BAB I
Pemilihan IUD pascasalin sebagai metode kontrasepsi yang dipilih akseptor tidak bisa
terlepas dari faktor keamanan dan keefektifan IUD pascasalin. Hatcher et al. (1998)
menyatakan keamanan metode kontrasepsi berhubungan dengan rendahnya efek samping
yang tidak dikendaki apabila dilakukan dengan prosedur yang benar, sedangkan
keefektifan berhubungan dengan kemampuan mencegah terjadinya kehamilan yang tidak
dikehendaki pada akseptor yang masih menggunakan alat kontrasepsi. Pemasangan IUD
yang dilakukan segera setelah plasenta lahir dari berbagai penelitian memiliki tingkat
keamanan dan keefektifan yang cukup tinggi. Efek kontrasepsi jangka panjang yang
bersifat reversibel dan tidak mengganggu produksi air susu ibu menjadi nilai lebih dari
IUD pascasalin. Waktu setelah persalinan merupakan waktu yang penting untuk
dilakukan pemasangan IUD pascasalin karena pada waktu tersebut wanita yang baru saja
melahirkan memiliki motivasi yang tinggi untuk memakai kontrasepsi. Pemasangan IUD
pascasalin juga memiliki tingkat kenyamanan yang lebih tinggi jika dibanding
pemasangan IUD interval (Grimes et al., 2010). Saat ini jenis IUD yang sering digunakan
untuk pemasangan IUD pascasalin adalah IUD CuT 380A. Permasalahan terjadi saat
pemasangan IUD pascasalin dengan menggunakan inserter dari IUD CuT 380A yang ada
dipasaran memiliki ukuran panjang yang lebih pendek dibanding ukuran kedalaman
kanalis uterus pascasalin. Kondisi ini mengakibatkan pemasangan IUD pascasalin secara
umum dilakukan dengan dua cara yaitu dijepit menggunakan jari tangan atau dijepit
dengan menggunakan klem cincin (ring forceps) yang kemudian dimasukkan ke dalam
uterus hingga
Tabel 1
Atas dasar itulah Siswosudarmo (2014) dengan dukungan PT Kimia Farma Indonesia
merancang inserter IUD pascasalin yang berasal dari modifikasi inserter standar IUD CuT
380A yang disebut “R_inserter”. Ukuran R_inserter memiliki panjang 28 cm dan
diameter 1 mm lebih lebar dibandingkan inserter IUD CuT 380A standar. Dengan
demikian diharapkan proses pemasangan IUD pascasalin ke dalam uterus lebih mudah
dan menggunakan kaidah “no touch technique” yang diharapkan dapat mengurangi efek
samping dan meningkatkan keefektifan IUD pascasalin. mencapai fundus. Kedua cara
pemasangan ini tidak sesuai dengan kaedah”no touch technique”. Untuk dapat memasang
IUD pascasalin secara ”no touch technique” maka dibutuhkan IUD yang memiliki
inserter yang lebih panjang dari inserter IUD yang ada
Tabel 1
KATA SULIT
PERTANYAAN
6. Manakah alat kontrasepsi yang paling aman dan efektif? Berikan alasannya!
JAWABAN
1. Keuntungan :
a. Efektifitasnya tinggi
b. IUD sangat efektif segera setelah pemasangan
c. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat kapan harus ber KB
d. Tidak mempengaruhi hubungan seksual
e. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil
f. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
g. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(apabila tidak terjadi infeksi)
h. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir).
i. Mencegah kehamilan ektopik (Saifuddin, 2003; h. MK-75).
2. Kerugian:
Tabel 1
a. Perubahan siklus haid (pada tiga bulan pertama dan akan berkurang
setelah tiga bulan)
b. Haid lebih lama dan banya
c. Perdarahan (spotting) antar menstruasi
d. Saat haid lebih sakit
e. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan
yang berganti-ganti pasangan (Saifuddin, 2003; h. MK-75).
Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke empat, IUD telah Dikembangkan mulai
dari generasi pertama yang terbuat dari benang sutra dan Logam sampai generasi plastik
(polyetilen) baik yang ditambah obat maupun tidak.
Multiload, Nova-T.
