KARYA ILMIAH
Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Penilaian Harian
Bersama (PHB) Semester 2 (dua)
Disusun Oleh :
Nama : Andrian Ristanto
No. Absen : 003
Kelas : XI (Sebelas)
Program : MIPA
Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Penilaian Harian
Bersama ((PHB) Semester 2 (dua)
Disusun oleh:
Kelas : XI (Sebelas)
Program : MIPA
2019/2020
i
HALAMAN PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Kaloran, 2020
Mengetahui
Kepala Sekolah
ii
MOTTO
iii
PERSEMBAHAN
1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan baik secara
material maupun sepiritual.
2. Bapak dan Ibu Guru SMA Bhakti Karya Kaloran yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi, dan semangat kepada
penulis.
3. Teman-teman kelas XI khususnya kelas XI-MIPA yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Teman-teman di SMA Bhakti Karya Kaloran.
iv
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini dengan baik.
Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikui
Penilaian Harian Bersama ((PHB) Semester 2 (dua) Tahun Pelajaran 2019/2020
yang dilaksanakan di SMA Bhakti Karya Kaloran.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis tidak lepas dari peranan
berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan petunjuk serta arahan yang
berguna untuk menyelesaikan karya ilmiah ini, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
v
Penulis, menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, istilah ini sangat
tepat untuk penyusunan karya ilmiah ini yang masih banyak kekurangan yang
tidak disadari penulis. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima
kasih.
Kaloran, 2020
Penulis
Vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….. ii
HALAMAN MOTTO………………………………………………………...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………... iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. v
DAFTAR ISI………………………………………………………………….vii
BAB I PENDAHULUAN
vii
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
IV.1. Simpulan………………………………………………………... 38
IV.2. Saran……………………………………………………………. 40
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 42
LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
salah satu fungsi tradisi adalah sebagai pengokoh norma-norma serta nilai-nilai
budaya yang berlaku. Norma-norma dan nilai-nilai budaya itu secara simbolis
ditampilkan melalui peragaan dalam bentuk upacara. Upacara tradisional tersebut
sampai sekarang masih dipatuhi oleh masyarakat setempat, mereka mempercayai
jika upacara tradisional tersebut tidak dilaksanakan maka akan mendapatkan
dampak negatif.
Pada masa sekarang kepercayaan tersebut masih belum luntur. Salah satu
tradisi yang melekat pada jiwa masyarakat khususnya masyarakat Jawa Tengah
adalah upacara tradisi merti dhusun. Tidak jauh berbeda dengan sadranan pada
umunya, di Dusun Lamuk tradisi tersebut sering disebut dengan tradisi Merti
Dhusun Lamuk atau masyarakat Lamuk menyebutnya “kadeso” yang artinya
selamatan desa.
Secara umum tradisi merti dhusun memiliki arti tradisi masyarakat Jawa
khususnya daerah Jawa Tengah yang selalu dilaksanakan setiap tahunnya dengan
tujuan untuk mengajak masyarakat agar selalu mengenang leluhurnya serta
mengikuti ajaran dan norma-norma yang ada.
2
Tradisi merti dhusun merupakan upacara selamatan dusun yang dijadikan
tradisi di Dusun Lamuk, Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Kabupaten
Temanggung. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahun pada hari Senin Legi bulan
Ba’da Mulud penanggalan Jawa. Bagi masyarakat dusun Lamuk, merti dhusun
dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta yang telah
memberi keselamatan dan hasil panen yang melimpah. Puncak acara upacara
tradisi merti dhusun di dusun Lamuk ini adalah saat kirab pada siang hari yang
dilanjutkan dengan hiburan tayub dan wayang kulit sampai dini hari.
Tradisi merti dhusun di Dusun Lamuk merupakan salah satu tradisi yang
unik, yaitu selain sebagai ungkapan rasa syukur, merti dhusun ini juga sebagai
tolak balak. Ada yang meminta bedak kepada ronggeng dan ada yang menari
bersama ronggeng. Tradisi merti dhusun mengandung beberapa nilai di antaranya:
nilai sosial, nilai ritual dan nilai pendidikan bagi masyarakat sekitar. Upacara
tradisi merti dhusun merupakan budaya asli masyarakat yang kemudian
berinteraksi dan terjalin dalam proses akulturasi dengan budaya Hindu-Buddha.
Budaya Hindu-Buddha yang terlihat dalam tradisi ini adalah adanya sesaji, yang
meliputi bunga dan dupa, sedangkan budaya asli masyarakat yaitu budaya Jawa
dan budaya Agama Buddha terlihat pada waktu berdoa menggunakan doa secara
Buddha dengan bahasa Jawa. Masyarakat percaya bahwa tradisi merti dhusun ini
dapat membawa berkah.Masyarakatpun juga percaya, jika tradisi ini tidak
dilaksanakan maka akan terjadi malapetaka karena tradisi ini juga berfungsi
sebagai tolak-balak.
Agar pembaca lebih mudah memahami karya ilmiah dengan judul “TRADISI
MERTI DHUSUN LAMUK DI DUSUN LAMUK DESA KALIMANGGIS
KECAMATAN KALORAN KABUPATEN TEMANGGUNG”, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
Agar memudahkan pembacaan dalam mengetahui isi karya ilmiah serta agar
tidak terjadi kesalahpahaman, maka penulis menguraikan istilah-istilah yang
berkaitan dengan judul “TRADISI MERTI DHUSUN DI DUSUN LAMUK
DESA KALIMANGGIS KECAMATAN KALORAN KABUPATEN
TEMANGGUNG”, sebagai berikut :
I.8. Sistematika
Untuk mempermudah pembaca memahami karya tulis ini berikut penulis
cantumkan sistematika karya ilmiah sebagai berikut :
BAB I : Berisi pendahuluan yang meliputi: Latar belakang masalah,
Batasan masalah, Rumusan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat
Penelitian, Penegasan istilah, Ilustrasi objek, dan Sistematika.
BAB II : Berisi metode penelitian.
BAB II : Berisi pembahasan masalah yang meliputi: Sejarah Merti Dhusun
Lamuk, Tujuan diadakannya Merti Dhusun Lamuk, Rangkaian
upacara tradisi Merti Dhusun Lamuk, Makna simbol sesaji, Makna
tradisi Merti Dhusun Lamuk, Fungsi tradisi Merti Dhusun Lamuk,
Upaya untuk tetap melestarikan tradisi Merthi Dhusun Lamuk, dan
Alasan masyarakat Dusun Lamuk tetap mempertahankan tradisi
Merti Dhusun Lamuk.
BAB III : Berisi tentang penutup yang meliputi: Simpulan dan Saran.
9
BAB II
METODE PENELITIAN
10
hari : Senin
tanggal : 2 Desember 2020
tempat : Halaman Rumah Bapak Sidik
Dalam metode ini terdapat kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai
berikut :
11
hari : Selasa
BAB III
PEMBAHASAN
Seperti halnya yang terjadi pada masyarakat Dusun Lamuk, mereka juga
memperoleh warisan dari nenek moyangnya. Hasil budaya yang diwariskan oleh
nenek moyang kepada generasinya yaitu salah satunya berupa tradisi ritual.
Adapun tradisi ritual yang selama ini masih dilestarikan oleh masyarakat Lamuk
adalah tradisi upacara Merti Dhusun.
Tradisi Merti Dhusun adalah upacara tradisi ke-3 yang diadakan selama
satu tahun di Dusun Lamuk. Urutan tradisi di Dusun Lamuk adalah sebagai
berikut: 1). Suronan (tanggal 15, bulan Sura penanggalan Jawa), 2). Saparan atau
Sadranan Kali (tanggal 25 atau 27, bulan Sapar penanggalan Jawa), 3). Merti
Dhusun (Senin Legi, bulan Ba’da Muliud penanggalan Jawa), 4). Sadranan Randu
kuning (Jum,at Kliwon, bulan Jumadil Lakhir penanggalan Jawa), dan 5).
Sadranan Makam Dusun Lamuk (Jum,at Wage, bulan Rejep atau Ruwah
penanggalan Jawa).
