Anda di halaman 1dari 4

DISKUSI 3

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya Putri Maisuri, NIM 22042050, izin untuk
menjawab Prof Fachri & Ibuk Sinta.

Perkembangan Paradigma administrasi publik yaitu:

1. Paradigma Old Public Administration (OPA) pertama kali dikenalkan oleh Presiden
Amerika Serikat yaitu Woodrow Wilson. Dia berpendapat bahwa bidang administrasi
publik sama dengan bidang politik. Tujuan dari paradigma Old Public Administration
(OPA) adalah melaksanakan kebijakan dan memberikan pelayanan dimana dalam
pelaksanaanya dilakukan dengan netral, profesional, dan lurus mengarah kepada tujuan
yang ditetapkan. Konsep Old Public Administration (OPA) menyatakan bahwa peran
pemerintah adalah “Rowing”. Denhardt (2007) menjelaskan bahwa peran pemerintah dalam
konteks Rowing adalah “sebagai pusat pertanggungjawaban administrasi”. Konsep Old
Public Administration (OPA) merespon masyarakat sebagai “Kliens” sehingga Denhardt
(2007) menyebutnya sebagai “Dependent” atau “Followers”. Akuntabilitas dalam konsep
Old Public Administration (OPA) adalah bersifat hirarkis. Konsep Old Public
Administration (OPA) ingin membentuk birokrasi yang efisien, disiplin dan objektif, namun
menurut Dwiyanto (2008) “konsep ini akan menjadi tidak baik jika dia mencapai pada titik
optimalisasi”. Dwiyanto (2008) mengatakan “akan terciptalah sebuah manajemen organisasi
publik yang paternalistik, kaku atau rigid, dan tidak responsif”. Fokus dari Old Public
Administration/ model klasik ini adalah lembaga birokrasi, dimana lembaga birokrasi
adalah tipe ideal organisasi untuk pemerintah modern dalam melaksanakan tugas-tugas
yang besar dan luas secara terspesialisasi oleh sistem administrasi aparatur pemerintah.
Pada dasarnya dalam tulisan ini Wilson berpendapat efisiensi dan efektivitas birokrasi dapat
ditingkatkan dengan mengembangkan administrasi publik yang profesional dan non
partisan. Tema dominan dari pemikiran Wilson adalah aparat atau birokrasi yang netral
atau terpisah dari hiruk pikuk kepentingan politik. Karena itu administrasi negara harus
didasarkan pada prinsip- prinsip administrasi dan berorientasi pada pencapaian tujuan yang
rasional ekonomis. Administrasi negara merupakan pelaksanaan atau implementasi
kebijakan publik, ini menjadi bidangnya para birokrat teknis. Sedang perumusan kebijakan
merupakan wilayah politik dan menjadi bidangnya para negarawan atau politisi.
Pelaksanaan dari model klasik ini birokrasi merupakan biang keladi dari berbagai macam
penyakit (patologi birokrasi) salah satunya yaitu inefisiensi organisasi. Sementara ciri-ciri
birokrasi ideal yang dikemukakan oleh Weber dalam Harsono (2010) memberikan
formulasi tentang bentuk organisasi formal yang memaksimalkan efisiensi organisasi.
Dalam perkembangannya, doktrin OPA di atas menghadapi masalah (fallacies). Misalnya,
Taylor sangat yakin bahwa hanya ada satu cara terbaik (one best way of doing the task)
untuk melakukan tugas, padahal dalam perkembangan jaman terdapat banyak cara lain
untuk bekerja terbaik, hasil rekayasa teknologi dan ilmu pengetahuan (Taylor fallacy).
Demikian pula, Wilson cenderung melihat dunia administrasi publik sebagai kegiatan yang
tidak politis, padahal dalam kenyataannya bersifat politis (Wilson fallacy).Weber yakin
sosok organisasi birokrasi sangat ideal, padahal dalam perkembangannya bisa berubah
sifatnya menjadi sangat kaku, karena tidak ada inovasi dari para karyawannya. bertele-tele
karena sangat struktural hierarkis , dan penuh red-tape atau pemnyimpangan-penimpangan
dalam suatu birokrasi itu sendiri. (Weber fallacy). Menurut Owen E.Hughes (1994), ada 6
alasan munculnya paradigm baru yaitu :1.Administrasi publik tradisional telah gagal
mencapai tujuannya secara efektif dan efisien sehingga perlu diubah menuju ke orientasi
yang lebih memusatkan perhatian pada pencapaian hasil(kinerja) dan akuntabilitas;
2.Adanya dorongan yang kuat untuk mengganti tipe birokrasi klasik yang kaku menuju ke
kondisi organisasi public, kepegawaian, dan pekerjaan yang lebih luwes; 3.Perlunya
menetapkan tujuan organisasi da pribadi secara jelas dan juga perlu ditetapkan alat ukur
keberhasilan kinerja lewat indicator kinerja; 4.Perlunya para pegawai senior lebih punya
komitmen politik pada pemerintah yang sedang berkuasa daripada bersikap netral atau non
partisan; 5.Fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah hendaknya lebih disesuaikan dengan
tuntutan dan signal pasar; dan 6.Adanya kecenderungan untuk mereduksi peran dan fungsi
pemerintah dengan melakukan kontrak kerja dengan pihak lain (contracting out) dan
privatisas. Meski demikian, dari paradigma OPA ini dapat dipelajari bahwa untuk
membangun birokrasi diperlukan profesionalitas, penerapan aturan dan standardisasi secara
tegas, sikap yang netral dan perilaku yang mendorong efisiensi dan efektivitas. Contoh
Implementasi Old Public Administration di Indonesia yaitu: Pemerintahan Indonesia yang
berisikan trias politika yaitu, eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sudah dipisahkan antara
politik dan administrasi, jadi legislator (MPR) merumuskan kebijakan dan dieksekusi oleh
administrator pada bidang eksekutif (Presiden) , sehingga legislator dan administrator dapat
melakukan tugasnya masing-masing sehingga tugas kebijakan menjadi efektif dan efisien.
Adanya pelayanan pembuatan KTP, SIM, pelayanan di kantor samsat, pelayanan di kantor
dukcapil yang bersifat netral, professional, prosedurnya jelas, efektif, efisien dan
mengutamakan kepentingan rakyat.

2. Paradigma New Public Management (NPM) pertama kali diperkenalkan oleh Christopher
Hood pada tahun 1991 dalam sebuah artikel berjudul "A New Public Management for All
Seasons?" yang diterbitkan di jurnal Governance. Christopher Hood, seorang profesor di
Blavatnik School of Government, University of Oxford, membahas tentang pendekatan baru
dalam administrasi publik yang menekankan pada penerapan prinsip-prinsip manajemen
swasta ke dalam sektor publik dengan tujuan meningkatkan efisiensi, akuntabilitas, dan
kinerja organisasi publik. Konsep NPM kemudian menjadi salah satu paradigma yang
dominan dalam perkembangan administrasi publik pada era 1980-an dan 1990-an. NPM
mengadopsi pendekatan berorientasi pasar dan menekankan pada prinsip-prinsip ekonomi
pasar. Organisasi sektor publik diharapkan beroperasi seperti bisnis, dengan penekanan
pada pengelolaan sumber daya yang efisien dan pemahaman terhadap kebutuhan pelanggan
atau masyarakat. Paradigma NPM muncul sebagai respons terhadap kekurangan dan
kendala yang dianggap melekat dalam birokrasi tradisional. Meskipun mendapat dukungan,
NPM juga mendapat kritik terutama terkait dengan potensi dampak negatifnya terhadap
keadilan sosial dan pengabaian aspek-aspek non-ekonomi dalam penyelenggaraan layanan
publik. Implementasi Paradigma New Public Management (NPM) di Indonesia dapat dilihat
melalui berbagai kebijakan dan reformasi administrasi publik yang diadopsi oleh
pemerintah, baik di tingkat nasional maupun lokal. Beberapa contoh implementasi NPM di
Indonesia antara lain pengembangan kinerja berbasis anggaran (performance-based
budgeting); pelaksanaan reformasi birokrasi; dan pengembangan E-government.

3. Paradigma New Public Service (NPS) Paradigma New Public Service (NPS) pertama kali
diperkenalkan oleh Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt dalam artikel mereka yang
berjudul "The New Public Service: Serving Rather than Steering" yang diterbitkan pada
tahun 2000 dalam jurnal Public Administration Review. Dalam artikel tersebut, Denhardt
dan Denhardt mengusulkan pendekatan baru terhadap administrasi publik yang menekankan
pada pelayanan (serving) daripada pengaturan (steering) yang menjadi ciri utama dari
pendekatan New Public Management (NPM). Paradigma NPS menekankan pentingnya
nilai-nilai publik, etika, pelayanan kepada masyarakat, dan partisipasi yang lebih besar dari
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Implementasi Paradigma New
Public Service (NPS) di Indonesia mencerminkan upaya untuk memperkuat pelayanan
publik yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan nilai-nilai etika dalam
penyelenggaraan administrasi publik. Beberapa contoh implementasi Paradigma NPS di
Indonesia antara lain peningkatan pelayanan publik berbasis nilai-nilai etika meliputi
peningkatan integritas, transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan yang bersih dalam
berbagai instansi pemerintah; partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik
melalui berbagai mekanisme partisipasi, seperti forum konsultasi publik, penyelenggaraan
rapat-rapat terbuka, dan melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan;
pengembangan sistem pengaduan publik untuk meningkatkan akuntabilitas dan
responsivitas pemerintah terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat; dan pengukuran
kinerja berbasis pelayanan mencakup pengukuran kepuasan masyarakat, pemantauan
kualitas pelayanan, dan evaluasi dampak pelayanan terhadap kehidupan masyarakat.

Sekian, terima kasih, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Anda mungkin juga menyukai