punden Ki mangun, Punden
kali Madu, dan tempat-tempat sakral yang dihormati warga masyarakat
dusun Lamuk lainnya.

17

3.3.2 Melakukan Tirakatan dan Puja Bhakti


Tirakatan biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa. Bentuk tirakatan
bisa berupa Puasa, tidak tidur pada malam Senin Legi dan melakukan puja
bhakti. Tirakatan biasanya dilakukan di rumah masing masing sedangkan
Puja bhakti ini dilaksanakan secara bersama-sama dengan membawa
banyak sesaji di wihara dan gereja pada malam Senin Legi bulan Ba’da
Mulud. Sesaji yang biasa dipersembahkan di wihara berupa buah-buahan,
dupa, lilin, air putih, kopi, teh, dan santan. Selain itu masyarakat yang
beragama Buddha juga bisa membeli Kayu Pelimpahan Jasa kepada
leluhur untuk kemudian akan dibakar. Biasanya setelah puja bhakti di
wihara selesai buah-buahan tersebut akan dibagikan kepada Warga Dusun
Lamuk yang mengikuti puja bhakti tersebut.

3.3.4 Melaksanakan Metokan (kenduri kecil)


Metokan tradisi Merti Dhusun Lamuk biasa dilaksanakan pada hari Senin
legi bulan Ba’da Mulud penanggalan Jawa. Metokan ini dilaksanakan di
rumah bapak Kepala Dusun pukul 07.00 WIB. Masyarakat yang diwaliki
satu orang setiap rumah akan berbondong-bondong membawa sebuah
tumpeng kecil lengkap dengan lauk pauknya berupa daging, mie, krupuk,
dan lain sebagainya sebagai bentuk selamatan bersama dan doa bersama
demi keselamatan Dusun Lamuk dan kelancaran Acara Tradisi merti
Dhusun Lamuk.
Acara ini dimulai dengan sambutan dari bapak Kepala Dusun Lamuk
yaitu Bapak Parwidi, Kaum Dusun Lamuk, dan Tokoh Masyarakat.
Kemudian dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh Kaum
Dusun Lamuk dengan pembacaan doa-doa Jawa. Doa yang digunakan
adalah doa dengan tata cara agama Buddha. Setelah selesai, diakhiri
dengan makan bersama dan pulang ke rumah masing masing untuk
persiapan prosesi dan kirab.

18

3.3.5 Prosesi dan Kirab


Prosesi dan Kirab tradisi Merti Dhusun Lamuk dilaksanakan pukul
10.00 WIB setelah dilakukan metokan pada pagi harinya. Prosesi dan
Kirab ini dilaksanakan di salah satu tempat di Dusun Lamuk (biasannya
dihalaman rumah Bapak Sidik yang dirasa cukup luas) sekaligus sebagai
titik start prosesi dan kirab. Pakaian yang wajib dikenakan selama tradisi
ini adalah Beskap untuk laki-laki dan Kebayak untuk perempuan. Setelah
para warga sudah berkumpul dilokasi, prosesi dan kirab dilakukan. Arah
dari kirab ini sendiri adalah ke kanan searah jarum jam yang dipercaya
dapat membawa kebaikan dan membawa hal-hal yang baik. Jalur Kirab
adalah mengelilingi Dusun Lamuk satu kali mengingat wilayah Dusun
Lamuk yang luas.
Adapun urutan-urutan dari barisan kirab yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
3.3.5.1 Para Sesepuh atau Tokoh Masyarakat
Para tokoh masyarakat yang berada pada barisan depan ini, selain
bertugas membawa sesaji juga bertugas mempersembahkan sesaji di
makam Ki Giyuk. Tokoh Masyarakat ini terdiri dari:
1. Pemuka Agama
Para pemuka agama yang terdiri dari pemuka agama Buddha
dan Kristen ini bertugas untuk membawa dupa dan juga bunga
yang akan digunakan sebagai sesaji di makam Ki Giyuk.
2. Kepala Dusun dan Kaum Dusun Lamuk
Para perangkat dusun ini bertugas untuk membawa air berkah
yang diambil dari Sumber Mata Air Kali Madu yang dipercaya
sakral dan suci.
3. Tokoh masyarakat lainnya
Para tokoh masyarakat yang dihormati oleh warga masyarakat
Dusun Lamuk berada pada barisan ini dengan bertugas membawa

19

buah-buahan (jawadah pasar) dan tumpeng robyong.

3.3.5.2 Para Perangkat


Para perangkat ini terdiri dari para perangkat desa, tokoh penting,
tamu undangan (polisi dan tentara) dan juga ketua RT/RW.
3.3.5.3 Warga masyarakat Dusun Lamuk
Masyarakat Dusun lamuk dalam iringannya juga di urutkan sesuai
dengan RT masing-masing beserta dengan tandu gunungan yang beisi
hasil bumi tiap RT. Meskipun urutannya tidak tetap dan selalu berubah-
ubah, akan tetapi kebanyakan urutan tandu dimulai dari RT01/RW06,
RT02/RW06, RT03/RW06, RT01/RW07, RT02/RW07,
RT03/RW07,dan sebagai barisan terakhir RT04/RW07.

3.3.6 Doa lintas agama dan kidungan


Ritual ini diawali dengan Sesaji Kiblat Papat atau Tirta Sekar
sektaman yang menuangkan air berkah yang terdiri dari 3 warna bunga
didalamnya ke empat penjuru panggung sebagai syarat bahwa
panggung telah suci dan diberkahi oleh para leluhur. Tiga warna bunga
yaitu merah yang melambangkan keberaniaan, putih yang
melambangkan kesucian dan kuning yang melambangkan semangat,
pemintaan, permohonan (gegayuhan dan panjangka).
Tumpeng dan tandu hasil bumi warga yang telah diarak kemudian
di doakan bersama sebagai wujud syukur kepada leluhur Dusun Lamuk
dan Tuhan Yang Maha Esa atas rejeki yang diterima warga masyarakat
Dusun Lamuk. Doa dipimpin oleh 3 tokoh agama; 1) Agama Buddha
dipimpin oleh Pandita Suyamto, 2) Agama Kristen Pante Kosta
dipimpin oleh Bapak Sigit, dan 3) Agama Kristen Bethel dipimpin oleh
Bapak Budi Lasmono.
Kidungan atau tembang berbahasa jawa kuno bagi masyarakat jawa

20

pada umumnya berguna sebagai tolak bala, menyingkirkan kejahatan


(tulak sawan), dan menyingkirkan bencana (singkir kala). Kidungan ini
dilakukan oleh para sesepuh Dusun Lamuk. Masyarakat percaya bahwa
kidungan menjadi sesuatu yang wajib dilakukan dan dilestarikan
disamping mengandung doa-doa baik juga telah terbukti
kemanjurannya. Kidung yang wajib di nyanyikan antara lain;
1. Kidung Tulak Sawan,
2. Kidung Pitik tukung,
3. Kidung Singkir Kala,
4. Kidung Sawab nabi,
5. Kidung Kinanthi, dan
6. Kidung Dhandanggula.

3.3.7 Tayub Siang


Tayub siang dimulai setelah warga selesai melakukan kidungan, acara
Tayub akan dimulai dengan diawali gending adat leluhur Dusun Lamuk
yang wajib dilantunkan sebelum acara tayub dimulai. Masyarakat Lamuk
percaya lantunan gending tersebut akan mengundang para leluhur dan
membuat acara berjalan dengan lancar. Setiap gending memiliki makna
sendiri-sendiribagi masyarakat Dusun Lamuk. Terdapat 5 gending yang
wajib untuk dilantunkan sesuai urutan sebagai berikut;
1. Lung Gadung
memiliki makna agar Dusun Lamuk senantiasa mengalami
perkembangan ke arah kemajuan yang lebih baik dalam segala hal.
2. Eling-eling
memiliki makna agar masyarakat Dusun Lamuk senantiasa mengingat
beliau yang memberi, yang dimaksud adalah Tuhan Yang Maha Esa
dan para leluhur Dusun Lamuk.

21

3. Gunung Sari
memiliki makna agar masyarakat Dusun Lamuk senantiasa
mendapatkan kebahagiaan.
4. Pari Anyar
memiliki makna agar masyarakat Dusun Lamuk senantiasa
mendapatkan kemakmuran, kelimpahan rezeki, dan hasil panen yang
melimpah. Mengingat mayoritas penduduk Lamuk bermata
pencaharian sebagai petani.
5. Ladrang Slamet
memiliki makna agar masyarakat Dusun Lamuk senantiasa diberi
keselamatan dan dijauhkan dari segala marabahaya.
Pada acara ini, diadakan nyawer/ngibing bersama ronggeng yang
dimulai dari para sesepuh, para perangkat, warga masyarakat, para
pemuda, dan yang terakhir adalah anak-anak. Pada saat ngibing ini, warga
masyarakat boleh request lagu jawa, biasanya yang paling sering adalah
Kijing Miring, Sambel Kemangi, dan Bajing Loncat. Sedangkan untuk
anak-anak bisa juga meminta lagu dolanan seperti Ilir-Ilir, Ijo-Ijo dan
Perahu Layar. Dimana setiap lagu mengandung makna sendiri-sendiri
yang mengarah kepada kebaikan.
Selain mayoritas laki-laki, para perempuan juga ikut menyawer. Para
perempuan yang didominasi ibu-ibu yang akan nyawanggati/nyawer
ronggeng tersebut biasanya ibu- ibu yang mempunyai anak kecil sakit-
sakitan atau rewel. Selain untuk anak kecil, hal itu bisa juga dilakukan
misalnya ada anggota keluarga yang sedang sakit dan dimintakan doa.
Acara tayub siang ini berlangsung sampai pukul 17.30. Tidak ada
ketentuan khusus dalam masalah pembayaran, para ibu hanya memberi
seikhlasnya saja kepada para ronggeng. Biasanya sang roggeng
memberikan bedak kepada ibu-ibu atau bapak-bapak yang nyawanggati
itu. Jika yang disawanggati itu anak-anak, maka ronggeng mencium pipi si
anak tersebut.

22
3.3.8 Kungkum Dadung
Bersamaan dengan diadakannya tayub, sebagian masyarakat juga
melakukan tradisi kungkum Dadung. Tradisi ini berupa pengambilan air
suci dengan bunga 3 warna yang telah diberkati dari sumber mata air Kali
Madu yang terdapat di Dusun Lamuk dan juga mecelupkan tali pengikat
ternak (dadung) kedalam air suci tersebut. Tradisi ini hanya terdapat
dalam Upacara Tradisi Merti Dusun Lamuk dan jarang bahkan tidak ada di
daerah lain. Dalam tradisi ini, masyarakat menyakini, bahwa selain dari
sektor pertanian, sektor peternakan yang merupakan profesi sampingan
masyarakat Dusun Lamuk juga akan diberkahi oleh para leluhur melalui
tradisi ini.
Melalui Kungkum Dadung diharapkan dapat memberikan
perlindungan dan perkembangan bagi hewan ternak serta laku ketika
dijual.
Warga masyarakat Dusun Lamuk diwajibkan untuk mengambil air suci
dengan wadah berupa botol masing-masing dan diharapkan dapat memberi
dana seikhlasnya. Diman uang yang terkumpul akan digunakan untuk
membantu terselenggaranya kegiatan atau tradisi yang lain.

