oleh:
Dr. Made Gde Subha Karma Resen, SH., M.Kn
(subhakarma.skr@gmail.com /085857530335/ ig. @subha_karma /
https://subhakarmaresenlaw.wordpress.com/
manajemen sektor publik telah mengalami perkembangan dan perubahan paradigma yang
signifikan. Banyak pemikiran dari ahli-ahli manajemen sektor publik yang mewacanakan
paradigma baru ini, seperti David Osborne dan Ted Gaebler dalam karyanya “Reinventing
Government” atau mewirausahakan birokrasi,1 Stephen P. Osborne dengan karyanya “The New
Public Governance,”2 Holley H. Ulbrich yang menekankan pada public finance dalam karyanya
yang berjudul “Public Finance in Theory and Practice,”3 begitu juga pemikiran dari Colin Talbot
dalam karyanya “Theories of Performance: Organizational and Service Improvement in the Public
Domain,”4 dari beberapa pemikir tersebut menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya
peranan swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan perekonomian dan partisipasi dalam
1
David Osborne dan Ted Gaebler, 1995, Reinventing Government (How the Entrepreneurial Spirit is
Transforming the Public Sector), Mewirausahakan Birokrasi, alih bahasa Abdul Rosyid, Pustaka Binaman Pressindo,
Jakarta.
2
Lihat dalam: Stephen P. Osborne, 2010, The New Public Governance? (Emerging Perspectives on the
Theory and Practice of Public Governance), Routledge Taylor & Francis Group, London and New York.
3
Lihat dalam: Holley H. Ulbrich, 2011, Public Finance in Theory and Practice, 2nd edition, Routledge Taylor
& Francis Group, London and New York.
4
Lihat dalam: Colin Talbot, 2010, Theories of Performance (Organizational and Service Improvement in the
Public Domain), Oxford University Press, New York.
terhadap dinamika, efektif-efisien dan akuntabel terhadap kinerja atas output yang dihasilkan
Perubahan paradigma tersebut bukanlah perubahan yang sederhana, akan tetapi perubahan
ini merupakan perubahan peran pemerintah dalam masyarakat dan hubungan antara pemerintah
dengan masyarakatnya. Dalam paradigma baru, pemerintah bukanlah satu-satunya provider goods
and services bagi masyarakat. Perspektif ini menempatkan hubunganan antara pemerintah, swasta
dan masyarakat sebagai mitra untuk menyediakan berbagai kebutuhan publik. Bahkan dalam
beberapa kasus tertentu juga dapat dicermati ketika penyediaan kebutuhan publik telah sebagian
besar diperankan oleh masyarakat dan swasta, peran pemerintah hanya ditempatkan sebagai
regulator dan jury atau government as rule maker and umpire. Hal tersebut senada dengan
fenomena yang terjadi di dalam pemerintahan, yaitu belanja pemerintah dalam rangka memenuhi
kebutuhan pengadaan barang/jasa, terlebih dimasa Pandemi Covid, tentunya membutuhkan tata
cara yang khusus dan konkrit. Kebutuhan akan peran pemerintah ini juga karena suatu keniscayaan
bahwa absolute freedom is impossible, karena dalam kehidupan selalu dihadapkan pada imperfect
Keterbukaan, akuntabilitas pemerintah juga ditekankan pada paradigma baru ini, yang
ditunjukkan dengan diadopsinya berbagai prinsip-prinsip ekonomi dan manajemen sektor swasta
ke dalam sektor publik untuk memperbaiki kinerja sektor publik, walaupun peran pemerintah juga
sangat penting dalam pelayanan publik, adalah keniscayaan bahwa prinsip ekonomi dan efisiensi
tidak selalu dapat diterapkan pada semua aktivitas pemerintah. Pemerintahan yang moderen tidak
hanya mencakup efisiensi dan peningkatan “keekonomisan,” tetapi juga merupakan hubungan
akuntabilitas antara Negara dan warga Negara yang memiliki hak untuk mendapatkan jaminan atas
5
Milton Friedman, 1982, Capitalism and Freedom, The University of Chicago Press, Ltd, London, hlm. 25-
26.
kebutuhan dasar dan menuntut pemerintah untuk bertanggungjawab atas berbagai kebijakan yang
dilakukan.
Dalam konteks welfare state Negara dihadapkan pada jaminan kebutuhan dasar
masyarakat, sehingga pemerintah kemungkinan tidak dapat menerapkan prinsip efektif dan efisien,
akan tetapi pemenuhan jaminan kebutuhan dasar tersebut bukan berarti pemerintah dibebaskan
untuk tidak mempertanggungjawabkannya. Selain paradigma baru yang diusung dalam rangka
Dalam negara demokrasi terdapat prinsip geen macht zonder veraantwoordelijkheid (tidak
ada kekuasaan tanpa suatu pertanggungjawaban). Prinsip tersebut dapat menggunakan logika
terbalik yaitu apabila suatu kekuasaan tidak ada mekanisme pertanggungjawaban berarti
pemerintahan tersebut merupakan regim yang otoriter atau diktator. Meskipun diakui bahwa secara
asasi pertanggungjawaban dalam sistem pemerintahan hanya terdapat dalam tatanan demokrasi,
dalam praktik mungkin didapati pada tatanan politik kediktatoran atau otoriter. Akan tetapi, yang
tidak didapati dalam kediktatoran atau otoriter adalah kebebasan menilai pertanggungjawaban atau
memperjelas pemahaman arti kata akuntabilitas ada baiknya dikaji terlebih dahulu dari etimologis
“pertanggungjawaban” berasal dari bentuk dasar kata majemuk “tanggung jawab”. Tanggung
jawab sebagai kata benda yang abstrak yang merupakan bentuk majemuk, berasal dari dua suku
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan arti tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan
dsb), sedangkan pertanggungjawaban adalah perbuatan (hal dsb) bertanggung jawab, sesuatu yang
dipertanggungjawabkan. Tanggung jawab dalam istilah inggris dikenal dengan istilah, “liability,
6
Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah (Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan
Kepala Daerah), Penerbit PT Alumni, Bandung, Hlm. 108.
responsibility, dan accountability”. Menurut Pinto, liability dan responsibility mengandung
“istilah responsibility ditujukan bagi adanya indikator penentu atas lahirnya suatu tanggung
jawab, yakni suatu standar yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam suatu kewajiban
yang harus ditaati, serta saat lahirnya tanggung jawab itu, sedangkan liability lebih
menunjuk kepada akibat yang timbul dari akibat kegagalan untuk memenuhi standar
tersebut, bentuk tanggung jawab diwujudkan dalam bentuk ganti rugi kerugian dan
pemulihan sebagai akibat dari terjadinya kerusakan atau kerugian”.7
“the acceptance of assigned authority and the obligation prudently to exercise assigned or
Kewenangan yang dianggap sebagai kewajiban untuk dilaksanakan secara hati-hati dalam
melaksanakan tugas atau kewenangan yang melekat pada individu atau kelompok dalam rangka
7
Ibid, Hlm. 105-106.
8
Cooper, W.W., Yuji Ijiri, 1984, Kohler Dictionary For Accountant, 6th Edition, Prentice Hall of India, New
Delhi, Hlm. 435.
9
MC. Kechnie, Jean L, 1983, Webster New Universal Unabridged Dictionary, Second Edition, Simon
Schuester, Hlm. 13.
Accountability mengandung pengertian dapat dipertanggungjawabkan, bertanggung jawab, atau
dapat dikenakan tanggung jawab; tidak dapat dipertanggung jawabkan. Dapat dipertanggung
jawabkan:
1. Dapat dikenakan untuk diminta tanggung jawab: dapat menjawab kepada atasan. Sebab
semua orang adalah dapat dipertanggung jawabkan kepada tuhan atas tindakannya
Dalam sejarah perkembangannya konsep akuntabilitas terkait erat dengan ilmu-ilmu ekonomi
khususnya akuntansi, sehingga perlu kiranya ditelusuri pengertian akuntabilitas dalam beberapa
Diterjemahkan secara bebas bahwa, akuntabilitas dipahami sebagai 1) kewajiban pegawai, agen,
atau orang lain untuk menyediakan laporan yang memuaskan, secara berkala, tentang tindakan
yang diikuti pemberian wewenang; 2) kemudian (akuntansi pemerintah) tujuan dari tanggung
jawab atau pembayaran sejumlah kewajiban petugas; 3) ukuran tanggung jawab atau kewajiban
lain, dalam bentuk uang, unit kepemilikan, atau bentuk lainnya; 4) serta kewajiban membuktikan
manajemen yang baik, pengontrolan, atau hasil lainnya dihadapkan ke muka hukum, peraturan,
10
Cooper, W.W., Yuji Ijiri, Op.cit, Hlm. 7.
11
Sumadji, Kamus Lengkap Ekonomi, Penerbit Wacana Intelektual, tanpa tempat, tanpa tahun, Hlm. 15.
diartikan sebagai: “tanggungjawab individu atau departemen terhadap kinerja suatu fungsi
tertentu”.
oleh “…meaning of responsibility undoubtedly lais and at the bottom of some of the controversies
about is various aspects,...” (arti pertanggungjawaban niscaya terletak pada dasar beberapa
kontroversi dari berbagai aspeknya). Hal ini menyebabkan Spiro berusaha membuat definisi
pertanggungjawaban di antaranya:12
Spiro selanjutnya membagi ke dalam masing-masing dua arah pertanggungjawaban antara lain
explicit accountability yang merujuk pada pertanggungjawaban ke luar melalui pemberian laporan
atas segala tindakan dan akibat yang ditimbulkan. Implicit accountability cenderung kepada
kekurangan pengetahuan atas akibat yang ditimbulkan kepada yang lainnya atas tindakan atau
keputusan yang dibuat. Responsibility as accountability pada sisi lain cenderung dipahami sebagai
pertanggungjawaban yang di dasarkan pada tolak ukur tertentu untuk menilai tindakan
pemerintah.13 Seperti yang dikatakan oleh Arifin P. Soeria Atmadja, mengenai pentingnya
ditetapkan standar sebagai tolak ukur berupa asas tertentu dalam perundang-undangan untuk
12
Herbert J Spiro, 1969, Responsibility in Government, Lihat dalam: Syaiful Bahri Ruray, 2012, Tanggung
Jawab Hukum Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan & Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, Penerbit PT
Alumni, Bandung, Hlm. 53-54
13
Ibid, Hlm. 54.
Demikian halnya responsibility as cause yakni sebuah pertanggungjawaban karena suatu
sebab dari tindakan yang diambil. Explicit cause Responsibility menentukan beberapa kriteria yang
choice dan purpose. Resources berhubungan dengan sumber dan kapabilitas seseorang untuk
Knowledge terkait dengan pengetahuan seseorang atas akibat dari keputusan yang diambil. Adanya
pilihan untuk mengambil keputusan terbaik dengan risiko yang minim merupakan pilihan sebagai
sebagai sebab yang bersifat eksplisit berhubungan dengan purpose (maksud atau niat) dari suatu
akan timbul terhadap kehidupan orang lain yang disebabkan oleh keputusan yang diambil.
Responsibiliy as obligation menurut Spiro berisi “...is a value judgement”. Obligasi (kewajiban)
didefinisikan sebagai hubungan antara causa responsibility and accountability. Satu hal yang perlu
bagian hilir, yaitu secara ex post. Akuntabilitas berfungsi menghubungkan antara asas/kaidah
hukum yang apriori dan tindakan aposteriori, dengan memberikan kualifikasi hukum pada
tindakan aposteori tersebut (apakah sesuai dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum), dan
sekaligus menentukan akibat hukumnya (pengenaan sanksi atau tidak). Dengan pengertian
14
Ibid, Hlm. 55.
demikian, keberadaan prinsip/kaidah akuntabilitas sangat vital bagi hukum, yaitu supaya
asas/kaidah perilaku hukum bermakna sebagai “hukum” dalam fungsi sebagai sarana kontrol.
subsistem, seperti alasan pembenar dan alasan pemaaf sebagai asas/kaidah pengecualian dari
pertanggungjawaban.
merujuk pada 2 (dua) konsep akuntabilitas, yaitu konsep akuntabilitas dalam arti luas (broad
concept of accountability) dan konsep akuntabilitas dalam arti sempit (narrow concept of
conceptual umbrella that covers various other distinct concepts, such as transparency,
Dipahami bahwa, dalam wacana politik dan akademik kontemporer, akuntabilitas seringkali
berfungsi sebagai sebuah payung konseptual yang mencakup berbagai konsep-konsep lainnya
yang beragam, seperti transparansi, kesetaraan, demokrasi, efisiensi, ketanggapan, tanggung jawab
dan integritas.
Konsep-konsep akuntabilitas yang sangat luas tersebut membuat sangat sulit untuk
menetapkan secara empirik, apakah seorang pejabat, atau badan dan organisasi merupakan subyek
15
Sourcebook: Human Rights & Good Governance, Op.cit, Hlm. 58. Lihat juga dalam: G.H. Addink,
Kepemerintahan yang Baik (Good Governance and Public Manajemen), Op.cit, Hlm. 77-78.
operasionalisasi yang ekstensif pada dirinya sendiri, dan tidak dapat diukur dengan menggunakan
elements need extensive operasionalisation itself and because the various elements cannot
Begitu juga halnya dengan pengadaan barang/jasa yang berpijak pada aspek hukum administrasi,
perdata maupun pidana yang menyebabkan pada tataran praktis sulit untuk mengimplementasikan
fungsi tersebut secara bersamaan, baik itu secara prinsip-prinsip bisnis yang penekanan pada nilai-
nilai ekonomis dihadapkan pada regulasi-regulasi publik yang memiliki ukuran-ukuran dimensi
Akuntabilitas dalam pengertian yang sangat luas pada dasarnya merupakan konsep
evaluatif, bukan analitik. Pada dasarnya konsep ini mengundang perdebatan, karena tidak ada
konsensus umum mengenai standar-standar bagi perilaku yang akuntabel, dan konsep ini berbeda
dari satu peran ke peran lainnya, dari satu waktu ke waktu lainnya, bahkan dapat penulis
Kedua, narrow concept of accountability. Dari berbagai literatur yang membahas tentang
Bovens, yang mana Bovens menekankan akuntabilitas pada pengertian yang jauh lebih sempit dan
sosiologis, merujuk pada praktik-praktik kongkrit untuk menjadi akuntabel. Dijelaskan bahwa
“….The most concise description of accountability would be: ‘the obligation to explain and justify
conduct’. This implies a relationship between an actor, the accountor and a forum, the
16
Ibid, Hlm.78.
accountholder or accountee.”17 Accountability dideskripsikan sebagai kewajiban untuk
menjelaskan dan menjustifikasi perilaku, mengimplikasikan suatu hubungan antara seorang aktor,
yaitu yang bertanggungjawab dan sebuah forum, yaitu yang menerima pertanggungjawaban.
Dengan kata lain Bovens berpegang pada akar etimologis dan historis konsep akuntabilitas dan
digunakan sebagai instrumen analitik dan juga sebuah bagian dari kerangka normatif prinsip-
“Accountability is a relationship between an actor and a forum, in which the actor has an
obligation to explain and to justify his or her concuct, the forum can ask questions and
pass judgment, and the actor may face consequensces. We will use this description of
accountability as an analytical instrument and also as a part of the normative framework
of the principles of good governance.”18
17
Ibid, Hlm. 58-59.
18
Ibid, Hlm. 59.
Skema: Konsep Akuntabilitas Broad/Evaluative to Concrete/Analytical.
Dapat diterangkan bahwa, konsep governance yang menekankan pada mekanisme dalam
menjalankan fungsi oleh aktor-aktor yang terlibat dalam sektor-sektor tertentu belum
menunjukkan mekanisme tertentu, begitu juga halnya dengan prinsip akuntabilitas yang
merupakan unsur dari governance masih merupakan konsep akuntabilitas yang berkarakter umum
evaluatif (payung konsep). Konsep akuntabilitas yang sangat luas (broad concept), umum dan
evaluatif sangatlah sulit untuk menetapkannya secara prakis dan empirik, karena tidak terdapat
Guna memberikan konsep dan pengertian yang lebih sempit dan kongkrit, konsep
akuntabilitas (umum, evaluatif) tersebut harus merujuk dan mendasarkan pada unsur-unsur
substantif yang relevan (sebagai instrumen analitik) terhadap peristiwa-peristiwa dan hubungan-
seperti ilmu politik dan hukum (administrasi Negara), bahkan akuntabilitas menjadi simbul tata
kelola yang baik, tidak hanya dalam sektor privat (good corporate governance) tetapi juga dalam
sektor publik (good governance), walaupun secara substantif akuntabilitas akan selalu berbeda
dalam sektor privat maupun sektor publik. Dalam sektor privat, keutamaan akuntabilitas berada
pada memaksimalkan keuntungan serta nilai-nilai ekonomis (walaupun pada kenyataannya sektor
privat juga harus memperhatikan aspek eksternalnya), sedangkan akuntabilitas dalam sektor
publik terpenting adalah memenuhi dan memajukan kepentingan publik, tetapi tidak menutup
kemungkinan secara fungsional tertentu (entrepreneur) tujuan nilai-nilai ekonomis juga dicapai.
ditaati atau dilanggar) serta pengujian kehasilgunaan (efektif) dan kedayagunaan (efisien) atau
19
Permasalahan yang terjadi adalah, dikonsepkannya akuntabilitas dalam artian luas. Akuntabilitas dalam
artian luas pada dasarnya merupakan konsep yang diperdebatkan dan mengandung perdebatan, karena tidak terdapat
kesepakatan mengenai standar-standar bagi perilaku yang akuntabel, dan karena konsep ini berbeda dari peran ke
peran yang lainnya, fungsi optimal yang satu terhadap fungsi optimal yang lain.
yang dikenal sebagai pengujian pada doel atau tujuan dari tindakan (doelmatigheidstoetsing), lebih
dikenal dengan pendekatan goal based. Pengujian dengan pendekatan goal based yang mengacu
pada asas-asas efisiensi dan efektivitas harus diimbangi dengan satu kaidah bahwa tujuan yang
hendak dicapai harus tujuan yang benar dan dapat dibenarkan secara obyektif sebagai dasar dari
tindakan yang dilakukan. Pengujian terhadap efektifitas dan efisiensi dapat dalam rangka
mencapai doel dapat dilakukan, baik ex tunc maupun ex nunc. Yang dimaksud dengan ex tunc,
yaitu memperhitungkan semua fakta atau keadaan pada saat tindakan tersebut dilakukan,20
sedangkan ex nunc, yaitu perubahan fakta dan keadaan termasuk dalam penilaian suatu tindakan.21
pertanggungjawaban dari pihak yang diberikan mandat untuk memerintah, kepada mereka yang
memberikan mandat. Dalam hal ini, rakyatlah yang memberikan kekuasaan kepada pihak lain
untuk memerintah dan pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat, ini yang dinamakan
“kedaulatan rakyat”.
jatuhnya eksekutif sebagai sanksi jika dianggap bahwa yang diberikan mandat itu tidak
sistem presidensiil pemerintah tidak dapat dijatuhkan, tetapi sanksi dapat dijatuhkan dalam pemilu
berikutnya pada saat presiden tidak dipilih kembali. Akan tetapi, dalam kedua kasus
20
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Op.cit, Hlm.193-194.
21
Ibid, Hlm. 194.
22
Miriam Budiardjo, 1997, Masalah Accountability dalam Ilmu Politik, Pidato Pengukuhan Penganugrahan
Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam Ilmu Politik dari UI 13 Desember 1997, Hlm. 4.
pertanggungjawaban merupakan syarat mutlak sebagai perwujudan dari konsep kedaulatan
rakyat.23
mempunyai tujuan yang lebih besar dari sekedar manajemen yang efisien dan penggunaan sumber
daya yang ekonomis, akan tetapi konsepsi governance memberikan kriteria pembedaan
(fungsional) yang menyebabkan secara kemanfaatan dan efektif, elemen-elemen substantif serta
masyarakat yang kuat dengan sektor-sektor publik yang semakin terbuka, responsif, akuntabel dan
demokratis.
23
Ibid.
DAFTAR BACAAN∗
David Osborne dan Ted Gaebler, 1995, Reinventing Government (How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the
Public Sector), Mewirausahakan Birokrasi, alih bahasa Abdul Rosyid, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Stephen P. Osborne, 2010, The New Public Governance? (Emerging Perspectives on the Theory and Practice of
Public Governance), Routledge Taylor & Francis Group, London and New York.
Holley H. Ulbrich, 2011, Public Finance in Theory and Practice, 2nd edition, Routledge Taylor & Francis Group,
London and New York.
Colin Talbot, 2010, Theories of Performance (Organizational and Service Improvement in the Public Domain),
Oxford University Press, New York.
Milton Friedman, 1982, Capitalism and Freedom, The University of Chicago Press, Ltd, London, hlm. 25-26.
Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah (Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala
Daerah), Penerbit PT Alumni, Bandung.
Cooper, W.W., Yuji Ijiri, 1984, Kohler Dictionary for Accountant, 6th Edition, Prentice Hall of India, New Delhi.
MC. Kechnie, Jean L, 1983, Webster New Universal Unabridged Dictionary, Second Edition, Simon Schuester.
Sumadji, Kamus Lengkap Ekonomi, Penerbit Wacana Intelektual, tanpa tempat, tanpa tahun.
Herbert J Spiro, 1969, Responsibility in Government, Lihat dalam: Syaiful Bahri Ruray, 2012, Tanggung Jawab
Hukum Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan & Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, Penerbit PT Alumni,
Bandung.
Sourcebook: Human Rights & Good Governance, Op.cit, Hlm. 58. Lihat juga dalam: G.H. Addink, Kepemerintahan
yang Baik (Good Governance and Public Manajemen).
Miriam Budiardjo, 1997, Masalah Accountability dalam Ilmu Politik, Pidato Pengukuhan Penganugrahan Gelar
Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam Ilmu Politik dari UI 13 Desember 1997.
∗
Daftar Bacaan disusun berdasarkan urutan sumber dalam footnote.
CURRICULUM VITAE
HP : 085857530335
email : subhakarma.skr@gmail.com
IDENTITAS
Nama : Dr. Made Gde Subha Karma Resen, S.H., M. Kn
NIP : 198307252008011007
NIDN : 0025078306
No Karpeg : 401553
No. KTP : 5104012507830002
T/TL : Denpasar 25 Juli 1983
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Hindu
Pangkat/ Golongan : III d/ Penata TK. I
Jabatan Akademik : LEKTOR
Instansi : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Alamat Rumah : Jl. Campuhan No. 12 Br. Sasih, Batubulan, Sukawati, Gianyar
Telp : 082339998178 / 085857530335
Alamat e-mail : subhakarma.skr@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
Program S-1 S-2 S-3
Nama Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Program Doktor Ilmu
Perguruan Universitas Fakultas Hukum Hukum Universitas
Tinggi Atmajaya Universitas Gadjah Gadjah Mada
Yogyakarta Mada Yogyakarta Yogyakarta
Bidang Ilmu Ilmu Hukum Magister Kenotariatan Ilmu Hukum
Tahun 2001 2005 2011
Masuk
Tahun Lulus 2005 2007 2015
Course
2008 Administrative Law Maastricht University Netherland
2008 Constitutional Law Maastricht University Netherland
2008 Development Law Maastricht University Netherland
2019 Chinese and Dalian University China
Chinese culture
Jabatan 2020-sekarang
Koordinator Program Studi (S1) Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Udayana
Penghargaan
Dosen Berprestasi Fakultas Hukum Universitas Udayana (2019)
KEGIATAN LAIN
2017- sekarang Tenaga Ahli Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Badung
2017 Pokja Produk-Produk Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi Bali
2017- sekarang Anggota Lembaga Pemberdayaan Desa (LPD) Desa Batubulan
2017-sekarang Pengelola Pusat Unggulan Community Base Reneweble Energy
(Unud)
2017-sekarang Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengkajian Hukum dan
Pembangunan (LP2HP)
2017-sekarang Koordinator Hukum Kajian Bali Unud
2018-sekarang Tenaga Ahli Komisi DPRD Kabupaten Badung
2018 Pengkaji RIPPDA Kota Denpasar
2018-sekarang Tim Legal Drafting Universitas Udayana
2018-sekarang Tenaga Ahli Bapedda dan Litbangan Kabupaten Gianyar
2018-sekarang Tenaga Ahli/Tim Penguatan Inovasi Daerah Kabupaten Badung
2019-sekarang Tenaga Ahli Pembangunan Kabupaten Gianyar
2019 Tenaga Ahli DPRD terkait Rancangan Peraturan Daerah tentang
Desa Adat
2019-sekarang Tenaga Ahli Cagar Budaya Provinsi Bali
2019-sekarang Pengurus DPD Forum Pembauran Kebangsaan Bali (Provinsi Bali)
2019-sekarang Pembina Forum Komunikasi Desa Wisata (FORKOM DEWI)
2020-sekarang Tim Ahli/Tim Penasihat Hukum Produk Hukum Daerah pada
Bagian Hukum Dan Ham Sekretariat Daerah Kota Denpasar
2020-sekarang Pendiri/Pembina Yayasan Karma Sabda Nusantara
KAJIAN-KAJIAN HUKUM
Tahun Kajian Artikel/Pendapat Hukum