I. Demographic Data
II. *Definition of Disease (must be with at least Four definition and Four references at least 3 from book)
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Price & Wilson (2005).
Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia
beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskular yang
menyebabkan penyumbatan uretra (Jitowiyono & Kristiyanasari,2012).
BPH adalah suatu penyakit pembesaran dari prostat. Hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan
diikuti oleh penambahan jumlah sel (Prabowo & Pranata,2014).
BPH adalah keadaan kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang
paling sering ditemukan untuk intervensi medis pada pria di atas usia 50 tahun (Wijaya. A & Putri. Y,
2013).
References:
1. Jitowiyono, S & Kristiyanasari, W. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi Dengan Pendekatan NANDA NIC
NOC. Yogyakarta: Nuha Medika
2. Prabowo, E & Pranata, E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika
3. Price, S. A., & Wilson, L. M., (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
4. Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
III. *Pathophysiology
Etiology Risk Factor
Perjalanan Penyakit
Resistensi uretra
Pertumbuhan MO →sistitis
4. Rendy, M. Clevo & Margareth, T. H. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika
5. Smeltzer, S & Bare. (2009). Brunner & Suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelpia : Lippin cott
6. Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
IV. Assessment
Pengkajian Fokus :
Umur : BPH biasanya terjadi pada usia >50 tahun (Prabowo & Pranata, 2014). Jenis kelamin hanya dialami
oleh seorang laki – laki (Prabowo & Pranata, 2014). Alasan masuk RS Nyeri pada saat miksi & perasaan
ingin miksi yang mendadak saat miksi harus menunggu lama, harus mengejan & kencing terputus – putus.
Penyakit Sekarang P: sakit pada saat miksi & harus menunggu lama & harus mengejan; Q : tidak bisa
melakukan hubungan seks; R: di bawah kandung kemih; S: mengganggu aktivitas & sering BAK berulang –
ulang; T: saat ingin miksi & lebih sering terbangun pada malam hari. (Wijaya A. S, 2013).
Pemeriksaan fisik keluhan yg sering dialami dikenal dengan LUTS (lower urinary tract symptoms) yaitu
pancaran urin lemah, intermitensi, ada sisa urin pasca miksi, urgensi, frekuensi berkemih meningkat, &
dysuria (Prabowo & Pranata, 2014). TTV tekanan darah↑, nadi↑ bentuk kompensasi dari nyeri yg timbul
akibat obstruksi meatus uretalis & distensi bladder, ↑frekuensi nafas akibat nyeri, ↑suhu tubuh akibat
retensi urin berlangsung lama ditemukan adanya tanda gejala urosepsis (Prabowo & Pranata, 2014)
Sistem Persarafan menggigil, kesadaran↓ dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat sampai
pada syok septik (Prabowo & Pranata, 2014). Sistem Perkemihan terdapat massa padat di bawah
abdomen bawah (distensi kandung kemih); adanya rabaan pada ginjal, palpasi supra simfisis teraba
distensi bladder & nyeri tekan kandung kemih; mengetahui ada tidaknya residual urin terdapat suara
redup dikandung kemih karena terdapat residual urin; Gejala : Penurunan kekuatan/dorongan aliaran
urin, peningkatan frekuensi berkemih, Inkontinensia/menetes, ketidakmampuan mengosongkan kandung
kemih dengan lengkap, ragu-ragu berkemih, nokturia, disuria, hematuria (Prabowo & Pranata, 2014).
Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri suprapubis, panggul, dan punggung bawah, tampak meringis dan
gelisah.
References: Nurarif, A., & Kusumai, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan bedasarkan
diagnosa medis dan nanda nic-noc. Jogjakarta: MediAction.
Prabowo, E & Pranata, E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
2. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang
digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll),gelombang alfa blocker dan
golongan supresor androgen.
3. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah:
Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut. Klien dengan residual urin > 100 ml. Klien
dengan penyulit. Terapi medikamentosa tidak berhasil. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
b. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
c. Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa
memasuki kandung kemih.
d. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum.
References: Nurarif, A., & Kusumai, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan bedasarkan
diagnosa medis dan nanda nic-noc. Jogjakarta: MediAction.
P :
Q :
R :
S :
T :
Hari/Tanggal________/_________ Weight_________Kg
____ T : ____ºC P :____x/m R :_____x/m BP: _____mmHg SPO2: _____%
Level of Consciousness:
Ekspresi takut akibat inkontinensia, dan gangguan Seksualitas; nyeri ketika berhubungan.
References:Prabowo, E & Pranata, E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta:
Nuha Medika
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Patient:
*Other Tests
References: Nurarif, A., & Kusumai, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan bedasarkan diagnosa
medis dan nanda nic-noc. Jogjakarta: MediAction.
XI. Nursing Diagnosis, Planning and 3 nursing intervention to each nursing diagnosis :
According to Theory
1. Retensi Urin ( Akut/kronik ) b.d. obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot
detrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
2. Nyeri Akut b.d. agen cedera : biologi, kimia, fisik, psikologis (distensi kandung kemih,
infeksi urinaria).
3. Ketakutan/ansietas b.d perubahan status kesehatan : kemungkinan prosedur/malignansi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
terpapar terhadap informasi, tidak mengenal sumber informasi.
1.
2.
3.
4.
XIV. Drug
*Drug *Dose *Frequency *Nursing Intervention
Pilihannya adalah: Konservatif (watchful waiting); pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi
perkembangan penyakitnya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH
dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada
watchful waiting ini, pasien diberi penjelasan mengenai segala sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya: (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol
setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada
kandung kemih (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) jangan menahan kencing terlalu lama. (5) penanganan konstipasi.
References: 1. Bambang, S. N; dkk. (2017). Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak (benign
prostatic hyperplasia/BPH). Edisi 3. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia
2. Nurarif,
A., & Kusumai, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan bedasarkan diagnosa medis
dan nanda nic-noc. Jogjakarta: MediAction.
References: 1. Bambang, S. N; dkk. (2017). Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak (benign
prostatic hyperplasia/BPH). Edisi 3. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia
2. NICNOC. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda. Edisi 1. Yogyakarta: MediAction
Form NCP
Planning Implementation Evaluation
Nursing Diagnosis*
Goal* Interventions* Rationale*
- Menunjukan
residu setelah
berkemih
kurang dari 50
ml, tidak adanya
tetesan/kelebiha
n aliran.
dari 50 cc.
suprapubik,
yaitu teraba
adanya masa
pada daerah
abdomen
bawah.
4. Anjurkan Peningkatan
pasien untuk intake cairan
mengintake dapat
cairan 3000 mempertahanka
ml/hari ( 10 – n
15
perfusi ke ginjal
gelas perhari. dan kandung
kemih dari
pertumbuh
bakteri
5. Observasi Kehilangan
tanda - tanda fungsi ginjal
vital setiap menyebabkan
jam. Awasi penurunan
terjadinya
hipertensi, eliminasi cairan
edema perifer, dan akumulasi
perubahan sisa toksik;
mental. dapat berlanjut
Timbang BB pada terjadinya
setiap hari, gagal ginjal
ukur intake & total.
output cairan
setiap hari.
6. Lakukan Untuk
kompres meningkatkan
hangat atau relaksasi otot,
rendam duduk. menurunkan
edema
dan merangsang
untuk berkemih.
R : di bawah
kandung
kemih
S:
mengganggu
aktivitas &
sering BAK
berulang –
ulang
T : saat ingin
miksi & lebih
sering
terbangun
pada malam
hari.
Gunakan skala
nyeri (0-10) 0
(tidak ada
nyeri) 10
(nyeri yang
paling hebat).
gelisah, respon
otonomik.
5. Kolaborasi
terapi dengan
pemberian
analgesik
sesuai
program.
Anjurkan Mengurangi
kepada pasien kecemasan.
untuk
mengungkapk
an
perasaannya
kepada orang
terdekat.
Nurarif, A., & Kusumai, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan bedasarkan diagnosa medis
dan nanda nic-noc. Jogjakarta: MediAction.
Willey, B. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC