Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PE,BAHASAN

2.1 Mineral
Mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan makhluk
hidup disamping karbohidrat, lemak, protein dan vitamin. Mineral dibagi dalam
dua kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro dibutuhkan
tubuh dalam jumlah besar diantaranya kalsium, klorin, magnesium, kalium,
fosforus, natrium dan sulfur sedang mineral mikro diperlukan dalam jumlah kecil
seperti kobal, tembaga, iodin, besi, mangan, selenium dan seng. Mineral mikro
termasuk mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses
fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim dan pembentukan organ
(Adventinidkk., 2010).
Berbagai unsur anorganik (mineral)terdapat dalam bahan biologi, tetapi
tidakatau belum semua mineral tersebut terbuktiesensial, sehingga ada mineral
esensialdan nonesensial. Mineral esensial yaitumineral yang sangat diperlukan
dalamproses fisiologis makhluk hidup untukmembantu kerja enzim atau
pembentukanorgan. Unsur-unsur mineral esensial dalamtubuh terdiri atas dua
golongan, yaitumineral makro dan mineral mikro. Mineralmakro diperlukan untuk
membentukkomponen organ di dalam tubuh. Mineralmikro yaitu mineral yang
diperlukan dalamjumlah sangat sedikit dan umumnyaterdapat dalam jaringan
dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral nonesensialadalah logam yang perannya
dalam tubuhmakhluk hidup belum diketahui dankandungannya dalam jaringan
sangatkecil. Bila kandungannya tinggi dapatmerusak organ tubuh makhluk hidup
yangbersangkutan. Di samping mengakibatkankeracunan, logam juga dapat
menyebabkan penyakit defisiensi(Arifin, 2008).

2.2 Penggolongan Mineral dalam Tubuh


Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral (logam)
dibagi menjadi dua golongan, yaitu mineral logam esensial dan nonesensial.
Logam esensial diperlukan dalam proses fisiologis hewan, sehingga logam
golongan ini merupakan unsur nutrisi penting yang jika kekurangan dapat

3
menyebabkan kelainan proses fisiologis atau disebut penyakit defisiensi mineral.
Mineral ini biasanya terikat dengan protein, termasuk enzim untuk proses
metabolisme tubuh, yaitu kalsium (Ca), fosforus (P), kalium (K), natrium (Na),
klorin (Cl), sulfur (S), magnesium (Mg), besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn),
mangan (Mn), kobalt (Co), iodin (I), dan selenium (Se). Logam nonesensial
adalah golongan logam yang tidak berguna, atau belum diketahui kegunaannya
dalam tubuh hewan, sehingga hadirnya unsur tersebutlebih dari normal dapat
menyebabkankeracunan. Logam tersebut bahkan sangatberbahaya bagi makhluk
hidup, sepertitimbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As),kadmium (Cd), dan
aluminium (Al)(Arifin, 2008).
Berdasarkan banyaknya, mineral dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
mineralmakro dan mineral mikro. Mineral makrodiperlukan atau terdapat dalam
jumlahrelatif besar, meliputi Ca, P, K, Na, Cl, S,dan Mg. Mineral mikro ialah
mineral yangdiperlukan dalam jumlah sangat sedikitdan umumnya terdapat dalam
jaringandengan konsentrasi sangat kecil, yaitu Fe,Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan
Se(Arifin, 2008).
Tabel 1. Nutrisi Mineral Esensial dan Jumlahnya dalam Tubuh Hewan

2.3 Mineral Mikro Esensialdalam Tubuh


Mineral esensial adalah mineral yang dibutuhkan oleh makhluk hidup
untuk proses fisiologis, dan dibagi ke dalam dua kelompok yaitu mineral makro
dan mineral mikro. Mineral-mineral mikro yang telah diketahui terkandung dalam
madu adalah Al, Ba, Sr, Bi, Cd, Sn, Te, Tl, Sb, Cr, Ni, Ti, V, Co, dan Mo(Conti,
2000).

4
Tembaga (Cu) merupakan mineral mikro karena keberadaannya dalam
tubuh sangat sedikit namun diperlukan dalam proses fisiologis. Di alam, Cu
ditemukan dalam bentuk senyawa sulfida (CuS). Walaupun dibutuhkan tubuh
dalam jumlah sedikit, bila kelebihan dapat mengganggu kesehatan atau
mengakibatkan keracunan. Namun bila terjadi kekurangan Cu dalam darah dapat
menyebabkan anemia yang merupakan gejala umum, pertumbuhan terhambat,
kerusakan tulang, depigmentasi rambut dan bulu, pertumbuhan bulu abnormal,
dan gangguan gastrointestinal(Arifin, 2008).
Besi (Fe) merupakan mineral makro dalam kerak bumi, tetapi dalam
sistem biologi tubuh merupakan mineral mikro. Pada hewan, manusia, dan
tanaman, Fe termasuk logam esensial, bersifat kurang stabil, dan secara perlahan
berubah menjadi ferro (Fe II) atau ferri (Fe III). Kandungan Fe dalam tubuh
hewan bervariasi, bergantung pada status kesehatan, nutrisi, umur, jenis kelamin,
dan spesies. Besi dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-
sel darah merah (hemolisis), dari penyimpanan di dalam tubuh, dan hasil
penyerapan pada saluran pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut,Fe hasil
hemolisis merupakan sumberutama. Bentuk-bentuk senyawa yang adaialah
senyawa heme (hemoglobin, mioglobin, enzim heme) dan poliporfirin(tranfirin,
ferritin, dan hemosiderin). Sebagian besar Fe disimpan dalam hati, limpa, dan
sumsum tulang(Arifin, 2008).
Kobalt (Co) merupakan unsur mineralesensial untuk pertumbuhan hewan,
danmerupakan bagian dari molekul vitaminB12. Konversi Co dari dalam tanah
menjadivitamin B12pada makanan hingga dicernahewan nonruminansia kadang-
kadangdisebut sebagai siklus kobalt. Ternak ruminansia (sapi, domba, dan
kambing) memakan hijauan pakan, di mana tanamanmenyerap kobalt dari dalam
tanah danbakteri-bakteri yang ada di dalam lambung(rumen) menggunakan kobalt
dalam penyusunan vitamin B12. Hewan menyerap vitamin B12dan
mendistribusikannya keseluruh jaringan tubuh. Semuabangsa hewan
membutuhkan vitaminsehingga secara tidak langsung memerlukan kobalt. Ternak
babi dan unggastidak mempunyai mikroflora dalam saluranpencernaan untuk
mengubah kobalt dalamransum sehingga harus mendapat vitaminB12 yang cukup
dalam ransum(Arifin, 2008).

