A. Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 2015).
Thipoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart,
2014 ).
Tifoid termasuk infeksi sistemik dengan gejala yang khas yaitu demam. Adapun
demam yang dialami
oleh pasien yang menderita penyakit ini umumnya memiliki pola khusus dengan suhu yan
g meningkat (sangat tinggi) naik-turun. Hal ini terjadi pada sore dan malam hari
sedangkandi pagi hari hampir tidak terjadi demam. Hal inilah yang biasanya tidak
disadari oleh penderita maupun keluarga penderita (Dinkes, 2013).
B. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram negative,
mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari ologoskarida, flagelar antigen (H) yang
terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga
dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple
antibiotic (Nurarif & Kusuma, 2015)
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui
pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain, terutama
hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfe
sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai nyeri pada perabaan,
kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia) dan menyebar keseluruh
tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat menimbulkan
perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan
gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus (Susilaningrum,
Nursalam, & Utami, 2013)
E. Komplikasi
Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat disertai nyeri
perut dengan tanda-tanda renjatan.
Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum.
Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang, dan
nyeri tekan
Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu
meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain (Susilaningrum, Nursalam, & Utami,
2013)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
G. Penatalaksanaan
1. Non farmakologis
a. Bed rest
b. Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat
2. Farmakologis
d. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotic adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Kaji pasien tentang penyediaan air bersih, kebersihan individu dalam kebiasaan
makan, minum, sanitasi lingkungan, Riwayat vaksinasi, Penyakit Thypoid yang
berhubungan dengan abdominalis sebelumnya, Riwayat keluhan sekarang : lesu, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, sakit waktu menelan, perasaan tidak enak diperut,
batuk lebih dari 1 minggu. Kaji suhu badan pada sore dan malam hari, Riwayat
pengobatan anti mikroba, suhu badan meningkat, bradikardi relative, lidah yang khas
(kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali,
meteorismus (akumulasi udara dalam intestin), gangguan kesadaran : somnolen, strupor,
koma, delirium atau psikosis, roseola : bintik merah pada leher, punggung, paha).
B. Analisa Data
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan termoregulasi b/d fluktuasi suhu lingkungan, proses penyakit
2. Nyeri akut b/d proses peradangan
3. Defisit Nutrisi b/d intake yang tidak adekuat
4. Resiko kekurangan volume cairan b/d intake yang tidak adekuat dan peningkatan
suhu tubuh
5. Konstipasi b/d penurunan motilitas traktus gastrointestinal (penurunan motilitas usus)
D. Intervensi
1) Ketidakefektifan termoregulasi b/d fluktuasi suhu lingkungan, proses penyakit
NOC :
- Hidration
- Adherence behavior
- Immune status
- Risk control
- Risk detection
Kriteria Hasil :
- Keseimbangan antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas
- Temperature stabil : 36,6 – 370C
- Tidak ada kejang
- Tidak ada perubahan warna kulit
- Pengendalian risiko : hipertermia
- Pengendalian risiko : hypotermia
NIC :
NIC :
Kriteria Hasil :
NIC :
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
- Tekanan darah, nadi dan suhu tubuh dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC :
Kriteria Hasil :
NIC :
E. Implementasi
1) Ketidakefektifan termoregulasi b/d fluktuasi suhu lingkungan, proses penyakit
1. Memonitor suhu tiap 2 jam
2. Meningkatkan intake cairan dan nutrisi
3. Menyelimuti pasien
4. Mengajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
5. Memberikan antipiretik pada pasien
2) Nyeri akut b/d proses peradangan
1. Melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
3. Mengurangi faktor presipitasi nyeri
4. Mengajarkan teknik nonfarmakologi
5. Meningkatkan istirahat
3) Defisit nutrisi b/d intake yang tidak adekuat
1. Mengkaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
2. Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
3. Memberikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
4. Meyakinkan diet yang dimakan pasien mengandung tinggi serat
4) Resiko kekurangan volume cairan b/d intake yang tidak adekuat dan peningkatan
suhu tubuh
1. Memonitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik)
2. Memasukkan makanan/ cairan dan menghitung intake kalori harian
3. Medorong keluarga untuk membantu pasien makan
4. Mengkolaborasikan pemberian cairan IV
5) Konstipasi b/d penurunan motilitas traktus gastrointestinal (penurunan motilitas
usus)
1. Memonitor tanda dan gejala konstipasi
2. Memonitor bising usus
3. Mendukung intake cairan
4. Mengkolaborasikan pemberian laksatif
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG
Syaifullah, Noer, 1998 : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Balai Penerbit FKUI Jakarta
Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak
Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
Susilaninggrum, R. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untuk Perawat dan Bidan
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat