Anda di halaman 1dari 16

RESUME MATERI AUDITING 1

" Penerimaan Penugasan Dan Perencanaan Audit"


(SA 210,300,315,320, Dan 330)

Dosen Pembimbing : I. B. Ketut Bhayangkara, SE.,MM


Disusun Oleh :

Kelompok 5
1. Mety Aprilyani Nur F (1221700007)
2. Niya (1221700010)
3. Liya Silvia (1221700066)
4. Sisilia Hankin (1221700068)
5. Nadia Ela Rahmawati (1221700082)
6. Singgih Guntur P (1221700174)
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
1. Standar Audit 210
SA 210 merupakan standar audit yang khusus menjelaskan tentang tanggung jawab
auditor dalam menyepakati syarat perikatan audit dengan manajemen dan dengan pihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola entitas. SA ini menjabarkan dengan detail terkait
prakondisi tertentu untuk suatu audit, persetujuan atas ketentuan perikatan audit, juga
tentang audit berulang, penerimaan perubahan dalam ketentuan perikatan audit hingga
pertimbangan tambahan dalam penerimaan perikatan.
1.1 Prakondisi untuk Suatu Audit
Prakondisi untuk suatu audit adalah pengunaan suatu kerangka pelaporan keuangan
yang dapat diterima dalam penyusunan laporan keuangan oleh manajemen dan persetujuan
manajemen dan jika relevan pihak yang bertanggung jawab terhadap tata kelola atas
premis-premis pelaksanaan suatu audit.
Dalam rangka penentuan apakah terdapat prakondisi suatu audit, auditor harus:
a. Menentukan apakah kerangka pelaporan keuangan yang akan diterapkan dalam
penyusunan laporan keuangan dapat diterima
b. Memperoleh persetujuan dari manajemen bahwa manajemen mengakui dan
memahami tanggung jawabnya
Apabila manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola menetapkan suatu
pembatasan terhadap ruang lingkup pekerjaan auditor yang harus dicantumkan dalam surat
perikatan audit dan pembatasan tersebut akan menyebabkan auditor tidak dapat
memberikan opini atas laporan keuangan , maka auditor tidak boleh menerima perikatan
tersebut sebagai perikatan audit, kecuali jika suatu audit diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi penerimaan perikatan audit yaitu jika
prakondisi untuk suatu audit tidak ada, auditor harus membahas hal tersebut dengan
manajemen. Kecuali jika suatu audit diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan,
auditor tidak boleh menerima perikatan audit.
1.2 Persetujuan atas Ketentuan Perikatan Audit
Auditor harus menyepakati ketentuan perikatan audit dengan manajemen atau pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola entitas jika relevan. Ketentuan perikatan audit yang
disepakati harus dicatat dalam surat perikatan audit atau bentuk kesepakatan tertulis lain
yang tepat dan harus mencakup
a. Tujuan dan ruang lingkup audit atas laporan keuangan
b. Tanggung jawab auditor
c. Tanggung jawab manajemen
d. Identifikasi kerangka pelaporan keuangan yang diterapkan dalam penyusunan
laporan keuangan
e. Pengacuan ke bentuk dan isi laporan yang akan dikeluarkan oleh auditor dan suatu
pernyataan bahwa dalam kondisi tertentu terdapat kemungkinan laporan yang
dikeluarkan berbeda bentuk dan isinya dengan yang diharapkan
1.3 Audit Berulang
Pada audit berulang auditor harus menilai terdapat kondii yang memerlukan suatu revisi
terhadap ketentuan perikatan audit dan apakah perlu mengingatkan entitas yang
bersangkutan tentang ketentuan perikatan audit yang masih berlaku.
1.4 Penerimaan Perubahan dalam Ketentuan Perikatan Audit
Auditor tidak boleh menyepakati perubahan dalam ketentuan perikatan audit jika tidak
ada alasan yang memadai untuk melakukan perubahan tersebut. Jika sebelum penyelesaian
perikatan audit, auditor diminta untuk mengubah perikatan audit tersebut ke perikatan
yang menyebabkan auditor memperoleh tingkat asurans yang lebih rendah, auitor harus
mempertimbangkan apakah ada dasar yang wajar untuk melakukan perubahan tersebut.
Jika ada perubahan , auditor dan manajemen harus sepakat dan menuangkannya kedalam
suatu surat perikatan baru atau bentuk perjnjian tulis lainnya.
Jika auditor tidak dapat menyepakati perubahan maka, auditor harus
a. Menarik diri dari perikatan auditsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
b. Menentukan apakah ada kewajiban, baik secara kontrak maupun dalam bentuk
lainnya untuk melporkan kondisi tersebut kepada pihak lain
1.5 Pertimbangan Lain dalam Penerimaan Perikatan
Jika standar pelaporan keuangan yang ditetapkan oleh suatu organisasi penyusun standar
yang berwenang atau diberi ketentuan tambahan oleh peraturan perundang-undangan ,
auditor harus mempertimbangkan apakah ada benturan antara standar pelaporan keuangan
dan ketentuan tambahan tersebut. Jika timbul suatu benturan , auditor harus membahas
dengan manajemen sifat ketentuan tambahan tersebut dan harus menyepakati apakah:
a. Ketentuan tambahan tersebut dapat dipenuhi dengan menambahkan pengungkapan
dalam laporan keuangan
b. Deskripsi kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dalam laporan keuangan dapat
diubah sesuai dengan ketentuan tambahan tersebut.
Jika auditor menyimpulkan bahwa penjelasan tambahan dalam laporan auditor tidak dapat
mencegah kemungkinan kesalahpahaman, auditor tidak boleh menerima perikatan audit
tersebut, kecuali jika disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan. Konsekuensinya
adalah auditor tidak boleh memasukkan pengacuan apapun dalam laporan auditor bahwa
audit telah dilaksanakan berdasarkan SA.
2. Standar Audit 300
SA 300 merupakan standar audit yang khusus menjelaskan terkait dengan tanggung jawab
auditor yang bertugas untuk membuat perencanaan audit atas laporan keuangan, dengan
konteks bahwa audit yang akan dilakukan merupakan audit berulang. SA ini menjabarkan
dengan detail terkait definisi, manfaat hingga aktivitas-aktivitas perencanaan audit yang
harus dilakukan auditor ketika akan mengaudit laporan keuangan.
2.1 Definisi dan Peran dari Perencanaan Audit Atas Laporan Keuangan
Perencanaan suatu audit merupakan proses yang melibatkan penetapan strategi audit
secara menyeluruh untuk perikatan tersebut dan proses pengembangan rencana audit. Sifat
dan luas aktivitas suatu perencanaan audit akan bervariasi sesuai dengan ukuran dan
kompleksitas entitas (klien), pengalaman terdahulu anggota tim perikatan dengan entitas,
serta perubahan kondisi yang terjadi selama perikatan audit.
Melalui perencanaan audit yang baik, tentunya akan memberikan manfaat bagi tim
perikatan yang akan melakukan audit atas laporan keuangan, berikut peran/manfaat yang
akan diperoleh :
(1) Membantu auditor untuk mencurahkan perhatian yang tepat terhadap area yang
penting dalam audit;
(2) Membantu auditor dalam identifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah yang
potensial dengan tepat waktu;
(3) Membantu auditor dalam mengorganisasi dan mengelola perikatan audit dengan
baik;
(4) Membantu dalam pemilihan anggota tim perikatan dengan tingkat kemampuan dan
kompetensi yang tepat dan penugasan pekerjaan yang tepat sesuai dengan kompetensi
anggota perikatan tersebut;
(5) Membantu (jika relevan) dalam pengkoordinasian hasil pekerjaan yang dilakukan
oleh auditor komponen dan pakar.
2.2 Aktivitas Perencanaan Audit
a) Strategi Audit Secara Keseluruhan
Penetapan strategi audit secara keseluruhan perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan, melalui
strategi audit secara keseluruhan dapat membantu auditor dalam menentukan:
• Sumber daya yang dialokasikan untuk area audit tertentu, seperti penggunaan
aggota tim dengan pengalaman yang tepat untuk area berisiko tinggi
• Jumlah anggota sumber daya yang dialokasikan untuk area audit tertentu, seperti
menentukan jumlah anggota tim yang ditugasi untuk mengamati perhitungan fisik
persediaan yang sifatnya material
• Kapan sumber daya tersebut dialokasikan
• Bagaimana sumber daya tersebut dikelola, diarahkan dan disupervisi, seperti kapan
akan dimulai dan diakhiri sebuah rapat tim.
