Anda di halaman 1dari 6

RAGAM BAHASA

A. Pengantar
Bahasa Indonesia mengenal empat ragam bahasa, yaitu ragam bahasa hukum (undang-
undang), ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, dan ragam bahasa sastra. Keempat
ragam tersebut diuraikan berikut ini.
1. Ragam Undang-Undang
Ragam undang-undang disebut juga ragam hukum, yaitu bahasa Indonesia yang
digunakan pada kalangan hukum atau pada undang-undang. Ragam hukum mempunyai ciri
khusus pada pemakaian istilah dan komposisinya. Ragam ini biasa dipakai dalam undang-
undang, peraturanperaturan, atau pada hal-hal yang berkaitan dengan hukum, seperti surat
dinas.
Kekhususan-kekhususan tersebut dapat dilihat, misalnya, pada surat keputusan.
Konsideran dalam surat keputusan, dari menimbang, mengingat, memutuskan, sampai
menetapkan susunannya selalu tetap, tidak boleh diubah dan tidak boleh dikurangi atau
ditambah. Dalam lapangan kepolisian kita juga mengenal sebutansebutan khusus yang tidak
lazim digunakan dalam bahasa sehari-hari, misalnya dirumahkan, dibunuh dengan senjata
tajam, kemasukan benda tumpul, dan sebagainya.

2. Ragam Jurnalistik
Ragam jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipakai dalam dunia jurnalistik. Karena
fungsi media massa sebagai media informasi, kontrol sosial, alat pendidikan, dan alat
penghibur; ragam bahasa jurnalistik setidaknya harus mempunyai ciri komunikatif,
sederhana, dinamis, dan demokratis.
Ciri komunikatif berarti mudah dipahami dan tidak menimbulkan salah tafsir kalau
dibaca. Ciri ini merupakan ciri utama bahasa jurnalistik karena fungsi utama media massa
memang memberikan informasi. Dikatakan ciri utama karena ciriciri yang lain harus
mengacu pada ciri komunikatif. Bahasa jurnalistik harus bersifat sederhana, dinamis, dan
demokratis. Namun kesederhanaan, kedinamisan, dan kedemokratisan ini harus mendukung
fungsi komunikatif. Seandainya kita memakai bahasa yang sederhana dan demokratis,
misalnya, namun bahasa tersebut tidak komunikatif, dalam prinsip jurnalistik penggunaan
bahasa yang demikian harus dihindarkan. Bahkan kadang-kadang untuk mewujudkan ciri
komunikatif ini bahasa jurnalistik tidak menaati kaidah bahasa Indonesia yang benar.
Sepanjang penyimpangan itu ditujukan untuk lebih komunikatif, penyimpangan tersebut
diperbolehkan. Misalnya, pengguaan katakata atau istilah-istilah daerah. Dalam kasuskasus
tertentu kata-kata daerah akan lebih komunikatif untuk daerah tertentu tersebut dibandingkan
dengan kata-kata baasa Indonesia.
Ciri sederhana berarti tidak menggunakan kata-kata yang bersifat teknis dan tidak
menggunakan kalimat yang berbelit-belit atau berbunga-bunga. Apabila memang diperlukan,
katakata teknis harus diikuti penjelasan maknanya. Hal ini harus dlakukan agar pembaca
dapat memahami kata-kata tersebut. Dalam bahasa sehari-hari sederhana sama artinya
dengan prinsip singkat dan padat.
Ciri dinamis berarti bahasa jurnalistik harus menggunakan kata-kata yang hidup di
tengahtengah masyarakat. Kata-kata yang tidak lazim atau kata-kata yang sangat asing
seyogyanya tidak dipergunakan. Sebagai contoh sederhana jika kata efektif dan efisien sudah
diterima masyarakat, kita tidak perlu memaksakan menggunakan kata sangkil dan mangkus
untuk menggantikannya. Kalimat yang dinamis dalam bahasa jurnalistik adalah kalimat-
kalimat yang mampu memberikan semangat dan sesuai dengan situasi masyarakat
pembacanya.
Ciri demokratis berarti mengikuti konsensus umum dan tidak menghidupkan kembali
feodalisme. Kata bujang, misalnya, dalam bahasa Indonesia mempunyai makna seorang laki-
laki yang belum menikah. Selain kata bujang, untuk hal yang sama kita juga memiliki kata
lajang. Kata lajang dalam hal ini lebih demokratis daripada kata bujang, karena di daerah
Sumatra Utara kata bujang berarti pembantu. Hal ini berarti makna kata bujang yang berarti
laki-laki yang belum menikah tidak berlaku secara umum untuk seluruh masyarakat
Indonesia. Penggunaan kata-kata yang masih terasa feodal dalam bahasa jurnalistik juga
dikatakan tidak demokratis. Penyebutan Yang Mulia, kami haturkan, dan sebagainya
merupakan wujud kata-kata zaman feodal.

3. Ragam Ilmiah
Ragam ilmiah adalah ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya
ilmiah. Ragam inilah yang disebut dengan ragam baku. Ragam ini ditandai dengan adanya
ketentuanketentuan baku, seperti aturan ejaan, kalimat, atau penggunaannya. Dalam bahasa
Indonesia kebakuan bahasa dibarometeri oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Tata
Bentukan Istilah, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Penjelasan lebih lanjut masalah ragam ilmiah disampaikan pada subbab bahasa dalam karya
ilmiah.
4. Ragam Sastra
Ragam sastra adalah bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra. Ragam
sastra mempunyai ciri khusus dengan adanya licencia poetica, yakni kebebasan
menggunakan bahasa untuk mencapai keindahan. Oleh karena itu secara umum bahasa sastra
selalu disebut bahasa yang indah. Prinsip licencia poetica adalah memperbolehkan pemakai
bahasa menyimpang atau menyalahi kaidah bahasa demi keindahan karyanya. Dalam
penggunaan licentia poetica ini, misalnya, penulis bleh menggunakan kalimat yang tidak
lengkap, kata-kata yang tidak baku, bahasa daerah; membalik susunan kata atau struktur
kalimat; dan sebagainya.
5. Ciri Ragam Bahasa Ilmiah
Ragam ilmiah adalah ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya
ilmiah. Ragam ini ditandai dengan adanya ketentuan-ketentuan baku, seperti aturan ejaan,
pilihan kata, penggunaan kalimat, dan aturan pengembangan paragraf. Dalam bahasa
Indonesia kebakuan bahasa diukur dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD), Pedoman Umum Tata Bentukan Istilah, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Pedoman Pengindonesiaan Istilah Asing,
dan ketentuan-ketentuan lain yang berbentuk selebaran dari Pusat Bahasa. Penjelasan lebih
lanjut masalah ragam ilmiah disampaikan pada subbab bahasa dalam karya ilmiah.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah menurut Moeliono (1989:73-74) memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
1) Bersifat formal dan objektif.
2) Lazimnya menggunakan sudut pandang orang ketiga dengan ragam kalimat pasif.
3) Mengunakan titik pandang gramatik yang bersifat konsisten.
4) Menggunakan istilah khusus dalam bidang keilmuan yang sesuai.
5) Tingkat formalitas ragam bahasa bersifat resmi.
6) Bentuk wacana yang digunakan adalah ekspositoris/eksposisi, bukan argumentasi,
narasi, atau deskripsi.
7) Gagasan diungkapkan dengan lengkap, jelas, ringkas, dan tepat.
8) Menghindari ungkapan yang bersifat ekstrem dan emosional.
9) Menghindari kata-kata yang mubazir.
10) Bersifat moderat.
11) Digunakan sebagai alat komunikasi dengan pikiran dan bukan dengan perasaan.
12) Ukuran panjang kalimat sedang.
13) Penggunaan majas sangat dibatasi.
14) Lazim dilengkapi dengan gambar, diagram, peta, daftar, dan tabel.
15) Menggunakan unsur mekanis secara tepat, seperti ejaan, lambang, singkatan, dan
rujukan.
Berkaitan dengan ciri ragam bahasa ilmiah, Suparno (1984:1-14) mengemukakan
tujuh ciri bahasa Indonesia ragam ilmiah, yakni
1) bernalar,
2) lugas dan jelas,
3) berpangkal tolak pada gagasan dan bukan pada penulis,
4) formal dan objektif,
5) ringkas dan padat,
6) konsisten,
7) menggunakan istilahistilah teknis.
Sebagai bahan perbandingan, perlu pula diperhatikan ciri ragam bahasa ilmiah
yang dikemukakan oleh Ramlan, dkk. (1990:9-10) yakni
1) baku,
2) menggunakan istilah teknis,
3) lebih berkomunikasi dengan pikiran daripada dengan perasaan,
4) padu dalam hubungan gramatikal,
5) logis dalam hubungan semantis,
6) mengutamakan penggunaan kalimat pasif untuk mengutamakan peristiwa
daripada kalimat aktif yang mengutamakan pelaku,
7) konsisten dalam banyak hal (penggunaan istilah, tanda baca, dan kata
ganti).
Atas dasar pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum cirri ragam bahasa
ilmiah adalah sebagai berikut.
a) Menggunakan diksi yang tepat
Untuk mendayagunakan diksi atau pilihan kata secara tepat perlu diperhatikan
ketepatan dan kesesuaian diksi.
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan
gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca, seperti apa yang dipikirkan atau
dirasakan oleh penulis. Ketepatan diksi akan menyangkut pula masalah makna kata.
Ketepatan makna kata menuntut kesadaran penulis untuk mengetahui bagaimana hubungan
antara bentuk bahasa (kata) dan referensinya, yaitu apakah bentuk yang dipilih sudah cukup
lengkap untuk mendukung maksud penulis atau masih memerlukan penjelasan tambahan.
Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata adalah kecocokan atau kesesuaian.
Perbedaan antara ketepatan dan kecocokan pertama-tama mencakupi soal kata mana yang
akan digunakan dalam kesempatan tertentu. Kedua, dalam persoalan ketepatan kita bertanya
apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak akan menimbulkan
interpretasi yang berlainan antara penulis dan pembaca; sedangkan dalam persoalan
kecocokan atau kesesuaian kita mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang
dipergunakan tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan orang yang hadir.
Untuk mencapai syarat ketepatan dan kesesuaian ini yang pertama harus dilakukan
adalah menggunakan kata dan idiom yang baku. Berikut diberikan contoh kata dan idiom
yang baku.
BAKU TIDAK BAKU BAKU TIDAK BAKU
Akomodasi akomodir Februari pebruari
Biaya Beaya, bea Gerejawi Gerejani
Cina China Hanya Cuma
diketahui Ketahuan izin Ijin
Contoh penggunaan idiom baku:
IDIOM BAKU IDIOM TIDAK BAKU
Ini masalah antara saya dan dia. Ini masalah antara saya dengan dia.

Berhasil tidaknya pelaksanaan seminar itu Berhasil tidaknya pelaksanaan seminar itu
bergantung kepada kesungguhan panitianya. bergantung pada kesungguhan panitianya.
Ia bukan mahasiswan, melainkan pelajar. Ia bukan mahasiswa, tetapi pelajar. Ia bukan
mahasiswa, namun pelajar.
Kemacetan itu disebabkan oleh kecelakaan. Kemacetan itu disebabkan karena kecelakaan.

Kalau memang tidak berani, jangan Kalau memang tidak berani, maka jangan
dipaksakan! dipaksakan!

Bagian pendahuluan dalam laporan penelitian Bagian pendahuluan dalam laporan penelitian
terdiri atas latar belakang masalah, rumusan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan, dan manfaat. masalah, tujuan, dan manfaat.

b) Menggunakan ejaan yang benar


Ejaan yang benar dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang sesuai dengan EYD.
EYD terbaru telah diresmikan penggunaannya tanggal 22 Februari 2010 yang lalu. Hal-hal
yang berkaitan dengan EYD antara lain mencakupi penggunaan huruf (kapital, miring, tebal),
penggunaan tanda baca (titik, koma, titik koma), penggunaan angka dan bilangan, dan
penggunaan unsur serapan.

c) Menggunakan kalimat efektif


Diksi yang tepat akan membantu membentuk kalimat yang efektif. Kalimat dikatakan
efektif apabila mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan pesan berlangsung
dengan sempurna. Bila kalimat itu sanggup menciptakan daya khayal dalam diri pembaca
seperti atau sekurang-kurangnya mendekati yang dibayangkan oleh penulis, dapatlah
dikatakan bahwa kalimat yang mendukung gagasan itu cukup efektif. Sebagai alat
komunikasi, kalimat dikatakan efektif bila dapat mencapai sasarannya dengan baik. Anton
M. Moeliono menyebut kalimat efektif sebagai kalimat yang menimbulkan pengaruh,
meninggalkan kesan, atau menerbitkan akibat.
Sebuah kalimat yang efektif mempersoalkan bagaimana ia dapat mewakili secara
tepat isi pikiran atau perasaan penulis atau pembicara; bagaimana ia dapat mengungkapkan
pikiran atau perasaan penulis atau pembicara secara segar dan sanggup menarik perhatian
pembaca atau pendengar terhadap apa yang dibicarakan. Kalimat yang efektif memiliki
kemampuan atau tenaga menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau
pembaca identik dengan apa yang dipikirkan pembicara atau penulis.
d) Menggunakan paragraf yang padu dan koherensif
Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik.
Paragraf merupakan perpaduan kalimat-kalimat yang memperlihatkan kesatuan pikiran atau
kalimat-kalimat yang berkaitan dalam membentuk gagasan atau topik tersebut. Jadi, paragraf
adalah bagian karangan yang terdiri atas kalimat-kalimat yang berhubungan secara utuh dan
padu serta merupakan satu kesatuan pikiran.
Paragraf yang baik hendaknya memenuhi tiga syarat, yaitu
1) memiliki kesatuan,
2) memiliki kepaduan,
3) memiliki isi yang memadai.

Anda mungkin juga menyukai