3.3.9 Pagelaran pentas seni wayang kulit (Ringgit Purwa)


Pada malam harinya sebagai lanjutan rasa syukur, masyarakat Lamuk
mementaskan kesenian tradisional Wayang Kulit. Pergelaran Wayang kulit
ini berlangsung dari pukul 21.00 WIB sampai menjelang subuh. Alur
cerita dari Pergelaran Wayang Kulit pun tidak sembarangan. Baik Dalang
Wayang Kulit Asli lamuk yang merupakan tokoh masyarakat Dusun
Lamuk ataupun Dalang dari luar kota diwajibkan membawakan salah satu
dari cerita tentang; 1). Tumuruning Betari Sri lan Betara Sadana, 2). Wiji
Dukut Sewu, ataupun 3). Cerita Tambah, gawe wangan. Masyarakat
Dusun Lamuk percaya, cerita itu memiki makna agar selalu dilindungi
oleh sang pencipta

23

dan juga para leluhur, senatiasa mendapatkan kemudahan, keselamatan,


kelancaran rezeki, kemakmuran, kebahagiaan, seta yang paling pentng
adalah bisa melestarikan tradisi yang ada.

III.4. Makna Simbol Sesaji


Simbol-simbol ini biasanya mempunyai maksud tertentu yang ditujukan
kepada masyarakat yang bersangkutan. Melalui sembolis terdapat pesan-pesan
yang terselubung dan memerlukan pemahaman tersendiri sehingga orang lain bisa
mengetahui apa yang sebenarnya makna dari simbol simbol-tersebut. Termasuk
yang terdapat dalam sesaji yang digunakan, memiliki arti tersendiri antara lain;

3.4.1. Tumpeng
Tumpeng memiliki kerata basa wulu wetune men mempeng,
disimbolkan sebagi puncak dari segala bentuk kehidupan manusia.
Tumpeng merupakan nasi yang dibuat dengan cetakan segitiga kerucut
atau sering disebut sebagai kukusan. Tumpeng biasanya ditutupi daun
pisang agar bagian puncak segitiganya tidak mengering saat akan dibawa
kelokasi metokan.
3.4.2. Gunungan
Gunungan ini diiru menyerupai tradisi Kraton Yogyakarta. Gunungan
ini dibuat lebih besar dengan isi yang lebih lengkap berupa macam-macam
hasil bumi warga. Bentuk gunungan ini dai bawah dibuat besar selanjutnya
ke atas di buat semakin meruncing. Ini memiliki makna bahwa masyarakat
Lamuk yang sekian ini yang terdiri dari bermacam-macam agama,
kepercayaan, tingkat pendidikan, dan status sosialnya misinya tetap satu
yaitu kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3.4.3. Ingkung
Ingkung merupakan ayam yang dimasak utuh dibuat melengkung

24

dengan posisi leher ayam ditekuk ke dalam dan kaki ayam dilipat. Ingkung
disimbolkan sebagai manusia saat masih bayi ketika belum mempunyai
kesalahan.
3.4.4. Jajan Pasar dan buah buahan
Terdiri dari bermacam-macam makanan yang dibeli di pasar, seperti
krupuk, kacang, wafer, gethuk, tape, dan lain-lain. Memiliki makna untuk
memberikan gambaran kepada warga yang ada di Dusun Lmauk yang
dalam tingkah lakunya bermacam-macam, seperti buah yang memiliki rasa
asam, tingkah laku/perbuatan yang tidak benar. Kemudian ada buah-
buahan yang memiliki rasa manais perlambang perkataan, dan perbuatan
yang bagus. Lambang tadi sebagai contoh kepada para warga baik muda
maupun tua yaitu hendaknya bertingkah dalam tingkah laku/ perbuatan
yang berkiblat pada agama.
Masyarakat Dusun Lamuk juga mempercayai bahwa, jajanan pasar
atau buah-buahan yang bermacam-macam sebagai perwujudan untuk
menghormati para leluhur dan memberikan sesaji kepada leluhur karena
masyarakat pecaya setiap leluhur memiliki kesukaan terhadap jajanan
pasar dan buah-buahan yang berbeda-beda.
3.4.5. Degan krambil ijo (kelapa muda)
Memiliki makna kelapa muda itu rasanya manis. Ini melambangkan
rasa manis bisa dirasakan oleh para warga masyarakat dusun Lamuk.
Sesaji ini harus ada sebelum pementasan wayang Kulit.
3.4.6. Janur (daun kelapa yang masih muda)
Merupakan perlambang memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
para warga dalam mengarungi kehidupan diberi cahaya keselamatan.
Sesaji harus ada sebelum pementasan Wayang Kulit.
3.4.7. Tumpeng Robyong
Tumpeng robyong yang dipakai dalam upacara tradisi merti dhusun

25

adalah tumpeng yang ada hiasannya. Tumpeng Robyong terdiri dari nasi
yang dibuat kerucut, sayut kol, krupuk, pisang, timur, tempe, cabai, dan
sebagainya yang di tusuk menggunakan lidi dan diarahkan ke atas.
Tumpeng Robyong ini sebagai bukti bakti kepada Ki giyuk serta sebagai
permohonan agar tanaman di dusun Lamuk ini bisa subur.
Masyarakat dusun Lamuk masih melaksanakan tradisi peninggalan
leluhur dan mereka juga masih percaya tentang pemikiran-pemikiran
leluhurnya dahulu. Dalam acara merti dhusun, mereka membuat tumpeng
yang diberi hiasan beraneka macam sayuran. Mereka hanya berharap
bahwa Ki Giyuk mau memintakan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
memberikan kesuburan tanaman masyarakat dusun Lamuk. Masyarakat
tetap menyembahTuhan Yang Maha Esa, namun meminta Ki Giyuk agar
sebagai perantara doanya.
3.4.8. Jenang Abang Putih
Jenang abang yaitu berupa bubur yang terbuat dari beras yang
dibumbui sedikit garam dan dicampur dengan gula jawa sehingga
warnanya menjadi merah. Jenang abang dimaksudkan sebagai
penghormatan dan permohonan kepada orang tua agar mendapatkan
Bonang baning keselamatan khususnya Ibu. Jenang putih yaitu bubur yang
terbuat beras dan diberi sedikit garam. Jenang putih dimaksudkan sebagai
penghormatan dan harapan yang ditujukan kepada orang tua khususnya
ayah.
Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia lahir ke dunia
pasti memiliki ayah dan ibu yang harus dihormati dan hargai. Jenang
abang putih inilah simbol yang menggambarkan bentuk penghormatan
manusia sebagai anak kepada ayah dan ibu.