Berikut adalah penetapan strategi audit secara keseluruhan yang harus dilakukan oleh
auditor ketika akan melakukan audit, antara lain:
• Mengidentifikasi karateristik perikatan yang mendefinisikan ruang lingkupnya.
Contohnya adalah mengidentifikasi kerangka pelaporan keuangan yang menjadi dasar
penyusunan informasi atas laporan keuangan yang diaudit; mengidentifikasi cakupan audit
yang diharapkan, termasuk jumlah dan lokasi komponen yang dicakup; dan sifat segmen
bisnis yang diaudit.
• Memastikan tujuan pelaporan perikatan untuk merencanakan waktu audit dan sifat
komunikasi yang disyaratkan. Contohnya adalah memastikan jadwal pelaporan entitas,
seperti pelaporan interim dan pelaporan final; dan melakukan pembahasan dengan
manajemen tentang komunikasi yang diharapkan atas status pekerjaan audit selama
perikatan berlangsung.
• Mempertimbangkan faktor-faktor yang menurut pertimbangan profesional auditor
signifikan dalam mengarahkan usaha tim perikatan. Contohnya adalah penentuan tingkat
materialitas; dan cara auditor menekankan kepada anggota tim perikatan tentang
kebutuhan untuk selalu memiliki sikap kritis dalam berpikir serta menggunakan skeptisme
profesional dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit.
• Memastikan sifat, saat, dan luas sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
perikatan. Contohnya adalah penanggaran perikatan, termasuk pertimbangan yang tepat
atas lamanya waktu yang dibutuhkan untuk area yang mengandung risiko kesalahan
penyajian material yang lebih tinggi.
b) Rencana Audit
Rencana audit merupakan proses yang lebih rinci daripada strategi audit secara
menyeluruh, hal ini dikarenakan rencana audit akan mencakup sifat, saat dan luas prosedur
audit yang akan dilaksanakan oleh anggota tim perikatan. Dalam pengembangan rencana
audit, auditor harus mempertimbangkan hal berikut:
• Sifat, saat, dan luas prosedur penilaian risiko yang direncanakan
• Sifat, saat, dan luas prosedur audit lanjutan yang direncanakan pada tingkat asersi
• Prosedur audit lainnya yang direncanakan dan harus dilaksanakan agar perikatan
tersebut memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh SA.
Perencanaan atas prosedur audit akan dilakukan selama pelaksanaan audit seiring dengan
perkembangan rencana audit untuk perikatan tersebut. Contohnya adalah perencanaan atas
prosedur penilaian risiko oleh auditor terjadi pada awal proses audit, akan tetapi
perencanaan sifat, saat, dan luas prosedur audit selanjutnya yang spesifik bergantung pada
hasil prosedur penilaian risiko.
c) Perubahan Terhadap Keputusan Perencanaan Selama Pelaksanaan Audit
Sebagai akibat dari berbagai peristiwa yang tak terduga, maka auditor dimungkinkan akan
memodifikasi strategi audit secara keseluruhan dan rencana audit. Adanya modifikasi
tersebut juga akan berdampak sifat, saat dan luas prosedur audit yang telah direncanakan,
sehingga juga perlu dimodifikasi. Salah satu penyebab adanya perisiwa yang tak terduga
tersebut mungkin disebabkan adanya perbedaan informasi (sifatnya signifikan) yang
menjadi perhatian auditor dengan informasi yang tersedia ketika auditor merencanakan
prosedur audit. Contohnya adalah bukti audit yang diperoleh melalui pelaksanaan
prosedur subtantif mungkin bertentangan dengan bukti audit audit yang diperoleh melalui
pengujian pengendalian.
d) Arahan, Supervisi, dan Penelaahan
Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk sifat, saat dan luas arahan; dan
supervisi anggota tim perikatan, dan penelaahan yang bervariasi:
• Ukuran dan kompleksitas entitas
• Area audit
• Risiko kesalahan penyajian material yang dinilai
• Kemampuan dan kompetensi setiap anggota tim perikatan dalam melaksanakan
pekerjaan audit.
2.3 Dokumentasi
Dalam proses perencanaan atas suatu audit laporan keuangan, auditor harus memasukan
hal-hal berikut ini dalam dokumentasi audit:
a. Strategi audit secara keseluruhan. Contohnya adalah auditor dapat meringkas
strategi audit secara keseluruhan dalam bentuk suatu memorandum yang berisikan
keputusan-keputusan utama tentang ruang lingkup, saat, dan pelaksanaan audit
secara keseluruhan.
b. Rencana audit. Dokumentasi atas rencana audit dapat berupa suatu catatan atas
sifat, saat, dan luas prosedur penilaian risiko yang direncanakan dan prosedur audit
lanjutan pada tingkat asersi sebagai respon atas risiko yang dinilai.
c. Setiap perubahan signifikan yang dilakukan selama perikatan audit terhadap
strategi audit atau rencana audit secara keseluruhan, dan alas an atas perubahan
tersebut.
2.4 Pertimbangan Tambahan dalam Perikatan Audit Tahun Pertama
Auditor perlu melakukan aktivitas berikut sebelum melakukan atau memulai audit tahun
pertama:
• Melaksanakan prosedur terkait dengan penerimaan hubungan dengan klien dan
perikatan audit tertentu.
• Melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu, jika terjadi pergantian auditor.
Selain itu, berikut adalah pertimbangan tambahan yang dapat dipertimbangkan oleh
auditor untuk perikatan audit tahun pertama terkait dengan strategi audit secara
keseluruhan dan rencana audit, antara lain:
a. Kecuali dilarang oleh peraturan perundang-undangan, membuat kesepakatan
dengan auditor pendahulu. Contohnya adalah menelaah kertas kerja auditor
pendahulu
b. Mendiskusikan isu-isu utama yang ditemukan selama proses seleksi awal auditor,
dengan manajemen, serta mengkomunikasikan isu-isu tersebut kepada pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola dan bagaimana isu-isu tersebut mempengaruhi
strategi audit secara keseluruhan dan rencana audit
c. Prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit yang tepat dan
cukup tentang saldo awal.
d. Prosedur-prosedur lain yang disyaratkan oleh sistem pengendalian mutu KAP
untuk perikatan audit tahun pertama. Contohnya adalah sistem pengendalian mutu
KAP yang mungkin mengharuskan adanya keterlibatan individu senior untuk
menelaah strategi audit secara keseluruhan sebelum memulai prosedur audit yang
signifikan.
3. Standar Audit 315
SA 315 merupakan standar audit yang khusus menjelaskan tentang tanggung jawab
auditor untuk mengidentifikasi dan menilai resiko kesalahan penyajian material dalam
laporan keuangan, melalui pemahaman atas entitas dan lingkungannya, termasuk
pengendalian internal entitas. SA ini menjabarkan dengan detail terkait prosedur penilaian
risiko dan aktivitas terkait, pemaham atas entitas dan lingkungan yang diharuskan
termasuk pengendalian internal entitas, juga pengidentifikasian dan penilaian risiko
kesalahan penyajian material.
3.1 Prosedur Penilaian Risiko dan Aktivitas Terkait
Auditor wajib melakukan prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai
risiko salah saji yang material pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat asersi.
Prosedur penilaian risiko itu sendiri tidak memberikan bukti audit yang cukup dan tepat
sebagai dasar pemberian opini audit.
