Anda di halaman 1dari 11

Makalah

“Sifat-Sifat Sel”

( Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi sel yang di ampuh
oleh ibu Dr. Djuna Lamondo, M.Si )

Oleh

Kelompok I

Mohamad Andre Ibrahim (431419001)

Ditya Pranata Kasim (431419064)

Sitti Ainun Ahmad (431419023)

Selly Safitri (4314119002)

Sarlin Gagu (431419030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULATAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
1. Definisi Sel
Menurut Postlethwait ( 2006:68), semua makhluk hidup terdiri dari satu
sel atau lebih sel. Sel adalah unit terkecil yang dapat menjalankan semua
proses kehidupan. Sel bisa sederhana atau kompleks tergantung pada fungsi
sel. Setiap sel memiliki bentuk yang telah berevolusi untuk memungkinkan sel
untuk melakukan fungsinya secara efektif.
Cytology ( kytos = ruang kosongdari sel dan logos = ilmu) atau
sekarang lebih dikenal dengan biologi sel (cell biology). Biologi sel dititik
beratkan mempelajari tentang struktur dan fungsi dari berbagai jenis sel
sebagai unit terkecil penyusun makhluk hidup. Hasil dari studi dan riset
beberapa ahli dalam bidang biologi sel digunakan untuk merumuskan sel
secara umum dan mempermudah para pemula untuk memahami kajian dari
setiap jenis dan fungsi spsifik dari sel (Sazali, 2017:2).
Biologi sel merupakan cabang ilmu biologi yang sangat erat
kaitannya dengan struktur, fungsi, pengelompokkan molekuler, pertumbuhan,
reproduksi, dan material genetik dari sel serta untuk mengamatinya
membutuhkan instrumen berupa mikroskop dikarenakan ukuran sel yang
microscopic (Sazali, 2017:2).

2. Kaitan Biologi Sel dengan Ilmu lain


Menurut Sazali ( 2017:19 ), Biologi sel tumbuh dan berkembang oleh
para ahli biologi dengan kemampuan memahami berbagai aktivitas kehidupan
yang rumit seperti halnya metabolisme, pertumbuhan, differensiasi,
penurunan sifat (heredity) dan evolusi pada tingkatan selullar dan
molekuler. Oleh karena itu, diperlukan bentuk aplikasi yang bervariasi dari
berbagai cabang ilmu biologi untuk mendapatkan sejumlah pengetahuan baru
(new hybrid) dalam bidang biologi sel. Beberapa cabang ilmu yang mendukung
berkembangnya biologi sel seperti diuraikan di bawah ini.

a) Cytotaxonomy (Cytology dan Taxonomi). Setiap spesies baik


tumbuhan maupun hewan memiliki jumlah keromosom tertentu
(berbeda) di dalam sel masing-masing. Kromosom pada setiap individu
dengan tingkatan kemiripan spesies yang lebih dekat dengan spesies
lainya dibedakan di dalam jumlah, bentuk dan ukurannya. Karateristik
yang dimiliki dalam tingkatan spesies akan membantu para pakar
taksonomi dalam menentukan posisi takson untuk suatu spesies. Lebih
lanjut, Biologi Sel dilengkapi dengan dukungan yang kuat untuk
menyikapi keaslian yang pasti dari unit kehidupan (masing-masing
spesies). Oleh karena itu, Cyto- taxonomy bisa menjadi alat bantu
dalam memberikan penegasan posisi dari setiap jenis spesies yang ada.
b) Cytogenetiks (Cytologi dan Genetika). Cytogenetik merupakan
cabang dari Biologi Sel yang terkonsentrasi dengan cytological
(struktur dan aktivitas sel) dan dasar-dasar molekuler pewarisan sifat
(heredity), variasi, mutasi, phylogeny, morphogenesis dan evolusi dari
suatu organisme. Teori Plasma bakteri (germ) miliknya Weismann,
Hukum Mendel tentang pewarisan sifat dan konsep mengenai genetik
dapat menjadi pemahaman mendasar yang bagus ketika diaplikasikan
pada konsep cytological genetik.
c) Physiologi sel (Cytologi dan Physiologi). Physiologi sel merupakan
ilmu yang menkaji tentang hal-hal yang mendukung dalam aktivitas
kehidupan, seperti nutrisi, metabolisme, rangsangan, pertumbuhan,
reproduksi atau pembelahan sel dan differensiasi sel. Phisiologi Sel
dapat membantu dalam memahami berbagai aktivitas phsiologi yang
sangat rumit pada tingkatan selular, sehingga memudahkan para pakar
biologi untuk mengkaji secara spesifik gejalan yang muncul dari setiap
perubahan akibat aktivitas dari tingkat selular.
d) Cytochemistry (Cytologi dan Kimia). Cytochemistry merupakan cabang
dari cytology yang bahasannya terkait dengan kimia dan analisis physico-
kimia dari bahan penyusun kehidupan. Seperti contoh analisis
cytochemical yang mengungkapkan bahwa adanya karbohidrat, lemak,
protein asam nukleat dan bahan organic lain serta bahan kimia anorganik
sebagai penyusun sel.

