Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Umat Islam adalah bersaudara dan digambarkan sebagai satu


bangunan yang saling sokong-menyokong. Penzahiran persaudaraan itu
bukan semata-mata dalam bentuk pertolongan dari segi tenaga atau
bantuan lain, malah Islam mengajar umatnya supaya tolong-menolong dan
bantu membantu dalam bentuk uang dan harta benda. Bantuan dan
pemberian uang dan harta benda ini bukan kerana mahukan sesuatu dari
manusia tetapi kerana mahukan keredaan Allah. Oleh itu selain zakat,
hibah dan sebagainya, umat Islam akan berkongsi harta kekayaannya
dengan orang lain melalui berwakaf.

Wakaf merupakan suatu instrumen ekonomi Islam yang belum


diberdayakan secara optimal di Indonesia. Sedangkan di negara lain
seperti Mesir, Saudi Arabia, Yordania, Turki, Bangladesh, Mesir,
Malaysia dn Amerika Serikat, wakaf telah dikembangkan sebagai salah
satu lembaga sosial ekonomi Islam yang dapat membantu berbagai
kegiatan umat dan mengatasi masalah umat seperti kemiskinan.

Kurangnya pembahasan wakaf disebabkan karena umat Islam


hampir melupakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari lembaga
perwakafan. Masalah management dan korupsi diperkirakan menjadi
penyebab utama sehingga kegiatan lembaga perwakafan ini kurang
diminati atau bahkan ditingkatkan oleh umat Islam lebih kurang seabad
yang lalu. Oleh karena itu, tulisan-tulisan yang berkaitan dengan kegiatan
perwakafan sangat jarang, baru pada tahun terakhir ini muncul kembali
minat ummat Islam untuk menghidupkan kembali lembaga perwakafan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang wakaf ?

1
2. Apa yang dimaksud dengan wakaf ?
3. Apa yang menjadi landasan hukum wakaf ?
4. Bagaimana wakaf dalam perspektif ekonomi ?
5. Apa saja instrumen wakaf dalam investasi ?
6. Bagaimana Wakaf Tunai Untuk Pemberdayaan Ekonomi Umat ?
7. Bagaimana Kelembagaan Perbankan Syari’ah Sebagai Nadzir dalam
pengembangan Investasi Wakaf
8. Apa kendala dan tantangan dalam praktik investasi wakaf ?

2
BAB III

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Wakaf


Praktik wakaf sebenarnya telah dimulai sejak zaman Rasulullah
SAW yang pengelolaannya masih sangat sederhana, yaitu sebatas
mewakafkan tanah pertanian untuk dikelola dan diambil hasilnya
kemudian hasil tersebut dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat.1 Dalam
Islam, terdapat perbedaan pendapat tentang awal diberlakukannya wakaf.
Semasa hidup Rasulullah SAW, praktik wakaf juga banyak dilakukan oleh
para sahabat. Misalnya saja Umar bin Khathab mewakafkan tanahnya di
Khaibar dan Usman bin Affan yang mewakafkan sumur yang beliau beli
dari seorang Yahudi. Wakaf mengalami perkembangan yang sangat pesat
pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, dimana praktik pengelolaan
wakaf produktif menunjukkan hasil yang positif masa keemasan
perkembangan wakaf terjadi pada abad ke-8 dan ke-9 Hijriah yang sudah
mencakup berbagai macam aset wakaf seperti sekolah, masjid dan lain
sebagainya. Fase perkembangan wakaf selanjutnya menurut Aziz (2010)
adalah wakaf tunai (cash waqf) yang telah menjadi perbincangan di antara
ulama. Misalnya saja al-Zuhri (124 H) sebagaimana disebutkan oleh Imam
al-Bukhari (252 H), beliau berpendapat bahwa mewakafkan dinar dan
dirham hukumnya diperbolehkan. Caranya adalah dengan menjadikan
dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha (dagang), kemudian laba
yang diperoleh disalurkan sebagai wakaf untuk kesejahteraan umat.
Walaupun wakaf uang bukan merupakan hal baru dalam perkembangan
wakaf, akan tetapi bagi umat muslim Indonesia wakaf uang masih terasa
asing. Hal ini dikarenakan umat muslim Indonesia sering mengidentikkan

1
Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari’ah, (Bandung: Alfabet, 2010), hlm 249

