Anda di halaman 1dari 25

Prinsip Akuntabilitas dari Broad Concept of Accountability menjadi

Narrow Concept of Accountability


(Menakar Akuntabilitas secara Proporsional dan Progresif)

oleh:
Dr. Made Gde Subha Karma Resen, SH., M.Kn
(subhakarma.skr@gmail.com /085857530335/ ig. @subha_karma /
https://subhakarmaresenlaw.wordpress.com/

Materi disampaikan Webinar dengan Tema


“Akuntabilitas Belanja Pemerintah Dalam Penanganan Pandemi Covid 19”
(Penguatan Aspek Hukum Kepada Semua Pihak yang Terlibat dalam Penanganan Pandemi Covid 19).
Kerjasama Program Studi S3 Doktor Ilmu Hukum Universitas Udayana dengan Ikatan Ahli Pengadaan
Indonesia (IAPI) Provinsi Bali.
Senin 28 September 2020

Seiring dengan diusungnya konsep governance dalam penyelenggaraan pemerintahan,

manajemen sektor publik telah mengalami perkembangan dan perubahan paradigma yang

signifikan. Banyak pemikiran dari ahli-ahli manajemen sektor publik yang mewacanakan

paradigma baru ini, seperti David Osborne dan Ted Gaebler dalam karyanya “Reinventing

Government” atau mewirausahakan birokrasi,1 Stephen P. Osborne dengan karyanya “The New

Public Governance,”2 Holley H. Ulbrich yang menekankan pada public finance dalam karyanya

yang berjudul “Public Finance in Theory and Practice,”3 begitu juga pemikiran dari Colin Talbot

dalam karyanya “Theories of Performance: Organizational and Service Improvement in the Public

Domain,”4 dari beberapa pemikir tersebut menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya

peranan swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan perekonomian dan partisipasi dalam

pengambilan kebijakan-kebijkan publik, menuntut manajemen sektor publik yang fleksibel

1
David Osborne dan Ted Gaebler, 1995, Reinventing Government (How the Entrepreneurial Spirit is
Transforming the Public Sector), Mewirausahakan Birokrasi, alih bahasa Abdul Rosyid, Pustaka Binaman Pressindo,
Jakarta.
2
Lihat dalam: Stephen P. Osborne, 2010, The New Public Governance? (Emerging Perspectives on the
Theory and Practice of Public Governance), Routledge Taylor & Francis Group, London and New York.
3
Lihat dalam: Holley H. Ulbrich, 2011, Public Finance in Theory and Practice, 2nd edition, Routledge Taylor
& Francis Group, London and New York.
4
Lihat dalam: Colin Talbot, 2010, Theories of Performance (Organizational and Service Improvement in the
Public Domain), Oxford University Press, New York.
terhadap dinamika, efektif-efisien dan akuntabel terhadap kinerja atas output yang dihasilkan

dalam penyelenggaraan manajemen sektor publik.

Perubahan paradigma tersebut bukanlah perubahan yang sederhana, akan tetapi perubahan

ini merupakan perubahan peran pemerintah dalam masyarakat dan hubungan antara pemerintah

dengan masyarakatnya. Dalam paradigma baru, pemerintah bukanlah satu-satunya provider goods

and services bagi masyarakat. Perspektif ini menempatkan hubunganan antara pemerintah, swasta

dan masyarakat sebagai mitra untuk menyediakan berbagai kebutuhan publik. Bahkan dalam

beberapa kasus tertentu juga dapat dicermati ketika penyediaan kebutuhan publik telah sebagian

besar diperankan oleh masyarakat dan swasta, peran pemerintah hanya ditempatkan sebagai

regulator dan jury atau government as rule maker and umpire. Hal tersebut senada dengan

fenomena yang terjadi di dalam pemerintahan, yaitu belanja pemerintah dalam rangka memenuhi

kebutuhan pengadaan barang/jasa, terlebih dimasa Pandemi Covid, tentunya membutuhkan tata

cara yang khusus dan konkrit. Kebutuhan akan peran pemerintah ini juga karena suatu keniscayaan

bahwa absolute freedom is impossible, karena dalam kehidupan selalu dihadapkan pada imperfect

men, men’s freedoms can conflict.5

Keterbukaan, akuntabilitas pemerintah juga ditekankan pada paradigma baru ini, yang

ditunjukkan dengan diadopsinya berbagai prinsip-prinsip ekonomi dan manajemen sektor swasta

ke dalam sektor publik untuk memperbaiki kinerja sektor publik, walaupun peran pemerintah juga

sangat penting dalam pelayanan publik, adalah keniscayaan bahwa prinsip ekonomi dan efisiensi

tidak selalu dapat diterapkan pada semua aktivitas pemerintah. Pemerintahan yang moderen tidak

hanya mencakup efisiensi dan peningkatan “keekonomisan,” tetapi juga merupakan hubungan

akuntabilitas antara Negara dan warga Negara yang memiliki hak untuk mendapatkan jaminan atas

5
Milton Friedman, 1982, Capitalism and Freedom, The University of Chicago Press, Ltd, London, hlm. 25-
26.
kebutuhan dasar dan menuntut pemerintah untuk bertanggungjawab atas berbagai kebijakan yang

dilakukan.

Dalam konteks welfare state Negara dihadapkan pada jaminan kebutuhan dasar

masyarakat, sehingga pemerintah kemungkinan tidak dapat menerapkan prinsip efektif dan efisien,

akan tetapi pemenuhan jaminan kebutuhan dasar tersebut bukan berarti pemerintah dibebaskan

untuk tidak mempertanggungjawabkannya. Selain paradigma baru yang diusung dalam rangka

memperbaiki kinerja pemerintah, prinsip akuntabilitas sendiri terus mengalami perkembangan,

sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 1: Perkembangan Prinsip Akuntabilitas


Langkah Perkembangan Alasan Pengembangan Prinsip Akuntabilitas
Pertama: Transformasi dari fungsi pembukuan tradisional
dari akuntansi kepada dalam administrasi publik menjadi suatu bentuk
akuntabilitas (accounting to akuntabilitas publik yang lebih luas (tidak hanya audit
accountability) finansial tapi juga audit kinerja).

Kedua: Pergeseran dari pengawasan keuangan tradisional


dari kepatuhan menuju menjadi “pengauditan nilai uang/value for money
kinerja (compliance to auditing” (tidak terlalu berfokus pada legalitas dan
performance) ketepatan prosedural dari belanja publik, tetapi
terlebih kepada efisiensi dan efektivitasnya.

Ketiga: Sebagai reaksi terhadap persepsi kurangnya


pergeseran dari kepercayaan kepada pemerintah.
akuntabilitas internal
menjadi eksternal.

Keempat: Pergeseran ini sangat nyata dalam sektor privat.


pergeseran dari pelaporan Pelaporan tidak hanya berkenaan dengan finansial,
yang semata-mata akan tetapi juga dilengkapi dengan laporan corporate
mengenai tujuan-tujuan dan social responsibility (CSR).
permasalahan-
permasalahan finansial
kepada pelaporan mengenai
berbagai perhatian publik
dengan cakupan luas.

Kelima: Pergeseran ini tidak begitu terkait dengan kandungan


akuntabilitas, tapi lebih terkait dengan perubahan
dari akuntabilitas vertikal karakter hubungan antar organisasi (mencerminkan
ke horizontal (vertical to perkembangan-perkembangan yang lebih luas.
horizontal accountability).
Sumber: diolah dari G.H. Addink, Good Governance and Public Management, (2012).

Dalam negara demokrasi terdapat prinsip geen macht zonder veraantwoordelijkheid (tidak

ada kekuasaan tanpa suatu pertanggungjawaban). Prinsip tersebut dapat menggunakan logika

terbalik yaitu apabila suatu kekuasaan tidak ada mekanisme pertanggungjawaban berarti

pemerintahan tersebut merupakan regim yang otoriter atau diktator. Meskipun diakui bahwa secara

asasi pertanggungjawaban dalam sistem pemerintahan hanya terdapat dalam tatanan demokrasi,

dalam praktik mungkin didapati pada tatanan politik kediktatoran atau otoriter. Akan tetapi, yang

tidak didapati dalam kediktatoran atau otoriter adalah kebebasan menilai pertanggungjawaban atau

konsekuensi yang dapat timbul dari pertanggungjawaban tersebut.6

Perkataan Akuntabilitas sering disandingkan dengan istilah pertanggungjawaban. Untuk

memperjelas pemahaman arti kata akuntabilitas ada baiknya dikaji terlebih dahulu dari etimologis

perkataan pertanggungjawaban yang sering diwacanakan. Secara etimologis

“pertanggungjawaban” berasal dari bentuk dasar kata majemuk “tanggung jawab”. Tanggung

jawab sebagai kata benda yang abstrak yang merupakan bentuk majemuk, berasal dari dua suku

kata, yaitu “tanggung” dan “jawab”.

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan arti tanggung jawab adalah keadaan wajib

menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan

dsb), sedangkan pertanggungjawaban adalah perbuatan (hal dsb) bertanggung jawab, sesuatu yang

dipertanggungjawabkan. Tanggung jawab dalam istilah inggris dikenal dengan istilah, “liability,

6
Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah (Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan
Kepala Daerah), Penerbit PT Alumni, Bandung, Hlm. 108.
responsibility, dan accountability”. Menurut Pinto, liability dan responsibility mengandung

pengertian yang berbeda:

“istilah responsibility ditujukan bagi adanya indikator penentu atas lahirnya suatu tanggung
jawab, yakni suatu standar yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam suatu kewajiban
yang harus ditaati, serta saat lahirnya tanggung jawab itu, sedangkan liability lebih
menunjuk kepada akibat yang timbul dari akibat kegagalan untuk memenuhi standar
tersebut, bentuk tanggung jawab diwujudkan dalam bentuk ganti rugi kerugian dan
pemulihan sebagai akibat dari terjadinya kerusakan atau kerugian”.7

Sementara responsibility di dalam Kohler’s Dictionary for Accountant8 diartikan sebagai:

“the acceptance of assigned authority and the obligation prudently to exercise assigned or

imputed authority attaching to the role of an individual or group participating in

organizational activities or decision”.

Kewenangan yang dianggap sebagai kewajiban untuk dilaksanakan secara hati-hati dalam

melaksanakan tugas atau kewenangan yang melekat pada individu atau kelompok dalam rangka

mengambil keputusan atau kegiatan organisasi. Sedangkan Webster Dictionary9

memformulasikan pengertian Accountability sebagai; the state of being accountable, responsible,

or liable; accountableness. Accountable:

1. Liable to be called to account: answerable to a superior; as every man is accountable

to God for his conduct

2. Capable of being accounted for; explicitable

3. That may be counted or counted for (Obs).

7
Ibid, Hlm. 105-106.
8
Cooper, W.W., Yuji Ijiri, 1984, Kohler Dictionary For Accountant, 6th Edition, Prentice Hall of India, New
Delhi, Hlm. 435.
9
MC. Kechnie, Jean L, 1983, Webster New Universal Unabridged Dictionary, Second Edition, Simon
Schuester, Hlm. 13.
Accountability mengandung pengertian dapat dipertanggungjawabkan, bertanggung jawab, atau

dapat dikenakan tanggung jawab; tidak dapat dipertanggung jawabkan. Dapat dipertanggung

jawabkan:

1. Dapat dikenakan untuk diminta tanggung jawab: dapat menjawab kepada atasan. Sebab

semua orang adalah dapat dipertanggung jawabkan kepada tuhan atas tindakannya

2. Mampu untuk diminta pertanggungjawaban secara tegas/eksplisit

3. Yang mungkin dihitung atau untuk dihitung.

Dalam sejarah perkembangannya konsep akuntabilitas terkait erat dengan ilmu-ilmu ekonomi

khususnya akuntansi, sehingga perlu kiranya ditelusuri pengertian akuntabilitas dalam beberapa

kamus ekonomi. Kohler’s Dictionary of Accountant,10 Accountability adalah:

1. The obligation of an employee, agent, or other person to supply ma satisfactory report,


often periodic, of action or of failure to act following delegated authority;
2. Hence (governmental accounting) the designation of account or amount of a disbursing
officer’s liability;
3. The measure of responsibility or liability to another, expressed in term of money, units
of property, or other predetermined basis;
4. The obligation of evidencing good management, control, or other performance
imposed by law, regulation, agreement, or custom.

Diterjemahkan secara bebas bahwa, akuntabilitas dipahami sebagai 1) kewajiban pegawai, agen,

atau orang lain untuk menyediakan laporan yang memuaskan, secara berkala, tentang tindakan

yang diikuti pemberian wewenang; 2) kemudian (akuntansi pemerintah) tujuan dari tanggung

jawab atau pembayaran sejumlah kewajiban petugas; 3) ukuran tanggung jawab atau kewajiban

lain, dalam bentuk uang, unit kepemilikan, atau bentuk lainnya; 4) serta kewajiban membuktikan

manajemen yang baik, pengontrolan, atau hasil lainnya dihadapkan ke muka hukum, peraturan,

persetujuan, atau kebiasaan. Selanjutnya dalam kamus ekonomi11 Accountability (akuntabilitas)

10
Cooper, W.W., Yuji Ijiri, Op.cit, Hlm. 7.
11
Sumadji, Kamus Lengkap Ekonomi, Penerbit Wacana Intelektual, tanpa tempat, tanpa tahun, Hlm. 15.
diartikan sebagai: “tanggungjawab individu atau departemen terhadap kinerja suatu fungsi

tertentu”.

Kesulitan memberikan batasan yang disepakati mengenai pertanggungjawaban disebabkan

oleh “…meaning of responsibility undoubtedly lais and at the bottom of some of the controversies

about is various aspects,...” (arti pertanggungjawaban niscaya terletak pada dasar beberapa

kontroversi dari berbagai aspeknya). Hal ini menyebabkan Spiro berusaha membuat definisi

tentang pertanggungjawaban dengan meletakkan beberapa prasyarat timbulnya

pertanggungjawaban di antaranya:12

a. Responsibility as accountability (pertanggungjawaban sebagai akuntabilitas);

b. Responsibility as cause (pertanggungjawaban sebagai sebab);

c. Responsibility as obligation (pertanggungjawaban sebagai kewajiban).

Spiro selanjutnya membagi ke dalam masing-masing dua arah pertanggungjawaban antara lain

explicit accountability yang merujuk pada pertanggungjawaban ke luar melalui pemberian laporan

atas segala tindakan dan akibat yang ditimbulkan. Implicit accountability cenderung kepada

kekurangan pengetahuan atas akibat yang ditimbulkan kepada yang lainnya atas tindakan atau

keputusan yang dibuat. Responsibility as accountability pada sisi lain cenderung dipahami sebagai

pertanggungjawaban yang di dasarkan pada tolak ukur tertentu untuk menilai tindakan

pemerintah.13 Seperti yang dikatakan oleh Arifin P. Soeria Atmadja, mengenai pentingnya

ditetapkan standar sebagai tolak ukur berupa asas tertentu dalam perundang-undangan untuk

menilai tindakan mana yang perlu dipertanggungjawabkan.