e) Cytopatology (Cytologi dan Pathologi). Aplikasi dari Biologi


Molekular terhadap pemahaman pahtologi memberikan sumbangsih
besar dalam kajian berbagai penyakit yang muncul pada manusia pada
tingkatan molekular. Dikarenakan sebagian besar penyakit menyebabkan
kerusakan susunan kode genetik di dalam molekul DNA sehingga terjadi
perubahan proses sintesis protein dan ahirnya menyebabkan kerusakan
aktivitas pada metabolisme selullar.
f) Cytoecology (Cytologi dan Ecologi). Cytoecology merupakan bidang
ilmu sains yang salah satu studi di dalamnya terkait efek perubahan
ekologi akibat perubahan jumlah kromosom pada sel. Cytologi mengkaji
jumlah kromosom tumbuhan dan hewan yang memiliki hubungan erat
dengan kondisi lingkungan (ecologi) dan persebaran geografis.

3. Teori Sel Moderen


Pada tahun 1838, seorang ahli botani Jerman Mathias Jacob
Schleiden (1804-1881) mengajukan gagasan bahwa sel adalah unit dari struktur
tanaman. Pada tahun 1839, rekan kerjanya, seorang ahli zoologi Jerman,
Theodor Schwann (1810-1882) mengajukan gagasan Schleiden untuk
digunakan pada hewan. Dengan demikian, keduanya menetapkan postulate
(dalil) bahwa sel adalah unit dasar dari struktur dan fungsional dalam semua
kehidupan. Bahasan sederhana, dasar dan formal tentang biologi secara umum
sehingga dikenal sebagai teori sel atau doktrin sel (cell theory or cell doctrine).
Bahkan, Schleiden dan Schwann tidak dianggap sebagai orang yang
merumuskan teori sel, mereka hanya membuat generalisasi yang didasarkan
pada karya-karya pendahulu mereka, seperti Oken (1805), Mirbel (1807),
Lamarck (1809), Dutrochet (1824), Turpin (1826), dan lain-lain. Namun,
Schleiden adalah orang yang pertama menggambarkan dan mendeskripsikan
tentang nukleolus dan menyatakan bahwa setiap sel mengarah pada
pembelahan menjadi dua sebagai satu kesatuan independen yang berkaitan
dengan pembelahan sel. Schwann mempelajari jaringan tumbuhan dan hewan
serta melanjutkan hasil kerjanya terkait jaringan ikat pada hewan seperti tulang
dan tulang rawan menyebabkan dia terpaksa memodifikasi teori tentang sel
untuk memasukkan gagasannya bahwa “setiap makhluk hidup terbentuk dari
dua sel dan terbentuk dari sel sebelumnya”. Schwann juga
memperkenalkan istilah metabolisme untuk menggambarkan aktivitas yang
berlangsung di dalam sel (Sazali, 2017:12).
Pada tahun-tahun berikutnya teori sel mengalami perluasan dan
penyempurnaan lebih lanjut. K. Nageli (1817-1891) pada tahun 1846 menunjukkan
bahwa sel tanaman muncul dari pembelahan sel yang sudah ada sebelumnya. Pada
tahun 1855, seorang ahli patologi Jerman Rudolf Virchow (1821-1902)
mempertegas prinsip Nageli tentang dasar seluler. Dia menyatakan dalam bahasa
Latin "Omnis cellula e cellula" bahwa setiap sel berasal dari sel-sel yang sudah
ada sebelumnya. Dengan demikian, ditetapkan bahwa pembelahan sel dalam
reproduksi organisme sebagai hal urgen bagi keber-langsungan organisme. Pada
tahun 1858, Virchow menerbitkan buku klasik Pathology Cellular dan di
dalamnya ia menegaskan bahwa sel sebagai unit fungsional kehidupan,
merupakan sumber utama penyakit dan kanker. Kemudian, pada tahun 1865,
Louis Pasteur (1822-1895) di Perancis memberikan bukti eksperimental untuk
mendukung perluasan Virchow tentang teori sel. Sehingga saat ini versi modern
dari teori sel menyatakan bahwa (1) Semua organisme (hewan, tumbuhan dan
mikroba) terdiri dari satu atau banyak sel. (2) Semua reaksi metabolisme dalam
organisme uniseluler dan multiseluler berlangsung di dalam sel. (3) Sel berasal
dari sel-sel sebelumnya, yaitu tidak ada sel yang dapat muncul secara spontan
atau de novo, tetapi keberadaanya hanya dengan pembelahan dan duplikasi sel
sebelumnya. (4) Unit fungsional terkecil mahluk hidup adalah sel (Sazali,
2017:14).
Teori sel memiliki kemampuan aplikasi secara biologi menjadi lebih luas.
Dengan kemajuan ilmu biokimia, menunjukkan bahwa ada kesamaan mendasar
dalam komposisi kimia dan aktivitas metabolisme semua sel. Kolliker menerapkan
teori sel embriologi, kemudian menunjukkan bahwa organisme berkembang dari
peleburan (fusion) dua sel (spermatozoon dan ovum). Namun, dalam beberapa
tahun terakhir, sejumlah besar struktur sub-seluler, seperti ribosom, lisosom,
mitokondria, kloroplas, dan lain-lain telah ditemukan dan dipelajari secara rinci.
Dengan demikian, para pakar biologi sel berasumsi bahwa sel tidak lagi unit dasar
kehidupan karena kehidupan mungkin ada tanpa sel. Namun, teori sel tetap
sebagai konsep yang berguna (Sazali, 2017:14).

4. Struktur Sel Prokariotik


Menurut Sazali (2017:106), Prokaryotik (“pro”=primitif atau
sebelumnya; “karyon”= nukleus) berukuran lebih kecil, sederhana, dan masih
terlihat perimitif. Jadi prokaryotik diartikan sebagai sel yang memiliki struktur
yang lebih sederhana dan kemunculannya lebih primitif dibandingkan jenis sel
eukaryotik. Prokaryotik diperkirakan pertama kali kemunculannya sekitar 3.5
miliar tahun yang lalu. Sebagai pembuktian pada strimatolites (koloni dalam
jumlah besar yang masuk dalam cyanobakteria dan ganggang hijau biru)
ditemukan disekitar wilayah barat Australia yang diketahui paling sedikit umur
radioaktifnya 3,5 miliar tahun. Sedangkan sel eukaryotik mulai kemunculannya
diperkirakan sekitar 1,4 miliar tahun yang lalu.
Sel prokaryotik merupakan sel yang paling perimitif dari sudut pandang
morpologi. Prokaryot terdiri dari mycoplasma, bakteria dan cyanobakteria atau
ganggang hijau biru. Sel prokaryotik pada dasarnya terdiri dari satu pembungkus
(one-envelope) yang diatur sedemikian rupa untuk mempertahankan dan mengatur
metabolisme di dalamnya (Sazali, 2017:106).
Terdapat bagian inti yang disebut dengan istilah nucleoid (nukleus pada
sel eukaryotik) di dalamnya terdapat molekul DNA, RNA dan protein nuclear
yang dikelilingi oleh substansi dasar sitoplasma, sehingga keseluruhan dari sel
prokaryotik hanya ditutupi oleh satu pembungkus yakni membran plasma. Baik
bagian dari nukleoid maupun sistem enzimatik respiratori terbungkus oleh
membran, meskipun demikian permukaan sebelah dalam dari membran plasma
dapat memberikan tambahan peran enzim seperti membrane internal yang
terdapat pada sel yang lebih maju. Sitoplasma dari sel prokaryotik tidak terdapat
organella sitoplasmaik seperti retikulum endoplasma, aparatus Golgi, metikondria,
sentriol dan lain-lain. Hal mendasar yang membedakan antara sel prokaryotik
dengan eukaryotik yakni pada membran pembungkus bagian inti sel (nukleoid)
dan membran sitioplasma yang lain. Prokaryotik juga tidak memiliki nucleolus
(anak inti), sitoskeleton (mikrofilamen dan mikrotubul), sentriol dan basal bodi
(Sazali, 2017:107).
Sel-sel prokariotik dikelilingi oleh dinding sel, yang biasanya bukan
berupa selulosa, dan oleh karenanya secara kimia berbeda dengan dinding sel
tingkat tinggi. Tebalnya dinding sel berkisar antara 10-20 nm, dan kadang-
kadang diselaputi oleh kapsul sejenis jelly yang relatif tebal atau berupa lendir
dari bahan protein. Pada bagian dalam dinding sel terdapat membran plasma atau
plasmalemma. Pada bagian tertentu dari membran plasma ini terjadi suatu
lekukan ke arah sitosol (infolding) membentuk suatu bangunan/struktur yang
disebut mesosom atau khondrioid, setara mitokondria pada sel-sel eukariotik
(Sumadi, 2007:2-3).

5. Struktur Umum Sel Eukariotik


Menurut Postlethwait ( 2006:75), organisme eukariotik adalah organisme
yang terdiri dari satu atau lebih sel yang memiliki inti dan organel yang terikat
membran. Sel eukariotik juga memiliki beragam struktur subselular yang disebut
organel, tubuh intraseluler yang terdefinisi dengan baik yang melakukan spesifik
fungsi untuk sel. Banyak organel melakukan proses seluler seperti halnya
pankreas, jantung, dan organ-organ lain menjalani proses. Sel eukariotik
umumnya jauh lebih besar dari pada sel prokariotik.
Eukaryotik (Yunani, eu = bagus, jelas, dan karyotik = nukleus/inti sel)
merupakan jenis sel yang memiliki dua sistem penutup (envelope system) dan
umumnya lebih besar secara ukuran dibandingkan dengan sel prokaryotik.
Membran kedua (setelah membran plasma) ditemukan sebagai penutup nukleus dan
berbagai jenis organel internal yang memisahkannya dengan sitoplasma. Sel
eukaryotik disebut juga sebagai sel sejati (true cells) yang bisa kita temukan pada
sel tumbuhan (dari algae hingga angiospermae) dan hewan (dari Protozoa hingga
mamalia). Secara umum sel eukaryotik memiliki perbedaan bentuk, ukuran dan
physiologi, namun keseluruhan sel secara khusus memiliki penyusun yang sama
seperti membran plasma, cytoplasma dan organel- organelnya, seperti mitokondria,
retikulum endoplasma (RE), ribosom, Golgi apparatus (badan golgi), nukleus yang
terlihat jelas dan banyak lagi kemiripan-krmiripan yang dimiliki sel eukaryotik.
Nukleus tersusun dari DNA, RNA, nukleuprotein dan anak inti (nukeolus) yang
terpisah dari sitoplasma oleh lapisan tipis berpori yakni membran nuklear (Sazali,
2017:99).
Bentuk dasar dari sel eukaryotik adalah sperikal (bundar/ bola),
bagaimanapun bentuk akhir dari sel akan ditentukan oleh fungsi spesifik dari sel
tersebut. Bentuk sel mungkin akan bersifat tidak tetap (variable) yakni
ditentukan oleh perubahan kondisi dan fungsi. Bentuk sel variable atau tidak
beraturan dapat kita temukan pada Amoeba dan sel darah putih (leucoyte),
yakni sebenarnya leucocyte memiliki bentuk awal bundar di dalam sistem
sirkulasi darah, tetapi pada kondisi yang berbeda leucocyte akan membentuk
pseudopodia dan menjadi bentuk yang tidak beraturan. Bentuk tetap (fixed)
pada sel ditemukan sebagian besar pada keseluruhan sel protista (seperti,
Euglena, Paramecium), sel tumbuhan dan hewan. Pada organisme bersel
tunggal (unicellular), bentuk sel dipertahankan oleh membran plasma dan
eksoskeleton yang keras atau kaku. Di dalam organisme bersel banyak
(multicellular) (Sazali, 2017:100).
Sel-sel eukariotik memiliki struktur yang lebih maju dari pada sel-sel
prokariotik. Sel pada umumnya terlihat sebagai masa yang jernih dengan bentuk
yang tidak teratur, dibatasi oleh suatu selaput dan di tengah-tengahnya terdapat
bangunan yang lebih pucat yang bentuknya bulat, disebut nukleus atau inti sel.
Jadi secara umum sel itu dibina oleh selaput atau membran sel, plasma sel, dan
inti sel (Sumadi, 2007:4).

6. Teknik Mempelajari Sel


1) Teknik Mikroskopik adalah metode mempelajari sel secara visual. Teknik ini
diperlukan karena mata kita tanpa alat bantu memiliki keterbatasan penglihatan
yaitu hanya memiliki resolving power 100 µM, untuk ukuran lebih kecil dari
itu tidak mmampu dilihatnya. Mikroskop cahaya memiliki RP antara 0,2 – 0,8
µM ini berarti dapat digunakan untuk mempelajari sel dalam keadaan utuh,
karena ukuran sel rata-rata 1-50 µM. Untuk melihat bentuk sel biasanya sel
dibuat statis agar bentuk dan susunannya tidak berubah. Sel
dimatikan/difiksasi, diwarnai dan diawetkan. Mikroskop elektron memiliki RP
lebih tajam dibandingkan mikroskop cahaya yaitu 2-4 nM (nano meter)
sehingga dapat digunakan untuk visualisasi makromolekul dalam sel atau virus
(Yuwono, 2012:1).
2) Teknik Biokimia bertujuan untuk mempelajari sel secara analitik yaitu
menganalisa organisasi molekuler sel dan peran molekul tersebut
(metabolisme). Pada eukariotik umumnya molekul yang akan dipelajari
diisolasi dan dianalisa sifat fisik, kimia dan biologi sehingga dapat
diinterpretasikan fenomena kehidupan sel seperti struktur/organisasi sel,
metabolisme, reproduksi, dan sebagainya. Pada prokariotik/bakteri umumnya
dilakukan uji biokimiawi untuk menilai aspek metabolisme dan gerak bakteri.
Pemecahan/penghancuran sel eukariot sebelum dianalisa mutlak diperlukan.
Pemecahan ini dapat dilakukan dengan larutan hipotonus, sonikasi(getaran),
detergen, pemberian enzim litik dan homogenizer. Setelah didapatkan
homogenat (hasil dari penghancuran sel) maka dilakukan analisa fraksi sel
misalnya analisa protein dengan cara sentrifugasi, kromatografi, elektroforesa,
isoelectric focusing, radiografi dan spektroskopi (Yuwono, 2012:1).
3) Biakan in vitro bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan sel, diferensiasi,
fisiologi, fisiologi dan biokimia serta proses penuaan dan kematian sel. Pada
teknik ini digunakan pendekatan sedemikian rupa sehingga dihasilkan biakan
yang sama atau mendekti kondisi aslinya (in vivo). Sel ditumbuhkan dalam
media kultur dan diberi perlakuan yang memenuhi syarat bagi
kehidupan/pertumbuhan sel. Pada awalnya para peneliti menggunakan serum
binatang sebagai media, tetapi saat ini telah tersedia media sintesis yang berisi
larutan fisiologis, bahan-bahan metabolit yang diperlukan oleh sel, growth
factor seperti hormon, prekursor biosintesis dan carrier seperti transferin
pebawa zat besi. Pada bakteri umumnya hanya diperlukan media dan substrat
yang sesuai untuk pertumbuhan karena bakteri telah memiliki enzim metabolik
sendiri. Pada sel hewan/manusia pertama harus dipisahkan dari jaringan
misalnya dengan enzim kolagenase, dibiakan dalam kondisi tertentu misalnya
sesuai suhu tubuh manusia. Kultur primer adalah kultur yang berasal dari
jaringan yang langsung diambil dari manusia/hewan. Kultur sekunder adalah
kultur sel yang berasal dari kultur primer, dipindahkan ke media baru.
Prosesnya disebut replanting dan pemindahannya disebut passage (Yuwono,
2012:1-2).
4) Teknik Biomolekuler ditujukan untuk mempelajari asam nukleat, regulasi dan
ekspresinya (produk) yaitu protein. Proses ini meliputi kajian genomik yaitu
mengkaji asam nukleat dan kajian pascagenom yaitu mengkaji protein. Teknik
yang paling awal dalam mengkaji genom adalah deteksi kromosom dengan
cara melisis sel. Dengan cara ini dapat diketahui bahwa jumlah kromosom
manusia adalah 46 buah dan 23 pasang. Metode yang dikembangkan
selanjutnya adalah deteksi asam nukleat (DNA) dengan cara hibridasi. Pada
metode ini dibuat pelacak (probe) yang merupakan untaian asam nukleat yang
kira-kira matching dengan DNA yang akan dideteksi. Ketepatan metode ini
rerata dibawah 80%. Teknologi paling akurat untuk mendeteksi asam nukleat
adalah Polymerase Cherin Reaction (PCR) yang memiliki ketepatan hingga
100%. Pada metode ini suatu segmen asam nukleat diperbanyak (diamplifikasi)
menggunakan panduan primer yaitu batasan sekuen basa nitrogen yang ada
pada hulu atau hilir segmen yang dimaksud. Asam nukleat yang diperbanyak
akan dengan mudah divisualisasi dengan elektroforesa. Ketepatan deteksi
sekuen nukleotida dapat dilakukan dengan dapat dilakukan dengan metode
skuensing. Saat ini sekuensing telah dilakukan dengan computerized sehingga
hasilnya dapat dianalisa dengan lebih akurat. Teknologi yang telah disebut
adalah mengolah asam nukleat dalam keadaan sel yang mati. Pada saat ini para
ahli biomolekuler telah menambah riset rekayasa asam nukleat pada sel hidup
bahkan pada makhluk hidup utuh yaitu kultur sel dengan gen yang
dimodifikasi, kloning dan pembuahan in vitro (Yuwono, 2012:2).
DAFTAR PUSTAKA

Postletwait, John., Hopson, Janet. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and
Winston:London.
Sazali, Munawir. 2017. Biologi Sel dan Molekuler. Mataram:LP2M UIN
Mataram.
Sumadi., Marianti, Aditya. 2007. Biologi Sel. Yogyakarta:Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai