Anda di halaman 1dari 20

PRE-PLANNING

TERAPI BERMAIN MENONTON VIDEO PADA ANAK USIA


PRA-SEKOLAH ( 3-6 TAHUN) DIRUANGAN ANAK
RS dr REKSODIWIRYO PADANG

OlehKelompok

Anggota :

1. Busril Syah Jana Putera, S.Kep 6. Sri Juliani Utama, S.Kep


2. Dewi Yulia Santosa, S.Kep 7. Suhanna, S.Kep
3. Dedea Therenly Harka, S.Kep 8. Veprina, S.Kep
4. Muhamad Rizki, S.Kep 9.Zafitra Patriotga, S.Kep
5. Rima Seprima, S.Kep

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( Ns.Rischa Hamdanesti, S.Kep) ( Ns. Dona Supriani, S.Kep )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH

PADANG

2019
A. LATAR BELAKANG

Hospitalisasi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan seorang anak harus


tinggal dirumah sakit untuk prosedur operasi, pembedahan, dan pemasangan infuse
sampai anak pulang kembali kerumah (Supartini, 2004). Respon anak terhadap
hospitalisasi dipengaruhi oleh tahapan usia perkembangan, pengalaman sebelumnya
terhadap sakit,mekanisme pertahanan diri yang dimiliki, dan system dukungan yang
tersedia (Wong, 2009).
Permasalahan yang muncul terkait respon anak terhadap hospitalisasi adalah
banyak anak menolak saat menjalani perawatan dirumah sakit karena harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah sakit yang asing, apalagi menjalani rawat
inap dalam jangka waktu yang lama. Peralatan medis yang terlihat bersih dan prosedu
rmedis dianggap anak menyakitkan dan membahayakan karena dapat melukai bagian
tubuhnya. Hal inilah yang dapat menimbulkan terjadinya kecemasan anak. Prevalensi
kecemasan anak saat menjalani hospitalisasi mencapai75% (Hermiati, 2014).
Kecemasan merupakan kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai
oleh perasaan-perasaan subjektif atau perasaan yang tidak diketahui jelas sebabnya atau
sumbernya seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran. Respon anak terhadap
kecemasan bervariasi, dipengaruhi oleh berbagai factor seperti usia perkembangan anak,
jenis kelamin, lama perawatan, dan pengalaman sebelumnya terhadap sakit. Anakusia
pra sekolah biasanya mengalami separationanxiety atau kecemasan perpisahan karena
anak harus berpisah dengan lingkungan yang dirasakan nyaman, nyaman, penuh kasih
sayang, dan menyenangkan seperti lingkungan rumah, permainan, dan teman
sepermainannya (Widianti, 2011).
Hal-hal yang selalu dicemaskan oleh para orang tua terhadap anak usia pra sekolah
selama menjalani hospitalisasi adalah kecemasan terjadinya perlukaan pada bagian
tubuhnya. Semua prosedur atau tindakan keperawatan baik yang menimbulkan nyeri
maupun tidak dapat menyebabkan kecemasan anak prasekolah.Hal ini disebabkan karena
keterbatasan pemahaman anak mengenai tubuh.Reaksi anak usia prasekolah yang
menunjukkan kecemasan seperti anak,menolak makan, menangis diam-diam karena
kepergian orang tua mereka, sering bertanya tentang keadaan dirinya,mengalami sulit
tidur, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan saat dilakukan tindakan keperawatan
(Supartini, 2004).
Usia prasekolah adalah usia anak pada masa prasekolah dengan rentang tiga
hingga enam tahun (Potter dan Perry, 2009). Pada usia ini terjadi perubahan yang
signifikan untuk mempersiapkan gaya hidup yaitu masuk sekolah dengan
mengkombinasikan antara perkembangan biologi, psikososial, kognitif, spiritual
danprestasisosial. Anak pada masa prasekolah memiliki kesadaran tentang dirinya
sebagai laki-laki atau perempuan,dapat mengatur diri dalam toilet training dan mengenal
beberapa hal yang berbahaya dan mencelakai dirinya (Mansur, 2011).
Masa ketika anak dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang dialami
anak. Jika anak dirawat di rumah sakit akan mudah mengalami krisis yang diakibatkan
karena stress yang dialami anak terhadap perubahan yang terjadi. Perubahan yang
dialami anak dapat berupa perubahan kebiasaan sehari-hari.Selain itu anak juga
mempunyai keterbatasan dalam mechanism koping masalah atau kejadian-kejadian yang
membuat anak tertekan.
Pemicu stress pada anak yang mengalami hospitalisasi dapat berupa perubahan
yang bersifat psiko-sosial, fisik, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan
seperti fasilitas tempat tidur yang tidak sesuai atau tidak membuat anak nyaman,
kurangnya kebersihan, dan kurang nya pencahayaan.Selain itu sesuatu yang membuat
anak merasa terganggu yaitu suara yang gaduh hingga anak menjadi ketakutan.Keadaan
dan warna dinding atau tirai dapat membuat anak merasa kurang nyaman.Lingkungan
fisik tersebut membuat anak merasa tidak nyaman dan tidak aman.Perubahan fisiologis
akan tampak dengan tanda dan gejala yang dialami anak. Adanya prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri sehingga membuat anak terganggu.
Anak usia prasekolah menginterpretasikan hospitalisasi sebagai hukuman.
Hospitalisasi yang dialami anak mempengaruhi psikologisnya, dimana stress yang timbul
akibat hospitalisasi menyebabkan anak cemas, takut dan akhirnya berperilaku tidak
adaptif(Wong,2009). Bermain sebagai salah satu aktifitas yang menyenangkan bagi
anak.Terapi bermain akan membantu anak beradaptasi lebih adaptif terhadap stress dan
ketegangan yang dialaminya (Pedro-Carroll & Reddy, 2005 dalam Association for Play
Therapy, 2014).
Ruang Anak RST Reksodiwiryo Padang merupakan bangsal perawatan anak,
dimana pasien yang dirawat merupakan pasien pada usia anak yang masih dalam masa
pertumnbuhan dan perkembangan. Pada saat dilakukan pengkajian pada pasien diruangan
tersebut didapatkan data sebanyak 15 orang pasien. Dimana 75% dari pasien tersebut
dengan rentang usia 3-6 tahun. Kemudian Sebagian besar anak yang dirawat mengalami
tingkat kecemasan yang tinggi akibat tindakan medis yang dilakukan dan lingkungan baru
yang belum dikenal, sehingga anak menangis atau menolak terhadap tindakan medis.
Dalam kondisi seperti ini anak membutuhkan suatu terapi bermain menonton vidio
dengan harapan permainan ini dapat bermanfaat bagi anak selama hospitalisasi di Rumah
Sakit.

B. TUJUAN
1. TujuanUmum
Mengurangi kecemasan pada anak selama hospitalisasi.
2. TujuanKhusus
1. Anak dapat menyebutkan namanya
2. Anak tampak senang dan ceria
3. Anak tampak tidak takut dengan perawat
4. Anak tidak takut dengan tindakan medis
5. Anak kooperatif
6. Anak bisa bermain dengan temannya
7. Anak tampak aktif
8. Anak dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuannya
9. Anak dapat meningkatkan kreatifitas bermain
10. Anak dapat meningkatkan perilaku yang baik
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP BERMAIN
1. Pengertian Bermain
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan
sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan lingkungan,
melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara
(Adriana,2013)

2. Tujuan Bermain.
Menurut Dewi (2015) tujuan bermain pada anak yaitu memberikan
kesenangan maupun mengembangkan imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang
memberikan stimulus dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif
sehingga anak akan selau mengenal dunia, maupun mengembangkan kematangan
fisik, emosional, dan mental sehingga akan membuat anak tumbuh menjadi anak
yang kreatif, cerdas dan penuh inovatif.

3. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
a. Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting
untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan
untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat
permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu
perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
b. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap
segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna,
bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak
akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-
mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia
telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan
untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan
imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi
seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
c. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang
nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah
adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya
dilingkungan keluarga.
d. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk
merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu
alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
e. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap
orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga
temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa
perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk
menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan
kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya
terhadap orang lain
f. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari
orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan
mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat
diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan
kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga
akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan
mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang
telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan
yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah bermain adalah
membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang
yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia
toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk
mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh
karena itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan
aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau
benar/salah. (Wong, 2009)

4. Kategori Bermain
Menurut Soetjiningsing (2014) bermain harus seimbang, artinya harus
ada keseimbangan antara bermain aktif dan yang pasif yang biasanya disebut
hiburan. Dalam bermain aktif kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat
oleh mereka sendiri, sedangkan bermain pasif kesenangan didapatkan dari
orang lain.
a. Bermain aktif
1) Bermain mengamati /menyelidiki (Exploratory play)
2) Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat
permainan tersebut. Anak memperhatikan alat permainan, mengocok-
ngocok apakah ada bunyi mencuim, meraba, menekan, dan kadang-
kadang berusaha membongkar.
3) Bermain konstruksi (construction play)
4) Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok
menjadi rumah-rumahan. Dll.
5) Bermain drama (dramatik play)
6) Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan
saudara-saudaranya atau dengan teman-temanny
7) Bermain bola, tali, dan sebagainya

b. Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan
mendengar. Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain
aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contohnya:
1) Melihat gambar- gambar dibuku- buku/ majalah
2) Mendengarkan cerita atau musik
3) Menonton televisi, Dll

5. Hal-hal yang Harus Diperhatikan


a. Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
b. Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
c. Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat
pada keterampilan yang lebih majemuk.
d. Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin  bermain.
Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.

6. Bentuk-bentuk Permainan
Tujuannya adalah  :
1) Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
2) Mengembangkan kemampuan berbahasa.
3) Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah, mengurangi.
4) Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-pura
(sandiwara).
5) Membedakan benda dengan permukaan.
6) Menumbuhkan sportivitas.
7) Mengembangkan kepercayaan diri.
8) Mengembangkan kreativitas.
9) Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari, dll).
10) Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan kasar.
11) Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar
rumahnya.
12) Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal :
pengertian mengenai terapung dan tenggelam.
13) Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.
Alat permainan yang dianjurkan :
1) Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak,
alat gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air, dll.
2) Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.
7. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
a. Tahap perkembangan anak, aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak
yaitu harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak,
karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
b. Status kesehatan anak, untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan
energi bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat anak sedang sakit.
c. Jenis kelamin anak, semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-
laki atau anak perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi,
kreativitas dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi, permainan adalah
salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri.
d. Lingkungan yang mendukung, dapat menstimulasi imajinasi anak dan
kreativitas anak dalam bermain.
e. Alat dan jenis permainan yang cocok, harus sesuai dengan tahap tumbuh
kembang anak.
(Dini, 2011)
8. Tahap Perkembangan Bermain
a. Tahap eksplorasi
Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
b. Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan
c. Tahap bermain sungguhan
Anak sudah ikut dalam permainan
d. Tahap melamun
Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.
9. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit
a. Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
b. Tidak mengganggu jadwal kegiatan keperawatan dan medis
c. Tidak ada kontra indikasi dengan kondisi penyakit pasien
d. Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien
e. Jenis permainan disesuaikan dengan kesenangan anak
f. Permainan melibatkan orang tua untuk melancarkan proses kegiatan
10. Hambatan Yang Mungkin Muncul
a. Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia
b. Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
c. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang
bersamaan.
11. Antisipasi hambatan
a. Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
b. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
c. Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
d. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
e. Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan
lainnya.

B. KONSEP HOSPITALISASI PADA ANAK PRA SEKOLAH


1. Pengertian Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu keadaan di mana seseorang dalam menjalani
perawatan di rumah sakit (Dorland, 2002). Hospitalisasimerupakan suatu proses
yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya
kembali ke rumah. Hospitalisasi merupakan stressor baik bagi anak maupun
keluarga, yang diikuti ketidaktahuan, lingkungan yang asing serta kebisaaan
berbeda, dan tersebut menyebabkan anak dan keluarga tertekan (Supartini,
2004:188).
2. Stressor Hospitalisasi Anak Pra Sekolah
Beberapa faktor yang menyebabkan stres akibat hospitalisasi pada anak
adalah :
a. Lingkungan
Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang baru
bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak. Bagi anak usia
prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di
rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan
lingkungan yang dirasakanya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan.
Anak juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang dikenalnya,
permainan, dan teman sepermainannya (Supartini, 2004).
b. Berpisah dengan Keluarga
Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian, jauh
dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis. Akibat
perpisahan akan menimbulkan reaksi seperti : menolak makan, menangis
pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan orang tuanya berkunjung, tidak
kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.
c. Kehilangan kontrol terhadap dirinya
Kehilangan control terjadi karena adanya pembatasan aktifitas sehari-hari dan
karena kehilangan kekuatan diri. Anak pra sekolah membayangkan bahwa
dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak
aman dan kemandiriannya dihambat. Anak akan berespon dengan perasaan
malu, bersalah dan takut.
d. Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena anak
merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan menyakitkan. Pada
usia ini anak merasa takut bila mengalami perlukaan, anak memgangap
bahwa tindakan dan prosedur mengancam integritas tubuhnya. Anak akan
bereaksi dengan agresif, ekspresif verbal dan depandensi. Disamping itu anak
juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar darah dari tubuhnya.
Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa infeksi, mengukur tekanan darah,
mengukur suhu perrektal dan prosedur tindakan lainnya tidak akan
menimbulkan perlukaan.
Dengan mengerti kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya dan
mampu memenuhi kebutuhan tersebut, perawat dapat mengurangi stress
akibat hospitalisasi dan dapat meningkatkan perkembangan anak kearah yang
normal.(Wong, 2009).
C. Konsep dasar menonton vidio (media)
Media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah bearti
tengah,perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab adalah perantara atau pengantar
pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Azhar Arsyad, 2009:3)
Menurut ruminiati (2007:11) kata media berasal dari bahasa latin medio,
dalam bahasa latin ,media dimaknai sebagai antara. Media merupakan bentuk jamak
dari medium yang secara harfiah bearti perantara atau pengantar. Secara khusus kata
tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa
informasi dari satu sumber kepada penerima.
Vidio adalah teknologi pengiriman sinyal elektronik dari suatu gambar
bergerak,aplikasi umum dari sinyal vidio adalah televisi, tetapi dia juga digunakan
dalam aplikasi lain di dalam bidang teknik,saintifik,produksi dan keamanan.
Televisi adalah sebuah media telekomunikasi yang berfungsi sebagai penerima
siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom(hitam-putih) maupun
berwarna Kata televisi merupakan gabungan dari kata tele (jauh) dari bahasa yunani
dan vidio(penglihatan) dari bahasa latin,sehingga televisi dapat diartikan sebagai “alat
komunikasi jarak jauh yang menggunakan media visual/melihat.
Model pembelajaran yang dilakukan sangat sederhana dan terkesan
santai,banyak anak-anak diindonesia yang tertarik dengan menonton vidio di you
tube. Selain itu teknologi juga merupakan suatu perluasan konsep media,dimana
teknologi.

a. Manfaat menonton vidio


a) Melalui vidio anak-anak memperoleh banyak manfaat yaitu
untuk mengembangkan aspek perkembangan
kognitif,efektif,psikomotor dan interpersonal.
b) Sebagai sarana meningkatkan kognitif anak,vidio dapat
menjelaskan kepada anak dengan berbagai gaya pembicaraan
dan pengetahuan yang berbeda-beda,sehingga mereka dapat
menggali pengetahuan lebih jauh dan mengerti akan materi
yang disampaikan lebih baik dari pada melalui buku.
c) Dalam hal afeksi vidio bermanfaat untuk mengolah emosi jiwa
seperti adegan yang membuat anak-anak tertawa ketika ada
adegan lucu,menangis ketika adegan sedih sedang berlangsung
dan tersenyum ketika ada adegan yang mengelitik hati.
BAB III
SAP TERAPI BERMAIN

Pokok Bahasan  : Terapi Bermain Menonton Video animasi Pada Anak Di Rumah Sakit
Sub Pokok Bahasan : Terapi Bermain Menonton Video animasi Anak Usia 3 - 6 tahun
Tujuan                       : Mengoptimalkan Tingkat Perkembangan Anak
Hari / Tanggal        : Jumat/ 6 Desember 2019
Jam / Durasi             : Pukul 10.00 WIB s/d selesai
Tempat Bermain       : Ruang Rawat Anak RS Dr Reksodiwiryo
Padang

1. Peserta :
1. Anak usia 3 – 6 tahun jumlah 4 orang
2. Tidak mempunyai keterbatasan fisik
3. Orang tua mengizinkan anak mengikuti terapi bermain
4. Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
5. Pasien kooperatif
6. Tidak terpasang alat-alat invasive (NGT, kateter)
7. Peserta terdiri dari: Anak usia pra sekolah dan sekolah sebanyak 5 orang didampingi
keluarga

2. Sarana dan Media


a. Sarana:
1) Ruang Rawat Anak RS dr Reksodiwiryo Padang
2) Tikar untuk duduk
3) Kipas Angin
b. Media:
 Video animasi edukasi
 Laptop
 Speaker dan infokus

3. Pengorganisasian
Jumlah leader 1 orang, co leader 1 orang, fasilitator 9 orang dan 1 orang observer dengan
susunan sebagai berikut :
Leader        : Dedea Therenly Harka, S. Kep
Co leader : Busril Syah Jana Putera , S. Kep
Observer     : Dewi Yulia Santosa, S. Kep , Rima Seprima, S. Kep, Sri Juliani Utama
Fasilitator    : Muhamad Rizki, S. Kep, , Veprina, S. Kep, , S. Kep, Suhanna, S.Kep ,
Zafitra Patriotga, S. Kep

4. Pembagian Tugas :
a. Peran Leader
1) Membuka dan menutup terapi bermain.
2) Memimpin jalannya terapi bermain
3) Memperkenalkan diri dan anggota tim.
4) Menjelaskan kontrak waktu dan bahasa.
5) Menjelaskan tujuan dari terapi bermain.
6) Melakukan evaluasi dan validasi kegiatan terapi bermain.
b. Peran Co Leader
1) Membantu leader memimpin jalannya terapi bermain
2) Menjelaskan pelaksanaan terapi bermain
3) Menjelaskan aturan dan cara bermain dalam terapi bermain.
c. Peran Fasilitator
1) Memfasilitasi anak untuk bermain.
2) Membimbing anak bermain.
3) Memperhatikan respon anak saat bermain.
4) Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan temannya
d. Peran Observer
1) Mengobservasi jalannya jalannya terapi bermain.
2) Mencatat proses pelaksanaan terapibermain disesuaikan dengan rencana.
3) Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses terapi bermain.
4) Menyusun laporan dan menilai hasil terapi bermain dibantu dengan leader dan
fasilitator.

5. Setting Tempat

OT OT OT
F F F F

PK
O C
PA

F F F F

OT OT OT

Keterangan :
= Leader C = Co-Leader

O = Observer = anak

PA = Pembimbing Akademik PK = Pembimbing Klinik


F = Fasilitator = Orang tua anak

Catatan : Setting
tempatdisesuaikandengankondisianakdanmengikutsertakanpesertatambaha
n

6. Susunan Kegiatan
No. Waktu Kegiatan Respon Anak
1. H-1 Persiapan :
kegiatan 1. Menyiapkan ruangan Ruangan, alat,
2. Mengundang anak dan anak dan
keluarga keluarga siap
3. Menyiapkan alat-alat
4. Menyiapkan anak dan
membagi kelompok
2 10 menit Pembukaan : Leader
1. Mengucapkan salam dan 1) Mendengarkan
memperkenalkan diri kontrak
2. Menyampaikan tujuan dan 2) Mendengarkan
memperkenalkan pada anak tujuan dari
maksud dari kegiatan penyuluhan
3. Menjelaskan kontrak waktu 3) Mendengarkan
dan mekanisme kegiatan kontrak.
bermain. 4) Mendengarkan
4. Menjelaskan kontrak bahasa instruksi
dan mekanisme kegiatan
bermain.
5. Menjelaskan cara bermain
membentuk angka, buah dan
sayur menggunakan
clay/malam/lilin
3. 15 Menit Pelaksanaan :
Bermain bersama
1. Co-Leader membantu dengan antusias.
Leader menjalankan terapi
bermainMengajak anak
menonton video animasi
edukasi.
2. Fasilitator mendampingi
anak dan memberikan
motivasi kepada anak.
3. Memberitahu anak bahwa
waktu yang diberikan telah
selesai.
4. Memberikan pujian terhadap
anak yang mampu menyusun
sampai selesai.
4. 10 Menit Evaluasi :
1. Leader melakukan review Anak
pengalaman bermain mendengarkan dan
menonton video animasi merespon dengan
edukasi menjawab kesan
2. Mengidentifiasi kejadian dan
yang berkesan selama pengalamannya
bermain selama bermain
3. Menganalisis kesan yang ular tangga
didapat oleh anak
4. Menyimpulkan kegiatan
acara

7. Evaluasi
a. Evaluasi struktur yang diharapkan
1) Alat-alat yang digunakan lengkap
2) Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
b. Evaluasi proses yang diharapkan
1) Terapi dapat berjalan dengan lancar
2) Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
3) Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
4) Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya
c. Evaluasi hasil yang diharapkan
a. Anak dapat menyebutkan namanya
b. Anak tampak senang dan ceria
c. Anak tampak tidak takut dengan perawat
d. Anak tidak takut dengan tindakan medis
e. Anak kooperatif
f. Anak bisa bermain dengan temannya
g. Anak tampak aktif
h. Anak dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuannya
i. Anak dapat meningkatkan kreatifitas bermain
j. Anak dapat meningkatkan perilaku yang baik
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan pengalaman


traumatik, khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan ketegangan atau stress
hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya perpisahan dengan
orang tua, kehilangan kontrol, dan akibat dari tindakan invasif yang menimbulkan rasa
nyeri. Akibatnya akan menimbulkan berbagai aksi seperti menolak makan, menangis,
teriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif atau menolak tindakan keperawatan yang
diberikan.
Bermain adalah salah satu bagian dari kehidupan anak dan salah satu alat paling
penting untuk penatalaksanakan stres karena hospitalisasi menimbulkan krisis dalam
kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering disertai stress berlebihan, maka anak-
anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai
alat koping dalam menghadapi stress.

B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak
dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin
penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan dari
permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.

2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan
trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan
khusus untuk melakukan tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.
Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh
kembang anak walaupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D (2013). Tumbuh kembang & terapi bermain anak.Jakarta : Salemba Medika.
Bustthomi, Y. M (2012). Panduan Lengkap Paud Melejitkan Potensi dan Kecerdasan Anak
Usia Dini. Jakarta : Citra Publishing.
Dewi, R.C.,& Oktiawati,A.,& Saputri,L.D (2015). Teori &Konsep Tumbuh Kembang Bayi.
Toddler, Anak dan Usia Remaja. Yogyakarta : Huha Medika.
Dini, W (2011). Kemampuan Sosial Emosional Anak Kelompok A di TK Nurul Ulum Bambe
Driyorejo Gresik. Jurnal Pendidikan. Surabaya: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Surabaya
Katinawati. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Dalam Menurunkan Kecemasan Pada Anak
Usia Pra Sekolah (3-5 tahun) Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rumah Sakit Umum
Daerah Tugurejo Semarang.
Kyle, T.,& Susan, C (2014). Keperawatan PediatriVolum 1 (Essentials ofPediatric
Nursing). Alih Bahasa Yulianti.Devidkk.Jakarta : EGC.
Seotjinngsing & Ranuh, U. N (2014). Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Supartini. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Jakarta : EGC.
Suryanti. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Dan Origami Terhadap Tingkat
Kecemasan Sebagai Efek Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah di RSUD dr. R.
Goetheng Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Wong, DL (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volum 1. Alih bahasa Agus Sutarna
dkk, Jakarta :EGC.
Yus, A (2011) Penilian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-kanak. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group

Anda mungkin juga menyukai