12
Herbert J Spiro, 1969, Responsibility in Government, Lihat dalam: Syaiful Bahri Ruray, 2012, Tanggung
Jawab Hukum Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan & Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, Penerbit PT
Alumni, Bandung, Hlm. 53-54
13
Ibid, Hlm. 54.
Demikian halnya responsibility as cause yakni sebuah pertanggungjawaban karena suatu

sebab dari tindakan yang diambil. Explicit cause Responsibility menentukan beberapa kriteria yang

berbeda terhadap suatu pertanggungjawaban sebagai sebab di antaranya, resources, knowledge,

choice dan purpose. Resources berhubungan dengan sumber dan kapabilitas seseorang untuk

bertanggungjawab sebagai suatu sebab timbulnya keadaan yang harus dipertanggungjawabkan.

Knowledge terkait dengan pengetahuan seseorang atas akibat dari keputusan yang diambil. Adanya

pilihan untuk mengambil keputusan terbaik dengan risiko yang minim merupakan pilihan sebagai

sebab timbulnya pertanggungjawaban. Salah satu dasar pertimbangan pertanggungjawaban

sebagai sebab yang bersifat eksplisit berhubungan dengan purpose (maksud atau niat) dari suatu

keputusan yang diambil.

Berdasarkan pada kriteria responsibility as cause, implicit cause responsibility merupakan

bentuk pertanggungjawaban dimana subyek pertanggungjawaban mengetahui semua akibat yang

akan timbul terhadap kehidupan orang lain yang disebabkan oleh keputusan yang diambil.

Responsibiliy as obligation menurut Spiro berisi “...is a value judgement”. Obligasi (kewajiban)

didefinisikan sebagai hubungan antara causa responsibility and accountability. Satu hal yang perlu

diingat bahwa teori pertanggungjawaban Spiro, merupakan elaborasi pemikiran mengenai

tanggungjawab pemerintah dalam penyelenggaraan tugas-tugas publik.14

Akuntabilitas adalah konsep hukum yang sangat fundamental. Akuntabilitas bekerja di

bagian hilir, yaitu secara ex post. Akuntabilitas berfungsi menghubungkan antara asas/kaidah

hukum yang apriori dan tindakan aposteriori, dengan memberikan kualifikasi hukum pada

tindakan aposteori tersebut (apakah sesuai dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum), dan

sekaligus menentukan akibat hukumnya (pengenaan sanksi atau tidak). Dengan pengertian

14
Ibid, Hlm. 55.
demikian, keberadaan prinsip/kaidah akuntabilitas sangat vital bagi hukum, yaitu supaya

asas/kaidah perilaku hukum bermakna sebagai “hukum” dalam fungsi sebagai sarana kontrol.

Asas/kaidah akuntabilitas merupakan sistem. Di dalamnya terkandung berbagai asas/kaidah

subsistem, seperti alasan pembenar dan alasan pemaaf sebagai asas/kaidah pengecualian dari

pertanggungjawaban.

Selanjutnya menelusuri bagaimana akuntabilitas di konsepkan, pertanyaan ini dapat

merujuk pada 2 (dua) konsep akuntabilitas, yaitu konsep akuntabilitas dalam arti luas (broad

concept of accountability) dan konsep akuntabilitas dalam arti sempit (narrow concept of

accountability) sebagaimana dirangkum oleh G.H. Addink dalam tulisannya.

Pertama broad concept of accountability, Addink mengutip dari R. Mulgen dan R. D.

Behn yang menerangkan bahwa;

“In contemporary political and scholarly discourse ‘accountability’ often serve as a

conceptual umbrella that covers various other distinct concepts, such as transparency,

equity, democracy, efficiency, responsiveness, responsibility and integrity.”15

Dipahami bahwa, dalam wacana politik dan akademik kontemporer, akuntabilitas seringkali

berfungsi sebagai sebuah payung konseptual yang mencakup berbagai konsep-konsep lainnya

yang beragam, seperti transparansi, kesetaraan, demokrasi, efisiensi, ketanggapan, tanggung jawab

dan integritas.

Konsep-konsep akuntabilitas yang sangat luas tersebut membuat sangat sulit untuk

menetapkan secara empirik, apakah seorang pejabat, atau badan dan organisasi merupakan subyek

akuntabilitas yang dimaksud, karena tiap-tiap dari berbagai unsurnya membutuhkan

15
Sourcebook: Human Rights & Good Governance, Op.cit, Hlm. 58. Lihat juga dalam: G.H. Addink,
Kepemerintahan yang Baik (Good Governance and Public Manajemen), Op.cit, Hlm. 77-78.
operasionalisasi yang ekstensif pada dirinya sendiri, dan tidak dapat diukur dengan menggunakan

ukuran yang sama.

