Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

TITRASI FORMAL ASAM AMINO

Oleh:
NAMA: CHRITIE ANUGERAH PUTRI
NIM: 1813081016

PROGRAM STUDI KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2020
I. Tujuan: Untuk menentukan derajat hidrolisis suatu protein melalui titrasi formal
asam amino
Ii. Dasar Teori
Protein adalah makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel hidup dan
merupakan 50% atau lebih berat kering sel. Protein ditemukan didalam semua sel dan
semua bagian sel. Protein juga amat bervariasi; ratusan jenis yang berbeda dapat
ditemukan dalam satu sel. Kunci struktur ribuan protein yang berbeda-beda adalah
gugus pada molekul unit pembangun protein yang relatif sederhana. Semua protein,
baik yang berasal dari bakteri yang paling tua atau yang berasal dari bentuk kehidupan
tertinggi, dibangun dari rangkaian dasar yang sama dari 20 asam amino yang berikatan
kovalen dalam urutan yang khas. Karena masing-masing asam amino mempunyai
rantai samping yang khusus, yang memberikan sifat kimia masing-masing individu,
kelompok 20 molekul unit pembangun ini dapat dianggap sebagai abjad struktur
protein (Lehninger, 1982).
Protein dapat dipecah menjadi asam-asam amino melalui hidrolisis. Apabila suatu
protein mengalami hidrolisis, maka asam-asam amino penyusunnya akan terurai.
Hidrolisis protein dapat dilakukan dengan menggunakan enzim protease dari tripsin.
Asam amino bebas yang dihasilkan dari hidrolisis ini apabila direaksikan dengan
formaldehid berlebih akan membentuk derivat metilol. Reaksi ini menyebabkan asam
amino bebas bentuk isoelektrik kehilangan satu proton dari gugus NH3+ (Tika, 2010).
H3N+CHRCOO- H2NCHRCOO- + H+
H2NCHRCOO- + 2HCHO (HOCH2)2 NCHRCOO-
Asam amino merupakan ion dipolar yang pada umumnya memiliki dua atau lebih
pKa. Suatu protein tertentu memiliki kadar asam amino yang tidak sama. Protein jika
dihidrolisis akan menghasilkan asam amino bebas. Asam amino tidak larut di dalam
eter karena merupakan senyawa dipolar dan dalam air menunjukkan struktur kutub
ganda (zwitter-ion), yaitu:
R CH COOH R CH COO

NH2 NH3+

Gambar 1. Struktur dipolar asam α-amino

(Frieda, 2002).
Pada gambar struktur dipolar asam α-amino gugus amino diprotonasi dan hadir sebagai
ion amonium, sedangkan gugus karboksil kehilangan protonnya dan hadir sebagai
anion karboksilat. Struktur ini konsisten dengan sifat asam amino yang seperti garam,
yang memiliki titik leleh agak tinggi (Hart, 2003).
Titrasi formal asam amino merupakan suatu metode titrasi dengan menggunakan
larutan basa setelah penambahan formaldehid untuk menghilangkan kebasaan gugus
amino. Pada percobaan ini dibuat kurva titrasi dari asam amino yang diperoleh dari
hasil hidrolisis protein dengan menggunakan enzim protease. Selama hidrolisis suatu
protein, sejumlah gugus karboksil dan gugus amino bertambah terus. Penentuan secara
kuantitatif salah stau gugus akan dapat memberikan indikasi untuk mengetahui derajat
hidrolisis protein. Menurut teori zwiiterion, kalau suatu asam amino dalam larutan
dititrasi dengan basa, berarti ion hydrogen dari ammonium yang dititrasi. Gugus
ammonium dari asam amino yang bersifat buffer pada daerah pH tinggi atau di atas pH
11, sehingga tidak mungkin dititrasi sampai titik akhir. Hal yang sama juga terjadi pada
gugus karboksil yang bersifat buffer pada pH rendah sehingga tidak mungkin juga
dititrasi dengan basa (Tika, 2010).
Untuk mengatasi hal tersebut, maka formaldehid ditambahkan ke dalam larutan
asam amino agar bereaksi dengan gugus amino yang tidak bermuatan sehingga
memungkinkan gugus ammonium membuffer pada daerah pH yang lebih rendah dan
dapat dititrasi pada titik akhir secara kuantitatif menggunakan indicator (Tika, 2010).
Reaksi yang terjadi selama titrasi formal asam amino adalah :
Penambahan formalin ke dalam larutan asam amino akan membentuk dimetilol.
Dengan terbentuknya dimetilol berarti gugus amino dari protein sudah terikat dan tidak
akan mempengaruhi titik akhit titrasi sehingga titik akhir titrasi dapat ditentukan
dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolptalein (Tika, 2010).
Pada praktikum ini digunakan reagen gelatin yang merupakan produk alami yang
diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Reagen yang digunakan dalam praktikum ini
adalah gelatin, yang merupakan produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial
kolagen. Gelatin adalah protein yang bersifat gelling agent (bahan pembuat gel) atau
sebagai ion gelling egent. Sumber bahan baku gelatin dapat berasal dari tulang dan
kulit dari sapi atau babi. Gelatin terdiri dari glisin dengan komposisi yang besar, protein
dan 4-hidroksi residu dari protein yang strukturnya adalah
-Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro-. Struktur gelatin adalah sebagai berikut.
Iii. Alat & Bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini ialah gelas kimia 100 mL 3 buah,
erlenmeyer 100 mL 3 buah, buret dan statif 1 set, spatula 1 buah, batang pengaduk 1
buah, labu ukur 100 mL 2 buah, pipet ukur 25 mL 1 buah, kaca arloji 1 buah,
termometer 1 buah, pemanas listrik buah, pipet tetes 1 buah, dan labu ukur 25 mL 1
buah.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah larutan gelatin 5%, larutan
NaOH 0.2 M, larutan HCL 0.1 M, indikator PP 1%, larutan formaldehida 40%, larutan
tripsin 1%, dan aquades.

Iv. Prosedur Kerja


Langkah awal percobaan ialah dengan diiapkannya 100 mL lautan gelatin dan
kemudian ditambahkan 1 mL larutan PP kedalam larutan gelatin kemudian tambahkan
dengan larutan NaOH 0,2 M tetes demi tetes hingga timbul warna merah Muda,
berikutnya ditambahkan tetes demi tetes larutan HCl 0,1 M sampai warna merahnya
hilang. Setelah itu larutan direndam dalam inkubator air pada suhu 38℃. Pada tabung
lain, 25 mL larutan tripsin ditambahkan dengan beberapa tetes fenolftalein dan tetes
demi tetes larutan NaOH 0,2 M sampai timbul warna merah muda. Dan kemudian
ditambahkan tetes demi tetes larutan HCl 0,1 M ke dalam larutan tersebut sampai
warna merahnya hilang. Lalu dilakukan inkubasi dalam inkubator air pada suhu 38℃
selama beberapa menit. Selanjutnya ditambahkan larutan tripsin ke dalam larutan
gelatin dan aduk perlahan, dan setelah tercampur merata, ambil 10 mL campuran
masukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL ( larutan ini digunakan sebagai kontrol atau
waktu nol). kemudian selanjutnya didihkan untuk merusak enzim kemudian dinginkan.
Dan pada langkah terakhir yaitu ditambahkan 15 mL formalin netral dan 3 tetes
fenlftalein kemudian titrasi dengan NaOH 0,02 M.

V. Hasil Pengataman
Titrasi volume NaOH yang digunakan pada titrasi formal asam amino
1. Data Volume NaOH yang digunakan pada Titrasi Formal Asam Amino

Waktu Volume NaOH


0 menit 0.6 mL
15 menit 0.8 mL
30 menit 1,3 mL
45 menit 1,4 mL
60 menit 1,9 mL
75 menit 2,1 mL
90 menit 2,5 mL

Tabel 1. Data Volume NaOH yang digunakan pada Titrasi Formal Asam Amino
Berdasarkan data diatas, maka dapat dibuat kurva hubungan antara volume NaOH yang
diperlukan terhadap waktu yaitu sebagai berikut.

Kurva 1. Hubungan antara Volume NaOH yang Diperlukan Terhadap Waktu


Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh data mengenai mg nitrogen terhadap
waktu seperti tabel dibawah ini.
2. Data mg Nitrogen yang Dihasilkan Oleh Asam Amino pada Menit ke-0, 15, 30, 45,
60, 75 dan 90

Waktu Volume NaOH mg nitrogen


(mL) asam amino
0 menit 0.6 mL 0,168
15 menit 0.8 mL 0,224
30 menit 1,3 mL 0,364
45 menit 1,4 mL 0,392
60 menit 1,9 mL 0,532
75 menit 2,1 mL 0,588
90 menit 2,5 mL 0,7
Tabel 2. Data mg Nitrogen yang Dihasilkan Oleh Asam Amino pada Menit ke-0, 15,
30, 45, 60, 75 dan 90
Berdasarkan data diatas, dapat dibuat kurva hubungan antara mg nitrogen yang
dihasilkan oleh asam amino terhadap waktu yaitu sebagai berikut.

Gambar 8. Kurva Hubungan antara mg Nitrogen Terhadap Waktu


Vi. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan titrasi formal asam amino. Titrasi formal asam
amino ialah titrasi asam amino atau campuran asam amino dalam keberadaan
formaldehida. Titrasi formal asam amino prinsipnya adalah titrasi asama basa, sehingga
formalin, tripsin, dan gelatin yang digunakan pada percobaan harus dinetralkan
dulusupaya tidak mengganggu hasil percobaan nantinya. Kondisi bahan-bahan yang
tidak netral dapat merubah kebutuhan NaOH dalam mentitrasi sampel dan dapat
menyebabkan data yang diperoleh tidak valid. Larutan gelatin ditambahkan larutan PP
dan larutan NaOH 0,2 M hingga warna merah muda timbul dengan tujuan agar larutan
gelatin bersifat basa yang kemudian ditambahkan dengan larutan HCl 0,1 M sampai
warna merah muda larutan hilang (pH 8,0). Larutan gelatin selanjutnya jadi mampu
bereaksi secara sempurna dengan enzim protease, yaitu tripsin pada pH 8,0 yang
merupakan pH optimum bagi suatu enzim untuk menghasilkan asam amino. Perlakuan
yang sama juga dilakukan kepada larutan enzim protease (tripsin). langkah percobaan
dari praktikum diawali dengan delakukan preparasi larutan gelatin. Larutan gelatin
tersebut dibuat dengan dilarutkannnya serbuk gelatin yang berwarna kuning ke dalam
aquades. Selanjutnya campuran ini dipanaskan agar gelatin lebih mudah untuk larut
dalam air. Kemudia setelah dipanaskan terbentuk larutan berwarna kuning bening.

Gambar 1. Larutan Gelatin Berwarna Kuning Bening


Larutan gelatin yang sudah larut sempurna selanjutnya ditambahkan dengan
indikator fenolftalein dapat mengetahui perubahan pH yang terjadi pada sistem larutan.
Dan setelah ditambahkan indikator fenolftalein larutan tidak berubah warna. Larutan
gelatin yang sudah ditambahkan indikator fenolftlein, berikutnya ditambahkan dengan
larutan NaOH tetes demi tetes. Setekah dilakukan penambahan NaOH ini membuat
larutan gelatin berubah warna menjadi merah muda. Larutan gelatin yang berwarna
merah muda kemudian ditambahkan dengan HCl tetes demi tetes yang menyebabkan
larutan kembali berwarna kuning bening. Penambahan HCl bertujuan untuk membuat
larutan tersebut mencapai pH 8, karena sebelumnya dilakukan penambahan NaOH
yang membuat larutan bersifat basa. Penambahan HCl hingga pH 8 tersebut dilakukan,
karena pada pH ini merupakan pH optimum bagi enzim tripsin untuk bekerja optimal.
Selanjutnya larutan gelatin ini diinkubasi pada suhu 380C. Pengkondisian ini
bertujuan agar enzim protease dapat bekerja secara optimal.

