PENDAHULUAN
1.3. MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan profil ini adalah sebagai suatu alat yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi program-program yang telah dilaksanakan, sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan masukan dalam penyusunan langkah-langkah selanjutnya khususnya
pembangunan di bidangkesehatan.Juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten.
Pemukiman penduduk berada berada diwilayah daratan rendah dan pantai. Puncak
tertinggi adalah Kelurahan Nangalimang dengan ketinggian 72 meter dari permukaan laut
sedangkan ketinggian terendah kelurahan Kota uneng yaitu 12 meter dari permukaan laut.
KELURAHAN KETINGGIAN
Kota Uneng 12
Nangalimang 72
Madawat 25
Kabor 14
Sumber : Kecamatan Alok Dalam Angka 2019
Jumlah penduduk wilayah kerja UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019 menurut
data sebanyak 23.001 jiwa yang tersebar pada 4 Kelurahan dengan jumlah laki-laki
sebesar 11.379 jiwa dan perempuan sebesar 11.622 jiwa. Jumlah Penduduk terbesar
terdapat pada Kelurahan Kotauneng yaitu 8.913 jiwa dengan kepadatan penduduk
sebesar 3,495,2 per km2. Banyaknya jumlah penduduk di wialayah Kelurahan ini
mengingat Keluarahan Kotauneng memiliki wilayah yang paling luas jika dibandingkan
dengan 3 Kelurahan lainnya. Secara umum jumlah penduduk di masing-masing wilayah
dilihat pada table berikut :
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kopeta
Tahun 2019
Luas Jumlah Jumlah Rata-Rata Kepadatan
Sumber : Wilayah Penduduk Rumah Jiwa/RT Penduduk
Kecamatan Alok (km2) Tangga per km2
Dalam Angka Kabor 0.58 3.257 765 4,25 5.615,1
2019 Madawat 2.03 7.606 1.997 3,80 3.746,7
Nangalimang 1.25 3.225 889 3,62 2.580
2.2.2. Kotauneng 2.55 8.913 1.805 4,93 3.495,2
Jumlah Puskesmas 6.4 23.001 5456 4,21 3.612
2.3. PENDIDIKAN
Jumlah sarana pendidikan yang terdapat di wialayah UPT Puskesmas Kopeta dapat dilihat
pada Tabel berikut :
Tabel 2.4. Jumlah Sekolah di Wilayah UPT Puskesmas Kopeta Menurut Jenjang Pendidikan dan
Kelurahan, 2019
Kelurahan Jenjang Pendidikan Jumlah
SD Sederajat SMP Sederajat SMA Sederajat
Kota Uneng 4 2 0 5 2 6 19
Nangalimang 1 1 - 0 - 0 2
Madawat 3 2 0 1 1 0 7
Kabor 0 1 - 0 0 1 2
Puskesmas 8 6 0 6 3 7 30
Sumber : Kecamatan Alok Dalam Angka 2019
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa sudah tersedia sarana pendidikan yang cukup
bagi masyarakat mulai dari jenjang SD hingga SMU baik Swasta maupun Negeri tinggal bagaimana
masyarakat berupaya untuk dapat memanfaatkan sarana yang telah tersedia tersebut.
Kemampuan baca-tulis penduduk tercermin dari Angka Melek Huruf, yaitu persentase
penduduk umur 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf
lainnya. Persentase penduduk yang dapat membaca huruf latin pada tahun 2019 sebesar 62,81%.
Dari presentasi ini dapat dilihat bahwa masih banyak penduduk di wilayah UPT Puskesmas Kopeta
yang tidak dapat membaca dan menulis yaitu 37,19%. Secara garis besar Tingkat pendidikan
penduduk di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kopeta dan ijasah tertinggi yang diperoleh menurut
Jenis Kelamin dapat dilihat pada Grafik berikut :
Grafik 2. Tingkat Pendidikan dan Ijasah Tertinggi yang diperoleh Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2019
Lain-Lain
Universitas/Diploma IV
Akademi/Dilpoma III
Tamat SMA
Tamat SMP
Tamat SD
Tidak Sekolah
Belum Sekolah
25 20 15 10 5 0 5 10 15 20 25
Pada Grafik tersebut dapat dilihat berdasarkan kelompok pendidikan, paling tinggi Tingkat
Pendidikan SMP sebanyak 21,91 %. Masyarakat dapat dikatakan telah menyadari pentingnya
pendidikan Dasar 9 Tahun.
2.4. VISI, MISI, MOTO DAN TATA NILAI (ETIKA PELAYANAN) UPT PUSKESMAS
KOPETA
VISI
TERWUJUDNYA MASYARAKAT KECAMATAN ALOK YANG SEHAT DAN MANDIRI
MISI
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah Puskesmas Kopeta
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah Puskesmas
Kopeta
3. Memelihara & meningkatkan pelayanan kesehatan bermutu, merata, & terjangkau
4. Mendorong, memelihara, dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat
beserta lingkungan
MOTO
“ Senyum, Salam dan Sapa kami, setulus pelayanan kami “
TATA NILAI
KOPETA ( Kerjasama, Optimis, Profesional, Efisien+Efektif, Tertib, Akuntabel)
Yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. KERJASAMA :
Bersatu mencapai tujuan untuk memberikan hasil terbaik dengan saling menghargai
kelebihan dan kekurangan anggota tim.
2. OPTIMIS
Bertindak dengan penuh keyakinan untuk memberikan hasil maksimal dalam
mewujudkan visi Puskesmas
3. PROFESIONAL
Bekerja dengan menjunjung tinggi keahlian dan etika profesi
4. EFISIEN+EFEKTIF
Merencanakan dan melaksanakan pelayanan dengan selalu melakukan evaluasi dan
perbaikan dengan parameter cepat, tepat, kreatif dan inovatif.
5. TERTIB
Dalam memberikan pelayanan selalu dilandasi dengan ketertiban yang tinggi sebagi
upaya mencapai kinerja yang optimal.
6. AKUNTABEL
Memberikan pelayanan kesehatan sesuai pedoman dan standar pelayanan yang
ditetapkan, dapat diukur dan dipertanggungjawabkan .
Rumah yang tidak sehat dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh
lingkungan, jika kondisi tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan
rumah (lingkungan pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan dilingkungan
pemukiman pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi yang
rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan penghuninya (Notoatmodjo,
2007).
Untuk Puskesmas Kopeta, pada tahun 2019 terdapat 3.663 rumah, yang dapat
diperiksa oleh petugas Sanitarian Puskesmas sebanyak 3.109 rumah atau sebesar 84,9%
dan yang memenuhi syarat hanya sebesar 69,3%. Dengan kecilnya presentasi rumah
sehat di wilayah UPT Puskesmas Kopeta maka secara langsung dapat diketahui bahwa
jumlah penyakit berbasis lingkungan akan semakin banyak. Tercatat pada tahun 2019
jumlah penderita DBD di wilayah UPT Puskesmas Kopeta sebesar 32 Kasus dan di tahun
2016 sebesar 67 kasus. Jumlah Rumah Sehat di wilayah UPT Puskesmas Kopeta selama 3
Tahun dapat dilihat pada Grafik berikut :
Tahun
0 2015 4000
2000 Tahun 20168000 Tahun
6000 10000 2017
12000 14000 16000
Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa terdapat upaya peningkatan jumlah
Rumah Sehat diwialayah UPT Puskesmas Kopeta dari Tahun 2019 s/d 2019.
2.5.2. Tempat-Tempat Umum
Tempat-Tempat Umum ( TTU ) dan Tempat Umum Pengelolaan Makanan
(TPUM) merupakan suatu sarana yang dikunjungi banyak orang, dan berpotensi menjadi
tempat penyebaran penyakit. TUPM meliputi pasar dan lain-lain. Sedangkan TUPM
sehat adalah tempat umum dan tempat pengelolaan makanan dan minuman yang
memenuhi syarat kesehatan, yaitu memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai (luas ruangan)
yang sesuai dengan banyaknya pengunjung dan memiliki pencahayaan ruang yang
memadai.
Pada Tahun 2019, terdapat 44 buah TTU/TPM di wilayah UPT Puskesmas
Kopeta yang diperiksa, dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 35 buah atau
sebesar 79,55% masih dibawah target SPM yang telah ditetapkan pada tahun 2019 yaitu
85%. Keadaan ini berbeda bila dibandingkan dengan tahun 2016, dari 36 buah TTU/TPM
semuanya telah memenuhi syarat kesehatan atau 100%.
2.6. POSYANDU
Purnama
10%
Madya
Pratama Madya Purnama 90%
Mandiri
Sumber : UPT
Puskesmas Kopeta
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar posyandu di wilayah kerja
UPT Puskesmas Kopeta masih berada pada strata Madya (90%) yang artinya bahwa Cakupan
jumlah bayi dan balita yang datang ke posyandu memang rendah ditambah aktifitas pemeriksaan
kesehatan ibu dan bayi serta pelayanan KB memang tidak dilaksanakan di posyandu namun
dilaksanakan di Polindes karena mengingat sarana dan prasarana posyandu tidak memungkinkan
untuk dilakukan kedua kegiatan tersebut, seperti masih ada beberapa posyandu yang tidak
memiliki bangunan posyandu sendiri.
BAB III
Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang dapat
digunakan, seperti kondisi morbiditas, mortalitas dan status Gizi. Derajat kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh multi faktor. Faktor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana
dan prasarana kesehatan sangat menentukan derajat kesehatan masyarakat. Faktor lain diluar kesehatan
yang tak kalah penting berperan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat adalah keadaan sosial
ekonomi, pendidikan, lingkungan social, keturunan dan faktor lainnya (Depkes, 2010). Pada bagian ini
derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja UPT Puskesmas Kopeta digambarkan melalui Angka
Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka morbiditas
beberapa penyakit yang ada di 4 Kelurahan.
3.1. MORTALITAS
Angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu dikenal
dengan mortalitas (Depkes, 2010). Mortalitas selain dapat menggambarkan keadaan dan
derajat kesehatan masyarakat suatu wilayah dapat juga digunakan sebagai dasar
perencanaan di bidang kesehatan. Tingkat kematian secara umum sangat berhubungan
erat dengan tingkat kesakitan. Sebab-sebab kematian ada yang dapat diketahui secara
langsung dan tidak langsung. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas dan
morbiditas adalah sosial ekonomi, pendapatan perkapita, pendidikan, perilaku hidup
sehat, lingkungan, upaya kesehatan dan fertilitas.
3.2. MORBIDITAS
Penyakit menular yang disajikan dala profil kesehatan antara lain penyakit malaria,
TB Paru, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
1) Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit endemis yang terus menimbulkan kerugian
secara ekonomis dan memakan korban jiwa. Malaria merupakan salah satu
penyakit menular yang upaya pengendalian dan penurunan kasusnya merupakan
komitmen internasional dalm Millenium Development Goals (MDGs).
Kasus malaria di wilayah UPT Puskesmas Kopeta pada tahun 2019 di
temukan 3 Kasus dengan angka Annual Parasite Incidence (API) 0,13 per 1000
penduduk. Umumnya penderita Malaria ini adalah kasus impor yang artinya
penderita berasal atau baru pindah dari daerah endemis yaitu Irian Jaya.
2) TB Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai oargan tubuh lainnya. Penyakit ini menyebar dan ditularkan melalui
udara, ketika orang terinfeksi kuman TB Paru batuk, bersin, berbiacara atau
meluadah. Millenium Development Goals (MDGs) menjadikan penyakit TB Paru
sebagai salah satu penyakit yang menjadi target untuk diturunkan, selain Malaria
dan HIV dan AIDS.
Pengendalian penyakit TB Paru di UPT Puskesmas Kopeta memakai strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yaitu pengobatan jangka pendek
dengan pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO). Dengan
program ini berusaha mencapai target penemuan penderita sebesar 70% dari
perkiraan penderita TB BTA (+) kasus baru dengan tingkat kesembuhan sebesar
85%. Keberhasilan pengendalian pengobatan penderita TB Paru tergantung pada
kerjasama antara penderita, Pengawas Minum Obat (PMO) dan petugas kesehatan
yang mempunyai komitmen tinggi dalam pelaksanaan kegiatan program.