“…very broad conceptualizations…..make it very difficult to establish empirically whether

an official or organization is subject to accountability, because each of the various

elements need extensive operasionalisation itself and because the various elements cannot

be measured along the same scale.”16

Begitu juga halnya dengan pengadaan barang/jasa yang berpijak pada aspek hukum administrasi,

perdata maupun pidana yang menyebabkan pada tataran praktis sulit untuk mengimplementasikan

fungsi tersebut secara bersamaan, baik itu secara prinsip-prinsip bisnis yang penekanan pada nilai-

nilai ekonomis dihadapkan pada regulasi-regulasi publik yang memiliki ukuran-ukuran dimensi

publik dalam menentukan capaian sektor publik.

Akuntabilitas dalam pengertian yang sangat luas pada dasarnya merupakan konsep

evaluatif, bukan analitik. Pada dasarnya konsep ini mengundang perdebatan, karena tidak ada

konsensus umum mengenai standar-standar bagi perilaku yang akuntabel, dan konsep ini berbeda

dari satu peran ke peran lainnya, dari satu waktu ke waktu lainnya, bahkan dapat penulis

tambahkan berbeda pada domain regulasi yang mengaturnya.

Kedua, narrow concept of accountability. Dari berbagai literatur yang membahas tentang

konsep akuntabilitas, Addink memfokuskan pada konsep-konsep yang dipaparkan oleh M. A. P.

Bovens, yang mana Bovens menekankan akuntabilitas pada pengertian yang jauh lebih sempit dan

sosiologis, merujuk pada praktik-praktik kongkrit untuk menjadi akuntabel. Dijelaskan bahwa

“….The most concise description of accountability would be: ‘the obligation to explain and justify

conduct’. This implies a relationship between an actor, the accountor and a forum, the

16
Ibid, Hlm.78.
accountholder or accountee.”17 Accountability dideskripsikan sebagai kewajiban untuk

menjelaskan dan menjustifikasi perilaku, mengimplikasikan suatu hubungan antara seorang aktor,

yaitu yang bertanggungjawab dan sebuah forum, yaitu yang menerima pertanggungjawaban.

Dengan kata lain Bovens berpegang pada akar etimologis dan historis konsep akuntabilitas dan

mendefinisikannya sebagai suatu hubungan sosial yang spesifik. Deskripsi akuntabilitas

digunakan sebagai instrumen analitik dan juga sebuah bagian dari kerangka normatif prinsip-

prinsip governance. Fokus pada public accountability, dapat dijelaskan bahwa:

“Accountability is a relationship between an actor and a forum, in which the actor has an
obligation to explain and to justify his or her concuct, the forum can ask questions and
pass judgment, and the actor may face consequensces. We will use this description of
accountability as an analytical instrument and also as a part of the normative framework
of the principles of good governance.”18

Untuk dapat mempermudah pemahaman, konsep-konsep akuntabilitas tersebut

digambarkan pada skema sebagai berikut.

17
Ibid, Hlm. 58-59.
18
Ibid, Hlm. 59.
Skema: Konsep Akuntabilitas Broad/Evaluative to Concrete/Analytical.

Sumber: Hasil pengembangan.

Dapat diterangkan bahwa, konsep governance yang menekankan pada mekanisme dalam

menjalankan fungsi oleh aktor-aktor yang terlibat dalam sektor-sektor tertentu belum

menunjukkan mekanisme tertentu, begitu juga halnya dengan prinsip akuntabilitas yang

merupakan unsur dari governance masih merupakan konsep akuntabilitas yang berkarakter umum

evaluatif (payung konsep). Konsep akuntabilitas yang sangat luas (broad concept), umum dan
evaluatif sangatlah sulit untuk menetapkannya secara prakis dan empirik, karena tidak terdapat

standar-standar operasional bagi perilaku yang akuntabel.19

Guna memberikan konsep dan pengertian yang lebih sempit dan kongkrit, konsep

akuntabilitas (umum, evaluatif) tersebut harus merujuk dan mendasarkan pada unsur-unsur

substantif yang relevan (sebagai instrumen analitik) terhadap peristiwa-peristiwa dan hubungan-

hubungan tertentu (praktik-praktik kongkrit) selanjutnya diformulasikan kedalam kerangka

normatif, sehingga menghasilkan standar-standar normatif bagi perilaku-perilaku yang akuntabel

(baik pada sektor publik maupun sektor privat).

Pada perkembangannya akuntabilitas telah banyak diadopsi dalam ilmu-ilmu lainnya

seperti ilmu politik dan hukum (administrasi Negara), bahkan akuntabilitas menjadi simbul tata

kelola yang baik, tidak hanya dalam sektor privat (good corporate governance) tetapi juga dalam

sektor publik (good governance), walaupun secara substantif akuntabilitas akan selalu berbeda

dalam sektor privat maupun sektor publik. Dalam sektor privat, keutamaan akuntabilitas berada

pada memaksimalkan keuntungan serta nilai-nilai ekonomis (walaupun pada kenyataannya sektor

privat juga harus memperhatikan aspek eksternalnya), sedangkan akuntabilitas dalam sektor

publik terpenting adalah memenuhi dan memajukan kepentingan publik, tetapi tidak menutup

kemungkinan secara fungsional tertentu (entrepreneur) tujuan nilai-nilai ekonomis juga dicapai.

Sehingga dibutuhkan indikator-indikator dalam pengujiannya, proses penerapan indikator

tersebutlah secara konsepsional disebut dengan konsep akuntabilitas.

Ruanglingkup indikator pengujian tersebut meliputi pengujian hukum (sejauhmana telah

ditaati atau dilanggar) serta pengujian kehasilgunaan (efektif) dan kedayagunaan (efisien) atau

19
Permasalahan yang terjadi adalah, dikonsepkannya akuntabilitas dalam artian luas. Akuntabilitas dalam
artian luas pada dasarnya merupakan konsep yang diperdebatkan dan mengandung perdebatan, karena tidak terdapat
kesepakatan mengenai standar-standar bagi perilaku yang akuntabel, dan karena konsep ini berbeda dari peran ke
peran yang lainnya, fungsi optimal yang satu terhadap fungsi optimal yang lain.
yang dikenal sebagai pengujian pada doel atau tujuan dari tindakan (doelmatigheidstoetsing), lebih

dikenal dengan pendekatan goal based. Pengujian dengan pendekatan goal based yang mengacu

pada asas-asas efisiensi dan efektivitas harus diimbangi dengan satu kaidah bahwa tujuan yang

hendak dicapai harus tujuan yang benar dan dapat dibenarkan secara obyektif sebagai dasar dari

tindakan yang dilakukan. Pengujian terhadap efektifitas dan efisiensi dapat dalam rangka

mencapai doel dapat dilakukan, baik ex tunc maupun ex nunc. Yang dimaksud dengan ex tunc,

yaitu memperhitungkan semua fakta atau keadaan pada saat tindakan tersebut dilakukan,20

sedangkan ex nunc, yaitu perubahan fakta dan keadaan termasuk dalam penilaian suatu tindakan.21

Miriam Budiardjo22 mengartikan accountability dalam konteks ilmu politik sebagai

pertanggungjawaban dari pihak yang diberikan mandat untuk memerintah, kepada mereka yang

memberikan mandat. Dalam hal ini, rakyatlah yang memberikan kekuasaan kepada pihak lain

untuk memerintah dan pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat, ini yang dinamakan

“kedaulatan rakyat”.

Lebih lanjut accountability dapat ditafsirkan secara luas, yaitu sebagai

pertanggungjawaban politik. Dalam sistem parlementer accountability dapat mengakibatkan

jatuhnya eksekutif sebagai sanksi jika dianggap bahwa yang diberikan mandat itu tidak

melaksanakan kewajibannya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam

sistem presidensiil pemerintah tidak dapat dijatuhkan, tetapi sanksi dapat dijatuhkan dalam pemilu

berikutnya pada saat presiden tidak dipilih kembali. Akan tetapi, dalam kedua kasus

20
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Op.cit, Hlm.193-194.
21
Ibid, Hlm. 194.
22
Miriam Budiardjo, 1997, Masalah Accountability dalam Ilmu Politik, Pidato Pengukuhan Penganugrahan
Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam Ilmu Politik dari UI 13 Desember 1997, Hlm. 4.
pertanggungjawaban merupakan syarat mutlak sebagai perwujudan dari konsep kedaulatan

rakyat.23

Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat dipahami bahwa konsepsi governance

mempunyai tujuan yang lebih besar dari sekedar manajemen yang efisien dan penggunaan sumber

daya yang ekonomis, akan tetapi konsepsi governance memberikan kriteria pembedaan

(fungsional) yang menyebabkan secara kemanfaatan dan efektif, elemen-elemen substantif serta

ukuran-ukuran akuntabilitas yang concrete analytical (memperhitungkan semua fakta dan

perubahannya) menjadi keutamaan. Governance adalah strategi untuk menciptakan institusi

masyarakat yang kuat dengan sektor-sektor publik yang semakin terbuka, responsif, akuntabel dan

demokratis.

23
Ibid.
DAFTAR BACAAN∗

David Osborne dan Ted Gaebler, 1995, Reinventing Government (How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the
Public Sector), Mewirausahakan Birokrasi, alih bahasa Abdul Rosyid, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Stephen P. Osborne, 2010, The New Public Governance? (Emerging Perspectives on the Theory and Practice of
Public Governance), Routledge Taylor & Francis Group, London and New York.

Holley H. Ulbrich, 2011, Public Finance in Theory and Practice, 2nd edition, Routledge Taylor & Francis Group,
London and New York.

Colin Talbot, 2010, Theories of Performance (Organizational and Service Improvement in the Public Domain),
Oxford University Press, New York.

Milton Friedman, 1982, Capitalism and Freedom, The University of Chicago Press, Ltd, London, hlm. 25-26.

Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah (Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala
Daerah), Penerbit PT Alumni, Bandung.

Cooper, W.W., Yuji Ijiri, 1984, Kohler Dictionary for Accountant, 6th Edition, Prentice Hall of India, New Delhi.

MC. Kechnie, Jean L, 1983, Webster New Universal Unabridged Dictionary, Second Edition, Simon Schuester.

Sumadji, Kamus Lengkap Ekonomi, Penerbit Wacana Intelektual, tanpa tempat, tanpa tahun.

Herbert J Spiro, 1969, Responsibility in Government, Lihat dalam: Syaiful Bahri Ruray, 2012, Tanggung Jawab
Hukum Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan & Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, Penerbit PT Alumni,
Bandung.

Sourcebook: Human Rights & Good Governance, Op.cit, Hlm. 58. Lihat juga dalam: G.H. Addink, Kepemerintahan
yang Baik (Good Governance and Public Manajemen).

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia.

Miriam Budiardjo, 1997, Masalah Accountability dalam Ilmu Politik, Pidato Pengukuhan Penganugrahan Gelar
Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam Ilmu Politik dari UI 13 Desember 1997.


Daftar Bacaan disusun berdasarkan urutan sumber dalam footnote.
CURRICULUM VITAE

NAMA : Dr. Made Gde Subha Karma Resen, S.H., M. Kn

HP : 085857530335

email : subhakarma.skr@gmail.com
IDENTITAS
Nama : Dr. Made Gde Subha Karma Resen, S.H., M. Kn
NIP : 198307252008011007
NIDN : 0025078306
No Karpeg : 401553
No. KTP : 5104012507830002
T/TL : Denpasar 25 Juli 1983
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Hindu
Pangkat/ Golongan : III d/ Penata TK. I
Jabatan Akademik : LEKTOR
Instansi : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Alamat Rumah : Jl. Campuhan No. 12 Br. Sasih, Batubulan, Sukawati, Gianyar
Telp : 082339998178 / 085857530335
Alamat e-mail : subhakarma.skr@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
Program S-1 S-2 S-3
Nama Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Program Doktor Ilmu
Perguruan Universitas Fakultas Hukum Hukum Universitas
Tinggi Atmajaya Universitas Gadjah Gadjah Mada
Yogyakarta Mada Yogyakarta Yogyakarta
Bidang Ilmu Ilmu Hukum Magister Kenotariatan Ilmu Hukum
Tahun 2001 2005 2011
Masuk
Tahun Lulus 2005 2007 2015
Course
2008 Administrative Law Maastricht University Netherland
2008 Constitutional Law Maastricht University Netherland
2008 Development Law Maastricht University Netherland
2019 Chinese and Dalian University China
Chinese culture

Jabatan 2020-sekarang
Koordinator Program Studi (S1) Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Udayana
Penghargaan
Dosen Berprestasi Fakultas Hukum Universitas Udayana (2019)
KEGIATAN LAIN
2017- sekarang Tenaga Ahli Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Badung
2017 Pokja Produk-Produk Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi Bali
2017- sekarang Anggota Lembaga Pemberdayaan Desa (LPD) Desa Batubulan
2017-sekarang Pengelola Pusat Unggulan Community Base Reneweble Energy
(Unud)
2017-sekarang Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengkajian Hukum dan
Pembangunan (LP2HP)
2017-sekarang Koordinator Hukum Kajian Bali Unud
2018-sekarang Tenaga Ahli Komisi DPRD Kabupaten Badung
2018 Pengkaji RIPPDA Kota Denpasar
2018-sekarang Tim Legal Drafting Universitas Udayana
2018-sekarang Tenaga Ahli Bapedda dan Litbangan Kabupaten Gianyar
2018-sekarang Tenaga Ahli/Tim Penguatan Inovasi Daerah Kabupaten Badung
2019-sekarang Tenaga Ahli Pembangunan Kabupaten Gianyar
2019 Tenaga Ahli DPRD terkait Rancangan Peraturan Daerah tentang
Desa Adat
2019-sekarang Tenaga Ahli Cagar Budaya Provinsi Bali
2019-sekarang Pengurus DPD Forum Pembauran Kebangsaan Bali (Provinsi Bali)
2019-sekarang Pembina Forum Komunikasi Desa Wisata (FORKOM DEWI)
2020-sekarang Tim Ahli/Tim Penasihat Hukum Produk Hukum Daerah pada
Bagian Hukum Dan Ham Sekretariat Daerah Kota Denpasar
2020-sekarang Pendiri/Pembina Yayasan Karma Sabda Nusantara