Uacara Merti Dhusun ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk ritual
dari slametan. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari hasil wawancara
dengan bapak Nardi selaku tokoh masyarakat Dusun Lamuk yang menyatakan
bahwa, beliau tidak dapat menceritakan sejak kapan tradisi ini dimulai. Beliau
13
hanya dapat mengatakan bahwa upacara ini sudah dilakukan oleh nenek moyang
terdahulu, kini mereka tinggal meneruskan tradisi leleuhurnya.
Beliau menambahkan, jika dilihat dari asal mula terjadinya Merti Dhusun
Lamuk berawal dari kedatangan Ki Giyuk ke Dusun Lamuk sekitar tahun 1400.
Ki Giyuk adalah seorang keturunan darah biru yang berasal dari keraton
Yogyakarta. Seperti halnya Ki Coguno dan Ki mangun sebagai salah satu leluhur
di Dusun Lamuk, Ki Coguno pergi meninggalkan keraton karena pada saat itu
terjadi peperangan yang tak kunjung usai. Beliau akhirnya memutuskan untuk
mengembara hingga akhirnya sampai di sebuah wilayah denagn kondisi alam
yang sangat subur dan masih alami. Maka Ki Giyuk bersama dengan para leluhur
lain yang bersamaNya yaitu Mbah Ireng, Mbah Puteh, Mbah Wage, Mbah
Lenggo, Mbah Gandik, dan Mbah Sentot mebuat suatu perkampungan kecil
disana yang menjadi cikal bakal Dusun Lamuk (sing buko yasa). Lama kelamaan,
Dusun Lamuk mulai berkembang dan menurunkan anak cucu sebagai generasi di
Dusun Lamuk.
Di sisi lain, Ki Giyuk juga mempunyai seorang istri bernama Nyi Tun.
Akan tetapi terjadi ketidakharmonisan antara keduanya yang mengakibatkan
mereka bercerai. Ki Giyuk tetap menetap di Lamuk, akan tetapi istrinya Nyi tun
pergi dari Dusun Lamuk dan singgah membuat perkampungan kecil tak jauh dari
wilayah Dusun Lamuk yang kemudian menjadi cikal bakal Dusun Toleh. Karena
hal tersebut, masyarakat di kedua dusun tersebut percaya bahwa tidak boleh ada
ikatan pasangan atau jodoh (menikah) antara dua dusun tersebut. Hal ini telah
terbukti ketika salah satu masyarakat Dusun Lamuk meningkah dengan
masyarakat Dusun Toleh, walau awalnya berjalan harmonis, tetapi akhirnya
berakhir dengan perceraian. Oleh karena itu, apabila ada hubungan jodoh
(menikah) diantara keduanya, maka akan menimbulkan malapetaka. Sebaliknya
apabila dapat menjalin kerukunan yang erat dapat membawa suatu kebahagiaan
atau kemakmuran karena antara Dusun Lamuk dan Dusun Toleh dipercaya adalah
14
Hingga pada akhirnya, beliau meninggal dan menjadi orang pertama yang
dimakamkan (dipethak) di Dusun Lamuk. Karena beliau yang telah mebangun
perkampungan bernama Dusun Lamuk sekaligus sebaga orang yang pertama
dimakamkan di Dusun Lamuk. Beliau dikenal sebagai cikal bakal atau bupak
citak Dusun Lamuk. Untuk menghormati beliau dan memperingati berdirinya
sebuah perkampungan Dusun Lamuk maka diadakanlah tradisi upacara Merti
Dhusun Lamuk yang dilaksanakan setiap tahun pada hari Senin Legi (somo
manis) bulan Ba’da Mulud penanggalan Jawa.
Tradisi ritual Merti Dhusun ini tidak lepas dari mitos. Sebagaian
masyarakat Lamuk masih meyakini, kalau tradisi upacara Merti Dhusun ini tidak
dilaksanakan akan terjadi suatu bencana dan malapetaka di Dusun Lamuk.
Masyarakat Dusun Lamuk juga diwajibkan untuk pulang apabila sedang bekerja
di luar kota sehingga dapat mengikuti tradisi ini karena dipercaya akan
memberikan keselamatan dan kelancaran rejeki. Sejak tradisi Merti Dhusun
dilaksanakan, masyarakat Dusun Lamuk hidupnya menjadi tenteram dan
sejahtera. Maka dari itu tradisi Merti Dhusun ini masih tetap dilaksanakan dan
dilestarikan secara turun-temurun hingga saat ini. Tradisi ini biasanya diawali
dengan pembersihan makam pada hari Jumat Pon Bulan Ba’da Mulud oleh
masyarakat Dusun Lamuk secara bersama-sama. Kemudian pada malam Senin
Legi dilanjutkan dengan mengadakan tirakatan dan kebaktian bersama di wihara
dan gereja karena mayoritas masyarakat Lamuk beragama Buddha dan Kristen
serta memberikan sesaji di punden Dusun Lamuk. Pada pagi harinya dilaksanakan
rangkaian upacara tradisi, ketika siang hari dilanjutkan dengan hiburan tayub dan
wayang kulit sampai dini hari.
15
Kedua, untuk menjaga kerukunan antar masyarakat Dusun Lamuk. Hal ini
ditunjukan dengan saling bergotong royong memeriahkan upacara ini. Hal ini bisa
dilihat dari Kirap Tandu yang diikuti serta bentuk partisipasi oleh seluruh
masyarakat Dhusun Lamuk.
Ketiga, untuk mempererat tali persaudaraan dan menambah keakraban
masyarakat Dusun Lamuk. Masyarakat Dusun Lamuk yang sedang bekerja di luar
kota akan membuat hubungan dengan tetangga semakin berjarak, akan tetapi
dengan adanya tradisi Merti Dhusun Lamuk akan membuat masyarakat
berkumpul kembali, karena biasanya masyarakat Dusun Lamuk yang berada di
luar kota akan pulang ke kampung halaman saat tradisi ini berlangsung.
Keempat, sebagai wujud rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberi rezeki dan kesempatan untuk bertemu kembali, berkumpul dengan
keluarga pada acara tradisi Merti Dhusun Lamuk
16
Dhusun Lamuk yang masih dilaksanakan sampai saat ini, Masyarakat Dusun
Lamuk menunjukan bahwa mereka masih tetap menjaga dan melestarikan salah
satu warisan nenek moyang atau leluhur mereka yang adiluhung.
Tradisi Merti Dhusun Lamuk merupakan salah satu tradisi yang dilakukan
masyarakat Dusun Lamuk untuk menghormati leluhur dalam Punden Dusun
Lamuk. Kegiatan yang biasa dilakukan saat tradisi Merti Dhusun Lamuk adalah
sebagai berikut :
3.2.3 Melakukan Bersih Dhusun dan atur Sesaji di Punden Dusun Lamuk
Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama pada hari Minggu
Kliwon bulan Ba’da Mulud tepat satu hari sebelum tradisi dilakukan.
Selain pada Punden Makam dusun Lamuk, juga dilakukan di punden-
punden lain seperti Punden randu Kuning, Punden Ki mangun, Punden
kali Madu, dan tempat-tempat sakral yang dihormati warga masyarakat
dusun Lamuk lainnya.
17
18
19
20
21
3. Gunung Sari
memiliki makna agar masyarakat Dusun Lamuk senantiasa
mendapatkan kebahagiaan.
4. Pari Anyar
memiliki makna agar masyarakat Dusun Lamuk senantiasa
mendapatkan kemakmuran, kelimpahan rezeki, dan hasil panen yang
melimpah. Mengingat mayoritas penduduk Lamuk bermata
pencaharian sebagai petani.
5. Ladrang Slamet
memiliki makna agar masyarakat Dusun Lamuk senantiasa diberi
keselamatan dan dijauhkan dari segala marabahaya.
Pada acara ini, diadakan nyawer/ngibing bersama ronggeng yang
dimulai dari para sesepuh, para perangkat, warga masyarakat, para
pemuda, dan yang terakhir adalah anak-anak. Pada saat ngibing ini, warga
masyarakat boleh request lagu jawa, biasanya yang paling sering adalah
Kijing Miring, Sambel Kemangi, dan Bajing Loncat. Sedangkan untuk
anak-anak bisa juga meminta lagu dolanan seperti Ilir-Ilir, Ijo-Ijo dan
Perahu Layar. Dimana setiap lagu mengandung makna sendiri-sendiri
yang mengarah kepada kebaikan.
Selain mayoritas laki-laki, para perempuan juga ikut menyawer. Para
perempuan yang didominasi ibu-ibu yang akan nyawanggati/nyawer
ronggeng tersebut biasanya ibu- ibu yang mempunyai anak kecil sakit-
sakitan atau rewel. Selain untuk anak kecil, hal itu bisa juga dilakukan
misalnya ada anggota keluarga yang sedang sakit dan dimintakan doa.
Acara tayub siang ini berlangsung sampai pukul 17.30. Tidak ada
ketentuan khusus dalam masalah pembayaran, para ibu hanya memberi
seikhlasnya saja kepada para ronggeng. Biasanya sang roggeng
memberikan bedak kepada ibu-ibu atau bapak-bapak yang nyawanggati
itu. Jika yang disawanggati itu anak-anak, maka ronggeng mencium pipi si
anak tersebut.
22
3.3.8 Kungkum Dadung
Bersamaan dengan diadakannya tayub, sebagian masyarakat juga
melakukan tradisi kungkum Dadung. Tradisi ini berupa pengambilan air
suci dengan bunga 3 warna yang telah diberkati dari sumber mata air Kali
Madu yang terdapat di Dusun Lamuk dan juga mecelupkan tali pengikat
ternak (dadung) kedalam air suci tersebut. Tradisi ini hanya terdapat
dalam Upacara Tradisi Merti Dusun Lamuk dan jarang bahkan tidak ada di
daerah lain. Dalam tradisi ini, masyarakat menyakini, bahwa selain dari
sektor pertanian, sektor peternakan yang merupakan profesi sampingan
masyarakat Dusun Lamuk juga akan diberkahi oleh para leluhur melalui
tradisi ini.
Melalui Kungkum Dadung diharapkan dapat memberikan
perlindungan dan perkembangan bagi hewan ternak serta laku ketika
dijual.
Warga masyarakat Dusun Lamuk diwajibkan untuk mengambil air suci
dengan wadah berupa botol masing-masing dan diharapkan dapat memberi
dana seikhlasnya. Diman uang yang terkumpul akan digunakan untuk
membantu terselenggaranya kegiatan atau tradisi yang lain.
23
3.4.1. Tumpeng
Tumpeng memiliki kerata basa wulu wetune men mempeng,
disimbolkan sebagi puncak dari segala bentuk kehidupan manusia.
Tumpeng merupakan nasi yang dibuat dengan cetakan segitiga kerucut
atau sering disebut sebagai kukusan. Tumpeng biasanya ditutupi daun
pisang agar bagian puncak segitiganya tidak mengering saat akan dibawa
kelokasi metokan.
3.4.2. Gunungan
Gunungan ini diiru menyerupai tradisi Kraton Yogyakarta. Gunungan
ini dibuat lebih besar dengan isi yang lebih lengkap berupa macam-macam
hasil bumi warga. Bentuk gunungan ini dai bawah dibuat besar selanjutnya
ke atas di buat semakin meruncing. Ini memiliki makna bahwa masyarakat
Lamuk yang sekian ini yang terdiri dari bermacam-macam agama,
kepercayaan, tingkat pendidikan, dan status sosialnya misinya tetap satu
yaitu kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3.4.3. Ingkung
Ingkung merupakan ayam yang dimasak utuh dibuat melengkung
24
dengan posisi leher ayam ditekuk ke dalam dan kaki ayam dilipat. Ingkung
disimbolkan sebagai manusia saat masih bayi ketika belum mempunyai
kesalahan.
3.4.4. Jajan Pasar dan buah buahan
Terdiri dari bermacam-macam makanan yang dibeli di pasar, seperti
krupuk, kacang, wafer, gethuk, tape, dan lain-lain. Memiliki makna untuk
memberikan gambaran kepada warga yang ada di Dusun Lmauk yang
dalam tingkah lakunya bermacam-macam, seperti buah yang memiliki rasa
asam, tingkah laku/perbuatan yang tidak benar. Kemudian ada buah-
buahan yang memiliki rasa manais perlambang perkataan, dan perbuatan
yang bagus. Lambang tadi sebagai contoh kepada para warga baik muda
maupun tua yaitu hendaknya bertingkah dalam tingkah laku/ perbuatan
yang berkiblat pada agama.
Masyarakat Dusun Lamuk juga mempercayai bahwa, jajanan pasar
atau buah-buahan yang bermacam-macam sebagai perwujudan untuk
menghormati para leluhur dan memberikan sesaji kepada leluhur karena
masyarakat pecaya setiap leluhur memiliki kesukaan terhadap jajanan
pasar dan buah-buahan yang berbeda-beda.
3.4.5. Degan krambil ijo (kelapa muda)
Memiliki makna kelapa muda itu rasanya manis. Ini melambangkan
rasa manis bisa dirasakan oleh para warga masyarakat dusun Lamuk.
Sesaji ini harus ada sebelum pementasan wayang Kulit.
3.4.6. Janur (daun kelapa yang masih muda)
Merupakan perlambang memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
para warga dalam mengarungi kehidupan diberi cahaya keselamatan.
Sesaji harus ada sebelum pementasan Wayang Kulit.
3.4.7. Tumpeng Robyong
Tumpeng robyong yang dipakai dalam upacara tradisi merti dhusun
25
adalah tumpeng yang ada hiasannya. Tumpeng Robyong terdiri dari nasi
yang dibuat kerucut, sayut kol, krupuk, pisang, timur, tempe, cabai, dan
sebagainya yang di tusuk menggunakan lidi dan diarahkan ke atas.
Tumpeng Robyong ini sebagai bukti bakti kepada Ki giyuk serta sebagai
permohonan agar tanaman di dusun Lamuk ini bisa subur.
Masyarakat dusun Lamuk masih melaksanakan tradisi peninggalan
leluhur dan mereka juga masih percaya tentang pemikiran-pemikiran
leluhurnya dahulu. Dalam acara merti dhusun, mereka membuat tumpeng
yang diberi hiasan beraneka macam sayuran. Mereka hanya berharap
bahwa Ki Giyuk mau memintakan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
memberikan kesuburan tanaman masyarakat dusun Lamuk. Masyarakat
tetap menyembahTuhan Yang Maha Esa, namun meminta Ki Giyuk agar
sebagai perantara doanya.
3.4.8. Jenang Abang Putih
Jenang abang yaitu berupa bubur yang terbuat dari beras yang
dibumbui sedikit garam dan dicampur dengan gula jawa sehingga
warnanya menjadi merah. Jenang abang dimaksudkan sebagai
penghormatan dan permohonan kepada orang tua agar mendapatkan
Bonang baning keselamatan khususnya Ibu. Jenang putih yaitu bubur yang
terbuat beras dan diberi sedikit garam. Jenang putih dimaksudkan sebagai
penghormatan dan harapan yang ditujukan kepada orang tua khususnya
ayah.
Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia lahir ke dunia
pasti memiliki ayah dan ibu yang harus dihormati dan hargai. Jenang
abang putih inilah simbol yang menggambarkan bentuk penghormatan
manusia sebagai anak kepada ayah dan ibu.
26
27
28
Norma-norma sosial dalam tradisi ini dapat dilihat dari tindakan
masyarakat pendukungnya. Diantaranya, untuk mengungkapkan rasa
syukur kepada sang Pencipta yang telah memberikan penghasilan dari
tanah yang mereka tempati, masyarakat secara bersama-sama membuat
walimahan yang diletakkan didalam gunungam kirab.
Setelah mengadakan acara merti dhusun ini, masyarakat akan merasa
lebih tenteram dan bersih karena telah melaksanakan kewajiban
melaksanakan selamatan. Selain sebagai pewarisan norma sosial, acara
merti dhusun juga berfungsi sebagai sarana kerukunan hidup. Hal ini dapat
dilihat ketika acara dilaksanakan, seluruh warga dusun Lamuk dan
masyarakat disekitarnya ikut berperan serta dan mendatangi tempat yang
dijadikan pelaksanaan. Itulah yang menunjukkan bahwa dengan adanya
tradisi tersebut dijadikan sebagai sarana untuk menjalin interaksi sosial
antar sesama. Harapan diadakannya tradisi ini kerukunan hidup juga dapat
terjalin. Masyarakat pendukung tradisi merti dhusun di dusun Tugono
dapat berinteraksi tanpa melihat status sosial maupun golongan. Mereka
membaur dari kalangan bawah, menengah maupun kalangan atas. Hal ini
terlihat adanya usaha menyatukan masyarakat dengan para pemerintah,
sehingga tercipta hubungan yang harmonis diantara mereka.
Selain kedua fungsi di atas acara merti dhusun ini juga
berfungsi sebagai pengungkap kegotong-royongan antar warga. Mulai dari
persiapan sampai dengan selesai pelaksanaan tradisi ini mereka selalu
bersama-sama dan saling tolong-menolong. Dengan adanya gotong-
royong tersebut pekerjaan yang awalnya terlihat berat akan menjadi mudah
untuk diselesaikan. Masyarakat dusun Lamukmemang sudah biasa
bergotong-royong dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, baik dalam
tradisi merti dhusun maupun pekerjaan yang lainnya, seperti dalam
perbaikan jalan,
29
30
31
32
33
34
yang merantau ke daerah perkotaan, bisa saja mereka akan melupakan tradisi
kejawen mereka dengan anggapan bahwa budaya asing lebih modern. Tak jarang
pula jika sekarang banyak orang yang tidak tahu dan tidak paham dengan tradisi
mereka sendiri. Maka dari itu agar tradisi merti dhusun ini tidak punah oleh
kedatangan budaya asing, kita harus mempunyai prinsip agar kita tidak
terpengaruh dan terjerumus masuk ke dalam budaya asing tersebut.
Keempat, memiliki rasa bangga terhadap tradisi merti dhusun yang kita
miliki. Meskipun tradisi ini merupakan tradisi kejawen, kita tetap perlu
mencintainya tanpa merendahkan dan melecehkan tradisi masyarakat lain. Jika
rasa bangga tertanan pada jiwa para generasi muda maka dapat dipastikan bahwa
tradisi merti dhusun ini akan terus terlaksana karena generasi muda adalah
generasi penerus bangsa.
Kelima, menghilangkan perasaan gengsi ataupun malu dengan tradisi yang kita
miliki. Seiring dengan berkembangnya jaman yang semakin modern, kita perlu
membuang jauh-jauh rasa gengsi kita terhadap tradisi yang kita miliki. Jangan
sampai tradisi peninggalan nenek moyang tersebut tergantikan dengan budaya-
budaya asing yang masuk ke dalam kehidupan kita saat ini. Dengan upaya-upaya
tersebut, tradisi warisan leluhur pasti akan selalu terlaksana dan tetap lestari.
Dilaksanakanya tradisi merti dhusun sekaligus menjadi upaya untuk melestarikan
kebudayaan lokal agar tidak tergerus perkembangan jaman yang semakin modern.
35
Tradisi merti dhusun hingga saat ini sudah menjadi agenda tahunan yang
terus dilaksanakan oleh masyarakat di Dusun Lamuk. Tradisi ini digelar sebagai
wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah yang diberikan. Terdapat
beberapa alasan masyarakat Dusun Lamuk untuk tetap mempertahankan tradisi
Merti Dhusun Lamuk ini.
36
bhakti masyarakat Lamuk kepada KiGiyuk dan para leluhur, tetapi sadranan ini
juga dijadikan sarana untuk menambah rekatnya silaturahim masyarakat Dusun
Lamuk. Melalui tradisi sadranan ini, masyarakat berharap dapat menambah rasa
solidaritas antar sesama. karena kehidupan ini harus seimbang, yakni taat kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan sayang kepada sesama.
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Simpulan
38
39
IV.2. Saran
Untuk menunjukan segala hal tentunya membutuhkan penilaian atau saran
dari orang lain agar kekurangan dapat kita tutupi. Dalam karya tulis ini, penulis
mempunyai saran sebagai berikut :
40
41
DAFTAR PUSTAKA
http://.dickyslengkan.blogspot.com/2014/12/10 –nguri-nguri-budaya-Jawa-
http://.suyami.blogspot.com/2008/03/17–upacara-ritual-di-kraton-
42
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
DAFTAR PERTANYAAN
LAMPIRAN 2
LIRIK KIDUNG
1. Kidung Dhandanggula
2. Kidung Kinanthi
LAMPIRAN 3
FOTO-FOTO
Kegiatan Besik Makam