Analisa Gas Darah
Analisa Gas Darah
Analisa gas darah adalah pemeriksaan laboratorium yang saat ini relatif masih
tergolong canggih karena masih belum dapat dikerjakan pada rumah sakit atau
laboratorium ditingkat kabupaten. Pemeriksaan ini sudah secara luas digunakan sebagai
pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Analisa gas darah digunakan untuk menilai status ventilasi, status hipoksemia dan status
oksigenasi jaringan. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, jadi dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
untuk menilai pengobatan.1,2,3
Pemeriksaan analisa gas darah biasanya bersamaan dengan pemeriksaan
keseimbangan asam basa, karena pembentukan asam basa berhubungan erat dengan
pembentukan gas darah. Tetapi perlu diingat bahwa kita tidak dapat menegakkan suatu
diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita
juga harus menghubungkannya dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan data-data
laboratorium yang lain.
Analisa gas darah hanya bermanfaat bila benar-benar dapat menggambarkan
keadaan parah seorang pasien dengan tepat. Selain itu analisa gas darah hanya berguna
dalam menunjang pengobatan, bila hasil pemeriksaan ini ditafsirkan dengan benar.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai fisiologi keseimbangan asam basa
(mekanisme dapar kimia, mekanisme pernapasan dan mekanisme ginjal), ukuran yang
dipakai dalam pemeriksaan analisa gas darah, penilaian gangguan asam basa serta
penanganan sampel.
1
FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM-BASA
Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion
H+ , dan ini dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu 1,2,4 :
Kadar normal bikarbonat plasma adalah 24 mEq/l, dan asam karbonat 1,2 mEq/l. Dengan
demikian perbandingan bikarbonat dengan asam karbonat adalah 20 : 1 . Log 20 = 1,3,
pK sistem bikarbonat-asam karbonat adalah 6,1 sehingga pH normal = 7,4. Bila
konsentrasi bikarbonat dalam darah meningkat atau konsentrasi asam karbonat
berkurang, maka perbandingan bikarbonat-asam karbonat akan meningkat dan pH
menjadi lebih besar dari normal, keadaan ini disebut alkalosis. Sebaliknya bila
konsentrasi bikarbonat dalam darah berkurang atau konsentrasi asam karbonat
2
meningkat, maka perbandingan bikarbonat-asam karbonat akan berkurang, dan pH
menjadi lebih kecil dari normal, keadaan ini disebut asidosis.
3
CO2 + H2O ----------------- H2CO3 --------- (H+) + (HCO3-)
(H+) + (Hb-) ----------------- HHb
(HCO3_) + (K+) ----------------- KHCO3, didalam sel darah merah
KHCO3 ----------------- (K+) + (HCO3-) masuk kedalam plasma
Plasma (Cl-) ----------------- sel darah merah --------- KCL
MEKANISME PERNAPASAN
PACO2 didalam alveolus berada dalam keseimbangan dengan PaCO2 dan H2CO3
dalam darah. Tiap perubahan pada PACO 2 akan mempengaruhi PaCO2 dan H2CO3. Bila
kadar H2CO3 meningkat, maka akan menyebabkan PaCO2 juga meningkat yang akan
diikuti oleh perangsangan pusat pernapasan, sehingga timbul hiperventilasi untuk
mengeluarkan CO2 lebih banyak.
Perubahan primer dalam konsentrasi bikarbonat darah dapat juga diatur oleh
mekanisme pernapasan, dengan pemberian bikarbonat yang masih akan menyebabkan
berkurangnya ventilasi agar terdapat kenaikan CO2 sehingga perbandingan bikarbonat-
asam karbonat dan Ph tetap tidak berubah.
MEKANISME GINJAL
Pada keadaan keasaman darah yang meningkat, ginjal akan mengeluarkan ion H +
dan menahan ion HCO3 untuk mempertahankan Ph darah dalam batas normal, sehingga
akan menghasilkan urin yang bersifat asam (Ph : 5,5 – 6,5).
Mekanismenya terdiri dari :
1. Reabsorbsi ion HCO3-.
Dalam keadaan normal seluruh ion bikarbonat yang keluar melalui glomerulus dan
masuk kedalam tubulus akan diabsorbsi kembali di tubulus ginjal dengan pertukaran
ion H+ yang dihasilkan oleh sel tubulus dengan ion Na+ yang berasal dari tubulus
ginjal.