Di UPT Puskesmas Kopeta Tahun 2019 ada 23 kasus baru BTA (+) dari
sejumlah 24 kasus TB yang ada, jumlah penderita TB-Paru BTA (+) yang diobati 23
penderita (100 %), angka kesembuhannya 47,8%, dan angka keberhasilan
pengobatan (success rate) sebesar 69,57%. (Tabel 7, 8, 9).
3) Penyakit HIV/AIDS
Penyakit HIV dan AIDS merupakan penyakit menular seksual yang dapat
menyebabkan kematioan bagi penderita yang mengidap tersebut. Jika virus HIV
menyerang manusia, dapat menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh sehingga
penyakit – penyakit infeksi dan kanker akan mudah menyerang kalau sistem
kekebalan tubuh telah rusak. Kondisi seperti ini tentunya menjadi masalah
kesehatan yang sangat serius. Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus
menunjukkan peningkatan, meskipun berbagai upaya pencegahan dan
penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar
wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia,
meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman dan meningkatnya
penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan, secara simultan telah memperbesar
tingkat reiko penyebaran HIV/AIDS. Saat ini Indonesia telah digolongkan sebagai
Negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi, yaitu adanya prevalensi lebih
dari 5 % pada sub populasi tertentu, missal pada kelompok pekerja sexual
komersial dan penyalahgunaan NAPZA. Tingkat epidemic ini menunjukkan tingkat
perilaku beresiko yang cukup aktif menularkan di dalam suatu sub populasi
tersebut.
Jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung
es, yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil dari pada jumlah yang
sebenarnya. Hal ini berarti bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang
sebenarnya belum diketahui. Upaya yang dilakukan dalam rangka pemebrantasan
penyakit HIV/AIDS disamping ditujukan pada pananganan penderita yang yang
ditemukan diarahkan pada upaya pencegahan yang dilakukan melalui skrening
HIV/AIDS terhadap darah donor dan upaya pemantauan dan pengobatan
penderita penyakit menular seksual.
Pada Tahun 2019 di wilayah UPT Puskesmas Kopeta ditemukan sebanyak 14
orang dan ditemukan 1 kasus kematian. Beberapa kegiatan yang telah di lakukan
dalam rangka pengendalian dan pengawasan HIV/AIDS adalah pemeriksaan atau
screening darah bagi ibu hamil dan penderita TBC, mobile VCT (Voluntary
Conseling Testing) pada kelompok-kelompok masyarakat, yang selanjutnya di rujuk
ke klinik CST (Care Support Treatment) yang bertempat di RSUD dr. TC Hillers
Maumere serta pemeriksaan pada setiap pendonor darah.
0
r at g g as
bo w an ne
n
sm
Ka ad
a im au e
M g al t sk
n Ko Pu
Na
Sumber : UPT Puskesmas Kopeta, Tahun 2019
Dari data tersebut diatas di UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019 jumlah
pneumonia balita yang ditemukan dan ditangani sebanyak
5) Penyakit Kusta
Sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah penderita kusta di
Kecamatan Alok. Penyakit kusta dapat mengakibatkan kecacatan pada penderita.
Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma dikalangan masyarakat dan
sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian penderita dan mantan penderita
dikucilkan sehingga tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta
pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan.
Diketahui Kecamatan Alok masih menyimpan kantong-kantong kusta ,
Penderita kusta tahun 2019 di UPT Puskesmas Kopeta sebanyak 8 penderita, yang
terdiri dari tipe MB (Multi Basiler) atau kusta basah ada 8 orang sedangkan tipe
tipe PB (Pausi Basiler) atau kusta kering tidak ada penderita, yang dapat
menyelesaikan pengobatannya atau RFT (Release From Treatment) sejumlah 4
penderita. Dimana jumlah penderita kusta yang menyebar di seluruh wilayah
Kecamatan Alok tidak ditemukan penderita cacat tingkat 2 (Tabel.14, 15, 16, 17)
a. Difteri
Pada tahun 2019 tidak ditemukan penderita Difteri.
b. Pertusis
Pada tahun 2019 tidak ditemukan kasus pertusis di UPT Puskesmas Kopeta.
c. Tetanus
Pada tahun 2019 tidak ditemukan kasus tetanus di UPT Puskesmas Kopeta.
d. Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang
masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini dapat menginfeksi bayi baru lahir
apabila pemotongan tali pusat tidak dilakukan dengan steril. Pada tahun 2019
tidak ditemukan kasus tetanus neonatorum di UPT Puskesmas Kopeta
e. Campak
Penyakit campak adalah penyakit akut yang mudah menular baik pada balita,
anak anak maupun orang dewasa yang disebabkan oleh virus campak.
Penularan campak dapat terjadi melalui udara yang terkontaminasi dan
secret orang yang terinfeksi. Pada tiga tahun terakhir tidak ditemukan
kejadian campak. Keberhasilan menekan kasus campak tidak terlepas dari
pelaksanaan imunisasi campak secara rutin baik di tingkat Puskesmas dan
sarana kesehatan lainnya, penyediaan sarana vaksin yang sudah memadai,
tenaga yang mencukupi serta kesadaran masyarakat untuk mendapatkan
imunisasi campak bagi bayi/balitanya.
f. Poliomyelitis dan Acute Flaccid Paralysis (AFP)/ Lumpuh Layuh Akut <15 Th
Penyakit poliomyelitis merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Penyebab penyakit tersebut adalah virus polio yang
menyerang system syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan.
Kelompok umur 0-3 tahun merupakan kelompok umur yang paling sering
diserang penyakit ini, dengan gejala demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di
leher dan sakit di tungkai dan lengan. AFP merupakan kondisi abnormal
ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang
jelas dan kemudian berakhir dengan kelumpuhan. Pada tahun 2019 tidak
ditemukan kasus AFP Non Poplio di UPT Puskesmas Kopeta.
Jmlh Kasus
Sumber : UPT Puskesmas Kopeta, Tahun 2019
2) Diare
Penyakit diare adalah penyakit yang banyak menyerang pada anak – anak
terutama balita, dimana hal ini dapat mempengaruhi kelangsungan kualitas hidup
anak. Untuk kasus diare pada balita di wilayah UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019
sebanyak 152 orang. Jumlah kasus diare yang ditangani sebanyak 152 kasus (100%)
dan tidak ada yang meninggal dunia akibat diare. (Tabel 13).
3) Penyakit Filariasis
Penyakit Filariasis termasuk dalam neglected diseases yang belum bisa
diberantas hingga saat ini. Pendekatan penanganan kasus Filaria yaitu dengan
melakukan pengobatan massal pada daerah kantong untuk mencegah penularan,
karena jika ditemukan kasus klinis maka berpotensi untuk menularkan kepada
penduduk lain yang sehat.
Untuk penderita filariasis yang ditemukan di UPT Puskesmas Kopeta pada
tahun 2019 ada 2 kasus yang berada di wilayah Kelurahan Kotauneng dan
Kelurahan Nangalimang.Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya penderita dari
wilayah lain yang menjadi endemis (kasus impor). Antisipasi tetap dilakukan
dengan penemuan dini penderita, penyuluhan, penyebaran leaflet/poster serta
BELKAGA yaitu Bulan Eliminasi Kaki Gajah yang mana sejak Tahun 2015 telah
dibagikan secara masalah obat Kaki Gajah atau Obat Filariasis bagi seluruh
masyarakat yang berusia 2 tahun – 70 Tahun. Peresentasi pencapaian pembagian
obat Filariasis pada tahun 2019 adalah 75,09%.
Proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995
menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Penyebab kematian
tertinggi dari seluruh penyebab kematian adalah stroke (15,4%), disusul hipertensi,
diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis. Kematian akibat PTM terjadi di
perkotaan dan perdesaan. Data Riskesdas 2007 menunjukkan di perkotaan, kematian
akibat stroke pada kelompok usia 45-54 tahun sebesar 15,9%, sedangkan di perdesaan
sebesar 11,5%. Hal tersebut menunjukkan PTM (utamanya stroke) menyerang usia
produktif. Sementara itu prevalensi PTM lainnya cukup tinggi, yaitu: hipertensi (31,7%),
arthritis (30.3%), penyakit jantung (7.2%), dan cedera (7,5%).
PTM dipicu berbagai faktor risiko antara lain merokok, diet yang tidak sehat,
kurang aktivitas fisik, dan gaya hidup tidak sehat. Riskesdas 2007 melaporkan, 34,7%
penduduk usia 15 tahun ke atas merokok setiap hari, 93,6% kurang konsumsi buah dan
sayur serta 48,2% kurang aktivitas fisik. Peningkatan PTM berdampak negatif pada
ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama
dan memerlukan biaya besar. Beberapa jenis PTM adalah penyakit kronik dan/atau
katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu,
salah satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen.
Pemerintah sedang melakukan langkah-langkah bagi terwujudnya jaminan kesehatan
menyeluruh atau universal coverage of social health insurance untuk masalah penyakit
kronik dan katastropik dalam periode 2010-2014.
Kementerian Kesehatan telah mengembangkan program pengendalian PTM
sejak tahun 2005. Upaya pengendalian faktor risiko PTM yang telah dilakukan berupa
promosi Perilaku Bersih dan Sehat serta pengendalian masalah tembakau. Beberapa
Pemerintah Daerah telah menerbitkan peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
dan membentuk Aliansi Walikota/Bupati dalam Pengendalian Tembakau dan Penyakit
Tidak Menular. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengendalian Tembakau
dalam proses. Sedangkan untuk pengaturan makanan berisiko, ke depan akan dibuat
regulasi antara lain tentang gula, garam dan lemak dalam makanan yang dijual bebas.
Upaya pengendalian PTM tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan tanpa dukungan seluruh jajaran lintas sektor Pemerintah,
Swasta, Organisasi Profesi, Organisasi Kemasyarakatan dan seluruh lapisan masyarakat.
Status gizi seseorang erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan individu, karena
disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi, juga
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Bahkan status gizi janin masih dalam kandungan
dan bayi yang masih menyusui sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil dan menyusui.
Status gizi masyarakat dapat diukur melalui beberapa indikator, antara lain bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur kurang energi
kronis (KEK).
3.2.1. Bayi Dengan Berat Badan lahir Rendah (BBLR)
Berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor
utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan
dalam 2 katagori yaitu BBLR karena premature atau BBLR karena intrauterine growth
retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di
Negara berkembang banyak BBLR karena IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemi,
malaria dan menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) sebelum konsepsi atau saat
kehamilan. Selama tahun 2019, jumlah bayi lahir hidup sebanyak 397 orang dan bayi
dengan berat badan lahir rendah sebanyak 36 bayi atau 9,1 %. (Tabel 37)
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi balita adalah pengukuran
secara anthropometric yang menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U).
Jumlah balita yang dilaporkan sebanyak 2.004 dan yang ditimbang di Kecamatan Alok
tahun 2019 adalah =1.359 balita sedang yang BGM sebanyak = 17 balita. Jumlah Baduta
sebanyak 908 dan yang ditimbang sebanyak 565 dan Baduta yang termasuk dalam BGM
sebanyak 6 orang; sedangkan untuk kasus gizi buruk sebanyak 2 balita.
3.2.3. Status Gizi Wanita Usia Subur Kurang Energi Kronik (KEK)
Salah satu cara untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur (WUS) umur 15-
49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Hasil
pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa
besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan bayi BBLR. Indikator Kurang
Energi Kronik (KEK) menggunakan standar LILA <23,5cm.
BAB IV
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayana kesehatan. Berikut ini diuraikan gambaran situasi
upaya kesehatan khususnya pada tahun 2019 di wilayah UPT Puskesmas Kopeta, sebagai berikut :
Seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar di dalam pertumbuhan bayi dan
perkembangan anak. Ganguan kesehatan yang dialami ibu yang sedang hamil bisa
berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa
pertumbuhan bayi dan anaknya.
1) Kunjungan Ibu Hamil K-1 dan K-4
Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar
terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini disebabkan pertolongan tidak
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan
(profesional). Pesan kunci MPS (Mother pregnancy safer) yaitu persalinan harus
ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
Upaya kesehatan ibu bersalin diwujudkan dalam upaya mendorong agar
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan
dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan, dimulai dari lahirnya bayi,
pemotongan tali pusat sampai keluarnya placenta. Pencapaian upaya kesehatan ibu
bersalin diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan
terlatih. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.
Hal ini disebabkan karena pencatatan dan pelaporan yang tidak lengkap
karena masih ada persalinan yang dilakukan di luar kota dan setelah melahirkan
hingga masa nifas selesai baru pulang kembali lagi ke daerahnya. Selain itu
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang resiko tinggi kehamilan dan
keamanan dalam proses persalinan.
Cakupan komplikasi kebidanan adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi yang mendapat
penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan terlatih pada tingkat
pelayanan dasar dan rujukan (polindes, puskesmas dan rumah sakit).
Di UPT Puskesmas Kopeta tahun 2019 terdapat 46,5 % ibu hamil dengan
komplikasi kebidanan dan semuanya mendapatkan penanganan oleh tenaga
kesehatan yaitu 100% sesuai target SPM yaitu 100%. (Tabel.33)
70%
60% 62.50%
60.70%
50%
45.00%
40%
30%
20%
10%
0%
2 0 15 2 01 6 2 0 17
Sumber : UPT Puskesmas Kopeta
Dan untuk Masa nifas adalah masa 6 jam sampai 42 hari setelah persalinan
dimana organ reproduksi mengalami pemulihan untuk kembali normal. Kunjungan
nifas bertujuan untuk deteksi dini komplikasi dengan melakukan kunjungan minimal
sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu :
Pada tahun 2019 UPT Puskesmas Kopeta untuk pelayanan kesehatan ibu
nifas tercapai 56,8% dari target 95% atau ada 345 ibu nifas yang mendapatkan
pelayanan kesehatan dari sejumlah 635 ibu bersalin. Rendahnya cakupan
pelayanan nifas ini disebabkan karena masih rendahnya kesadaran ibu Nifas akan
pentingnya pelayanan kesehatan setelah persalinan. Belum tercapainya target
tersebut hendaknya dapat menjadi motivasi bagi petugas kesehatan untuk semakin
proaktif dalam melakukan pelayanan pada ibu nifas dalam upaya memperkecil
risiko kelainan bahkan kematian pada ibu nifas baik pelayanan di dalam gedung
puskesmas maupun dengan kunjungan rumah ibu nifas risti yang mangkir.
(Tabel.29)
5) Kunjungan Neonatus
400 96.00%
95.50%
350
95.00%
300
94.50%
250
94.00%
200
93.50%
150
93.00%
100
92.50%
50 92.00%
0 91.50%
Bayi usia kurang dari 1 bulan merupakan golongan umur yang rentan
gangguan kesehatan. Upaya untuk mengurangi resiko tersebut adalah melalui
pelayanan kesehatan pada neonatus minimal tiga kali yaitu dua kali pada usia 0-7
hari dan satu kali pada usia 8-28 hari atau disebut KN lengkap. Pelayanan kesehatan
yang diberikan meliputi pelayanan kesehatan neonatus dasar (tindakan resusitasi,
pencegahan hipotermia, ASI dini-eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan
mata, tali pusat dan kulit), pemberian vitamin K, imunisasi, manajemen terpadu
balita muda (MTBM) dan penyuluhan perawatan neonatus pada ibunya.
Pada tahun 2019, semua bayi yang dideteksi dengan resiko tinggi
mendapatkan penanganan dari tenaga kesehatan baik itu di Puskesmas maupun di
Rumah Sakit, keadaan sama juga terjadi untuk tahun tahun sebelumnya. Tabel.33)
Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi (umur 29 hari-12 bulan) yang
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar paling sedikit 4 kali, yaitu satu
kali pada umur 1-3 bulan, satu kali pada umur 3-6 bulan, satu kali pada umur 6-9
bulan dan satu kali pada umur 9-12 bulan, di sarana pelayanan kesehatan maupun
di rumah, posyandu, dan lain-lain melalui kunjungan petugas kesehatan.