Dosen Pembimbing :
Prof.Dr.Herry.M.Sumampouw,M.Pd
Jemmy M. L. Sumakul
Hany.Mamangkey M.Si
Disusun Oleh :
KELAS/SEMESTER : B/III
1
KATA PENGANTAR
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Psikologi Belajar” memang tidak mudah.
Sebab,kelompok harus melihat perkembangan yang ada khususnya di era revolusi industry 4.0
dan harus mampu memberi tanggapan serta solusi untuk dapat mengatasi masalah-masalah apa
yang terjadi didalam Ruang lingkup Psikologi belajar
Bilamana ada beberapa kesalahan yang terdapat dalam makalah ini,izinkan kelompok
menghaturkan permohonan maaf. Sebab,kami tahu makalah ini masih belum sempurna dan
memiliki banyak kekurangan.
Harapan kami kelompok dikemudian hari,makalah ini bisa menjadi referensi dan bahan
pembelajaraan bagi siapa saja yang membaca,khususnya bagi mahasiswa yang akan menjadi
seorang guru untuk dapat mengerti serta memahami pentingnya Psikologi belajar.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………….…………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………….…………………………….3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………..………….…………………4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………….………..…………5
C. Tujuan………………………………………………………………………………………………………………………5
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………………………………….…………………20
A. KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………………….……20
B. SARAN……………………………………………………………………………………………………………………20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………….…………..21
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya ketidak-sesuaian antara potensi
akademik yang dimiliki siswa dengan prestasi akademik yang dicapai. Ditemukan banyak
siswa yang memiliki potensi akademik tinggi tetapi prestasi akademik yang dicapai
rendah, sebaliknya ditemukan juga siswa yang memiliki potensi akademik biasa/rata-
rata memiliki prestasi akademik tinggi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa untuk
mencapai prestasi akademik tinggi tidak cukup hanya dengan faktor kognitif, ada faktor
lain yang berperan yaitu faktor non-kognitif, tetapi selama ini kurang mendapatkan
perhatian dari sekolah khususnya konselor sekolah atau guru Bimbingan dan Konseling
dan guru. Faktor non-kognitif yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi karakter,
keterikatan akademik, dan pendekatan belajar.
Permasalahan yang diteliti adalah (1) bagaimana pengaruh faktor non-kognitif
yang mencakup karakter, keterikatan akademik, dan pendekatan belajar terhadap
prestasi akademik siswa berprestasi tinggi (high-achiever)? (2) bagaimana pengaruh
antar konstruk (karakter, keterikatan akademik, pendekatan belajar, dan prestasi
akademik) yang dibangun dalam model tersebut?
Penelitian ini termasuk dalam penelitian Causal Relationship Explanatory Study
dengan rancangan non-eksperimen. Pengumpulan data karakter, keterikatan akademik,
dan pendekatan belajar dilakukan dengan menggunakan instrumen inventori. Ketiga
inventori memiliki unidimensionalitas konstruk yang baik Data prestasi akademik
diperoleh dari dokumen sekolah. Pengaruh karakter terhadap keterikatan akademik
maupun pendekatan belajar menunjukkan signifikan, pengaruh karakter terhadap
prestasi akademik tidak signifikan, pengaruh keterikatan akademik dan pendekatan
belajar terhadap prestasi akademik menunjukkan signifikan.
Temuan dari penelitian ini adalah (1) model teoritik faktor non-kognitif yang
berpengaruh terhadap prestasi akademik siswa berprestasi (high-achiever) mendapat
dukungan empiris (fit, layak), (2) karakter mempengaruhi keterikatan akademik dan
pendekatan belajar, (3) karakter mempengaruhi prestasi akademik secara tidak
langsung melalui keterikatan akademik dan pendekatan belajar, dan (4) keterikatan
akademik dan pendekatan belajar mempengaruhi prestasi akademik.
Berdasar pada temuan tersebut disarankan kepada (1) penentu kebijakan untuk
mengawal pelaksanaan pembelajaran yang mendidik, khususnya pendidikan karakter
melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, (2) konselor atau Guru
Bimbingan dan Konseling untuk mengintensifkan program layanan Bimbingan dan
Konseling yang bersifat pengembangan faktor non-kognitif siswa terkait dengan prestasi
4
akademik dengan berbasis hasil penelitian sebagai wujud upaya meningkatkan prestasi
akademik siswa, khususnya pengembangan karakter, keterikatan akademik, dan
pendekatan belajar (3) guru untuk menyelenggarakan pembelajaran berorientasi pada
instructional effect dan nurturent effect/pembelajaran yang mendidik, dan (4) peneliti
lanjut untuk melakukan penelitian terhadap faktor non-kognitif yang lain dan meneliti
tentang intervensi yang efektif untuk mengembangkan faktor non-kognitif terkait
dengan upaya meningkatkan prestasi akademik siswa
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan pengertian motivasi dan jenis-jenis motivasi
2. Mampu menguraikan tujuan belajar dan jenis-jenis tujuan belajar
3. Mampu menjelaskan apa saja kecemasan disekolah, penyebab kecemasan dan cara
mengatasinya
4. Mampu menjelaskan minat dan jenis-jenis minat
5
BAB II
KAJIAN TEORI
Faktor non-kognitif yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi karakter, keterikatan
akademik, dan pendekatan belajar. Permasalahan yang diteliti adalah (1) bagaimana pengaruh
faktor non-kognitif yang mencakup karakter, keterikatan akademik, dan pendekatan belajar
terhadap prestasi akademik siswa berprestasi tinggi (high-achiever)? (2) bagaimana pengaruh
antar konstruk (karakter, keterikatan akademik, pendekatan belajar, dan prestasi akademik)
yang dibangun dalam model tersebut?
Penelitian ini termasuk dalam penelitian Causal Relationship Explanatory Study dengan
rancangan non-eksperimen. Pengumpulan data karakter, keterikatan akademik, dan
pendekatan belajar dilakukan dengan menggunakan instrumen inventori. Ketiga inventori
memiliki unidimensionalitas konstruk yang baik Data prestasi akademik diperoleh dari
dokumen sekolah. Pengaruh karakter terhadap keterikatan akademik maupun pendekatan
belajar menunjukkan signifikan, pengaruh karakter terhadap prestasi akademik tidak signifikan,
pengaruh keterikatan akademik dan pendekatan belajar terhadap prestasi akademik
menunjukkan signifikan.
a. motivasi
Orang termotivasi dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada diriorang tersebut. Ciri-ciri
orang termotivasi anatara lain tidak mudahputus asa dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan, selalu merasa inginmembuat prestasinya semakin meningkat.Sardiman (2009:
83)mengemukakan motivasi yang ada pada setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :“(1) Tekun menghadapi tugas; (2) Ulet menghadapi kesulitan; (3)Menunjukkan
minat terhadap macam-macam masalah; (4)Lebihsenang bekerja mandiri; (5)Cepat bosan
padatugas-tugas yangrutin; (6)Dapat mempertahankan pendapatnya; (7)Tidak
mudahmelepaskan hal yang diyakini itu; (8)Senang mencari danmemecahkan masalah
soal-soal”.Nana Sudjana (2002: 61) berpendapat motivasi siswa dapat dilihatdari beberapa hal,
antara lain :“(1) Minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran; (2) Semangatsiswa untuk
melakukan tugas-tugas belajarnya; (3)Tanggungjawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas
belajarnya;(4) Reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang
12diberikan guru; (5) Rasa senang dan puas dalam mengerjakantugas yang diberika
b. Tujuan Belajar
6
tujuan penting dari belajar itu mempunyai banyak sekali manfaat. Tujuan disini dijadikan
sebagai acuan untuk menjalankan suatu program tertentu agar program tersebut dapat
berjalan lurus mengikuti arus sesuai dengan apa yang sebelumnya telah ditetapkan. Tujuan itu
tidak hanya ditujukan kepada siswa yang dijadikan sebagai objek yaitu siswa diukur
ketercapaiannya ketika siswa telah selesai melakukan proses belajar saja, melainkan hal ini
saling berkesinambungan antara siswa, guru serta komponen pembelajaran. Dengan adanya
suatu tujuan dapat diciptakan suatu hubungan yang harmonis antara guru dengan siswa, siswa
dengan sistem pembelajaran, guru dengan sistem pembelajaran maupun sebaliknya. Tujuan
disini dapat digunakan sebagai pengontrol setiap kegiatan, misalnya mengukur keberhasilan
siswa dalam proses pembelajaran.
c. Kecemasan disekolah
Di sekolah, banyak faktor-faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa. Target
kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang tidak kondusif, pemberian tugas yang
sangat padat, serta sistem penilaian ketat dan kurang adil dapat menjadi faktor penyebab
timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum. Begitu juga, sikap dan perlakuan
guru yang kurang bersahabat, galak, judes dan kurang kompeten merupakan sumber penyebab
timbulnya kecemasan pada diri siswa yang bersumber dari faktor guru. Penerapan disiplin
sekolah yang ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim sekolah yang kurang nyaman,
serta sarana dan pra sarana belajar yang sangat terbatas juga merupakan faktor-faktor pemicu
terbentuknya kecemasan pada siswa.yang bersumber dari faktor manajemen sekolah.
Sumber Kecemasan Kecemasan dapat terjadi kapan saja dan disebabkan oleh apa saja
yang mengancam. Kecemanasan dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar, juga bahaya dari
dalam diri dan pada umumnya ancaman itu samar-samar (tidak jelas) bahaya dari dalam
timbul bila ada sesuatu hal yang tidak dapat diterimanya, seperti pikiran, perasaan,
keinginan dan dorongan (Gunarsa & Gunarsa, 2007).Menurut Bunder Keinlholz dan Garden
(dalam Arbaryatiningsih, 2001). kecemasan dapat dibagi menurut sumber sebabnya,
yaitu :Kecemasan yang berasal dari lingkungan, disebut kecemasan obyektif yaitu
kecemasan yang disebabkan oleh lingkungan dan tidak perlu pengobatan, karena merupakan
salah satu faktor "penjagaan diri" Kecemasan dalam tubuh disebut kecemasan vital, yaitu
kecemasan yang berasal dari dalam tubuh dan berfungsi sebagai mekanisme pertahanan yang
melindungi individu. Kecemasan akan kesadaran yang disebut dengan Kecemasan hati
nurani, yaitu individu punya kesadaran akan moralitas yang akan melindungi individu
terhadap perbuatan-perbuatan yang bersifat amoral.Kecemasan dalam tubuh yang disebut
kecemasan neurotik yaitu kecemasan yang berasal dari dalam tubuh dan tidak bisa
dihindari sehingga kecemasan bersembunyi dalam kecemasan lainnya, seperti fobia,
gangguan obsesif kompulsif, konfersi dan gangguan fisiologis lain.
7
d. Minat
Faktor-faktor yang mendasari minat, menurut Crow & Crow (dalam Mahmud, 2001: 56),
adalah dorongan dari dalam, dorongan yang bersifat sosial, dan aspek yang berhubungan
dengan emosional. Faktor dari dalam dapat berupa kebutuhan yang terkait dengan jasmani dan
kejiwaan. Timbulnya minat pada seseorang juga dapat didorong oleh motivasi sosial, yaitu
mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari lingkungan masyarakat tempatnya berada.
Adapun faktor emosional memperlihatkan ukuran intensitas seseorang dalam menanam
perhatian terhadap suatu kegiatan atau objek tertentu.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Motivasi
Pendapat lain dikemukakan oleh Mc. Donald dalam Sardiman (1986: 73) mengartikan
motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Hamzah (2008: 3)
menjelaskan istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat.
Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah
lakunya, berupa rangsangan dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku
tertentu.
Individu dengan motivasi intrinsik akan menjadi aktif dan tidak memerlukan ransangan
dari luar dalam bertindak, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu. Sebagai contoh konkrit, seorang karyawan baru yang rajin bertanya dalam
diskusi. hal tersebut dilakukan karena ingin mendapat pengetahuan dan keterampilan yang
berguna dalam pekerjaannya, tidak ada tujuan lain. Perilakunya tersebut murni untuk
mendapatkan informasi penting yang dibutuhkan dalam bekerja, bukan karena ingin pujian
atau imbalan lain.
9
(2) Jenis Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik berasal dari lingkungan eksternal, dari luar diri individu yang berlaku
dengan imbalan-imbalan tertentu, seperti pujian dari orang lain. Imbalan tersebut membuatnya
memperkuat perilaku. individu dengan motivasi ekstrinsik akan menjadi aktif karena adanya
perangsang dari luar. Atau dengan kata lain, motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang
menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersumber pada suatu kebutuhan
kebutuhan yang harus dipenuhi.
Biggs dan Telfer dalam Sugihartono, dkk (2007: 78) menjelaskan jenis-jenis motivasi belajar
dapat dibedakan menjadi empat macam, antara lain:
1. Motivasi instrumental;
2. Motivasi sosial, peserta didik belajar untuk penyelenggarakan tugas;
3. Motivasi berprestasi;
Motivasi Instrumental merupakan dorongan yang membuat peserta didik belajar karena
ingin mendapatkan hadiah. Motivasi sosial menjadikan peserta didik lebih terlibat dalam tugas.
Peserta didik belajar untuk meraih keberhasilan yang telah ditentukan, karena peserta didik
memiliki motivasi berprestasi, dan peserta didik memiliki rasa ingin belajar dengan
keinginannya sendiri karena mendapatkan dorongan dari motivasi instrinsik
Berdasarkan komponen diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar memiliki
beberapa jenis dan juga mengangandung komponen, antara lain menggerakkan, mengarahkan,
dan menopang atau menjaga tingkah laku. Pada dasarnya motivasi itu dapat muncul dari diri
sendiri maupun dari orang lain, sehingga para siswa mampu meningkatkan motivasi belajarnya
bisa karena dirinya sendiri maupun dari orang lain c. Indikator orang termotivasi Orang
termotivasi dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada diri orang tersebut. Ciri-ciri orang
termotivasi anatara lain tidak mudah putus asa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, selalu
merasa ingin membuat prestasinya semakin meningkat. Sardiman (2009: 83) mengemukakan
motivasi yang ada pada setiap orang itu memiliki ciri- ciri sebagai berikut :
H. Djali (2009: 109-110) menyebutkan bahwa individu yang memiliki motivasi yang tinggi
memiliki karakteristik sebagai berikut: “
10
2. Memilih tujuan yang realistis;
3. Mencari situasi atau pekerjaan dimana ia memperoleh umpan batu dengan segera dan
nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil atau pekerjaannya;
4. Senang berkerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain;
5. Mampu menggunakan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih baik;
6. Tidak tergugah untuk sekedar mendapatkan uang, status atau keunggulannya tetapi
lambang prestasilah yang dicarinya”.
Hamzah B.Uno (2008: 23) mengemukakan bahwa ciri-ciri atau indikator motivasi antara lain :
B. Tujuan Belajar
11
(2) Kondisi-kondisi tes. Komponen kondisi tes tujuan belajar menentukan situasi di mana siswa
dituntut untuk mempertunjukkan tingkah laku terminal.
(3) Ukuran-ukuran perilaku. Komponen ini merupakan suatu pernyataan tentang ukuran yang
digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku siswa.
Komponen-komponen dalam tujuan belajar disini merupakan seperangkat hasil yang hendak
dicapai setelah siswa melakukan kegiatan belajar. Dari menerima materi, partisipasi siswa
ketika di dalam kelas, mengerjakan tugas-tugas, sampai siswa tersebut di ukur kemampuannya
melalui ujian akhir semester yang nantinya akan mendapatkan sebuah hasil belajar. Jadi, siswa
tidak hanya dinilai dalam hal akademik saja, tetapi perilaku selama proses belajar juga
mendapatkan penilaian. Hal ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa agar menjadi siswa
yang berpikir kritis, kreatif dan inovatif.
Tujuan belajar merupakan hal yang penting dalam rangka sistem pembelajaran, yakni
merupakan suatu komponen sistem pembelajaran yang menjadi titik tolak dalam merancang
sistem yang efektif. Menurut Oemar Hamalik (2008: 75) kepentingan itu terletak pada :
1) Untuk menilai hasil pembelajaran. Pengajaran dianggap berhasil jika siswa mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Ketercapaian tujuan oleh siswa menjadi indikator keberhasilan sistem
pembelajaran.
2) Untuk bimbingan siswa belajar. Tujuan-tujuan yang dirumuskan secara tepat berdayaguna
sebagai acuan, arahan, pedoman bagi siswa melakukan kegiatan belajar. Dalam hubungan ini,
guru dapat merancang tindakan-tindakan tertentu untuk mengarahkan kegiatan siswa dalam
upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut.
3) Untuk merancang sistem pembelajaran. Tujuan-tujuan itu menjadi dasar dan criteria dalam
upaya guru memilih materi pelajaran, menentukan kegiatan belajar mengajar, memilih alat dan
sumber, serta merancang prosedur penilaian.
4) Untuk melakukan komunikasi dengan guru-guru lainnya dalam meningkatkan proses
pembelajaran. Berdasarkan tujuan-tujuan itu terjadi komunikasi antara guru-guru mengenai
upaya-upaya yang perlu dilakukan bersama dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut.
5) Untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan dan keberhasilan program pembelajaran.
Dengan tujuan-tujuan itu, guru dapat mengontrol hingga mana pembelajaran telah terlaksana,
12
dan hingga mana siswa telah mencapai hal-hal yang diharapkan. Berdasarkan hasil kontrol itu
dapat dilakukan upaya pemecahan kesulitan dan mengatasi masalah-masalah yang timbul
sepanjang proses pembelajaran berlangsung.
13
C. Kecemasan Siswa di Sekolah
C.1. Pengertian
Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan
dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu
jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai
motivasi, tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif justru malah akan
menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang
bersangkutan.
Adalah Sigmund Freud, sang pelopor Psikoanalisis yang banyak mengkaji tentang kecemasan
ini. Dalam kerangka teorinya, kecemasan dipandang sebagai komponen utama dan memegang
peranan penting dalam dinamika kepribadian seorang individu.
1. Kecemasan realistik yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang
ada di dunia luar atau lingkungannya.
2. Kecemasan neurotik adalah rasa takut jangan-jangan insting-insting (dorongan Id) akan
lepas dari kendali dan menyebabkan dia berbuat sesuatu yang bisa membuatnya
dihukum. Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri,
melainkan ketakutan terhadap hukuman yang akan menimpanya jika suatu insting
dilepaskan. Kecemasan neurotik berkembang berdasarkan pengalaman yang
diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari orang
tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas, jika dia melakukan perbuatan
impulsif.
3. Kecemasan moral yaitu rasa takut terhadap suara hati (super ego). Orang-orang yang
memiliki super ego yang baik cenderung merasa bersalah atau malu jika mereka berbuat
atau berfikir sesuatu yang bertentangan dengan moral. Sama halnya dengan kecemasan
neurotik, kecemasan moral juga berkembang berdasarkan pengalaman yang
diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari orang
tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas jika dia melakukan perbuatan yang
melanggar norma
Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa kecemasan yang tidak dapat ditanggulangi dengan
tindakan-tindakan yang efektif disebut traumatik, yang akan menjadikan seseorang merasa tak
berdaya, dan serba kekanak-kanakan. Apabila ego tidak dapat menanggulangi kecemasan
dengan cara-cara rasional, maka ia akan kembali pada cara-cara yang tidak realistik yang
dikenal istilah mekanisme pertahanan diri (self defense mechanism), seperti: represi, proyeksi,
pembentukan reaksi, fiksasi dan regresi. Semua bentuk mekanisme pertahanan diri tersebut
memiliki ciri-ciri umum yaitu: (1) mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan
kenyataan dan (2) mereka bekerja atau berbuat secara tak sadar sehingga tidak tahu apa yang
sedang terjadi.
14
Kecemasan dapat dialami siapapun dan di mana pun, termasuk juga oleh para siswa di
sekolah. Kecemasan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk kecemasan realistik, neurotik
atau kecemasan moral. Karena kecemasan merupakan proses psikis yang sifatnya tidak tampak
ke permukaan maka untuk menentukan apakah seseorang siwa mengalami kecemasan atau
tidak, diperlukan penelaahan yang seksama, dengan berusaha mengenali simptom atau gejala-
gejalanya, beserta faktor-faktor yang melatarbelangi dan mempengaruhinya. Kendati demikian,
perlu dicatat bahwa gejala-gejala kecemasan yang bisa diamati di permukaan hanyalah
sebagian kecil saja dari masalah yang sesungguhnya, ibarat gunung es di lautan, yang apabila
diselami lebih dalam mungkin akan ditemukan persoalan-persoalan yang jauh lebih kompleks.
Di sekolah, banyak faktor-faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa. Target
kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang tidak kondusif, pemberian tugas yang
sangat padat, serta sistem penilaian ketat dan kurang adil dapat menjadi faktor penyebab
timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum. Begitu juga, sikap dan perlakuan
guru yang kurang bersahabat, galak, judes dan kurang kompeten merupakan sumber penyebab
timbulnya kecemasan pada diri siswa yang bersumber dari faktor guru. Penerapan disiplin
sekolah yang ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim sekolah yang kurang nyaman,
serta sarana dan pra sarana belajar yang sangat terbatas juga merupakan faktor-faktor pemicu
terbentuknya kecemasan pada siswa.yang bersumber dari faktor manajemen sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan belajar siswa pada saat penelitian adalah
51,8% siswa memilliki tingkat kecemasan belajar yang tinggi, 45,9% siswa memiliki tingkat
kecemasan belajar yang sedang, dan 2,3% siswa memiliki tingkat kecemasan belajar yang
rendah. Di sekolah, banyak faktor-faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa.
Menurut Akhmad Sudrajat (2008) ada tiga faktor penyebab tingginya kecemasan pada diri
siswa, yaitu:
a. Target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang kompetitif, pemberian tugas
yang sangat padat, serta sistem penilaian yang sangat ketat dan kurang adil dapat menjadi
faktor penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum.
b. Sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat, galak, judes, terlalu tegas dan kurang
kompeten merupakan sumber penyebab timbulnya kecemasan pada diri siswa yang bersumber
dari faktor guru.
c. Penerapan disiplin sekolah yang ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim sekolah
kurang nyaman, serta sarana dan prasarana belajar sangat terbatas juga merupakan faktor
pemicu
terbentuknya kecemasan pada diri siswa yang bersumber dari faktor manajemen sekolah.
15
Mengingat dampak negatifnya terhadap pencapaian prestasi belajar dan kesehatan fisik
atau mental siswa, maka perlu ada upaya-upaya tertentu untuk mencegah dan mengurangi
kecemasan siswa di sekolah, diantaranya dapat dilakukan melalui:
16
maupun psikis di sekolah, baik yang dilakukan oleh guru, teman maupun orang-orang
yang berada di luar sekolah.
10. Mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Pelayanan bimbingan
dan konseling dapat dijadikan sebagai kekuatan inti di sekolah guna mencegah dan
mengatasi kecemasan siswa Dalam hal ini, ketersediaan konselor profesional di sekolah
tampaknya menjadi mutlak adanya.
D. Minat
17
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memicu munculnya berbagai
penemuan baru dalam berbagai bidang kehidupan serta berkembangnya pandangan
masyarakat terhadap banyak hal. Sebagai contoh, dalam bidang olahraga, puluhan
tahun lalu orang hanya mengenal dan menekuni cabang-cabang olahraga konvensional,
tetapi dalam kurun waktu sekitar 20 tahun terakhir mulai dikenal dan digemari jenis-
jenis olahraga baru yang ekstrem, seperti bungee jumping, parkour, motocross,
skydiving,rock climbing, volcano boarding, mountain biking (sepeda gunung), speed
flying, cliff diving, slacklining (keseimbangan meniti tali), dan wingsuit flying.
Demikian juga dalam banyak bidang lain, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini
minat manusia mengalami perkembangan yang luar biasa. Ide-ide baru dan tantangan-
tantangan baru akibat perkembangan zaman dan kehidupan yang didukung
perkembangan pesat dan penemuan baru teknologi menyebabkan minat manusia
modern saat ini menjadi bertambah luas dan beragam. Minat terhadap hal-hal yang
tradisional dan konvensional diperluas terhadap hal-hal yang modern, unik,
inkonvensional, serta kadang aneh dan agak kurang masuk akal. Untuk memberikan
gambaran banyak dan beragamnya minat, berikut ini dipaparkan beberapa jenis dan
klasifikasi minat.
1. Menurut Guilford (1956), minat terdiri atas minat vokasional dan minat
avokasional. Minat vokasional merujuk pada bidang-bidang pekerjaan seperti berikut:
(a) minat profesional, terdiri atas minat keilmuan, seni, dan kesejahteraan sosial; (b)
minat komersial, terdiri atas minat pada pekerjaan dunia usaha, jual beli, periklanan,
akuntansi, kesekretariatan, dan lain-lain; (c) minat kegiatan fisik, meliputi minat
terhadap mekanik, kegiatan luar, dan lain-lain. Adapun minat avokasional merupakan
minat untuk memperoleh kepuasan atau hobi. Misalnya, melakukan petualangan,
mencari hiburan, memberikan apresiasi, dan memelihara binatang rumahan.
2. Whiterington (1985: 136) mengelompokkan minat menjadi minat biologis dan
minat sosial. (a) Minat biologis atau minat primitif adalah minat yang timbul dari
kebutuhan-kebutuhan yang berkisar pada soal makanan dan kebebasan beraktivitas. (b)
Minat sosial atau minat kultural adalah minat yang berasal dari proses belajar yang lebih
tinggi sifatnya. Minat ini meliputi kekayaan, bahasa simbol, harga diri, prestise sosial,
dan sebagainya.
Dalam pandangan umum, minat biasanya digolong-golongkan menjadi bidang-bidang
yang populer di tengah masyarakat.
18
memelihara ikan hias, memelihara hewan unik dan langka (iguana, biawak, ular,
dan sebagainya), memelihara hewan rumahan (hewan jinak), dan sebagainya;
4. minat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti matematika, sains,
bahasa, kedokteran, sosiologi, antropologi, ekonomi, sejarah, geografi, geologi,
biologi, arsitektur, elektronika, otomotif, komputer, multimedia, dan sebagainya;
5. minat dalam bidang permainan dan petualangan, seperti berburu, mancing,
mendaki gunung, panjat tebing (rock climbing), menjelajahi alam (hiking),
berkemah (camping), sepeda gunung, traveling, bungee jumping, parkour, dan
sebagainya;
6. minat dalam bidang keterampilan khusus, seperti memasak (kuliner), merancang
busana, mendesain interior bangunan, bermain sulap, membuat produk
kerajinan tangan (handycraft), pertukangan, menjadi pawang binatang, dan
sebagainya.
19
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Motivasi merupakan faktor penggerak maupun dorongan yang dapat memicu timbulnya
rasa semangat dan juga mampu merubah tingkah laku manusia atau individu untuk
menuju pada hal yang lebih baik untuk dirinya sendiri. Sardiman (1986: 750)
menjelaskan motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual.
2. Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah
melakukan perbuatan belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan
perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap
yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan belajar adalah suatu deskripsi
mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya
proses belajar.
3. Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan
dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak
begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai
positif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif
justru malah akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan
fisik dan psikis individu yang bersangkutan.
4. Minat merupakan perasaan suka, senang, atau tertarik seseorang kapada sesuatu hal
(objek) yang diikuti dengan tumbuhnya perhatian serta mendorongnya terlibat langsung
karena sesuatu hal (objek) tersebut dirasakan akan atau telah memberikan makna,
harapan, atau kepuasan
B. SARAN
Kami menyadari bahwa penyusunan dari makalah ini jauh dari kesempurnaan,
kami hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu jika ada kesalahan kami mohon kritik dan saran yang membangun dari
pembaca dan senantiasa membantu dalam penyusunan makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Sekian dan terimakasih.
20
DAFTAR PUSTAKA
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar-mengajar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
21