KAJIAN-KAJIAN HUKUM
Tahun Kajian Artikel/Pendapat Hukum

2010 Risiko Sistemik “Bank Indonesia Sebagai Jurnal Ilmiah Fakultas


Lender of The Last Resort” Hukum Universitas
Udayana Kertha Patrika
2012 Konsistensi Penerapan Nilai Kearifan Lokal Jurnal Ilmiah Fakultas
Produk Hukum Kepariwisataan Berkaitan Hukum Universitas
Dengan Kebijakan Perijinan di Kabupaten Udayana Kertha Patrika,
Badung. Volume 37 Nomor 2
Denpasar Januari
2014 Implikasi Yuridis Diundangkannya Undang- Jurnal Yustisi Edisi 90
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Desember 2014 Tahun
Pemerintahan Daerah Terhadap XXIII
Pengaturan Badan Usaha Milik Daerah di Fakultas Hukum
Indonesia Universitas Sebelas
Maret Surakarta
http://jurnal.hukum.uns.ac
.id/index.php/Yustisia/arti
cle/download/617/578
2015 BUKU: Aktualisasi Hukum Kontemporer Genta Press, Yogyakarta
(Respons Atas Persoalan Hukum Nasional
dan Internasional)
2015 Planning The Diametrical Growth of International Journal of
Development And Welfare (Legal Aspect Business, Economics and
Of Human Capital Investment Towards Law.
Quality Improvement Of Indonesia Labor Vol. 6, Issue 4 April 2015
Force) Dapat diunggah pada:
http://ijbel.com/previous-
issues/april-2015/vol-6-
issue-4-april-2015-law/
2015 The Urgency Of Corporate Governance In International Journal of
Running Regional Companies Business, Economics and
Law.
Vol. 6, Issue 4 April 2015
Dapat diunggah pada:
http://ijbel.com/previous-
issues/april-2015/vol-6-
issue-4-april-2015-law/
2015 Government as an Entrepreneur International Journal of
(Good Governance in Functional Business, Economics and
Approach) Law.
2018 Kajian Rencana Induk Pembangunan Tim Ahli
Kepariwisataan Kota Denpasar
2019 Kajian Ranperda Desa Adat Tenaga Ahli Komisi
DPRD Provinsi Bali
PENDAPAT AHLI 5 Tahun Terakhir
Tahun Perkara Peran
2017 Pembahasan Raperda Provinsi Bali tentang Pendapat
Perubahan Ketiga Atas Perda Provinsi Bali Hukum
tentang Perubahan atas Perda Provinsi Bali
Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga
Perkreditan Desa (LPD).
Perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama Pendapat
tersangka TRI NUGRAHA,SH. dalam Perbuatan Ahli/Kejaksaan
melawan hukum dan /atau penyalahgunaan (Tindak Pidana
2018 wewenang oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Korupsi)
Denpasar dan/atau pihak lain dalam penerbitan
Sertifikat No.9362 yang letak bidang tanahnya
masuk dalam kawasan TAHURA Ngurah Rai
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2
dan/atau pasal 3 Jo.pasal 18 UU. No.31 Tahun
1999 sebagaimana diubah dengan UU.No.20
Tahun 2001 tentang Perubahan UU.No.31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo.pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
2019 Perkara Tindak dugaan tindak pidana korupsi Pendapat
dalam pengelolaan Dana Kapitasi pada Dinas Ahli/Kejaksaan
Kesehatan Kabupaten Gresik Tahun Anggaran (Korupsi/Tindak
2016-2017. Pidana
Korupsi)
2019 Perkara Tata Usaha Negara Nomor: Pendapat Ahli
25/G/2018/PTUN.DPS di Pengadilan Tata Usaha
Negara Denpasar.
(gugatan terhadap Bupati Klungkung).
Ahli Hukum Administrasi Negara.
2019 Perkara Perdata Nomor: 194/Pdt.G/2018/PN. Gin Pendapat Ahli
di Pengadilan Negeri Gianyar
Ahli bidang Hukum Pertanahan dan Hukum
Administrasi Negara
2019 Perkara Perdata Nomor 559/Pdt. G/2019/PN.DPS Pendapat Ahli
di Pengadilan Negeri Denpasar
Ahli di Bidang Hukum Kenotariatan dan Hukum
Pertanahan
2019 Perkara Nomor 333/Pdt.G/2019/PN. Dps di Pendapat Ahli
Pengadilan Negeri Denpasar.
Ahli di Bidang Hukum Kenotariatan dan
Pertanahan.
2020 Perkara Pidana Nomor: 1151/Pid.B/2019/PN Dps Pendapat Ahli
di Pengadilan Negeri Denpasar.
Atas dugaan melanggar Pasal 226 KUHP
dan/atau Pasal 242 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke
1 e KUHP jo Pasal 59 ayat (1) PP No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Ahli di Bidang Hukum Kenotariatan dan
Pertanahan.
2020 Keterangan Ahli Laporan Polisi Nomor: Keterangan
LP/592/V/2019/Bali/Resta Dps, tgl 28 Mei 2019 Ahli
tentang Dugaan Tindak Pidana Korupsi. Surat (Keuangan
perintah Penyidikan No. Sprin. Negara/Tindak
Sidik/148/V/2019/Reskrim, tgl 28 Mei 2019. Pidana
Korupsi)
2020 Perkara Perdata Nomor: 904/Pdt. G/2019/PN. Keterangan
Dps. Pengadilan Negeri Denpasar Ahli
Ahli Hukum Perdata (Kenotariatan dan Hukum
Pertanahan)
2020 Perkara Perdata Nomor 817/Pdt.G/2019/PN. Keterangan
Jakarta Utara. Ahli
dihadirkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara,
Ahli Hukum Kenotariatan dan Pertanahan.
2020 Perkara Perdata Nomor 08/Pdt.G/2020/PN. Gin Keterangan
dihadirkan pada Pengadilan Negeri Gianyar, Ahli Ahli
Hukum Kenotariatan dan Pertanahan.

Anda mungkin juga menyukai