3
wakaf dengan suatu barang yang tidak bergerak atau aset tetap, seperti
tanah dan bangunan. Padahal, suatu barang yang bergerak (uang) pun
dapat dijadikan harta wakaf. Keberadaan wakaf tunai dapat memberikan
alternatif bagi pemanfaatan harta wakaf karena sifatnya yang fleksibel dan
memiliki potensi yang lebih besar unutk dikelola dibandingkan aset tetap
seperti tanah. Pada tanggal 11 Mei 2002, MUI mengeluarkan fatwa yang
berkaitan dengan wakaf uang. Fatwa-fatwa tersebut adalah:
1. Wakaf uang (cash waqf/waqf al-Niqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang , kelompok orang, lembaga atau badan hukum yang
berbentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakaf uang hukumnya jawas (boleh).
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang
dibolehkan secara syar’i.
5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh
dijual, dihibahkan dan atau diwariskan. Diperbolehkannya wakaf uang ini,
memperlihatkan adanya upaya untuk memaksimalkan sumber dana wakaf
untuk pemberdayaan umat. Karena semakin banyak dana wakaf yang
dapat dihimpun, berarti semakin banyak pula kebaikan yang dapat
mengalir kepada pihak yang berwakaf. Dengan diperbolehkannya wakaf
dalam bentuk uang, maka peluang untuk aset wakaf dapat digunakan
untuk berinvestasi2
B. Pengertian Wakaf
Secara bahasa wakaf bermakna berhenti atau berdiri
(waqafa/yaqafu/wafqan) dan secara istilah syara' definisi wakaf menurut
Muhammad Ibn Ismail dalam "sulubus salam"nya, adalah menahan harta
yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusak
bendanya (ain-nya) dan digunakan untuk kebaikan. Jadi benda wakaf
bersifat tidak dapat dimiliki secara pribadi atau perorangan, benda wakaf

2
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik, ( Jakarta: Rajawali,
1989)

4
merupakan milik Allah SWT yang dibahakan sebagai milik umum dengan
tujuan yang spesifik. Jadi dengan definisi ini kita kenallah wakaf yang
bersifat terus menerus atau abadi (perpetual).
Jumhur ulama termasuk pengikut mazhab syafii, hanafi, hambali
mendefinisikan wakaf dengan menahan harta yang dapat diambil
manfaatnya bukan untuk diri sendiri, dan benda yang diwakafkan tetap
ada, sedang manfaatnya digunakan untuk kebaikan atau ridha Allah SWT.
Definisi tersebut melahirkan kesimpulan dikalangan ulama, bahwa harta
Wakaf harus kekal, sehingga yang boleh diwakafkan hanyalah benda yang
tidak bergerak seperti tanah dan bangunan.
Namun ketika masa khalifah umar bin khattab pernah terjadi wakaf
tertentu yang wakafnya bersifat tidak permanen. Seorang wakif
mewakafkan dalam bentuk sebuah kebun, dimana hasilnya atau
keuntungannya pertama kali diberikan kepada keturunan wakif, dan jika
ada lebih harus diberikan kepada fakir miskin. Wakaf tersebut termasuk
wakaf keluarga. Jadi beberapa ulama terutama mazhab maliki berpendapat
bahwa wakaf dapat bersifat temporer.
Dalam literatur klasik ekonomi islam pembahasan wakaf lebih
terfokus pada barang-barang yang tidak habis berapa kalipun dipakai,
seperti tanah dan bangunan. Karena pada kedua bentuk barang itulah
terjaga karakteristik wakaf yang tidak habis dipakai. Para ulama sepakat
benda yang dapat diwakafkan tidak terbatas hanya tanah dan bangunan.
Sepanjang bendanya tidak langsung musnah ketika diambil manfaatnya,
barang tersebut dapat diwakafkan. Jadi mayoritas fuqaha sepakat pada
wakaf benda bersifat kekal atau setidaknya terus ada sepanjang usia harta
tersebut, seperti bangunan, kuda, unta dll.
Dalam peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1977 tentang wakaf
tanah milik dapat didefinisikan sebagai suatu lembaga keagamaan yang
dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan
kehidupan beragama, khususnya bagi umat islam, dalam rangka mencapai

5
kesejahteraan spiritual dan material menuju masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila.
Secara khusus, wakaf menurut undang-undang Republik Indonesia
nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, bab 1 pasal 1 ayat (1) adalah
"Perbuatan hukum wakof untuk memisahkan dan atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah"
Dalam pasal 5 UU nomor 41/2004 dijelaskan "wakaf berfungsi
mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum". Sedang
pasal 6 UU no. 41/2004 menyebutkan, "wakaf dilaksanakan dengan
memenuhi unsur wakaf sebagai berikut: a. Wakif, b. Nazir, c. Harta benda
wakaf, d. Ikrar wakif , e. Peruntukan harta benda wakaf , f. Jangka waktu
wakaf.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa benda apa saja sepanjang tidak dapat
musnah setelah diambil manfaatnya, dapat diwakafkan. Uangpun termasuk
benda yang dapat diwakafkan (wakaf tunai), sepanjang uang tersebut di
manfaatkan sesuai tujuan akad wakaf dan tidak habis atau musnah. Jadi
uang dapat saja diwakafkan dengan mekanisme membelanjakan uang
tersebut pada benda-benda yang memiliki sifat tidak musnah.
Namun dalam kasus wakaf tunai yang bersifat temporer, uang
diposisikan juga sebagai harta yang dapat diwakafkan. Dan harta yang
diwakafkan bukanlah perpindahan kepemilikan fisik atau materi harta tapi
hanya sekedar mewakafkan manfaat kegunaan uang tersebut yang secara
fisisk atau materi kepemilikannya tidak berubah.
Sedangkan kata nazhir berasal dari istilah bahasa arab yaitu dari
nazara yang mempunyai arti menjaga, memelihara, mengelola dan
mengawasi. Adapun nazhir adalah isim fa’il dari kata nazara yang
kemudian dapat diartikan dalam bahasa Indonesia dengan pengawas atau
penjaga. Sedangkan nadzir wakaf atau biasa disebut nazhir adalah orang

6
yang diberi tugas untuk mengelola wakaf. Pengertian ini kemudian di
Indonesia dikembangkan menjadi kelompok orang atau badan hukum yang
diserahi tugas untuk memelihara dan mengurus benda wakaf. Dalam kitab
fikih masalah nazhir ini dibahas dengan judul al- wilayat ‘ala al- waqaf
artinya penguasaan terhadap wakaf atau pengawasan terhadap wakaf.
Orang yang diserahi atau diberi kekuasaan atau diberi tugas untuk
mengawasi harta wakaf itulah yang disebut nazhir atau mutawalli.
Dengan demikian nazhir adalah orang yang berhak untuk bertindak
atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memeliharanya,
mengembangkan dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang
berhak menerima. Walaupun para mujtahidin tidak menjadikan nazhir
sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakaf
harus menunjuk nazhir wakaf (pengurus wakaf).3
C. Landasan Hukum
Didalam Al-Quran, wakaf tidak dijelaskan secara jelas dan
tegas,namun ada beberapa ayat yang digunakan oleh para ahli sebagai
landasan disyari”atkannya wakaf. Sebagai mana dalam ayat-ayat berikut
ini. “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang
sempurna),sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinnya”. (QS. Ali-Imran[3]:92) “Perumpamaan orang-orang
yang menafkahkan hartanya dijalan Allah,adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh butir,pada tiap-tiap butir menumbuhkan
seratus biji. Allah melipatgandakan(ganjaran) bagi siapa saja Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui”.
(QS.Al-Baqarah[2]:261) “Hai orang-orang yang
beriman,nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk,lalu kamu
menafkahkan dari padanya....”.

3
Ibid., Abdul Aziz, hlm 252-256

7
(QS.Al -Baqarah[2]:267) “Wahai orang-orang yang beriman,
rukuk dan sujudlah kamu dan sembahlah Tuhanmu serta berbuatlah
kebaikan supaya kamu bahagia”. (QS.Al Hajj [22]:77) “Barang siapa yang
berbuat kebaikan,laki-laki atau perempuan dan ia beriman,niscaya akan
Aku beri pahala yang lebih bagus dari apa yang mereka amalkan”.
(QS.an-Nahl[16]:97) Beberapa hadist tentang shodaqah jariyah
yang didalamnya memuat ajaran wakaf: Dari Abu Hurairah ra,.
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anak Adam (manusia)
meninggal dunia, maka putuslah amalnya,kecuali tiga perkara : shadaqah
jariah,ilmu bermanfaat,dan anak saleh yang mendoakan orangtuannya”.
(HR.Muslim) Dari ‘Ustman,bahwa Nabi SAW. Pernah datang ke
Madinah,sedangkan di Madinah ketika itu tidak ada air tawar kecuali
sumur rumah,lalu ia bersabda,”Siapakah yang mau membeli sumur rumah
lalu ia memasukkan timbangannya kedalam sumur itu bersama timba-
timba kaum Muslim lainnya yang dia akan mendapatkan sesuatu yang
lebih baik dari tulang punggung hartaku.
(HR.Nasai dan Turmudzi) “Dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah
SAW bersabda, “Barang siapa menahan kuda untuk sabilillah dengan iman
dan ihtisab(mengharap pahala),maka tubuh kuda,tahinya dan kencingnya
menjadi timbangan kebaikkannya.”. (HR.Ahmad dan Bukhari) Ditinjau
dari kekuatan hukum yang dimiliki, wakaf merupakan ibadah yang bersifat
sunnah (anjuran). Karena sedikit sekali hukum-hukum wakaf yang
ditetapkan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, maka ajaran wakaf terletak
pada wilayah yang bersifat ijtihaddi bukan ta’abuddi ,khususnya pada
aspek pengelolaan wakaf dan lainnya (Nadjib et al., 2008). Oleh karena
itu, penafsiran wakaf bersifat terbuka dan dinamis dan memiliki potensi
untuk dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.4

4
Nindy Putri, dkk,. Makalah Wakaf Sebagai Instrumen Investasi Publik, diakses dari
https://www.academia.edu pada tanggal 9 Mei 2019

8
D. Wakaf Dalam Perspektif Ekonomi
Hakim menjelaskan bahwa saat ini muncul pemikiran mengenai
menggerakkan roda perekonomian melalui penambahan pendapatan dari
luar sistem negara dengan melalui pengembangan zakat secara produktif.
Harta wakaf yang dikelola secara produktif akan menghasilkan peluang
bagi terbukanya sektor strategis yang menguntungkan seperti membuka
lapangan pekerjaan baru dan pengelolaan pelayanan publik yang
meringankan beban ekonomi masyarakat.
Dengan melakukan wakaf,berati seseorang telah memindahkan
harta dari upaya konsumsi menjadi reproduksi dan investasi dalam bentuk
modal produktif yang dapat menghasilkan sesuatu yang bisa dikonsumsi
pada masa yang akan datang,baik oleh pribadi maupun kelompok. Karena
itu, wakaf merupakan kegiatan yang mengandung unsur investasi masa
depan dan mengembangkan harta produktif untuk generasi yang akan
datang. Harta wakaf juga bisa mengasilkan suatu barang atau pelayanan
lainnya yang dapat dijual kepada para pemakai dan hasilnya dapat
disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf.
Aziz (2010) menjelaskan bahwa, menurut Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen
Agama RI, bahwa diperlukan dana pemeliharaan diatas biaya-biaya yang
telah dikeluarkan untuk menjamin kelanggengan harta wakaf agar dapat
terus memberikan pelayanan prima sesuai dengan tujuannya. Hal ini
berlaku pada proyek penyedia jasa maupun pada proyek penghasilan
pendapatan, sehingga dengan demikian pada proyek penyedia jasa
(service) pun diperlukan persyaratan menghasilkan pendapatan untuk
menutup biaya pemeliharaan. Jadi, apabila wakaf tunai dapat
didistribusikan untuk investasi publik yang dapat secara signifikan
menekan biaya sosial yang harus ditanggung masyarakat. Sehingga wakaf
tunai memiliki kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan
kesejahteraan. Jadi wakaf tunai dapat mengimbangi investasi didunia
usaha dapat bertujuan meningkatkan kinerja ekonomi secara rill. Dengan

9
karakter yang tidak akan punah, menjadikan wakaf menjadi salah satu
solusi yang efisien untuk program pembangunan masyarakat. Kontribusi
wakaf pada program pendidikan, kesehatan, pembangunan jalan,sarana
dan prasarana sosial lainnya membuat kehidupan rakyat semakin lancar,
wakaf tidak hanya menekan biaya yang harus ditanggung rakyat tetapi
meringankan beban negara.
Investasi wakaf tunai dapat dilakukan untuk berbagai jenis
investasi,seperti:

1. Investasi jangka pendek, yaitu dalam bentuk mikro kredit. Bank-bank


telah mempunyai pengalaman dalam bentuk kerjasama dengan
pemerintah untuk menyalurkan kredit mikro, seperti skim KPKM
( Kredit Penugasan Kecil dan Mikro) dari BI.

2. Investasi jangka menengah, yaitu industri/usaha kecil. Dalam hal ini


Bank di Indonesia telah terbiasa dengan adanya beberapa skim kredit
program KKPA,KKOP,dan KUK (sesuai ketentuan BI).
3. Investasi jangka panjang, yaitu untuk industri manufaktur,industri besar
lainnya. Bank mempunyai pengalaman dalam melakukan investasi
jangka panjang seperti investasi pabrik dan perkebunan. Bank pun
mempunyai kemampuan untuk melakukan sindikasi dengan bank lain
untuk melakukan investasi besar. Dana wakaf harus diinvestasikan
dengan pertimbangan keamanan tingkat investasi dan tingkat
probabilitas usaha. Hal ini dapat dilakukan dengan kerja sama dalam
melakukan:
1. “ market survey” untuk memastikan jaminan pasar dari
output/produk investasi.
2. Analisa kelayakan investasi.
3. Pihak yang akan bekerjasama untuk mengelola investasi tersebut.
4. Monitoring terhadap proses realisasi investasi.
5. Monitoring terhadap tingkat profitabilitas investasi tersbut.

10
Kemampuan tersbut hanya ada dan dimiliki oleh lembaga
perbankan,karena memang sifat bisnis bank adalah menyalurkan dana
dalam bentuk pembiayaan,baik investasi maupun modal kerja. Karena itu
wakaf sangat dekat dengan bidang ekonomi.5
E. Wakaf Sebagai Instrumen Investasi
Saat ini umat Islam merupakan populasi terbanyak di Indonesia
dan di dunia, oleh sebab itu sudah saatnya untuk mulai melakukan usaha-
usaha yang lebih signifikan dalam mendorong kesejahteraan umat
khususnya dalam bidang ekonomi. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, instrumen wakaf merupakan sarana ibadah yang bersifat
fleksibel. Karena bersifat fleksibel, maka pemanfaatan wakaf ini tidak
hanya sebatas sebagai penunjang ibadah dan sarana-sarana sosial saja,
akan tetapi dapat berpotensi juga sebagai salah satu instrumen investasi
dunia dan akhirat. Selain barang-barang tidak bergerak seperti tanah,
potensi wakaf yang ada saat ini juga ada dalam bentuk wakaF tunai
(uang). Apabila semua potensi wakaf yang ada digabung, maka akan
tercipta suatu kekuatan besar dalam mendorog tingkat kesejahteraan umat.
Sebagai sarana investasi, wakaf sangat berguna dalam melancarkan
fungsi-fungsi financial intermediary sehingga terjadi arus penyaluran dana
yang lancar dari surplus unit kepada deficit unit dalam semua tingkat
sosial. Aliran dana ini merupakan manifestasi profit distribution dan flow
concept yang ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Hasyr ayat 7 dengan
adanya dua hal yang tabu dalam sistem ekonomi Islam, yaitu dilarangnya
konsentrasi kekayaan hanya pada segelintir anggota masyarakat dan
resistensi terhadap status idle (nganggur) bagi segenap sumber daya.
Dalam pemanfaatannya, dana wakaf dapat disalurkan untuk
proyek-proyek investasi yang menguntungkan dengan tetap menjaga
keutuhan hartanya. Untuk merealisasikan penyaluran dana wakaf sebagai
investasi, dapat dilakukan langkah-langkah strategis, seperti adanya
manajemen yang baik dan analisis yang matang terhadap risiko yang

5
Ibid., Nindy Putri

11
mungkin terjadi dan usaha-usaha lainnya. Wakaf juga memiliki
keistimewaan, dimana harta wakaf terbebas dari beban zakat dan pajak.
Menurut para ahli fikih, harta wakaf tidak dikenakan kewajiban zakat.
Qahaf (2005) menyebutkan bahwa dalam perundangundangan
kontemporer yang berkembang di Barat, semua aset wakaf dibebaskan dari
pajak.6
F. Wakaf Tunai Untuk Pemberdayaan Ekonomi Umat
Wakaf tunai sangat relevan untuk digunakan dalam model mutual
fund melalui mobilisasi dana abadi karena sifat keabadian benda wakaf.
Dana abadi yang dikelola oleh tangan-tangan profesional dan amanah akan
mampu menjawab keraguan terhadap pengelolaan dana wakaf, kecemasan
krisis investasi domestik dan capital flight. Dana wakaf yang dikelola
secara professional akan sangat tepat untuk memperbaiki iklim investasi.
Iklim investasi akan kondusif karena didasari motivasi emosional berupa
niat amal jariyah pemberi wakaf di samping pertimbangan rasional
duniawi, mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan mengurangi
kemiskinan.
Walaupun terdapat pembatasan dalam aktivitas produksi yang
dipilih (harus sesuai syariah), akan tetapi dana wakaf ini sangat potensial
untuk memberdayakan sektor riil dan memperkuat fundamental
perekonomian. Dana wakaf juga sekaligus menjadi tantangan untuk
mengubah pola dan preferensi konsumsi dengan kesadaran akan
solidaritas sosial. Akibatnya menurut Utomo (2001), konsep pareto
optimum yang tidak mengakui adanya solusi yang tidak membutuhkan
pengorbanan dari pihak minoritas (kaya) guna meningkatkan kesejahteraan
pihak yang mayoritas (kaum miskin) tidak berlaku lagi, karena dengan
wakaf semuanya dilakukan dengan suka rela tanpa pengorbanan dan tanpa
merasa dirugikan .
Salah satu bentuk penyaluran dana untuk pembiayaan produktif ke
sektor riil adalah dengan memberikan kredit mikro melalui mekanisme

6
Ibid., Nindy Putri

12
kontrak investasi kolektif. Kontrak investasi kolektif ini seperti reksadana
syariah yang dihimpun melalui sertifikat wakaf tunai untuk kemudian
disalurkan kepada masyarakat kecil dan menengah yang ingin membuka
peluang usaha. Pemberian pembiayaan ini diharapkan mampu untuk
menangani masalah kemiskinan dan keterpurukan akibat krisis yang
berkepanjangan. Porsi bagi hasil untuk fund manager setelah dikurangi
biaya operasional dapat disalurkan untuk kebutuhan konsumtif dalam
menunjang kesejahteraan kaum fuqara melalui atau tanpa wasiat
pemegang sertifikat wakaf tunai (wakif).
Wakaf benda bergerak seperti uang dan surat berharga memiliki
fleksibilitas, kemaslahatan besar yang tidak dimiliki benda lain dan tidak
ada batas dalam pendistribusiannya. Sedangkan pada wakaf tanah, pihak
yang dapat menikmati manfaat dari harta wakaf tersebut hanyalah
masyarakat yang bertempat tinggal di sekitarnya. Di sisi lain, jumlah
masyarakat miskin yang tidak hanya terkonsentrasi pada satu wilayah juga
membutuhkan sumber pendanaan baru yang sifatnya tidak terikat. Oleh
karena itu, wakat uang (cash waqf) atau harta bergerak menjadi salah satu
alternatif dari masalah ketidakmerataan pendistribusian pendapatan.
Ali berpendapat bahwa tujuan penggalakan wakaf uang di
kalangan umat Islam adalah:
1. Melengkapi perbankan Islam dengan produk wakaf uang berupa
sertifikat berdenominasi.
2. Membantu penggalangan tabungan sosial melalui sertifikat wakaf
tunai.
3. Meningkatkan investasi sosial dan mentransformasikannya menjadi
modal sosial untuk pengembangan pasar modal.
4. Menggugah kesadaran orang kaya untuk berbagi kepada sesama yang
kurang mampu.
Sasaran pendistribusian hasil harta benda wakaf adalah kaum
miskin dan kaum kurang mampu lainnya. Kaum miskin yang dimaksud
adalah mereka yang tidak punya keahlian, modal atau tanah sehingga

13
mereka tidak memiliki pekerjaan dan mereka yang mempunyai pekerjaan,
akan tetapi pendapatannya tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Apabila dalam keadaan yang sangat mendesak, pendistribusian
hasil wakaf uang dapat diarahkan untuk program penyantunan kaum
miskin. Akan tetapi dengan program tersebut, modal atau harta wakaf
uang bisa habis dalam sekali pakai. Oleh karena itu, sebisa mungkin
keuntungan dari investasi wakaf digunakan untuk program pemberdayaan
masyarakat yang kurang mampu agar modal dapat digunakan secara
berkelanjutan.7
G. Kelembagaan Perbankan Syari’ah Sebagai Nadzir dalam pengembangan
Investasi Wakaf
Perbankan syariah dapat membantu pengembangan wakaf,
khususnya wakaf tunai. Dalam hal ini bank syariah bertindak sebagai
nazhir, karena fungsi dari bank sendiri adalah sebagai lembaga
intermediasi keuangan. Bank syariah sangat sejalan dengan aturan yang
ada dalam pengelolaan wakaf yang terkait dengan mempertahankan
keutuhan harta wakaf. Biro Perbankan Syariah BI (2001) menjelaskan ada
beberapa keunggulan bank syariah yang dapat dimanfaatkan untuk
mengoptimalkan operasional wakaf tunai, diantaranya
1. Jaringan Kantor.
Relatif luasnya jaringan kantor perbankan syariah dibandingkan
lembaga keuangan syariah lainnya merupakan keunggulan tersendiri
dalam pengelolaan wakaf tunai. Hal ini diharapkan dapat membantu
dalam mengefektifkan sosialisasi keberadaan produk wakaf tunai dan
penggalangan wakaf tunai juga akan semakin optimal.
2. Kemampuan sebagai Fund Manager.
Sebagai lembaga itermediasi keuangan, perbankan syariah dengan
sendirinya wajib memiliki kemampuan untuk mengelola dana. Dalam
kaitannya dengan wakaf tunai, perbankan syariah berperan sebagai
lembaga yang mengelolanya dan semua kegiatannya harus

7
Ibid., Nindy Putri

14
dipertanggungjawabkan kepada wakif dan publik. Perbankan syariah
juga memiliki kemampuan untuk penyaluran dana yang lebih luas.
3. Pengalaman, Jaringan Informasi dan Peta Distribusi.
Dalam praktiknya, ketiga hal tersebut menjadi faktor yang akan selalu
dipertimbangkan dalam mengoptimalkan pengelolaan dana. Jaringan
informasi serta peta distribusi juga memungkinkan terbentuknyasuatu
database mengenai sektor usaha maupun debitur yang akan dibiayai
oleh dana wakaf.
4. Citra Positif.
Dengan adanya ketiga hal di atas, maka diharapkan akan timbul citra
positif pada gerakan wakaf tunai itu sendiri maupun pada perbankan
syariah. Selain itu adanya pengawasan dari Bank Indonesia akan
menimbulkan akuntabilitas yang positif dari pengelolaan wakaf
tersebut. Pemunculan cintra positif dipandang penting utnuk
menyukseskan dan mengoptimalkan keberadaan wakaf tunai serta
sebagai upaya menghindari citra yang kurang baik dari pengelolaan
dana sosial umat terdahulu.8
H. Kendala Dan Tantangan Dalam Praktik
Penerapan wakaf sebagai salah satu sarana investasi menemukan
permasalahan-permasalahan baru yang lebih kompleks lagi, terlebih sejak
dikembangnya wacana wakaf tunai. Pengelolaan dana wakaf memainkan
peranan yang sangat signifikan,untuk itu sudah menjadi suatu keharusan
bagi para pengelolanya untuk bersikap profesional. Integritas amanah dan
kepercayaan bagi pengelola dan wakaf juga menjadi perhatian serius
mengingat rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi
yang ada saat ini. Jangan sampai rendahnya tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap para pengelola lembaga-lembaga sosial mengecilkan
potensi dana umat yang ada. Selain itu terdapat masalah mengenai
pemahaman umat terhadap wakaf. Walaupun otoritas hukum Islam di
negeri ini (MUI), telah mengeluarkan fatwa tentang wafak tunai dan boleh

8
Ibid., Abdul Aziz, hlm 259-262

15
berwakaf pada waktu tertentu,tidak serta merta disambut antusias oleh
masyarakat. Umat Islam yang umumnya bermazhab syafi’i masih belum
bisa menerima mazhab tersebut mereka beranggapan keberadaan wakaf
tunai tidak memberikan suatu perubahan yang nyata bagi kesejahteraan
ekonomi umat. Mengingat sejarah wakaf di Indonesia yang banyak
mengalami kegagalan. Bagaimana tidak, harta wakaf yang seharusnya
dijaga keutuhannya oleh nazhir, justru mengalami sengketa diantara para
pengelolannya,sehingga akhirnya harta tersebut tidak lagi menjadi harta
wakaf. Jadi, konsistensi dalam hal pengelolaan dana wakaf menjadi
tantangan tersendiri. Konsep wakaf tunai diharapkan dapat bermanfaat
untuk jangka panjang . Tantangan konsep wakaf yang selama ini bersifat
sementara dan sektoral diharapkan dapat dijawab oleh konsep wakaf tunai
yang kini sedang digulirkan. Konsep wakaf yang kini berkembang, seperti
wakaf tunai, jangan hanya efektif bagi programprogram yang bersifat
jangka pendek tetapi juga harus efektif untuk program jangka panjang.
Sistem perundang-undanganan juga tidak kalah penting dalam mendorong
implementasi praktik wakaf di Indonesia. Perundang-undangan diperlukan
bukan hanya untuk menjaga keberlangsungan wakaf sebagai suatu potensi
investasi tetapi juga untuk melindunginya dari kepentingan tangan-tangan
jahat.9

9
Ibid., Nindy Putri

16
BAB III

PENUTUP

Dalam pasal 5 UU nomor 41/2004 dijelaskan "wakaf berfungsi


mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan
ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum".

Didalam Al-Quran, wakaf tidak dijelaskan secara jelas dan tegas,namun


ada beberapa ayat yang digunakan oleh para ahli sebagai landasan
disyari”atkannya wakaf. Sebagai mana dalam ayat-ayat berikut ini. “Kamu sekali-
kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna),sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinnya”. (QS. Ali-Imran[3]:92)
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah,adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir,pada tiap-tiap butir
menumbuhkan seratus biji. Allah melipatgandakan(ganjaran) bagi siapa saja Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui”.

Hakim menjelaskan bahwa saat ini muncul pemikiran mengenai


menggerakkan roda perekonomian melalui penambahan pendapatan dari luar
sistem negara dengan melalui pengembangan zakat secara produktif. Harta wakaf
yang dikelola secara produktif akan menghasilkan peluang bagi terbukanya sektor
strategis yang menguntungkan seperti membuka lapangan pekerjaan baru dan
pengelolaan pelayanan publik yang meringankan beban ekonomi masyarakat.

17
Instrumen wakaf merupakan sarana ibadah yang bersifat fleksibel. Karena
bersifat fleksibel, maka pemanfaatan wakaf ini tidak hanya sebatas sebagai
penunjang ibadah dan sarana-sarana sosial saja, akan tetapi dapat berpotensi juga
sebagai salah satu instrumen investasi dunia dan akhirat. Selain barang-barang
tidak bergerak seperti tanah, potensi wakaf yang ada saat ini juga ada dalam
bentuk wakaF tunai (uang). Apabila semua potensi wakaf yang ada digabung,
maka akan tercipta suatu kekuatan besar dalam mendorog tingkat kesejahteraan
umat.

Wakaf tunai sangat relevan untuk digunakan dalam model mutual fund
melalui mobilisasi dana abadi karena sifat keabadian benda wakaf. Dana abadi
yang dikelola oleh tangan-tangan profesional dan amanah akan mampu menjawab
keraguan terhadap pengelolaan dana wakaf, kecemasan krisis investasi domestik
dan capital flight. Dana wakaf yang dikelola secara professional akan sangat tepat
untuk memperbaiki iklim investasi. Iklim investasi akan kondusif karena didasari
motivasi emosional berupa niat amal jariyah pemberi wakaf di samping
pertimbangan rasional duniawi, mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan
mengurangi kemiskinan.
Tantangan konsep wakaf yang selama ini bersifat sementara dan sektoral
diharapkan dapat dijawab oleh konsep wakaf tunai yang kini sedang digulirkan.
Konsep wakaf yang kini berkembang, seperti wakaf tunai, jangan hanya efektif
bagi programprogram yang bersifat jangka pendek tetapi juga harus efektif untuk
program jangka panjang. Sistem perundang-undanganan juga tidak kalah penting
dalam mendorong implementasi praktik wakaf di Indonesia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul, Manajemen Investasi Syari’ah, Bandung: Alfabet, 2010

Al-Alabij, Adijani, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik, Jakarta:
Rajawali, 1989

Putri, Nindy, dkk,. Makalah Wakaf Sebagai Instrumen Investasi Publik, diakses dari
https://www.academia.edu

19

Anda mungkin juga menyukai