Misalnya : Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya kerja 3tahun), Cu T 300 (daya
kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 Tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-
Cu 375 (daya kerja 3
Tahun). Pada jenis Medicated IUD angka yang tertera di belakang IUD Menunjukkan
luasnya kawat halus tembaga yang ditambahkan, Misalnya Cu T 220 berarti tembaga
adalah 200mm2.
b. Un Medicated IUD
1. Kontraindikasi :
a. Wanita hamil atau diduga hamil, misalnya jika seorang wanita melakukan
senggama tanpa menggunakan metode kontrasepsi yang valid sejak periode
menstruasi normal yang terakhir.
b. Penyakit inflamasi pelfik (PID) diantaranya : riwayat PID kronis, riwayat PID
akut atau subakut, riwayat PID dalam tiga bulan terakhir, termasuk endometritis
pasca melahirkan atau aborsi terinfeksi.
c. Riwayat kehamilan ektopik atau kondisi yang dapat mempermudah ektopik
d. Ukuran uterus dengan alat periksa (sonde uterus) berada diluar batas yang telah
ditetapkan yaitu ukuran uterus yang normal 6 sampai 9cm.
e. IUD sudah ada dalam uterus dan belum dikeluarkan (Varney Helen, 2007; h. 450-
451)
2. Indikasi :
a. Usia reproduksi.
b. Keadaan nullipara.
c. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
d. Wanita yang sedang menyusui.
Tabel 1
e. Setelah abortus dan tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi.
f. Tidak mengehendaki metode kontrasepsi hormonal
(Handayani, 2010; h. 145).
3. Efek samping
a.Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan.
b. Perdarahan berat
memungkinkan penyebab terjadinya anemia.
c.Penyakit radang panggul dapat terjadi pada wanita dengan IMS
jika memakai IUD, penyakit radang panggul dapat memicu
terjadinya infertilitas.
d. Sedikit nyeri dan perdarahan (spooting) terjadi segera
setelah
pemasangan IUD, biasanya menghilang dalam 1-2 hari (Saifuddin,
2006; h. MK-75 – MK-76).
6 Kondom Pil
Tabel 1
6. Manakah alat kontrasepsi yang paling aman dan efektif? Berikan alasannya!
Sebenarnya IUD efektif mencegah kehamilan selama 10 tahun. Sementara alat KB
berupa pil dan suntikan sifatnya jangka pendek dan kerap gagal, metode
kontrasepsi ini IUD memiliki efektivitas sampai 99 persen dengan tingkat
kegagalan hanya 1-3% dari 100 wanita yang memakainya.
7. Apa saja komplikasi yang akan timbul setelah pemasangan IUD ?
(Sakit dan kejang selama 3-5 hari pasca pemasangan, Perdarahan berat waktu haid
atau diantarnya yang mungkin penyebab Anemia, perforasi uterus).
8. Mengapa pada pemasangan IUD dapat menyebabkan perforasi uterus ?
Translokasi IUD masuk ke dalam rongga perut, sebagian atau seluruhnya
umumnya karena adanya perforasi uterus. Hal ini paling sering terjadi pada waktu
insersi IUD yang kurang hati-hati atau karena adanya lokus minoris pada dinding
rahim atau pada waktu usaha pengeluaran yang sulit. Umumnya perforasi terjadi
sewaktu pemasangan AKDR walaupun bisa terjadi pula kemudian. Pada
permulaan hanya ujung AKDR saja yang menembus dinding uterus, tetapi lama
kelamaan dengan adanya kontraksi uterus AKDR mendorong lebih jauh
menembus dinding uterus, sehingga akhirnya sampai ke rongga perut Perforasi
lebih sering terjadi pada IUD jenis tertutup, pada pemasangan pasca persalinan
dan masa laktasi, serta pada kelainan letak uterus yang tidak diketahui.
9. Asuhan keperawatan pasien dengan IUD ?
(sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2016, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,
2016)
3. Intervensi keperawatan
suatu masalah (P.A Potter & Perry, 2010). Rencana keperawatan tersebut disusun
Pokja SLKI, 2018) dan Satuan Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (Tim
dilakukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dalam asuhan
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (P.A
Potter & Perry, 2010). Adapun implementasi yang diberikan untuk diagnosa
plasenta, yaitu:
plasenta
kesepakatan
f. Melakukan penapisan pada ibu dan pasangan untuk penggunaan KB IUD post
plasenta
5. Evaluasi
IUD post plasenta, yaitu sebagai berikut : verbalisasi minat dalam belajar tentang KB
sebelumnya tentang KB IUD post plasenta meningkat, dan perilaku sesuai dengan