Anda di halaman 1dari 64

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Keagenan ( Agency Theory )

Menurut Anthony dan Govindarajan dalam Kiky Novianti (2016:9)

mengatakan bahwa :

“Teori keagenan adalah hubungan atau kontrak antara principal dan


agent. Teori keagenan memiliki asumsi bahwa tiap – tiap individu
semata – mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri
sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principle dan
agent.”

Lebih lanjut Novianti (2016:9) mengatakan bahwa salah satu

asumsi dari teori keagenan bahwa tujuan principle dan tujuan agent

berbeda dapat memunculkan konflik karena manajer perusahaan

cenderung untuk mengejar tujuan pribadi.

Praktik tax avoidance dalam perspektif agency theory dipengaruhi

oleh adanya konflik kepentingan antara agen (manajemen) dengan

principal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau

mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya.

2.1.2 Teori Stakeholder

Branco dan Rodrigues dalam Novia Bani Nugraha dan Wahyu

Meiranto (2015:6) mengatakan bahwa teori stakeholder menyatakan

bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab sosial yang mengharuskan

mereka untuk mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang

merasakan dampak aktivitas operasinya. Manajemen sebaiknya tidak

23
24

hanya mempertimbangkan pemegang saham, tetapi juga semua pihak

yang dipengaruhi oleh keputusan bisnis. Cheers dalam Nugraha dan

Meiranto (2015:6) mengatakan bahwa menurut teori stakeholder,

meningkatkan CSR membuat perusahaan lebih menarik bagi konsumen.

Oleh karena itu CSR harus dilakukan oleh semua perusahaan.

Nugraha dan Meiranto (2015:6) mengatakan berdasarkan asumsi

teori stakeholder, perusahaan bertanggung jawab tidak hanya kepada

shareholder atau pemilik perusahaan melainkan kepada pihak

stakeholder atau pihak di luar perusahaan yang menunjang

kelangsungan operasional perusahaan. Pihak luar yang berperan dalam

kelangsungan operasional perusahaan antara lain pemerintah dan

lingkungan sosial. Pemerintah memberikan perlindungan kepada

perusahaan untuk melakukan kegiatan operasional usahanya dan

perusahaan wajib melakukan imbal balik kepada pemerintah dengan

cara pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum.

Hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar juga harus terjalin

dengan baik agar perusahaan dapat menjalankan kegiatan

operasionalnya tanpa terhalangan oleh nilai, norma ataupun masalah

dengan lingkungan sosial di sekitarnya.

2.1.3 Laporan Keuangan

Pengertian Laporan Keuangan menurut PSAK No.1 (2015:2)

adalah sebagai berikut :


25

“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan


keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi
neraca, laporan labarugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang
dapat disajikan dalamberbagai cara misalnya, sebagai laporan arus
kas, atau laporan arus dana),catatan dan laporan lain serta materi
penjelasan yang merupakan bagianintegral dari laporan keuangan.
Disamping itu juga termasuk skedul daninformasi tambahan yang
berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya,informasi keuangan
segmen industri dan geografis serta pengungkapanpengaruh
perubahan harga.”

Menurut PSAK No. 1 efektif per 2018 (2018:1.3) laporan keuangan

adalah “suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja

keuangan suatu entitas.”

Menurut Kasmir dalam Robby Kurniawan Saputra (2016:10),

pengertian laporan keuangan adalah:

“Laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada


saat ini atau dalam suatu periode tertentu.”

Menurut Fahmi dalam Saputra (2016:10), pengertian laporan

keuangan adalah:

“Suatu informasi yang menggambarkan kondisi laporan keuangan


suatu perusahaan dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan
sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut.”

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan

adalah laporan yang disajikan secara terstruktur yang merupakan bagian

dari proses pelaporan keuangan untuk menunjukkan kondisi keuangan

perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu.

Menurut PSAK No.1 (2018:1.3-1.4) laporan keuangan yang

lengkap terdiri dari sebagai berikut :

1. Laporan posisi keuangan pada akhir periode


26

2. laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama

periode

3. Laporan perubahan ekuitas selama periode

4. Laporan arus kas selama periode

5. Catatan atas laporan keuangan, berisi kebijakan akuntansi yang

signifikan dan informasi penjelasan lain,

6. Informasi komparatif mengenai periode terdekat sebelumnya

sebagaimana ditentukan dalam paragraf 38 dan 38A

7. Laporan posisi keuangan pada awal periode terdekat

sebelumnya ketika entitas menerapkan suatu kebijakan

akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali

pos – pos laporan keuangan , atau ketika entitas mereklasifikasi

pos – pos dalam laporan keuangannya sesuai paragraf 40A-40D.

Menurut Kasmir dalam Utami (2015 : 10) secara umum ada lima

jenis laporan keuangan yang biasa disusun, yaitu:

1. Balance Sheet (Neraca) merupakan laporan yang menunjukkan

posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Arti dari

posisi keuangan dimaksudkan adalah posisi jumlah dan jenis

aktiva (harta ) dan pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu

perusahaan.

2. Income Statement (Laporan Laba Rugi) merupakan laporan

keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam

suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini tergambar


27

jumlah pendapatan dan sumber-sumber pendapatan yang

diperoleh. Kemudian juga tergambar jumlah biaya dan jenis-

jenis yang dikeluarkan selama periode tertentu.

3. Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi

jumlah dan jenis modal yang dimiliki pada saat ini. Kemudian,

laporan ini juga menjelaskan perubahan modal dan sebab-sebab

terjadinya perubahan modal di perusahaan.

4. Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan arus

kas masuk dan kas keluar di perusahaan. Arus kas masuk berupa

pendapatan atau pinjaman dari pihak lain, sedangkan arus kas

keluar merupakan biaya-biaya yang telah dikeluarkan

perusahaan. Baik arus kas masuk maupun arus kas keluar dibuat

untuk periode tertentu.

5. Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang

dibuat berkaitan dengan laporan keuangan yang disajikan.

Laporan ini memberikan informasi tentang penjelasan yang

dianggap perlu atas laporan keuangan yang ada sehingga

menjadi jelas penyebabnya. Tujuannya adalah agar pengguna

laporan keuangan dapat memahami dengan jelas data yang

disajikan.

2.1.4 Analisis Laporan Keuangan

Menurut Kasmir dalam Saputra (2016:12), mengemukakan analisis

laporan keuangan bahwa:


28

"Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat

dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, maka perlu

dilakukan analisis laporan keuangan. Hasil analisis laporan

keuangan juga akan memberikan informasi tentang kelemahan dan

kekuatan yang dimiliki perusahaan. Dengan adanya kelemahan dan

kekuatan yang dimiliki, akan tergambar kinerja manajemen selama

ini."

Menurut Munawir dalam Saputra (2016:12), analisis laporan

keuangan adalah:

"Analisis laporan keuangan yang terdiri dari penelaahan atau

mempelajari dari pada hubungan dan tendensi atau kecenderungan

(trend) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta

perkembangan perusahaan yang bersangkutan."

Pengertian analisis laporan keuangan menurut Prastowo dan Rifka

dalam Muhammad Iqbal (2015:7) sebagai berikut :

Analisis laporan keuangan merupakan suatu proses untuk

membedah laporan keuangan ke dalam komponen – komponennya.

Penelaahan mendalam terhadap masing-masing komponen tersebut

akan menghasilkan pemahaman menyeluruh atas laporan keuangan

itu sendiri.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis

laporan keuangan adalah proses untuk membedah laporan keuangan

untuk mempelajari kecenderungan posisi keuangan sehingga laporan

keuangan dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak dan


29

menghasilkan pemahaman menyeluruh atas laporan keuangan itu

sendiri.

2.1.4 Analisis Rasio

Riswan & Yolanda Fatrecia Kusuma (2014:99) mengatakan

menganalisis laporan keuangan berarti mengevaluasi empat

karakteristik dari perusahaan, yaitu likuiditas, aktivitas, solvabilitas,

profitabilitas yang menjadi faktor penting yang harus diperhatikan oleh

analis.

1. Likuiditas

Pengertian likuiditas menurut Subramanyam (2014:528) yaitu

“liquidity is the ability to convert assets into cash or to obtain cash

to meet short-term obligations.” Yang artinya likuiditas adalah

kemampuan untuk mengubah aset menjadi uang tunai atau untuk

mendapatkan uang tunai untuk memenuhi kewajiban jangka

pendek.

Menurut Mamduh dalam Lubis Sianaga & Sasongko

(2017:460) likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban keuangannya dalam jangka pendek atau yang

harus segera dibayar.

Menurut Adisamartha dan Noviari dalam Gemilang (2017 :

21) likuiditas didefinisikan sebagai kepemilikan sumber dana yang

memadai untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban yang akan


30

jatuh tempo serta kemampuan untuk membeli dan menjual aset

dengan cepat.

Pengertian Likuiditas menurut Kieso, Weygandt dan Warfield

(2012 : 246) yaitu liquidity ratios measure the short term ability of

the company to pay its maturing obligations and to meet

unexpected needs for cash. Yang artinya rasio likuiditas mengukur

kemampuan jangka pendek perusahaan untuk membayar kewajiban

yang akan jatuh tempo dan untuk memenuhi kebutuhan tak terduga

menggunakan kas.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa likuiditas

merupakan kemampuan jangka pendek perusahaan untuk

mengubah aset menjadi uang tunai untuk memenuhi kebutuhan dan

kewajiban yang akan jatuh tempo.

Menurut Kasmir dalam Yuni Utami (2015 : 17-18 ) ada

beberapa jenis metode pengukuran rasio likuiditas yaitu sebagai

berikut:

a. Current Ratio

Ada beberapa pengertian dari current ratio atau rasio lancar

menurut para ahli, salah satunya pengertian current ratio

menurut Kasmir dalam Mayangsari (2015:10) yaitu:

“Rasio lancar atau (current ratio) merupakan rasio untuk


mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban
jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada
saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa
banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi
kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio
31

lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur


tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan.”
Pengertian rasio lancar menurut Mamduh dalam Pratiwi

(2016:6) menerangkan bahwa:

“Rasio lancar mengukur kemampuan perusahaan memenuhi


utang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva
lancarnya (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam
waktu satu tahun atau satu siklus bisnis)”.

Pengertian current ratio menurut Munawir dalam

Mayangsari (2015:10) menerangkan bahwa:

“Rasio lancar (Current ratio) yaitu perbandingan antara


jumlah aktiva lancar dengan utang lancar, rasio ini
menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar (yang segera
dapat dijadikan uang) ada sekian kali utang jangka pendek”.

Pengertian current ratio menurut Horne & Wachowicz

dalam Mayangsari (2015:10) :

“Current ratio diperoleh dengan menghitung total aktiva


lancar dibagi dengan kewajiban jangka pendek. Rasio
ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva lancarnya”
Pengertian rasio lancar menurut Agnes Sawir dalam Pratiwi

(2016:6) menerangkan bahwa:

“Current ratio merupakan ukuran yang paling umum


digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi
kewajiban jangka pendek, karena rasio ini menunjukan
seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi
oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam
periode yang sama dengan jatuh tempo utang”.

Menurut S. Munawir dalam Mayangsari (2015:10)

menyatakan bahwa :
32

“Rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisis


posisi modal kerja suatu perusahaan adalah current ratio
yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan
utang lancar. Rasio ini menunjukkan bahwa nilai
kekayaan lancar (yang segara dapat dijadikan uang) ada
sekian kalinya utang jangka pendek.”

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa current

ratio merupakan rasio yang paling umum digunakan untuk

menganalisis posisi modal kerja suatu perusahaan yang diukur

dengan membandingkan aktiva lancar dengan utang lancar

untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar

kewajiban jangka pendek.

Menurut Brigham dan Ehrhardt (2011 : 89) rumus untuk

menghitung current ratio adalah sebagai berikut :

Rumus 2.1
Current Ratio

Current Asset
Current ratio=
Current Liability
Brigham dan Ehrhardt (2011 : 91)

Menurut Thessalonica S.F. Supit, Welly. A. Areros,

Johny .R.E. Tampi (2016:4) apabila rasio lancar 2:1 atau

200% berarti 2 aktiva lancar mampu menutupi 1 hutang lancar.

Artinya, dengan hasil rasio seperti itu, perusahaan sudah

merasa berada dititik aman dalam jangka pendek. Pernyataan

tersebut di pertegas dengan pendapat kasmir dalam Eva Jayanti


33

Veronika Pasaribu (2015:24) yang mengatakan bahwa standar

current ratio untuk perusahaan industri adalah 2 kali.

Tabel 2.1 menunjukkan standar rasio likuiditas perusahaan

industri menurut Kasmir :

Tabel 2.1
Standar Rasio Likuiditas Perusahaan Industri

No Jenis Rasio Standar Industri

1 Current ratio 2 kali

2 Quick ratio 1.5 kali

3 Cash ratio 50%

4 Cash turnover 10%

5 Inventory to net working 12%

capital

Kasmir dalam Eva Jayanti Veronika Pasaribu (2015:24)

b. Quick Ratio (Rasio Cepat)

Rasio Cepat (Quick Ratio) menurut Kasmir dalam Utami

(2015:21) adalah sebagai berikut:

“Rasio cepat (quick ratio) atau rasio sangat lancar atau acid
test ratio merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban
atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva
lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory).
Artinya mengabaikan nilai sediaan, dengan cara dikurangi
dari total aktiva lancar. Hal ini dilakukan karena sediaan
dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk
diuangkan, apabila perusahaan membutuhkan dana cepat
34

untuk membayar kewajibannya dibandingkan dengan aktiva


lancar lainnya.”

Menurut David E. Vance (2003:43) rasio cepat, juga dikenal

sebagai acid test ratio, adalah aset lancar dikurangi persediaan

dibagi dengan kewajiban lancar. Rasio ini membahas masalah

apakah aset lancar dapat menutupi kewajiban lancar jika

ditemukan bahwa persediaan ternyata tidak berharga.

John Gillinggham (2015:30) mengatakan bahwa rasio cepat

adalah indikator likuiditas yang lebih konservatif karena tidak

memasukkan persediaan dari pembilangnya. Persediaan

umumnya kurang likuid dibandingkan piutang. Stephen A.

Ross, Randolph W. Westerfield Dan Bradford D. Jordan

(2010:56) juga mengatakan bahwa persediaan sering kali

merupakan aset lancar yang paling tidak likuid, selain itu

persediaan juga salah satu yang nilai bukunya paling tidak

dapat diandalkan sebagai ukuran nilai pasar karena kualitas

persediaan tidak dipertimbangkan. Beberapa dari inventaris

tersebut nantinya bisa rusak, usang, atau hilang.

Menurut Brigham dan Ehrhardt (2011 : 91) quick ratio

dihitung dengan mengurangi persediaan dari aset lancar dan

kemudian membagi sisanya dengan kewajiban lancar.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa quick

ratio adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban lancarnnya dengan menggunakan


35

aset lancar selain persediaan perusahaan karena persediaan

sering kali merupakan aset lancar yang paling tidak likuid.

Rumus untuk menghitung rasio cepat adalah sebagai

berikut :

Rumus 2.2
Quick; or Acid Test; Ratio

Current Asset−Inventories
Quick; or acid test; ratio =
Current liabilites
Brigham & Ehrhardt (2011:91)

c. Cash Ratio (Rasio Kas)

Menurut Dr. Sutrisno, MM dalam Opik Purnama (2016:18)

cash ratio adalah rasio yang membandingkan antara kas dan

aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas dengan utang

lancar. Aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas adalah

efek atau surat berharga.

Rasio Kas (cash ratio) menurut Kasmir dalam utami

(2015:21) adalah sebagai berikut:

“Rasio kas atau (cash ratio) merupakan alat yang


digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang
tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas
dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara
dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank
(yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio
ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi
perusahaan untuk membayar utang-utang jangka
pendeknya.”
Menurut Libby et al., dalam Fakhrun Affandi, Bambang

Sunarko, Ary Yunanto (2018:4) “cash ratio is the result of cash


36

divided by short-term liabilities. Cash ratio is used to measure

the adequacy of available cash.” artinya rasio kas adalah hasil

kas dibagi dengan kewajiban jangka pendek. Rasio kas

digunakan untuk mengukur kecukupan kas yang tersedia.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa rasio kas

adalah rasio yang membandingkan antara kas dan aktiva lancar

yang bisa segera menjadi uang kas dengan utang lancar untuk

mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk

membayar utang. Rumus untuk menghitung rasio kas adalah :

Rumus 2.3
Rasio Kas

Kas+ Bank
Rasio Kas=
Kewajiban lancar

Kasmir dalam Utami (2015:21)

d. Cash Turnover (Rasio Pertukaran Kas)

Rasio pertukaran kas (cash turnover) menurut Kasmir

dalam utami (2015:21) adalah sebagai berikut:

"Rasio perputaran kas (cash turnover) berfungsi


untuk mengukur tingkat kecukupan modal kerja
perusahaan yang dibutuhkan untuk membayar tagihan
dan membiayai penjualan. Artinya rasio ini digunakan
untuk mengukur tingkat ketersediaan kas untuk membayar
tagihan (utang) dan biaya-biaya yang berkaitan dengan
penjualan. Untuk mencari modal kerja, kurangi aktiva
lancar terhadap utang lancar. Modal kerja dalam
pengertian ini dikatakan sebagai modal kerja bersih
yang dimiliki perusahaan. Sementara itu, modal kerja
37

kotor atau modal kerja saja merupakan jumlah dari aktiva


lancar."
Rasio pertukaran kas (cash turnover) menurut Dana Fasily

(2014:3) adalah sebagai berikut :

“Rasio perputaran kas atau disebut juga cash turnover ratio/


CTO merupakan tolak ukur yang digunakan terhadap
penjualan bersih dari suatu perusahaan terhadap rata-rata
kas yang dimiliki perusahaan tersebut.”
Menurut Ferdi Abdullah (2019 : 5) rasio perputaran kas

merupakan salah satu rasio aktivitas yang mengukur efektivitas

dalam pengelolaan atau penggunaan kas. Menurut Bambang

Riyanto dalam Ferdi Abdullah (2019 : 5) semakin tinggi

perputaran kas maka semakin baik, karena artinya semakin

tinggi tingkat efisiensi penggunaan kas nya.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa rasio

perputaran kas adalah salah satu rasio aktivitas yang mengukur

keefektifan dalam pengelolaan atau penggunaan kas dan

tingkat kecukupan modal kerja perusahaan yang dibutuhkan

untuk membayar tagihan dan membiayai penjualan.

Rumus untuk menghitung adalah sebagai berikut :

Rumus 2.4
Rasio Pertuaran Kas

Penjualan
Rasio perputaran kas=
rata−ratakas
Subramanyam dalam Abdullah (2019 : 5)
38

2. Leverage

Pengertian leverage menurut Yulfaida dalam Gemilang (2017 :

21) adalah sebagai berikut :

”Jumlah utang yang dimiliki perusahaan untuk pembiayaan


dan dapat mengukur besarnya aktiva yang dibiayai utang.
Perusahaan dengan leverage yang tinggi mengindikasikan
perusahaan tersebut bergantung pada pinjaman luar atau utang,
sedangkan perusahaan dengan leverage rendah dapat
membiayai aset nya dengan modal sendiri.”
Menurut Brealey, Myers & Marcus dalam Ikhsan (2019 : 20)

leverage merupakan pendanaan utang untuk memperkuat dampak

perubahan laba operasional pada pengembalian pemegang saham.

Pengertian leverage menurut Kasmir dalam Sukmawati dan

Rebecca (2017 :501) adalah :

“Kemampuan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan


dibiayai dengan utang. Artinya besarnya jumlah utang yang
digunakan perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya
jika dibandingkan dengan menggunakan modal sendiri.”
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa leverage

adalah jumlah utang yang dimiliki perusahaan untuk pembiayaan

dan kemampuan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan

dibiayai dengan utang.

Menurut Brigham dan Ehrhardt (2011 : 95 - 97) leverage dapat

dilihat dari beberapa rasio sebagai berikut :

a. Debt Ratio

Menurut Kasmir dalam Lusia Indah Sari (2019:309), debt

to asset ratio (DAR) merupakan rasio utang yang digunakan


39

untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total

aktiva. Dengan kata lain seberapa besar aktiva perusahaan

dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan

berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.

Pengertian debt to asset ratio menurut Fahmi dalam Nikki

Veronika (2016:16) adalah rasio yang melihat perbandingan

utang perusahaan, yaitu diperoleh dari perbandingan total

utang dibagi total aset. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

rasio ini mengukur persentase besarnya dana yang berasal

dari utang baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Kreditur lebih menyukai debt to asset ratio yang rendah

sebab tingkat keamanannya semakin baik.

Brigham dan Ehrhardt (2011 : 95 ) mengatakan bahwa :

"The ratio of total liabilities to total assets is called the


debt ratio, or sometimes the total debt ratio.It measures
the percentage of funds provided by current liabilities and
long-term debt."

Yang artinya rasio total kewajiban terhadap total aset

disebut debt ratio, atau terkadang total debt ratio. Yang artinya

rasio ini mengukur persentase dana yang disediakan oleh

kewajiban lancar dan utang jangka panjang.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa debt to

asset ratio dapat disebut juga dengan debt ratio adalah rasio

yang mengukur persentase dana atau aktiva yang disediakan

atau dibiayai oleh kewajiban lancar dan utang jangka panjang


40

berdasarkan persentase dari membandingkan total utang

dengan total aset yang dimiliki perusahaan.

Lebih lanjut Sari (2019:309) mengungkapkan bahwa rasio

ini berhubungan dengan pendanaan di mana perusahaan lebih

memilih pembiayaan utang daripada modal sendiri. Utang

akan mengakibatkan munculnya beban bunga dan menjadi

pengurang laba kena pajak.

Gillinggham (2015:42) mengatakan bahwa debt ratio

mengukur hubungan antara total kewajiban dan total aset,

semakin kecil nilai debt ratio maka semakin baik di mana hasil

yang lebih rendah menunjukkan persentase ekuitas yang lebih

tinggi yang digunakan untuk mendanai atau mendukung

operasi.

Rumus debt ratio menurut Brigham dan Ehrhardt (2011 :

95) adalah sebagai berikut :

Rumus 2.5
Debt Ratio

Total Utang
Debt Ratio=
Total Aset
Brigham & Ehrhardt (2011:95 )

Hussain Muhammad, Prof. Dr. Bahadar Shah, Zia ul

Islam, M. Waqas, dan Dawood Khan (2013:151) mengatakan

bahwa :
41

"As a rule of thumb, a lower debt ratio is preferred since


higher debt ratio means that higher portion of company
assets are financed through debts, which indicates higher
risk in operations. If a company debt ratio is less than
0.5, most of its assets are financed through equity,
whereas if it is greater than 0.5, most of its assets are
financed through debts."

Yang artinya sebagai aturan praktis, debt ratio yang lebih

rendah lebih disukai karena debt ratio yang lebih tinggi berarti

semakin tinggi porsi aset perusahaan yang dibiayai melalui

utang, yang menunjukkan risiko yang lebih tinggi dalam

operasi. Jika rasio utang perusahaan kurang dari 0,5, sebagian

besar asetnya dibiayai melalui ekuitas, sedangkan jika lebih

besar dari 0,5, sebagian besar asetnya dibiayai melalui utang.

b. Debt to Equity Ratio

Menurut Eliyana Susanti (2018:23) debt to equity ratio

(DER) merupakan rasio yang membandingkan antara seluruh

utang dengan seluruh ekuitas. Semakin tinggi nilai rasio ini

berarti semakin sedikit modal sendiri dibandingkan dengan

utang yang harus dibayar. Semakin kecil rasio ini maka

semakin baik karena porsi utang terhadap modal semakin kecil

sehingga kondisi keuangan perusahaan semakin aman.

Menurut Kasmir dalam Surajiyo, M. Effendi & Siti

Fatimah (2018:42) debt to equity ratio (DER) adalah:

"Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan


untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari
dengan cara membandingkan antara seluruh utang,
termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas."
42

Menurut Hery dalam Surajiyo, Effendi & Fatimah

(2018:42) debt to equity ratio (DER) adalah:

"Rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya proporsi


utang terhadap modal. Rasio ini dihitung sebagai hasil bagi
antara total utang dengan modal."

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa debt to

equity ratio adalah rasio yang digunakan untuk menilai utang

dengan ekuitas sebagai hasil bagi antara total utang dengan

modal.

Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:

Rumus 2.6
Debt to EquityRatio

Total Liabilities
Debt to Equity Ratio=
Total Assets−Total Liabilities
Brigham & Ehrhardt (2011:95 )

c. Time Interest Earned Ratio

Menurut Susanti (2018:23) times interest earned

merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan

dalam membayar beban bunga pada masa yang akan datang.

Ehrhardt & Brigham (2011:96-97) mengatakan Time interest

earned (TIE) ratio, juga disebut rasio cakupan bunga,

ditentukan dengan membagi pendapatan sebelum bunga dan

pajak (Laba operasional) dengan biaya bunga. Rasio TIE

mengukur sejauh mana pendapatan operasional dapat menurun


43

sebelum perusahaan tidak dapat memenuhi biaya bunga

tahunannya.

Menurut Kasmir dalam Agustinus (2016:49) times interest

earned merupakan rasio untuk mengukur sejauh mana

pendapatan dapat menurun tanpa membuat perusahaan merasa

malu karena tidak mampu membayar biaya bunga tahunannya.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa times

interest earned merupakan rasio yang mengukur kemampuan

perusahaan dalam membayar beban bunga pada masa yang

akan datang dengan membagi pendapatan sebelum bunga dan

pajak (Laba operasional) dengan biaya bunga.

Rumus time interest earned ratio yaitu sebagai berikut:

Rumus 2.7
Time Interest Earned Ratio

EBIT
Times-interest-earned (TIE) ratio=
Interest Expense
Brigham & Ehrhardt (2011:95)

3. Ukuran Perusahaan

Menurut Brigham & Houston dalam Leksono, Albertus dan

Vhalery (2019 : 305) ukuran perusahaan adalah ukuran besar

kecilnya sebuah perusahaan yang ditunjukkan atau dinilai oleh total

aset, total penjualan, jumlah laba, beban pajak dan lain-lain.

Sudarmadji dan Sularto dalam Angrita Denziana dan Winda

(2016:243) mengatakan bahwa :


44

"Ukuran perusahaan (size) merupakan suatu indikator yang


menunjukkan kekuatan finansial perusahaan. Semakin besar
aset suatu perusahaan maka akan semakin besar pula modal
yang ditanam, semakin besar total penjualan suatu perusahaan
maka akan semakin banyak juga perputaran uang dan semakin
besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan
dikenal masyarakat."

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ukuran

perusahaan merupakan suatu indikator yang menunjukkan

kekuatan finansial perusahaan yang dinilai oleh total aset, total

penjualan, jumlah laba, beban pajak dan lain-lain.

Menurut Richardson dan Lanis dalam Luke dan Zulaikha

(2016:82) terdapat dua teori mengenai ukuran perusahaan. Pertama

adalah teori political power, teori ini menjelaskan bahwa

perusahaan besar memiliki ETR yang rendah karena perusahaan

besar dapat memanfaatkan sumber dayanya untuk melakukan tax

planning dengan baik sehingga dapa mengurangi pajak perusahaan.

Kedua adalah teori political cost , teori ini menjelaskan bahwa

perusahaan berukuran besar memiliki ETR tinggi, karena sorotan

publik dan menjadi sasaran dari aturan - aturan pemerintah yang

menyebabkan perusahaan membayar pajak yang lebih tinggi dari

seharusnya.

Ukuran perusahaan diatur dalam UU RI No. 20 Pasal 6 Tahun

2008. Peraturan tersebut menjelaskan 4 jenis ukuran perusahaan

yang dapat dinilai dari jumlah penjualan dan aset yang dimiliki
45

oleh perusahaan tersebut. Keempat jenis ukuran tersebut antara

lain:

a. perusahaan dengan usaha ukuran mikro, yaitu memiliki

kekayaan bersih Rp.50.000.000,- (tidak termasuk tanah dan

bangunan) dan memiliki jumlah penjualan Rp.300.000.000,-.

b. perusahaan dengan usaha ukuran kecil, yaitu memiliki

kekayaan bersih Rp.50.000.000,- sampai Rp.500.000.000,-

(tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah

penjualan Rp.300.000.000,- sampai dengan

Rp.2.500.000.000,-.

c. perusahaan dengan usaha ukuran menengah, yaitu memiliki

kekayaan bersih Rp.500.000.000,- sampai

Rp.10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan)

serta memiliki jumlah penjualan Rp.2.500.000.000,- sampai

dengan Rp.50.000.000.000,-.

Gemilang (2017 : 25) menyatakan bahwa semakin besar total

aset mengindikasikan semakin besar pula ukuran perusahaan

tersebut. Semakin besar ukuran perusahaannya, maka transaksi

yang dilakukan akan semakin kompleks. Jadi hal itu

memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah yang

ada untuk melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi.

Ghozali dalam Tri Hastuti (2017 : 4) mengatakan penelitian

ukuran perusahaan dapat menggunakan tolak ukur aset. Karena

total aset perusahaan bernilai besar maka hal ini dapat


46

disederhanakan dengan mentransformasikan ke dalam logaritma

natural. Wuryatiningsih dalam Dhika Ermaya (2012 : 18)

mengatakan bahwa total aktiva dipilih sebagai proksi ukuran

perusahaan dengan pertimbangan bahwa nilai aktiva relatif lebih

stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka ukuran perusahaan dapa

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Rumus 2.8
Size

Size=ln( Total Aset )

Hastuti (2017:4)

4. Profitabilitas

Menurut Agus Sartono (2010 : 122) profitabilitas merupakan

kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh laba dalam

hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal

sendiri.

Menurut Kasmir (2011 : 196) rasio profitabilitas merupakan

rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari

keuntungan.

Menurut Sudarmadji dan Sularto (2007 : 54) profitabilitas

merupakan indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam

mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan dengan laba


47

yang dihasilkan. Laba dijadikan indikator oleh stakeholder untuk

menilai sejauh mana kinerja manajemen mengelola perusahaan.

KR. Subramanyam (2014 :463) mengatakan bahwa

profitabilitas dinilai dengan menggunakan ukuran ringkasan utama

dari laporan laba rugi (laba) dan neraca (pembiayaan). Ukuran

profitabilitas memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan

dengan ukuran kekuatan keuangan atau solvabilitas jangka panjang

lainnya yang hanya mengandalkan item-item neraca (seperti debt

to equity ratio) karena rasio profitabilitas dapat secara efektif

menyampaikan laba atas modal yang diinvestasikan dari berbagai

perspektif kontributor pembiayaan yang berbeda (kreditor dan

pemegang saham).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa

profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk

memperoleh laba yang dijadikan sebagai indikator oleh

stakeholder untuk menilai sejauh mana kinerja manajemen

mengelola perusahaan.

Menurut Kasmir (2014:115) secara umum terdapat empat jenis

utama yang digunakan dalam menilai tingkat profitabilitas, di

antaranya:

a. Profit Margin

Brigham dan Ehrhardt (2011 : 98) mengatakan bahwa :

“The net profit margin, which is also called the profit


margin on sales, is calculated by dividing net income by
sales. It gives the profit per dollar of sales”.
48

Yang artinya margin laba bersih, yang juga disebut margin

laba penjualan, dihitung dengan membagi laba bersih dengan

penjualan. Rasio ini menghasilkan nilai keuntungan per dolar

dari penjualan.

Gillinggham (2015:33) mengatakan bahwa profit margin

merupakan ukuran dan titik pertimbangan yang penting bagi

setiap pengguna. Rasio ini mengukur total laba perusahaan

relatif terhadap total penjualan. Hasil rasio yang negatif berarti

perusahaan melaporkan rugi operasi bersih untuk periode yang

dianalisis.

Menurut Kasmir (2014:115) menjelaskan bahwa :

“Profit Margin on Sale atau Rasio Margin atau Margin


laba atas penjualan, merupakan salah satu rasio yang
digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan.
Nilai rasio ini menunjukkan setiap rupiah penjualan
perusahaan akan menghasilkan laba bersih sekian persen.
Untuk mengukur rasio ini adalah dengan cara membanding
antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih.
Rasio ini juga dikenal dengan nama profit margin. “

Shirly Carlon, Rosina Mcalpine-Mladenovic, Crisann

Palm, Lorena Mitrione, Ngaire Kirk, Lily Wong (2016:738)

mengartikan profit margin sebagai berikut:

“Profit margin adalah ukuran jumlah setiap dolar dari


penjualan yang menghasilkan laba. Rasio profit margin
dihitung dengan cara membagi laba dengan penjualan
bersih untuk periode tersebut.”
49

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa

rasio profit margin adalah salah satu rasio yang digunakan

untuk mengukur margin laba atas penjualan dengan cara

membagi laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih di

mana apabila nilai rasio menunjukkan angka negatif artinya

perusahaan melaporkan rugi operasi bersih untuk periode yang

dianalisis.

Rumus untuk menghitung profit margin adalah sebagai

berikut:

Rumus 2.9
Profit Margin

Profit After Tax


Profit Margin=
Net Sales
Carlon, et al. (2016:739)

b. Return on Asset

Carlon, et al. (2016:738) mengatakan return on asset

mengukur profitabilitas aset secara keseluruhan dalam hal

keuntungan yang diperoleh dari setiap dolar yang

diinvestasikan dalam aset. Rasio ini adalah ukuran efektivitas

manajemen berdasarkan aktivitas bisnis normal. Return on

asset ratio dihitung dengan membagi laba dengan total aset

rata-rata, dan semakin tinggi pengembalian aset, semakin besar

tingkat keuntungan entitas.


50

Hanafi dan Halim dalam Anggi Maharani Safitri dan

Mukaram (2018:28) mengartikan return on asset sebagai

berikut :

"Return On Asset merupakan rasio keuangan perusahaan


yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau
laba (profitabilitas) pada tingkat pendapatan, aset dan
modal saham tertentu."

Menurut Kasmir (2014:115) menjelaskan bahwa :

"Hasil pengembalian Investasi atau lebih dikenal dengan


nama Return on Investment (ROI) atau Return on Assets
(ROA), merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return)
atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI
juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas
manajemen dalam mengelola investasinya. Nilai dari
return on asset menunjukkan seluruh aktiva yang dimiliki
oleh perusahaan akan menghasilkan laba bersih sekian
persen. Semakin besar nilai rasionya, maka semakin besar
dana yang dapat dikembalikan dari total aset perusahaan
menjadi laba. Artinya, semakin besar laba bersih yang
diperoleh perusahaan semakin baik kinerja perusahaan
tersebut."
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa

return on asset adalah rasio keuangan perusahaan yang

berhubungan dengan profitabilitas yang mengukur efektivitas

manajemen berdasarkan aktivitas bisnis normal yang

menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan

dalam perusahaan dengan cara membagi laba bersih dengan

total aset.
51

Standar nilai rasio profitabilitas menurut Niki Lukviarman

dalam Encep Saefullah, Listiawati dan Peggy Melyana Abay

(2018 : 22) adalah seperti pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2
Standar Rasio Profitabilitas

Rasio Profitabilitas
Jenis Rasio Standar Rasio
Return on asset 5,98%
Return on equity 8,32%
Net profit margin 3,92%
Lukviarman dalam Sefullah, et al. (2018:22)

Berdasarkan tabel 2.2 dapat disimpulkan bahwa nilai

standar rasio dari masing – masing jenis rasio profitabilitas

berbeda – beda. Untuk standar rasio return on asset adalah

5,98%, artinya jika rasio return on asset perusahaan mencapai

5,98% maka nilai rasio tersebut dapat dikatakan baik.

Rumus untuk menghitung return on asset adalah sebagai

berikut :

Rumus 2.10
Return On Asset

Laba bersih
Return on asset = x 100 %
Total Aset
Kasmir dalam Safitri dan Mukaram (2018:28)

c. Return on Equity

Shirley Carlon, et al. (2016:741) mengatakan return on

equity merupakan rasio yang menunjukkan jumlah keuntungan


52

yang diperoleh untuk setiap dolar yang diinvestasikan oleh

pemegang saham. ROE dihitung dengan membagi keuntungan

yang tersedia bagi pemegang saham biasa dengan rata-rata

ekuitas pemegang saham biasa.

Safitri dan Mukaram (2018:28) menjelaskan bahwa return

on equity merupakan rasio keuangan perusahaan yang

berhubungan dengan profitabilitas. Rasio ini merupakan

komponen dari rasio neraca dan rasio laba rugi. ROE

digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba berdasarkan modal sendiri.

Kasmir (2014:115) menjelaskan mengenai pengertian dari

return on equity yaitu :

“Hasil pengembalian ekuitas atau Return on Equity (ROE)


atau rentabilitas modal sendiri, merupakan rasio untuk
mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih
bila diukur dari modal pemilik. Rasio ini merupakan
ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham
dan merupakan alat yang paling sering digunakan investor
dalam pengambilan keputusan investasi. Semakin tinggi
rasio ini, makin baik. Artinya, posisi pemilik perusahaan
makin kuat, demikian pula sebaliknya. Rumusnya sebagai
berikut:”

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa return

on equity merupakan rasio keuangan perusahaan yang

berhubungan dengan profitabilitas untuk mengukur laba bersih

sesudah pajak dengan modal sendiri.


53

Untuk menghitung nilai return on equity (ROE) rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut :

Rumus 2.11
Return On Equity

Laba bersih
Return On Equity = X 100 %
Total Ekuitas
Kasmir dalam Safitri dan Mukaram (2018:28)

4. Laba Per Lembar Saham

Shirley Carlon, et al. Mengatakan (2016:737) laba per saham

adalah ukuran laba yang diperoleh dari setiap saham biasa. Rasio

ini dihitung dengan membagi laba yang tersedia bagi pemegang

saham biasa dengan jumlah rata-rata tertimbang dari saham biasa

yang diterbitkan.

Menurut Kasmir (2014:115) menjelaskan bahwa :

“Rasio per lembar saham (Earning Per Share) atau disebut


juga rasio nilai buku, merupakan rasio untuk mengukur
keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi
pemegang saham. Nilai rasio ini menunjukkan setiap lembar
saham akan menghasilkan laba bersih sekian persen. Rasio
yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk
memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang
tinggi, maka kesejahteraan pemegang saham meningkat
dengan pengertian lain, bahwa tingkat pengembalian tinggi. ”

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

Rasio per lembar saham (Earning Per Share) atau disebut juga

rasio nilai buku, merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan

manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham

melalui ukuran laba yang diperoleh dari setiap saham biasa.


54

Untuk menghitung nilai laba per lembar saham rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut :

Rumus 2.12
Earning per Share

Laba saham biasa


Earning per share=
saham biasa yang beredar
Kasmir (2014 : 137)

5. Pajak

Pajak berdasarkan Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (UU KUP) Pasal 1 adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang


oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ***)”

Pengertian pajak menurut P.J.A.Adriani dalam Annisa

Astriningtyas (2016:13) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat


dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk Menyelenggarakan
Pemerintahan”

Pengertian pajak menurut Rachmat Soemitro dalam Affan

Setiawan (2012:9) adalah sebagai berikut:

“Pajak ialah iuran rakyat kepada negara (peralihan kekayaan


dari sektor swasta ke sektor publik) berdasarkan undang-
undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat
imbalan yang secara langsung dapat ditunjukan, yang
digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau
55

pencegah untuk mencapai tujuan yang ada dalam bidang


keuangan negara”.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung dapat

ditunjukan, yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat

atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada dalam bidang

keuangan negara.

Yang menjadi wajib pajak menurut pasal 1 UU KUP adalah

orang pribadi atau badan, yang meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

Yang menjadi objek pajak menurut undang – undang nomor 6

tahun 2008 pasal 4 adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,

baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang

dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk

apa pun.

Menurut undang – undang nomor 6 tahun 2008 pasal 6,

besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri

dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto


56

dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan, termasuk biaya yang secara langsung atau tidak

langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

a. Biaya pembelian bahan;

b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,

gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang

diberikan dalam bentuk uang;

c. Bunga, sewa, dan royalti;

d. Biaya perjalanan;

e. Biaya pengolahan limbah;

f. Remi asuransi;

g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau

berdasarkan peraturan menteri keuangan;

h. Biaya administrasi; dan

i. Pajak kecuali pajak penghasilan;

6. Agresivitas Pajak

Menurut Hlaing dalam Novia Bani Nugraha dan Wahyu

Meiranto (2015:5) agresivitas pajak merupakan aktivitas

merencanakan pajak perusahaan untuk mengurangi tingkat

effective tax rate (ETR) perusahaan. Sementara Hanlon dan

Heitzman dalam Nugraha dan Merianto (2015:5) mendefinisikan

agresivitas pajak sebagai tingkat yang paling akhir dari spektrum

serangkaian perilaku perencanaan pajak.


57

Lebih lanjut Suyanto dan Supramono dalam gemilang

(2017:19) menjelaskan mengenai manfaat agresivitas pajak

perusahaan yaitu adanya penghematan pengeluaran pajak

sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi semakin

besar untuk mendanai investasi perusahaan yang kedepannya akan

meningkatkan keuntungan perusahaan. Sedangkan kerugian dari

agresivitas pajak perusahaan adalah kemungkinan perusahaan

mendapat sanksi dari kantor pajak berupa denda, serta penurunan

harga saham perusahaan akibat pemegang saham lainnya

mengetahui tindakan agresivitas pajak perusahaan. Bagi

pemerintah, tindakan agresivitas pajak perusahaan akan

mengurangi pendapatan negara dalam sektor pajak.

Zuber dalam Nugraha dan Merianto (2015:5) mengatakah

bahwa :

“Between tax avoidance and tax evasion, there e xist


potential gray area of aggressiveness. This gray are
exists because there are tax shelters beyond what is
specifically allowed by the tax law and the tax law does
not specifically address all possible tax transaction. A
bright line does not exist between tax avoidance and tax
evasion because neither term adequately describes all
transaction. Therefore, aggressive transactions and decision
makin may potentially become either tax avoidance or
tax evasion issues.”

Yang artinya antara tax avoidance dan tax evasion,

terdapat potensi wilayah abu-abu agresivitas. Warna abu-abu ini

ada karena ada tempat penampungan pajak di luar apa yang secara

khusus diizinkan oleh undang-undang pajak dan undang-undang


58

pajak tidak secara spesifik membahas semua kemungkinan

transaksi pajak. Tidak ada garis terang antara tax avoidance dan

tax evasion karena tidak ada istilah yang cukup menggambarkan

semua transaksi. Oleh karena itu, transaksi dan pengambilan

keputusan yang agresif berpotensi menjadi masalah penghindaran

pajak atau penggelapan pajak.

Titiek Puji Astuti dan Y. Anni Aryani (2016:380) mengatakan

bahwa penghindaran pajak diukur dengan menggunakan ETR

seperti halnya penelitian Hanlon (2005), Graham & Tucker

(2006), Desai & Dharmapala (2006), Dyreng, Hanlon, & Maydew

(2008), Richardson & Lanis (2007; 2012; 2013), Chen et al.

(2010) dan Minnick & Noga (2012). Pengukuran yang dilakukan

dalam penelitian Hanlon (2005), Graham & Tucker (2006), Desai

& Dharmapala (2006), Dyreng, Hanlon, & Maydew (2008),

Richardson & Lanis (2007; 2012; 2013), Chen et al. (2010) dan

Minnick & Noga (2012) yang menyatakan bahwa ETR merupakan

salah satu pengukur tax avoidance.

Zulaikha dan Luke (2016:85-87) mengatakan bahwa ETR

memiliki proksi negatif, di mana jika ETR tinggi maka agresivitas

pajaknya rendah, sedangkan jika ETR rendah maka agresivitas

pajaknya tinggi. Menurut Zulaikha dan Luke (2018 : 87) semakin

rendah nilai ETR perusahaan (mendekati 0) maka perusahaan

dianggap semakin agresif.


59

Untuk menghitung nilai effective tax rate (ETR) rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut :

Rumus 2.13
ETR

Tax Expense i, t
ETR=
Pretax Income i, t
Astuti dan Yani (2016:380)

Keterangan :

ETR : Efective tax rate berdasarkan pelaporan

akuntansi keuangan yang berlaku.

Tax Expense : beban pajak penghasilan badan untuk

perusahaan i pada tahun t berdasarkan

laporan keuangan perusahaan.

Pretax Income :pendapatan sebelum pajak untuk

perusahaan i pada tahun t berdasarkan

laporan keuangan perusahaan.

2.2 Penelitian Terdahulu Dan Relevansi Penelitian

2.2.1. Penelitian Terdahulu

1. Ardiansya (2014)

Judul penelitian “Pengaruh Size, Leverage, Profitability, Capital

Intensity Ratio dan Komisaris Independen Terhadap Effective Tax

Rate (ETR)”. Sampel perusahaan ini menggunakan perusahaan


60

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun

2010-2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa size dan

komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap ETR.

Sedangkan leverage, profitability dan capital intensity ratio tidak

berpengaruh signifikan terhadap ETR.

2. Iwan Prasetyo Husada

Judul penelitian “Pengaruh Likuiditas, Leverage, Profitabilitas,

Komisaris Independen Dan Ukuran Perusahaan Terhadap

Agresivitas Pajak Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta

Islamic Index Periode 2013-2015” Varuabel independen dalam

penelitian ini adalah likuiditas, leverage, profitabilitas, komisaris

independen dan ukuran perusahaan. Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah agresivitas pajak. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa Variabel likuiditas dan profitabilitas (ROA)

berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan,

sedangkan variabel leverage, komisaris independen dan ukuran

perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap agresivitas

pajak perusahaan.

3. Zulaikha dan Luke

Judul penelitian “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi

Agresivitas Pajak (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur

Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2012 –

2014” Variabel independen dalam penelitian ini adalah CSR,


61

ROA, intensitas persediaan, dan ukuran perusahaan. Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah agresivitas pajak. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa CSR dan intensitas persediaan

memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap agresivitas pajak

perusahaan sedangkan ROA dan ukuran perusahaan memiliki

hubungan positif signifikan terhadap agresivitas pajak.

4. Kurniasih dan Sari (2013)

Judul Penelitian “Pengaruh Return On Assets, Leverage,

Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Kompensasi

Rugi Fiskal Pada Tax Avoidance”. Variabel independen penelitian

ini adalah return on assets, leverage, corporate governance,

ukuran perusahaan dan kompensasi rugi fiskal. Variabel

dependen adalah tax avoidance . Hasil penelitian ini

menunjukkan ROA, leverage, corporate governance, ukuran

perusahaan dan kompensasi rugi fiskal berpengaruh secara

simultan terhadap tax avoidance.

5. Suyanto dan Supramono (2012)

Judul penelitian “Likuiditas, Leverage, Komisaris Independen,

dan Manajemen Laba Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan”.

Likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap agresivitas

pajak perusahaan, tarif pajak tidak berpengaruh signifikan

terhadap agresivitas pajak perusahaan, dan komposisi saham

tidak berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak


62

perusahaan. Leverage berpengaruh signifikan terhadap

agresivitas pajak perusahaan, komisaris independen berpengaruh

signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan, manajemen

laba berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak

perusahaan.

2.2.2. Relevansi Penelitian Terdahulu

Relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian ini dijelaskan

pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2

Relevansi Penelitian Terdahulu

No Dimensi Penelitian Penelitian Persamaan dan

Terdahulu Peneliti Perbedaan

1 Judul (dan "Pengaruh “Pengaruh Persamaan :

nama Likuiditas, Current Ratio, mengukur

penulis) Leverage, Debt Ratio, ROI pengaruh

Profitabilitas, Dan Ukuran likuiditas,

Komisaris Perusahaan leverage,

Independen Dan Terhadap profitabilitas dan

Ukuran Agresivitas ukuran

Perusahaan Pajak perusahaan

Terhadap Perusahaan terhadap


63

Agresivitas Pajak (Studi Empiris agresivitas

Pada Perusahaan Pada pajak.Perbedaan

Yang Terdaftar Perusahaan : Sampel dan

Di Jakarta Industri Tahun

Islamic Index Makanan Yang pengambilan

Periode 2013- Terdaftar Di sampel.

2015" Iwan Bursa Efek

Prasetyo Husodo Indonesia

Periode 2016 –

2019)”. Wardi

Masalah dan Pajak bagi Pajak bagi Sama - sama

Fokus perusahaan perusahaan fokus pada

Penelitian merupakan merupakan kontra

beban sedangkan beban kepentingan

bagi negara sedangkan bagi antara

merupakan negara perusahaan dan

pendapatan, merupakan pemerintah.

dengan pendapatan,

agresivitas pajak dengan

perusahaan dapat agresivitas

menghemat pajak

beban pajak, tapi perusahaan

negara dapat
64

mengalami menghemat

kerugian. Fokus beban pajak,

penelitian tapi negara

agresivitas pajak mengalami

perusahaan kerugian. Fokus

penelitian

agresivitas

pajak

perusahaan

Teori Yang Effective Tax Effective Tax Sama - sama

Digunakan Rate Rate menggunakan

(ETR)Hanlon & (ETR)Hanlon & ETR

Heitzman (2010) Heitzman

(2010)

Metode Kuantitatif Kuantitatif Sama - sama

Yang menggunakan

Digunakan kuantitatif

Hasil Variabel

Penelitian likuiditas dan

profitabilitas

(ROA)

berpengaruh

signifikan
65

terhadap

agresivitas pajak

perusahaan,

sedangkan

variabel

leverage,

komisaris

independen dan

ukuran

perusahaan tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap

agresivitas pajak

perusahaan.

2 Judul (dan "Analisis Faktor “Pengaruh Perbedaan :

  nama Yang Current Ratio, Tahun penelitian

  penulis) Mempengaruhi Debt Ratio, ROI dan variabel

  Agresivitas Pajak Dan Ukuran Independen

  (Studi Empiris Perusahaan yang digunakan.

Pada Perusahaan Terhadap Persamaan :

Manufaktur Yang Agresivitas Menganalisis

Terdaftar di Pajak pengaruh ROA


66

Bursa Efek Perusahaan dan ukuran

Indonesia Pada (Studi Empiris perusahaan

Tahun 2012 - Pada terhadap

2014" Zulaikha Perusahaan agresivitas

dan Luke. Industri pajak.

Makanan Yang

Terdaftar Di

Bursa Efek

Indonesia

Periode 2016 –

2019)”. Wardi

Masalah dan Analisis faktor Pajak bagi Perbedaan :

Fokus yang perusahaan Tahun penelitian

Penelitian mempengaruhi merupakan dan variabel

agresivitas pajak beban penelitian

sedangkan bagi Persamaan :

negara Sama – sama

merupakan engukur

pendapatan, pengaruh ROA

dengan dan Ukuran

agresivitas perusahaan

pajak terhadap

perusahaan agresivitas
67

dapat pajak.

menghemat

beban pajak,

tapi negara

mengalami

kerugian. Fokus

penelitian

agresivitas

pajak

perusahaan

Teori Yang Effective Tax Effective Tax Perbedaan hanya

Digunakan Rate (ETR) Rate terletak pada

Lanis & (ETR)Hanlon & pengarang buku,

Richardson Heitzman konsep

(2010 ) (2010) keduanya sama.

Metode Kuantitatif Kuantitatif Sama – sama

Yang kuantitatif.

Digunakan

Hasil CSR dan

Penelitian inventory

intensity

berpengaruh

negatif signifikan
68

terhadap

agresivitas pajak,

ROA dan ukuran

perusahaan

berpengaruh

positif signifikan

terhadap

agresivitas pajak.

3 Judul (dan “Likuiditas, “Pengaruh Perbedaan :

  nama Leverage, Current Ratio, Tahun penelitian

  penulis) Komisaris Debt Ratio, ROI dan variabel

  Independen, dan Dan Ukuran Independen

  Manajemen Laba Perusahaan yang digunakan.

Terhadap Terhadap

Agresivitas Pajak Agresivitas

Perusahaan” Pajak

Suyanto dan Perusahaan

Supramono (Studi Empiris

Pada

Perusahaan

Industri

Makanan Yang

Terdaftar Di
69

Bursa Efek

Indonesia

Periode 2016 –

2019)”.

Masalah dan Mengintegrasika Pajak bagi Perbedaan :

Fokus n beberapa perusahaan Waktu penelitian

Penelitian penelitian yang merupakan dan variabel

telah ada beban penelitian.

sebelumnya serta sedangkan bagi

menganalisis negara

kembali merupakan

pengaruh yang pendapatan,

ditimbulkan dengan

antara likuiditas, agresivitas

leverage, pajak

proporsi perusahaan

komisaris dapat

independen dan menghemat

manajemen laba beban pajak,

terhadap tapi negara

agresivitas pajak mengalami

perusahaan. kerugian. Fokus

penelitian
70

agresivitas

pajak

perusahaan

Teori Yang Effective Tax Effective Tax  Perbedaan

Digunakan Rate (ETR)Lanis Rate hanya terletak

& Richardson (ETR)Hanlon & pada pengarang

(2010 ) Heitzman buku, konsep

(2010) keduanya sama.

Metode Kuantitatif Kuantitatif Sama – sama

Yang kuantitatif

Digunakan

Hasil Likuiditas tidak    

Penelitian berpengaruh

signifikan

terhadap

agresivitas pajak

perusahaan, tarif

pajak tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap

agresivitas pajak

perusahaan, dan
71

komposisi saham

tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap

agresivitas pajak

perusahaan.

Leverage

berpengaruh

signifikan

terhadap

agresivitas pajak

perusahaan,

komisaris

independen

berpengaruh

signifikan

terhadap

agresivitas pajak

perusahaan,

manajemen laba

berpengaruh

signifikan
72

terhadap

agresivitas pajak

perusahaan.

4 Judul (dan “Pengaruh “Pengaruh Perbedaan :

  nama Return On Current Ratio, Variabel

  penulis) Assets, Debt Ratio, ROI Independen

  Leverage, Dan Ukuran

  Corporate Perusahaan

Governance, Terhadap

Ukuran Agresivitas

Perusahaan dan Pajak

Kompensasi Perusahaan

Rugi Fiskal Pada (Studi Empiris

Tax Avoidance”. Pada

Kurniasih dan Perusahaan

Sari. Industri

Makanan Yang

Terdaftar Di

Bursa Efek

Indonesia

Periode 2016 –

2019)”.

Masalah dan Untuk Pajak bagi Perbedaan :


73

Fokus mengetahui perusahaan Fokus pada tax

Penelitian pengaruh merupakan avoidance dan

indikator dari beban agresivitas

laporan sedangkan bagi pajak.

keuangan pada negara

tax avoidance. merupakan

pendapatan,

dengan

agresivitas

pajak

perusahaan

dapat

menghemat

beban pajak,

tapi negara

mengalami

kerugian. Fokus

penelitian

agresivitas

pajak

perusahaan

Teori Yang Effective Tax Effective Tax  Perbedaan

Digunakan Rate (ETR)Lanis Rate hanya terletak


74

& Richardson (ETR)Hanlon & pada pengarang

(2010 ) Heitzman buku, konsep

(2010) keduanya sama.

Metode Kuantitatif Kuantitatif  Sama – sama

Yang kuantitatif

Digunakan

Hasil CSR dan    

Penelitian intensitas

persediaan

memiliki

pengaruh negatif

signifikan

terhadap

agresivitas pajak

perusahaan

sedangkan ROA

dan ukuran

perusahaan

memiliki

hubungan positif

signifikan

terhadap
75

agresivitas pajak.

5 Judul (dan “Pengaruh Size, “Pengaruh Perbedaan :

  nama Leverage, Current Ratio, Variabel

  penulis) Profitability, Debt Ratio, ROI Independen

  Capital Intensity Dan Ukuran

  Ratio dan Perusahaan

Komisaris Terhadap

Independen Agresivitas

Terhadap Pajak

Effective Tax Perusahaan

Rate (ETR)” (Studi Empiris

Ardiansyah Pada

Perusahaan

Industri

Makanan Yang

Terdaftar Di

Bursa Efek

Indonesia

Periode 2016 –

2019)”.

Masalah dan Pajak bagi Pajak bagi  Memiliki fokus

Fokus perusahaan perusahaan penelitian yang

Penelitian merupakan merupakan


76

beban sedangkan beban sama.

bagi negara sedangkan bagi

merupakan negara

pendapatan, merupakan

dengan pendapatan,

agresivitas pajak dengan

perusahaan dapat agresivitas

menghemat pajak

beban pajak, tapi perusahaan

negara dapat

mengalami menghemat

kerugian. Fokus beban pajak,

penelitian tapi negara

agresivitas pajak mengalami

perusahaan kerugian. Fokus

penelitian

agresivitas

pajak

perusahaan

Teori Yang Effective Tax Effective Tax  Perbedaan

Digunakan Rate (ETR)Lanis Rate hanya terletak

& Richardson (ETR)Hanlon & pada pengarang

(2010 ) Heitzman buku, konsep


77

(2010) keduanya sama.

Metode Kuantitatif Kuantitatif  Sama – sama

Yang kuantitatif

Digunakan

Hasil size dan    

Penelitian komisaris

independen

berpengaruh

signifikan

terhadap ETR.

Sedangkan

leverage,

profitability dan

capital intensity

ratio tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap ETR.
78

2.3 Kerangka Pemikiran

Yulyanah dan Sri Yani Kusumawati (2019:17) meangatakan Banyak

perusahaan di Indonesia melakukan penghindaran pajak. Berdasarkan survei

yang dilakukan penyidik IMF Ernesto Crivelly tahun 2016, di analisa kembali

oleh Universitas PBB menggunakan database International Center for Policy

and Research (ICTD), dan International Center for Taxation and

Development (ICTD) terhadap perusahaan di 30 negara. Indonesia menjadi

peringkat 11 dari 30 negara dengan kerugian sekitar USD $6,48 milliar akibat

perusahaan yang melakukan penghindaran pajak.

Praktik penghindaran pajak yang dilakukan di Indonesia berdampak pada

penerimaan negara dalam sektor pajak di mana pajak merupakan sektor yang

menyumbang paling besar terhadap APBN negara, seperti pada tabel

penerimaan APBN Tahun 2016 – 2019 yang diolah berdasarkan data alokasi

dan realisasi APBN 2016 – 2019 yang diunduh dari http://www.data-

apbn.kemenkeu.go.id/ pada tanggal 14 Agustus 2020 dibawah ini.

Tabel 2.3
APBN 2016 – 2020

APBN Tahun
Keterangan
2016 2017 2018 2019
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan 1,546,664.6 1,498,871.6 1,618,095.5 1,786,378.7
2. Penerimaan Bukan Pajak 273,849.4 250,039.1 275,428.0 378,297.9
II. Hibah 2,031.8 1,372.7 1,196.9 435.3
Total Pendapatan dan Hibah 1,822,545.9 1,750,283.4 1,894,720.3 2,165,111.8
sumber : data-apbn.kemenkeu.go.id (data diolah)
79

Berdasarkan tabel 2.3 tersebut dapat dilihat bahwa setiap tahun sumber

APBN terbesar adalah penerimaan perpajakan. Pada tahun 2016 84.86%

APBN berasal dari perpajakan, tahun 2017 85.64% APBN berasal dari

perpajakan, tahun 2018 85.40% APBN berasal dari pajak dan tahun 2019

82.51% APBN berasal dari perpajakan.

Yulyanah dan Kusumawati (2019:17) juga mengatakan bahwa Praktik

penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan di Indonesia berdampak pada

penurunan pencapaian penerimaan pajak. Penurunan persentase pencapaian

penerimaan pajak di picu oleh banyaknya perusahaan yang melakukan

penghindaran pajak. Pajak menjadi beban perusahaan karena dapat

mengurangi laba bersih. Oleh karena itu, melakukan penghindaran pajak

menjadi cara perusahaan untuk mengurangi pembayaran pajaknya ke kas

negara. Hal ini dapat dilihat dari belum tercapainya target penerimaan pajak

pemerintah seperti terlihat dalam tabel 2.4 di bawah.

Tabel 2.4
Persentase realisasi penerimaan pajak

Tahun 2016 2017 2018 2019

Target 1.355,20 1.283,57 1.424,00 1.577,56

Realisasi 1.105,73 1.151,03 1.315,51 1332,06

Capaian 81,59% 89.67% 92.23% 84.44%

Sumber:www.pajak.go.id LAKIN DJP 2018 dan 2019 (Data diolah)


80

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2016 capaian pajak

hanya mencapai 81,59%, pada tahun 2017 capaian penerimaan pajak

mengalami peningkatan menjadi 89,67% kemudian di tahun 2018 capaian

penerimaan pajak kembali meningkat mencapai 92,23% dan di tahun 2019

capaian penerimaan pajak mengalami penurunan menjadi 84,44%.

Pajak bagi perusahaan merupakan sebuah beban yang harus diminimalisir

untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal, akan tetapi bagi pemerintah

pajak merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam APBN. Oleh karena

itu terjadi konflik antara kepentingan perusahaan dan kepentingan negara, dan

semua itu dibuktikan dengan maraknya terjadi tax evasion.

Objek penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sektor industri

barang dan konsumsi sub sektor makanan dan minuman. Alasan dari memilih

sektor industri barang dan konsumsi sub sektor makanan dan minuman dalam

penelitian ini dikarenakan industri makanan dan minuman merupakan salah

satu sektor manufaktur andalan yang berkontribusi besar terhadap

pertumbuhan ekonomi nasional dan berkontribusi besar terhadap penerimaan

pajak. Hal tersebut diungkapkan dalam artikel di website kemenperin.go.id

Senin, 5 Agustus 2019, dikatakan bahwa industri makanan dan minuman

tumbuh sebesar 7,99%. Kinerja sektor-sektor manufaktur tersebut mampu

melampaui pertumbuhan ekonomi di periode yang sama. Secara keseluruhan,

pada triwulan II-2019, industri pengolahan nonmigas tumbuh 3,98% (y-on-y).

Berdasarkan data produk domestik bruto menurut lapangan usaha atas

dasar harga konstan 2010 yang di unduh dari www.bi.go.id, lapangan usaha
81

sektor industri pengolahan menyumbang 20% dari produk domestik burto

nasional tahun 2019. Berikut adalah data produk domestik bruto tahun 2019 :

Tabel 2.5

PDB Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga

Konstan 2010

(dalam miliar rupiah)


2019
Lapangan usaha
Jumlah Persentase
Pertanian, kehutanan & perikanan 1,354,957 12.37%
Pertambangan & penggalian 806,206 7.36%
Industri pengolahan 2,276,683 20.79%
Pengadaan listrik dan gas 111,437 1.02%
Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang 9,006 0.08%
Konstruksi 1,108,425 10.12%
Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor 1,440,523 13.16%
Transportasi dan pergudangan 463,255 4.23%
Penyediaan akomodasi dan makan minuim 333,358 3.04%
Informasi dan komunikasi 589,435 5.38%
Jasa keuangan dan asuransi 443,042 4.05%
Real estate 316,837 2.89%
Jasa perusahaan 206,936 1.89%
Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib 365,678 3.34%
Jasa pendidikan 341,329 3.12%
Jasa kesehatan dan kegiatan lainnya 127,507 1.16%
Jasa lainnya 204,999 1.87%
Pajak dikurang subsidi atas produk 449,632 4.11%
Produk domestik bruto 10,949,245 100.00%
Sumber : www.bi.go.id (data diolah)

Pada sektor industri pengolahan, industri makanan dan minuman

merupakan sektor penyumbang terbesar dengan menyumbang sebesar

744,170 miliar rupiah atau sebesar 32.69%. Berikut adalah tabel data

produk domestik bruto sektor industri pengolahan tahun 2019.


82

Tabel 2.6

PDB Sektor Industri Pengolahan Tahun 2019

(dalam miliar rupiah)


LAPANGAN USAHA 2019

INDUSTRI PENGOLAHAN Jumlah Persentase


Industri Batubara dan Pengilangan Migas 217,417 9.55%
Industri Makanan dan Minuman 744,171 32.69%
Pengolahan Tembakau 90,487 3.97%
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 145,805 6.40%
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 28,654 1.26%
Industri Kayu, Barang dari Kayu, Gabus dan Barang
Anyaman dari Bambu, Rotan dan sejenisnya 59,498 2.61%
Industri Kertas dan Barang dari kertas, Percetakan dan
Reproduksi Media Rekaman 80,211 3.52%
industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 195,041 8.57%
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 72,399 3.18%
Industri Barang Galian bukan logam 70,691 3.10%
Industri Logam Dasar 91,717 4.03%
Industri Barang dari Logam, Komputer, Barang Elektronik,
Optik dan Peralatan Listrik 204,173 8.97%
Industri Mesin dan Perlengkapan 32,881 1.44%
Industri Alat Angkutan 198,854 8.73%
Industri Furnitur 28,113 1.23%
Industri Pengolahan Lainnya, Jasa Reparasi dan
Pemasangan Mesin dan Peralatan 16,573 0.73%
Total 2,276,683 100%

Sumber : www.bi.go.id (data diolah)

Tindakan agresivitas pajak adalah suatu tindakan yang ditujukan untuk

menurunkan laba kena pajak melalui perencanaan pajak baik menggunakan

cara yang tergolong atau tidak tergolong tax evasion (Sari dan Martani dalam

Gemilang 2017).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi agresivitas perusahaan,

diantaranya likuiditas, leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas.

Menurut Adisamartha dan Noviari (2015 : 994) likuiditas berpengaruh positif

terhadap agresivitas pajak. Metode paling umum digunakan untuk mengukur


83

likuiditas adalah current ratio. Current ratio dapat menunjukkan tangka

likuiditas perusahaan dengan membandingkan aset lancar dengan utang lancar

perusahaan.

Menurut Suyanto dan Supramono (2012:175) leverage perusahaan

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat agresivitas pajak

perusahaan, dengan kata lain semakin tinggi tingkat leverage perusahaan

maka semakin tinggi tingkat agresivitas pajak perusahaan. Leverage menurut

Yulfaida dalam Gemilang (2017 : 21) adalah sebagai berikut :

"Jumlah utang yang dimiliki perusahaan untuk pembiayaan dan dapat

mengukur besarnya aktiva yang dibiayai utang. Perusahaan dengan

leverage yang tinggi mengindikasikan perusahaan tersebut bergantung

pada pinjaman luar atau utang, sedangkan perusahaan dengan leverage

rendah dapat membiayai asetnya dengan modal sendiri."

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa leverage digunakan

untuk mengukur besarnya aktiva yang dibiayai oleh utang, semakin besar

utang semakin besar beban bunga perusahaan, sehingga pendapatan kena

pajak akan semakin kecil. Untuk mengukur rasio leverage dapat

menggunakan debt ratio dengan membandingkan total utang perusahaan

dengan total aset perusahaan.

Saifudin & Yunanda (2016:134) menjelaskan bahwa ukuran perusahaan

adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya perusahaan yang dapat

dilihat dari nilai equity, nilai penjualan, jumlah karyawan, nilai total aset dan

lainnya. Semakin besar aset yang dimiliki perusahaan maka semakin besar

ukuran perusahaan. Besar kecilnya aset juga mempengaruhi jumlah


84

produktivitas perusahaan, sehingga laba yang dihasilkan perusahaan juga

akan terpengaruh. Laba yang dihasilkan oleh perusahaan akan mempengaruhi

tingkat pembayaran pajak perusahaan.

Dan menurut Leksono, Albertus dan Vhalery (2019 : 302) ukuran

perusahaan berpengaruh secara negatif terhadap agresivitas pajak. Artinya

semakin besar ukuran perusahaan maka semakin rendah agresivitas

perusahaan. Hal itu dikarenakan ukuran perusahaan diukur berdasarkan total

aset, salah satunya adalah aset tetap. Semakin besar aset tetap maka beban

penyusutan aset tersebut semakin besar sehingga akan mengurangi pajak

perusahaan.

Menurut Hery (2015:226) rasio profitabilitas merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

dari aktivitas normal bisnis nya. Perusahaan dengan penghindaran pajak akan

memiliki hubungan yang positif dan apabila perusahaan ingin melakukan

penghindaran pajak maka harus efisien dari segi beban sehingga tidak perlu

membayar pajak dalam jumlah besar Subakti dalam Rinaldi & Chaisviyanny

(2015).

Menurut Hery (2015:226) rasio profitabilitas merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

dari aktivitas normal bisnisnya. Rasio profitabilitas dapat diukur dengan

menggunakan ROA yaitu dengan membandingkan pendapatan setelah pajak

dengan total aset perusahaan.


85

Berdasarkan uraian di atas keterkaitan antar variabel dinyatakan dalam

kerangka pemikiran sebagai berikut:

Perusahaan Industri Makanan Yang Terdaftar Di


Bursa Efek Indonesia Periode 2016 – 2019

Tingkat Agresivitas Pajak Perusahaan Tinggi


dengan rata – rata ETR adalah 0.207

X1 : Current Ratio
Sumber : Brigham dan Ehrhard (2011) Y1 : Agresivitas Perusahaan
1 Aset lancar Sumber : Lanis dan Ricardson (2012)
2 Utang lancar 1 Effective tax rate (ETR)

X2 : Debt Ratio
Sumber : Brigham dan Ehrhard (2011)
1 Total Liabilities
2 Total Asset

X3 : Size 1 Current ratio berpengaruh terhadap


Sumber : Lanis dan Ricardson (2012) agresivitas pajak.
1 Aset lancar 2 Debt ratio berpengaruh terhadap
2 Aset tetap agresivitas pajak.
3 ROA berpengaruh terhadap
agresivitas pajak.
4 Ukuran Perusahaan berpengaruh
terhadap agresivitas pajak.
X4 : Profitabilitas 5 Current ratio, debt ratio, Ukuran
Sumber : Kasmir (2012) Perusahaan, ROA berpengaruh
1 Laba setelah pajak terhadap agresivitas pajak.
2 Total aset

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
86

24. Hipotesis

Hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara

logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk

pernyataan yang dapat diuji (Uma Sekaran, 2006). Hipotesis dari penelitian

ini adalah sebagai berikut :

H0: Current ratio tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

H1: Current ratio berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

H2: Debt ratio tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

H3: Debt ratio berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

H4: ROA tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

H5: ROA berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

H6: Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

H7: Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

H8: Current ratio, debt ratio, Ukuran Perusahaan, ROA tidak berpengaruh

terhadap agresivitas pajak.

H9: Current ratio, debt ratio, Ukuran Perusahaan, ROA berpengaruh

terhadap agresivitas pajak.

Anda mungkin juga menyukai