Anda di halaman 1dari 17

Makalah MELAKUKAN KOMUNIKASI PADA PASIEN BERKEBUTUHAN

KHUSUS
BAB 1
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Gangguan jiwa menurut Yosep(2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan
yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan terbagi dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa(Neurosa) dan sakit
jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai gejala adalah ketegangan(tension),
rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah
dan tidak mampu mencapai tujuan.
Komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa dari berbagai masalah sangatlah
penting karena pasien tersebut berbeda dari pasien biasanya. Pasien yang mengalami
gangguan jiwa membutuhkan asuhan keperawatan yang sangat spesifik dari segi mental
atau kejiwaannya.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari gangguan jiwa ?
2.      Apa penyebab umum gangguan jiwa ?
3.      Bagaimana gejala umum gangguan jiwa ?
4.      Apa  tujuan komunikasi pada pasien jiwa ?
5.      Bagaimana komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa dengan
berbagai  masalah?

C.      Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengklasifikasikan pasien gangguan jiwa dari berbagai masalah dan
cara berkomunikasi yang baik dengan pasien
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari gangguan jiwa
b.      Mahasiswa dapat mengetahui penyebab umum gangguan jiwa
c.       Mahasiswa dapat mengetahui gejala umum gangguan jiwa
d.       Mahasiswa dapat mengetahui komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa dengan
berbagai masalah
D.      Manfaat
Mahasiswa dapat berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan jiwa
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Gangguan  Jiwa
Gangguan jiwa menurut Yosep(2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan
yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan terbagi dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa(Neurosa) dan sakit
jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai gejala adalah ketegangan(tension),
rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah
dan tidak mampu mencapai tujuan. Perbedaan neurosa dengan psikosa adalah jika
neurosa masih mengetahui dan mereasakan kesukarannya, serta kepribadiannya tidak
jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya sedangkan
penderita psikosa tidak memahami kesukarannya, kepribadiannya(dari segi tanggapan,
perasaan/ emosi, dan dorongan motivasinya sangat terganggu ), tidak ada integritas dan ia
hidup jauh dari alam kenyataan(Zakiah dalam Yosep, 2007).

B.       Penyebab Umum Gangguan Jiwa


Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh factor-faktor pada ketiga unsur
yang terus-menerus saling mempengaruhi(Yosep,2007) yaitu :
1. Faktor – factor somatic (somatogenik) atau organobiologis
a.       Neroanatomi
b.      Nerofisiologi
c.       Nerokimia
d.      Tingkat kematangan dan perkembangan organic
2. Faktor – faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif
a.       Interaksi ibu-anak: normal(rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal bedasarkan
kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus(perasaan tak percaya dan kebimbangan)
b.      Peranan ayah
c.       Persaingan antara saudara kandung
d.       Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
e.       Kehilangan yang menngakibatkan kecemasan.
f.      Keterampilan, bakat, dan kreatifitas
g.        Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
h.        Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya(sosiogenik) atau sosiokultural
a.       Kestabilan keluarga
b.      Pola mengasuh anak
c.       Tingkat ekonomi
d.      Perumahan : perkotaan lawan pedesaan

C.      Gejala Umum Gangguan Jiwa


Gejala umum yang muncul pada seseorang yang mengalami gangguan mental
(Sundari,2005) adalah :
1. Keadaan Fisik
Gejala fisik dapat dirasakan oleh orang yang bersangkutan, kadang-kadang dapat
diketahui oleh orang lain. Beberapa contoh sebagai berikut :
a.       Suhu badan beruba
b.      Denyut nadi menjadi cepat
c.       Berkeringat banyak
d.      Nafsu makan berkurang
e.       Gangguan system organ dalam tubuh
2. Keadaan mental
Orang yang normal mempunyai kemampuan berpikir teratur, dapat menarik
kesimpulan secara sehat. Kemampuan berpikir menjadi kacau karena diselingi
rangsangan-rangsangan lain. Bila berpikir secara baik akan memakan waktu yang lama.
Nampak adanya tanda-tanda :
a.       Ilusi, yang bersangkutan mengalami salah tangkap dalam mengindera
b.      Halusinasi, yang bersangkutan mengalami khayalan tanpa ada rangsang
c.       Obsesi, diliputi pkiran atau perasaan yang terus- menerus, biasanya mengenai hal yang
tidak menyenangkan
d.      Kompulsi, mengalami keragu-raguan mengenai sesuatu yang dikerjakan hingga terjadi
perbuatan yang srupa berulang kali.
e.       Fobia, mengalami ketakutan yang sangat terhadap sesuatu kejadian tanpa mengetahui
lagi penyebabnya
f.       Delusi, mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan, pengalaman, sebab
pikirannya kurang sehat
3. Keadaan emosi
Emosi merupakan bagian dari perasaan yang bergejolak, sehingga dapat
disaksikan. penampakan itu berupa perubahan tingkah laku, sikap sedih atau sebaliknya
gembira.
a.       Sering merasa sedih
Nampak gejala emosinya merendah, merasa tidak berguna, mengalami kehilangan minat
dan gairah
b.      Sering merasa tegang
Tidak dapat santai/rileks, maka harus beristirahat. Bila ketegangan memuncak, Nampak
tangannya bergetar, gelisah dan akhirnya lesu.
c.       Sering merasa girang
Bila berbicara, tertawa sulit dihentikan, bahkan menyanyi dan menari-nari tidak
mengingat tempat dan waktu

D.      Tujuan Komunikasi pada Pasien Jiwa


1.      Perawat dapat memahami ornag lain
2.      Menggali perilaku klien
3.      Memahami perlunya member pujian
4.      Memperoleh informasi klien

E.       Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Masalah pasien


1.      Klien dengan Masalah Perilaku Kekerasan
a.       Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalm dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.

b.      Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan


Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara tentang
perilaku berikut ini :
1)        Muka merah dan tegang
2)        Pandangan tajam
3)        Mengatupkan rahang dengan kuat
4)        Jalan mondar mandir
5)        Bicara kasar
6)        Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7)        Melempar atau memukul benda/ orang lain
8)        Mengepalkan tangan
9)    Merusak barang atau benda
10)    Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan

c.       Tindakan Keperawatan Pasien dengan Perilaku Kekerasan


1)        Membina hubungan saling percaya dengan klien
a.       Beri salam/panggil nama pasien
b.      Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
c.       Jelaskan hubungan interaksi

2)        Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekarasan


a.       Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
b.      Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab kesal/jengkel

3)        Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan


a.       Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat marah
b.      Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
c.       Simpulkan bersama klien tanda-tanda kesal yang dialaminya
4)        Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
a.       Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
b.      Bicarakan dengan klien apakah cara yang klien lakukan agar masalahnya selesai
5)        Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
a.        Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan klien
b.        Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang dilakukan klien
6)        Klien dapat mengidentifikasi cara konstruksif dalam merespon terhadap kemarahan
a.       Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat?”
b.      Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat
c.       Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat
7)        Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
a.        Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien
b.        Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara memilih
c.        Bantu keluarga untuk menstimulasi cara tersebut
d.       Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah
8)        Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
a.       Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakuakn
keluarga terhadap klien selama ini
b.      Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien
c.       Jelaskan cara-cara merawat klien
d.      Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
e.       Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
9)        Klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis,
waktu,dosis dan efek)
a.       Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien keluarga
b.      Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter
c.       Jelaskan prinsip benar minum obat(baca nama yang tertera dalam obat, dosis
obat,waktu dan cara minum)
d.      Ajarkan klien minum dengan tepat waktu
e.       Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan
f.       Beri pujian,jika klien minum obat dengan benar
2.      Klien dengan Masalah Harga Diri Rendah
a.       Pengertian harga diri rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan kemampuan diri
b.      Tanda dan gejala harga diri rendah
1.      Mengkritik diri sendiri
2.      Perasaan tidak mampu
3.      Pandangan hidup yang pesimis
4.      Penolakan terhadap kemampuan diri

c.       Tindakan keperawatan pasien dengan harga diri rendah


1.      Membina hubungan saling percaya perawat-klien
a)      Sapa klien dengan ramah baik
b)      Perkenalkan diri dengan sopan
c)      Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d)      Jujur dan menepati janji
e)       Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
f)      Beri perhatian kebutuhan dasar klien
2.      Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a)      Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
b)      Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan
3.     Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
a)      Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
b)      Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien
c)      Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan
4.      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
a)      Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b)      Beri pujian atas keberhasilan klien
c)      Diskusikan kemungkinan pelaksanaan rumah
5.      Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada
1.       Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah
2.       Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
3.       Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah

d.      Tindakan dan peran keluarga dalam meningkatkan harga diri klien


1.      Meningkatkan harga diri klien
2.      Menjalin hubungan saling percaya
3.      Memberi kegiatan sesuai kemampuan klien
4.      Meningkatkan kontak dengan orang lain
5.      Dorong mengungkapkan pikiran dan perasaannya
6.      Bantu melihat prestasi dan kemampuan klien
7.      Bantu mengenal harapan
8.      Membantu klien mengungkapkan upaya yang bisa digunakan dalam menghadapi
masalah
9.  Bantu klien mengungkapkan beberapa rencana menyelsaikan masalah
10.  Membantu memilih cara yang sesuai untuk klien

3.      Klien dengan Masalah Halusinasi


a.       Pengertian halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak
ada.
Menurut Varcarolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi
sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering
adalah halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman dan pengecapan. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak
ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak
ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak mersakan
hal yang serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahal orang lain tidak sedang makan
sesuatu apapun. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan
kulit.
b.      Faktor Penyebab Halusinasi
1)      Predisposisi
a)      Faktor  Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya control dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b)      Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak kecil akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya
c)      Faktor Biokimia
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon
dan Dimetytranferase (DMP). Akibat bekepanjangan menyebabkan teraktifasinya
neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine.
d)     Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e)      Faktor genetic dan pola asuh
2)      Faktor Presipitasi/halusinasi
Menurut Rawlins dan heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi
berlandaskan atas hakikatkeberadaan seseorang individu sebagai makhluk yang dibangun
atas dasar unsure-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5
dimensi yaitu :
a.       Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
b.      Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c.       Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang
akan mengontrol semua perilaku klien.
d.      Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien
asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi social, control diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu.
e.       Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sirkandiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun saat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia
sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

c.       Tindakan keperawatan pasien dengan halusinasi


1)      Membina hubungan saling percaya perawat-klien
a.       Sapa klien dengan ramah dan baik verbal maupun nonverbal
b.      Perkenalkan diri dengan sopan
c.       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d.      Jelaskan tujuan pertemuan
e.       Jujur dan menepati janji
f.       Tunjukkan sikap empati dan menerima klien adanya
g.      Beri perhatian kebutuhan dasar klien
2)      Klien dapat mengenali halusinasi
a.       Adakan kontak yang sering dan singkat secara bertahap
b.      Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, bicara dan tertawa tanpa
stimulus, memandang ke kiri/ke kanan/ ke depan seolah-olah ada teman bicara
c.       Bantu klien mengenal halusinasinya
d.      Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang
didengar
e.       Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan
f.       Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri
tidak mendengarnya
g.      Katakan bahwa klien lain juga ada seperti klien
h.      Katakan bahwa perawat akan membantu klien
i.        Diskusikan dengan klien :
  Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusiansi
  Waktu dan frekuensi terjadinya halusiansi(pagi, siang, sore, dan malam atau jika sendiri
sedih, jengkel/sedih) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah/takut, senang, sedih) beri kesempatan mengungkapkan perasaannya

3)      Klien dapat mengontrol halusinasinya


a.       Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi(tidur,
marah, menyibukkan diri)
b.      Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri pujian
c.       Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
  Katakan “saya tidak mau dengar kamu”(pada saat halusinasi terjadi)
  Menemui orang lain(perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi yang terdengar
  Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sampai muncul
  Meminta keluarga/teman/perawat menyapa klien jika tampak berbicara sendiri
d.      Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap
e.       Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasil dan beri pujian
jika berhasil
f.       Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok orientasi realita, stimulasi persepsi
4)      Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
a.          Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b.          Diskusikan dengan keluarga(pada saat kunjungan berkunjung/kunjungan rumah) :
  Gejala halusinasi yang dialami klien
  Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
  Cara merawat anggota yang halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, bepergian bersama
  Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, risiko menciderai orang
5)      Klien memanfaatkan obat yang baik
a)      Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi, dan manfaat obat
b)      Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c)      Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang
dirasakan
d)     Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e)      Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip yang benar
d.      Tindakan keperawatan keluarga pasien dengan halusinasi
1)        Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2)        Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialmi pasien, tanda dan gejala halusinasi
3)        Beri kesempatan pada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi langsung di depan pasien
4)        Buat perencanaan pulang bersama keluarga
4.      Klien dengan Masalah Isolasi Sosial
a.       Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi social adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain.

b.      Tanda dan gejala isolasi social


1.      Gejala subjektif
  Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
    Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
  Respons verbal kurang dan sangat singkat
  Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
  Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
  Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
  Klien merasa tidak berguna
  Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
  Klien merasa ditolak
2.      Gejala objektif
  Klien banyak diam dan tidak mau berbicara
  Tidak mengikutu kegiatan
  Banyak berdiam diri di kamar
  Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
  Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
  Kontak mata kurang
  Kurang spontan
  Apatis(acuh terhadap lingkungan)
  Ekspresi wajah kurang berseri
  Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
  Mengisolasi diri
  Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
  Masukan makanan dan minuman terganggu
  Retensi urine dan feses
  Aktivitas menurun
  Kurang energi(tenaga)
  Rendah diri

c.       Tindakan keperawatan terhadap pasien isolasi social


1.      Membina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial kadang perlu waktu
yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap terapeutik pada pasien.Tindakan
yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah :
a)        Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b)        Berkenalan dengan pasien
c)        Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini
d)       Buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa lama akan
dikerjakan, dan tempatnya dimana
e)        Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh demi
kepentingan terapi
f)         Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
g)        Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi
2.      Membantu klien menyadari perilaku isolasi social
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyadarkan klien bahwa isolasi sosial
merupakan masalah dan perlu diatasi : hal tersebut dapat digali dengan menanyakan :
a)      Pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
b)      Menayakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
c)      Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan
mereka
d)     Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang
lain
e)      Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien
3.      Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
a)      Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
b)      Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
c)      Beri kesempatan klien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan di hadapan perawat
d)     Mulialah bantu klien berinteraksi dengan satu orang teman/ anggota keluarga
e)      Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan
dua,tiga,empat orang dan seterusnya
f)       Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien
g)      Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien dengan orang lain. Beri dorongan terus
menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
4.      Diskusikan dengan klien tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki
5.      Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi unutk membangun
kepercayaan diri klien dalam pergaulan
6.      Ajarkan kepada klien koping mekanisme yang konstruktif
7.      Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap
8.      Diskusikan dengan keluarga pentingnya interaksi klien yang dimulai dengan keluarga
terdekat
9.      Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya sosialisasi
dengan lingkungan sekitar
d.      Tindakan keperawatan keluarga pasien dengan isolasi social
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah adalah :
1.      Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2.      Menjelaskan tentang :
a)      Masalah sosial dan dampaknya pada pasien
b)      Penyebab isolasi social
c)      Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial antara lain :
  Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak
ingkar janji
  Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan
bersama-sama dengan orang lain yaitu tidak mencela kondisi pasien dan memberikan
pujian yang wajar
  Tidak membiarkan pasien dirumah
  Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien
3.      Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi social
4.      Membantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan
yang dihadapi
5.      Menyusun perencanaan pulang bersam keluarga

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Gangguan jiwa menurut Yosep(2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan
yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Ada
tiga faktor penyebab gangguan jiwa yaitu : Faktor somatic (somatogenik) atau
organobiologis, faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif dan faktor sosio-
budaya(sosiogenik) atau sosiokultural. Gejala umum yang muncul pada seseorang yang
mengalami gangguan mental (Sundari,2005) adalah : keadaan fisik, keadaan mental
dankeadaan emosi. Tujuan komunikasi pada pasien jiwa yaituperawat dapat memahami
orang lain, menggali perilaku klien,memahami perlunya member pujian dan memperoleh
informasi klien.

B.       Saran
Calon perawat harus mengetahui cara berkomunikasi dengan baik pada pasien
terutama pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, mukhripah.Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.2008. Bandung.


Redika Aditama

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
risiko.html .  Diakses pada tanggal 30 desember 2011 pukul 19.00

http://tenreng.wordpress.com/2009/02/19/asuhan-keperawatan-dengan-pasien-depresi/. Diakses
pada tanggal 01 desember 2017 pukul 19.34
Yosep,iyus. Keperawatan Jiwa.2009.Bandung. Redika Aditama

Anda mungkin juga menyukai