Dalilah Ukhriyati-Fu PDF
Dalilah Ukhriyati-Fu PDF
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)
Oleh :
Dalilah Ukhriyati
1113033100080
FAKULTAS USHULUDDIN
JAKARTA
1439 H./2017 M.
ABSTRAK
Dalilah Ukhriyati
“Ajaran Makrifat Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar”
Penelitian ini akan menjelaskan tentang persamaan dan perbedaan ajaran
makrifat Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar. Metode Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitis untuk mengetahui permasalahan yang
mengenai persamaan dan perbedaan ajaran Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar,
terdapat dua naskah yang menjadi rujukan primer yaitu Suluk Linglung dan Serat
Natarata (Serat Siti Jenar). Sehingga penulis mendeskripsikannya secara
terperinci dalam pemahaman yang komprehensif. Dalam teknik pengumpulan
data, penulis menggunakan kepustakaan murni terhadap sumber primer maupun
sekunder.
ii
KATA PENGANTAR
kepada hambanya, berupa nikmat iman dan kesehatan. Sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas akhir studi. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
baginda Rasūlullah SAW yang telah memberikan suri tauladan kepada umatnya.
Skripsi yang berjudul Ajaran Makrifat Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar,
disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata
Hidayatullah Jakarta.
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. Selaku Dekan
Fakultas Ushuluddin.
2. Dr. Wiwi Siti Sajaroh, MA., selaku Dosen Pembimbing yang telah
serta arahan yang baik kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
3. Dra. Tien Rohmatin, MA., selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, Dr.
Abdul Hakim Wahid, MA. Selaku Sekertaris Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam
iii
dan juga jajarannya yang telah membantu penulis dalam mengurus segala
tidak bisa penulis sebut namanya satu persatu. Semoga ilmu yang telah
diajarkan kepada penulis dapat diamalkan dan semoga kelak mendapat balasan
dari Allah.
5. Kiai Moh. Afif Zuhri yang telah membantu penulis dalam mencari data demi
kesempurnaan penulisan skripsi ini, dan Achmad Fadloli menantu dari Alm.
6. Kedua orang tua tercinta, Ustad. Atwi dan Nurpatila, S.Pd. yang telah
karena berkat do’a orang tualah akhirnya penulis dapat menyelesaikan masa
akhirnya.
7. Keluargaku tercinta, nenek, tante, om, mba, saudara dan sepupu yang berada di
Madura yang sudah memberi do’a dan dukungan kepada penulis, karena itu
8. Temanku Tercinta, Rizka Widayanti dan Triana Sugesti yang telah memberi
motivasi, dukungan dan do’a kepada penulis, dan juga menemani penulis untuk
iv
mencari data-data skripsi dari awal hingga akhir, karena itu lah penulis bangga
Dini, Fitrohtul Azizah, Siti Salbiyah, Rusmiyanah, Nur Intan, Cici Zulaika, Siti
Nurliha, dan Anita Ayu Amalia yang juga memberi semangat kepada penulis.
Aulia Ning Ma’rifati , Mursyidah Mahmud dan Mahesa yang sudah membantu
9. Teman-teman Aqidah dan Filsafat Islam angkatan 2013, yang tidak bisa
10. Teman-teman MAN, Ayu Tri Astuti, Firda Afrilina, Hasrida Lutfiana, Juni
Rosmaliza, dan Siti Masyitoh yang sudah memberi semangat agar penulis
Andriani yang selalu memberi motivasi dan do’a kepada penulis agar cepat
dan motivasinya kepada semua pihak, dan mohon maaf apabila pihak yang belum
Dalilah Ukhriyati
v
DAFTAR ISI
vi
BAB IV AJARAN MAKRIFAT SUNAN KALIJAGA DAN SYEKH SITI
JENAR
A. Ajaran Makrifat Sunan Kalijaga ...............................................................52
B. Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar ..............................................................64
C. Manunggaling Kawula Gusti Sebagai Muara dari Ajaran Makrifat .........74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................78
B. Saran-Saran ...............................................................................................80
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................81
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
VOKAL PANJANG
Arab Indonesia
ﭐ Ā
اى Ī
او Ū
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang rahmatan lil ’alamiin bagi seluruh umat
Muslim yang di bawakan oleh Nabi Muhammad SAW. Dari sinilah Islam
Salah satu cabang ilmu tersebut adalah ilmu tasawuf.1 Ilmu tasawuf
beribadah, hidup sederhana, rela berkoban untuk kebaikan dan selalu bersikap
bijaksana.2
nuansa tasawuf masih kelihatan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
dikenal dalam dunia tasawuf di Pulau Jawa yaitu Sunan Kalijaga dan Syekh
Islam di Indonesia tidak terlepas dari dakwah yang dilakukan oleh Wali
Songo, salah satu dari anggota Wali Songo yaitu Sunan Kalijaga dan juga
Syekh Siti Jenar khususnya di Pulau Jawa. Sumber tradisi lisan, umumnya
mengidentifikasikan Wali dengan gelar Sunan, kecuali Siti Jenar yang disebut
ahli sunah bersama-sama anggota lainnya dan juga Syekh Siti Jenar yang
Dari segi bahasa Makrifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, i’rif, ma’rifah
yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Dari segi istilah makrifat bukan
hanya berupa pengetahuan yang diperoleh hasil batin dan spiritual manusia6,
adalah untuk sampai kepada Allah yang diibaratkan sebagai musyafir atau
salik.
4
Tradisi Islam adalah pesan atau kesaksian yang disampaikan secara turun-menurun dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Pesan atau kesaksiannya itu disampaikan melalui ucapan, pidato,
nyanyian atau berbentuk pantun, cerita rakyat, nasihat dan lagu. Sunan adalah susunan dari nama
tempat yang ia ajarkan kepada pengikutnya. Sjamsudduha, Wali Sanga Tidak Pernah Ada ;
Menyingka Misteri Para Wali dan Perang Demak-Majapahit (Surabaya : JP Books, 2006). h. 1.
5
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara : Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana,
2005), h. 8.
6
Nasaruddin Umar, Tasawuf Modern (Jakarta: Republika, 2014), h. 31.
3
yang berjudul Akhlak Tasawwuf yang ditulis oleh A Mustofa mengatakan bahwa:
a. Syariat (segala ketentuan hukum Islam yang ditetapkan oleh Allah untuk
para hambanya).
c. Hakikat (kebenaran).
7
Haqqul Yaqin adalah keyakinan yang dimiliki oleh orang yang telah menyadari bahwa alam
semesta ini pada hakekatnya adalah bayangan dari penciptannya, sehingga dia dapat merasakan
wujud yang sejati itu hanyalah Allah, sedangkan lainnya hanyalah bukti dari wujud yang sejati
tersebut yaitu Allah. A Mustofa, Akhlak Tasawwuf (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 20.
8
A Mustofa, Akhlak Tasawwuf (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 20.
9
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2014), h. 59.
4
e. Fanā’ dan bāqa. Fanā’ (lenyap atau penghancuran diri)14 dan bāqa
panggilan dari Sunan Kalijaga. Nama Sunan Kalijaga sangat terkenal dalam
Babad Tanah Jawi. Ia dipandang sebagai salah satu dari sembilan wali yang
10
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi, 2003), h. 240.
11
Rahmat Hidayat, Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008), h. 1142.
12
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat , h. 256.
13
Maksud dari kata” manusia yang sempurna” adalah manusia yang berhasil mencapai
puncak prestasi tertinggi (mencapai puncak makrifat).
14
Menurut bahasa, fanā’ adalah lenyap, hancur, sirna atau hilang. Menurut istilah, fanā’
adalah lenyap atau hilang dari sifat-sifat tercela. Jika telah hancur sifat-sifat tercelanya, maka yang
tertinggal di dalam dirinya adalah pengetahuan, takwa dan kelakuan baik. Dari situlah, manusia
akan terserap atau bersatu oleh Allah.
15
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat, h. 268.
16
Rahmat Hidayat, Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008), h. 1143.
17
Menurut Bahasa, karāmah berarti kemuliaan, keluhuran dan anugerah. Menurut Istilah,
karamah adalah keadaan yang luar biasa yang diberikan oleh Allah SWT kepada para wali-Nya,
diluar kemampuan manusia biasa karena ketaqwaannya kepada Allah. Sri Mulyati, Tasawuf
Nusantar : Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana, 2005), h. 52.
5
Raden Said atau Jaka Setiya.18 Ia merupakan anggota Wali Songo yang amat
populer di tanah Jawa. Ia juga merupakan seorang putra dari Adipati Tuban
Tumenggung Wilatika.19
Sejak kecil Raden Said atau Sunan Kalijaga sudah tampak bahwa dia
adalah calon yang berjiwa luhur. Ia seorang yang selalu taat kepada agama
dan berbakti kepada kedua orang tua serta kepada orang-orang lemah yang
mempunyai sifat dan sikap welas asih (belas kasih).20 Raden Said dari kecil
miskin di pedesaannya.21
tentang:
18
Badlowi Syamsuri, Kisah Wali Songo; Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa (Surabaya:
Appolo, 1995). h. 86.
19
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi, 2003), h. 8.
20
Badlowi Syamsuri, Kisah Wali Songo; Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa (Surabay :
Appolo, 1995), h. 87.
21
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara : Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana,
2005), h. 554.
22
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar : Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti
Jenar, h. 128.
23
Dalam kata “dunia sebagai alam kematian” adalah untuk menjalani kodrat (kekuasaan
Allah) yang ditetapkan oleh Allah atas setiap roh sejak sebelumnya dilahirkan didunia. Dalam kata
“manusia sebagai mayat” bahwa manusia hidup di dunia ini hanya membutuhkan sarana sandang,
pangan dan papan, maka manusia hidup di dunia ini kurang atau tidak mampu untuk menjalin
6
dua macam yaitu shalat tarek dan shalat daim.25 Puasa, jenis puasa yang
Terakhir haji, bagi Syekh Siti Jenar haji yang terkait dengan prinsip-
antara lain Syekh Lemah Abang, Syekh Sitibrit, Syekh Jabaranta, Syekh
Abdul Jalil, Syekh Siti Luhung dan Susuhunan Kajenar. Nama Syekh Siti
Jenar berasal dari kata “Siddi Jinnar” yang berarti Tuan yang kekuatannya
seperti api. Ia lebih populer disebut dengan Siti Jenar. Kata Siti dalam bahasa
Jawa berarti lemah atau tanah dan kata Jenar adalah bahasa Kawi yang berarti
komunikasi aktif dengan Allah. Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara : Rangkaian Mutiara Sufi
Terkemuka (Jakarta: Kencana, 2005), h. 66.
24
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti
Jenar, h. 304.
25
Shalat tarek sebagai shalat yang dilakukan untuk dapat melepaskan diri dari alam kematian,
menuju kemanunggalan. Shalat daim sebagai shalat yang sebenarnya dari kesadaran akan
kehadiran dan keberadaan Hyang Maha Agung di dalam dirinya, dan dia merasakan dirinya itu
sirna.
26
Puasa hakiki adalah puasa dengan menahan hati dari menyembah, memuji, memuja,
mencari yang ghairullah (selain Alah). Puasa dalam ketentuan syariat adalah menahan diri dari
makan, minum dan bersetubuh, sejak masuk waktu subuh hingga masuk waktu maghrib. Puasa
dari segi rohani adalah membersihkan semua panca indra dan pikiran dari hal-hal yang haram.