26

III.5. Makna Tradisi Merti Dhusun Lamuk

Tradisi merti dhusun merupakan simbol adanya hubungan dengan para


leluhur, antar sesama, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala yang telah
diberikan. Proses komunikasi secara simbolik dalam tradisi Merti Dhusun Lamuk
dilakukan dengan cara berdoa bersama di suatu tempat untuk memohon
perlindungan dan keselamatan kepada Hyang Adi Buddha. Serta menunjukkan
rasa syukur atas hasil panen melalui kirab. Makna yang terkandung dalam tradisi
Merti Dhusun Lamuk, antara lain :

 Sebagai bentuk penghormatan kepada Ki Giyuk dan permohonan kepada


Tuhan Yang Maha Esa.
Hal ini ditunjukan dengan perilaku masyarakat Dusun Lamuk yang
memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, selain itu mereka juga
memberikan sesajen sebagai bentuk penghormatan mereka kepada leluhur
dan mengharapkan berkah dari sesuatu yang mereka sajikan untuk para
leluhur.
 Sebagai bentuk syukur atas kemakmuran masyarakat Dusun Lamuk.
Tradisi Merti Dhusun Lamuk ini dilaksanakan agar masyarakat di
Dusun Lamuk diberikan keselamatan, mendapat berkah hidup, dan selalu
diberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan perekonomian.
 Sebagai perwujudan sikap hormat.
Pelaksanaan Merti Dhusun Lamuk diikuti oleh sebagian besar
masyarakat di Dusun Lamuk tanpa memandang golongan atau derajat.
Dalam upacara Merti Dhusun Lamuk dilaksanakan kegiatan makan
bersama melali kenduri kecil dilanjutkan dengan kirab dan menikmati
hiburan pentas seni setelah acara kirab selesai yaitu tayub dan wayang
kulit.
 Sebagai perwujudan sikap rukun.
Saat tradisi Merti Dhusun Lamuk dilaksanakan, masyarakat akan

27

berkumpul bersama tanpa adanya perbedaan golongan. Hal ini


menunjukkan adanya kerukunan antar masyarakat Dusun Lamuk.
 Sebagai bentuk rasa patuh.
Wujud kepatuhan masyarakat Dusun Lamuk ditunjukan dengan
mengikuti tradisi Merti Dhusun Lamuk. Dalam pelaksanaan tradisi Merti
Dhusun Lamuk, masyarakat yang memeluk agama Buddha dan Kristen
diwajibkan untuk mengikuti dan melaksanakan tahapan tradisi Merti
Dhusun Lamuk dari awal hingga akhir dengan patuh dan disiplin.

III.6. Fungsi Tradisi Merti Dhusun Lamuk

Tradisi merti dhusun di dusun Lamuk sudah berlangsung lama dan


dijadikan aktivitas rutin tahunan. Hal ini merupakan ungkapkan rasa syukur
masyarakat dusun Lamuk kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya
dan meminta perlindungan dari segala baaya serta musibah juga dapat membuat
masyarakat lebih hidup rukun. Selain itu juga sebagai rasa hormat dan menghargai
warisan budaya dari leluhur yang merupakan cikal bakal dusun Lamuk. Tradisi
merti dhusun di dusun Lamuk memiliki fungsi antara lain mempererat tali
persaudaraan dan penguatan identitas sebagai sesama warga dusun Lamuk, tempat
mereka tinggal. Dari penelitian yang telah dilakukan, maka fungsi-fungsi yang
ada adalah sebagai berikut:

3.6.1 Fungsi Sosial


Tradisi merti dhusun di Dusun Lamuk merupakan warisan budaya
nenek moyang yang memuat adat-istiadat dan norma-norma yang masih
dipatuhi dan dipelihara hingga sekarang. Pelaksanaan tradisi ini sangat
berkaitan erat dengan pewarisan norma-norma sosial. Disamping berfungsi
untuk mengatur perilaku antar individu dan masyarakat, juga berfungsi
menata manusia dengan alam lingkungan, terutama kepadaTuhan Yang
Maha Esa.

28
Norma-norma sosial dalam tradisi ini dapat dilihat dari tindakan
masyarakat pendukungnya. Diantaranya, untuk mengungkapkan rasa
syukur kepada sang Pencipta yang telah memberikan penghasilan dari
tanah yang mereka tempati, masyarakat secara bersama-sama membuat
walimahan yang diletakkan didalam gunungam kirab.
Setelah mengadakan acara merti dhusun ini, masyarakat akan merasa
lebih tenteram dan bersih karena telah melaksanakan kewajiban
melaksanakan selamatan. Selain sebagai pewarisan norma sosial, acara
merti dhusun juga berfungsi sebagai sarana kerukunan hidup. Hal ini dapat
dilihat ketika acara dilaksanakan, seluruh warga dusun Lamuk dan
masyarakat disekitarnya ikut berperan serta dan mendatangi tempat yang
dijadikan pelaksanaan. Itulah yang menunjukkan bahwa dengan adanya
tradisi tersebut dijadikan sebagai sarana untuk menjalin interaksi sosial
antar sesama. Harapan diadakannya tradisi ini kerukunan hidup juga dapat
terjalin. Masyarakat pendukung tradisi merti dhusun di dusun Tugono
dapat berinteraksi tanpa melihat status sosial maupun golongan. Mereka
membaur dari kalangan bawah, menengah maupun kalangan atas. Hal ini
terlihat adanya usaha menyatukan masyarakat dengan para pemerintah,
sehingga tercipta hubungan yang harmonis diantara mereka.
Selain kedua fungsi di atas acara merti dhusun ini juga
berfungsi sebagai pengungkap kegotong-royongan antar warga. Mulai dari
persiapan sampai dengan selesai pelaksanaan tradisi ini mereka selalu
bersama-sama dan saling tolong-menolong. Dengan adanya gotong-
royong tersebut pekerjaan yang awalnya terlihat berat akan menjadi mudah
untuk diselesaikan. Masyarakat dusun Lamukmemang sudah biasa
bergotong-royong dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, baik dalam
tradisi merti dhusun maupun pekerjaan yang lainnya, seperti dalam
perbaikan jalan,
29

pembangunan tempat ibadah, membangun rumah dan lain sebagainya.


3.6.2 Fungsi Ritual
Fungsi ritual yang ada dalam tradisi merti dhusun ini adalah
masyarakat masih dapat mengungkapkan harapan-harapan mereka melalui
penyelenggaraan tradisi ini.
Dengan mengadakan upacara tradisi merti dhusun, masyarakat akan
merasa tentram karena telah melaksanakan tradisi mereka yang selalu
dilaksanakan secara turun-temurun. Masyarakat juga masih percaya
dengan melaksanakan tradisi ini, maka harapan-harapan mereka akan
dikabulkan. Itulah alasan mengapa mereka masih melaksanakan tradisi
merti dhusun sampai sekarang dan akan terus melaksanakannya sampai
kapan pun.
3.6.3 Fungsi Pelestarian Tradisi
Tradisi merti dhusun di dusun Lamuk termasuk budaya lokal yang
harus dijaga dan dilestarikan. Sebagai pelestarian budaya milik bersama,
upacara tradisi ini sudah dilaksanakan secara turun-temurun oleh nenek
moyang dan
telah menjadi tradisi yang harus dilaksanakan setiap tahunnya. Oleh
karena itu, tradisi merti dusun di dusun Lamuk setiap tahunnya selalu
dilaksanakan.
3.6.4 Fungsi Hiburan
Dalam pelaksanaannya, tradisi merti dhusun di dusun Tugono ini
menjadi hiburan bagi masyarakat, karena dalam pelaksanaannya terdapat
tayub. Penyelenggaraan tayub ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya dan
dilaksanakan 1 kali, yaitu tayub siang hari. Tayub menjadi hiburan sudah
sejak zaman nenek moyang. Di dusun Lamuk ini hiburan itu masih tetap
lestari dengan baik. Tayub selain menjadi hiburan untuk masyarakat
Dusun Lamuk juga sebagai hibura masyarakat yang ada di luar Dusun
Lamuk serta
sebagai bentuk pelestarian budaya Jawa.
3.6.5 Fungsi Pendidikan
Upacara tradisi merti dhusun di Dusun Tugono merupakan peristiwa

30

budaya yang di dalamnya mengandung nilai-nilai pendidikan yang


bermanfaat bagi para generasi muda. Adapun nilainilai pendidikan
tersebut antara lain nilai pendidikan ketuhanan dan nilai pendidikan budi
pekerti.
1) Fungsi Pendidikan Ketuhanan
Setiap manusia memiliki rasa keimanan dan ketaqwaan yang dibawa
sejak lahir. Dalam upacara merti dhusun di Dusun Lamuk, pesan mengenai
keimanan dan ketaqwaan antara lain diajarkan bahwa manusia harus selalu
bersyukur atas nikmat dan karunia yang telah dilimpahkanTuhan Yang
Maha Esa. Pendidikan ketuhanan yang dapat diambil dari tradisi Merti
Dhusun di Dusun Lamuk dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Berdoa atau Berserah Diri
Berdoa merupakan perilaku yang banyak dilaksanakan
dalam berbagai upacara keagamaan. Maksud dari berdoa itu
adalah untuk memohon atau meminta berkah, bantuan,
petunjuk, kekuatan atas segala hajat mereka kepada Tuhan
Yang Maha Esa, agar mendapat petunjuk, pertolongan,
kekuatan lahir batin serta keselamatan. Dalam merti dhusun di
Dusun Lamuk doa ini ditunjukan saat ziarah kubur. Melalui
doa-doa ini masyarakat diharapkan selalu dekat dengan Tuhan
Yang Maha Esa, dan harapan masyarakat agar diberi
keselamatan, kemurahan rizki, keberkahan dalam hidup,
diampuni segala kesalahan dapat terwujud.
b. Bersyukur atas Segala Nikmat Tuhan Yang Maha Esa
Upacara tradisi merti dhusun di Dusun Lamuk merupakan
sarana untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Selain itu, juga sebagai sarana permohonan untuk
diberikan kesuburan tanaman pertanian dan hasil lain yang
akan dipetik masyarakat dusun Lamuk. Wujud rasa syukur
masyarakat dusun

31

Lamuk terlihat dengan adanya pemberian sesaji sebagai


sedekah dari rizki yang mereka peroleh. Hal ini dapat
memberikan pelajaran bahwa manusia harus selalu bersyukur
dan ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
memberikan kenikmatan hidup. Jika banyak bersyukur dan
berbagi maka Tuhan Yang Maha Esa akan lebih banyak
melimpahkan rizki yang diterimanya.
2) Fungsi Pendidikan Budi Pekerti
Budi pekerti merupakan landasan moral bagi manusia dalam
menjalani kehidupan. Nilai pendidikan budi pekerti dalam tradisi merti
dhusun terlihat dengan adanya sikap patuh pada saat pelaksanaan upacara.
Segala tingkah laku yang menyimpang dari tradisi dianggap tidak
menghormati pranata dari leluhur. Adapun wujud dari nilai pendidikan
budi pekerti adalah sebagai berikut.
a. Menghormati Leluhur
Upacara tradisi merti dhusun di Dusun Lamukmerupakan
perwujudan sikap penghormatan masyarakat kepada para
leluhur mereka atas rintisan dan perjuangan yang telah
dilakukan. Maka dari itu, masyarakat selalu mendoakan leluhur
agar diampuni dosa-dosanya oleh Sang Pencipta. Meski
masyarakat datang ke petilasan leluhur dan mendoakannya,
masyarakat tetap percaya kepada kekuasaan Sang Pencipta.
Mereka yakin yang memberi keselamatan dan perlindungan
hanyalah Tuhan Sang Pencipta.
b. Mengormati Orang Lain
Saling menghormati dan menghargai satu sama lain
merupakan perwujudan kerukunan warga msayarakat. Demi
kelancaran jalannya upacara tradisi merti dhusun di Dusun

32

Lamuk, perlu sikap saling menghormati antar masyarakat


tersebut. Sikap tersebut tercermin dalam banyaknya tamu yang
hadir saat kirab tradisi merti dhusun di Dusun Lamuk.
c. Tanggung Jawab
Demi kelancaran pelaksanaan tradisi merti dhusun di Dusun
Lamuk dan mengingat banyaknya kegiatan dalam rangkaian
upacara, maka dibentuk panitia. Panitia ini berubah setiap
tahunnya. Menjadi panitia menuntut seseorang untuk
bertanggung jawab atas tugasnya. Dengan demikian, akan
menjadikan masyarakat lebih dewasa dan berperilaku baik
dalam hidup bermasyarakat. Pemilihan panitia dibicarakan
dalam rembug dhusun dan dilaksanakan secara musyawarah.
3.6.6 Fungsi Ekonomi
Pelaksanaan tradisi merti dhusun sangat bermanfaat bagi masyarakat
sekitar, misalnya untuk melakukan aktivitas ekonomi musiman. Aktivitas
ekonomi musiman yang ada antara lain adalah penjualan berbagai macam
minuman, mainan anak-anak, dan penjual makanan kecil lainnya. Fasilitas
itu semakin melengkapi pelaksanaan upacara ritual. Dengan adanya tradisi
merti dhusun, laba yang diperoleh penjual bisa mencapai 50% jika
dibanding hari biasa.
Nampak sekali banyak keuntungan dan nilai positif yang dapat diambil
dari upacara tradisi merti dhusun di Dusun Lamuk. Maka tidak heran acara
merti dhusun di Dusun Lamuk ini sangat ditunggu-tunggu oleh
masyarakat.

33

III.7. Upaya Untuk Tetap Melestarikan Tradisi Merti Dhusun Lamuk

Tradisi adalah bagian dari budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya.


Salah satu tradisi yang perlu dilestarikan adalah tradisi Merti Dhusun Lamuk yang
ada di Dusun Lamuk. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam
melestarikan tradisi merti dhusun yang ada di Jawa Tengah agar tradisi ini dapat
dinikmati generasi selanjutnya. Tradisi ini digelar sebagai wujud rasa syukur
masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar tradisi ini dapat tetap bertahan
terdapat beberapa upaya untuk melestarikannya.

Pertama,ikut serta memeriahkan tradisi Merti Dhusun Lamuk. Dengan cara


ikut serta dalam tradisi merti dhusun tentu akan menambah rasa bangga dan cinta
kita terhadap tradisi kita masing-masing utamanya adalah tradisi merti dhusun.

Kedua,mengajarkan tradisi merti dhusun kepada orang lain. Tradisi merti


dhusun ini perlu diajarkan untamanya kepada para remaja,karena di usia tersebut
mereka akan mudah terpengaruh dengan budaya asing yang dianggap lebih
kekinian. Mereka akan lebih bangga apabila mereka mengikuti budaya asing yang
belum tentu baik bagi mereka. Bahkan saat ini sebagian orang tidak peduli dengan
tradisi kejawen yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Tentu saja hal
ini sangat miris sebab tradisi kejawen yang statusnya mereka cintai dan lestarikan
justru menjadi tradisi yang tidak lagi mereka perhatikan. Oleh karena itu kita perlu
mengenalkan lebih dalam tradisi merti dhusun ini pada generasi penerus sehingga
tradisi tersebut tidak akan musnah dan dapat tetap bertahan.

Ketiga, tidak terpengaruh oleh tradisi kebudayaan asing. Untuk terus


melestarikan tradisi sadranan yang merupakan tradisi kejawen ini, hal yang harus
dilakukan adalah jangan sampai mudah terpengaruh oleh tradisi kebudayaan
asing. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada era globalisasi ini, budaya
asing sangatlah mudah masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Utamanya bagi
mereka

34

yang merantau ke daerah perkotaan, bisa saja mereka akan melupakan tradisi
kejawen mereka dengan anggapan bahwa budaya asing lebih modern. Tak jarang
pula jika sekarang banyak orang yang tidak tahu dan tidak paham dengan tradisi
mereka sendiri. Maka dari itu agar tradisi merti dhusun ini tidak punah oleh
kedatangan budaya asing, kita harus mempunyai prinsip agar kita tidak
terpengaruh dan terjerumus masuk ke dalam budaya asing tersebut.

Keempat, memiliki rasa bangga terhadap tradisi merti dhusun yang kita
miliki. Meskipun tradisi ini merupakan tradisi kejawen, kita tetap perlu
mencintainya tanpa merendahkan dan melecehkan tradisi masyarakat lain. Jika
rasa bangga tertanan pada jiwa para generasi muda maka dapat dipastikan bahwa
tradisi merti dhusun ini akan terus terlaksana karena generasi muda adalah
generasi penerus bangsa.

Kelima, menghilangkan perasaan gengsi ataupun malu dengan tradisi yang kita
miliki. Seiring dengan berkembangnya jaman yang semakin modern, kita perlu
membuang jauh-jauh rasa gengsi kita terhadap tradisi yang kita miliki. Jangan
sampai tradisi peninggalan nenek moyang tersebut tergantikan dengan budaya-
budaya asing yang masuk ke dalam kehidupan kita saat ini. Dengan upaya-upaya
tersebut, tradisi warisan leluhur pasti akan selalu terlaksana dan tetap lestari.
Dilaksanakanya tradisi merti dhusun sekaligus menjadi upaya untuk melestarikan
kebudayaan lokal agar tidak tergerus perkembangan jaman yang semakin modern.

35

III.8. Alasan Masyarakat Dusun Lamuk Mempertahankan Tradisi Merti


Dhusun Lamuk

Tradisi merti dhusun hingga saat ini sudah menjadi agenda tahunan yang
terus dilaksanakan oleh masyarakat di Dusun Lamuk. Tradisi ini digelar sebagai
wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah yang diberikan. Terdapat
beberapa alasan masyarakat Dusun Lamuk untuk tetap mempertahankan tradisi
Merti Dhusun Lamuk ini.

Pertama, adanya tradisi Merti Dhusun Lamuk ini benar-benar dirasakan


manfaatnya oleh masyarakat Dusun Lamuk. Kepercayaan tersebut terbukti saat
melihat kehidupan masyarakat Lamuk yang makmur dan tercukupi. Maka dari itu
tradisi Merti Dhusun Lamuk masih dipertahankan hingga saat ini, sejak Merti
Dhusun Lamuk tersebut dilaksanakan kehidupan masyarakat Dusun Lamuk
menjadi tenteram dan sejahtera.

Kedua, Merti Dhusun Lamuk ini dilaksanakan masyarakat Dusun Lamuk


sebagai bentuk bakti mereka kepada Ki Giyuk. Hal ini nampak pada perilaku
masyarakat yang memberikan sesajen untuk menghadapi rasa takut akan murka
leluhur dan mengharap berkah dari sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan
supranatural. Mereka takut jika mereka tidak melaksanakan merti dhusun ini akan
mendapat hal-hal negatif sebagi dampak dari tidak melaksanakannya merti dhusun
ini.

Ketiga, sejak merti dhusun ini dilaksanakan kesadaran masyarakat Lamuk


terhadap kebersamaan terasa begitu kental. Hal ini dilihat dari kebiasaan kerja
sama dengan cara saling membantu dalam berbagai hal. Melihat kebersamaan
warga di Dusun Lamuk hidup gotong royong baik bersifat sosial, keagamaan, dan
lain-lain sudah menjadi cerminan dan kebiasaan tradisi leluhur yang sudah turun
temurun ke masyarakat. Tradisi merti dhusun ini dilaksanakan tidak hanya sebagai
bentuk

36

bhakti masyarakat Lamuk kepada KiGiyuk dan para leluhur, tetapi sadranan ini
juga dijadikan sarana untuk menambah rekatnya silaturahim masyarakat Dusun
Lamuk. Melalui tradisi sadranan ini, masyarakat berharap dapat menambah rasa
solidaritas antar sesama. karena kehidupan ini harus seimbang, yakni taat kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan sayang kepada sesama.

Dengan alasan tersebut masyarakat Dusun Lamuk menjadi tetap


mempertahankan dan melaksanakan tradisi sadranan tersebut setiap tahunnya
hingga saat ini.
37

BAB IV

PENUTUP

IV.1. Simpulan

Dari pembahasan masalah tentang karya ilmiah yang berjudul “TRADISI


MERTI DHUSUN DI DUSUN LAMUK DESA KALIMANGGIS KECAMATAN
KALORAN KABUPATEN TEMANGGUNG”. Maka penulis dapat mengambil
simpulan :

1. Tradisi upacara Merti Dhusun Lamuk yang dilaksanakan setiap tahun


pada hari Senin Legi (somo manis) bulan Ba’da Mulud penanggalan
Jawa diadakan untuk menghormati Ki Giyuk sebagai cikal bakal atau
bupak citak Dusun Lamuk dan memperingati berdirinya sebuah
perkampungan Dusun Lamuk
2. Tradisi Merti Dhusun Lamuk selalu dilaksanakan oleh masyarakat
Dusun Lamuk setiap tahunnya dengan tujuan untuk menghormati
leluhur yang ada di Punden Dusun Lamuk, untuk menjaga kerukunan
antar masyarakat, untuk mempererat tali persaudaraan, sebagai
perwujudan rasa syukur kepada Tuhan, dan untuk melestarikan tradisi
nenek moyang.
3. Tradisi Merti Dhusun Lamuk dilaksanakan pada hari Senin Legi bulan
Ba’da Mulud dengan berbagai macam rangkaian, yaitu melakukan
besik makam secara bersama-sama pada hari Jumat Pon 3 hari sebelum
tradisi berlangsung, melakukan bersih dhusun dan atur sesaji di
Punden Dusun Lamuk tepat satu hari sebelum tradisi dilakukan,
melakukan tirakatan dan puja bhakti ditempat ibadah, melaksanakan
Metokan (kenduri kecil), prosesi dan kirab, doa lintas agama dan
kidungan, pagelaran tayub siang, tradisi Kungkum Dadung, dan
lanjtkan dengan pagelaran

38

pentas seni wayang kulit (Ringgit Purwa) sampai semalam suntuk.


4. Beberapa makna simbol sesaji yang digunakan dalam tradisi Merti
Dhusun Lamuk, meliputi:
a. Tumpeng, disimbolkan sebagi puncak dari segala bentuk
kehidupan manusia.
b. Gunungan, memiliki makna bahwa masyarakat Lamuk yang sekian
ini yang terdiri dari bermacam-macam agama, kepercayaan, tingkat
pendidikan, dan status sosialnya misinya tetap satu yaitu kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
c. Ingkung, disimbolkan sebagai manusia saat masih bayi ketika
belum mempunyai kesalahan.
d. Jajan Pasar dan buah buahan, memiliki makna untuk memberikan
gambaran kepada warga yang ada di Dusun Lmauk yang dalam
tingkah lakunya bermacam-macam, dan menghormati para leluhur.
e. Degan krambil ijo (kelapa muda), melambangkan rasa manis bisa
dirasakan oleh para warga masyarakat dusun Lamuk.
f. Janur (daun kelapa yang masih muda), perlambang memohon
kepada Tuhan Yang Maha Esa agar para warga dalam mengarungi
kehidupan diberi cahaya keselamatan.
g. Tumpeng Robyong, menunjukkan bukti bakti kepada KI Giyuk.
Mereka hanya berharap bahwa Ki Giyuk mau memintakan kepada
Tuhan Yang Maha Esa agar memberikan kesuburan tanaman
masyarakat dusun Lamuk.
h. Jenang Abang Putih, dimaksudkan sebagai penghormatan dan
harapan yang ditujukan kepada orang tua.
5. Beberapa makna yang terkandung dalam tradisi Merti Dhusun Lamuk
antara lain sebagai bentuk penghormatan, sebagai bentuk rasa syukur,
sebagai perwujudan sikap hormat,dan sebagai bentuk rasa patuh.

39

6. Beberapa fungsi yang terkandung dalam tradisi Merti Dhusun Lamuk


meliputi fungsi sosial, fungsi ritual, fungsi pelestarian tradisi, fungsi
hiburan, fungsi pendidikan, dan fungsi ekonomi.
7. Upaya-upaya yang perlu dilakukan agar tradisi merti dhusun tidak
hilang seiring dengan perkembangan jaman yaitu mengenalkan lebih
dalam Tradisi Merti dhusun Lamuk kepada generasi penerus, ikut
berpartisipasi atau ikut melaksanakan kegiatan merti dhusun, menaruh
rasa bangga dan menghilangkan perasaan malu ataupun gengsi
terhadap tradisi yang kita miliki.
8. Perwujudan bentuk bhakti kepada Ki Giyuk yang dilakukan dengan
melakukan sesaji agar warga Dusun Lamuk diberikan keselamatan dan
kesejahteraan menjadi salah satu alasan masyarakat Dusun Lamuk
tetap mempertahankan tradisi Merti Dhusun Lamuk.

IV.2. Saran
Untuk menunjukan segala hal tentunya membutuhkan penilaian atau saran
dari orang lain agar kekurangan dapat kita tutupi. Dalam karya tulis ini, penulis
mempunyai saran sebagai berikut :

1. Bagi para tokoh masyarakat di Dusun Lamuk


a. Para tokoh masyarakat di Dusun Lamuk perlu bekerja sama
dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan tradisi merti
dhusun yang ada sesuai dengan kehidupan modern untuk
menarik perhatian warga masyarakat, akan tetapi tidak boleh
melupakan nilai-nilai asli yang terkandung dalam tradisi merti
dhusun itu sendiri.
b. Mengajak para generasi muda agar ikut serta dalam
pelaksanaan tradisi merti dhusun agar tradisi tersebut tidak
punah

40

2. Bagi masyarakat Dusun Lamuk yang mengikuti tradisi merti dhusun:


a. Lebih menanamkan sikap bangga dan menghargai tradisi yang
kita miliki agar tradisi merti dhusun yang kita miliki dapat terus
bertahan meskipun modernisasi memberikan pengaruh besar
dalam kehidupan masyarakat.
b. Masyarakat Dusun Lamuk perlu mengenalkan secara lebih
dalam tentang tradisi merti dhusun kepada generasi muda yang
ada di Dusun Lamuk secara menyeluruh agar tradisi ini dapat
terus dilaksanakan dan dilestarikan.
3. Bagi pemerintah daerah :
a. Lebih meningkatkan partisipasi dan dukungan agar Tradisi
Merti Dhusun di Dusun Lamuk tetap terlaksana.
b. Memberikan dorongan bagi warga masyarakat untuk tetap
mempertahankan tradisi merti dhusun yang ada di Dusun
Lamuk.

41

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta: Balai Pustaka.
Herusatoto, Budiono. 2008. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta:Ombak.
http://.budionoherusatoto.blogspot.com/2008/05/13–simbiosisme-dalam-

budaya-Jawa.html. (Senin, 16 Maret 2020 pukul 21.07 WIB)

Slengkan, Dicky. 2014. Nguri-nguri Budaya Jawa.

http://.dickyslengkan.blogspot.com/2014/12/10 –nguri-nguri-budaya-Jawa-

nyadran.html. (Selasa, 17 Maret 2020 pukul 10.33 WIB)


Suyami. 2008. Upacara Ritual di Kraton Yogyakarta Refleksi Mithologi dalam

Budaya Jawa. Yogyakarta: Kepel Press

http://.suyami.blogspot.com/2008/03/17–upacara-ritual-di-kraton-

yogyakarta-refleksi-mitologi -dalam-budaya-jawa.html. (Minggu, 22 Maret

2020 pukul 13.45 WIB)

42
LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

DAFTAR PERTANYAAN

Adapun daftar pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada narasumber


adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana sejarah diadakanya tradisi Merti Dhusun di Lamuk ?


2) Apa tujuan diadakannya tradisi Merti Dhusun di Lamuk ?
3) Bagaimana rangkaian tradisi Merti Dhusun di Lamuk ?
4) Apa saja makna yang terkandung dalam tradisi Merti Dhusun Lamuk ?
5) Apa saja makna simbol sesaji yang digunakan dalam tradisi Merti Dhusun
Lamuk ?
6) Apa fungsi dari diadakannya tradisi Merti Dhusun Lamuk?
7) Mengapa tradisi Merti Dhusun Lamuk masih tetap bertahan dan
dilaksanakan sampai sekarang ?
8) Bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh masyarakat agar tradisi Merti
Dhusun Lamuk tidak tergerus oleh perkembangan zaman ?
9) Hubungan apa yang ada antara leluhur Dusun Lamuk dengan Leluhur
Dusun Toleh ?

LAMPIRAN 2
LIRIK KIDUNG

1. Kidung Dhandanggula

Ana kidung rumeksa ing wengi


Teguh ayu luputa ing lara
Luputa ing bilahi kabeh
Jim setan datan purun
Paneluban tan ana wani
Miwah panggawe ala
Gunaning wong keput
Geni atemahan tirta
Maling arda tan ana ngarah mring kami
Tuju nduduk pan sirna

2. Kidung Kinanthi

Padha gulangan ing kalbu


Ing sasmita amrih lantip
Aja pijer mangan nendra
Kaprawiran den kaesthi
Pesunen sariranira
Sudanen dhahar lan guling

LAMPIRAN 3
FOTO-FOTO
Kegiatan Besik Makam

Kegiatan Besik Makam


Beskap sebagai pakaian wajib bagi para laki-laki

Gunungan Hasil Bumi


Doa dan kidungan

Persiapan pentas seni Wayang Kuli

Anda mungkin juga menyukai