Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam Indeks Pembangunan


Manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya SDM yang cerdas, sehat dan ahli menuju
keberhasilan Pembangunan Kesehatan. Pembangunan Kesehatan merupakan salah satu hak dasar
masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional,
dimana dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan ditetapkan bahwa
kesehatan adalah sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial ekonomis.
Desentralisasi upaya Kesehatan memberi wewenang kepada kabupaten dan kota untuk
menentukan sendiri prioritas pembangunan Kesehatan daerahnya sesuai dengan kemampuan,
kondisi dan kemampuan setempat. Dalam upaya mendukung pembangunan Kesehatan, sistem
informasi Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting sebagai dasar penyusunan
kebijakan, strategi maupun perencanaan, sehingga pembangunan Kesehatan yang dilaksanakan
dapat tepat sasaran dan mampu mengatasi masalah Kesehatan yang dihadapi.
Penyediaan data dan informasi kesehatan yang lengkap dan akurat merupakan salah
satu faktor yang penting dalam meningkatkan efektifitas dan efesiensi kebijakan, strategi dan
perencanaan yang disusun.
Dalam rangka memberikan gambaran situasi dan kondisi kesehatan UPT Puskesmas
Kopeta dan untuk mengetahui gambaran hasil-hasil program kegiatan yang dicapai selama tahun
2019 perlu dibuat profil Kesehatan UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019.

1.2. TUJUAN PENYUSUNAN PROFIL


1.2.1. Tujuan Umum
Tersedianya data atau informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai kebutuhan
dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen kesehatan secara berhasil guna
dan berdayaguna.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya acuan dan bahan rujukan dalam rangka pengumpulan data,
pengolahan, analisis serta pengemasan informasi
b. Tersedianya wadah integrasi berbagai data yang telah dikumpulkan oleh berbagai
sistim pencatatan dan pelaporan di unit-unit kesehatan
c. Memberikan analisis-analisis yang mendukung penyediaan informasi dalam
menyusun alokasi dana/anggaran program kesehatan
d. Tersedianya bahan untuk penyusunan profil kesehatan tingkat propinsi dan
nasional.

1.3. MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan profil ini adalah sebagai suatu alat yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi program-program yang telah dilaksanakan, sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan masukan dalam penyusunan langkah-langkah selanjutnya khususnya
pembangunan di bidangkesehatan.Juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten.

1.4. SISTEMATIKA PENYAJIAN


Sistematika Profil Kesehatan Puskesmas Kopeta adalah sebagai berikut:
 Bab I – Pendahuluan
Bab ini menyajikan maksud dan tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan UPT Puskesmas
Kopeta , serta sistematika penyajian diuraikan secara ringkas.
 Bab II – Gambaran Umum dan Wilayah Kerja Puskesmas
Bab ini menyajikan tentang gambaran umum wilayah kerja UPT Puskesmas Kopeta yang
meliputi keadaan geografi, batas wilayah, keadaan kependudukan dan tingkat pendidikan
masyarakat yang ada.
 Bab III – Situasi Derajat Kesehatan
Bab ini berisi uraian tentang indikator angka kematian, angka kesakitan, dan angka status gizi
masyarakat.
 Bab IV – Situasi Upaya Kesehatan
Bab ini menguraikan tentang upaya pelayanan kesehatan Puskesmas yang meliputi
kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat, imunisasi, kesehatan usila dan pra usila,
keluarga berencana, kejadian luar biasa, pelayanan kesehatan masyarakat miskin, promosi
kesehatan dan kesehatan lingkungan, serta pencegahan dan penanggulangan penyakit
menular.

 Bab V – Situasi Sumber Daya Kesehatan


Bab ini menguraikan tentang susunan komposisi tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan,
program-program yang ada di UPT Puskesmas Kopeta dan jenis-jenis pelayanan kesehatan di
UPT Puskesmas Kopeta.
 Bab VI – Kesimpulan
Bab ini diisi dengan sajian hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah lebih lanjut dari
Profil Kesehatan UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2019, serta hal-hal yang dianggap masih
kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah kerja UPT
Puskesmas Kopeta.
 Lampiran
BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS

2.1. KEADAAN GEOGRAFIS


UPT Puskesmas Kopeta merupakan salah satu puskesmas yang ada di wilayah Kecamatan
Alok, Kabupaten Sikka, dengan luas wilayah kerja adalah 6,41 Km 2. Jumlah wilayah kerjanya
meliputi 4 Kelurahan, yaitu Kelurahan Kabor, Madawat, Nangalimang dan Kota Uneng, dengan
jumlah RW 33 dan RT 165. Dan keempat wilayah tersebut sangat strategis mengakses pelayanan
kesehatan ke UPT Puskesmas Kopeta maupun RSUD TC. Hillers Maumere, dengan batasannya :

 Sebelah Utara berbatasan dengan : Laut Flores

 Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kecamatan Nita

 Sebelah Barat berbatasan dengan : Alok Barat

 Sebelah Timur berbatasan dengan : Alok Timur

Gambar 1. Peta Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kopeta


Kecamatan Alok
Tabel 2.1 Luas Wilayah Puskesmas Kopeta Menurut Kelurahan ,2019 (Km2)

NO KELURAHAN LUAS WILAYAH PERSENTASE


1 Kota Uneng 2,55 17,42
2 Nangalimang 1,25 8,54
3 Madawat 2,03 13,87
4 Kabor 0,58 3,96
Puskesmas 6.41 43.79
Sumber : Kecamatan Alok Dalam Angka 2019

Pemukiman penduduk berada berada diwilayah daratan rendah dan pantai. Puncak
tertinggi adalah Kelurahan Nangalimang dengan ketinggian 72 meter dari permukaan laut
sedangkan ketinggian terendah kelurahan Kota uneng yaitu 12 meter dari permukaan laut.

Tabel 2.2 Ketinggian Wilayah di Kecamatan Alok Menurut Desa/Kelurahan, 2019


(mdpl)

KELURAHAN KETINGGIAN
Kota Uneng 12
Nangalimang 72
Madawat 25
Kabor 14
Sumber : Kecamatan Alok Dalam Angka 2019

2.2. DATA DEMOGRAFI


2.2.1. Jumlah Penduduk
Data mengenai kependudukan sangat penting dan memilki arti strategis dalam
pembangunan, khususnya di bidang kesehatan yakni untuk menentukan langkah
pemecahan ataupun metode-metode pendekatan dalam mencapai target suatu program
atau sasaran pembangunan selain juga untuk mengenal karakteristik penduduk dalam
suatu wilayah tertentu yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan kesehatan
pada wilayah tersebut.

Jumlah penduduk wilayah kerja UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019 menurut
data sebanyak 23.001 jiwa yang tersebar pada 4 Kelurahan dengan jumlah laki-laki
sebesar 11.379 jiwa dan perempuan sebesar 11.622 jiwa. Jumlah Penduduk terbesar
terdapat pada Kelurahan Kotauneng yaitu 8.913 jiwa dengan kepadatan penduduk
sebesar 3,495,2 per km2. Banyaknya jumlah penduduk di wialayah Kelurahan ini
mengingat Keluarahan Kotauneng memiliki wilayah yang paling luas jika dibandingkan
dengan 3 Kelurahan lainnya. Secara umum jumlah penduduk di masing-masing wilayah
dilihat pada table berikut :
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kopeta
Tahun 2019
Luas Jumlah Jumlah Rata-Rata Kepadatan
Sumber : Wilayah Penduduk Rumah Jiwa/RT Penduduk
Kecamatan Alok (km2) Tangga per km2
Dalam Angka Kabor 0.58 3.257 765 4,25 5.615,1
2019 Madawat 2.03 7.606 1.997 3,80 3.746,7
Nangalimang 1.25 3.225 889 3,62 2.580
2.2.2. Kotauneng 2.55 8.913 1.805 4,93 3.495,2
Jumlah Puskesmas 6.4 23.001 5456 4,21 3.612

Penduduk Menurut Kelompok Umur


Jumlah penduduk Kecamatan Alok wilayah kerja UPT Puskesmas Kopeta berdasarkan
Kelompok Umur dapat dilihat pada Grafik berikut.
Grafik 1. Jumlah Penduduk Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kopeta
Tahun 2019
75+
70 - 74
65 - 69
60 - 64
55 - 59
50 - 54
45 - 49
40 - 44
35 - 39
30 - 34
25 - 29
20 - 24
15 - 19
10 - 14
5-9
0-4 6.60
20 15 10 5 0 5 10 15 20

Persentase Laki-Laki Persentase Perempuan

Sumber : Kecamatan Alok Dalam Angka 2019

Berdasarkan Grafik di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur 15 – 19 tahun


memiliki presentasi yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok umur lainnya, hal ini
menunjukkan bahwa jumlah penduduk remaja di ke 4 wilayah Kelurahan ini sangat tinggi.
Perlu perhatian besar dari pemerintah dan Puskesmas untuk meningkatkan potensi dan
derajad kesehatan bagi kelompok usia ini mengingat mereka adalah tunas harapan bangsa
yang sangat rentan terhadap permasalahan social.

2.3. PENDIDIKAN
Jumlah sarana pendidikan yang terdapat di wialayah UPT Puskesmas Kopeta dapat dilihat
pada Tabel berikut :
Tabel 2.4. Jumlah Sekolah di Wilayah UPT Puskesmas Kopeta Menurut Jenjang Pendidikan dan
Kelurahan, 2019
Kelurahan Jenjang Pendidikan Jumlah
SD Sederajat SMP Sederajat SMA Sederajat

Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta

Kota Uneng 4 2 0 5 2 6 19
Nangalimang 1 1 - 0 - 0 2
Madawat 3 2 0 1 1 0 7
Kabor 0 1 - 0 0 1 2
Puskesmas 8 6 0 6 3 7 30
Sumber : Kecamatan Alok Dalam Angka 2019

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa sudah tersedia sarana pendidikan yang cukup
bagi masyarakat mulai dari jenjang SD hingga SMU baik Swasta maupun Negeri tinggal bagaimana
masyarakat berupaya untuk dapat memanfaatkan sarana yang telah tersedia tersebut.
Kemampuan baca-tulis penduduk tercermin dari Angka Melek Huruf, yaitu persentase
penduduk umur 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf
lainnya. Persentase penduduk yang dapat membaca huruf latin pada tahun 2019 sebesar 62,81%.
Dari presentasi ini dapat dilihat bahwa masih banyak penduduk di wilayah UPT Puskesmas Kopeta
yang tidak dapat membaca dan menulis yaitu 37,19%. Secara garis besar Tingkat pendidikan
penduduk di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kopeta dan ijasah tertinggi yang diperoleh menurut
Jenis Kelamin dapat dilihat pada Grafik berikut :

Grafik 2. Tingkat Pendidikan dan Ijasah Tertinggi yang diperoleh Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2019
Lain-Lain

Universitas/Diploma IV

Akademi/Dilpoma III

Tamat SMA

Tamat SMP

Tamat SD

Tidak Sekolah

Belum Sekolah
25 20 15 10 5 0 5 10 15 20 25

Presentase Laki-laki Presentase Perempuan


Sumber : Kecamatan Alok Dalam Angka 2019

Pada Grafik tersebut dapat dilihat berdasarkan kelompok pendidikan, paling tinggi Tingkat
Pendidikan SMP sebanyak 21,91 %. Masyarakat dapat dikatakan telah menyadari pentingnya
pendidikan Dasar 9 Tahun.

2.4. VISI, MISI, MOTO DAN TATA NILAI (ETIKA PELAYANAN) UPT PUSKESMAS
KOPETA

VISI
TERWUJUDNYA MASYARAKAT KECAMATAN ALOK YANG SEHAT DAN MANDIRI

MISI
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah Puskesmas Kopeta
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah Puskesmas
Kopeta
3. Memelihara & meningkatkan pelayanan kesehatan bermutu, merata, & terjangkau
4. Mendorong, memelihara, dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat
beserta lingkungan

MOTO
“ Senyum, Salam dan Sapa kami, setulus pelayanan kami “

TATA NILAI
KOPETA ( Kerjasama, Optimis, Profesional, Efisien+Efektif, Tertib, Akuntabel)
Yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. KERJASAMA :
Bersatu mencapai tujuan untuk memberikan hasil terbaik dengan saling menghargai
kelebihan dan kekurangan anggota tim.
2. OPTIMIS
Bertindak dengan penuh keyakinan untuk memberikan hasil maksimal dalam
mewujudkan visi Puskesmas
3. PROFESIONAL
Bekerja dengan menjunjung tinggi keahlian dan etika profesi
4. EFISIEN+EFEKTIF
Merencanakan dan melaksanakan pelayanan dengan selalu melakukan evaluasi dan
perbaikan dengan parameter cepat, tepat, kreatif dan inovatif.
5. TERTIB
Dalam memberikan pelayanan selalu dilandasi dengan ketertiban yang tinggi sebagi
upaya mencapai kinerja yang optimal.
6. AKUNTABEL
Memberikan pelayanan kesehatan sesuai pedoman dan standar pelayanan yang
ditetapkan, dapat diukur dan dipertanggungjawabkan .

2.5. KEADAAN LINGKUNGAN


2.5.1. Rumah Sehat
Menurut Depkes RI (2005), rumah sehat adalah proporsi rumah yang
memenuhi kriteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari tiga
komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.

Minimum yang memenuhi kriteria sehat pada masing-masing parameter


adalah sebagai berikut:
1. Minimum  dari  kelompok  komponen  rumah  adalah  langit-langit,  dinding,  lantai,
jendela  kamar tidur,  jendela  ruang
keluarga,  ventilasi,  sarana  pembuangan  asap  dapur  dan pencahayaan.
2. Minimum kelompok fasilitas pendukung rumah sehat adalah sarana air bersih,
jamban (sarana pembuangan kotoran), sarana pembuangan air limbah (SPAL) dan
sarana pembuangan sampah.
3. Perilaku. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat untuk
menitikberatkan pada pengawasan terhadap strukur fisik yang digunakan sebagai
tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1986)
Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit
menular, terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya
dan tersebarnya ISPA (Azwar, 1990).

Rumah yang tidak sehat dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh
lingkungan, jika kondisi tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan
rumah (lingkungan pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan dilingkungan
pemukiman pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi yang
rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan penghuninya (Notoatmodjo,
2007).

Menurut Ranuh (1997), sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup


dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan tumbuh
kembangnya. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun lingkungan memegang
peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan yang kurang, maka
anak akan sering sakit misal diare, kecacingan, tifus abdominialis, hepatitis, malaria,
demam berdarah dan sebagainya. Demikian pula dengan polusi udara yang tidak baik
yang berasal dapat berpengaruh terhadap tingginya angka kejadian ISPA.

Untuk Puskesmas Kopeta, pada tahun 2019 terdapat 3.663 rumah, yang dapat
diperiksa oleh petugas Sanitarian Puskesmas sebanyak 3.109 rumah atau sebesar 84,9%
dan yang memenuhi syarat hanya sebesar 69,3%. Dengan kecilnya presentasi rumah
sehat di wilayah UPT Puskesmas Kopeta maka secara langsung dapat diketahui bahwa
jumlah penyakit berbasis lingkungan akan semakin banyak. Tercatat pada tahun 2019
jumlah penderita DBD di wilayah UPT Puskesmas Kopeta sebesar 32 Kasus dan di tahun
2016 sebesar 67 kasus. Jumlah Rumah Sehat di wilayah UPT Puskesmas Kopeta selama 3
Tahun dapat dilihat pada Grafik berikut :

Grafik 3. Jumlah Rumah Sehat di wilayah UPT Puskesmas Kopeta


Tahun 2005 – 2019

Rumah Yang Memenuhi Syarat 1540 1781 2155

Rumah yg Diperiksa 1997 2471 3109

Jumlah Rumah 3637 5653 5680

Tahun
0 2015 4000
2000 Tahun 20168000 Tahun
6000 10000 2017
12000 14000 16000

Sumber : UPT Puskesmas Kopeta

Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa terdapat upaya peningkatan jumlah
Rumah Sehat diwialayah UPT Puskesmas Kopeta dari Tahun 2019 s/d 2019.
2.5.2. Tempat-Tempat Umum
Tempat-Tempat Umum ( TTU ) dan Tempat Umum Pengelolaan Makanan
(TPUM) merupakan suatu sarana yang dikunjungi banyak orang, dan berpotensi menjadi
tempat penyebaran penyakit. TUPM meliputi  pasar dan lain-lain. Sedangkan TUPM
sehat adalah tempat umum dan tempat pengelolaan makanan dan minuman yang
memenuhi syarat kesehatan, yaitu memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai (luas ruangan)
yang sesuai dengan banyaknya pengunjung dan memiliki pencahayaan ruang yang
memadai.
Pada Tahun 2019, terdapat 44 buah TTU/TPM di wilayah UPT Puskesmas
Kopeta yang diperiksa, dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 35 buah atau
sebesar 79,55% masih dibawah target SPM yang telah ditetapkan pada tahun 2019 yaitu
85%. Keadaan ini berbeda bila dibandingkan dengan tahun 2016, dari 36 buah TTU/TPM
semuanya telah memenuhi syarat kesehatan atau 100%.

2.5.3. Akses Terhadap Air Minum Berkualitas


Sumber air minum yang digunakan rumah tangga dibedakan menurut air
kemasan, ledeng, pompa sumur terlindung, mata air tidak terlindung, air sungai, air
hujan dan lainnya.
Di Wilayah kerja UPT Puskesmas Kopeta, sebagian besar masyarakat
menggunakan Sarana Perpipaan (PDAM) sebagai akses utama terhadap air minum yaitu
sebesar 88,54% sedangkan sisanya menggunakan sumur gali terlindung dan
Penampungan air hujan (11.46%) dari jumlah Rumah Tangga/KK sebesar 5382 KK. Dari 3
jenis sumber akses terhadap air minum penduduk tersebut, yang memenuhi syarat
kesehatan sebesar 97,08% atau 5.225 KK, telah melebihi target SPM yaitu 54% untuk
Tahun 2019.
2.5.4. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
STBM merupakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang miliki 5 (lima) pilar
dalam pelaksanaannya diantaranya, (1) stop BABS (Buang Air Besar Sembarangan) (2)
Cuci Tangan Pakai Sabun (3) Pengolahan Sampah Rumah Tangga (4) Pengolahan Limbah
Rumah Tangga dan (5) Pengolahan makanan dan Minuman Rumah tangga. Untuk
mewujutkan hal tersebut UPT Puskesmas Kopeta baru melaksanakan 3 Pilar STBM yaitu
Bebas BABS dan CTPS , sedangkan 3 Pilar yang lain belum dapat dilaksanakan mengingat
3 Pilar tersebut butuh koordinasi dan kerjasama dengan pihak Kabupaten mengingat
Puskesmas Kopeta berada di wilayah kota.
Gambaran 2 Pilar STBM yang telah dilaksanakan dapat dilihat sebagai berikut :
a) Pemicuan Stop BABS Pemicuan Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) di
2 Kelurahan Yaitu Kelurahan Madawat dan Kelurahan Kabor pada prinsipnya
adalah “pemicuan” terhadap rasa jijik, rasa malu, rasa takut sakit, rasa berdosa
dan rasa tanggung jawab yang berkaitan dengan kebiasaan BAB di sembarang
tempat. Dan juga telah dilaksanakan pemicuan pada 2 Kelurahan tersebut. Dengan
pencapaian 100% untuk pilar STOP BABS dan terdapat 1,83% penduduk yang
masih nebeng pada sarana WC milik tetangga.
b) Kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Kampanye CTPS dilakukan untuk memberikan sosialisasi cara mencuci tangan
yang benar dengan tujuh langkah menggunakan sabun dibawah air mengalir,
kegiatan menyasar pada ibu rumah tangga yang diharapkan bisa menerapkan
kebiasaan ini dirumah tangga dan menularkannya ke anggota keluarga yang
lainnya. Kegitan ini dilaksanakan terintegrasi dengan kegiatan posyandu dan
kegiatan promkes baik di rumah maupun di sekolah. Untuk CTPS di sekolah telah
mencapai target yaitu 100% sedangkan untuk di masyarakat pencapaian baru
89,3%.
c) Sosialisasi STBM kepada Aparat dan Masyarakat
Sosialisasi STBM kepada Aparat dan Masyarakat dilaksanakan bertujuan untuk
membentuk komitmen masyarakat dalam melaksanaaan STBM di wilayah
tersebut. Sosialisasi STBM ini melibatkan pihak desa, tokoh-tokoh masyarakat,
Koramil, Babinsa dan masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan di 4 (empat) Kelurahan
wilayah kerja UPT Puskesmas Kopeta.
d) Update Peta Sanitasi Update Peta sanitasi bertujuan untuk mengetahui satus
sanitasi di Kelurahan. Kegiatan ini melibatkan Kepala wilayah dalam hal ini para
Lurah. Kegiatan ini baru dilaksanakan di 2 Kelurahan di wilayah kerja UPT
Puskesmas Kopeta.
e) Evaluasi Pasca Pemicuan dilaksanakan untuk mengetahui seberapa besar progress
yang terjadi di masyarakat setelah dilaksanakan pemicuan STBM. Dengan hasil
semua warga tidak ada yang BABS, artinya pencapaian Pilar Stop BABS 100%,
meskipun masih terdapat 1,83% penduduk yang numpang pada sarana WC milik
tetangga. Dan untuk rumah yang belum meiliki sarana WC sendiri telah
disampaikan kepada pihak Kelurahan untuk ditindaklanjuti.
Secara umum, gambaran pencapaian pilar-pilar STBM di wilayah kerja UPT Puskesmas
Kopeta dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 2.5. Pencapaian Pilar-Pilar STBM di wilayah UPT Puskesmas Kopeta


Tahun 2019

Kelurahan Penduduk STOP BABS (Jiwa) CTPS PAM RT Pengolahan


(Jiwa) Sampah
AKSES WC NUMPANG BABS
Kabor 3178 3108 70 0 2542 3178 3178
Madawat 7876 7744 132 0 7328 7876 7876
Puskesmas 11054 10852 202 0 9870 11054 11054
Sumber : UPT Puskesmas Kopeta

2.5.5. Jamban Sehat


Kepemilikan jamban bagi keluarga merupakan sesuatu yang vital karena
dengan adanya jamban di masing-masing rumah tangga berbagai penyakit yang
penularannya melalui kotoran manusia seperti kecacingan, diare dan sebagainya dapat
dicegah sedini mungkin.

Untuk wilayah Puskesmas Kopeta, pencapaian penduduk yang telah memiliki


akses terhadap Jamban sebesar 88,11% dengan perincian : akses terhadap jamban
leher angsa sebesar 73,98%, Plengsengan 12,75% dan Cemplung 1,4% dan sisanya dapat
dikatakan tidak memiliki jamban keluarga ataupun nebeng sebesar 11,89%. Berdasarkan
data penduduk, yang memiliki akses terhadap jamban sehat hanya sebesar 81,9%.

2.6. POSYANDU

Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat bebagai


upaya dilakukan dengan memanfatkan potensi dan sumberdaya yang ada di masyarakat. Posyandu
merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Manusia (UKBM ) yang paling
dikenal oleh masyarakat, posyandu menyelenggarakan minimal 5 program prioritas. Posyandu
dikelompokkan menjadi 4 strata. Posyandu purnama yaitu posyandu dengan cakupan 5 program
atau lebih dengan melaksanakan kegiatan 8 kali atau lebih pertahun.
Wilayah UPT Puskesmas Kopeta terdiri dari 4 Kelurahan dengan 20 Posyandu bayi/balita
yang dapat dilihat sbb :
 Kelurahan Kabor : 3 Posyandu
 Kelurahan Madawat : 7 Posyandu
 Kelurahan Nangalimang : 4 Posyandu
 Kelurahan Kotauneng : 6 Posyandu
Untuk Strata Posyandu di wilayah UPT Puskesmas Kopeta dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 4. Stratifikasi Posyandu di UPT Puskesmas


Kopeta Tahun 2019

Purnama
10%

Madya
Pratama Madya Purnama 90%
Mandiri
Sumber : UPT
Puskesmas Kopeta

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar posyandu di wilayah kerja
UPT Puskesmas Kopeta masih berada pada strata Madya (90%) yang artinya bahwa Cakupan
jumlah bayi dan balita yang datang ke posyandu memang rendah ditambah aktifitas pemeriksaan
kesehatan ibu dan bayi serta pelayanan KB memang tidak dilaksanakan di posyandu namun
dilaksanakan di Polindes karena mengingat sarana dan prasarana posyandu tidak memungkinkan
untuk dilakukan kedua kegiatan tersebut, seperti masih ada beberapa posyandu yang tidak
memiliki bangunan posyandu sendiri.
BAB III

SITUASI DERAJAD KESEHATAN

Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang dapat
digunakan, seperti kondisi morbiditas, mortalitas dan status Gizi. Derajat kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh multi faktor. Faktor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana
dan prasarana kesehatan sangat menentukan derajat kesehatan masyarakat. Faktor lain diluar kesehatan
yang tak kalah penting berperan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat adalah keadaan sosial
ekonomi, pendidikan, lingkungan social, keturunan dan faktor lainnya (Depkes, 2010). Pada bagian ini
derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja UPT Puskesmas Kopeta digambarkan melalui Angka
Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka morbiditas
beberapa penyakit yang ada di 4 Kelurahan.

3.1. MORTALITAS

Angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu dikenal
dengan mortalitas (Depkes, 2010). Mortalitas selain dapat menggambarkan keadaan dan
derajat kesehatan masyarakat suatu wilayah dapat juga digunakan sebagai dasar
perencanaan di bidang kesehatan. Tingkat kematian secara umum sangat berhubungan
erat dengan tingkat kesakitan. Sebab-sebab kematian ada yang dapat diketahui secara
langsung dan tidak langsung. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas dan
morbiditas adalah sosial ekonomi, pendapatan perkapita, pendidikan, perilaku hidup
sehat, lingkungan, upaya kesehatan dan fertilitas.

3.1.1. ANGKA KEMATIAN IBU (Maternal Mortality Rate)


Angka kematian ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal pada tahun
tertentu dengan penyabab kematian yang terkait gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan,
melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama
kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait
kehamilan. Angka Kematian Ibu Maternal berguna untuk menggambarkan tingkat
kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi, kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan,
tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, waktu melahirkan dan masa
nifas.Keberhasilan pembangunan sektor kesehatan senantiasa menggunakan indikator
AKB dan AKI sebagai indikator utamanya. Selama Tahun 2019 tidak terdapat kasus
kematian Ibu maternal di wilayah UPT Puskesmas Kopeta demikian juga pada tahun
2015 dan Tahun 2016.

3.1.2. ANGKA KEMATIAN ANAK BALITA


Angka Kematian Balita (AKBA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum
mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA
merepresentasikan risiko terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum
umur 5 tahun. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan
faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi,
sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan.
Di UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019 tidak ditemukan kasus kematian Balita
demikian juga di Tahun 2015 dan Tahun 2016.

3.1.3. ANGKA KEMATIAN BAYI (Infant Mortaily Rate)


Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal sebelum
mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang
sama. AKB dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat karena
bayi merupakan kelompok usia yang paling rentan baik terhadap kesakitan maupun
kematian terkena dampak dari perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi. Angka
Kematian Bayi merupakan salah satu indikator penting untuk menentukan derajat
kesehatan masyarakat, sehingga program-program kesehatan banyak yang
menitikberatkan pada upaya penurunan AKB, dimana AKB merujuk pada jumlah bayi
yang meninggal antara fase kelahiran hingga berumur <1 tahun per 1.000 kelahiran
hidup.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Puskesmas Kopeta tahun 2019 sebesar 12,6/1000
Kelahiran Hidup, atau dengan angka riil 5 bayi meninggal per 397 Kelahiran Hidup.
Kematian bayi di Puskesmas Kopeta tahun 2019 disebabkan oleh IUFD, Infending
Respiratoryn Failure, Asfiksia dan Penyumbatan di Paru. Upaya yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah kasus adalah dengan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada Ibu
Hamil mengenai kehamilan melalui Kelas Ibu Hamil, perawatan neonatal, IMD (Inisiasi
Menyusui Dini), ASI eksklusif dan imunisasi dasar lengkap dan memberikan penyuluhan
kepada remaja putri.
Grafik 5. Jumlah Kematian Bayi di UPT Puskesmas Kopeta
Tahun 2015-2019
2015 2016 2017
9
5
8
7
6
5
2
4
2 1
3
1 2
2
1 1
0 1
1
0 0
0
Kabor Madawat Nangalimang Kotauneng Puskesmas

Sumber : UPT Puskesmas Kopeta, 2019

3.2. MORBIDITAS

Selain menghadapi transisi demografi, Indonesia juga dihadapkan pada transisi


epidemiologi yang menyebabkan beban ganda (double burden). Di satu sisi masih tingginya
penyakit infeksi (baik re-emerging maupun new emerging) serta gizi kurang, namun disisi lain
dihadapi pula meningkatnya penyakit non infeksi dan degeneratif. Bagi kelompok usia produktif,
kesakitan sangat mempengaruhi produktivitas dan pendapatan keluarga, yang pada akhirnya
menyebabkan kemiskinan. Angka kesakitan diperoleh dari laporan yang ada pada sarana
pelayanan kesehatan baik di Rumah Sakit maupun di Puskesmas melalui pencatatan dan pelaporan
maupun dari community based data yang diperoleh melalui pengamatan (surveilance).

3.2.1. Penyakit Menular

Penyakit menular yang disajikan dala profil kesehatan antara lain penyakit malaria,
TB Paru, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
1) Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit endemis yang terus menimbulkan kerugian
secara ekonomis dan memakan korban jiwa. Malaria merupakan salah satu
penyakit menular yang upaya pengendalian dan penurunan kasusnya merupakan
komitmen internasional dalm Millenium Development Goals (MDGs).
Kasus malaria di wilayah UPT Puskesmas Kopeta pada tahun 2019 di
temukan 3 Kasus dengan angka Annual Parasite Incidence (API) 0,13 per 1000
penduduk. Umumnya penderita Malaria ini adalah kasus impor yang artinya
penderita berasal atau baru pindah dari daerah endemis yaitu Irian Jaya.
2) TB Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai oargan tubuh lainnya. Penyakit ini menyebar dan ditularkan melalui
udara, ketika orang terinfeksi kuman TB Paru batuk, bersin, berbiacara atau
meluadah. Millenium Development Goals (MDGs) menjadikan penyakit TB Paru
sebagai salah satu penyakit yang menjadi target untuk diturunkan, selain Malaria
dan HIV dan AIDS.
Pengendalian penyakit TB Paru di UPT Puskesmas Kopeta memakai strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yaitu pengobatan jangka pendek
dengan pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO). Dengan
program ini berusaha mencapai target penemuan penderita sebesar 70% dari
perkiraan penderita TB BTA (+) kasus baru dengan tingkat kesembuhan sebesar
85%. Keberhasilan pengendalian pengobatan penderita TB Paru tergantung pada
kerjasama antara penderita, Pengawas Minum Obat (PMO) dan petugas kesehatan
yang mempunyai komitmen tinggi dalam pelaksanaan kegiatan program.
Di UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2019 ada 23 kasus baru BTA (+) dari
sejumlah 24 kasus TB yang ada, jumlah penderita TB-Paru BTA (+) yang diobati 23
penderita (100 %), angka kesembuhannya 47,8%, dan angka keberhasilan
pengobatan (success rate) sebesar 69,57%. (Tabel 7, 8, 9).
3) Penyakit HIV/AIDS
Penyakit HIV dan AIDS merupakan penyakit menular seksual yang dapat
menyebabkan kematioan bagi penderita yang mengidap tersebut. Jika virus HIV
menyerang manusia, dapat menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh sehingga
penyakit – penyakit infeksi dan kanker akan mudah menyerang kalau sistem
kekebalan tubuh telah rusak. Kondisi seperti ini tentunya menjadi masalah
kesehatan yang sangat serius. Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus
menunjukkan peningkatan, meskipun berbagai upaya pencegahan dan
penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar
wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia,
meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman dan meningkatnya
penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan, secara simultan telah memperbesar
tingkat reiko penyebaran HIV/AIDS. Saat ini Indonesia telah digolongkan sebagai
Negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi, yaitu adanya prevalensi lebih
dari 5 % pada sub populasi tertentu, missal pada kelompok pekerja sexual
komersial dan penyalahgunaan NAPZA. Tingkat epidemic ini menunjukkan tingkat
perilaku beresiko yang cukup aktif menularkan di dalam suatu sub populasi
tersebut.
Jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung
es, yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil dari pada jumlah yang
sebenarnya. Hal ini berarti bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang
sebenarnya belum diketahui. Upaya yang dilakukan dalam rangka pemebrantasan
penyakit HIV/AIDS disamping ditujukan pada pananganan penderita yang yang
ditemukan diarahkan pada upaya pencegahan yang dilakukan  melalui skrening
HIV/AIDS terhadap darah donor dan upaya pemantauan dan pengobatan
penderita penyakit menular seksual.
Pada Tahun 2019 di wilayah UPT Puskesmas Kopeta ditemukan sebanyak 14
orang dan ditemukan 1 kasus kematian. Beberapa kegiatan yang telah di lakukan
dalam rangka pengendalian dan pengawasan HIV/AIDS adalah pemeriksaan atau
screening darah bagi ibu hamil dan penderita TBC, mobile VCT (Voluntary
Conseling Testing) pada kelompok-kelompok masyarakat, yang selanjutnya di rujuk
ke klinik CST (Care Support Treatment) yang bertempat di RSUD dr. TC Hillers
Maumere serta pemeriksaan pada setiap pendonor darah.

Upaya yang selalu dilakukan dalam rangka pemberantasan penyakit


HIV/AIDS disamping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan,
diarahkan juga pada upaya pencegahan yang dilakukan melalui skrening HIV/AIDS,
sosialisasi kepada anak sekolah (SMP, SMA/SMK) dan upaya pemantauan dan
pengobatan penderita penyakit menular seksual (PMS). Infeksi menular seksual
(IMS) adalah salah satu pintu untuk memudahkan terjadinya penularan HIV.

4) Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA)


Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian balita yang utama,
selain diare. Penyakit ini merupakan bagian dari penyakit infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA). ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan
balita diduga karna pneumonia dam merupakan penyakit yang akut dan kualitas
penata laksanaanya masih belum memadai. Upaya dalam rangka pemberantasan
penyakit infeksi saluran pernafasan akut lebih difokuskan pada upaya penemuan
dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat terhadap penderita pneumonia
balita yang ditemukan.
Pneumonia merupakan bagian dari penyakit infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA). Selain diare, pneumonia juga penyebab utama kematian pada bayi dan
balita. Untuk itu pemberantasan penyakit ini di laksanakan dengan fokus
penemuan dini dan tata laksana kasus secara cepat dan tepat. Upaya ini
dikembangkan melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Grafik 5. Jumlah Penderita Pneumonia pada Balita


di UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2019
6

0
r at g g as
bo w an ne
n
sm
Ka ad
a im au e
M g al t sk
n Ko Pu
Na
Sumber : UPT Puskesmas Kopeta, Tahun 2019

Dari data tersebut diatas di UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019 jumlah
pneumonia balita yang ditemukan dan ditangani sebanyak

Penderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani di UPT Puskesmas


Kopeta Tahun 2019 sebanyak 6 balita atau 2,6% (Tabel 10). Capaian ini jauh dari
target yaitu 232 kasus, ini disebabkan karna banyak khasus Pnemonia yang tidak
terlacak dan dilaporkan dimasyarakat dan kebanyakan orang tua langsung
membawa anaknya ke dokter spesialis anak untuk berobat.

Pneumonia pada balita lebih banyak disebabkan karena faktor seperti


kurang gizi, status imunisasi yang tidak lengkap, terlalu sering membendung anak,
kurang diberikan ASI, riwayat penyakit kronis pada orang tua bayi atau balita,
sanitasi lingkungan tempat tinggal yang kurang memenuhi syarat kesehatan, orang
tua perokok dan lain sebagainya. Upaya yang telah dilakukan untuk
menanggulangi kasus pneumonia pada bayi atau balita adalah menghilangkan
faktor penyebab itu sendiri melalui peningkatan status gizi bayi/balita,
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), peningkatan sanitasi
lingkungan tempat tinggal serta peningkatan status imunisasi bayi atau balita.

5) Penyakit Kusta
Sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah penderita kusta di
Kecamatan Alok. Penyakit kusta dapat mengakibatkan kecacatan pada penderita.
Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma dikalangan masyarakat dan
sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian penderita dan mantan penderita
dikucilkan sehingga tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta
pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan.
Diketahui Kecamatan Alok masih  menyimpan kantong-kantong kusta ,
Penderita kusta tahun 2019 di UPT Puskesmas Kopeta sebanyak 8 penderita, yang
terdiri dari tipe MB (Multi Basiler) atau kusta basah ada 8 orang sedangkan tipe
tipe PB (Pausi Basiler) atau kusta kering tidak ada penderita, yang dapat
menyelesaikan pengobatannya atau RFT (Release From Treatment) sejumlah 4
penderita. Dimana jumlah penderita kusta yang menyebar di seluruh wilayah
Kecamatan Alok tidak ditemukan penderita cacat tingkat 2 (Tabel.14, 15, 16, 17)

6) Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)


PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/dicegah
prevalensinya dengan pelaksanaan program imunisasi. ( Tabel 18 s.d 20 ) Penyakit-
penyakit tersebut antara lain :

a. Difteri
Pada tahun 2019 tidak ditemukan penderita Difteri.

b. Pertusis
Pada tahun 2019 tidak ditemukan kasus pertusis di UPT Puskesmas Kopeta.
c. Tetanus
Pada tahun 2019 tidak ditemukan kasus tetanus di UPT Puskesmas Kopeta.
d. Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang
masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini dapat menginfeksi bayi baru lahir
apabila pemotongan tali pusat tidak dilakukan dengan steril. Pada tahun 2019
tidak ditemukan kasus tetanus neonatorum di UPT Puskesmas Kopeta
e. Campak
Penyakit campak adalah penyakit akut yang mudah menular baik pada balita,
anak anak maupun orang dewasa yang disebabkan oleh virus campak.
Penularan campak dapat terjadi melalui udara yang terkontaminasi dan
secret orang yang terinfeksi. Pada tiga tahun terakhir tidak ditemukan
kejadian campak. Keberhasilan menekan kasus campak tidak terlepas dari
pelaksanaan imunisasi campak secara rutin baik di tingkat Puskesmas dan
sarana kesehatan lainnya, penyediaan sarana vaksin yang sudah memadai,
tenaga yang mencukupi serta kesadaran masyarakat untuk mendapatkan
imunisasi campak bagi bayi/balitanya.
f. Poliomyelitis dan Acute Flaccid Paralysis (AFP)/ Lumpuh Layuh Akut <15 Th
Penyakit poliomyelitis merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Penyebab penyakit tersebut adalah virus polio yang
menyerang system syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan.
Kelompok umur 0-3 tahun merupakan kelompok umur yang paling sering
diserang penyakit ini, dengan gejala demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di
leher dan sakit di tungkai dan lengan. AFP merupakan kondisi abnormal
ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang
jelas dan kemudian berakhir dengan kelumpuhan. Pada tahun 2019 tidak
ditemukan kasus AFP Non Poplio di UPT Puskesmas Kopeta.

3.2.2. Penyakit Berpotensi Wabah (KLB)


1) Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Tingginya mobilitas penduduk, belum memasyarakatnya Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN), serta masih rendahnya angka bebas jentik (AJB) umumnya
menjadi penyebab masih tingginya jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh wilayah.
Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan adan kematian
relative tinggi. Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Pada awalnya pola epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun
waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode antara 2-5
tahunan, sedangkan angka kematian cenderung menurun.
Upaya pemberantasan DBD dititik beratkan pada penggerakan potensi
masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk
(gerakan 4 M), pemantauan angka bebas jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD
dan penanganannya di rumah tangga.
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di UPT Puskesmas Kopeta tahun
2019 sejumlah 32 kasus dan tidak ditemukan adanya penderita yang meninggal.
ada peningkatan dibandingkan tahun lalu, kasus DBD yang terjadi menyebar rata
diseluruh wilayah Kelurahan. Upaya pencegahan telah di lakukan dengan gerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap
3 bulan oleh tenaga kesehatan, dan pemeriksaan jentik berkala oleh kader
jumantik, penyuluhan-penyuluhan kesehatan, menggalakkan Satu Rumah Satu
Jumantik dan setiap minggu diadakan kerja bakti oleh Pemerintah Kecamatan
Alok. (Tabel 21)

Grafik 6. Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)


di UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2012 - 2019
80 73
67
70
60
50
40
30
33 32
20
10 16 19
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017

Jmlh Kasus
Sumber : UPT Puskesmas Kopeta, Tahun 2019
2) Diare
Penyakit diare adalah penyakit yang banyak menyerang pada anak – anak
terutama balita, dimana hal ini dapat mempengaruhi kelangsungan kualitas hidup
anak. Untuk kasus diare pada balita di wilayah UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019
sebanyak 152 orang. Jumlah kasus diare yang ditangani sebanyak 152 kasus (100%)
dan tidak ada yang meninggal dunia akibat diare. (Tabel 13).
3) Penyakit Filariasis
Penyakit Filariasis termasuk dalam neglected diseases yang belum bisa
diberantas hingga saat ini. Pendekatan penanganan kasus Filaria yaitu dengan
melakukan pengobatan massal pada daerah kantong untuk mencegah penularan,
karena jika ditemukan kasus klinis maka berpotensi untuk menularkan kepada
penduduk lain yang sehat.
Untuk penderita filariasis yang ditemukan di UPT Puskesmas Kopeta pada
tahun 2019 ada 2 kasus yang berada di wilayah Kelurahan Kotauneng dan
Kelurahan Nangalimang.Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya penderita dari
wilayah lain yang menjadi endemis (kasus impor). Antisipasi tetap dilakukan
dengan penemuan dini penderita, penyuluhan, penyebaran leaflet/poster serta
BELKAGA yaitu Bulan Eliminasi Kaki Gajah yang mana sejak Tahun 2015 telah
dibagikan secara masalah obat Kaki Gajah atau Obat Filariasis bagi seluruh
masyarakat yang berusia 2 tahun – 70 Tahun. Peresentasi pencapaian pembagian
obat Filariasis pada tahun 2019 adalah 75,09%.

3.2.3. Penyakit Tidak Menular (PTM)


Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di
Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan
penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat
merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi
dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia.

Proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995
menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Penyebab kematian
tertinggi dari seluruh penyebab kematian adalah stroke (15,4%), disusul hipertensi,
diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis. Kematian akibat PTM terjadi di
perkotaan dan perdesaan. Data Riskesdas 2007 menunjukkan di perkotaan, kematian
akibat stroke pada kelompok usia 45-54 tahun sebesar 15,9%, sedangkan di perdesaan
sebesar 11,5%. Hal tersebut menunjukkan PTM (utamanya stroke) menyerang usia
produktif. Sementara itu prevalensi PTM lainnya cukup tinggi, yaitu: hipertensi (31,7%),
arthritis (30.3%), penyakit jantung (7.2%), dan cedera (7,5%). 

PTM dipicu berbagai faktor risiko antara lain merokok, diet yang tidak sehat,
kurang aktivitas fisik, dan gaya hidup tidak sehat. Riskesdas 2007 melaporkan, 34,7%
penduduk usia 15 tahun ke atas merokok setiap hari, 93,6% kurang konsumsi buah dan
sayur serta 48,2% kurang aktivitas fisik. Peningkatan PTM berdampak negatif pada
ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama
dan memerlukan biaya besar. Beberapa jenis PTM adalah penyakit kronik dan/atau
katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu,
salah satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen.
Pemerintah sedang melakukan langkah-langkah bagi terwujudnya jaminan kesehatan
menyeluruh atau universal coverage of social health insurance untuk masalah penyakit
kronik dan katastropik dalam periode 2010-2014.
Kementerian Kesehatan telah mengembangkan program pengendalian PTM
sejak tahun 2005. Upaya pengendalian faktor risiko PTM yang telah dilakukan berupa
promosi Perilaku Bersih dan Sehat serta pengendalian masalah tembakau. Beberapa
Pemerintah Daerah telah menerbitkan peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
dan membentuk Aliansi Walikota/Bupati dalam Pengendalian Tembakau dan Penyakit
Tidak Menular. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengendalian Tembakau
dalam proses. Sedangkan untuk pengaturan makanan berisiko, ke depan akan dibuat
regulasi antara lain tentang gula, garam dan lemak dalam makanan yang dijual bebas.

Upaya pengendalian PTM tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan tanpa dukungan seluruh jajaran lintas sektor Pemerintah,
Swasta, Organisasi Profesi, Organisasi Kemasyarakatan dan seluruh lapisan masyarakat.

Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi


dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup
masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan pola konsumsi makanan,
berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan tersebut
tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi
dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti Penyakit
Jantung, Tumor, Diabetes, Hipertensi, Gagal Ginjal, dan sebagainya.

3.3. STATUS GIZI

Status gizi seseorang erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan individu, karena
disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi, juga
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Bahkan status gizi janin masih dalam kandungan
dan bayi yang masih menyusui sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil dan menyusui.
Status gizi masyarakat dapat diukur melalui beberapa indikator, antara lain bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur kurang energi
kronis (KEK).
3.2.1. Bayi Dengan Berat Badan lahir Rendah (BBLR)
Berat badan lahir rendah  (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor
utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan
dalam 2 katagori yaitu BBLR karena premature atau BBLR karena intrauterine growth
retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di
Negara berkembang banyak BBLR karena IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemi,
malaria dan menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) sebelum konsepsi atau saat
kehamilan. Selama tahun 2019, jumlah bayi lahir hidup sebanyak 397 orang dan bayi
dengan berat badan lahir rendah sebanyak 36 bayi atau 9,1 %. (Tabel 37)

3.2.2. Balita dengan Gizi Kurang dan Buruk

Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi balita adalah pengukuran
secara anthropometric yang menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U).
Jumlah balita yang dilaporkan sebanyak 2.004 dan yang ditimbang di Kecamatan Alok
tahun 2019 adalah =1.359 balita sedang yang BGM sebanyak = 17 balita. Jumlah Baduta
sebanyak 908 dan yang ditimbang sebanyak 565 dan Baduta yang termasuk dalam BGM
sebanyak 6 orang; sedangkan untuk kasus gizi buruk sebanyak 2 balita.

3.2.3. Status Gizi Wanita Usia Subur Kurang Energi Kronik (KEK)
Salah satu cara untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur (WUS) umur 15-
49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Hasil
pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa
besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan bayi BBLR. Indikator Kurang
Energi Kronik (KEK) menggunakan standar LILA <23,5cm.
BAB IV

SITUASI UPAYA KESEHATAN

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayana kesehatan. Berikut ini diuraikan gambaran situasi
upaya kesehatan khususnya pada tahun 2019 di wilayah UPT Puskesmas Kopeta, sebagai berikut :

4.1. Pelayanan Kesehatan

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat


kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Dan
upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan
dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah
dapat diatasi. Upaya pelayanan kesehatan dasar yang telah dilaksanakan oleh UPT Puskesmas
Kopeta tahun 2019 sebagai berikut :

4.1.1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi

Seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar di dalam pertumbuhan bayi dan
perkembangan anak. Ganguan kesehatan yang dialami ibu yang sedang hamil bisa
berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa
pertumbuhan bayi dan anaknya.
1) Kunjungan Ibu Hamil K-1 dan K-4

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga


kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum,
bidan dan perawat) kepada ibu hamil selama masa kehamilannya, yang mengikuti
program pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan
promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan
pelayanan K1 dan K4.

Cakupan pelayanan K-1 tahun 2019 di wilayah UPT Puskesmas Kopeta


tercapai 92,6% dari target 100%, dan K-4 tercapai 84.7% dari target 95%, dari
sejumlah 472 ibu hamil yang ada. Cakupan K1 ternyata mengalami penurunan
apabila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2016 yaitu 98.01% dari 477 ibu
hamil yang ada sedangkan pencapaian K4 adalah 71.0% pada tahun 2016.

Grafik 7. Cakupan Kunjungan K1 dan K4


di UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2012 - 2019
86.37
200
79.08 84.75
180 71
69.2
160 53.72
140
120100 100
93.8 98.1
92.38 92.6
100
80
60
40
20
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017

Cakupan Kunjungan K1 Cakupan Kunjungan K4


Sumber : UPT Puskesmas Kopeta, Tahun 2019

Rendahnya cakupan K1 dan K4 disebabkan masih rendahnya kesadaran


masyarakat akan pentingnya pemeriksaan kehamilan pada fasilitas kesehatan
meskipun sudah sering dilaksanakan penyuluhan pada posyandu dan di Puskesmas.
Ke depannya akan direncanakan Pembentukan Kelas Ibu Hamil dan diharapkan
dengan adanya kegiatan tersebut dapat meningkatkan kemauan ibu hamil untuk
datang memeriksakan kehamilannya pada fasilitas kesehatan. (Tabel 29)

2) Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan

Pertolongan persalinan juga merupakan salah satu kualiatas pelayanan di


fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Hal ini dapat menggambarkan bahwa
masyarakat mau dan tahu tentang pentingnya keamanan dalam pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan.

Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar
terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini disebabkan pertolongan tidak
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan
(profesional). Pesan kunci MPS (Mother pregnancy safer) yaitu persalinan harus
ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
Upaya kesehatan ibu bersalin diwujudkan dalam upaya mendorong agar
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan
dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan, dimulai dari lahirnya bayi,
pemotongan tali pusat sampai keluarnya placenta. Pencapaian upaya kesehatan ibu
bersalin diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan
terlatih. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.

Tahun 2019 di UPT Puskesmas Kopeta hasil cakupan pertolongan persalinan


oleh tenaga kesehatan tercapai 66,4% dari target 95% atau ada 403 persalinan
yang di tolong oleh tenaga kesehatan dari 635 persalinan yang ada (Tabel 29).

Hal ini disebabkan karena pencatatan dan pelaporan yang tidak lengkap
karena masih ada persalinan yang dilakukan di luar kota dan setelah melahirkan
hingga masa nifas selesai baru pulang kembali lagi ke daerahnya. Selain itu
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang resiko tinggi kehamilan dan
keamanan dalam proses persalinan.

3) Komplikasi Kebidanan yang ditangani

Komplikasi kebidanan (maternal) adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu


bersalin, ibu nifas dan atau janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak
langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam
jiwa ibu dan atau janin, yang tidak disebabkan oleh trauma/ kecelakaan.
Pencegahan dan penanganan komplikasi maternal adalah pelayanan kepada ibu
dengan komplikasi maternal untuk mendapatkan perlindungan/pencegahan dan
penanganan difinitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat
pelayanan dasar dan rujukan.

Cakupan komplikasi kebidanan adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi yang mendapat
penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan terlatih pada tingkat
pelayanan dasar dan rujukan (polindes, puskesmas dan rumah sakit).
Di UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019 terdapat 46,5 % ibu hamil dengan
komplikasi kebidanan dan semuanya mendapatkan penanganan oleh tenaga
kesehatan yaitu 100% sesuai target SPM yaitu 100%. (Tabel.33)

Grafik 8. Pelayanan Ibu Hamil dengan Komplikasi


di UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2015 - 2019

70%

60% 62.50%
60.70%
50%

45.00%
40%

30%

20%

10%

0%
2 0 15 2 01 6 2 0 17
Sumber : UPT Puskesmas Kopeta

Berdasarkan garafik dapat dilihat bahwa terjadi trend peningkatan jumlah


ibu hamil dengan komplikasi dari tahun 2015 hingga tahun 201 hal ini diakibatkan
masih banyak ditemukan ibu hamil yang tidak mekukan pemeriksaan ANC sesuai
jadwal yang dutentukan sehingga banyak komplikasi yang ditemukan pada saat
persalinan ataupun kehamilan trisemester ke tiga yang seharusnya sudah dapat
dicegah ataupun ditanggulangi sejak awal kehamilan. Untuk mencapai indikator
pelayanan ANC tersebut diharapkan adanya dukungan dan partisipasi dari
masyarakat yang secara sukarela berperan aktif.

4) Pelayanan Nifas dan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas

Dan untuk Masa nifas adalah masa 6 jam sampai 42 hari setelah persalinan
dimana organ reproduksi mengalami pemulihan untuk kembali normal. Kunjungan
nifas bertujuan untuk deteksi dini komplikasi dengan melakukan kunjungan minimal
sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu :

a. Kunjungan nifas pertama pada 6 jam setelah persalinan sampai 3 hari;


b. Kunjungan nifas kedua dilakukan pada waktu 4 hari sampai 28 hari setelah
persalinan;
c. Kunjungan nifas ketiga dilakukan pada waktu 29 hari sampai 42 hari etelah
persalinan.
Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal pada masa 6
jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar minimal 3 kali.
Dalam masa nifas, ibu seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan
meliputi pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut, perineum, kandung
kemih dan organ kandungan. Dengan perawatan nifas yang tepat akan
memperkecil risiko kelainan bahkan kematian ibu nifas. Sedangkan pelayanan
neonatal meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar berupa ASI Ekslusif,
pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1
injeksi bila tidak diberikan pada saat lahir, pemberian imunisasi hepatitis B1 bila
tidak diberikan pada saat lahir dan manajemen terpadu bayi muda. Selain itu
diberikan vit A 1 kapsul 200.000 IU, setelah melahirkan dan 24 jam berikutnya 1
kapsul 200.000 IU, agar daya tahan tubuh meningkat dan dapat mempercepat
proses pemulihan kesehatan ibu nifas sehingga pemberian ASI lebih optimal.

Pada tahun 2019 UPT Puskesmas Kopeta untuk pelayanan kesehatan ibu
nifas tercapai 56,8% dari target 95% atau ada 345 ibu nifas yang mendapatkan
pelayanan kesehatan dari sejumlah 635 ibu bersalin. Rendahnya cakupan
pelayanan nifas ini disebabkan karena masih rendahnya kesadaran ibu Nifas akan
pentingnya pelayanan kesehatan setelah persalinan. Belum tercapainya target
tersebut hendaknya dapat menjadi motivasi bagi petugas kesehatan untuk semakin
proaktif dalam melakukan pelayanan pada ibu nifas dalam upaya memperkecil
risiko kelainan bahkan kematian pada ibu nifas baik pelayanan di dalam gedung
puskesmas maupun dengan kunjungan rumah ibu nifas risti yang mangkir.
(Tabel.29)

5) Kunjungan Neonatus

Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar


yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya
3 kali selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir baik di fasilitas
kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.

Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus yang lengkap jika


meliputi kunjungan neonatal ke-1 (KN 1) yang dilakukan pada kurun waktu 6-
48 jam, 3-7 hari dan 8-28 hari setelah lahir. Kunjungan neonatus bertujuan
untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar,
mengetahui sedini mungkin komplikasi yang terjadi pada bayi sehingga dapat
segera ditangani dan bila tidak dapat ditangani maka dirujuk ke fasilitas yang
lebih lengkap untuk mendapatkan perawatan yang optimal.

Cakupan kunjungan neonatus di UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2019 sebesar


100% untuk KN 1 keadaan ini tertap terjadi sejak tahun 2015 dan telah melebihi
target SPM Kabupaten 99%. Sedangkan untuk KN lengkap sebesar 93.2% terjadi
penurunan sebesar 1,7 % jika dibanding tahun 2016 (sebesar 94,9%) dan masih
belum mencapai target 99%. (Tabel 38)

Grafik 9. Cakupan Kunjungan KN1 dan KN Lengkap


di UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2017 – 2019
450 96.50%

400 96.00%

95.50%
350
95.00%
300
94.50%
250
94.00%
200
93.50%
150
93.00%
100
92.50%

50 92.00%

0 91.50%

Sumber : UPT Puskesmas Kopeta

6) Pelayanan Neonatal dengan komplikasi yang ditangani

Bayi usia kurang dari 1 bulan merupakan golongan umur yang rentan
gangguan kesehatan. Upaya untuk mengurangi resiko tersebut adalah melalui
pelayanan kesehatan pada neonatus minimal tiga kali yaitu dua kali pada usia 0-7
hari dan satu kali pada usia 8-28 hari atau disebut KN lengkap. Pelayanan kesehatan
yang diberikan meliputi pelayanan kesehatan neonatus dasar (tindakan resusitasi,
pencegahan hipotermia, ASI dini-eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan
mata, tali pusat dan kulit), pemberian vitamin K, imunisasi, manajemen terpadu
balita muda (MTBM) dan penyuluhan perawatan neonatus pada ibunya.

Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani adalah neonatus


dengan komplikasi yang ditangani sesuai standar oleh tenaga kesehatan terlatih di
sarana pelayanan kesehatan. Neonatus dengan komplikasi adalah neonatus
dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan
kematian. Neonatus dengan komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia,
tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR, sindroma gangguan
pernafasan dan kelainan kongenital. Dalam pelayanan neonatus, sekitar 15%
diantara neonatus yang dilayani bidan di Puskesmas tergolong dalam kasus
risti/komplikasi yang memerlukan penanganan lebih lanjut.

Pada tahun 2019, semua bayi yang dideteksi dengan resiko tinggi
mendapatkan penanganan dari tenaga kesehatan baik itu di Puskesmas maupun di
Rumah Sakit, keadaan sama juga terjadi untuk tahun tahun sebelumnya. Tabel.33)

7) Cakupan Kunjungan Bayi

Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi (umur 29 hari-12 bulan) yang
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar paling sedikit 4 kali, yaitu satu
kali pada umur 1-3 bulan, satu kali pada umur 3-6 bulan, satu kali pada umur 6-9
bulan dan satu kali pada umur 9-12 bulan, di sarana pelayanan kesehatan maupun
di rumah, posyandu, dan lain-lain melalui kunjungan petugas kesehatan.

Cakupan kunjungan bayi di UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019 mencapai


87,7% terjadi penurunan sebesar 3,5% dari tahun 2016 (sebesar 91,2%). Cakupan
terendah di UPTD Puskesmas Penyandingan (64,1%) dan tertinggi di UPTD
Puskesmas Kedaton (112,8%). Masih ada 50 % puskesmas yang belum mencapai
target yang telah ditetapkan (93%), yaitu UPTD Puskesmas Kemalaraja (91%),
Tanjung Baru (72,8%), Batumarta II (84%), Lubuk Batang (63,6%), Karya Mukti
(83,4%), Muara Jaya (80,1%), Mendingin (58%), Penyandingan (64,1%) dan Tanjung
Lengkayap (86,6 %). Cakupan kunjungan bayi di puskesmas Kabupaten OKU dapat
dilihat pada grafik berikut :
Profil Kesehatan UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2017 37
3
Profil Kesehatan UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2017
8

Anda mungkin juga menyukai