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan dengan
Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar, h. 290.
27
Makna kata “zakat” adalah arena pembersihan harta dan jiwa. Terutama membersihkan dari
keegoan, sehingga zakat rohani dapat tercapai. Bahwa harta adalah milik Allāh, dimana manusia
diberi limpahannya agar digunakan sebagai alat bagi perjalanan rohaninya menuju Allāh.
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan dengan
Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar, h. 294.
28
Dalam kata “yang dianut Nabi Ibrahim as.” bahwa ada 3 prinsip keyakinan, pertama,
pengakuan keesaan Allah dan menolak segala macam bentuk kemusyrikan. Kedua, adanya
keadilan Allah dalam kehidupan ini yang akan diperoleh manusia pada hari kebangkitan kelak.
Ketiga, tiada perbedaan dalam kemanusiaan satu dengan yang lainnya. Muhammad Solikhin,
Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan dengan Allah, Refleksi dan
Pengalaman Syekh Siti Jenar, h. 296.
7
kuning.29 Jadi, Siti Jenar berarti lemah kuning atau tanah kuning. Meskipun,
kuning dan merah itu berbeda, tetapi dalam hal ini keduanya dianggap sama
saja. Artinya, Syekh Siti Jenar identik dengan Syekh Lemah Abang.30
pengetahuan agama yang tinggi. Keberadaan Syekh Siti Jenar diantara wali-
wali berbeda dan malahan ia tidak dianggap sebagai wali. Hanya saja secara
Syekh Siti Jenar sebagai wali tersebut kurang menemukan saran yang kuat.31
kontroversial, Syekh Siti Jenar dinilai melawan arus besar keagamaan yang
Siti Jenar bahkan makin runyam hingga menyentuh ranah politik. Apalagi
diantara murid dan pengikut Syekh Siti Jenar terdapat tokoh yang bernama
29
Bahasa Kawi adalah bahasa Jawa Kuno. Jenis bahasa ini yang pernah berkembang di Pulau
Jawa pada zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha Nusantara dan bahasa ini dipakai dalam
penulisan karya-karya sastra.
30
Rahmat Hidayat, Ensiklopedi Tasawuf, (Bandung : Angkasa, 2008), h.1168.
31
Muhammad Solikhin, Manunggaling Kawula Gusti : Filsafat Kemanunggalan Syekh Siti
Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 137.
32
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana,
2005), h. 59.
33
Kebo Kenanga atau Ki Ageng Pengging adalah putra pasangan dari Handayaningrat dan
Ratu Pembayun. Handayaningrat atau Ki Pengging adalah nama gelar ayahnya Kebo Kenanga dan
nama asli ayahnya adalah Jaka Sengara Jumeneng. Setelah ayahnya meninggal, Kebo Kenangalah
yang menggantikan posisi ayahnya yaitu menjadi raja majapahit. Mohammad Zazuli, Syekh Siti
Jenar ; Mengungkap Misteri dan Rahasia Kehidupan(Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2011). h.
20.
8
olehnya yaitu tidak boleh menyebar dakwah Islamnya yang mengenai alam
dunia ini sebagai mayat berjalan atau bangkai dan Syekh Siti Jenar
tunduk kepada Raden Patah.35 Akhirnya, Kebo Kenanga dan Syekh Siti Jenar
memilih hidup di luar istana dan tidak bersedia tunduk pada kekuasaan Raden
Patah putra Ki Ageng Pengging. Karena Kebo Kenanga dan Syekh Siti Jenar
tidak mau tunduk pada Raden Patah, maka hukuman matilah yang akan
dilakukan. Kemudian, tahun kematian Syekh Siti Jenar adalah pada zaman
pemerintahan Raden Patah (1517 M), vonis hukuman mati oleh Dewan Wali
Songo yang dipimpin oleh Sunan Giri dan seluruh ajaran-ajaran Syekh Siti
mengenai Ajaran Makrifat Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar. Kemudian,
34
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar : Kajian Kitab dan Suluk Syekh Siti
Jenar(Yogyakarta : Narasi, 2014), h. 172.
35
Raden Patah adalah Raja kerajaan Demak, yang lahir di Palembang tahun 1455 Masehi dan
wafat di Demak pada tahun 1518 Masehi. Ia memiliki nama Tionghoa yaitu Jin Bun, karena
ibunya yang berdarah Tionghoa. Jin Bun artinya orang kuat. Ia juga adalah putra dari Prabu Kerta
Bhuini Brawijaya VII yang memerintah Kerajaan Majapahit pada tahun 1468-1478 Masehi.
36
Muhammad Solikhin, Manunggaling Kawula Gusti : Filsafat Kemanunggalan Syekh Siti
Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 207.
9
berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan diatas, maka
1. Apa saja ajaran makrifat Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar ?
2. Apa saja persamaan dan perbedaan dalam ajaran makrifat Sunan Kalijaga
Agar penelitian ini terarah maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu :
D. Tinjauan Pustaka
Indonesia yaitu Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar bisa dibilang cukup sulit.
Karena hal ini disebabkan karya-karya Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar
sendiri sudah tidak banyak ditemui oleh para peneliti saat ini. Dan apresiasi
besar pantas diberikan pada peneliti yang telah melahirkan sebuah karya yang
Indonesia yaitu Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar yang mungkin akan
I. Skripsi ditulis oleh Sendi Satriyo Munif dengan judul “Corak Monotaisme
yang telah ada dari zaman dahulu hingga sekarang, sehingga tidak salah
11
benar.
II. Buku yang berjudul Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga, yang ditulis oleh
Achmad Chodjim dan diterbitkan oleh Serambi Jakarta pada tahun 2013.
Ajaran makrifat Sunan Kalijaga yang ditulis dalam buku ini adalah masih
bersifat umum dan tidak berdasarkan serat atau karya yang langsung
ditulis oleh Sunan Kalijaga. Dengan kata lain makrifat yang ditulis Ahmad
Chodjim hanya arti makrifat secara umum dan tidak merujuk kepada
literatur yang asli atau sumber utamanya, oleh karena itu penelitian
Kawula Gusti Syekh Siti Jenar”. Skripsi ini diajukan kepada Fakultas
Manunggaling Kawula Gusti Syekh Siti Jenar dapat dilihat dalam rukun
perjalanan menuju Allah, yang utamanya adalah ilmu dan zikir. Dimana
ilmu sebagai penerang jalan dan zikir adalah bekal perjalanan dan sarana
IV. Buku yang berjudul Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar yang ditulis oleh
Muhammad Sholikhin dan diterbitkan oleh Narasi pada tahun 2014. Buku
real dan juga terutama konsep kesufian Syekh Siti Jenar dengan puncak
E. Metode Penelitian
yang berupa teks naskah atau dokumen yang berhubungan dengan judul
penelitian yaitu “Ajaran Makrifat Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar”.
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yakni sumber
data primer dan sumber data sekunder. Sumber primer yang dimaksud adalah
atau karya asli tokoh tersebut. Oleh karena itu, obyek dari penelitian ini
adalah ajaran makrifat Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar, maka sumber
primernya adalah Suluk Linglung Sunan Kalijaga dan Serat Natarata (Serat
Siti Jenar) .
untuk meneliti ajaran makrifat Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar. Sumber
data sekunder yang berupa buku, seperti : Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga
: Mistik dan Makrifat, Jakarta : Serambi 2013. Agus Sunyoto, Suluk Malang
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk
2. Analisis Data
ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisi
yang menyelidiki keadaan obyek dan subyek berdasarkan data yang ada.37
yang akan diteliti yaitu persamaan dan perbedaan ajaran Sunan Kalijaga dan
ini, peneliti berusaha membahas yang terkait dengan ajaran makrifat Sunan
37
Hasan Umar, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Bina Aksara 1998), h. 40.
14
Kalijaga dan Syekh Siti Jenar, melalui data kepustakaan yang dijadikan
referensi.
F. Sistematika Penulisan
skripsi ini akan dibagi perbab dan juga dibagi menurut bab-bab. Bab-bab
mulai dari bab pertama yang membahas tentang tetang pendahuluan sampai
Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar, yaitu biografi dari kedua tokoh,
yang dijelaskan oleh beberapa tokoh sufi dan tahapan untuk mencapai
makrifat.
Bab IV ini merupakan inti dari penulisan skripsi, yaitu berisi tentang
ajaran makrifat Sunan Kalijaga, ajaran Syekh Siti Jenar dan manunggaling
Bab V ini merupakan bab terakhir yaitu penutup. Dalam bab ini berisi
yang telah penulis tetapkan diatas. Selain itu tercantum pula saran untuk
penelitian selanjutnya. Dan yang terakhir yaitu kata penutup. Pada akhir
A. Biografi
1. Sunan Kalijaga
Nama aslinya adalah Raden Said atau Jaka Setiya. 1 Waktu mudanya
nama Raden Said itu adalah nama yang diidentifikasikan dengan Gan Si Cang
(kapten Cina Semarang), putra dari Gan Eng Cu alias Arya Tedja.2 Raden
Said yang dikenal sebagai Sunan Kalijaga, ia adalah putra dari Bupati Tuban
yang bernama Tumenggung Wilatika dan Dewi Retno Dumilah lahir pada
keturunan Aria Teja III, Aria Teja II, dan berpangkal pada Aria Teja I,
sedangkan Aria Teja I adalah putra dari Aria Adikara atau Ranggalawe. Yang
1
Badlowi Syamsuri, Kisah Wali Songo; Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa (Surabaya:
Apollo, 1995), h. 86.
2
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana,
2005), h. 53.
3
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h.
18.
4
Pendiri Kerajaan Majapahait adalah Ranggalawe, setelah ia meninggal gelar itu pun turun-
temurun kepada anaknya yaitu Aria Teja I, Aria Teja II, Aria Teja III dan yang terakhir adalah
Aria Teja 1V. Aria Teja IV inilah adalah ayah Sunan Kalijaga yaitu Tumenggung Wilatika.
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013), h.
8.
16
17
Sejak kecil Sunan Kalijaga sudah tampak bahwa ia adalah calon yang
berjiwa luhur. Ia seorang yang selalu taat kepada agama dan berbakti kepada
kedua orang tua serta kepada orang-orang lemah yang mempunyai sifat dan
sikap welas asih (belas kasih).5 Ia juga sejak kecil sudah mempunyai
untuk masuk dan bergaul ke dalam lingkungan rakyat jelata. Ketika itulah ia
Malaya merupakan panggilan bagi Sunan Kalijaga yang pernah menjadi juru
“Malaya” itu berasal dari Jawa. Kata “Malaya” berasal dari kata “ma-laya”
yang artinya mematikan diri. Dia telah mengalami “mati sajroning urip, urip
sajroning pati” maksud dari kata tersebut adalah merasakan mati dalam hidup
Sang Sunan suka menjaga sungai. Namun secara simbolik, nama Kalijaga
5
Badlowi Syamsuri, Kisah Wali Songo; Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa (Surabaya:
Apollo, 1995), h. 87.
6
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana,
2005), h. 54.
7
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi,2013), h. 11.
18
Sunan Kalijaga adalah salah satu murid dari Sunan Bonang, dalam
perannya sebagai da‟i keliling dan juga salah seorang Wali yang turut
Banyak versi yang menjelaskan tentang riwayat hidup Syekh Siti Jenar
dan tidak ada yang dapat memastikan tahun kelahirannya dan tahun
kematiannya. Dari berbagai versi tersebut, ada sebagian versi cerita yang
menjelaskan tentang perkiraan riwayat hidup Syekh Siti Jenar. Pada masa
8
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h.
19.
9
Muhaji Fikriono, Puncak Makrifat Jawa: Pengembaran Batin Ki Ageng Suryomentaram
(Jakarta: Mizan Publika, 2012), h. 63.
10
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa, h. 5.
11
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi, 2013), h. 7.
19
peralihan kerajaan Hindu ke kerajaan Islam di Jawa, dengan ibu kota Demak,
dan wafat pada tahun (1524 Masehi.). Sejak kecil Syekh Siti Jenar bernama
San Ali dan dikenal sebagai Syekh Abdul Jalil, ia adalah putra seorang ulama
asal Malaka, Syekh Datuk Shaleh al-„Alawi binSyekh „Isa „Alawi bin
Khan bin Syekh Sayid „Abdul Malik al-Qazam. Syekh Siti Jenar diasuh oleh
Sebuah nama (Syekh Siti Jenar) yang sangat akrab bagi masyarakat
Indonesia, terutama di kalangan Jawa. Nama Syekh Siti Jenar sampai saat ini
Siti Jenar sebagai nama filosofis dan mistik, di mana yang mempunyai arti
12
Sudirman Tebba, Syekh Siti Jenar: Pengaruh Tasawuf al-Hallaj di Jawa (Jakarta: Penerbit
Pustaka irVan, 2008), h. 15.
13
Ki Danusela adalah adik dari Ki Danuwarsih, seorang tokoh pendeta Hindu di Gunung
Dieng Wonosobo, yang kemudian memeluk agama Islam. Ki Danuwarsih memiliki anak Endang
Geulis yang kemudian menjadi istri Ki Santang atau Pangeran Walangsungsang, yang juga dikenal
dengan sebutan Kiai Samadullah. Semula, Ki Danusela adalah seorang Kuwu (Kepala Wisaya) di
Caruban, namun kemudian dilengserkan oleh Rsi Bungsu. Kemudian hari Rsi Bungsu ini
digantikan oleh Ki Samadullah atau Pangeran Cakrabuana Adipati Sri Mangana. Muhammad
Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti Jenar (Yogyakarta:
Narasi, 2014), h. 47.
14
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti
Jenar, h. 35-37.
20
Syekh Siti Jenar dikenal dengan banyak nama, antara lain Syekh Lemah
Abang, Syekh Sitibrit, Syekh Jabaranta, Syekh Abdul Jalil, Syekh Siti
Luhung dan Susuhunan Kajenar. Nama Syekh Siti Jenar berasal dari kata
“Siddi Jinnar” yang berarti Tuan yang kekuatannya seperti api. Ia lebih
populer disebut dengan Siti Jenar. Kata Siti dalam bahasa Jawa berarti lemah
atau tanah dan kata Jenar adalah bahasa Kawi yang berarti kuning.15 Jadi, Siti
Jenar berarti lemah kuning atau tanah kuning. Meskipun, kuning dan merah
itu berbeda, tetapi dalam hal ini keduanya dianggap sama saja. Artinya,
Ada juga yang mengatakan Syekh Siti Jenar atau Lemah Abang berasal
dari nama dukuh atau padepokan yang pernah ia pimpin.17 Menurut cerita
Jawa, Syekh Siti Jenar berasal dari Krendhsawa dekat Cirebon. Memang
yang disebut Lemah Abang yaitu terletak antara Bekasi dan Karawang, Jawa
Barat, tetapi jelas bahwa daerah itu bukan tempat asal Syekh Siti Jenar. Tidak
mustahil jika Syekh Siti Jenar berasal dari daerah sekitar Cirebon, karena
salah satu tempat atau pusat penyiaran Islam yang penting di Jawa dengan
15
Bahasa Kawi adalah bahasa Jawa Kuno. Jenis bahasa ini yang pernah berkembang di Pulau
Jawa pada zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha Nusantara dan bahasa ini dipakai dalam
penulisan karya-karya sastra.
16
Rahmat Hidayat, Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008), h.1168.
17
Mohammad Zazuli, Syekh Siti Jenar; Mengungkap Misteri dan Rahasia Kehidupan
(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2011). h. 18.
18
Muhammad Solikhin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: Raja Grafindo,
2005), h. 151.
21
B. Pendidikan
1. Sunan Kalijaga
mubaligh yang pernah menjadi guru Sunan Kalijaga tidak hanya datang dari
tanah Jawa, melainkan pula datang dari luar tanah Jawa atau bumi Nusantara
(luar negeri). Beberapa guru Sunan Kalijaga yang sangat terkenal adalah
Sunan Bonang merupakan guru spiritual pertama bagi Sunan Kalijaga atau
Raden Said. Ia diperintahkan untuk tetap berada di tepi sungai sampai Sang
Sunan Bonang kembali menemuinya. Agar Sunan Kalijaga tetap sikap tunduk
Sunan Bonang memberi gelar kepada Raden Said sebagai Sunan Kalijaga.
kejadian alam semesta dan seisinya, kepergian roh yang sudah mati di dalam
raganya, dan hakikat hidup dan mati.21 Sunan Bonang pun mengajarkan
19
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h.
25.
20
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2013), h. 10.
21
Sangkan Paraning Dumadi berasal dari bahasa Jawa, Sangkan artinya asal, paran itu tujuan
dan dumadi adalah kejadian. Jadi intinya sangkan paraning dumadi itu adalah asal manusia, alam
22
kepadanya.22
agama yang tinggal di pulau Upih, bagian kota Malaka dan terletak di sebelah
utara sungai. Sebenarnya Sunan Kalijaga tidak untuk berguru kepada Syekh
Sunan Kalijaga yang naik haji ke Makkah itu bukan karena menyusul Sunan
bergurunya dengan Sunan Gunung Jati. Ternyata, Syekh Siti Jenar pun
berguru dengan Sunan Gunung Jati. Lalu, keduanya (Sunan Kalijaga dan
Syekh Siti Jenar) pun diajarkan ilmu makrifat selama empat tahun.26 Setelah
berguru dengan 3 gurunya itu (Sunan Bonang, Syekh Sutabaris dan Sunan
semesta itu tercipta dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Munawar J. Khaelany, Sunan
Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h. 26.
22
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2013), h. 10.
23
Baidlowi Syamsuri, Kisah Wali Songo; Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa, (Surabaya:
Apollo, 1995), h. 94.
24
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h.
27.
25
Syekh Maulana Maghribi, nama aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.
Ia adalah salah seorang anggota Wali Songo, yang dianggap pertama kali yang menyebarkan
agama Islam di tanah Jawa.
26
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa, h. 29.
23
sana ia mengobati Raja Patani yang sedang sakit kulit berat hingga sembuh.
Di wilayah Patani juga Sunan Kalijaga atau Raden Said dikenal dengan nama
Syekh Sa‟id.28
Malaya dan Patani, Sunan Kalijaga kembali ke Jawa. Tiba di Tanah Jawa,
Sunan Kalijaga diangkat menjadi anggota Wali Songo, sembilan pemuka dan
penyebar agama Islam di Jawa.29 Wali Songo adalah sembilan para penguasa
Dalam buku yang berjudul Babad Tanah Jawa yang ditulis oleh
Wiryapanitra dijelaskan bahwa Syekh Lemah Abang (Siti Jenar) yang tinggal
Buddha. Ia berguru dengan Sunan Ampel Denta atau Raden Rahmat (guru
kitab-kitab seperti hukum Islam, tafsir, fiqih dan lain sebagainya. Syekh
Lemah Abang juga diajari ilmu mengenai syariat, tarikat, hakikat dan
makrifat, sembahyang lima waktu, puasa dan zakat fitrah. Semua itu sudah
27
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Tabib adalah orang yang pekerjannya
mengobati orang sakit dengan metode atau cara tradisional baik menggunakan ayat-ayat suci al-
qur‟an atau herbal.
28
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2013), h. 10.
29
Achmad Chodjim, Sunan Kalijag : Mistik dan Makrifat, h. 10.
30
W.Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa: Telah Atas Metode Dakwah Wali Songo(Bandung
: Mizan, 1995), h. 11.
24
dapat terima dan dipahami oleh Syekh Lemah Abang selama 7 tahun di
Disitu Ia menemukan sebongkah batu besar yang rata halus bagaikan tikar,
kemudian istirahat disitu. Oleh karena itu hari Jumat, ia pun bersembahyang
pohon-pohonan yang tumbuh subur disekitar tempat itu, sampai Syekh Siti
Datuk Kahfi (Pengasuh Padepokan Giri Amparan Jati) agar ia di didik agama
Sekitar tahun 1446 M, setelah 15 tahun Syekh Siti Jenar menimba ilmu
di Padepokan Giri Amparan Jati, ia bertekad untuk keluar pondok, dan mulai
di Pajajaran, yang dipenuhi oleh para pertapa dan ahli hikmah Hindu-Buddha.
Di Pajajaran ini, Syekh Siti Jenar mempelajari kitab Catur Viphala warisan
31
Wiryapanitra R, Babad Tanah Jawa (Semarang: Dahara Prize, 1991), h. 81-82.
32
Kitab Catur Viphala ini ada 4 pokok, yaitu : Nihsprha (suatu keadaan dimana tidak ada lagi
sesuatu yang ingin dicapai manusia), Nirhana (seseorang yang tidak memiliki tujuan), Niskala
(proses rohani yang bersatu dengan Tuhan), dan Nirasraya (suatu keadaan jiwa yang meninggalkan
bersatunya dengan Tuhan). Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar : Kajian Kitab Serat
dan Suluk Syekh Siti Jenar, ( Yogyakarta : Narasi, 2014), h. 49
25
alam semesta, yang dijabarkan dari konsep “nurun ‘ala nuril” maksudnya
adalah Cahaya Maha Cahaya atau yang kemudian dikenal sebagai kosmologi
Bhairawa.34
Selain menjadi Saudagar, ia juga menyiarkan agama Islam, yang diberi gelar
dengan para bangsawan suku Tamil maupun Melayu. Dari hubungan baiknya
itu, ia memasuki dunia bisnis dengan menjadi saudagar emas dan barang
33
Martabat 7 adalah tingkatan kezahiran rahasia Allāh Ta‟ala, seperti : pertama, ahdiyah
(Dzat-Nya atau keesaan-Nya). Kedua, wahdah (Hakikatul Muhammadiyah atau sifatullah). Ketiga,
wahiddiyah (Hakikat Insan, Asma dan Roh). Keempat, alam arwah (hakikat segala makhluk yang
bernyawa dan Roh hayat). Kelima, alam mitsal (hakikat segala bentuk rupa). Keenam, alam ajsam
(hakikat segala bentuk tubuh atau raga). Ketujuh, alam Insan (hakikat segala manusia).
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti Jenar
(Yogyakarta : Narasi, 2014), h. 50.
34
Aria Damar adalah seorang pemimpin yang berkuasa di Palembang pada pertengahan abad
ke-14 sebagai bawahan Kerajaan Majapahit. Aria Damar meninggal dalam usia sekitar 85 tahun
dan dimakamkan di seberang makam Pahlawan Seguntang Sakura Palembang. Jalan menuju
makam tersebut , dinamai jalan Ariadilah. Sedangkan kampungnya dinamakan sebagai kampung
Pedamaran.
35
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti
Jenar (Yogyakarta : Narasi, 2014), h. 51.
26
Kemudian Syekh Siti Jenar juga pernah berguru kepada Sunan Giri,
namun ia merasa tidak memperoleh apa-apa dari pesantren Sunan Giri lebih
tepatnya lagi, proses bergurunya Syekh Siti Jenar terhadap Sunan Giri dan
beberapa wali yang lain adalah sebagai bentuk kesantunan (sikap tawadhu‟
C. Perjalanan Dakwah
1. Sunan Kalijaga
Islam yang dilakukannya dapat berjalan dengan efektif dan relatif lebih
mudah. Sunan kalijaga tidak hanya dikenal sebagai mubaligh, pujangga atau
filsuf, akan tetapi juga dikenal sebagai seorang seniman atau budayawan.38
36
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h.18.
37
Muhammad Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: Raja Grafindo,
2005), h. 125.
38
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), l.
34.
27
tersebut tidak hanya seni suara yang menciptakan lagu tembang macapat
musik) yaitu menciptakan gamelan yang berupa gong sekaten dengan nama
shahadatain. Namun pula dalam seni wayang kulit (drama) yaitu wayang
semula bersumber dari Kakawin Mahabarata. Seni rupa (batik dan ukir) yaitu
Dewa Ruci dan Serat Duryat (Suluk Linglung).39 Apabila Sunan Kalijaga
pagelaran wayang, seperti dalam pagelaran lakon Dewa Ruci, yang bertubuh
sebesar ibu jari. Saat Bima mencari susuhing angin atau sarang angin,
sekalipun tubuh Dewa Ruci hanya sebesar ibu jari, Bima dapat masuk ke
39
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa, h. 35-40.
40
Badlowi Syamsuri, Kisah Wali Songo; Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa (Surabaya :
Apollo, 1995), h. 95.
28
dalam tubuh Dewa Ruci. Saat itulah Bima mengetahui berbagai dimensi
kerohanian tergelar.
agama Islam telah tumbuh dengan suburnya seperti tanaman yang ijo, bahkan
sebagai berikut :
“Lir ilir, lirilir tandure wis sumilir/sing ijo royo-royo tek sengguh
penganten anyar/cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi/lunyu-
lunyu penekna kanggo mbasuh dodotiro/dodotiro-dodotiro kumitir
bedah ing pinggir dondomana jlumatana kanggo sebo mengko sore/
mumpung padang rembulane mumpung jembar kalangane/yo surako
surak hore.”41
Artinya adalah Bangun-bangunlah, bangun tanamannya sudah bersemi/
tanaman hijau dan subur seperti pengantin baru/ anak-anak gembala
panjat dan petiklah buah belimbing itu/ sekalipun licin pohonnya,
panjatlah untuk mencuci pakaianmu/ pakaianmu-pakaianmu berumbai
robek di tepu jahit dan sulamlah untuk menghadap nanti sore / selagi
besar rembulannya selagi luas kalangannya/ mari bersorak bersorak
hore.42
Maksud kalimat dari tembang lir-ilir sebagai kearifan budaya tersebut
sadarlah, sadar” maknanya bahwa setelah manusia bangun atau sadar maka
dengan melakukan dzikir dan sembahyang (dalam rukun Islam). Tandure wis
41
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo (Bandung: Mizan, 2012), h. 212.
42
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h.
182.
29
kebaktian, kesadaran, keimanan dan ketaqwaan pada Tuhan agar tetap dijaga
Tak ijo royo-royo tek sengguh penganten anyar artinya “tanaman padi
pengantin baru tentu akan merasa bahagia dan tampak berseri-seri wajahnya.
Cah angon, cah angon, penekna blimbing kuwi artinya “anak-anak gembala
panjat dan petiklah buah belimbing itu” maknanya bahwa buah belimbing itu
memiliki warna kuning keemasan serupa dengan bintang. buah belimbing ini
melambangkan lima watak utama (rela, tawakal, jujur, sabar dan berbudi
simbolik sebagai hati manusia, agar bersih dan suci. Hati manusia harus
selalu dicuci dengan melaksanakan lima watak utama (rela, tawakal, jujur,
sabar dan berbudi luhur) agar manusia akan selalu dekat dengan Allāh.
dilambangkan sebagai agama (iman dan takwa), karena agama harus tetap
43
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h.
186.
44
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa, h. 187.
30
utuh dan selalu dijaga sampai rusak bahkan sampai hancur berantakan. Jika
agama itu masih berlobang ataupun rusak maka orang tersebut belum
bahwa waktu ajal sudah dekat, walaupun belum tahu kapan waktunya
panggilan itu.45
setiap manusia jangan suka menunda waktu selagi muda, sehat, gagah
perkasa dan memiliki waktu yang panjang maka segeralah menghadap Allah
melalui do‟a dan sembahyang (Shalat lima waktu) sebelum datangnya ajal. yo
surako surak hore artinya “mari bersorak bersorak hore” maknanya bahwa
melaksanakan lima watak utama (rela, tawakal, jujur, sabar dan berbudi
luhur) .46
itulah manusia harus diolah setiap hari agar dapat melaksanakan lima watak
utama. Jika lima watak utama tersebut dilaksanakan maka itu akan mudah
dilewati tetapi jika tidak maka itu tergantung pada manusia itu sendiri.
45
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa, h. 189.
46
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa, h. 190.
31
tembang yang bahasanya tampak sederhana itu memiliki daya pesona yang
merasa tenteram. Oleh karena itu, tembang lir-ilir dianggap memiliki nilai
edipeni (baik).47
Agama bagi Syekh Siti Jenar bukan teori yang harus dihafal. Agama
adalah sebuah jalan yang harus dilalui. Dia tidak ambil pusing dengan nama
keberadaan diri itulah yang menjadi bagian kesadaran Syekh Siti Jenar.48
Awal mula memasuki tahun kelima abad dari pedalaman Nusa Jawa,
sampailah Abdul Jalil atau Syekh Siti Jenar berada di Dukuh Lemah Abang
Bengawan Sori, tetapi Abdul Jalil memutuskan tidak tinggal disana. Ketika di
sesuai dengan nama dukuh tempat ia mengajar, yaitu Syekh Siti Jenar yang
artinya guru suci dari Dukuh Siti Jenar. Sebelumnya nama Syekh Siti Jenar
Ketika di Dukuh Siti Jenar yang terpencil itu ia tidak pernah berhenti
47
Edipeni merupakan dua sifat untuk tempat dan tempat yang berarti sarwa bercik (serba baik
atau serba indah). Biasanya kata edipeni ini digunakan untuk menyebut dan menghargai sesuatu
hal, barang dan tempat yang tampak secara visual atau segi fisiknya. Munawar J. Khaelany, Sunan
Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h. 183.
48
Muhammad Solikhin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: Raja Grafindo,
2005), h. 157.
32
dalam waktu singkat, ia telah menjadi buah bibir penduduk yang ada disekitar
Kemudian Syekh Siti Jenar pun menjadi buah bibir dari satu mulut ke
mulut yang lainnya, lalu tersebarlah nama Syekh Siti Jenar yang sebelumnya
mencium kakinya.
Syekh Siti Jenar, sedikit pun ia tidak sadar bahwa ia sebagai manusia yang
Siti Jenar tidak semestinya dan Syekh Siti Jenar pun baru sadar kalau dia
ia menimba ilmu sampai ke Baghdad, yang pada saat itu masih menjadi pusat
ilmu Islam dan kebatinan. Jika dilihat ilmunya Syekh Siti Jenar, ia sangat
49
Agus Sunyoto, Suluk Malang Sungsang : Konflik dan Penyimpangan Ajaran Syaikh Siti
Jenar (Yogyakarta : Pustaka Sastra, 2005), h. 323-328.
33
Sekitar tahun 1463 Masehi., Syekh Siti Jenar kembali dari masa
Sementara di bukit Amparan Jati, umat Islam pada saat itu belum siap
menerima ajaran semacam ajaran Syekh Siti Jenar, karena banyak dari
mereka yang baru pindah dari agama Hindu, Buddha, dan Animisme yang
imannya pun masih lemah. Karena itu, akhirnya ajaran Syekh Siti Jenar
sebagai agama mayoritas baru, banyak pengikut agama Hindu, Buddha dan
Sunan Kalijaga.
pengikut Hindu, Buddha dan Animisme. Tetapi sebenarnya Syekh Siti Jenar
50
Muhammad Solikhin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 152.
51
Muhammad Solikhin, Manunggaling Kawula Gusti: Filsafat Kemanunggalan Syekh Siti
Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 128.
52
Sudirman Tebba, Syekh Siti Jenar : Pengaruh Tasawuf al-Hallaj di Jawa (Jakarta: Pustaka
irVan, 2008), h. 32.
34
hanya mengajarkan sebuah gerakan anti reformasi, anti perubahan dari Hindu,
Buddha dan Animisme, Jawa ke agama Islam. Oleh karena itu, menurut
pengikutnya isi gerakan Syekh Siti Jenar itu selalu sinis terhadap ajaran Islam
Ajaran Syekh Siti Jenar tidak diterima oleh pengikut Hindu, Buddha
oleh Sunan Giri, pengadilan kedua dan vonis hukuman mati di bawah
kepemimpinan Sunan Bonang dan atas persetujuan Sunan Gunung Jati yang
D. Karya-Karyanya
1. Sunan Kalijaga
Salah satu karya seni Sunan Kalijaga adalah menciptakan bentuk ukiran
wayang kulit, dari bentuk manusia menjadi bentuk kreasi baru yang mirip
bahu di depan dan di belakang. Tangan wayang kulit dibuat panjang hingga
tampak utuh. Seni wayang adalah salah satu media yang digunakan oleh
53
Muhammad Solikhin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: Raja Grafindo,
2005), h. 172-173.
54
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 21.
35
Sunan Kalijaga untuk melakukan syi‟ar agama Islam. Dalam seni wayang di
a. Lakon Babon, ada 2 kisah wayang dalam babon yaitu Mahabbrata dan
tentang kisah cinta dan pengorbanan. Hubungan cinta kasih dua insan yang
b. Lakon Carangan, hasil karya para pujangga dan ahli pewayangan di tanah
produk orang Jawa, seperti Petruk, Gareng, Semar, Bagong dan Bima
dimana dalang memberikan sesuatu yang lebih aktual dan sesuai dengan
realitas yang ada di dalam kehidupan sebagai wujud kritik sosial politik
terhadap apa yang terjadi di dalam pemerintahan saat ini. Tokoh pemain
dalam lakon Petruk Dadi Ratu ialah Pandawa, Punakawan, Kurawa, Para
Dewa.
ajaran mistis dalam agama Islam. Meski banyak tembang yang telah
kalimat syahadat.56
Adapun makna dari bunyi beberapa jenis gamelan, yaitu Kenong yang
berbunyi “nong, nong, nong” dan saron yang berbunyi “ning, ning, ning”
memiliki makna nongkana dan ningkene (di sana dan di sini). Kempul yang
berbunyi “pung, pung, pung” memiliki makna mumpung memiliki waktu dan
kesempatan. Kendang yang berbunyi “tak ndang, tak ndang, tak ndang”
sastra Jawa, suluk dimaknai sebagai ajaran atau falsafah untuk mencari
hubungan dan persatuan antara kawula dan Gusti. Sedangkan linglung dalam
atau sebagai kumpulan cerita ritual tasawuf Sunan Kalijaga ketika ia tengah
Masjid Agung di Demak, karena di dalam Masjid tersebut ada sebuah tiang
55
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi,2013), h. 14-15.
56
Baidlowi Syamsuri, Kisah Wali Songo; Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa, (Surabaya:
Apollo, 1995), h. 97.
57
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h.
38.
58
Suluk Linglung merupakan salah satu karya sastra Sunan Kalijaga yang kini masih jarang
ditemukan dalam literatur Jawa. Kitab kuno ini menggunakan simbol-simbol prasasti penulisan
ngrasa sirna sarira aji (1806 caka atau 1884 Masehi.) Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru
Orang Jawa, (Yogyakarta : Araska, 2014), h. 129 – 130.
37
utama yang terbuat dari potongan-potongan kayu jati yang disatukan yang
tentang hakikat Tuhan dan manusia serta keduanya ada hubungan dalam serat
Natarata ini ditulis oleh Kulawarga pada tahun 1958, serat ini ditulis dalam
huruf latin.60
59
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa, h. 37.
60
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 18.
BAB III
shuf yaitu bulu domba, shaff yaitu barisan, shafa yaitu jernih, dan shuffah
Allāh swt. Dengan cara melepaskan diri dari segala sesuatu yang rendah, hina
pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (Barisan), sufi (suci),
1
Sokhi Huda, Tasawuf Kultural : Fenomena Shalawat Wahidiyah (Yogyakarta: Lkis, 2008),
h. 21.
2
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Amzah, 2014), h. 3.
3
Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi : Menyucikan Tasawuf dari Noda-Noda (Jakarta:
Hikmah, 2002), h. 5.
38
39
sophos (bahasa Yunani yaitu hikmat) dan suf (kain wol).4 Kata ahl al-suffah
raganya, harta benda dan lain sebagainya hanya untuk Allah. Kata saf juga
orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat. Kata suf
kepada kebenaran.
dimaksud ini adalah orang-orang yang ikut pindah dengan Rasulullah dari
Mekah ke Madinah, kehilangan harta dan berada dalam keadaan miskin dan
kebudayaan Islam yang lahir setelah Rasulullah wafat. Ketika beliau hidup,
istilah (tasawuf) ini belum ada dan hanya sebutan bagi sahabat orang Islam
4
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisime dalam Islam(Jakarta : Bulan Bintang, 1983), h. 56-
57.
5
Saifulloh al-Aziz, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya : Terbit Terang, 1998), h.
10-11
40
yang hidup pada masa Rasulullah dan sesudah itu generasi Islam disebut
tabi‟in. Istilah tasawuf baru terdengar pada masa pertengahan abad II Hijriah.6
menerima keraguan seperti pengetahuan yang mantap dan mapan, yang tak
kesempurnaan”.7
menurut penulis yang bernama Sudirman Tebba bahwa Abul Qasim Abdul
Tuhan dengan Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku tak tahu Tuhan”.
Ucapan itu menjelaskan bahwa makrifat tidak diperoleh begitu saja, tetapi
6
Amin Syukur, Tasawuf Sosial (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), h. 3.
7
A Mustofa, Akhlak Tasawwuf (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h. 20.
41
Tuhan.8
dari dekat, sehingga hati sanubarinya dapat melihat Tuhan. Makrifat juga
hati sanubari”.9 Kemudian dalam buku Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar,
menurut penulis yang bernama Muhammad Sholikhin bahwa Abu Yazid al-
menurut penulis yang bernama Sudirman Tebba bahwa Abu Bakar al-
Karena keduanya menggambarkan dua aspek dari hubungan rapat yang ada
menjelaskan “ilmu dan makrifat untuk makna yang sama, yaitu keduanya
8
Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Makrifat (Jakarta: Kencana, 2004),
h. 85.
9
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), h.
75.
10
Muhammad Sholikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar ; Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 114.
11
Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Makrifat (Jakarta: Kencana, 2004),
h. 86.
42
orang yang menempuh jalan tarikat tujuannya adalah untuk sampai kepada
Allah yang diibaratkan sebagai musyafir atau salik. Yakni berasal dari bahasa
Kemudian untuk mencapai Makrifat telah ada dalam diri manusia, yaitu
qalb (hati), karena qalb selain alat untuk merasa adalah juga alat untuk
berfikir. Bedanya qalb dengan akal adalah akal tidak bisa memperoleh
mengetahui hakikat dari segala yang ada dan jika dilimpahi cahaya Tuhan,
bisa mengetahui rahasia Tuhan. Qalb yang telah di bersihkan dari segala dosa
dan maksiat melalui dzikir dan wirid secara teratur akan dapat mengetahui
(emanasi).14
1. Syariat
Secara harfiah syariat berarti jalan yang lempeng atau jalan yang seperti
air terjun. Dalam konteks Islam, syariat pada awalnya berarti segala ketentuan
yang ditetapkan oleh Allah untuk para hambanya melalui rasul-Nya, baik
12
Nasaruddin Umar, Tasawuf Modern (Jakarta: Republika, 2014), h. 31.
13
Simuh, Sufisme Jawa : Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, (Yogyakarta : Yayasan
Bentang Budaya, 1995), h. 26
14
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2012), h. 222
43
kata “jalan”. Maksudnya adalah jalan yang membawa orang kepada Tuhan.16
Intinya adalah syariat ini berisi perintah agung yang mengatur segala
keadaan dalam kehidupan. Hukum sesuai dengan mana manusia harus hidup
seperti yang diinginkan oleh-Nya. Oleh karena itu, syariat menjadi petunjuk
bagi tindakan manusia dan mencakup segala segi kehidupan. Syariat juga
2. Tarekat
yang berasal dari bahasa arab yaitu al-Tharq, jamaknya al-Thurūq merupakan
isim Musytarāq, yang secara etimologi berarti jalan, tempat lalu atau
15
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h.
27.
16
Sudirman Tebba, Merengkuh Makrifat : Menuju Ekstase Spiritual (Jakarta: Pustaka Irvan,
2006), h. 1.
17
Sudirman Tebba, Merengkuh Makrifat : Menuju Ekstase Spiritual, h. 41.
18
Ris‟an Rusli, Tasawuf dan Tarekat (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 184.
44
Tarekat baik dalam arti yaitu jalan spiritual maupun organisasi persaudaraan
sufi, yang memerlukan bimbingan guru yang disebut Mursyid, Syekh atau
Pir.19
para sufi yang menempuh jalan menuju Allah Swt. Perjalanan yang
mengikuti jalur yang ada melalui tahap dan seluk-beluknya.20 Tarekat juga
Allah dengan praktek dalam beribadah setiap waktu yang telah ditentukan.21
masuk ke dalam hati sebagai anugerah dan karunia dari rahmat Allah yang
tidak terbatas kepada hamba-nya. Kondisi spiritual tidak bisa dicapai melalui
usaha, keinginan atau undangan, ia datang tanpa diduga-duga dan pergi juga
19
Sudirman Tebba, Merengkuh Makrifat: Menuju Ekstase Spiritual, h. 41.
20
Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h. 183.
21
Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 2.
22
Sudirman Tebba, Merengkuh Makrifat : Menuju Ekstase Spiritual (Jakarta: Pustaka Irvan,
2006), h. 41.
45
tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang teruji dan memperbanyak zikir
(kedudukan yang harus ditempuh hambanya agar bisa sampai kepada Allah)
yang mempunyai sifat mahmudah (sifat baik). Dalam tingkatan ini bahwa
menghidupkan syariat itu sebagai amalan lahir atau amalan batin secara
3. Hakikat
mengacu pada makna terdalam dari praktek dan bimbingan yang dibangun
dalam syariat dan tarekat. Istilah hakikat mengandung banyak arti, yaitu
benar-benar ada (Allah) sebagai sumber kebenaran dan tiada yang lebih indah
kondisi mistis dalam tasawuf dan pengalaman langsung dari kehadiran Tuhan
dalam diri.24
23
Mustaha Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf(Surabaya : Bina Ilmu, 1995), h. 57
24
Sudirman Tebba, Merengkuh Makrifat : Menuju Ekstase Spiritual, (Jakarta : Pustaka Irvan,
2006), h. 97
46
manusia harus mengenali dirinya sendiri. Perjalanan itu dimulai dari dalam
dan ke dalam. Sehingga Alam dengan keindahan, hanyalah untuk jadi saksi
dengan Hakikat.25
4. Makrifat
Dari segi bahasa makrifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan,
pengetahuan yang obyeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi
ketuhanan dan hakikat itu satu dan segala yang maujud berasal dari yang
satu.26 Jadi, manusia harus menyadari bahwa semua dan segala yang ada di
Rasulullah saw. Kata makrifat yang secara khusus menjadi konsep spiritual
itu sendiri ialah memandang kepada wajah Allah swt. Artinya mengetahui
25
Hamka, Tasawuf Perkembangan Pemurniannya (Jakarta: Citra Serumpun Padi, Jakarta,
1994), h. 102-103.
26
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 219-220.
27
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 181.
47
dapat dicapai oleh seorang sufi. Dan pengetahuan yang diperoleh dari
makrifat lebih tinggi mutunya dari pengetahuan yang diperoleh dengan akal.28
persiapan dengan cara membersihkan diri dari segala dosa dan penyakit-
Allah SWT dia bangga. Apabila disebut nama dirinya dia merasa
miskin.31
2) Jika mata yang terdapat dalam hati terbuka, mata kepalanya akan
4) Semua yang dilihat orang arif baik waktu tidur maupun saat terjaga
28
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 78.
29
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h.
13.
30
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 79.
31
Hamka, Tasawuf Perkembangan Pemurniannya (Jakarta: Citra Serumpun Padi, Jakarta,
1994), h. 91.
48
melihat padanya akan mati karena tak tahan melihat betapa sangat
luar biasa cantik, serta indahnya, dan semua cahaya akan dikalahkan
beberapa tokoh berbeda jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah,33 seperti:
1) Tobat adalah tobat yang sebenarnya dalam paham sufisme ialah lupa
kebendaan.
32
Sudirman Tebba, Merengkuh Makrifat : Menuju Ekstase Spiritual (Jakarta : Pustaka Irvan,
2006), h. 84
33
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisime dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2014), h. 48.
49
5) Kefakiran adalah tidak meminta lebih dari pada apa yang telah ada
pada-Nya.
Allah, yaitu :
kepada ahlinya.34
Semua ilmu yang tidak diamalkan oleh Allah maka tidak memiliki
kehidupan yang sejati. Empat hal tersebut juga merupakan cara menempuh
makrifat dalam bentuk ilmu hening oleh Syekh Siti Jenar, sebagai berikut :
34
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar : Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar, (Yogyakarta : Narasi, 2014), h. 193
35
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar, h. 194.
51
melindungi Allah. 36
5. Wirid
36
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar, h. 200.
37
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar, h. 206.
38
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar, h. 212.
BAB IV
akhlaqi ini adalah membersihkan tingkah laku baik akhlaq maupun budi
Suluk Linglung yang merupakan salah satu kitab Sunan Kalijaga. Didalam
pentingnya shalat dan ibadah haji dengan tertib dan sungguh-sungguh yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW., untuk memahami makna shalat dan ibadah
haji yang diajarkan oleh Sunan Bonang kepada muridnya yaitu Sunan
Kalijaga.
52
53
ini.1
atau johar awal. Nuqab gaib atau johar awal itu adalah garis kehidupan dan
digariskan dalam nuqab gaib. Setelah manusia hidup maka nuqad ghaib
berubah menjadi neqdu atau neptu (darah hidup yang menjadi tempat
merasakan sesuatu yang sebenarnya dan hidup bersama ruh dan raga).
nafsu lainnya, yaitu : ammarah (mudah marah), supiyah (nafsu yang tidak
hamba akan dapat menyatu dengan Allāh. Jika terjadi kematian, darah
Allah SWT, maka kembali menjadi alip (darah hidup) dan bersatu dengan
3. Roh Ilafi (roh al-idhafi) atau disebut juga Sukma. Roh Ilafi adalah roh
yang senantiasa pasrah pada Dzat Allah. Roh ini menjadi penghubung
antara jiwa dan Allāh. Roh ini juga memancarkan cahaya yang berkilauan,
terang benderang dan tak berwarna. Daya cahayanya (pancaran sinar) yang
1
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi, 2013), h. 240.
2
Rahmat Hidayat, Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008), h. 1142.
54
dinamakan dengan nyawa.3 Jadi, roh (nyawa) inilah manusia dapat hidup,
bila roh tersebut keluar dari raga , maka manusia akan mati jasadnya.
4. Insān kāmil berasal dari bahasa arab yaitu dari dua kata insān dan kāmil.
Secara harfiah insān berarti manusia dan kāmil berarti yang sempurna.
Insān kāmil berati manusia yang sempurna.4 Insān kāmil adalah manusia
baik mengenai sifat, zat dan perbuatan-Nya. Oleh karena itu, keberadaan
Allah itu bersifat gaib sehingga tanpa kehendak dan karunianya, manusia
Abuddin Nata, menjelaskan bahwa kata insān juga mempunyai tiga asal
kata, yaitu : pertama, berasal dari kata anāsa yang mempunyai arti melihat,
mengetahui dan minta izin. Yang kedua berasal dari kata nasiya yang artinya
lupa. Yang ketiga berasal dari kata al-uns yang artinya jinak, lawan dari kata
buas. Asal kata anasa, maka mengandung arti melihat, mengetahui dan
meminta izin, dan semua arti ini berkaitan dengan kemampuan manusia
nasiya, insān mengandung arti lupa dan menunjukkan adanya kaitan dengan
dirinya yang digoda oleh syaitan . Sedangkan kata insān jika dilihat dari
asalnya al-uns, atau anisa yang artinya jinak, mengandung arti bahwa
3
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi, 2013), h. 256-
257.
4
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hidakarya, 1990). h. 51.
5
Rahmat Hidayat, Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008), h. 1143.
55
dipelihara, jinak.6
5. Fanā dan bāqa adalah tahap puncak dalam pendakian spiritual. Fanā
dalam melakukan hal-hal buruk) dan bāqa adalah memasuki alam kekal.
Setelah tahap fanā tercapai, maka dirinya akan terserap oleh Allah. Lalu,
ini pengalaman orang satu dengan yang lainnya akan sama.7 Intinya, ketika
seseorang bisa mencapai tahap ini, maka ia telah menemukan pusat dirinya
6. Etika hubungan guru dan murid, tanggung jawab guru sangat besar dalam
penuh ketaatan. Selain taat dan setia pada guru, harus bersungguh-sungguh
dan tidak ingkar janji dalam berguru dan tidak boleh berguru kepada orang
6
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h. 258-259.
7
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi, 2013), h. 268.
8
Rahmat Hidayat, Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008), h. 1143.
56
tekad atau keinginan yang besar untuk menuntut ilmu yang menjadi pegangan
para Nabi Wali. Walaupun hati Sunan Kalijaga yang sedang bimbang dan
pikirannya pun bingung (linglung), tetapi tetap nafsu untuk menuntut ilmu itu
semakin membara tidak peduli lautan api yang sedang menghadang. Berbagai
usaha yang ditempuh agar nafsu itu tidak semakin bertambah maka Sunan
Kalijaga pun berserah diri kepada Allāh SWT, sehingga hatipun terasa
Maksud dari kata “Madu” adalah orang yang diberi kemuliaan oleh
Allāh maka ia tetap kokoh dalam pendiriannya yaitu menuntut ilmu. Segala
usaha yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga tidak semudah yang ia pikirkan,
proses-prosesnya seperti menjalankan tapa dan rela lapar. Jika ada teman
yang datang lalu teman itu makan, maka ia pun harus mengikutinya. Tetapi
9
Iman Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga (Syekh Melaya), terj. Muhammad Khafid Kasri
(Demak: Yayasan Subulus Salam, 2000), h. 1.
57
jika teman itu pergi dan tidak makan seumur hidup maka Sunan Kalijaga pun
harus mengikutinya.10
Kemudian, dari proses itulah yang membuat Sunan Kalijaga lelah dan
meminta upah kepada Allāh dari bertapa dan rela lapar itu. Jika Allāh yang
ditagih wajar kalau Allāh itu diam saja memang kenyataannya tidak
berhutang biarpun yang menagihnya (Sunan Kalijaga) itu selalu datang dan
pergi, semua itu tidak ada bedanya. Allāh itu Maha Kaya berhak tidak
Lalu, Sunan Kalijaga memutuskan diri untuk berguru dengan Sunan Bonang,
Wali/Iman Hidayah.11
mempunyai keinginan yang besar dan tekad batinnya yang kuat jadi tidak
dapat disandingkan dengan yang lainnya. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga
(Hakikat Kehidupan).
10
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h.
132
11
Iman Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga (Syekh Melaya), terj. Muhammad Khafid
Kasri (Demak: Yayasan Subulus Salam, 2000), h. 2-3.
12
Sunan Bonang adalah salah satu anggota dari Walisongo. ia juga merupakan putra Sunan
Ampel dan ia merupakan keturunan dari Nabi Muhammad. Ia banyak berdakwah melalui kesenian
untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia juga dikatakan sebagai penggubah
Suluk Wijil dan tembang “Tombo Ati” yang zaman sekarang masih dinyanyikan oleh orang-orang.
Lalu, hubungannya dengan Sunan Kalijaga, karena ia adalah guru spritualnya dan ia mengajarkan
kepada Sunan Kalijaga tentang Iman Hidayat atau Hakikat Kehidupan. Iman Anom, Suluk
Linglung Sunan Kalijaga (Syekh Melaya), terj. Muhammad Khafid Kasri h. 5.
58
yang mempunyai ilmu yang tinggi, ia harus bersunyi diri di desa Benang dan
menunggu pohon gurda yang berada di tengah hutan belantara, bertapa atau
gurda maka Sunan Kalijaga tidak boleh meninggalkan tempat tersebut selama
satu tahun. Lalu, Sunan Kalijaga disuruh “ngaluwat” yaitu menanam pohon
gardu tersebut yang berada di tengah hutan tepatnya di dalam goa Sorowati
Panceng, Tuban. Setelah setahun mulut goa tersebut yang mulanya ditutup
sungai dan tidak boleh tidur ataupun makan selama setahun. Lalu Sunan
setahun, Sunan Kalijaga ditengok dan ditemui oleh Sunan Bonang yang
13
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h.
133.
14
Tafakur juga dapat diartikan dengan merenung. Merenung bukan berarti memikirkan
sesuatu yang ada di angan-angan pikiran semata tetapi tafakur di sini adalah perenungan tentang
makna hidup manusia di dunia agar mengetahui tentang jati diri manusia yang sebenarnya. Atau
dengan kata lain tafakur adalah berfikir (merenungkan) segala hal sebagai sikap kehati-hatian
dalam melakukan sesuatu.
59
berbaur dengan kijang menjangan, segala gerak yang dilakukan oleh kijang
maka Sunan Kalijaga menirunya, kecuali bila ingin tidur seperti manusia
biasa. Jika ia ingin pergi mencari makan maka ia mengikuti caranya seperti
anak kijang. Bila ada manusia yang mengetahuinya, para kijang itupun berlari
bahkan menjalaninya itu lebih dari yang ditetapkan. Ketika Sunan Bonang
15
Nama Lengkapnya adalah Iman Anom, Ia adalah pujangga dari Surakarta yang merupakan
keturunan dekat dari Sunan Kalijaga. Ia yang menulis karya Sunan Kalijaga yang berjudul Suluk
Linglung Sunan Kalijaga (dalam bentuk naskah kuno dengan menggunakan tulis tangan). Nakah
itu pun terbit pada tahun 1884 Masehi. Iman Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga (Syekh
Melaya), terj. Muhammad Khafid Kasri, h. 7.
16
Iman Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga (Syekh Melaya), terj. Muhammad Khafid
Kasri, h. 10.
60
menjalani laku kijangnya telah selesai, tetapi saat Sunan Bonang melihat
lambungnya, lalu Sunan Kalijaga jatuh terduduk dan ketiga kalinya Sunan
Bonang melemparkan nasi tersebut barulah Sunan Kalijaga ingat dan sadar, ia
17
Iman Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga (Syekh Melaya), terj. Muhammad Khafid
Kasri, h. 11.
18
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa (Yogyakarta: Araska, 2014), h.
137.
19
Bahasa Jawa ini diambil dari aplikasi yang berada di playstore yang berjudul Suluk
Linglung. Karena naskah aslinya pun tidak ditemukan oleh penulis, jadi aplikasi ini hanya
membantu untuk melengkapi isi skripsi tersebut. Naskah aslinya yang ditulis oleh Iman Anom
yang berjudul Suluk Linglung Sunan Kalijaga itu sudah jarang sekali ditemukan di zaman
sekarang (2017), karena naskah tersebut diterbitkan pada tahun 1884.
61
Keempat, Sunan Kalijaga naik haji dan bertemu dengan Nabi Khidir
atau Pupuh Durma. Saat Sunan Kalijaga ingin ke Makkah, ia harus melewati
hutan, naik gunung, turun jurang, tebing yang didakinya, melintasi jurang dan
tepi samudera tersebut dan ia melihat ada seseorang yang mendekatinya yaitu
segala cara perjalanan yang dialami oleh Sunan Kalijaga dengan sejuta
jalan yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga, namun itu hasilnya mustahil dapat
sudah melewati lautan yang luas dengan cara berenang dan ia tidak
20
Iman Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga (Syekh Melaya), terj. Muhammad Khafid
Kasri (Demak: Yayasan Subulus Salam, 2000), h. 12.
21
Nabi Khidir adalah Hamba Allah SWT yang sangat khusus. Ia adalah salah satu Nabi dari
keempat Nabi (Nabi Idris, Nabi Ilyas dan Nabi Isa) yang dikenal sebagai sosok yang tetap hidup
atau abadi. kata “abadi” karena ia dianggap telah meminum air kehidupan jadi umurnya pun
semakin panjang. Ia juga diutus oleh Allah SWT untuk memberi pelajaran makrifatnya kepada
para Wali, Sufi maupun kepada orang yang dengan tekun untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT, termasuk Sunan Kalijaga yang ingin berguru kepada Nabi Khidir untuk mencari Iman
Hidayat atau hakikat kehidupan. Iman Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga (Syekh Melaya), terj.
Muhammad Khafid Kasri, h. 13.
62
Disaat Sunan Kalijaga dalam keadaan yang kehabisan tenaga itu, ia tiba-tiba
melihat seseorang yang sedang berjalan di atas air dengan tenang, yang tidak
diketahui dari mana datangnya. Seketika itu pula, Sunan Kalijaga sudah dapat
duduk tenang berada di atas air tersebut walaupun dalam keadaan bingung.
Lalu, orang tersebut mendekati Sunan Kalijaga dan ternyata ia adalah Nabi
Khidir, ia berkata :
Intinya adalah Sunan Kalijaga ini tidak tahu apa yang ia harus perbuat
dan dia pun hatinya bingung, walaupun ia sudah melakukan ibadah haji,
tetapi tetap ia tidak tahu apa tujuan yang sebenarnya. Ia melakukan hal
22
Iman Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga (Syekh Melaya), terj. Muhammad Khafid
Kasri, h. 15.
63
yang melalui telinga. Setelah masuk Sunan Kalijaga melihat ada empat warna
cahaya yaitu, hitam, merah, kuning, dan putih. Maksud empat warna ini
Penghalang hati ini mempunyai kelebihan yaitu hitam adalah mudah sakit
hati, marah dan membabi buta. Itulah hati menjadi tertutup kepada kebajikan.
Merah adalah nafsu yang tidak baik dan mudah emosi dalam mencapai
tujuan. Itulah hati yang sudah jernih akan tertutup dengan nafsu ini. Kuning
Allāh adalah sumber kebahagiaan dan kedamaian melalui rasa yang ada di
Jadi manusia harus menghadapi realitas yang mutlak berada di dalam diri
manusia itu sendiri, sehingga manusia dapat bersatu dengan Allāh baik di
Jadi hal ini dimaksudkan agar manusia jangan sampai melupakan tujuan
hidup yang sesungguhnya baik di dunia maupun di akhirat. Bagi seorang sufi
yang ingin mencapai makrifatnya, maka ia harus dekat dengan Allāh dan
Ajaran Syekh Siti Jenar, telah banyak ditulis orang, sejak era
awal/klasik, hingga saat ini. Para pengikut yang mengamalkan ajaran Syekh
ajarannya sangat banyak. Maka tentu saja tidak mungkin ajaran Syekh Siti
Jenar muncul begitu saja, tanpa ada yang mengawali menyebarkan gagasan-
gagasan itu. Sehingga tidak mungkin jika kehadiran Syekh Siti Jenar secara
25
Iman Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga (Syekh Melaya), terj. Muhammad Khafid
Kasri (Demak : Yayasan Subulus Salam, 2000), h. 33.
26
Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa, h. 178.
65
falsafi ini adalah tasawuf yang mengenal Tuhan dengan pendekatan rasio
(filsafat) hingga menuju ke tempat yang lebih tinggi bukan hanya mengenal
Tuhan saja melainkan yang lebih tinggi yaitu kesatuan wujud. Ajaran Syekh
Siti Jenar tidak mengikuti perintah syari’at karena menurutnya shalat ada 2
jenis yaitu : shalat tarek dan shalat daim, dengan cara shalat seperti itulah
tentang Allah, tentang kehidupan dan kematian, serta kewajiban rukun Islam
yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Dalam buku yang berjudul
Tasawuf Nusantara, bagi Syekh Siti Jenar, Allah adalah Tuhan yang bersifat
Jalal (Maha Mulia) dan Jamal (Maha Indah). Ia menganggap bahwa Allahlah
satu-satunya penguasa alam ini dan Dia (Allah) pula yang berkuasa atas
sebagai sebab adanya manusia, flora, fauna dan segala yang ada di alam
semesta ini, sekaligus yang menjiwai segala sesuatu yang berwujud, yang
27
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jena : Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti
Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 31.
28
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana,
2005), h. 60-61.
29
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti
Jenar, h. 128.
66
Syekh Siti Jenar beranggapan bahwa dunia ini adalah alam kematian
Menurut Syekh Siti Jenar manusia yang hidup di dunia ini seperti mayat
berjalan atau bangkai, bahwa manusia hidup di dunia ini hanya membutuhkan
sarana sandang, pangan dan papan, maka manusia hidup di dunia ini kurang
atau tidak mampu untuk menjalin komunikasi aktif dengan Allah. Kehidupan
di dunia sekarang ini bukanlah kehidupan yang sejati, karena masih akan
dihampiri oleh kematian. Karena itu bagi Syekh Siti Jenar, kewajiban
beragama tidak berlaku disini (dunia), tetapi nanti di alam abadi atau
tidak tersentuh lagi oleh kematian. Hidup sejati adalah kehidupan yang tidak
lagi menumpang pada badan wadak yang bisa rusak atau musnah. Kehidupan
Ajaran tentang kehidupan dan kematian ini adalah ajaran yang tidak
Siti Jenar dalam masalah hidup dan mati memiliki makna berbeda dari apa
yang diajarkan oleh para Wali Songo. Konsep kehidupan dan kematian ini
kewajiban rukun Islam yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Syahadat
dalam sistem ajaran Syekh Siti Jenar bukanlah hanya sekedar bentuk
pengakuan lisan yang berupa syahadat tauhid dan syahadat rasul mengandung
30
Muhammad Solikhin, Ternyata Syekh Siti Jenar tidak Dieksekusi Wali Songo (Jakarta:
Erlangga, 2011), h. 166.
31
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana,
2005), h. 61.
67
makna jatuhnya rasa (menjadi etos atau yakin), kesejatian rasa (unsur motorik
atau gerakan), bertemunya rasa (ide aktif dan kreatif), hasil karya yang
syahadat sebagai etos gerak, etos kerja yang positif dan aktif.33 Itulah makna
dengan para wali pada masanya. Shalat lima waktu hanya dilakukan
Siti Jenar mengajarkan dua macam bentuk Shalat, yaitu Shalat tarek dan
shalat daim.35 Shalat tarek sebagai shalat yang dilakukan untuk dapat
keberadaan Hyang Maha Agung di dalam dirinya, dan dia merasakan dirinya
itu sirna. Bagi Syekh Siti Jenar semua tingkah lakunya (diam, bicara, dan
32
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar : Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti
Jenar, h. 304
33
Etos berasal dari bahasa Yunani, akar katanya adalah ethikos. Etos didefinisikannya
sebagai karakter, sikap, kebiasaan dan keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok,
sedangkan etos kerja adalah respon yang dilakukan oleh seseorang terhadap kehidupan sesuai
dengan keyakinannya masing-masing.
34
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar : Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar(Yogyakarta : Narasi, 2014), h. 283
35
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti
Jenar, h. 309
36
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti
Jenar, h. 310
68
budi.38
kemauan dan kesadaran untuk berbagi, untuk tidak hanya memuaskan apa
yang menjadi tuntutan hawa nafsunya.39 Syekh Siti Jenar menyebutkan ada
tiga jenis puasa, yaitu : puasa dalam ketentuan syari’at adalah menahan diri
dari makan, minum dan bersetubuh, sejak masuk subuh hingga masuk waktu
maghrib. Puasa dari segi rohani adalah membersihkan semua panca indra dan
pikiran dari hal-hal yang haram. Puasa hakiki adalah puasa dengan menahan hati
dari menyembah, memuji, memuja, mencari yang ghairūllah (selain Alah) dan
kesadaran batin untuk menjadikan hawa nafsu sebagai hal yang harus dikalahkan
serta kedzaliman sebagai hal yang harus ditundukkan.40 Bagi Syekh Siti Jenar,
jenis puasa yang tertinggi adalah puasa hakiki atau puasa yang sebenarnya.
Jika melakukan puasa hakiki, maka akan melahirkan watak manusia menjadi
37
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 289.
38
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Syekh Siti
Jenar, h. 310.
39
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar, h. 292.
40
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar, h.290-291.
69
harkat dan derajat kemanusiaan, yang berperan aktif untuk memerangi kemiskinan
Zakat terbagi menjadi dua jenis, yaitu: zakat yang ditentukan oleh
syari’at adalah zakat yang dikeluarkan untuk harta kekayaan yang diperoleh
secara halal di dunia, yang berasal dari kelebihan harta dalam keluarga, dan
diberikan kepada mereka yang memerlukan (fakir miskin). Zakat dari sudut
pandang thariqah adalah sebagian dari harta rohani (bentuk dari kecintaan,
orang lain dari penderitaan dan kekurangan. Menolong orang lain agar dapat
tercapai. Sehingga harta hanyalah titipan dari Allah dimana manusia diberi
41
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 294.
70
as.42 Intinya dalam ibadah haji yang dianut Nabi Ibrahim as. adalah
kehidupan ini, yang puncaknya akan diperoleh setiap makhluk pada hari
lainnya.43
42
Nabi Ibrahim as. dikenal sebagai “Bapak para Nabi” atau juga disebut dengan “Bapak
Monotheisme” serta “proklamator keadilan Ilahi”, kepada beliaulah agama-agama samawi
(agama-agamayang muncul dari suatu tradisi semit kuno bersama dan ditelusuri oleh pemeluknya)
terbesar selama ini merujuk.
43
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 293-296.
44
Boekoe Siti Djenar Ingkang Toelen (buku Siti Jenar yang asli) terbitan Tan Khoen Swie
merupakan salinan dari Harwijaya atas karya Sunan Giri yang terbit pada tahun 1930 tepatnya di
Kediri, buku ini cetakan ke-4. Penulis hanya mendapatkan teks naskah dari link
Https://netlog.wordpress.com, tanggal posting 03 mei 2006 ditulis oleh wordpress. Karena buku
aslinya pun penulis tidak menemukannya.
71
Dalam buku yang berjudul Serat Syekh Siti Jenar, yang ditulis oleh Ki
Sasrawidjaja, bahwa terdapat teks ucapan Syekh Siti Jenar yang mengenai
“Ana Al-Haqq”. Isi teks ini ada di buku Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar,
“Shalat lima kali sehari, puji dan zikir itu adalah kebijaksanaan dalam
hati menurut kehendak pribadi. Benar atau salah pribadi sendiri yang
akan menerima, dengan segala keberanian yang dimiliki. Gagasan
adanya badan halus itu mematikan kehendak manusia. Di manakah
adanya Hyang Suksma, kecuali hanya diri pribadi. Kelilinglah
cakrawala dunia, membubunglah ke langit yang tinggi, selamilah dalam
bumi sampai lapisan ke tujuh, tiada ditemukan ujud yang Mulia. Saya
ini bukan budi, bukan angan-angan hati, bukan pikiran yang sadar,
bukan niat, bukan udara, bukan angin, bukan panas dan bukan ke
kosongan atau kehampaan. Ujud saya ini jasad, yang akhirnya menjadi
jenazah, busuk bercampur tanah dan debu. Napas saya mengelilingi
dunia, tanah, api, air dan udara kembali ke tempat asalnya atau aslinya,
sebab semuanya barang baru, bukan asli. Maka saya ini Dzat yang
sejiwa, menyukma dalam Hyang Widi. Pangeran saya bersifat Jalal
(Maha Mulia) dan Jamal (Maha Indah). Dialah yang luhur dan sangat
sakti, yang berkuasa Maha Besar, lagi pula memiliki dua puluh sifat,
kuasa atas segala kehendak-Nya. Dialah yang Maha Kuasa, pangkal
mula segala ilmu, Maha Mulia, Maha Indah, Maha Sempurna, rupa
warna-Nya tanpa cacat, seperti hamba-Nya. Di dalam raga manusia Ia
tiada tampak. Ia sangat sakti menguasai segala yang terjadi dan
menjelajahi seluruh alam semesta.”45
Jadi, ajaran Syekh Siti Jenar dituduh menyeleweng ajaran agama Islam
oleh Wali Songo. Tasawuf yang diikuti oleh Syekh Siti Jenar yaitu tasawuf
wujudiyyah. Inti ajaran wujudiyyah atau juga disebut emanasi, yaitu segala
Sedangkan manusia adalah salah satu wujud yang terdapat di dunia. Jadi,
manusia juga terdapat percikan atau pancaran cahaya Illahi itu. cahaya Illahi
45
Buku yang berjudul Serat Syekh Siti Jenar ini ditulis oleh Ki Sasrawidjaja (Raden Panji
Natarata) dari Ngijon Yogyakarta. Pertama kali terbit tahun 1900. Buku ini dijadikan bahan utama
dalam buku Falsafah Siti Djenar (1958) oleh Natarata Bratakesawa. oleh Muhammad Solikhin,
Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan dengan Allah, Refleksi dan
Pengalaman Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 9.
72
adalah pancaran cahaya dari Allah itu sendiri, maka manusia adalah ada
Ajaran Syekh Siti Jenar juga relatif sama dengan ajaran Abu Abdullah
kalimat ana al-haqq yang artinya adalah “Aku adalah Tuhan”. Di ajaran
itulah konflik dimulai antara Wali Songo termasuk Sunan Kalijaga dan Syekh
Siti Jenar.46 Apalagi diantara murid dan pengikut Syekh Siti Jenar terdapat
Sultan atau Raden Fatah mengatakan bahwa Syekh Siti Jenar telah
sebagai kematian serta keadaan manusia di dunia ini sebagai mayat berjalan
atau bangkai dan Syekh Siti Jenar juga menghalangi penyiaran dakwah
kehidupan, baik yang tampak dalam fisik maupun dalam rohani manusia.
Ajaran mengenai hidup kekal dan abadi, materi mengenai kematian yang
dialami manusia di dunia sekarang ini. Mengenai jalan kematian yang bisa
46
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana,
2005), h. 70.
47
Mohammad Zazuli, Syekh Siti Jenar; Mengungkap Misteri dan Rahasia Kehidupan
(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta), h. 20.
48
Muhammad Solikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab dan Suluk Syekh Siti Jenar
(Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 172.
73
Maha Luhur, Allah yang menjadikan langit dan bumi serta segala isinya
Wali Songo memberitahu bahwa Syekh Siti Jenar harus tunduk kepada Sultan
Fatah. Namun, Kebo Kenanga dan Syekh Siti Jenar memilih hidup di luar
istana dan tidak bersedia tunduk pada Sultan Fatah putra Ki Ageng Pengging.
Karena mereka tidak mau tunduk, maka hukuman matilah yang akan
dilakukan. Tetapi menurut Kebo Kenanga dan Syekh Siti Jenar hukuman mati
bayangan palsu dari hidup sesungguhnya yang baru dijalani manusia setelah
ajal tiba. Di alam abadi itulah ajaran Islam yang mengajarkan rukun Islam
baru berlaku, bukan di alam kematian di dunia ini hanya kepalsuan semata.51
membusuk dan hancur musnah. Panca indra, seperti jasad yang najis dan
konflik. Di alam nyata nanti, sesudah ajal tiba, manusia hidup mulia, bebas
dan mandiri atas diri pribadinya, tidak lagi butuh kekuasaan. 52 Kemudian,
tahun kematian Syekh Siti Jenar adalah pada zaman pemerintahan Sultan
Fatah (1517 Masehi), vonis hukuman mati oleh Dewan Wali Songo yang
dipimpin oleh Sunan Giri dan pada zaman Sultan Tenggono (1530 Masehi),
wilayah Demak.53
dan sebagian kaum sufi pada umumnya memiliki rumusan yang demikian.
hulu, fana’ atau apapun namanya. Karena nama atau sebutan tersebut
pada proses yang ditempuh. Maka Syekh Siti Jenar dan sebagian kaum sufi
menjadikan gagasan tentang Tuhan sebagai esensi dan manusia yang sifat-
sifat Illahi sebagai doktrin yang kuat, yang sangat memungkinkan manusia
jasad manusia.
Tuhan” adalah bukan sufi yang bersangkutan, tetapi melalui jasad sufi
52
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, h. 69.
53
Muhammad Solikhin, Manunggaling Kawula Gusti: Filsafat Kemanunggalan Syekh Siti
Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 207.
75
manusia yang sempurna. Syekh Siti Jenar memberikan makna bahwa tidak
bahwa cita hidup yang harus dicapai oleh manusia adalah mendapatkan
ini merupakan ajaran kebatinan dalam artian luas, yang lebih menekankan
aspek kejiwaan dari pada aspek lahiriah. Sehingga ada juga yang
Pemaknaan Allah sebagai Yang Esensi ini terjadi, karena justru Allah
54
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 435.
55
Sudirman Tebba, Etika dan Tasawuf Jaw : Untuk Meraih Ketenangan Hati (Jakarta:
Pustaka Irvan, 2007), h. 169.
56
Agus Wahyudi, Makrifat Jawa; Makna Hidup Sejati Syekh Siti Jenar dan Wali Songo
(Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2007), h. 100.
57
Muhammad Solikhin, Ternyata Syekh Siti Jenar tidak Dieksekusi Wali Songo, (Jakarta:
Erlangga, 2011), h. 53.
76
adalah lebih dari sekedar pengetahuan. Pengertian adalah suatu kejadian yang
baru bagi eksistensinya, menjadi realitas baru manusia itu sendiri. Sehingga
Illahi.58
(wakil real Allah) di muka bumi ini benar-benar nyata. Manusia adalah
cerminan dan pancaran wujud Allah, dengan fungsi iradah dan kodrat yang
lahiriahnya.
suatu hal yang istimewa dan tidak terdapat pada sembarang orang melainkan
atas petunjuk dan hidayah dari Allah, karena segala sesuatu perbuatan
58
Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar: Panduan Menuju Kemenyatuan
dengan Allah, Refleksi dan Pengalaman Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014), h. 436-437.
59
Iradah adalah sifat dzat yang merupakan kecintaan Tuhan terhadap dzat dan
kesempurnaan-Nya sendiri dan sebagai sifat perbuatan. Muhammad Solikhin, Manunggaling
Kawula Gusti : Filsafat Kemanunggalan Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2014). h. 399.
77
manusia yang menentukan adalah Allah SWT. Sedangkan Ajaran Syekh Siti
sebab adanya manusia, flora, fauna dan segala yang ada di dunia ini), bukan
hanya memahami keberadaan dari sisi nalar pikir (ilmu) dan rasa sentimen
makhluk (perasaan yang dipaksa dengan doktrin surga dan neraka). dengan
seperti itu mereka akan bisa melalui pintu kematian untuk manunggal
kedua tokoh tersebut mempunyai gaya yang berbeda. Cara Sunan Kalijaga
olah batin untuk pencapaian diri sejati (diri yang telah mencapai
kesempurnaan).
60
Muhammad Solikhin, Manunggaling Kawula Gusti: Filsafat Kemanunggalan Syekh Siti
Jenar, h. 399.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Allah atau mengenal diri). Tahap kedua, yaitu Asal-usul sangkan paran
(tujuan hidup manusia). Tahap ketiga, yaitu Roh Ilafi atau roh al-idhafi (roh
yang senantiasa pasrah pada Dzat Allah). Tahap keempat, yaitu Insan Kamil
Fana’ dan Baqa (tahap puncak dalam pendakian spiritual), Fanā’ (lenyap
atau penghancuran diri) dan bāqa (memasuki alam kekal). Tahap Keenam,
yaitu etika hubungan guru dan murid (taat dan setia kepada guru, harus
bersungguh-sungguh dan tidak ingkar janji dalam berguru dan tidak boleh
kekal, bagaikan manusia yang hidup di dunia seperti mayat atau bangkai).
syari’at) seperti shalat tarek dan shalat daim. Puasa (melaparkan diri
orang lain dan terhindar dari penderitaan dan kekurangan). Terakhir yaitu
78
79
Siti Jenar. Persamaannya yaitu ajaran makrifatnya melalui konsep Tuhan atau
orang jawa dalam memahami sangkan paran (asal usul kehidupan) melalui
konsep seni budayanya yaitu tembang dan wayangnya, sedangkan Syekh Siti
batin untuk mencapai diri sejati (diri yang telah mencapai kesempurnaan).
mereka akan bisa melalui pintu kematian untuk manunggal (masuk) kembali
B. Saran
Dalam skripsi tentang ajaran makrifat Sunan Kalijaga dan Syekh Siti
Jenar masih sangat terbatas dan referensi aslinya pun masih sulit didapatkan,
pelayanan yang lebih baik agar akses terhadap informasi tersebut lebih mudah
langka tersebut, salah satunya seperti Suluk Linglung Sunan Kalijaga dan
Serat Natarata (Serat Siti Jenar) yang sebenarnya masih bermanfaat dan
penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna baik dari teknis penulisan,
referensi, serta materi yang telah disampaikan. Besar harapan dalam kritik
dan saran bagi para pembaca, jika menemukan kekurangan dan kesalahan dari
apa yang penulis teliti, untuk mencapai penelitian yang lebih baik lagi.
Oleh karena itu, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
80
DAFTAR PUSTAKA
Anom, Iman, Suluk Linglung Sunan Kalijaga (Syekh Melaya), terj. Muhammad
1998.
Chodjim, Achmad, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat, Jakarta : Serambi 2013.
Jakarta, 1994.
2008.
2014.
2006.
Kencana, 2005.
81
82
Nasution, Harun, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang,
1983.
2015.
Sjamsudduha, Wali Sanga Tidak Pernah Ada ; Menyingka Misteri Para Wali dan
Grafindo, 2005.
83
----------------------------, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk
Syamsuri, Badlowi, Kisah Wali Songo ; Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa,
Tebba, Sudirman, Etika dan Tasawuf Jawa : Untuk Meraih Ketenangan Hati, Jakarta :
Kencana, 2004.
Wahyudi, Agus Makrifat Jawa ; Makna Hidup Sejati Syekh Siti Jenar dan Wali
Zahri, Mustaha, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya : Bina Ilmu, 1995.
84