4
2. Asidifikasi dari garam-garam dapar.
Akan terjadi pertukaran ion H+ dengan garam fosfat, ion H+ akan masuk kedalam
tubulus ginjal untuk bergabung dengan NaH2PO4 yang dikeluarkan kedalam urin.
Ekskresi ion hidrogen, pertukaran sodium-hidrogen dan produksi amonia pada tubulus ginjal. 1)
Perubahan HPO42- menjadi H2PO4- ; 2) Reaksi ion hidrogen dengan NH 3 ; 3) Ekskresi asam ; 4)
Pertukaran Na+ - H+ ; 5) Produksi NH3 ; 6) dan 7) sintesa asam karbonat dari CO2.
3. Sekresi amonia.
NH3 yang akan dibentuk dari hasil oksidasi asam amino glutamin akan diubah menjadi
NH4 yang dikeluarkan sebagai NH4Cl.
5
UKURAN-UKURAN DALAM ANALISA GAS DARAH
Ph adalah fungsi logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen didalam plasma
darah.
(HCO3)
Ph = - log ------------- = 0,03 x PaCO2
(H2CO3)
Persamaan ini memperlihatkan hubungan antara Ph, HCO3- dan PCO2. Perubahan Ph
yang mengikuti perubahan PCO2 karena gangguan ventilasi akan mengakibatkan asidosis
atau alkalosis respirasi dan perubahan Ph yang mengikuti perubahan HCO 3- akan
mengakibatkan asidosis atau alkalosis metabolik.1,3
PaCO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalah darah.
PaCO2 merupakan parameter fungsi respirasi dan dapat digunakan untuk menentukan
cukup tidaknya ventilasi alveolar. PaCO2 normal berarti ventilasi alveolar normal. Pada
keadaan dimana ventilasi alveolar diharapkan meningkat maka nilai PaCO2 yang normal
6
menunjukkan gagalnya respon ventilasi. PaCO2 rendah (hipokapnia), berarti terjadi
hiperventilasi akibat rangsangan pernapasan. PaCO2 tinggi menunjukkan gagalnya
ventilasi alveolar (hipoventilasi). Pada peningkatan awal, PaCO2 akan merangsang pusat
pernapasan untuk menurunkan PaCO2, akan tetapi pada keadaan dimana PaCO2 sangat
tinggi (lebih besar dari 70 mmHg) justru terjadi penekanan pusat pernapasan.4,5
TCO2 adalah jumlah CO2 total yang terdapat dalam plasma yang meliputi asam
karbonat, bikarbonat dan senyawa karbamino.
Jumlah asam karbonat yang ada dapat ditentukan dengan 0,03 x PCO 2; rata-rata :
1,2 mEq/l. Kadar bikarbonat normal, rata-rata = 24 mEq/l. Dengan demikian pada
keadaan biasa, kadar bikarbonat plasma kira-kira 1,0 – 2,0 mEq/l lebih rendah dari TCO2.
Karena perbandingan bikarbonat terhadap asam karbonat adalah 20 : 1 maka TCO2 ini
juga dapat digunakan sebagai petunjuk klinik gangguan asam basa, yaitu untuk
memperkirakan kelebihan atau kekurangan basa.3,4
Istilah buffer base pertama kali dipergunakan oleh Singer dan Hastings tahun
1948 untuk menggambarkan jumlah semua konsentrasi dapar anion yang terdapat
didalam darah (termasuk bikarbonat, baik didalam plasma maupun didalam sel darah
merah, Hb dan oksi Hb, plasma protein serta fosfat didalam plasma dan sel darah merah).
Jumlah total dapar anion dalam darah mempunyai nilai rentang antara 45 – 50 mEq/l
yang sebagian besar terdapat dalam bentuk bikarbonat plasma, bikarbonat sel darah
merah dan Hb. Perubahan B.B menunjukkan ada gangguan metabolik (bukan
respiratorik) dalam keseimbangan asam-basa. Pengukuran B.B tidak dipengaruhi oleh
PCO2 dan perubahan B.B dalam mEq/l akan menggambarkan secara langsung jumlah
asam atau basa yang menyebabkan perubahan tersebut. Dapat dikatakan, karena nilai B.B
terutama tergantung pada konsentrasi Hb, maka penderita dengan nilai B.B rendah yang
disebabkan karena konsentrasi Hb yang rendah, maka penderita tersebut membutuhkan
koreksi Hb dan bukan bikarbonat, walaupun nilai standar bikarbonatnya juga rendah.2.3
7
STANDAR BIKARBONAR ( SBC ) DAN AKTUAL BIKARBONAT ( ABC )
Standar bikarbonar (SBC) menurut Jorgensen dan Strup 1957, adalah konsentrasi
ion bikarbonat dalam plasma pada PaCO2 40 mmHg, suhu 380 C dan pada keadaan Hb
teroksigenasi penuh. Dengan demikian nilai SBC ini murni merupakan indeks metabolik
yang tidak dipengaruhi oleh kompensasi respirasi. Apabila nilai SBC tidak normal pada
PCO2 40 mmHg, kadar SBC yang rendah atau tinggi ini bukan karena usaha tubuh untuk
mengkompensasi gangguan respirasi, tapi disebabkan karena terdapatnya asidosis atau
alkalosis metabolik primer.