(a)
(b)
Gambar 2. (a) Gelatin + PP + NaOH yang berwarna merah muda dan (b) Gelatin + PP
+ NaOH + HCl yang berwarna kuning bening
Berikutnya, dilakukan hal yang sama juga pada larutan tripsin. Larutan tripsin
ditambahkan dengan indikator fenolftalein. Tujuan ditambahkannya indikator
fenolftalein adalah untuk mengetahui perubahan pH yang terjadi pada sistem larutan.
Setelah dilakukan penambahan indikator fenolftalein larutan tidak berubah warna.
Larutan tripsin yang sudah ditambahkan indikator fenolftlein, lalu ditambahkan dengan
larutan NaOH tetes demi tetes. Penambahan NaOH ini berakibat larutan tripsin berubah
warna menjadi merah muda. Larutan tripsin yang berwarna merah muda kemudian
ditambahkan dengan HCl tetes demi tetes yang menyebabkan larutan kembali berwarna
putih keruh, agar larutan tersebut mencapai pH 8, karena penambahan NaOH yang
telah dilakukan sebelumnya membuat larutan bersifat basa. Penambahan HCl hingga
pH 8 dilakukan, karena pada pH ini merupakan pH optimum bagi enzim tripsin untuk
bekerja optimal. Dan kemudian larutan tripsin ini diinkubasi pada suhu 380C.
Pengkondisian ini dilakukan agar enzim protease selanjutnya bekerja dengan optimal.
(a) (b) (c)
Gambar 3. (a) Larutan tripsin yang berwarna putih keruh, (b) Larutan tripsin + PP +
NaOH yang berwarna merah muda, dan (c) Larutan tripsin + PP + NaOH + HCl yang
berwarna putih keruh
Dan tahap lengkah yang berikutnya, larutan tripsin dan larutan gelatin
dicampurkan dan diaduk perlahan. Dari pencampuran kedua larutan ini dihasilkan
warna putih kekuningan. Penambahan larutan tripsin mampu menghidrolisis protein
khususnya gelatin. Digunakan larutan tripsin dalam hidrolisis protein ini karena pada
tripsin terdapat enzim protease yang mampu menghidrolisis protein dengan memotong
ikatan peptida pada sisi C dari gelatin yang menghasilkan asam amino bebas agar dapat
dititrasi.

Gambar 4. Larutan Tripsin + Gelatin yang berwarna kuning kehijauan


Selanjutnya, campuran yang telah homogen antara larutan gelatin dan tripsin
diambil sebanyak 10 mL, kemudian dipanaskan hingga mendidih. Tujuan dilakukan
pemanasan adalah untuk merusak enzim sehingga reaksi akan terhenti. Larutan ini
kemudian didinginkan dan ditambahkan 15 mL formalin netral dan 3 tetes fenolftalein.
Larutan ini digunakan sebagai standar karena diambil pada menit ke-nol. Pengambilan
campuran ini diulangi sebanyak 4 kali, dengan interval waktu tertentu, yaitu pada menit
ke-15, menit ke-30, menit ke 45, menit ke-60, menit ke-75, dan menit ke-90. Masing
-masing campuran tersebut diperlakukan sama seperti kontrol, yaitu dipanaskan hingga
mendidih. Tujuan penambahan formalin adalah agar formalin bereaksi dengan gugus
amino yang tidak bermuatan sehingga memungkinkan gugus amonium mem-buffer di
daerah pH yang lebih rendah dan dapat dititrasi pada titik akhir secara kuantitatif
menggunakan suatu indikator. Hal ini dilakukan karena jika tidak ditambahkan dengan
formaldehid, gugus amonium dari asam amino akan bersifat buffer pada daerah pH
tinggi, diatas pH 11, sehingga tidak mungkin dititrasi sampai titik akhir. Hal yang sama
juga terjadi pada gugus karboksil yang bersifat buffer pada pH rendah sehinga tidak
mungkin dititrasi dengan basa.
Reaksi yang terjadi pada titrasi dengan menggunakan formalin merupakan reaksi
pembentukan dimetilol. Dengan terbentuknya dimetilol ini, berarti gugus aminonya
sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi yang terjadi antara gugus asam
(karboksil) dengan basa (NaOH) sehingga titik akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat.
Indikator yang digunakan adalah fenolftalein. Bila titik akhir titrasi diperoleh tepat,
maka akan terjadi perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda. Reaksi
yang terjadi secara keseluruahan pada titrasi formal asam amino adalah sebagai berikut.
Gambar 5. Reaksi Keseluruhan Titrasi Formal Asam Amino
Kurva 1. pada hasil pengamatan menunjukan bahwa semakin lama larutan
didiamkan, maka semakin banyak volume NaOH yang diperlukan untuk mentitrasi
larutan asam amino tersebut. Hal ini terjadi karena selama proses hidrolisis gelatin oleh
tripsin menyebabkan gugus karboksil dan gugus amino yang dihasilkan semakin
banyak. Dengan bertambahnya gugus ini, maka jumlah NaOH yang digunakan pada
saat titrasi juga bertambah. Akan tetapi pada batas waktu tertentu, kurva akan mulai
konstan apabila enzim sudah mencapai titik jenuhnya sehingga tidak mampu lagi untuk
mengikat asam-asam amino yang bebas.
Kemudian berdasarkan hasil titrasi tersebut, dapat dibuat kurva ke-2 (mg nitrogen
asam amino terhadap waktu) yang diperlukan larutan gelatin untuk bereaksi. mg
nitrogen asam amino menyatakan jumlah asam amino yang dapat dihidrolisis oleh
enzim tripsin. Sebelum membuat kurva, mg nitrogen terlebih dahulu dihitung dengan
ketentuan 1 mL NaOH yang digunakan dalam titrasi ekuivalen dengan 0.28 mg
nitrogen asam amino.
Selanjutnya pada kurva ke-2 (mg nitrogen asam amino terhadap waktu) pada hasil
pengamatan ditunjukkan peningkatan jumlah mg nitrogen asam amino seiring dengan
bertambahnya waktu kontak antara larutan gelatin dengan larutan tripsin. Enzim tripsin
yang semakin lama menghidrolisis gelatin menyebabkan gugus karboksil dan gugus
amino yang dihasilkan semakin banyak, sehingga nitrogen yang terdapat pada
dimetilol juga ikut bertambah.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka diperoleh beberapa kesimpulan antara lain :
1. Protein dapat dihidrolisis dengan enzim protease dan melalui titrasi formal asam
amino.
2. Kurva hubungan antara volume NaOH terhadap waktu dan kurva mg nitrogen asam
amino terhadap waktu pada titrasi formal asam amino berbanding lurus dimana
semakin lama larutan didiamkan, maka semakin banyak volume NaOH yang
diperlukan untuk mentitrasi larutan asam amino tersebut maka semakin banyak pula mg
nitrogen dari asam amino yang dihasilkan.
3. Kurva antara mg nitrogen asam amino terhadap waktu dibuat dengan
mengkonversi volume NaOH menjadi mg nitrogen asam amino.
DAFTAR PUSTAKA

Frieda Nurlita, dkk. 2002. Kimia Organik II. Singaraja : Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Negeri Singaraja.
Lehninger, Albert.L. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1 dan 3 Alih Bahasa Maggy
Thenawidjaya. Jakarta: Erlangga.
Tika, I Nyoman. 2010. Buku Penuntun Praktikum Biokimia. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Pertanyaan & Jawaban
1) Mengapa asam amino disebut monomer Protein?
Jawab: asam amino disebut monomer karena protein merupakan molekul yang sangat
besar atau makrobiopolimer yang tersusun dari monomer yang disebut asam amino.

2) Bila suatu protein dihidrolisis?


Jawab: Bila suatu protein dihidrolisis, akan di dapatkan asam aminonya. Hidrolisis
suatu protein dapat dilakukan dengan menggunakan enzim protease dari tripsin. Protein
jika dihidrolisis akan menghasilkan asam amino bebas.

3) Mengapa titrasi perlu ditambahkan aldehida?


Jawab: digunakan untuk mengatasi hal seperti jika sampel tidak bisa dititrasi sampai
akhir maka formaldehida ditambahkan kedalam larutan asam amino agar bereaksi
dengan gugus amino yang tidak bermuatan sehingga memungkinkan gugus amonium
membuffer pada daerah pH yang lebih rendah dan dapat dititrasi pada titik akhir secara
kuantitatif menggunakan indikator.

4) Substrat dalam percobaan ini sebutkan?


Jawab: larutan gelatin

5) Tuliskan kurva titrasi dalam percobaan ini?


Jawab:

6) Pada pH berapa titik akhir titrasi untuk gugus karboksilat mengapa?


Jawab: kurang dari pH 7, karena pH gugus karboksilat bersifat asam sehingga memiliki
pH kurang dari 7

7) Buatlah kurva titrasi dari asam amino yang diperoleh dari hasil hidrolisis protein
dengan menggunakan enzim protease?

Jawab:

8) Apakah tujuan penambahan formaldehid dan tuliskan reaksinya?


Jawab: digunakan untuk mengatasi hal seperti jika sampel tidak bisa dititrasi sampai
akhir maka formaldehida ditambahkan kedalam larutan asam amino agar bereaksi
dengan gugus amino yang tidak bermuatan sehingga memungkinkan gugus amonium
membuffer pada daerah pH yang lebih rendah dan dapat dititrasi pada titik akhir secara
kuantitatif menggunakan indikator.

Reaksi:

Anda mungkin juga menyukai