5
Iodin (I) diperlukan tubuh untukmembentuk tiroksin, suatu hormon
dalamkelenjar tiroid. Tiroksin merupakan hormon utama yang dikeluarkan oleh
kelenjartiroid. Setiap molekul tiroksin mengandung empat atom iodin. Sebagian
besar iodin diserap melalui usushalus, dan sebagian kecil langsung masukke
dalam saluran darah melalui dindinglambung. Sebagian iodin masuk ke
dalamkelenjar tiroid, yang kadarnya 25 kali lebihtinggi dibanding yang ada dalam
darah. Namun bila jumlah yangsedikit ini tidak terdapat dalam bahan pakan maka
ternak akan kekurangan iodin.Lebih dari setengah iodin dalam tubuh terdapat
pada kelenjar perisai (tiroid). Meskipun sebagian besar iodin tubuh terdapatdalam
kelenjar tiroid, iodin juga ditemukandalam kelenjar ludah, lambung, usus
halus,kulit, rambut, kelenjar susu, plasenta, dan ovarium. Seng (Zn) ditemukan
hampir dalamseluruh jaringan hewan. Seng lebihbanyak terakumulasi dalam
tulangdibanding dalam hati yang merupakanorgan utama penyimpan mineral
mikro.Jumlah terbanyak terdapat dalam jaringanepidermal (kulit, rambut, dan
bulu), dansedikit dalam tulang, otot, darah, dan enzim. Seng merupakan
komponen pentingdalam enzim, seperti karbonik-anhidrasedalam sel darah merah
serta karboksipeptidase dan dehidrogenase dalam hati. Sebagai kofaktor, seng
dapat meningkatkan aktivitas enzim. Seng dalam protein nabati kurang tersedia
dan lebih sulit digunakan tubuh daripada seng dalam protein hewani. Hal tersebut
mungkin disebabkan adanya asam fitrat yang mampu mengikat ion-ion
logam(Arifin, 2008).

2.4 Peranan dan DampakMineral Mikro Esensial dalam Tubuh


2.4. 1 Peranan Mineral Mikro Esensial dalam Tubuh
Secara garis besar, mineral esensial dapatdikelompokkan menurut fungsi
metaboliknya atau fungsinya dalam proses metabolisme zat makanan. Dalam
tubuh, mineralada yang bergabung dengan zat organik,ada pula yang berbentuk
ion-ion bebas.Tiap unsur esensial mempunyai fungsi yang berbeda-beda,
bergantungpada bentuk atau senyawa kimia sertatempatnya dalam cairan dan
jaringan tubuh(Arifin, 2008).

6
Tabel 2. Peran Mineral Mikro Esensial dalam Tubuh

Tembaga merupakan unsur esensial yang bila kekurangan dapat


menghambat pertumbuhan dan pembentukan hemoglobin. Tembaga sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme, pembentukan hemoglobin, dan proses
fisiologis dalam tubuh hewan. Tembaga ditemukan dalam protein plasma, seperti
seruloplasmin yang berperan dalam pembebasan besi dari sel ke plasma. Tembaga
juga merupakan komponen dari protein darah, antara lain eritrokuprin yang
ditemukan dalam eritrosit (sel darah merah) yang berperan dalam metabolisme
oksigen. Selain ikut berperan dalam sintesis hemoglobin, tembaga merupakan
bagian dari enzim-enzim dalam sel jaringan. Tembaga berperan dalam aktivitas
enzim pernapasan, sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dan sitokrom oksidase.
Tirosinase mengkristalisasi reaksi oksidasi tirosin menjadi pigmen melanin
(pigmen gelap pada kulit dan rambut). Sitokrom oksidase, suatu enzim dari gugus
heme dan atom-atom tembaga, dapat mereduksi oksigen(Arifin, 2008).
Zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia,
antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Sel ini sangat diperlukan untuk
mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Zat besi berperan sebagai
pembawa oksigen, bukan saja oksigen pernapasan menuju jaringan, tetapi juga
dalam jaringan atau dalam sel. Zat besi bukan hanya diperlukan dalam
pembentukan darah, tetapi juga sebagai bagian dari beberapa enzim hemoprotein.
Enzim ini memegang peran penting dalam proses oksidasi-reduksi dalam sel.
Sitokrom merupakan senyawa heme protein yang bertindak sebagai agens dalam

7
perpindahan elektron pada reaksi oksidasi-reduksi di dalam sel. Zat besi mungkin
diperlukan tidak hanya untuk pigmentasi bulu merah yang diketahuimengandung
ferrum, tetapi juga berfungsidalam susunan enzim dalam proses
pigmentasi(Arifin, 2008).
Kobalt dalam pakan domba dan sapidapat ditemukan dalam vitamin B12.
Sapidan biri-biri tidak membutuhkan vitaminB12 dari pakan, karena rumen flora
dapatmensintesis vitamin tersebut. Apabila vitamin B12 diberikan dalampakan,
sebagian besar vitamin akan rusakdan tidak berguna bagi ternak. Apabilakobalt
tersebut disuntikkan atau diberikanmelalui pakan maka kebutuhan kobaltuntuk
vitamin B12 tercukupi(Arifin, 2008).
Iodin merupakan komponen esensialtiroksin dan kelenjar tiroid. Tiroksin
berperan dalam meningkatkan laju oksidasidalam sel sehingga meningkatkan
BasalMetabolic Rate(BMR). Tiroksin jugaberperan menghambat proses
fosforilasioksidatif sehingga pembentukan Adenosin Trifosfat (ATP) berkurang
dan lebihbanyak dihasilkan panas. Tiroksin jugamempengaruhi sintesis protein.
Iodin secara perlahan-lahan diserap dari dinding saluran pencernaan ke dalam
darah. Penyerapantersebut terutama terjadi dalam usus halus,meskipun dapat
berlangsung pula dalamlambung. Dalam usus, iodin bebas atauiodat mengalami
reduksi menjadi iodidasebelum diserap tubuh. Dalam peredarandarah, iodida
menyebar ke dalam cairanekstraseluler seperti halnya klorida. Iodidayang masuk
ke dalam kelenjar tiroiddengan cepat dioksidasi dan diubah menjadi iodin organik
melalui penggabungandengan tiroksin. Proses tersebut terjadipula secara terbatas
dalam ovum(Arifin, 2008).
Seng merupakan komponen pentingpada struktur dan fungsi membran
sel,sebagai antioksidan, dan melindungitubuh dari serangan lipid
peroksidase.Seng berperan dalam sintesis dan transkripsi protein, yaitu dalam
regulasi gen.Pada suhu tinggi, hewan banyak mengeluarkan keringat dan seng
dapat hilangbersama keringat sehingga perlu penambahan. Ikatan enzim seng
yang merupakan katalisreaksi hidrolitik melibatkan enzim padabagian aktif yang
bertindak ”superefisien”. Enzim karbonik anhidrase mengkatalisis CO2dalam
darah, enzim karboksipeptidase mengkatalisis protein dalam pankreas, enzim
alkalin fosfatase menghindrolisis fosfat dalam beberapa jaringan, dan enzim

8
amino peptidase menghidrolisis peptida dalam ginjal. Seng juga berperan dalam
menstabilkan struktur protein, seperti insulin, alkohol dehidrogenase hati, alkalin
fosfat, dan superoksida dismutase(Arifin, 2008).

2.4.2 DampakMineral Mikro Esensial


a. Penyakit Defisiensi Mineral Mikro Esensial
Penyakit defisiensi mineral banyak dijumpai pada ternak. Unsur mineral
mikro yang dibutuhkan ternak sering tidak tercukupi dalam pakan. Kandungan
unsur tersebut dalam tubuh sangat sedikit, terutama pada hewan yang hidup liar
dan hewan yang digembalakan atau dikandangkan namun dengan pengelolaan
yang kurang baik(Arifin, 2008).
Gartenberg et al. (1990) melaporkan bila tanah tempat hijauan pakan
tumbuh miskin unsur mineral maka ternak yang mengkonsumsi hijauan tersebut
akan menunjukkan gejala defisiensi mineral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada daerah yang kering dengan curah hujan rendah, kandungan mineral dalam
tanah dan tanaman umumnya sangat rendah. Defisiensi mineral pada ternak dapat
menimbulkan gejala klinis yang spesifik untuk setiap mineral, tetapi kadang-
kadang gejala tersebut hampir mirip, sehingga untuk menentukan diagnosis
penyakit defisiensi mineral perlu dilakukan analisis kandungan mineral dalam
darah. Penyakit akibat kekurangan unsur tembaga ditemukan pada beberapa
tempat di dunia. Selain menyebabkan anemia, kekurangan tembaga juga
mengakibatkan gangguan pada tulang, kemandulan, depigmentasi pada rambut
dan bulu, gangguan saluran pencernaan, serta lesi pada syaraf otak dan tulang
belakang(Arifin, 2008).
Penyakit defisiensi tembaga jugadisebut enzootik ataksia, yang
ditemukanpada anak domba di Australia. Fallingdiseasejuga ditemukan di
Australia, suatupenyakit akibat defisiensi tembaga yangmenahun karena ternak
mengkonsumsihijauan pakan yang kadar tembaganya rendah. Penambahan garam
tembaga sulfatpada ransum dapat mencukupi kebutuhanternak serta mencegah
pertumbuhanaspergilosis pada pakan yang basah(Arifin, 2008).
Unsur besi merupakan komponenutama dari hemoglobin (Hb),
sehinggakekurangan besi dalam pakan akanmempengaruhi pembentukan Hb. Sel

9
darahmerah muda (korpuskula) mengandung Hbyang diproduksi dalam sumsum
tulanguntuk mengganti sel darah merah yangrusak. Dari sel darah merah yang
rusak inibesi dibebaskan dan digunakan lagi dalampembentukan sel darah merah
muda. Anemia karena defisiensi besi banyak ditemukan pada anakbabi yang
dikandangkan dan tidak pernahkontak dengan tanah. Gejala yang munculadalah
nafsu makan berkurang dan pertumbuhan terhambat. Kekurangan zat besi dapat
disebabkan oleh gangguan penyerapan besi dalamsaluran pencernaan. Bila
cadangan besitidak mencukupi dan berlangsung terus-menerus maka
pembentukan sel darahmerah berkurang dan selanjutnya menurunkan aktivitas
tubuh.Penyuntikan garam besi dapat mencegahkekurangan besi pada
ternak(Arifin, 2008).
Pada hewan ruminansia yang memakan rumput yang kurang
mengandungunsur kobalt, gejala akan timbul beberapabulan kemudian, karena
hewan memilikicadangan vitamin B12dalam hati dan ginjalsebagai sumber kobalt.
Namun bila keadaan ini terus berlanjut, ternak akanmengalami defisiensi kobalt
sehingganafsu makan berkurang, bobot badanmenurun, pika, anemia, dan
akhirnya mati.Para peneliti menduga kobalt memilikiperan penting dalam
pertumbuhan bakteridalam rumen. Vitamin B12mengandung 4%kobalt sebagai
bagian esensial dari vitamintersebut. Penyebab utama defisiensi kobaltpada ternak
ruminansia adalah kekuranganvitamin B12karena sintesis vitamin tersebut dalam
rumen menurun. Kekurangan kobalt hanya terjadi pada hewanruminansia.
Gejalanya ialah hewan malas,nafsu makan berkurang, bobot badanmenurun,
lemah, anemia yang bersifatnormositik dan normokronis dan kemudian
mati.Pemberian pakan yangmengandung kobalt dapat mencegahkekurangan
kobalt pada ternak(Arifin, 2008).
Defisiensi iodin sering terjadi pada anak sapi, anak domba, dan anak babi
dari induk yang ransumnya kekurangan iodin. Hal ini sering terjadi pada daerah
yang tanahnya miskin iodin. Pada anak babi, gejala yang timbul adalah bulu
rontok, badan lemah, kulit menebal, dan leher membengkak. Pada anak kuda
gejalanya adalah tidak dapat berdiri dan menyusu, serta pada burung, ikan dan
mamalia lain tiroidnya membesar. Pada hewan yang kekurangan iodin, produksi
tiroksin pada kelenjar tiroid menurun, yang dicirikan oleh pembesaran kelenjar

10
tiroidea yang disebut goiter endemis. Karena kelenjar tiroidea terdapat pada leher
maka pada hewan yang menderita defisiensi iodin akan terjadi pembengkakan
pada leher. Penyakit ini dapat mengganggu daya reproduksi akibat fungsi tiroid
menurun. Bila induk melahirkan anak maka anak yang dilahirkan tidak berbulu,
lemah, dan mati muda. Pemberian pakan tambahan yang mengandung kobalt
dapat menghindarkan ternak dari kekurangan kobalt(Arifin, 2008).
Tabel 3. Defisiensi Logam Mikro Esensial dalam Tubuh

Defisiensi seng sering ditemukan pada anak ayam, dengan gejala


pertumbuhan terganggu, tulang kaki memendek dan menebal, sendi kaki
membesar, penyerapan makanan menurun, nafsu makan hilang, dan dalam
keadaan parah menyebabkan kematian. Pada babi, akibat defisiensi seng yang
penting adalah dermitis yang disebut parakeratosis. Penyakit tersebut ditandai
dengan luka-luka pada kulit, pertumbuhan terganggu, kelemahan, muntah-
muntah, dan kegatalan. Defisiensi seng pada anak sapi ditandai dengan
peradangan pada hidung dan mulut, pembengkakan persendian, dan parakeratosis.
Di beberapa daerah di Jawa, terutama pesisir pantai utara Jawa Tengah dan Jawa
Timur, kandungan Zn dalam tanah rendah, sehingga ternak yang digembalakan di
daerah tersebut akan mengalami defisiensi seng. Defisiensi seng dapat
mengganggu penghancuran mikroba (ingestion) dan fagositosis, juga menghambat
penyembuhan luka. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya kejadian infestasi
parasit cacing nematoda. Jika cepat diobati dengan pemberian seng, ternak akan
kembali normal dalam waktu 2−3 hari(Arifin, 2008).

11
b. Keracunan Mineral Mikro Esensial
Keracunan logam sering dijumpai pada ternak akibat pencemaran
lingkungan oleh logam berat, seperti penggunaan pestisida, pemupukan, dan
pembuangan limbah pabrik. Keracunan logam terutama menyebabkan kerusakan
jaringan. Beberapa logam mempunyai sifat karsinogenik (memacu pembentukan
sel kanker) maupun tetratogenik (bentuk organ salah). Daya racun logam
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kadar logam yang termakan,
lamanya ternak mengkonsumsi logam, umur, spesies, jenis kelamin, kebiasaan
makan, kondisi tubuh, dan kemampuan jaringan tubuh dalam mengkonsumsi
logam tersebut (Arifin, 2008).
Logam yang dapat meracuni ternak meliputi logam esensial seperti Cu dan
Zn serta logam nonesensial seperti Hg, Pb, Cd, dan As. Keracunan logam pada
hewan dapat terjadi melalui injeksi, air minum maupun melalui pakan. Keracunan
logam mempengaruhi produksi, yaitu penurunan bobot badan, hambatan
pertumbuhan, peka terhadap penyakit infeksi, dan kematian. Di samping itu,
residu logam dapat menurunkan kualitas produk ternak. Walaupun tembaga
merupakan logam esensial, logam tersebut berpeluang besar menimbulkan
keracunan pada ternak ruminansia terutama domba karena ternak tersebut paling
peka terhadap keracunan tembaga. Keracunan tembaga terjadi bila logam tersebut
langsung kontak dengan dinding usus sehingga menimbulkan radang
(gastroenteristis), tinja berbentuk cair dan berwarna biru-kehijauan, ternak
menjadi stres dan akhirnya mati. Menurut Bostwick (1982), keracunan kronis atau
fatal terjadi bila domba mengkonsumsi 1,50 g Cu/ekor/hari selama 30 hari.
Keracunan kronis bersumber dari pakan yang terkontaminasi Cu atau kelebihan
Cu yang disimpan dalam hati. Keracunan kronis politogenus dapat terjadi pada
hewan yang merumput di padang penggembalaan yang hijauannya mengandung
Cu normal (10−20 mg Cu/kg berat kering), tetapi kandungan sulfatnya berlebih
dan atau kandungan molibdenum (Mo) kurang(Arifin, 2008).
Keracunan seng sering dijumpaipada hewan yang hidup di daerah
tercemaratau dekat dengan limbah pabrik. Pada anakkuda dan babi, keracunan
seng menyebabkan lamenes, antriftines, dan osteomalasea, sedangkan pada kelinci
menunjukkangejala nefrosis dan pada anak domba menyebabkan fibrosis

12
pankreas. Kuda yanghidup di daerah pertambangan menunjukkan gejala
osteomalasea, kalkulis renalis, dan proteinuria. Eamens et al. (1984)melaporkan
bahwa anak kuda yang digembalakan pada padang rumput yangdekat daerah
industri menunjukkan gejalapembentukan tulang abnormal yaitupembesaran
tulang(Arifin, 2008).

2.5 Metode Analisis Mineral


Beberapa metode analisis logam telahditemukan, meliputi metode
kualitatif(untuk mengetahui ada tidaknya logamdalam sampel) dan kuantitatif
(untuk mengetahuikandungan logam dalam sampel).Metode sensitif dan spesifik
merupakandasar dalam mengukur kadar logam padakonsentrasi yang sangat
rendah. Dengansensitivitas analisis yang tinggi akandiketahui jenis logam dan
pengaruhnyaterhadap sistem biologis hewan (Arifin, 2008).

2.5.1 AnalisisUnsur Mineral Esensial Mikro dalam Sistem Biologi


(Arifin, 2008)

Alat Analisis
Alat yang digunakan untuk mengetahuikandungan logam dalam sampel
bergantungpada jenis logam yang diperiksadan tingkat sensitivitas pengukuran
yangdiperlukan. Umumnya logam diukurdengan sistem atomisasi dan
kalorimetri.Spektrofotometri Serapan Atom(SSA) merupakan salah satu teknik
analisisuntuk mengukur jumlah unsur berdasarkanjumlah energi cahaya
yangdiserap oleh unsur tersebut dari sumber cahaya yang dipancarkan. Prinsip
kerjaalat ini berdasarkan penguapan larutansampel, kemudian logam yang
terkandungdi dalamnya diubah menjadi atom bebas.Atom tersebut mengabsorpsi
radiasi darisumber cahaya yang dipancarkan darilampu katoda (hollow cathode
lamp) yangmengandung unsur yang akan dianalisis.Banyaknya penyerapan radiasi
kemudiandiukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logam(Arifin,
2008).
Bahan yang Dianalisis
Jenis bahan yang dianalisis bermacammacam,meliputi bahan nabati
(tanaman,bahan pakan dan pangan), bahan hewani(daging, hati, ginjal, darah,

13
rambut), sertabahan air dan sedimen (air minum, air laut,dan endapan laut). Pada
dasarnya, metodeanalisis logam pada bahan tersebut hampirsama, tetapi caranya
agak berbeda karenakomposisi kimia bahan tersebut berbeda, misalnya bahan
nabati banyak mengandungselulosa, sedangkan bahan hewanibanyak mengandung
unsur organik. Olehkarena itu, ekstraksi atau digesti memerlukancara yang khusus
untuk setiap bahan maupun jenis logam(Arifin, 2008).
Bahan nabati, pakan, dan pangan
Termasuk dalam bahan ini ialah daun,rerumputan, sisa pakan, makanan,
dan sebagainya.Digesti atau ekstraksi dari bahantersebut dapat dilakukan dengan
sistemkering atau basah(Arifin, 2008).
Digesti kering (pengabuan)
Cawanporselen yang bersih direndam dalamHNO3 10% dan dibilas dengan
akuadeslalu dikeringkan dan ditimbang. Selanjutnyasampel dimasukkan ke
dalamnyadan ditimbang, lalu dikeringkan dalamoven 60oC selama 3 hari. Sampel
ditimbanglagi dan dihitung berat keringnya. Beratsampel diusahakan sekitar 3−5
g. Setelahdingin, sampel dimasukkan ke dalamfurnase pada suhu 100 oC dan
perlahanlahandinaikkan sampai 550oC minimalselama 8 jam. Sampel lalu
didinginkan dandilarutkan dalam asam khlorida pekat 10ml, lalu dipanaskan
sampai volume tinggal5 ml. Sampel lalu dilarutkan dalam HCl 10%,kemudian
dimasukkan ke dalam gelas ukurmelalui kertas saring Whatman 42
denganmenggunakan corong plastik sampaivolume menjadi 50 ml, kemudian
dianalisisdengan menggunakan teknik SSA(Arifin, 2008).
Digesti basah
Sampel dengan berat 2−5 gdimasukkan ke dalam gelas
erlenmeyer,kemudian ditambahkan campuran HNO3pekat: HClO4 = 4 : 1
sebanyak 10 ml danditutup dengan gelas erlogi (1 malam), laludipanaskan di atas
hotplate pada suhu115oC selama 6−8 jam sampai larutanberwarna bening. Larutan
hasil destruksilalu dimasukkan dalam labu ukur 10 ml danditambah HNO 3 10%
sampai tanda batas.Larutan tersebut siap untuk pengukurandengan SSA(Arifin,
2008).
Bahan organ hewan dan manusia

14
Yang termasuk dalam bahan ini antara lainadalah jaringan hati, ginjal, dan
daging.Sampel dapat dalam bentuk kering ataubasah, tetapi dalam perhitungan
harusdiberi keterangan berat kering atau beratbasah.
Digesti 1.
Sampel dimasukkan dalamcangkir porselen bersih kemudiandikeringkan,
ditambah 8 ml HNO3 pekatkemudian dipanaskan di atas hotplatepada suhu 75oC
selama 3 jam atau lebihdan dibiarkan mengering. Sampel laludilarutkan dalam
HNO3 10%, disaringmelalui kertas Whatman 42, dimasukkanke dalam gelas ukur
sampai volume 50 ml,kemudian dianalisis dengan menggunakanSSA.
Digesti 2.
Sampel dengan berat 2−5 gdimasukkan ke dalam gelas
erlenmeyer,kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekatdan ditutup dengan gelas
erlogi (1 malam),lalu dipanaskan di atas hotplate pada suhu115oC selama 6−8 jam
sampai larutanberwarna bening. Larutan hasil destruksidimasukkan ke dalam labu
ukur 10 ml danditambah HNO3 10% sampai tanda batas.Larutan siap untuk
dilakukan pengukurandengan SSA (Ewing 1990; Darmono 1995).
Bahan darah
Ada tiga bentuk sampel darah untukanalisis logam, yaitu plasma, serum,
dandarah keseluruhan. Sampel dalam bentukplasma dan serum tidak perlu digesti
dandapat langsung diencerkan. Untuk analisisCa dan Mg, semua sampel
dilarutkandalam LaCl3 dan HCl dengan prosedursebagai berikut: 0,10 ml sampel
dilarutkandalam 5 ml dari 1% LaCl 3 dalam 0,10 MHCl, kemudian dibaca dalam
SSA. Untukanalisis Cu dan Zn, prosedurnya sebagaiberikut: 2 ml sampel
dilarutkan dalam 4 mlakuabides kemudian dianalisis menggunakanSSA dengan
larutan standar Cu danZn yang dilarutkan dalam gliserol 10%.
Interpretasi Hasil
Dalam menginterpretasikan hasil analisiskandungan logam dalam sampel,
perludiketahui kandungan normal logamtersebut. Jika kandungan logam
esensialpada sampel sangat rendah, diduga terjadipenyakit defisiensi. Sebaliknya,
bilakandungan logam nonesensial melebihinormal diduga terjadi keracunan.
Mendiagnosis PenyakitDefisiensi

15
Diagnosis defisiensi logam biasanyadilakukan dengan menganalisis
serumatau darah, yang mempunyai kriteriakandungan tertentu pada masing-
masinghewan. Berdasarkan hasil penelitian,penyakit defisiensi dan keracunan
mineralmerupakan salah satu penghambat pertumbuhanternak. Oleh karena itu,
upayapenanggulangan penyakit tersebut adalahdengan memberikan mineral
tambahanpada pakan dengan jumlah sesuai yangdiperlukan ternak. Namun,
kandunganmineral dalam tubuh ternak (serum) danpakan tambahan yang akan
diberikan perludievaluasi terlebih dahulu agar pemberianmineral tersebut sesuai
dengan yangdibutuhkan ternak.
Kesimpulan
Mineral mikro esensial mempunyai peransangat penting dalam
kelangsungan hiduphewan. Kekurangan atau kelebihan mineralmikro esensial
dapat menyebabkan penyakit.Penyakit defisiensi mineral sertakeracunan pada
ternak, baik ruminansiamaupun nonruminansia, merupakan salahsatu kendala
dalam perkembangan ternak.Oleh karena itu, status mineral mikro
perludiperhatikan, dan kadarnya dalam tubuhhewan (serum) maupun pakan yang
akandiberikan dianalisis dengan menggunakanSSA. Pemberian mineral mikro
esensialdalam pakan harus sesuai dengan kebutuhanhewan atau ternak untuk
mencegahterjadinya penyakit defisiensi atau keracunan.

2.5.2 Analisis Kandungan Mineral Mikro Fe dalam Daging dan Hati Sapi
(Adventinidkk, 2010)
Peran Fe dalam tubuh diantaranya adalah membantu pembentukan
hemoglobin yaitu zat warna dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh serta meningkatkan sistem kekebalan
tubuh.Kekurangan zat besi menyebabkan penyakit anemia yang banyak terjadi di
negara berkembang. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
setiap 1 orang dari 3 orang di negara berkembang menderita kekurangan vitamin
dan mineral. Gejala kekurangan zat besi diantaranya adalah lesu, cepat lelah, sakit
kepala, menurunkan nafsu makan, kemampuan bekerja dan belajar serta sering

16
menimbulkan infeksi. Hal ini menjadi penyebab menurunnya kualitas sumber
daya manusia (Adventinidkk, 2010).
Tubuh memperoleh zat besi dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Untuk menghindari kurangnya asupan mikronutrisi, salah satunya bisa dilakukan
dengan mengonsumsi bahan pang an yang mengandung zat besi. Ketersediaan zat
besi untuk tubuh terdapat dalam 2 bentuk yaitu Fe heme yang berasal dari bahan
makanan hewani dan Fe nonheme yang berasal dari nabati (Adventinidkk, 2010).
Tingkat penyerapan Fe oleh tubuh untuk makanan asal hewani mencapai
10% hingga 20% dibandingkan nabati yang hanya 1% hingga 2%. Ini berarti Fe
heme lebih mudah diabsorpsi tubuh dibandingkan Fe nonheme. Selain mudah
diserap tubuh, bahan pangan hewani seperti daging dan hati sapi merupakan
sumber Fe yang lebih tinggi dibandingkan bahan pangan nabati. Tabel 4
menyajikan perbandingan kandungan Fe yang terdapat dalam beberapa bahan
pangan hewani dan nabati (Adventinidkk, 2010).

Tabel 4. Perbandingan kandungan Fe dalam bahan makanan hewani dan nabati

Mengingat pentingnya peran Fe bagi kesehatan serta dibutuhkannya


informasi kandungan nutrisi mikro esensial seperti Fe dalam bahan pangan
hewani, dilakukan penentuan kandungan Fe dalam daging dan hati sapi
menggunakan AANI (Analisis Aktivasi Neutron Instrumental). Metode analisis
unsur yang sensitif dan spesifik merupakan dasar dalam penentuan unsur dengan
konsentrasi yang rendah. AANI merupakan metode yang tepat untuk penentuan
mineral mikro sehingga digunakan pada penentuan Fe dalam daging dan hati sapi
(Adventinidkk, 2010).

Bahan dan Peralatan

17
Bahan yang dibutuhkan adalah cuplikan daging dan hati sapi, RM IAEA
A13, pereaksi asam nitratpa. Peralatan yang digunakan adalah seperangkat
spektrometer sinar y HPGe buatan Canberra, blender mata titan, freeze dryer Karl
Kolb, fasilitas iradiasi Rabbit System PRSG Siwabessy, vial polietilen serta
peralatan penunjang lainnya
Pengeringan Daging dan Hati Sapi
Daging dan hati sapi dihaluskan menggunakan blender mata titan,
dimasukkan ke dalam tabung polietilen lalu dibekukan pada suhu -20°C. Setelah
sampel beku, tabung dipasang pada alat freeze dryer Karl Kolb dan
dikeringbekukan pada suhu -55°C selama 2 x 24 jam.
Preparasi Cuplikan
Cuplikan daging dan hati sa pi serta RM IAEA A 13 ditimbang sekitar 25
mg, ditempatkan di dalam vial polietilen lalu ditutup dengan cara panas.
Preparasi Standar Tetes Fe
Dibuat pengenceran bertahap larutan standar Fe dari kadar 4000 mg/l
menjadi
400 mg/l larutan standar kerja 400 ppm dipipet sebanyak 100 µL (bobot Fe =
40 µg), dimasukkan ke dalam vial polietilen lalu dikeringkan di dalam rak
pengering standar. Vial ditutup dengan cara panas dan siap diiradiasi.
Iradiasi Cuplikan dan Standar
Cuplikan daging, hati sa pi, RM IAEAA13 dan standar diiradiasi di
reaktor GA Siwabessy, Serpong pada daya 15 MW selama 2 jam menggunakan
fasilitas iradiasi Rabbit System.
Pengukuran Cuplikan dan Standar
Daging sapi, hati sapi, RM IAEAA 13 serta standar setelah iradiasi
dilakukan cooling selama lebih dari 3 minggu, lalu diukur menggunakan
Spektrometer Sinar-y HPGe Multi Saluran selama 30000-50000 detik dan
spektrum 59Fediamati pada energi 1099,25 keV.
Kesimpulan
Analisis daging dan hati dari sapi keturunan Brahman Cross telah
dilakukan menggunakan AANI dengan hasil bahwa kadar Fe daging dan hati sapi
adalah 5,5 mg/kg hingga 18,6 mg/kg berat basah dengan rerata kadar sebesar
(12,2 ± 4,0) mg/kg dan 22,9 mg/kg hingga 47,7 mg/kg dengan rerata kadar
sebesar (35,2 ± 8,7) mg/kg. Nutrisi Fe dalam daging dan hati sapi memberikan

18
nilai 3,7 mg dan 10,7 mg tiap saji dengan nilai DV masing-masing 20,3% dan
59,6%. Dari hasil yang diperoleh, Fe dalam daging dan hati sapi yang dianalisis
termasuk dalam kategori surnber nutrisi Fe yang tinggi. Hasil ini diharapkan dapat
menjadi acuan berbasis ilmiah serta memutakhirkan data komposisi bahan pangan
Indonesia.
2.5.3Analisis Mineral V, Co dan Ni pada Madu (AOAC International)

Sebanyak 1 g madu dimasukkan ke dalam gelas piala 50 mL lalu


ditambahkan 2 mL HNO3 0,1 M, diaduk diatas penangas sampai hampir habis.
Kemudian ditambahkan lagi 10 mL HNO3 0,1 M dan diaduk. Setelah ditepatkan
dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas dengan akuabides, selanjutnya
dianalisis dengan ICP-OES.

Konsentrasi mineral vanadium terbesar ditemukan pada sampel EM 2,


yaitu mencapai 0,017 mg/L, sedangkan konsentrasi paling kecil ditemukan pada
sampel EM 1 dan EM 3, dimana keduanya memiliki nilai yang sama untuk
konsentrasi mineral vanadium yaitu 0,01 mg/L (Karim., dkk, 2015).
Perbedaan konsentrasi mineral dalam madu dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain: udara, air, tanah dan nektar bunga yang dikonsumsi oleh lebah.
Kandungan mineral yang ada dalam madu alam akan tergantung dari sari bunga
yang dikonsumsi lebah dan lahan tanam sumber sari bunga tersebut. Kondisi
geografis juga memiliki pengaruh terhadap kandungan mineral dalam madu
(Saputra, 2012).

19
Menurut National Academy of Sciences, USA, tentang Recommended
Dietary Allowances (RDA) mineral- mineral esensial yang dibutuhkan tubuh pada
usia dewasa, kobalt dibutuhkan sekitar 0,2 mg per hari, dan untuk bayi dibutuhkan
sekitar 0,001 mg per hari. Sedangkan untuk vanadium dan nikel sebaiknya tidak
lebih dari 2 mg/hari. Hal ini karena diketahui di dalam tubuh manusia telah
terdapat mineral-mineral mikro esensial tersebut, yang artinya kita hanya
membutuhkan sedikit saja asupan mineral tersebut dari makanan ataupun
minuman.

2.5.4 AnalisisKomposisi mineral mikro dan logam berat pada ikan bandeng
dari tambak Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang (Nurhayatidkk., 2014)

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu, preparasi ikan bandeng
untuk diambil dagingnya dengan terlebih dahulu memisahkan berat sesuai dengan
ukurannya, kemudian dilakukan pengujian analisis mineral mikro. Bahan baku
yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan bandeng (Chanos chanos ) yang
diperoleh dari nelayan petambak di Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga,
Kabupaten Tangerang. Ukuran ikan yang diambil terbagi dalam tiga kelompok
bobot, yaitu; ±102 g (A), ±150 g (B), dan ±180 g(C)).
Jumlah sampel ikan adalah 8 ekor untuk setiap kelompok ukuran berat
ikan bandeng. Sampel ikan kemudian dipisahkan sesuai beratnya dalam suatu
tempat yang terpisah dan masing-masing dianalisis morfometriknya meliputi
panjang total dan panjang baku. Bagian kepala, daging, dan jeroan ikan bandeng
dipisahkan untuk kemudian dihitung rendemennya. Daging ikan pada setiap
ukuran disatukan, kemudian dihancurkan dan dicampur secara merata (homogen).
Daging yang telah dihomogenkan dibagi menjadi dua bagian untuk analisis
mineral mikro dan analisis cemaran logam berat. Rendemen dihitung sebagai
presentase bobot bagian tubuh ikan yang dapat dimakan terhadap bobot total ikan.
Pada pengujian mineral Fe, Cu dan Zn dilakukan dengan prinsip
penetapan mineral, yaitu sesudah penghilangan bahan- bahan organik dengan
pengabuan basah atau kering, residu dilarutkan dalam asam encer. Larutan
disebarkan dalam nyala api yang ada di dalam alat Spektrofotometer Serapan

20
Atom (Shimadzu ASC-7000) sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisis
dan diukur pada panjang gelombang teretentu.
Sampel diuji kandungan mineral diproses pengabuan basah terlebih
dahulu. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL,
ditambahkan 25 mL HNO3 ke dalam labu erlenmeyer dan dibiarkan selama 1 jam.
Sampel dipanaskan di atas hotplate selama 5 menit, kemudian didinginkan.
Sampel yang telah didinginkan kemudian diencerkan menjadi 50 mL di dalam
labu takar, kemudian dihomogenkan dan disaring dengan kertas Whatman no. 1.
Sampel yang telah disaring dianalisis mineralnya menggunakan atomic absorption
spectrophotometer (AAS). Kadar mineral pada sampel dihitung dengan
memasukkan nilai absorban sampel ke dalam persamaan garis standar y = ax ± b,
maka akan diperoleh nilai x yang merupakan konsentrasi sampel. Kadar mineral
dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Prinsip penetapan iodium, yaitu penetapan kuantitatif sejumlah iodin
dalam sampel berdasarkan reduksi katalis ion ceri (Ce4+) menjadi ion cero (Ce3+)
oleh iodin. Daging ikan bandeng sebanyak 4 g ditimbang, kemudian dimasukkan
ke dalam gelas piala 70 mL akuades, lalu distirer selama 5 menit sampai semua
sampel homogen. Sampel yang telah homogen dipindahkan secara kuantitatif ke
labu takar 100 mL. Sebanyak 1 tetes amil alkohol ditambahkan untuk
menghilangkan busa. Akuades ditambahkan sampai tanda tera, kemudian dikocok
dan dihomogenkan. Campuran disentrifugasi. Supernatan disaring dengan
membran filter kemudian disuntikkan ke HPLC.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil berikut :
1. Kadar mineral tembaga tertinggi adalah ikan bandeng yang memiliki bobot
±150 g dengan kadar tembaga sebesar 0,55 mg/kg pada basis basah. Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa kadar tembaga berpengaruh secara nyata terhadap
ukuran berat ikan bandeng (P<0,05). Ikan bandeng yang lebih rendah beratnya
menandakan umur lebih muda sedang dalam masa pertumbuhan, dimana mineral
tembaga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih
muda (Harjono et al., 1996). Proses metabolisme berperan dalam pembentukan
mineral tubuh. Majewska et al. (2009) menyatakan bahwa suatu spesies yang
sudah matang gonad akan mengalami peningkatan kadar mineral dalam tubuhnya.

21
Kekurangan mineral tembaga pada ikan akan menyebabkan pertumbuhan
ikan menjadi terhambat, pertumbuhannya menjadi lambat dan memiliki tubuh
yang kerdil (Santoso, 2009). Kekurangan tembaga pada manusia karena makanan
jarang terjadi, angka kecukupan gizi (AKG) untuk tembaga di Indonesia belum
ditentukan. Amerika Serikat menetapkan jumlah tembaga yang aman untuk
dikonsumsi adalah sebanyak 1,5-3,0 mg/hari. Ikan bandeng B (±150 g) belum
memenuhi standar asupan tembaga berdasarkan nilai AKG, hanya mencapai 36%
dari total asupan mineral tembaga yang ditetapkan, sehingga perlu adanya asupan
tambahan dari makanan lain. Tembaga berperan dalam mencegah anemia dengan
cara membantu absorbsi besi, merangsang sintesis hemoglobin, melepas simpanan
besi dari feritin dalam hati, dan sebagai bagian dari enzim seruloplasmin
(Almatsier, 2003). Iakovidis et al. (2011) menyatakan bahwa komplek Cu
berpotensi sebagai antimikroba, antiviral, antiinflammatory, antitumor, inhibitor
enzim atau nukleasis kimia.
2. Ikan bandeng yang memiliki bobot ±150 g memiliki kadar mineral seng
tertinggi (6,95 mg/kg bb). Hal tersebut diduga karena ikan bandeng pada berat
100-150 g membutuhkan seng dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan yang
ideal, yaitu dalam proses sintesis protein serta pembelahan sel (Harjono et al.,
1996). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kadar seng berpengaruh secara
nyata terhadap ukuran berat ikan bandeng (P<0,05). Hasil penelitian Dean et al.
(2007) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar mineral seng pada ikan
salmon (4,475 mg/kg berat kering), hal ini dikarenakan faktor pertambahan berat
tubuh. Hasil penelitian Santoso (2009) juga menunjukkan ikan gurami memiliki
kadar seng yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan bandeng. Waktu panen
ikan juga mempengaruhi kadar mineral yang dikandung oleh ikan tersebut.
Kekurangan mineral seng pada ikan dapat menyebabkan pertumbuhan
menjadi lambat, mortalitas tinggi, erosi pada kulit dan sirip, kerdil, dan nafsu
makan hilang (Wiramiharja et al., 2007). Kekurangan seng pada manusia akan
menyebabkan karakteristik tubuh pendek dan keterlambatan pematangan seksual.
Nilai angka kecukupan gizi (AKG) yang dibutuhkan adalah sebanyak 12 mg pada
usia remaja dan dewasa (Almatsier, 2003). Mineral seng ikan bandeng B (±150 g)
masih dibawah standar angka kecukupan gizi dan hanya memberikan 58% asupan

22
mineral seng dalam tubuh sehingga perlu adanya asupan tambahan mineral seng
dari makanan lain. Bhowmik et al. (2010) menyatakan bahwa seng merupakan
mineral mikro esensial. Zat tersebut memiliki fungsi untuk mengkatalisis kerja
enzim, memiliki peran untuk struktur protein dan membran sel, juga untuk
mengatur ekspresi gen yaitu bertindak sebagai faktor transkripsi. Myers et al.
(2012) menyatakan bahwa signal seng yang tidak berfungsi berasosiasi dengan
sejumlah penyakit kronis yaitu kanker, kardiovaskular, Alzheimer, dan diabetes.
Seng mempunyai peranan penting dalam sintesis, sekresi, dan aksi insulin.
3. Kadar mineral besi tertinggi terdapat pada ikan bandeng B dengan bobot ±150
g sebesar 12,14mg/kg. Ikan bandeng dengan ukuran berat 100-150 g (relatif lebih
muda) memerlukan mineral besi lebih banyak terkait dengan fungsi besi dalam
sistem respirasi untuk transportasi oksigen ke jaringan (hemoglobin) dan
mekanisme oksidasi seluler (Harjono et al., 1996), serta untuk menunjang
metabolisme yang tinggi pada fase pertumbuhan. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa kadar mineral besi berpengaruh terhadap ukuran berat ikan
bandeng (P<0,05). Standar kebutuhan mineral ikan air laut yang diteliti oleh
Kaushik et al. (1999) diacu dalam Bussel et al. (2014) menunjukkan bahwa kadar
mineral besi berada pada standar sebesar 30- 100 mg/kg berat tubuh. Ikan yang
diperoleh dari laut memiliki mineral yang tinggi, hal ini dikarenakan faktor
salinitas air laut. Mineral besi sangat penting bagi kehidupan yakni sebagai proses
transfer oksigen, respirasi pernapasan, sintesis DNA, dan daya kekebalan tubuh
(Bury et al., 2011).
Nilai angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan sebanyak 13-25 mg
pada usia remaja dan dewasa (Almatsier, 2003). Peranan besi dalam proses
metabolisme tubuh yaitu sebagai kofaktor bagi enzim-enzim yang terlibat didalam
reaksi oksidasi reduksi.
4. Kadar mineral iodium tertinggi terdapat pada ikan bandeng dengan bobot
±102 g sebesar 76,33±0,01 µg/g. Kadar iodium ikan bandeng A lebih tinggi, hal
ini diduga ikan bandeng A masih dalam proses pertumbuhan. Iodium berperan
dalam proses perkembangan, pertumbuhan, dan metabolisme tubuh (Kohlmeier,
2003). Hasil analisis statisk menunjukkan bahwa kadar iodium berpengaruh
secara nyata terhadap ukuran berat tubuh ikan bandeng (P<0,05). Kadar iodium

23
ikan air tawar sangat rendah dibandingkan dengan kadar iodium ikan air laut. Ikan
air laut memiliki kadar iodium lima sampai sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan air tawar. Sumber iodium yang paling baik dihasilkan pada ikan air
laut (Karen dan Maage, 1997).
Kekurangan iodium pada ikan dapat menyebabkan pertumbuhan lambat dan
moralitas tinggi, serta pertumbuhan kerdil pada ikan sidat (Wiramiharja et al.,
2007). Angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan untuk iodium 150 µg/g
(Almatsier, 2003). Mineral iodium ikan bandeng yang memiliki bobot ±150 g
masih berada dibawah batas standar angka kecukupan gizi dan hanya memberikan
36% asupan mineral iodium tubuh sehingga perlu asupan tambahan mineral
iodium kembali, salah satunya dengan makanan yang diberikan pada garam
beriodium.

24
BAB III
PENUTUP

Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu:

1. Mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan makhluk


hidup disamping karbohidrat, lemak, protein dan vitamin.
2. Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral (logam) dibagi
menjadi dua golongan, yaitu mineral logam esensial dan
nonesensial.Berdasarkan banyaknya, mineral dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu mineral makro dan mineral mikro.
3. Mineral mikroesensial adalah mineral yang dibutuhkan oleh makhluk hidup
untuk proses fisiologisdalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat
dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil
4. Peranan mineral mikroesensial adalah digunakan makhluk hidup untuk proses
fisiologis. Dampak mineral mikroesensialyaitudapatmenyebabkanpenyakit
defisiensi mineral mikro esensialdankeracunan.
5. Beberapa metode analisis logam telahditemukan, meliputi metode
kualitatif(untuk mengetahui ada tidaknya logamdalam sampel) dan kuantitatif
(untuk mengetahuikandungan logam dalam sampel).Metode sensitif dan
spesifik merupakandasar dalam mengukur kadar logam padakonsentrasi yang
sangat rendah. Dengansensitivitas analisis yang tinggi akandiketahui jenis
logam dan pengaruhnyaterhadap sistem biologis hewan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Adventini, N., Muhayatun, Kurniawati, S., dan Setyowati, E.Y., 2010, Penentuan
Kandungan Mineral Mikro Fe dalam Daging dan Hati Sapi, Jurnal
BATAN, 1(1): 242-247.
Arifin, Z., 2008, Beberapa Unsur Mineral Esensial Mikro dalam Sistem Biologi
dan Metode Analisisnya, Jurnal Litbang Pertanian, 27(3): 99-105.

Conti, M.E., 2000, Lazio Region (Central Italy) Honeys: A Survey of Mineral
Content and Typical Quality Parameters, J. Food Contr., 11; 459– 463.

Karim F., F., Alfian, Noor, dan Hasnah, Nasir, 2015, Analisis Mineral Esensial
(Vanadium, Kobalt dan Nikel) dan Uji Bio-Fisika Kimia Pada Madu Asal
Desa Terasa Sinjai, Deapartemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar.

Nuryati,T., Nurjannah., Zamzami, A.H., 2014, Komposisi mineral


mikrodanlogamberatpadaikanbandengdaritambakTanjungPasirKabupaten
Tangerang, JurnalDepik, 3(3): 234-240.

Saputra, A.A., 2012, Pembuatan Madu Kering dari Kristal Madu dengan Kasein
Sebagai Bahan Anti Caking, Skripsi, Departemen Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Indonesia, Depok.

26

Anda mungkin juga menyukai