Istilah aktual bikarbonat (ABC) digunakan untuk menyatakan kadar bikarbonat
dalam darah penderita sesuai dengan PCO2 yang ada.2,3
Gangguan asam-basa dalam hubungannya dengan SBC dan ABC
Dalam keadaan normal , dimana PCO2 darah 40 mmHg suhu tubuh 380C dan Hb
tersaturasi penuh, maka nilai SBC = ABC = 24 mEq/l dengan nilai rentang + 2 mEq/l.
1) SBC menunjukkan terdapatnya asidosis metabolik atau alkalosis metabolik :
a. Bila SBC rendah menunjukkan adanya asidosis metabolik.
b. Bila SBC tinggi menunjukkan adanya alkalosis metabolik.
2) Perbedaan antara nilai konsentrasi ABC dan SBC menunjukkan terdapatnya
gangguan asam-basa respirasi, asidosis atau alkalosis
a. Bila ABC > SBC, menunjukkan adanya asidosis respiratorik.
b. Bila ABC < SBC menunjukkan adanya alkalosis respiratorik.
3) Apabila nilai ABC dan SBC sebanding, menunjukkan adanya keseimbangan
respirasi :
a. Bila nilai ABC dan SBC sama-sama rendah dan sebanding, menunjukkan asidosis
metabolik yang tidak terkompensasi.
b. Bila nilai ABC dan SBC sama-sama tinggi dan sebanding, menunjukkan alkalosis
metabolik yang tidak terkompensasi.
4) Apabila SBC tinggi atau rendah, maka nilai ABC juga harus tinggi atau rendah.
Tetapi rendah, normal atau tingginya nilai ABC bisa terdapat pada SBC yang normal
dan ini berarti tidak terdapat gangguan asam-basa metabolik.
8
BASE EKSES ( B.E )
Base ekses (B.E) atau base deficit, menggambarkan secara tidak langsung jumlah
dalam mEq/l kelebihan basa kuat atau kekurangan basa, yang mempunyai nilai nol
dengan rentang 0 + 2,5 mEq/l pada Ph 7,40 dan PaCO2 40 mmHg. Nilai positif
menggambarkan kelebihan basa, sementara nilai negatif menggambarkan kekurangan
basa (kelebihan asam) yang nilainya didapat dari hasil perkalian penyimpangan SBC
normal dengan faktor 1,2.2,3
Astrup menyatakan bahwa nilai B.E tidak hanya dapat digunakan untuk diagnosis
tetapi juga untuk pedoman pengobatan asidosis metabolik atau alkalosis metabolik
dengan formula :
Kebutuhan basa = B.E x berat badan x 0,3 mEq.
9
kurang dari FiO2 x 5 dapat diperkirakan bahwa penderita akan mengalami hipoksemia
bila bernapas dalam udara kamar.
4. Ventilasi alveolar.
PaO2 berbanding terbalik dengan PaCO2. Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana
PaO2 kurang dari 80 mmHg pada orang dewasa yang bernapas dalam udara kamar
setinggi permukaan laut.
A-Ado2 merupakan gambaran pintas fisiologis didalam paru, yaitu alveoli yang
mengalami perfusi tapi tidak mengalami ventilasi. Perbedaan A-Ado2 lebih dari normal,
menunjukkan terdapatnya gangguan ventilasi-perfusi didalam paru. Tetapi nilai ini tidak
dapat digunakan untuk menentukan gangguan pertukaran gas paru secara kuantitatif.
Nilai normal A-Ado2 bila bernapas pada udara kamar adalah 5 – 25 mmHg, yang
meningkat sesuai dengan umur.3
A-Ado2 = PaO2 – PaCO2
PaCO2
PaO2 = (Pbar – PH2O) x 0,209 - ----------
0,8
Dimana :
Pbar = Tekanan barometrik = 760 mmHg.
PH2O = Tekanan uap air = 47 mmHg.
0,209 = FiO2 udara kamar = 20,9 vol %.
0,8 = R = Respiratory quotient, yaitu perbandingan antara volume CO2 yang
diproduksi dengan volume O2 yang digunakan, bila bernapas
dalam udara kamar.
10
Saturasi oksigen setara dengan kandungan oksigen (dikurangi O2 terlarut) dibagi
dengan kapasitas oksigen (dikurangi O2 terlarut). Persentasi saturasi dari Hb dengan O2
ini sangat membantu untuk menghitung banyaknya O2 total didalam darah.
Penting dihayati bahwa persen saturasi merupakan perbandingan konsentrasi,
dengan demikian konsentrasinya sendiri tidak dapat diukur. Dengan kata lain saturasi
yang rendah bukan pasti berarti bahwa kadar oksigen darah rendah. Sebaliknya saturasi
yang normal mungkin disertai dengan kandungan oksigen yang rendah.
11
1. Pemahaman instruksi dan penelitian formulir laboratorium yang benar.
2. Persiapan penderita (larangan atau anjuran).
3. Persiapan alat yang dipakai.
4. Cara pengambilan sampel.
5. Penanganan awal sampel (termasuk pengawetan dan transportasi).
Untuk mendapatkan data-data tentang keadaan gas dalam darah pasien, maka
perlu pengambilan sampel darah. Darah yang diambil adalah darah arteri karena sifatnya
lebih homogen secara sistemik dan lebih menggambarkan fungsi pertukaran gas diparu-
paru dan bisa memberi keterangan kualitas darah yang disuplai keseluruh tubuh. Sedang
darah vena lebih menggambarkan metabolisme lokal daerah yang dialiri. Sampel darah
kapiler juga dapat dipakai untuk analisa gas darah, tetapi nilai tekanan parsial oksigennya
tidak sesuai, meski untuk nilai Ph dan tekanan parsial karbondioksidanya bisa sesuai.2,5
Pengambilan dilakukan dengan pungsi pada arteri radialis, arteri brachialis atau
arteri femoralis, dengan menggunakan semprit kaca atau plastik khusus yang telah
dibasahi dengan heparin. Keuntungan semprit kaca dibanding plastik adalah hasilnya
lebih adekuat (oksigen dari luar tidak dapat berdifusi masuk), penghisap bisa keatas
sendiri (sesuai tekanan arteri) dan dapat dipakai berulang. Kerugiannya adalah harganya
mahal, mudah pecah dan perlu sterilisasi ulang. Sehingga sekarang semprit plastik lebih
sering dipakai terutama dari jenis poly propylene.
Pada sampel darah yang telah diambil, metabolisme akan terus berlangsung,
sehingga terjadi pemakaian oksigen yang terus menerus dan menyebabkan tekanan
parsial oksigen akan menurun 3 mmHg/menit pada suhu 38 0C dan tekanan parsial
karbondioksida akan meningkat, sehingga sampel darah tersebut harus segera diperiksa
atau dimasukkan ke es.
Sebelum pemeriksaan perlu dicatat suhu, Hb, dan fraksi inspirasi oksigen (FiO 2)
yang telah diberikan untuk mengetahui apakah tekanan parsial oksigen arteri sesuai
dengan yang seharusnya (perkiraan : PaO2 sebanding dengan 5 x FiO2).2,3
FASE ANALITIK PEMERIKSAAN BGA
12
METODA PEMERIKSAAN BGA
Metode yang digunkan dalam pemeriksaan analisa gas darah antara lain :
1. Metode penyetimbangan Astrup.
Terdapat hubungan yang linier antara Ph dengan log PaCO2.
2. Metode gasometri dan osmometri.
Yaitu mengukur partikel gas terlarut dengan menggunakan tekanan osmotik tertentu
dari suatu larutan melalui membran semi permeabel.
1. Metode elektroda.
Pada prinsipnya elektroda-elektroda yang terpasang adalah ion selektif elektroda,
dimana elektroda ini membaca perubahan ion-ion tertentu dalam larutan. Perubahan
ion-ion tersebut diterjemahkan oleh elektroda menjadi besaran mili volt.
Instrumentasi untuk pemeriksaan analisa gas darah termasuk instrumen diagnostik untuk
mengukur kadar gas didalam darah dan menilai asam-basa didalam darah. Salah satu
contoh instrumentasi untuk pemeriksaan analisa gas darah yang dipakai di RS. Dr Karidi
adalah merek Instrumentation Laboratory type IL 1620 yang merupakan salah satu mesin
full automatic yang dikontrol dengan mikroprosesor. Sistemnya memiliki Video Display
Unit (VDU) yang secara terus menerus menampilkan status instrumen dan menyediakan
informasi untuk melakukan berbagai fungsi yang dilakukan pada instrumen. Operator
menjalankan mesin dengan memberikan instruksi melalui keyboard. Mesin analisa gas
darah ini dihubungkan dengan 2 tabung gas kalibrasi :
- Low gas (Cal-1), komposisi CO2 5%, O2 20% N2 Balance.
- High gas (Cal-2), komposisi CO2 10%, O2 0% N2 Balance.
Selama masa analisis sampel, harga final dari pengukuran ditentukan dengan
deteksi end point. Yaitu urutan program software yang dirancang untuk mendapatkan
bagian mendatar dari sinyal elektroda. Jika sinyal deteksi tersebut mencapai titik final
keseimbangan.
13
Hasil analitik yang diperoleh ditampilkan pada VDU dan dicetak pada kertas
thermal dan disimpan dalam disket diunit mesin pemeriksaan analisa gas darah.
Kalibrasi dilakukan dengan reagen dan gas kalibran yang telah ditentukan oleh
pabrik IL 1620 dan dikalibrasi setiap 20 menit dengan metoda One Point Calibration.
Sedangkan Two Point Calibration dilakukan setiap interval waktu tertentu yang dapat
dipilih atau diprogram antara 1 – 8 jam.
14
metode digunakan untuk mengartikan nilai-nilai komponen metabolik dan respiratorik
dari gas darah arteri serta mengenali ketidakseimbangan utama primer atau gangguan
campuran. Metode-metode ini antara lain : penggunaan normogram asam-basa,
bikarbonat standar dan kelebihan / kekuarangan basa (base excess), tetapi tidak satupun
dari metode-metode itu sempurna dan tidak dapat menimbulkan salah penafsiran.5
Penilaian dimulai dengan menyadari bahwa jika keadaan tidak berat maka
gangguan asam-basa sulit sekali dideteksi, dan gejala serta tanda cenderung tidak jelas
dan tidak khas, maka harus juga diperhatikan riwayat klinis, gejala dan tanda, dan proses
penyakit yang berkaitan dengan gangguan asam-basa. Kecurigaan klinis perlu ditegaskan
melalui pemeriksaan sistemik dari variabel-variabel asam-basa. Tabel I memperlihatkan
nilai-nilai normal parameter darah arteri yang dipakai untuk menganalisis gangguan
asam-basa.
15
respiratorik)
Dalam menilai analisis gas darah, langkah pertama yang dilakukan adalah
memeriksa Ph untuk menentukan apakah terjadi asidemia atau alkalemia. Langkah kedua
adalah memeriksa PaCO2 dan HCO3- dalam kaitannya dengan Ph, untuk mencoba
mengetahui apakah gangguan ketidakseimbangan asam-basa bersifat metabolik atau
respiratorik atau campuran. Persamaan Henderson-Hesselbach dapat bermanfaat dalam
membuat dugaan. Pengetahuan mengenai keadaan klinis penting dalam pengambilan
keputusan. Langkah ketiga adalah memperkirakan respon kompensatorik yang akan
terjadi pada gangguan asam-basa primer, juga kemungkinan gangguan asam-basa
campuran jika respon kompensatorik lebih ringan atau lebih berat dari yang diduga.
Langkah terakhir dalam penilaian gangguan asam-basa adalah mengetahui
ketidakseimbangan primer dan mengenalinya sebagai keadaan yang akut atau kronik
(terkompensasi) atau sebagai campuran dari dua macam gangguan atau lebih. Pada
asidosis metabolik perlu diklasifikasikan menurut selisih anion, normal atau
meningkat.1,2,5
16
JENIS GANGGUAN ASAM BASA
RINGKASAN
Analisa gas darah adalah pemeriksaan tekanan gas dalam darah yang dapat
digunakan untuk menilai status ventilasi (termasuk keseimbangan asam-basa), status
hipoksemia dan status oksigenasi jaringan.
Dalam menilai analisa gas darah, harus dikaitkan dengan pengetahuan mengenai
keadaan klinis penyakit, pemahaman terhadap fisiologi asam-basa, dan pengalaman
dalam menilai analisa gas darah. Langkah pertama yang dilakukan adalah memeriksa Ph
untuk menentukan apakah terjadi asidemia atau alkalemia. Langkah kedua adalah
memeriksa PaCO2 dan HCO3- dalam kaitannya dengan Ph, untuk mencoba mengetahui
apakah gangguan ketidakseimbangan asam-basa bersifat metabolik atau respiratorik atau
campuran. Langkah ketiga adalah memperkirakan respon kompensatorik yang akan
17
terjadi pada gangguan asam-basa primer, juga kemungkinan gangguan asam-basa
campuran jika respon kompensatorik lebih ringan atau lebih berat dari yang diduga.
Selisih anion harus dihitung untuk menentukan apakah asidosis metabolik yang terjadi
merupakan akibat dari retensi asam (non-karbonat) karena meningkatnya selisih anion
(anion gap). Langkah terakhir dalam penilaian gangguan asam-basa adalah mengetahui
ketidakseimbangan primer dan mengenalinya sebagai keadaan yang akut atau kronik
(terkompensasi) atau sebagai campuran dari dua macam gangguan atau lebih.
Sampel darah yang diambil adalah darah arteri karena lebih menggambarkan
fungsi pertukaran gas diparu-paru dan dapat memberi keterangan kualitas darah yang
disuplai keseluruh tubuh sedang darah vena lebih menggambarkan metabolisme lokal
daerah yang dialiri. Perlu diperhatikan adalah faktor-faktor preanalitik yang
mempengaruhi analisa gas darah antara lain : pengisian formulir laboratorium yang
benar, persiapan penderita, persiapan alat, cara pengambilan sampel dan penanganan
awal sampel ( pengawetan dan transportasi ).
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC. Text book of Medical Physiology. 5 th. Ed. Philadelphia : WB Sanders
co, 1981 : 651 – 70.
2. Shapiro MJ. Acid-Base Balance. In : Collin VJ, ed. Physiologic and Pathology Bases
of Anesthesia. Baltimore : William & Wilkins, 1996 : 188 – 92.
3. Muhardi, OE Tampubolon, Suntoro A. Analisa Gas Darah. Dalam : Muhardi M, ed.
Penatalaksanaan Pasien di ICU. BP FKUI, 1989 : 235 – 43.
4. Vollers, Spence K. Clinical Physiology and Pathophysiology of Acid-Base Balance.
In : Healy TEJ Cohen, eds. A Practice of Anesthesia. 6th ed. London : Edward Arnold
Co, 1995 : 298 – 315.
18
5. Wilson LM. Gangguan Asam Basa. Dalam : Price SA, ed. Patofisiologi. Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Mosby Year Book Inc, 1992 : 327 –53.
6. Jesper HA. Operatoris Manual IL 1620 Blood Gas System, Instrumentation
Laboratory, 1999.
7. Alan RS. Intensive Care of The Fetus and Neonates. Mosby New York, 1996 : 440 –
57.
8. Elizabeth L, Pruden, Ole SA, Norbert WT. Blood Gases and pH. In : Burtis Ashwood.
th
Tietz Fundamentals of Clinical Chemistry. 4 ed. Philadelphia : WB Sanders Co,
1996 : 506 – 20.
9. Gary LZ, Melvin AW, Peter RD. Basic Arterial Blood Gas Interpretation. First
edition. Boston : Little Brown and Co. 1988.
10. Jesper HA. Journal on Blood Gas and Respiratory and Metabolic Meassurement. Vol
5, no.3, Copenhagen Winter, 1996.
11. Purwanto AP. Keseimbangan Air Elektrolit dan Asam Basa. Dalam : Diktat Pegangan
Kuliah Patologi Klinik II. Bagian patologi Klinik FK UNDIP. Semarang, 1999.
12. Widmann FK. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 9.
Jakarta : EGC, 1995 : 282 – 4.
13. Walmsley RN, Watkinson LR, Cain HJ. Cases in Chemical Pathology. Fourth
Edition. Singapore : World Scientific Co, 1999 : 33 – 53.
14. Ganong WF. Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta : EGC, 1983 : 567 – 74.
nd
15. Brawn AH. Introduction to Respiratory Physiology. 2 ed. Boston. Little Brown and
Co, 1980.
nd
16. Halperin ML, Goldstein MB. Fluid, Electrolyte and Acid-Base Physiology. 2 ed.
Philadelphia. WB Saunders Company, 1994.
19
20