Prosedur penilaian risiko meliputi berikut ini:
a) Bertanya kepada manajemen dan pihak lain dalam entitas yang menurut auditor
mungkin mempunyai informasi yang dapat membantu mengidentifikasi risiko salah saji
yang material yang disebabkan oleh kecurangan atau kekeliruan.
b) Prosedur analitikal
c) Observasi dan inspeksi
3.2 Pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya yang Diharuskan, Termasuk
Pengendalian Internal Entitas
Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai berikut ini:
a) Industry terkait, ketentuan perundangan, dan factor ekstenal lainnya, termasuk
kerangka pelaporan keuangan yang diterapkan.
b) Sifat entitas, termasuk:
 Operasinya
 Struktur kepemilikan dan governance-nya
 Jenis investasi atau penanaman yang dilakukan entitas dan rencana penanaman
lainnya, termasuk investasi dalam entitas bertujuan khusus; dan
 Bagaimana struktur keuangan entitas untuk memahami jenis transaksi, saldo akun,
dan pengungkapan yang seharusnya ada dalam laporan keuangan.
c) Pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi, termasuk alasan untuk mengubah
kebijakan akuntansi. Auditor wajib mengevaluasi apakah kebijakan akuntansi yang
diterapkan entitas cocok untuk bisnis itu dan konsisten dengan kerangka pelaporan yang
diterapkan dan kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam industry itu.
d) Tujuan dan strategi entitas, dan risiko bisnis terkait yang dapat berakibat pada salah
saji.
e) Pengukuran dan review kinerja keuangan entitas.
Auditor wajib memperoleh pemahaman tentang pengendalian internal yang relevan
dengan audit. Meskipun kebanyakan pengendalian relevan dengan audit umumnya
berkaitan dengan pelaporan keuangan, tidak semua pengendalian yanag berkaitan dengan
pelaporan keuangan adalah relevan dengan audit. Pertimbangan professional auditor yang
menentukan apakah pengendalian, secara individual atau gabungan dengan pengendalian
lain, memang relevan dengan audit.
Ketika memperoleh pemahaman tentang pengendalian yang relevan dengan audit,
auditor wajib mengevaluasi rancangan pengendalian tersebut dan menentukan apakah
pengendalian tersebut memang diimplementasi, dengan melakukan prosedur tertentu di
samping bertanya kepada karyawan entitas.
Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai apakah entitas mempunyai proses
untuk:
a) Mengidentifikasi risiko bisnis yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan;
b) Mengestimasi berapa signifikannya risiko ini;
c) Menilai seberapa besarnya potensi terjadinya risiko ini; dan
d) Menentukan tindakan untuk menangani risiko ini
Jika entitas memiliki proses tersebut (selanjutnya disebut “proses penilaian risiko entitas”,
di pembahasan ini disingkat PPRE), auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai
proses itu, dan hasilnya. Jika auditor menemukan risiko salah saji yang tidak ditemukan
manajemen, auditor wajib mengevaluasi apakah ada jenis risiko yang diduga auditor,
seharusnya dapat ditemukan PPRE. Jiak risiko itu memang ada, auditor wajib memperoleh
pemahaman mengenai proses itu gagal menemukan risiko tersebut, dan auditor wajib
mengevaluasi apakah PPRE itu tepat untuk situasi entitas, atau auditor wajib menentukan
apakah ada kelemahan yang signifikan dalam pengendalian internal yang berkenaan
dengan PPRE ini.
Jika entitas belum mempunyai PPRE atau prosesnya bersifat sementara, auditor wajib
membahas dengan manajemen apakah risiko bisnis yang relevan dengan tujuan pelaporan
keuangan, telah ditemukan dan ditangani. Auditor wajib mengevaluasi apakah tidak
adanya PPRE yang didokumentasikan, tepat untuk situasi yang dihadapi, atau apakah ini
merupakan kelemahan yang signifikan dalam pengendalian internal.
Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai system informasi yang relevan bagi
pelaporan keuangan, termasuk area berikut:
a) Jenis transaksi dalam operasi yang penting dalam laporan keuangan
b) Prosedur, dalam system IT maupun non-IT, yang digunakan untuk mengolah
transaksi sejak penyiapan, pencatatan, pengolahan, pembetulan, pemindahan ke buku
besar, dan pelaporannya dalam laporan keuangan
c) Catatan akuntansi, yang mendukung informasi dan akun tertentu dalam laporan
keuangan yang digunakan untuk menyiapkan, mencatat, mengolah, dan melaporkan
transaksi, termasuk pembetulan informasi yang salah, dan bagaimana informasi
dipindakan ke buku besar. Catatan ini dapat berbentuk catatan elektronis dan non-
elektronis
d) Bagaimana system informasi merekam peristiwa dan keadaan yang penting dalam
laporan keuangan
e) Proses pelaporan keuangan yang digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan
entitas, termasuk estimasi akuntansi dan pengungkapan yang penting
f) Pengendalian atas journal entries, termasuk non-standard journal entries yang
digunakan untuk mencatat transaksi yang tidak berulang, transaksi luar biasa atau
penyesuaian dan koreksi.
Auditor wajib memperolah pemahaman mengenai bagaimana entitas mengkomunikasikan
peran dan tanggung jawab pelaporan keuangan dan hal-hal penting lainnya berkenaan
dengan pelaporan keuangan, termasuk:
a) Komunikasi antara manajemen dan TCWG; dan
b) Komunikasi eksternal, misalnya dengan regulator
Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai kegiatan pengendalian yang relevan
untuk auditnya, yakni pengendalian yang dipandang auditor adalah penting untuk menilai
risiko salah saji yang material di tingkat asersi, dan merancang prosedur audit lanjutan
untuk menanggapi risiko tersebut. Suatu audit tidak mewajibkan pemahaman semua
kegiatan pengendalian yang berkenaan dengan jenis transaksi, saldo akun, dan
disclosureyang penting dalam laporan keuangan atau mengenai setiap asersi.
Dalam memahami kegiatan pengendalian entitas, auditor wajib memperoleh pemahaman
mengenai bagaimana entitas tersebut menanggapi risiko yang timbul dari teknologi
informasi.
Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai kegiatan utama yang digunakan entitas
untuk memantau pengendalian internal atas pelaporan keuangan, termasuk kegiatan
pengendalian yang relevan dengan audit, dan baimana entitas mengambil tindakan
perbaikan terhadap kekurangan atau kelemahan pengendalian.
Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai sumber informasi yang digunakan
entitas untuk memantau kegiatan, dan dasar yang digunakan manajemen untuk
menyimpulkan bahwa informasi itu cukup andal untuk tujuan pemantauan.
3.3 Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko Kesalahan Penyajian Material
Auditor wajib mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji material karena kecurangan pada:
a) Tingkat laporan keuangan; dan
b) Tingkat asersi untuk jenis transaksi, saldo akun, dan pengungkapan
Sebagai dasar untuk merancang dan melaksanakan prosedur audit selanjutnya.
Untuk tujuan ini, auditor wajib:
a) Mengidentifikasi risiko melalui proses memperoleh pemahaman mengenai entitas dan
lingkungannya, termasuk pengendalian yang relevan dengan risiko tersebut, dan dengan
mempertimbangkan jenis transaksi, saldo akun, dan pengungkapan dalam laporan keuangan;
b) Menilai risiko yang diidentifikasi dan mengevaluasi apakah risiko tersebut berhubugan
lebih pervasive dengan laporan keuangan secara keseluruhan dan berpotensi mempunyai dampak
tehadap banyak asersi;
c) Menghubungkan risiko yang diidentifikasi kepada apa yang bisa salah apada tingkat asersi,
dengan memperhitungkan pengendalian yang relevan dengan apa yang ingin diuji oleh auditor;
dan
d) Mempertimbangkan kemungkinan salah saji, termasuk kemungkinan salah saji ganda, dan
apakah besaran dari salah saji yang potensial ini bisa mengakibatkan salah saji yang material.
Sebagai bagian dari penilaian risiko, auditor wajib menentukan apakah risiko yang diidentifikasi,
menurut auditor, adalah risiko signifikan. Dalam menentukan hal ini, auditor wajib
mengenyampingkan dampak pengendalian yang diidentifikasi yang terkait dengan risiko
tersebut. Dalam menentukan risiko mana merupakan risiko signifikan, auditor wajib
mempertimbangkan setidak-tidaknya:
a) Apakah risiko itu merupakan risiko kecurangan;
b) Apakah risiko itu berkaitan dengan perkembangan ekonomi akhir-akhir ini, perkembangan
akuntansi atau perkembangan lain yang signifikan dan, karenanya, memerlukan perhatian
khusus;
c) Kompleksitas transaksi;
d) Apakah risiko itu melibatkan transaksi signifikan dengan pihak terkait;
e) Tingkat subjektivitas dalam pengukuran informasi keuangan terkait risiko tersebut,
khususnya pengukuran yang melibatkan banyak ketidakpastian; dan
f) Apakah risiko itu melibatkan transaksi signifikan di luar jalur bisnis entitas, atau yang
terlihat “aneh”.
Jika auditor sudah menetukan bahwa risiko signifikan memang ada, auditor wajib memperoleh
pemahaman mengenai pengendalian entitas, termasuk kegiatan pengendalian yang relevan untuk
menangkal risiko tersebut.
4. Standar Audit 320
SA 320 merupakan standar audit yang khusus menjelaskan tentang tanggung jawab auditor untuk
menerapkan konsep materialitas dalam perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan
keuangan. SA ini menjabarkan dengan detail terkait Materialitas dalam konteks audit, Penentuan
materialitas dan materialitas pelaksanaan dalam perencanaan audit, Revisi sejalan dengan
progress audit, serta Dokumentasi.
4.1 Materialitas dalam Konteks Audit
Kerangka pelaporan keuangan sering kali membahas konsep materialitas dalam konteks
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Walaupun kerangka pelaporan keuangan mungkin
membahas materialitas dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda, kerangka tersebut
secara umum menjelaskan bahwa:
 Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan penyajian
tersebut, secara individual atau agregat;
 Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai kondisi
yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan penyajian, atau
kombinasi keduanya;
 Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan didasarkan
pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum yang diperlukan oleh
pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup.
Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan profesional, dan dipengaruhi
oleh persepsi auditor tentang kebutuhan informasi keuangan oleh para pengguna laporan
keuangan. Dalam konteks ini, adalah masuk akal bagi auditor untuk mengasumsikan bahwa
pengguna laporan keuangan:
 Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi serta
akuntansi dan kemauan untuk mempelajari informasi;
 Memahami bahwa laporan keuangan disusun, disajikan dan diaudit berdasarkan tingkat
materialitas tertentu;
 Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu jumlah yang
ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi, pertimbangan dan pertimbangan atas
peristiwa masa depan;
 Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan informasi dalam laporan
keuangan.
Dalam perencanaan audit, auditor membuat pertimbanganpertimbangan tentang ukuran
kesalahan penyajian yang dipandang material. Pertimbangan-pertimbangan tersebut
menyediakan suatu basis untuk:
-Menentukan sifat, saat dan luas prosedur penilaian risiko;
-Mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material; dan
-Menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit lanjutan.
4.2 Ketentuan Penentuan Materialitas dan Materialitas Pelaksanaan dalam
Perencanaan Audit
Pada saat menetapkan strategi audit secara keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas
untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Auditor harus menetapkan materialitas pelaksanaan
untuk menilai risiko kesalahan penyajian material dan menentukan sifat, saat dan luas prosedur
audit lanjutan.
4.3 Revisi Sejalan dengan Progres Audit
Auditor harus merevisi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika
berlaku, materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu) pada saat
auditor menyadari adanya informasi selama audit yang mungkin saja menyebabkan auditor
menentukan jumlah materialitas yang pertama kali ditetapkan.
Jika auditor menyimpulkan bahwa materialitas yang lebih rendah daripada tingkat materialitas
yang ditentukan pertama kali untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku,
materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu) adalah tepat,
maka auditor harus menentukan apakah revisi terhadap materialitas pelaksanaan perlu dilakukan
dan apakah sifat, saat dan luas prosedur audit lebih lanjut masih tepat.
4.4 Dokumentasi
Auditor harus memasukkan dalam dokumentasi auditnya jumlah-jumlah di bawah ini beserta
faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuannya:
(a) Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan;
(b) Jika berlaku, tingkat materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan
tertentu (lihat paragraf );
(c) Materialitas pelaksanaan (lihat paragraf ); dan
(d) Revisi yang dibuat atas butir (a) (c) sejalan dengan progres audit.
5. Standar Audit 330
SA 330 merupakan standar audit yang khusus menjelaskan tentang tanggung jawab auditor untuk
merancang dan menerapkan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material yang
diidentifikasi dan dinilai oleh auditor dalam suatu audit atas laporan keuangan. SA ini
menjabarkan dengan detail terkait Respons keseluruhan, Prosedur audit sebagai respons terhadap
risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai pada tingkat asersi, Kecukupan Penyajian
dan Pengungkapan, Evaluasi terhadap kecukupan dan ketepatan bukti audit.
5.1 Respons Keseluruhan
Audit harus merancang dan mengimplementasikan respon keseluruhan untuk menanggapi risiko
kesalahan penyajian material yang telah dinilai pada tingkat laporan keuangan.
5.2 Prosedur Audit Sebagai Respons terhadap Risiko Kejahatan Penyajian Material
yang Telah Dinilai pada Tingkat Asersi
Auditor harus merancang dan mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut yang sifat, saat
dan luasnya didasarkan pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan penyajian
material yang telah dinilai pada tingkat asersi. Dalam merancang prosedur audit lebih lanjut,
auditor harus:
a. Mempertimbangkan dasar penilaian yang dilakukan atas risiko kesalahan penyajian
material pada tingkat asersi untuk setiap golongan transaksi,saldo akun dan
pengungkapan
b. Memperoleh bukti audit yang lebih meyakinkanketika auditor menilai risiko yang lebih
tinggi
Dalam merancang dan melaksanakan pengujian pengendalian auditor harus memperoleh bukti
audit yang lebih meyakinka ketika auditor ingin lebih mengandalkan efektivitas pengendalian.
Jika auditor memperoleh bukti audit tentang efektivitas operasi pengendalian selama periode
interim, auditor harus:
a. Memperoleh bukti audit tentang perubahan signifikan atas pengendalian tersebut setelah
tanggal periode interim tersebut
b. Menentukan bukti audit tambahan yang harus diperoleh selama periode interim sampai
dengan tanggal neraca
Jika auditor merencanakan untuk menggunakan bukti audit dari audit sebelumnya yang berkaitan
dengan efektivitas operasi pengendalian spesifik, auditor harus membuat hubunga yang
berkelanjutan atas bukti tersebut dengan memperoleh bukti audit tentang apakah terdapat
perubahan signifikan dalam pengendalian tersebut setelah audit periode lalu. Auditor harus
memperoleh bukti dengan meminta keterangan yang dikombinasikan dengan pengamatan atau
inspeksi untuk menegaskan pemahaman atas pengendalian spesifik tersebut.
Jika auditor merencanakan untuk mengandalkan pengendalian terhadap suatu risiko yang auditor
telah tentukan sebagai risiko signifikan, auditor harus menguji pengendalian tersebut dalam
periode sekarang. Apabila kesalahan penyajian yang tidak diharapkan oleh auditor pada waktu
penilaian risiko kesalahan penyajian material terdeteksi pada tanggal interim, auditor harus
mengevaluasi apakah penilaian risiko yag berkaitan da sifat, saat atau uas prosedur substantive
yang direncanakan mencakup periode setelah interim sampai dengan tanggal neraca perlu untuk
dimodifikasi
5.3 Kecukupan Penyajian dan Pengungkapan
Auditor harus melaksanakan prosedur audit untuk menilai apakah penyajian menyeluruh lapora
keuangan, termasuk pengungkapan yang bersangkutan, adalah sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku.
5.4 Evaluasi Terhadap Kecukupan dan Ketepatan Bukti Audit
Berdasarkan atas prsedur audit yang dilaksanakan dan bukti audit yang diperoleh,auditor
harus mengevaluasi sebelum menyimpulkan suatu audit,apakah penilaian risiko kesalahan
penyajian material pada tingkat asersi tetap relevan.
Auditor harus menyimpulkan apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh. Dalam
menyatakan suatu opini, auditor harus mmpertimbangkan semua bukti relevan, tanpa
memperhatikan apakah bukti tersebut mendukung atau bertentangan dengan asersi dalam laporan
keuangan. Jika Auditor tidak memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk suatu asersi
laporan keuangan yang material, auditor harus berusaha untuk memperoleh bukti audit lanjutan.
Jika auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, auditor harus menyatakan
opini wajar dengan pengecualian atau opini tidak menyatakan pendapat terhadap laporan
keuangan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai