Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“Gangguan Jiwa”

Oleh :
Shifa Nadila
181030100069

Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah
Pamulang
2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Mata Kuliah :
Sasaran :
Hari/Tanggal :
Jam : 09.00 WIB
Waktu : 40 menit

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional
a. Warga mengetahui definisi gangguan jiwa
b. Warga mengetahui penyebab gangguan jiwa
c. Warga mengetahui tanda dan gejala gangguan jiwa
d. Warga mengetahui jenis-jenis gangguan jiwa
e. Warga mengetahui pentinganya dukungan keluarga bagi penderita
gangguan jiwa.
B. Pokok bahasan
Gangguan jiwa

C. Sub pokok bahasan


1. Definisi gangguan jiwa
2. Penyebab gangguan jiwa
3. Tanda dan gejala gangguan jiwa
4. Jenis gangguan jiwa
5. Pentingnya dukungan keluarga bagi penderita gangguan jiwa

D. Metode penyuluhan
Ceramah dan tanya jawab

E. Media
1. Leaflet
F. Materi
Terlampir

G. Kegiatan penyuluhan
No Tahap/Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan sasaran
.
1. Pembukaan : a. Memberikan salam a. Menjawab salam
5 menit pembuka.
b. Memperkenalkan diri b. Memperhatikan
c. Menjelaskan pokok c. Memperhatikan
bahasan dan tujuan
penyuluhan
2. Pelaksanaan : a. Menjelaskan definisi a. Menyimak.
15 menit gangguan jiwa.
b. Menjelaskan penyebab b. Menyimak.
gangguan jiwa.
c. Menjelaskan tanda dan c. Menyimak.
gejala gangguan jiwa.
d. Menjelaskan jenis d. Menyimak.
gangguan jiwa.
e. Menjelaskan peran e. Menyimak.
keluarga bagi
penderita gangguan
jiwa.
3. Evaluasi : Menanyakan kepada Menjawab pertanyaan
5 menit peserta tentang materi
tentang gangguan jiwa
yang telah dilakukan.
4. Terminasi a. Mengucapkan terima a. Mendengarkan
5 menit kasih.
b. Mengucapkan salam b. Menjawab salam
penutup.
H. Evaluasi
1. Evaluasi struktur:
a. Laporan telah dikoordinasikan sesuai rencana
b. Mahasiswa berada pada posisi yang sudah ditentukan
c. Tempat, media serta alat sesuai rencana
d. Mahasiswa dan sasaran menghadiri penyuluhan
2. Evaluasi proses
a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
b. Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
c. Waktu yang direncanakan sesuai pelaksanaan
d. Sasaran penyuluhan dan mahasiswa mengikuti kegiatan penyuluhan
sampai selesai
e. Sasaran penyuluhan dan mahasiswa berperan aktif selama kegiatan
berlangsung
3. Evaluasi hasil peserta mampu:
a. Menyebutkan pengertian gangguan jiwa
b. Menyebutkan penyebab gangguan jiwa
c. Menyebutkan tanda dan gejala gangguan jiwa
d. Menyebutkan jenis gangguan jiwa
e. Menjelaskan pentingnya dukungan keluarga bagi penderita gangguan jiwa.
LAMPIRAN

A. Definisi
Gangguan jiwa adalah gejala-gelaja patologik dominan berasal dari unsur.
Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu sekali, yang sakit dan
penderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya orangnya, jiwanya atau
lingkungan.
Gangguan jiwa adalah gangguan pada satu atau lebih fungsi jiwa. Gangguan
jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir,
perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini
menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya (Stuart &
Sundeen, 2007).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan
peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber
dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan
tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbalas, kehilangan seseorang
yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan
jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak
(Djamaludin, 2001). Jiwa atau mental yang sehat tidak hanya berarti bebas dari
gangguan. Seseorang bisa dikatakan jiwanya sehat jika ia bisa dan mampu untuk
menikmati hidup, punya keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu
menangani masalah secara sehat, serta berperilaku normal dan wajar, sesuai dengan
tempat atau budaya dimana dia berada. Orang yang jiwanya sehat juga mampu
mengekspresikan emosinya secara baik dan mampu beradaptasi dengan
lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan.

B. Penyebab
Manusia berinteraksi secara keseluruhan, secara holistik atau dapat dikatakan
juga, secara bio-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa maka ketiga
unsur ini harus dapat diperhatikan. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku
manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur, jenis kelamin, keadaan jasmani,
keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,
pekerjaan, pernikahan, dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang
dicintai, agresif atau pembunuhan.
Gejala umum atau gejala yang menonjol yaitu terdapat pada unsur kejiwaan,
tetapi penyebab utamanya yaitu jasmani (somatogenik), lingkungan social
(sosiogenik) ataupun dipsike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab
tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang
saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan.
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh factor-faktor pada ketiga
unsur itu yang terus-menerus saling mempengaruhi,yaitu :
1. Faktor Organobiologi seperti faktor keturunan (genetik), yaitu adanya
ketidakseimbangan zat-zat neurokimia di dalam otak. Faktor organobiologi
terdiri dari:
a. Nerokimia (misal: gangguan pada kromosom no 21 yang menyebabkan
munculnya gangguan perkembangan Sindrom Down).
b. Nerofisiologi
c. Neroanatomi
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organik.
e. Faktor-faktor prenatal dan perinatal.

2. Faktor Psikologis seperti adanya mood yang labil, rasa cemas berlebihan,
gangguan persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita (halusinasi), terdiri
dari:
a. Interaksi ibu-anak.
b. Interaksi ayah-anak : peranan ayah.
c. Sibling rivalry atau merasa tersaingi oleh saudara.
d. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
e. Kehilangan : Lossing of love object.
f. Konsep diri: pengertian identitas diri dan peran diri yang tidak menentu.
g. Tingkat perkembangan emosi.
h. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya :
Mekanisme pertahanan diri yang tidak efektif.
i. Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap
perkembangannya.
j. Traumatic Event
k. Distorsi Kognitif
l. Pola Asuh Patogenik (sumber gangguan penyesuaian diri pada anak) :
- Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya.
- Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan
“harus tunduk  saja”
- Penolakan (rejected child)
- Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi.
- Disiplin yang terlalu keras.
- Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan.
- Perselisihan antara ayah-ibu.
- Perceraian
- Persaingan yang kurang sehat diantara para saudara.
- Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral).
- Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si
anak).
- Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-
psikotik).
3. Faktor Lingkungan (Sosial) baik itu di lingkungan terdekat kita (keluarga)
maupun yang ada di luar lingkungan keluarga, yang terdiri dari:
a. Tingkat ekonomi
b. Lingkungan tempat tinggal : Perkotaan dan Pedesaan.
c. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas
kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai.
d. Pengaruh rasial dan keagamaan.
e. Nilai-nilai.
C. Tanda dan gejala
1. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini
dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
3. Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal)
meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak
rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. Sering berpikir atau
melamun yang tidak biasa (delusi).
4. Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya
penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara atau bayangan itu.
5. Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus.
6. Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun
pekerjaan tersebut telah dijalani selama bertahun-tahun.
7. Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu
ditakuti atau dicemaskan.
8. Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.
9. Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
10. Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.
11. Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah.
12. Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya.
13. Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
14. Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya,
misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
15. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
16. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
17. Sulit dalam berpikir abstrak.
18. Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan
serba malas dan selalu terlihat sedih.

D. Jenis gangguan jiwa


1. Skizofrenia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan
disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu
bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala.
Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab dan patologisnya sangat
kurang (Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak
dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan
penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali
bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan
dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat
”.
2. Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa
putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Depresi juga dapat
diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan
yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup,
perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Depresi adalah suatu
perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa
serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam.
Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik
berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang
hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah,
bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang.
Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul
sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai.
Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak
kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi. Individu yang
menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan
minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah
lelah dan berkurangnya aktifitas. Depresi dianggap normal terhadap banyak
stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa
penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang
mulai pulih.
3. Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami
oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah
yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang
merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak
spesifik. Penyebab maupun sumbernya biasa tidak diketahui atau tidak
dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan
sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (2007) mengidentifikasi rentang respon
kecemasan ke dalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan,
sedang, berat dan kecemasan panik.
4. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian
(psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang
dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa
gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak
tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan
kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik,
kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-
konpulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian anti sosial,
Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate.
5. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi jaringan otak
ini dapat disebabkan oleh penyakit biologis, yang terutama mengenai otak atau
yang terutama di luar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka
gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada
penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu
saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma,
bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak
psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit
tertentu dari pada pembagian akut dan menahun.
6. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi
badaniah. Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan
sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang
dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan
dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya
fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan
psikofisiologik.
7. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya rendahnya daya
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik
dan sosial.
8. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat. Anak dengan
gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan
pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari
lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling mempengaruhi.
Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian yang
umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak
seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan
kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku anak, dan
sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka
dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.

E. Pentingnya dukungan keluarga terhadap penderita gangguan jiwa


Keluarga adalah sisi sehat pasien, Keluarga bagian dari tumbuh kembang
pasien, Keluarga paling berkepentingan dengan pemulihan pasien. Peran keluarga
sangat penting karena bertujuan untuk saling menguatkan antara sesama keluarga
yang merawat pasien gangguan jiwa, merupakan pertemuan periodik antara
keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa untuk saling berbagi dan bertukar
pengalaman dengan terapis bertindak selaku fasilitator, biasanya dalam kelompok
diusahakan merupakan gabungan antara keluarga yang ekonomi tinggi dan
ekonomi rendah sehingga bisa saling bertukar informasi.
1. Dukungan keluarga berupa penilaian
Sebagian besar keluarga memberikan penghargaan kepada penderita dengan
cara merawat dengan baik, memberikan kasih sayang, memberikan
pengawasan terhadap ketaatan dalam pengobatan.
2. Dukungan keluarga berupa informasional
Bentuk dukungan informasional adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk, dan
pemberian informasi. Sebagian besar keluarga selalu memberikan nasehat
kepada anggota keluarganya yang menderita ganguan jiwa dan nasehat atau
sarannya berupa: partisipan mengatakan keluarga memberikan nasehat dan
mengatakan sabar dan banyak berdoa kepada penderita.
3. Dukungan keluarga berupa instrumental
Dalam dukungan instumental sebagian keluarga telah memberikan dukungan
kepada anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa dengan baik dan
positif, keluarga mampu melakukan perannya sebagai keluarga dengan baik
dengan memberikan dukungan berupa pengobatan, mengantarkan penderita
untuk kontrol dan mengawasi dalam meminum obat. Bentuk dukungan
tersebut yaitu:
- Mengantarkan penderita malakukan pengobatan ke Rumah Sakit Jiwa
ketika mengalami gangguan jiwa.
- Melakukan dan mengantarkan penderita untuk kontrol ke rumah sakit
dengan rutin.
- Memberikan obat kepada penderita sesuai dengan anjuran yang
diberikan.
- Melakukan pengawasan terhadap penderita yang meminum obat untuk
memastikan obat tersebut di minum.
4. Dukungan keluarga berupa emosional
Secara emosional, dukungan dari keluarga menunjukkan hal yang positif dan
baik. Setiap keluarga memberikan dukungan yang membuat penderita
gangguan jiwa yaitu anggota keluarganya ada yang memperhatikan dan
keluarga selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik agar anggota
keluarganya dapat sembuh.

Anda mungkin juga menyukai