Kualitatif
Sebuah Tinjauan Teori dan Praktik
Helaluddin
Hengki Wijaya
Penulis,
DAFTAR GAMBAR
KATA PENGANTAR
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
A. Selayang Pandang tentang Penelitian 1
B. Perbedaan Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif 3
C. Perkembangan Metode Kualitatif 5
1
turut disematkan dalam smartphone antara lain, kamera, perekam
video, aplikasi permainan (game), aplikasi musik (audio dan video),
media sosial, dan lain-lain. Semua kemudahan tersebut diperoleh oleh
peneliti dan produsen melalui penelitian.
Kemajuan yang tak kalah pesat juga dapat kita perhatikan pada
bidang elektronika. Dahulu manusia memiliki hiburan dengan teknologi
radio dan televisi tabung. Sekarang ini perkembangannya sudah cukup
mengagumkan. Televisi yang kita miliki di rumah saat ini, mayoritas
telah mengadopsi teknologi LCD (Liquid Crystal Display) atau televisi
plasma. Teknologi ini memungkinkan televisi memiliki ukuran layar
yang jauh lebih luas bila dibandingkan dengan televisi tabung. Dalam
hal kemampuan, televisi dengan monitor/layar LCD dan plasma lebih
maju dan terus berkembang. Pada awal kemuculan LCD dan plasma
masih mengadopsi layar standar yang memiliki kelemahan seperti
blur dan tidak kontrasnya layar. Namun saat ini, LCD dan plasma
telah mengadopsi berbagai teknologi dan High Definition (HD) hingga
teknologi Full HD. Teknologi-teknologi yang dibenamkan dalam televisi
LCD dan plasma tersebut ditemukan melalui proses penelitian yang
diinisiasi oleh pabrik-pabrik raksasa dunia, seperti Panasonic, Toshiba,
Sharp, LG, Samsung, dan lain-lain.
Hal sederhana lain yang dihasilkan melalui penelitian adalah
penemuan dan inovasi pada bidang Home Aplliences. Peralatan rumah
tangga tyang dimaksud dapat dilihat pada produk kulkas (refrigerator)
dan pendingin ruangan (Air Conditioner). Pada awal kemunculannya,
produk rumah tangga seperti kulkas hadir dengan tujuan untuk
pembuat es dan pendingin makanan. Namun seiring perkembangan
zaman, kulkas terus dikembangkan dengan inovasi-inovasi terbaru.
Panasonic misalnya, sebagai merk lama dalam industri elektronika
dan home aplliences terus berinovasi agar produknya tetap diterima
pasar. Teknologi inverter sebagai teknologi penghemat daya terus
dikembangkan oleh beberapa industri dalam menunjang performa
produknya. Hal lain yang cukup sederhana namun menarik juga
terdapat pada produk lemari es atau kulkas pada brand Panasonic
beberapa tahun lalu. Lemari es sebagai produk yang lekat dan dekat
dengan kaum ibu, didesain dengan sistem yang tidak biasa. Bagian
refrigerator yang biasanya terdapat pada bagian atas pada kulkas biasa,
kini didesain pada bagian bawah. Hal ini didasarkan pada riset mereka
yang menyatakan bahwa justru pada bagian pembuat es jarang dibuka
oleh para ibu. Yang sering diperlukan dalam kegiatan memasak maupun
kegiatan sehari-hari justru pada bagian pendingin makanan. Hal inilah
yang mendasari sebuah produk lemari diubah desainnya berdasarkan
hasil penelitian dan pengembangan. Di samping itu, ada beberapa
2
produk lemari es yang terkategori Luxury Class atau kelas yang ekslusif,
disediakan sebuah kompartemen atau wadah khusus penyimpanan
make up dan obat-obatan yang didukung oleh teknologi pengatur suhu
yang sesuaikan pada barang tersebut.
Dalam pendidikan, penelitian juga dianggap mampu memberikan
solusi dan jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi.
Kompleksnya masalah pendidikan perlu segera dicarikan solusi,
salah satunya dengan menggunakan penelitian. Masalah perangkat
pembelajaran seperti kurikulum, metode pembelajaran, pendekatan
pembelajaran, dan berbagai jenis bahan ajar dapat dikembangkan
melalui penelitian.
3
No Aspek Desain Kuantitatif Desain Kualitatif
1. Asumsi - Realitas merupakan - Realitas
suatu hal yang objektif merupakan
- Variabel realitas dapat bentukan sosial
diidentifikasi dan - Variabel realitas
diukur sulit diukur,
- Peneliti terlepas dari kompleks,
objek pengamatan dan saling
berhubungan
- Peneliti
berhubungan
langsung dengan
objek atau
partisipan yang
diamati
2. Tujuan - Generalisasi hasil - Menjelaskan
- Bersifat prediktif konteks suatu
- Penjelasan berkaitan fenomena
dengan sebab akibat - Bersifat
interpretatif atau
pemaknaan
- Memahami
perspektif
partisipan
3. Proses - Dimulai dengan teori - Diakhiri dengan
dan hipotesis hipotesis
- Manipulasi dan
pengendalian variabel - Mengikuti data
- Menggunakan dan hasil temuan
instrumen pengukuran - Peneliti sebagai
normal instrumen
- Deduktif utama
- Analisis terhadap - Induktif
komponen temuan - Mencari pola
- Mencari konsensus dan keterkaitan
atau generalisasi dalam data
- Mereduksi data ke - Mengungkap
dalam angka-angka kompleksitas
sebuah
fenomena
- Data numerik
atau statistik
hanya sebagai
pelengkap saja
4
4. Peran - Lepas dan imparsial - Keterlibatan
personal
5. Peneliti - Pengungkapan objektif - Pemahaman
empatik
5
memecahkan suatu masalah. Dalam bidang pendidikan dan pembela-
jaran misalnya, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk membukti-
kan, menemukan, dan mengembangkan model, strategi, metode, dan
perangkat pembelajaran.
Ada hal-hal yang dikategorikan sebagai ciri-ciri atau karakteris-
tik dalam penelitian, baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Be-
berapa ciri tersebut adalah:
(1) Objektif. Penelitian harus objektif dalam artian tidak memi-
liki tendensi kecenderungan untuk memihak salah satu atau
bagian tertentu. Objektivitas terkait juga dengan prosedur
pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang dapat men-
gontrol sehingga bersifat objektif.
(2) Akurat. Dalam ciri ini, sebuah penelitian harus memenuhi
kriteria valid dan reliabel dalam pengukuran, desain pene-
litian, pengambilan sampel dan signifikansi statistik dalam
teknik-teknik penyampaiannya.
(3) Penjelasan yang singkat dan padat. Hasil penelitian harus di-
publikasikan dengan kemasan yang sederhana tetapi berisi.
Artinya, pembahasan hasil penelitian harus disajikan dengan
bahasa yang ilmiah dan tidak menggunakan bahasa yang
berbau puitis, konotasi, berlebihan, dan lainnya. Banyaknya
temuan dari lapangan pada pembahasan harus dikemas den-
gan bentuk singkat dan tidak berbelit-belit.
(4) Logis. Sebuah penelitian harus dapat diterima oleh akal dan
logika oleh siapapun yang membacanya. Artinya, sebuah pe-
nelitian yang logis harus melewati serangkaian langkah da-
lam sebuah penalaran.
(5) Empiris. Salah satu karakteristik dalam sebuah penelitian
adalah empiris, yaitu penelitian yang dilakukan merupakan
hal-hal yang dapat diindrawi oleh semua manusia. Artinya,
penelitian tersebut dapat dilihat, dirasa, dialami, atau diden-
gar yang disampaikan oleh peneliti secara riil dan nyata tanpa
disertai dengan interpretasi peneliti.
(6) Verifikasi. Pada karakteristik ini, sebuah penelitian harus
dapat dikonfirmasi atau direvisi melalui penelitian tersebut.
Artinya, hasil suatu penelitian bukanlah sesuatu yang kekal
selamanya.
Pada awal kemunculannya, penelitian kuantitatif yang berasal
dari filsafat positivisme lebih jauh berkembang bila dibandingkan den-
gan penelitian kualitatif. Dengan situasi ini banyak yang beranggapan
bahwa penelitian kuantitatif muncul lebih dulu daripada penelitian
kualitatif. Padahal kenyataanya, kedua jenis penelitian ini muncul se-
6
cara bersamaan. Namun sekitar dua puluhan tahun-an belakangan ini,
penelitian kualitatif menunjukkan perkembangan yang luar biasa dalam
dunia penelitian. Metode yang bersumber pada filsafat postpositivisme
atau interpretivisme ini mulai dilirik dari berbagai disiplin ilmu, mulai
dari sosiologi, psikologi, studi budaya hingga bidang humaniora seperti
bahasa, seni, dan sastra.
Penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif memang meiliki
perbedaan yang mendasar. Penelitian kuantitatif lebih disamakan den-
gan metode tradisional, positivistik, saintifik, dan konfirmasi sedangkan
kualitatif lebih dicondongkan dengan istilah metode baru, postpositiv-
istik, artistik, temuan, dan interpretif. Adapun kunci perbedaan pada
kedua metode tersebut adalah fleksibiltasnya. Menurut Hashemnezhad
(2015) penelitian kualitatif bersifat lebih fleksibel karena dalam studi ini
membiarkan atau mempersilakan sikap spontanitas yang luar biasa dan
adaptasi interaksi antara peneliti dan partisipan. Fleksibilitas ini dapat
dilihat dari penggunaan pertanyaan terbuka yang mendorong partisi-
pan merespons dengan bebas sesuai dengan bahasa mereka. Artinya,
respons yang diperoleh tidak hanya sebatas jawaban “ya” atau “tidak”.
Di sisi lain, hubungan yang terjalin antara peneliti dan partisipan tidak
bersifat formal tetapi cenderung santai dan akrab.
Perkembangan pesat penggunaan metode kualitatif tidak dapat
dilepaskan dari animo masyarakat yang menggunakannya. Hal ini di-
dasarkan pada keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam menjawab
segala kompleksitas permasalahan yang ada. Sebagai contoh, fenomena
sikap individualis, pluralisasi, kecenderungan masyarakat, dan sikap
yang terpengaruh konteks, dan lain-lainnya secara ilmiah memang ti-
dak dapat dijelaskan secara tepat. Dengan penelitian kualitatif, dihara-
pkan berbagai fenomena tersebut dapat dibuktikan secara alamiah den-
gan menggunakan metodenya. Singkatnya, berbagai fenomena tersebut
tidak dapat dijelaskan dengan alur logika secara linear, terstandar, dan
variabel tunggal yang ada pada metode kuantitatif.
Hadirnya metode penelitian gabungan (Mixed Methods) mer-
upakan bentuk sikap terbuka bagi para peneliti kuantitatif terhadap
munculnya metode penelitian kualitatif. Artinya, para peneliti kuanti-
tatif kini telah melirik keberadaan metode kualitatif untuk digunakan.
Pada kenyataannya, kehadiran metode gabungan ini masih menjadi
kontroversi dari berbagai ahli. Namun yang perlu digarisbawahi bahwa
pada hakikatnya keberadaannya saling melengkapi. Contoh perpaduan
kedua analisis data tersebut digunakan pada penelitian dan pengemban-
gan (Research and Development). Pada fase analisis kebutuhan, peneliti
menggunakan metode kualitatif sedangkan pada fase uji coba produk
digunakan metode kuantitatif.
7
Tren positif penggunaan metode kualitatif dan Mix Methods
juga dikemukakan oleh Chareen L. Snelson (2016) dalam publikasin-
ya di Amerika Serikat. Ia melakukan penelitian terhadap penggunaan
metode kualitatif dan Mix methods pada media sosial pada kurun wak-
tu 2007—2013. Dari 229 artikel penelitian kualitatif, ada 55 penelitian
yang merupakan penelitian gabungan atau Mix Methods. Artikel-artikel
tersebut dianalisis dan diulas dengan menggunakan pendekatan analisis
konten (content analysis approach).
Selama ini banyak anggapan salah yang berkembang tentang pe-
nelitian. Bahkan yang lebih tragis, anggapan itu justru terbentuk dan
terbangun dari lingkungan akademik. Masih ada beberapa oknum pen-
didik yang menganggap penelitian kuantitatif lebih tinggi tingkatannya
dibandingkan penelitian kaulitatif. Pada ujungnya, mahasiswa banyak
diarahkan oleh pembimbingnya ke penelitian kuantitatif. Di samping
anggapan tentang strata atau kasta tersebut, banyak dosen pembimbing
yang cenderung tidak mempercayai mahasiswa untuk menggunakan
metode kualitatif. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa pemahaman
teori yang dipahami oleh mahasiswa dalam melaksanakan penelitiann-
ya belum dianggap mumpuni. Kondisi seperti inilah yang harus segera
diredefinisi oleh para pendidik. Karena pada hakikatnya, penelitian
kuantitatif dan kualitatif memiliki kelebihan dan kekurangannya mas-
ing-masing. Poin kelebihan dan kekurangan tersebut harusnya dimun-
culkan sebagai dua metode penelitian yang saling melengkapi.
Pada kasus lain, misalnya, sangat sering perguruan tinggi
mengkritisi berbagai riset dan penelitian yang didasarkan pada pene-
litian kualitatif. Mereka menyatakan bahwa penelitian kualitatif tidak
dapat digolongkan dalam ranah scientific dan cenderung menyebutnya
sebagai non-scientific dan tidak sahih. Bahkan yang lebih menyedihkan,
banyak anggapan yang menyebut metodologi penelitian kualitatif dan
strategi analisisnya tidak layak diberlakukan dalam high-tech society
(Semiawan: 2008). Kondisi timpang inilah yang menjadi pemicu ban-
gkitnya paradigma kualitatif dalam berbagai penelitian dan riset saat
ini.
Paradigma kualitatif muncul dilatarbelakangi oleh pemikiran para
peneliti yang tidak puas dengan hasil penelitian kuantitatif. Penelitian
jenis ini dianggap tidak mampu menjawab semua permasalahan yang
ada. Semula, penelitian kuantitatif dianggap sebagai metode penelitian
yang baik karena memiliki alat-alat atau instrumen yang baik dan data
yang diperoleh dianalisis secara statistik. Namun pada kenyataannya,
data berupa angka-angka dan pengolahan secara matematis tidak
mampu menjawab pertanyaan dan permasalahan secara meyakinkan.
Hal lain yang melatarbelakangi munculnya penelitian kualitatif
8
adalah fenomena mendominasinya metode kuantitatif dalam
dunia penelitian, khususnya ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya.
Menurut Putra dan Dwilestari (2016) bahwa penelitian kuantitatif
telah lama disadari tidak memadai lagi untuk menjelaskan tentang
manusia dan kebudayaan. Kesadaran tersebut justru lahir dari para
pengikut kuantitatif yang akhirnya bermuara pada munculnya filsafat
postpositivisme yang melahirkan metode penelitian kualitatif. Dengan
demikian, kualitatif menjadi metode penelitian yang memfokuskan diri
pada manusia dan interaksinya dalam konteks sosial.
Hingga saat ini, masih banyak yang melabeli penelitian kualita-
tif dengan stigma negatif. Hal ini disebabkan oleh banyaknya peneliti
kualitatif yang masih menggunakan cara memperoleh data dengan pola
yang sederhana. Sebagai contoh, ada beberapa peneliti kualitatif yang
menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi yang
sederhana. Hal ini dilakukan dengan alasan singkatnya waktu, tenaga,
dan biaya penelitian yang dimiliki. Hal lain ikut memperburuk adalah
proses analisis data yang sekenanya. Dalam penelitian kualitatif, per-
olehan data yang terbaik dilakukan secara simultan atau berkali-kali
hingga mencapai titik jenuh. Dengan situasi seperti ini, banyak orang
menuding bahwa penelitian kualitatif tidak dapat dikatakan ilmiah (wa-
lau pada dasarnya penelitian bersifat alamiah). Simpulannya, diperlu-
kan upaya dan usaha sungguh-sungguh dalam melaksanakan penelitian
kualitatif agar hasil yang ditemukan akan menjadi jawaban dari segala
permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat.
9
BAB II
DEFINISI, KARAKTERISTIK, & CIRI-CIRI
PENELITIAN KUALITATIF
10
sistem dan pendekatan subjektif untuk menjelaskan dan menyoroti pen-
galaman hidup sehari-hari. Menurutnya, setelah proses tadi maka dilan-
jutkan dengan tahapan memberi makna pada data yang ditemukannya.
Dengan pendekatan kualitatif ini, peneliti dapat mengeksplorasi secara
mendalam sikap-sikap manusia, perbedaan perspektif, dan pengalaman
hidup untuk menemukan kompleksitas dalam situasi melalui kerangka
secara menyeluruh (holistik).
Selanjutnya, Djamal (2017) menyatakan bahwa kualitatif adalah
sebuah penelitian yang menekankan sebuah proses dalam memperoleh
data melalui kontak yang intensif dan membutuhkan waktu lama da-
lam berinteraksi di lapangan. Dengan demikian, peneliti dalam studi
kualitatif ini harus mengikuti prosedur, metode, dan teknik yang benar
dalam mengumpulkan data, menganalisis data, dan menginterpreta-
sikannya.
Merangkum dari beberapa definisi tentang studi kualitatif terse-
but, dapat disimpulkan ada beberapa unsur-unsur pokok di dalamnya,
yaitu:
1) Penelitian ini memfokuskan pada keaslian dan kealamiah-
an data sehingga tidak ada istilah perlakuan ataupun peng-
kondisian tertentu pada subjek/objek penelitian
2) Instrumen kunci dalam studi kualitatif adalah si peneliti itu
sendiri
3) Melakukan interaksi yang intensif di lapangan
4) Data penelitiannya berupa kata-kata, gambar, maupun video,
dan tidak berkaitan dengan kuantitas yang berupa angka-an-
gka yang dominan
5) Menggunakan pendekatan induktif, dan
6) Hasil penelitiannya lebih menitikberatkan pada makna atau
value.
Dari berbagai definisi di atas, secara umum dapat disimpulkan
bahwa tujuan penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan sebuah
fenomena tertentu. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Nassaji (2015) yang
menyebut bahwa penelitian kualitatif atau penelitian deskriptif bertu-
juan untuk menggambarkan sebuah fenomena dengan berbagai karak-
ter yang melingkupinya. Lebih lanjut, Nassaji juga menyebut bahwa pe-
nelitian ini lebih mementingkan apa daripada bagaimana dan mengapa
sesuatu itu terjadi. Tujaun penelitian kualitatif juga dikemukakan oleh
Sani, Manurung, Suswanto, dan Sudiran (2017) yang menyebut metode
kualitatif bertujuan mengungkap fenomena yang ada serta memahami
makna di balik fenomena tersebut.
Ada beberapa ciri-ciri atau karakterisktik yang dimiliki oleh
penelitian kualitatif. Menurut Litchman dikutip Putra dan Dwilestari
11
(2016) ada sepuluh ciri-ciri penelitian kualitatif, (1) yaitu description,
understanding, and interpretation, (2) dynamic, (3) no single way of do-
ing something, (4) inductive thinking, (5) holistic, (6) variety of data in
natural setting, (7) role of the researcher. (8) in-depth study, (9) words,
themes, and writing, dan (10) nonliniear. Di sisi lain, Bogdan & Biklen
dikutip Putra dan Dwilestari (2016) menyebut karakteristik penelitian
kualitatif adalah naturalistic, descriptive data, concern with process, in-
ductive, dan meaning.
Secara umum, ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam
melakukan penelitian kualitatif. Dalam beberapa referensi, mungkin
terdapat sedikit perbedaan tahapan namun pada dasarnya memliki
prosedur yang sama. Menurut Newman (2014) ada beberapa tahapan
dalam melakukan penelitian kualitatif, yaitu: (1) menyeleksi topik, (2)
menyempitkan fokus pertanyaan artinya tahapan ini merupakan lang-
kah krusial yang harus dilakukan agar topik yang masih luas dapat dis-
empitkan dan lebih terfokus, (3) mendesain penelitian, (4) mengum-
pulkan data, (5) menganalisis data, (6) menginterpretasi data, dan (7)
publikasi atau memberikan laporan penelitian kepada orang lain.
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa, penelitian kualita-
tif didasarkan pada cara kerja induktif. Cara kerja ini digunakan tidak
hanya untuk mencaritemukan dan merumuskan masalah tetapi juga
digunakan dalam pengumpulan data, dan keseluruhan tahapan pene-
litian. Secara sederhana tahapan penelitian kualitatif digambarkan sep-
erti berikut.
Penjajakan
Penelitian Lapangan
12
Hasil Sementara
Pemantapan Hipotesis
Teori
13
Peneliti mengemukakan berbagai generalisasi atau teori dari
literatur dan pengalaman pribadinya
1) Alamiah (naturalistik)
Pada kasus penelitian di TK/PAUD, peneliti datang ke
sebuah PAUD dan mengamati apa yang terjadi di tempat tersebut
dengan apa adanya. Peneliti tidak berusaha untuk mempengaruhi
situasi atau keadaan di PAUD tersebut. Anak-anak dan para guru
dibiarkan bersikap secara wajar seperti sebelum kehadiran si
peneliti. Inilah konteks yang disebut alamiah. Pada penelitian
kuantitatif dikenal istilah pengkondisian atau perlakuan namun
dalam penelitian kualitatif hal ini tidak diperkenankan. Pada
metode kualitatif peneliti dilarang untuk memberikan perlakuan,
pengkondisian dan kontrol. Peneliti harus membiarkan proses
14
belajar berlangsung apa adanya dan sewajarnya. Kondisi itulah
yang disebut sebagai kondisi alamiah.
2) Deskriptif
Oleh karena yang diteliti adalah apa yang dilakukan dan
dikatakan oleh para pelaku, proses yang sedang berlangsung dan
berbagai aktivitas lain dalam konteks alamiah, maka peneliti
harus mendeskripsikan atau menggambarkan segala sesuatu
yang ditemuinya secara lengkap, rinci, dan mendalam. Untuk
itulah, peneliti wajib membuat catatan lapangan dan catatan
wawancara yang rinci, lengkap, dan apa adanya. Maksud dari
apa adanya bermakna bahwa tidak ada penilaian dari si peneliti
(peneliti tidak turut campur dalam menafsirkannya). Peneliti
mendeskripsikan atau menggambarkan hasil wawancara, bukan
menjelaskan atau eksplanasi dan bukan juga membuat evaluasi
atau penilaian.
Dalam buku ini, hal yang diteliti adalah segala aktivitas yang
berlangsung di PAUD seperti proses-proses belajar dan aktivitas
lain yang sedang berlangsung. Dengan demikian, deskripsi yang
dibuat oleh peneliti adalah tentang berbagai aktivitas itu sesuai
dengan masalah dan fokus penelitian. Agar deskripsi yang dibuat
lengkap dan rinci, perlu adanya alat bantu seperti kamera, tape
perekam audio, dan handycam (video recorder).
3) Verbal
Karena semua hasil pekerjaan lapangan dituangkan secara
deskriptif dalam catatan kualitatif, maka sebagian besar data
berbentuk bahasa verbal yang terdiri dari kata, frasa, kalimat,
paragraf, dan wacana. Hal ini tentu berbeda dengan penelitian
kuantitatif yang didominasi oleh angka-angka yang diolah
menggunakan statistik. Selain data verbal, dalam penelitian
kualitatif juga dikenal data berupa gambar, foto-foto, denah, dan
simbol-simbol.
Jika dibandingkan dengan penelitian kuantitatif tentu
akan jauh berbeda. Ada banyak cara yang dapat dilakukan dalam
menganalisis data yang bersifat verbal ini salah satunya dengan
wawancara yang mendalam. Dengan wawancara ini maka peneliti
akan dapat menggali berbagai informasi yang lebih mendalam
dari para informan.
15
deskripsi. Ini baru permulaan saja dalam penelitian jenis ini.
Penelitian harus dilanjutkan dengan mencari makna dan
pemahaman mendalam dari realitas yang dideskripasikan itu.
Sebagai contoh, peneliti mendeskripsikan bagaimana sikap
seorang guru PAUD menangani seorang siswa yang tidak dapat
duduk dengan tenang selama pembelajaran berlangsung. Ia
selalu aktif dan mengganggu teman-teman yang lain. Sang guru
sengaja membiarkan dan selanjutnya anak tersebut dipanggil dan
dipangku serta dipeluknya.
Peneliti harus membuat deskripsi yang lengkap dan rinci
tentang kejadian itu. Namun, pekerjaan belum selesai. Peneliti
harus tahu mengapa guru melakukan? Apa makna tindakan
guru itu? Adakah efek atau fungsinya tindakan guru yang tidak
menegur atau memarahi anak-anak yang cenderung mengganggu
teman-temannya itu? Hal-hal di balik fenomena itulah yang
dikaji secara mendalam oleh peneliti.
Tujuan utama penelitian kualitatif adalah mencaritemukan
makna yang mendalam di balik tindakan, ucapan, dan realitas
yang kasat mata. Tindakan kasat mata yang dilihat peneliti
adalah “guru memeluk dan memangku salah satu siswa yang
terus bergerak dan mengganggu teman-temannya selama proses
pembelajaran berlangsung”. Peneliti harus mencaritemukan
makna yang tersirat di balik semua tindakan itu.
5) Emik
Makna sebagaimana yang dihayati, dirasakan, diungkapkan
oleh si pelaku disebut emik. Inilah yang membedakan penelitian
kualitatif dari penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif
mengedepankan etik yaitu sudut pandang atau perspektif
peneliti. Peneliti yang menentukan, mengidentifikasi, membatasi,
dan merumuskan masalah penelitian. Ia pula yang memilih teori
dan merumuskan hipotesis, serta membuat instrumen. Akhirnya
peneliti membuat kesimpulan atas dasar etiknya itu. Hal ini tentu
berbeda jauh dari penelitian kualitatif. Dalam metode kualitatif,
peneliti dari awal harus memperhatikan emik, sudut pandang
atau perspektif si pelaku yang menjadi subjek penelitian.
Peneliti tidak menentukan masalah dari perspektif sendiri
tetapi ia datang langsung ke PAUD untuk melakukan pengamatan
dan wawancara kepada guru, murid orang tua murid, dan pihak-
pihak terkait. Setelah itu, ia menentukan masalah dan fokus
penelitian. Selama penelitian, Ia juga menggali emik dengan
berbagai cara lalu dirumuskan dan dicari maknanya.
16
6) Empati
Empati adalah kemampuan yang ketajaman dan
sensitivitasnya harus dilatih. Karena itu, si peneliti perlu hadir di
PAUD untuk memperhatikan, mengamati dengan cermat bebagai
tindakan anak-anak dan para guru, berkunjung ke rumah anak-
anak, berbincang dengan anak-anak dan orang tuanya sehingga
ia sungguh memahami dan dapat menghayati apa yang dirasakan
anak-anak dan para guru. Dari empati inilah, peneliti akan
memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam tentang
perasaan yang dirasakan oleh para subjek penelitian.
Dalam konteks penelitian ini, peneliti perlu ikut mengajar
di PAUD tersebut agar merasakan bagaimana rasanya menjadi
guru, baik susah dan senangnya dalam proses pembelajaran.
Peneliti juga perlu ikut memeriksa pekerjaan dan hasil kerja
anak-anak supaya sungguh-sungguh dapat memahami secara
mendalam dunia anak-anak tersebut.
7) Induktif
Keharusan untuk menggali emik membawa konsekuensi
penelitian kualitatif lebih mengutamakan cara kerja atau
penalaran induktif. Artinya, masalah, dan fokus penelitian, data
dan kesimpulan sepenuhnya didasarkan pada data yang diperoleh
dari lapangan. Di sini berlaku prinsip, ilmu beranjak dari fakta
berakhir dengan fakta.
Cara kerja induktif ini berkebalikan dengan cara kerja
deduktif yang digunakan dalam penelitian kuantitatif. Pada
metode kuantitatif biasanya masalah dan hipotesis penelitian
diturunkan secara deduktif dari teori. Namun dalam penelitian
kualitatif, kondisinya berbeda 180 derajat. Beranjak dari fakta-
fakta lapangan dan data yang bersifat khusus/terpisah maka akan
ditarik kesimpulan. Dalam penelitian kualitatif jenis grounded
theory dapat saja kesimpulannya bersifat umum dalam bentuk
teori. Namun, dalam beberapa kasus kesimpulannya dapat tetap
bersifat khusus yang hanya berlaku pada latar penelitian yang
ditelitinya.
17
hanya cocok untuk memperoleh data permukaan.
18
berbagai latar penelitian.
Dalam konteks PAUD, penelitian sejatinya dapat
mendeskripsikan secara rinci dan mendalam keseluruhan
proses pembelajaran yang berlangsung di dalam dan di luar
kelas. Mencatat dengan rinci metode dan berbagai strategi yang
dilaksanakan oleh para guru, kiat-kiat guru mengelola kelas
selama pembelajaran berlangsung, bagaimana respons siswa, dan
dapat mencaritemukan kejadian-kejadian yang spesifik, khusus
atau unik sepanjang proses pembelajaran berlangsung.
19
secara keseluruhan. Sedangkan transferability berasal dari sampel
purposif yang dipilh dengan alasan-alasan tertentu sehingga
memang tidak pernah mewakili populasi.
15) Holistik
Pertanyaan terbuka yang tidak dibatasi oleh hubungan
variabel menunjukkan bahwa penelitian kualitatif tidak memecah
belah realitas ke dalam potongan-potongan variabel yang seakan-
akan terpisah satu sama lain. Hal ini dilakukan karena penelitian
20
kualitatif berdiri di atas paradigma yang meyakini realitas tidak
dapat dimengerti dengan benar dan mendalam dalam potongan-
potongan atau fragmen-fragmen yang terpisah. Realitas
merupakan satu keutuhan yang holistik-integratif. Di dalam
realitas yang sesungguhnya tidak ada pengaruh tunggal yang
bersifat satu arah tunggal dan linier. Semuanya saling pengaruh,
tak ada yang dipengaruhi dan mempengaruhi secara terpisah.
Sifat holistik penelitian kualitatif ini mengharuskan
peneliti untuk melihat dan memahami fokus masalahnya dalam
konteks yang lebih luas dalam jejaring realitas yang terjalin secara
berkelanjutan, saling merasuki, dan tidak dapat disederhanakan
menjadi variabel yang terbatas.
16) Dinamis
Keholistikan penelitian kualitatif yang melihat dan
memahami fokus penelitian dalam konteks jejaring realitas yang
lebih luas menyebabkan penelitian ini bersifat dinamis. Artinya,
fokus penelitian dipahami dalam interaksi dinamis dengan aspek-
aspek lain yang bisa jadi memberikan pengaruh timbal balik.
Dinamika interaksi itu menunjukkan bahwa fokus penelitian
tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan interaksi dengan realitas
yang melingkupinya.
21
18) Terdapat banyak Cara Melakukan Analisis Data
Penelitian kualitatif sangat menekankan pentingnya
menggali emik sebagai upaya untuk memahami secara
mendalam. Memahami proses-proses, mencaritemukan pola-
pola, tema-tema, model-model dengan cara pengumpulan data
yang sanagat beragam, yaitu pengamatan, wawancara, analisis
dokumen, dan Focus Group Discussion (FGD). Ada beberapa
program yang dapat digunakan dalam analisi data kualitatif
antara lain CDCEZ-TEXT, HyperQual, Nvivo, dan AtlasTi.
Raflicliff menyatakan ada banyak cara manual yang digunakan
dalam analisis data kualitatif, yaitu typology, taxonomy, constant
comparison/grounded theory, analytic induction, logical analysis/
matrix analysis, quasi-statistic, event analysis/microanalysis,
domain analysis, hermeneutical analysis, discourse analysis,
semiotics, content analysis, phenomenology/heuristic analysis,
narative analysis, dan methaporical analysis.
22
dan saat hendak pulang ke rumah. Peneliti juga dapat
melakukan pengamatan terhadap anak-anak saat
sedang berinteraksi dengan teman-temannya, saat
bersama guru, dan bersama orang tuanya.
23
telah jenuh. Sebagai contoh penelitian proses pembelajaran di
PAUD Anak Soleh.
Dengan kata lain, jika semua guru dan murid-murid
ditanya mengenai proses pembelajaran yang berlangsung dan
jawaban mereka secara substansial sama walau diungkapkan
dengan bahasa yang berbeda maka dapat dikatakan bahwa
datanya sudah jenuh.
23) Keberagaman
Penelitian kualitatif memiliki banyak jenis dan ragamnya
dan bukan penelitian tidak tunggal. Tiap jenis penelitian ini
memiliki tujuan khusus dan keragaman atau tipe. Keragaman
ini memberi kesempatan bagi para peneliti untuk memilih jenis
penelitian kualitatif sesuai tujuan khususnya.
Penelitian kualitatif memiliki berbagai jenis, yaitu: (1)
studi kasus, (2) naturalistik inkuiri, (3) penelitian sejarah/
biografi, (4) gronded theory, (5) penelitian tindakan, (6) etnografi,
etnometodologi, etnolinguistik, (5) penelitian fenomenologis, (6)
analisis isi, analisis wacana, kajian pustaka, dan (7) hermeneutika,
semiotika.
24
tidak sama dengan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif
didasarkan pada paradigma positivisme sedangkan kualitatif
didasarkan pada paradigma postpositivistik. Penelitian kualitatif
juga bertitik tolak dari paradigma fenomenologi, interaksi
simbolis, konstruktivisme, humanisme dan semua filsafat yang
menghargai manusia dan kebebasan.
3) Beragam metode
Para peneliti kualitatif biasanya mengumpulkan beragam
bentuk data, misalnya melalui wawancara, pengamatan, dan do-
kumen daripada hanya bersandar pada satu sumber. Selanjutnya,
peneliti meninjau kembali berbagai data tersebut dengan mengin-
terpretasi, memberi pemaknaan, dan mengorganisasikannya ke
berbagai kategori atau tema yang terkadung pada sumber data
25
tersebut.
5) Pemaknaan partisipan
Sepanjang proses penelitian kualitatif, para peneliti menja-
ga fokusnya pada bagaimana mempelajari pemaknaan dari para
partisipan terhadap permasalahan atau isu tertentu, bukan pe-
maknaan yang dibawa oleh para peneliti atau penulis lain. Pe-
maknaan dari para partisipan akan memberikan beragam pers-
pektif atau pandangan pada topik yang diteliti.
7) Refleksivitas
Para peneliti kualitatif memposisikan dirinya dalam situasi
penelitian tersebut. Artinya, bahwa para peneliti menyampaikan
latar belakang mereka dan menjelaskan bagaimana semua ini
mewarnai dan mempengaruhi penafsiran mereka terhadap in-
formasi penelitian, dan kesimpulan atau hasil apa yang mereka
peroleh dari penelitian tersebut.
26
faktor yang terlibat dalam situasi, dan membuat sketsa tentang
gambaran besar yang muncul. Para peneliti tidak fokus pada
hubungan sebab-dan-akibat di antara berbagai faktor, tetapi leb-
ih pada hubungan kompleks dari berbagai faktor dalam setiap
situasi.
27
1. Pendekatan Fenomenologi
Secara harfiah, fenomenologi berasal dari kata pahainomenon
dari bahasa Yunani yang berarti gejala atau segala sesuatu yang menam-
pakkan diri. Istilah fenomena dapat dilihat dari dua sudut pandang, yai-
tu fenomena itu selalu menunjuk keluar dan fenomena dari sudut pan-
dang kesadaran kita. Oleh karena itu, dalam memandang suatu fenom-
ena kita harus terlebih dulu melihat penyaringan atau ratio, sehingga
menemukan kesadaran yang sejati.
Sejarah awal mula munculnya filsafat fenomenologi berkembang
pada abad ke-15 dan ke-16. Pada masa itu, terjadi perubahan besar da-
lam diri manusia tentang perspektif dirinya di dunia ini. Pada abad se-
belumnya, manusia selalu memandang segala hal dari sudut pandang
Ketuhanan. Selanjutnya, terjadilah gelombang besar modernitas pada
kala itu yang mengubah sudut pandang pemikiran tersebut. Para filsuf
banyak yang menolak doktrin-doktrin Gereja dan melakukan gerakan
reformasi yang disebut sebagai masa pencerahan.
Paradigma ini muncul karena timbulnya pemikiran manusia ter-
hadap subjektivitas. Yang dimaksud dengan subjektivitas di sini bukan-
lah antonim dari kata objektivitas. Subjek yang dimaksud merupakan
makna “aku” yang ada dalam diri manusia yang menghendaki, bertin-
dak, dan mengerti. Menurut Suseno dikutib Mujib (2015) manusia had-
ir ke dunia sebagai subjek yang memiliki kesadaran diri, tak hanya had-
ir sebagai benda di dunia ini, melainkan sebagai subjek yang berpikir,
berefleksi, dan bertindak secara kritis dan bebas.
Fenomenologi ini berasal dari filsafat yang mengelilingi kesada-
ran manusia yang dicetuskan oleh Edmund Husserl (1859—1938) seo-
rang filsuf Jerman. Pada awalnya teori ini digunakan pada ilmu-ilmu
sosial. Menurut Husserl ada beberapa definisi fenomenologi, yaitu: (1)
pengalaman subjektif atau fenomenologikal, dan (2) suatu studi tentang
kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Teori ini merupakan
hasil dari perlawanan teori sebelumnya yang memandang sesuatu dari
paradigma ketuhanan. Jadi secara sederhana, fenomenologi diartikan
sebagai sebuah studi yang berupaya untuk menganalisis secara deskrip-
tif dan introspektif tentang segala kesadaran bentuk manusia dan pen-
galamannya baik dalam aspek inderawi, konseptual, moral, estetis, dan
religius. Lebih lanjut, Martin Heidegger berpendapat tentang fenom-
enologi Husserl (dalam Mujib: 2015) bahwa manusia tidak mungkin
memiliki “kesadaran” jika tidak ada “lahan kesadaran”, yaitu suatu tem-
pat, panorama atau dunia agar “kesadaran” dapat terjadi di dalamnya
yang berujung pada eksistensi yang bersifat duniawi.
Fenomenologi adalah pendekatan yang dimulai oleh Edmund
Husserl dan dikembangkan oleh Martin Heidegger untuk memahami
28
atau mempelajari pengalaman hidup manusia. Pendekatan ini berev-
olusi sebuah metode penelitian kualitatif yang matang dan dewasa sela-
ma beberapa dekade pada abad ke dua puluh. Fokus umum penelitian
ini untuk memeriksa/meneliti esensi atau struktur pengalaman ke da-
lam kesadaran manusia (Tuffour: 2017).
Definisi fenomenologi juga diutarakan oleh beberapa pakar dan
peneliti dalam studinya. Menurut Alase (2017) fenomenologi adalah se-
buah metodologi kualitatif yang mengizinkan peneliti menerapkan dan
mengaplikasikan kemampuan subjektivitas dan interpersonalnya dalam
proses penelitian eksploratori. Kedua, definisi yang dikemukakan oleh
Creswell dikutip Eddles-Hirsch (2015) yang menyatakan bahwa peneli-
tian kualitatif adalah sebuah penelitian yang tertarik untuk menganali-
sis dan mendeskripsikan pengalaman sebuah fenomena individu dalam
dunia sehari-hari.
Lebih lanjut, Emzir (2007) menyebutkan bahwa penelitian
fenomenologi sebagai proses penelitian yang mengidentifikasi esensi
atau hakikat dari pengalaman manusia yang dipandang sebagai sebuah
fenomena. Hakikat dan esensi hidup tersebut ditangkap dari sudut pan-
dang si pelaku atau si partisipan dalam penelitian tersebut. Memahami
pengalaman hidup merupakan markah fenomenologi baik sebagai se-
buah filosofi maupun sebagai sebuah metode. Dengan kata lain, peneliti
harus mengekang dan tidak mencampurkan diri dalam memaknai per-
spektif sesuatu fenomena tersebut.
Sebagai contoh dari penelitian fenomenologi adalah studi ten-
tang anorexia bagi beberapa orang yang terjadi dewasa ini. Anorexia
merupakan gangguan (kalau dapat dikatakan demikian) makan yang
dialami seseorang karena takut terhadap kenaikan berat badan yang
disebabkan gaya hidup dan tuntutan budaya populer. Studi ini dapat
ditekankan pada kondisi mengapa seseorang ingin seperti ini dan
menginterpretasikan hidup mereka berdasarkan sudut padang yang
mereka pahami. Studi ini bertujuan untuk memahami dan menggam-
barkan sebuah fenomena spesifik yang mendalam dan diperolehnya es-
ensi dari pengalaman hidup partisipan pada suatu fenomena (Yuksel
dan Yidirim: 2015).
Ada hal yang harus diperhatikan dalam penelitian kualitatif, khu-
susnya yang menggunakan pendekatan fenomenologi. Banyak peneliti
kontemporer yang mengklaim menggunakan pendekatan fenomenologi
tetapi mereka jarang menghubungkan metode tersebut dengan prinsip
dari filosofi fenomenologi (Sohn dkk: 2017). Hal ini perlu digarisbawa-
hi agar kualitas penelitian fenomenologi yang dihasilkan memiliki nilai
dan hasil standar yang tinggi. Untuk menuju ke hasil tersebut, peneli-
tian fenomenologi harus memperhatikan ciri-ciri yang melingkupinya,
29
yaitu: (1) mengacu pada kenyataan, (2) memahami arti peristiwa dan
keterkaitannya dengan orang-orang yang berada dalam situasi tertentu,
dan (3) memulai dengan diam.
Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi juga
memiliki karakteristik yang melekat di dalamnya. Menurut Mujib
(2015) ada dua karakteristik dalam pendekatan fenomenologi dalam
bidang agama. Pertama, pendekatan ini merupakan metode dalam me-
mahami agama orang lain dalam perspektif netralitas. Dalam situasi
ini, peneliti menggunakan preferensi orang bersangkutan untuk mer-
ekonstruksi dalam dan berdasarkan pengalaman orang tersebut. Art-
inya, dalam kondisi ini peneliti menanggalkan dirinya sendiri (epoche)
dan berupaya membangun dari pengalaman orang lain. Kedua, dalam
menggali data pada pendekatan ini dibantu denga disiplin ilmu yang
lain, seperti sejarah, arkeologi, filologi, psikologi, sosiologi, studi sastra,
bahasa, dan lain-lain.
Di samping beberapa poin pemaparan di atas, fenomenologi
sebagai metode penelitian juga memiliki beberapa keuntungan atau
kelebihan. Pertama, sebagai metode keilmuan, fenomenologi dapat
mendeskripsikan dan menggambarkan suatu fenomena secara apa
adanya tanpa memanipulasi data di dalamnya. Dalam kondisi ini, kita
sebagai peneliti harus mengesampingkan terlebih dahulu pemahaman
kita tentang agama, adat, dan ilmu pengetahuan agar pengetahuan dan
kebenaran yang ditemukan benar-benar objektif. Kedua, metode ini me-
mandang objek kajiannya sebagai sesuatu yang utuh dan tidak terpisah
dengan objek lain. Artinya, pendekatan ini menekankan pada pendeka-
tan yang holistik dan tidak parsial sehingga diperoleh pemahaman
yang utuh tentang suatu objek. Dari beberapa kelebihan tersebut, studi
fenomenologi juga memiliki masalah. Masalah tersebut diungkapkan
oleh Sohn dkk (2017) yang menyatakan bahwa banyak peneliti kontem-
porer yang mengklaim menggunakan pendekatan fenomenologi teta-
pi pada kenyataanya mereka jarang menghubungkan metode tersebut
dengan prinsip dari filosofi fenomenologi. Hal itulah yang seharusnya
diperbaiki oleh para peneliti fenomenologi dewasa ini.
Menurut Satori dan Komariah (2009) ada beberapa gambaran
pokok dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi,
yaitu:
a) Ada sebuah struktur esensial tau mendasar dalam topik yang
dipilih
b) Penelitian ini menjelaskan secara singkat perspektif filosofis
pendekatan fenomenologis
c) Peneliti meneliti fenomena tunggal
d) Peneliti mengurung prekonsepsi atau praduga sehingga tidak
30
memasukkan hipotesis, pertanyaan, atau pengalaman pribadi
ke dalam penelitian
e) Peneliti melakukan analisis data fenomenologis yang spesifik
f) Peneliti kembali pada basis filosofis pada akhir penelitian
Pengumpulan data dari penelitian ini diperoleh dengan observasi
dan wawanacara, termasuk dengan menggunakan wawancara menda-
lam atau in-depth interview. Wawancara mendalam ini digunakan untuk
memperoleh mendetail tentang fenomena atau pendidikan yang diteli-
ti. Wawancara jenis ini pula bertujuan untuk mendapatkan “sesuatu”
dari yang belum terlihat. Data yang diperolah dari in-depth interview ini
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Interpretative Phenomeno-
lo-gical Analysis (IPA). Menurut Smith dikutip Bayir dan Limas (2016)
ada beberapa tahapan dalam IPA, yaitu: (1) reading and re-reading, (2)
initial noting, (3) developing emergent themes, (4) searching for connec-
tions acros emergent themes, (5) moving the next cases, dan (6) looking
for patterns acros cases.
Analisis IPA merupakan metode untuk memahami “secara apa”
dari sudut pandang partisipan untuk dapat berada di posisi sang parti-
sipan tersebut. Analisis ini juga berupaya untuk “memahami” sesuatu,
konteks memahami yang dimaksud memiliki dua makna, yaitu mema-
hami interpretasi dalam arti mengidentifikasi atau berempati dan me-
mahami dalam arti memaknai. Analisis IPA berupaya untuk memaknai
sesuatu dari sisi partisipan dan dari sisi peneliti juga sehingga terjadilah
kognisi pada posisi yang sentral.
IPA ini bertujuan untuk mengungkap secara detail bagaimana
partisipan memaknai dunia pribadi dan sosialnya. Fokus utama studi
fenomenologi ini adalah makna berbagai pengalaman, peristiwa, dan
status yang dimiliki oleh partisipan. Studi ini juga berupaya untuk
mengeksplorasi pengalaman personal dan memfokuskan pada persepsi
atau pendapat individu tentang pengalaman pada objek atau peristiwa.
Menurut Creswell dikutip Putra (2013) ada beberapa prosedur
yang disarankan dalam penelitian fenomenologi ini, yaitu:
a. Merumuskan pertanyaan penelitian
b. Mengidentifikasi fenomena yang akan dikaji
c. Menjelaskan prinsip-prinsip fenomenologi
d. Mengumpulkan data dari partisipan yang memiliki pengala-
man dengan fenomena yang diteliti
e. Partisipan diberi pertanyaan umum dan khusus untuk
menggali pengalaman dalam perspektifnya
f. Melakukan analisis data
g. Mendeskripsikan pernyataan dan tema yang signifikan yang
berasal dari pengalaman partisipan yang telah dituangkan
31
dalam catatan lapangan
h. Merumuskan esensi fenomena berdasarkan analisis per-
nyataan dan tema yang signifikan
Dalam penelitian fenomenologi, khususnya dalam bidang pendi-
dikan, ada beberapa contoh pertanyaan penelitian, antara lain:
a. Apa makna sertifikasi bagi para guru atau dosen?
b. Apa makna pendidikan bagi anak jalanan?
c. Bagaimana pengalaman para guru yang mengikuti
PLPG?
d. Bagaimana pengalaman kepala sekolah melaksanakan
manjemen berbasis sekolah?
e. Mengapa siswa mengalami tekanan psikologis ketika
mengikuti Ujian Nasional (UN)?
f. Bagaimana para siswa mengatasi tekanan psikologis keti-
ka mengikuti Ujian Nasional (UN)?
g. Bagaimana sikap kebangsaan anak-anak Indonesia yang
tumbuh dan berkembang di perbatasan Malaysia?
h. Bagaimana pengalaman siswa korban kekerasan di seko-
lah?
i. Bagaiamana pengalaman siswa Indonesia yang belajar di
pesantren-pesantren di Yaman?
j. Bagaimana pengalaman calon pengantin mengikuti pen-
didikan cuci otak kelompok teroris?
2. Biografi
Biografi merupakan tulisan sejarah tentang seorang yang ditulis
oleh orang lain baik tokoh yang masih hidup maupun tokoh yang su-
dah meninggal. Dalam beberapa kasus, kita harus dapat membedakan
antara biografi, otobiografi, memoar, dan prosopografi. Jika biografi di-
tulis oleh orang lain maka otobiografi merupaka studi yang lebih ber-
sifat pengalaman nyata. Hampir sama maknanya dengan otobiografi,
memoar memiliki sedikit perbedaan dengan otobiografi. Memoar mer-
upakan tulisan yang ditulis oleh orang itu sendiri mengenai satu peris-
tiwa saja (tidak seluruh atau sebagian). Sedangkan prosopografi diarti-
kan sebagai tulisan riwayat hidup kelompok atau yang disebut dengan
biografi kolektif.
Penelitian tokoh atau biografi bertujuan untuk menuju dan men-
capai pemahaman yang menyeluruh atau komprehensif tentang segala
sesuatu dari seorang tokoh, baik berupa ide, gagasan, teori, pemahaman,
pandangan, dan hal lain yang unik yang dimiliki oleh tokoh tersebut.
32
3. Grounded Theory atau Teori Dasar
Berdasarkan sejarahnya, grounded theory dikembangkan oleh
Barney Glaser dan Anselm Strauss pada tahun 1967. Menurut Strauus
dan Corbin Dikutip Emzir (2007) teori dasar atau grounded theory di-
maknai dengan:
33
an-pencarian pemhaman tentang kondisi sesuatu.
Definisi lain juga dikemukakan oleh Khan (2014) dalam sebuah
artikelnya yang menyebut bahwa grounded theory bukanlah teori secara
menyeluruh. Menurutnya, grounded theory merupakan sebuah metode,
pendekatan, dan strategi dalam penelitian yang bertujuan mengahsilkan
teori dari data yang ada. Grounded berarti teori akan dihasilkan ber-
dasarkan basis data. Dengan kata lain, esensi dari grounded theory ada-
lah sebuah teori akan dikembangkan secara induktif dari data. Selan-
jutnya, Charmaz (2012) menyebutkan ada beberapa fitur keistimewaan
dari pendekatan grounded theory ini, yakni: (1) menyediakan perlatan
yang eksplisit dalam mempelajari sebuah proses, (2) menyampaikan ke-
terbukaan terhadap semua kemungkinan dalam pemahaman teori, (3)
membantu mengembangkan interpretasi yang tentatif data melalui ko-
ding dan kategorisasi, dan (4) membangun sistematika pengecekan dan
perbaikan kategori teori yang umum.
Menurut Satori dan Komariah (2009) ada beberapa aspek yang
dimiliki oleh pendekatan teori, yaitu:
1) Tujuan penelitiannya untuk menghasilkan sebuah teori
dengan menggunakan pendekatan orientasi pengemban-
gan atau construct oriented
2) Prosedur yang digunakan benar-benar didiskusikan dan
sistematik
3) Peneliti penyajikan model visual, diagram berkode, dan te-
ori
4) Bahasa dan kesannya ilmiah dan objektif tapi berhubungan
dengan topik yang sensitif secara mencolok.
Selain aspek-aspek di atas, grounded theory juga memiliki beber-
apa prinsip. Menurut Dey dikutip Sarosa (2017) ada dua belas prinsip
dalam studi grounded theory, yaitu:
1) Grounded theory bertujuan untuk menemukan dan meru-
muskan teori
2) Peneliti mengabaikan teori yang dikuasainya dan mem-
biarkan teori pengganti atau substantif muncul dari data
yang diperoleh
3) Berfokus pada bagaimana para individu berinteraksi den-
gan fenomena yang diteliti
4) Teori menyatakan adanya hubungan antar-konsep
5) Teori diturunkan dari wawancara, pengamatan, dan telaah
dokumen
6) Analisis data dilakukan secara sistematis dan dimulai
segera setelah ada data yang terkumpul
7) Analisis data dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai
34
kategori
8) Pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil analisis
data sebelumnya
9) Konsep dikembangkan dengan cara selalu membanding-
kan konsep dengan data yang terkumpul
10) Pengumpulan data dihentikan jika tidak ada konsep baru
yang muncul
11) Analisi data berlangsung dari open coding ke axial coding
dan kemudian berkembang ke teori, dan
12) Teori yang dihasilkan dapat berupa narasi atau preposisi
Ada beberapa catatan penting tentang penelitian grounded the-
ory yang dikemukakan oleh Charmaz dikutip Putra (2013). Pertama,
ia merumuskan tentang pengakuan perbedaan antara kualitatif dan
kuantitatif, serta memiliki keunggulan masing-masing. Oleh karena itu,
disarankan untuk memahami dan mengevaluasinya dengan cara yang
berbeda. Habermas dalam banyak kesempatan menegaskan bahwa cara
penilaian seperti menyamakan antara kualitatif dan kuantitatif bukan
saja menjadi akar dari anomali ilmu pengetahuan modern tetapi men-
jadi penyebab anomali masyarakat modern.
Kedua, Glaser dan Strauss dengan jelas mengedepankan proyek
besarnya dalam ilmu sosial, bahwa teori merupakan bagian yang nis-
caya dari penelitian, artinya teori tidak dapat dipisahkan dari ilmu
pengetahuan and penelitian. Yang dimaksud dengan penelitian di sini
adalah penelitian kualitatif yang berbasis penelitian lapangan bukan pe-
nelitian analisis dokumen.
Ketiga, konstruksi teori bukanlah monopoli tokoh, kelompok,
mazhab tertentu. Juga bukan keistimewaan metode penelitian tertentu.
Tetapi merupakan proses demokratis dalam komunikasi yang setara,
bebas, dan terbuka. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Habermas,
antara berbagai tokoh, paradigma, dan pandangan yang berbeda.
Ada beberapa tahapan dalam metodologi gronded theory yang ti-
dak jauh berbeda dengan metodologi lainnya, yaitu:
1) Pengumpulan data
Tahap awal dalam grouded theory adalah pengumpulan
data atau pembangkitan data. Data dapat diperoleh melalui
Focus Group Discussion atau FGD yang ditambahkan den-
gan sesi wawancara secara individual dengan masing-masing
para partisipan FGD yang dianggap mampu memberikan in-
formasi tambahan.
2) Analisis data
Tahap kedua dalam grounded theory adalah analisis
data dengan menggunakan teknik pengkodean atau coding.
35
Tahap pertama dalam fase ini adalah open coding. Dalam
open coding, peneliti menganalisis teks dan kemudian mer-
ingkasnya dengan memberi label berupa kode yang mewaki-
li. Open coding bersifat deskriptif, yaitu mewakili nama, iden-
titas, dan fenomena yang tertulis dalam teks. Tahapan analisis
selanjutnya dalam coding adalah interpretasi atas kode yang
dihasilkan dari proses open coding. Tahapan ini disebut se-
bagai fase selective coding. Aktivitas utama dalam fase ini
adalah membangun konsep yang dapat menjelaskan interaksi
antara berbagai kategori yang ada. Namun ada fase yang dis-
arankan oleh Corbin dalam grounded theory ini yang dilaku-
kan sebelum fase selective coding, yaitu fase axial coding. Fase
ini merupakan tahapan dengan serangkaian prosedur di
mana data ditata ulang dengan cara baru setelah open coding
dengan cara saling menghubungkan kategori yang ada. Lebih
lanjut, Strauss dan Corbin menawarkan alat yang disebut se-
bagai coding paradigm atau conditional/consequential matrix
dalam membantu peneliti mengidentifikasi faktor kontekstu-
al dalam data dan saling menghubungkannya.
3) Pembentukan teori atau theoretical coding
Tujuan utama dalam fase ini adalah membuat per-
nyataan yang sifatnya menyimpulkan atau prediktif. Kes-
impulan atau prediktif tersebut dapat berupa hipotesis atas
suatu fenomena. Peneliti secara eksplisit menyatakan hubun-
gan sebab akibat atau korelasi antar kategori atau konsep. Te-
ori yang muncul kemudian dibandingkan dengan data dan
teori yang relevan.
4. Etnografi
Salah satu jenis pendekatan dalam metode kualitatif adalah
pendekatan etnografi. Menurut Emzir (2007) etnografi merupakan
suatu bentuk penelitian yang memiliki perhatian dan fokus pada mak-
na sosiologi melalui observasi lapangan yang tertutup dari fenomena
sosiokultural. Selanjutnya, Satori dan Komariah (2009) menarik definisi
dari artikel penelitiannya Wolcott yang lebih menggali tentang komite
pemilihan kepala sekolah dengan: menggunakan deskripsi dan detail
tinggi, menyajikan secara informal, mengambil tema-tema budaya, dan
diakhiri dengan sebuah pertanyaan.
Pendapat cukup menarik dikemukakan oleh seorang Associate
Professor Toni Robertson dari University of Technology Sydney (dikutip
Sarosa: 2017) yang menyebut bahwa ethography is not just another meth-
odology, ethnography is a life style. Menurutnya etnografi tidak hanya
36
sekadar metodologi tetapi merupakan sebuah gaya hidup. Metode ini
merupakan metode yang sifatnya paling mendalam bila dibandingkan
dengan action research, grounded theory, maupun case study. Penelitian
jenis ini disebut mendalam karena peneliti akan menghabiskan waktu
yang sangat lama dalam mengumpulkan data denagn cara mengama-
ti para partisipan dalam berperilaku, perbuatan, dan perkataan se-
hari-hari.
Menurut Sarantakos dikutip Tohirin (2013) ada dua jenis et-
nografi, yaitu:
1) Etnografi deskriptif atau etnografi konvensional, yaitu: et-
nografi deskriptif berfokus pada deskripsi tentang komu-
nitas atau kelompok. Melalui analisis, etnografi deskriptif
mengungkap pola, tipologi, dan kategori. Penelitian tentang
budaya pesantren atau budaya hidup santri di suatu pondok
pesantren dapat digolongkan ke dalam jenis ini. Penelitian
tentang sikap dan pola hidup seorang kiai atau tokoh peneli-
tian tertentu juga dapat digolongkan ke dalam jenis ini
2) Etnografi kritis, yaitu: etnografi kritis melibatkan penelitian
terhadap faktor-faktor sosial makro. Etnografi bermaksud
untuk menghasilkan perubahan pada latar yang diteliti. Oleh
karena itu, etnografi kritis memiliki fokus politis. Apapun
tipe etnografi yang Anda pilih, tergantung pada fenomena
dan kelompok yang akan diteliti.
Etnografis dipandang sebagai kajian atau penelitian dalam meng-
kaji kelompok kultural secara utuh dalam latar alami melalui periode
waktu yang panjang dalam pengumpulan, terutama pada data obser-
vasionalnya (Creswell: 1998). Menurut Sarosa (2017) ada beberapa
pendekatan yang digunakan dalam studi etnografi, yaitu:
1) Pendekatan holistik, yaitu pendekatan yang menekankan
pada pendekatan empatik pada para partisipan. Peneliti ha-
rus mampu membaur dan hidup bercampur dengan para
partisipan atau komunitas yang ditelitinya.
2) Pendekatan semiotik, yaitu sebuah pendekatan yang berla-
wanan dengan pendekatan holistik. Pendekatan ini peneli-
ti harus mampu menangkap makna dari berbagai simbol
yang ada seperti perkataan, gambar, perilaku, dan lainnya
sebagai satu kesatuan dalam sebuah budaya.
3) Pendekatan kritikal, merupakan pendekatan yang meman-
dang studi etnografi sebagai proses yang muncul akibat
adanya dialog antara peneliti dan para partisipan. Critical
etnography memfokuskan diri pada kehidupan sosial da-
lam konteks politik dan kekuasaan
37
4) Pendekatan netnography, merupakan studi etnografi pada
wilayah atau domain dunia maya. Artinya penelitian ini
merupakan penelitian pada komunitas budaya di inter-
net. Studi ini semakin banyak dilakukan oleh para peneli-
ti mengingat perkembangan internet yang semakin pesat.
Maraknya studi jenis ini semakin menambah khasanah da-
lam dunia penelitian kualitatif saat ini. Penciri utama studi
ini adalah digantikannya studi lapangan dengan penggu-
naan komunikasi berbasis komputer khususnya internet.
Pendekatan ini banyak digunakan untuk berbagai komuni-
tas seperti mailing list, forum, blog, dan social media seperti
tweeter, facebook, Instagram, path, line, dan lain-lain.
Dalam penggunaan metode penelitian etnografi, ada beberapa
pengklasifikasian yang dilakukan oleh Neyland dikutip Sarosa (2017),
yaitu: (1) permasalahan yang dirumuskan secara sempit, (2) permas-
alahan yang berfokus pada daerah tertentu, (3) eksplorasi, (4) mengejar
sesuatu, (5) pengembangan metodologi, (6) pengembangan teori, dan
(7) permasalahan yang berkaitan dengan praktik.
Selanjutnya, Tohirin (2013) menguraikan beberapa langkah da-
lam penelitian etnografi, yaitu:
1) Temukan sampel yang tepat dan layak dalam kelompok yang
dikaji
2) Definisikan permasalahan, isu atau fenomena yang akan
dieksplorasi
3) Teliti bagaimana masing-masing individu menafsirkan situa-
si dan makna yang diberikan untuk mereka?
4) Uraikan apa yang dilakukan orang-orang dan bagaimana
mereka mengkomunikasikannya?
5) Dokumentasikan proses etnografi. Untuk mendokumenta-
sikan proses etnografi, seorang etnografer harus membawa
peralatan seperti kamera tangan pada waktu penelitian
6) Pantau implementasi proses tersebut dengan seksama
7) Sediakan informasi yang membantu menjelaskan hasil-hasil
penelitian
5. Studi Kasus
Definisi penelitian studi kasus diutarakan oleh Stake dikutip Em-
zir (2007) sebagai penelitian yang menuntut peneliti untuk menelusuri
secara mendalam sebuah program, kejadian, aktivitas, proses, atau satu
atau lebih individu. Kesemua kasus tersebut dibatasi oleh waktu dan ak-
tivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi detail dengan menggu-
nakan variasi prosedur pengumpulan data melalui periode waktu yang
38
cukup. Definisi lain dikemukakan oleh Zainal (2007) yang menyebut-
kan bahwa studi kasus merupakan jenis penelitian yang memungk-
inkan peneliti untuk menguji data secara dekat dalam konteks yang
spesifik. Pada mayoritas kasus, studi kasus memilih dan menentukan
area geografi yang kecil atau subjek individu yang dibatasi sebagai sub-
jek penelitiannya. Intinya, studi kasus pada dasarnya bertujuan untuk
mengeksplorasi dan menginvestigasi fenomena kehidupan nyata kon-
temporer (saat ini) melalui analisis konteks dari kondisi atau kejadian
individu terbatas dan hubungan keduanya.
Menurut Denscombe dikutip Putra (2013) ada lima ciri khusus
yang dimiliki oleh penelitian studi kasus ini, yaitu spotlight on the in-
stance, in-depth study, focus on relationships and procceses, natural set-
ting, multiple sources, dan multiple methods. Secara lebih jelas dapat di-
lihat pada uraian berikut.
1) Studi kasus penelitian kualitatif terfokus pada proses dan
pengalaman yang spesifik, relasi antar-manusia, dan perha-
tian pada kejadian-kejadian khusus. Ini menunjukkan karak-
teristik utama studi kasus yang berkutat dengan kekhususan.
2) Studi kasus merupakan jenis atau strategi penelitian yang
paling banyak digunakan dalam ilmu-ilmu sosial khususnya
untuk penelitian berskala kecil. Hal ini berarti bahwa studi
kasus memang cocok dan efektif untuk penelitian dengan
fokus yang terbatas
3) Kedalaman merupakan ciri utama studi kasus kualitatif, se-
bab semua jenis atau strategi penelitian kualitatif memang
sangat peduli dan bertujuan menggali makna yang menda-
lam atas peristiwa atau proses yang diteliti
4) Sebagai konsekuensinya, studi kasus memanfaatkan banyak
sumber dan metode. Sebagai contoh pada penelitian studi
kasus pembelajaran menulis pada mata kuliah bahasa In-
donesia. Peneliti memadukan berbagai metode mulai dari
wawancara, pengamatan atau observasi, focus group discus-
sion, dan kuesioner terkait dengan latar belakang dosen dan
mahasiswa. Peneliti juga menggunakan banyak sumber, mis-
alnya dari dosen-dosen, mahasiswa, dekan, petinggi kampus,
rekan sejawat, dan lain-lain. Teknik dokumen juga digunakan
untuk memperoleh data dalam studi kasus ini, yaitu silabus/
RPS, buku teks, tugas-tugas, catatan siswa, dan hasil tes atau
ujian.
39
Ada beberapa ciri khas yang dimiliki oleh penelitian studi kasus.
Hal ini didasarkan pada pemaparan Creswell (2015) yang menyebut ada
beberapa ciri dalam studi ini, yaitu:
1) Penelitian studi kasus dimulai dengan mengidentifikasi satu
kasus yang spesifik
2) Tujuan dari riset studi kasus tersebut juga penting
3) Ciri utama yang baik dalam studi kasus adalah pemahaman
mendalam tentang kasus tersebut
4) Pemilihan pendekatan dalam menganalisis data pada studi
kasus cenderung berbeda-beda.
5) Agar dipahami dengan baik, seharusnya studi kasus juga mel-
ibatkan deskripsi tentang kasus tersebut
6) Tema atau masalah dalam studi kasus dapat diorganisasikan
menjadi kronologi oleh peneliti
7) Kesimpulan pada studi kasus harus berisi tentang makna ke-
seluruhan yang diperoleh dari kasus tersebut
Salah satu contoh penelitian studi kasus adalah penelitian yang
dikemukakan oleh Asmussen dan Creswell dikutip Satori dan Koma-
riah (2009) tentang insiden penembakan di lingkungan kampus. Dari
penelitian ini, kita dapat mengambil beberapa aspek di dalamnya, yaitu:
1) Kita menentukan kasus untuk penelitian, keseluruhan
kampus dan respons terhadap potensi kekerasan
2) Kasus ini adalah sebuah sistem terikat oleh waktu (kum-
pulan data enam bulan) dan tempatnya di sebuah kampus
3) menggunakan sumber informasi yang banyak dan luas da-
lam pengumpulan data untuk mendapatkan gambaran de-
tail dari respons kampus
4) menggunakan banyak waktu untuk menjelaskan konteks
atau setting kasus.
Menurut Yin dikutip Sarosa (2017) menyebutkan ada dua bagian
penelitian case study, yaitu:
a. studi kasus adalah penyelidikan empiris yang: (1) menyeli-
diki suatu fenomena masa kini atau kontemporer secara
mendalam dalam konteks kehidupan nyata, dan (2) batas
antara fenomena dan konteks tidak tampak jelas
b. penelitian studi kasus yang: (1) menghadapi situasi khusus
di mana variabel yang diamati akan lebih banyak daripada
datanya, (2) sebagai akibatnya, mengandalkan bukti dari
berbagai sumber-sumber dengan data yang dikumpulkan
berasal dari triangulasi, dan (3) menggunakan pengem-
bangan teoretis terdahulu untuk memandu pengumpulan
dan analisis data
40
Dalam menganalisis data pada studi kasus, ada beberapa langkah
yang dikemukakan oleh Crano & Brewer dikutip Sarosa (2017) yaitu:
1) menata fakta spesifik tentang case dalam suatu urutan logis,
misalnya dalam urutan waktu
2) mengkategorikan data ke dalam suatu kelompok yang
memiliki makna tertentu
3) menginterpretasi suatu kejadian spesifik dalam data yang
mungkin berkaitan dengan penelitian
4) mengidentifikasikan pola dalam data
5) menyimpulkan
Secara lebih jelas, Milles dan Huberman dikutip Sarosa (2017)
menyebutkan ada beberapa langkah yang disarankannya dalam proses
penelian studi kasus:
1) menata informasi dalam berbagai rangkaian yang berbeda
2) membuat matriks yang berisi kategori dan menempatkan
bukti ke dalam kategori tersebut
3) membuat tampilan atau visualisasi data, misalnya dengan
diagram alir (flow chart) untuk memudahkan pemahaman
4) menghitung frekuensi kemunculan topik tertentu dalam
data
5) menggunakan alat statistik seperti analisis varians dan re-
rata untuk melihat kompleksitas dan hubungan antar-data
6) menata kembali informasi dalam urutan kronologis
Terlepas dari beberapa uraian di atas, case study sebagai salah
satu pendekatan dalam penelitian kualitatif memiliki beberapa hal yang
harus dipahami. Artinya, selama ini ada konsepsi yang keliru dalam
memaknai case study. Hal ini diutarakan oleh Flyvbjerg dikutip Sarosa
(2017) yang menyebut ada lima kesalahan konsep, yaitu:
1) pengetahuan teoretis yang bersifat umum dan tidak tergan-
tung pada konteks lebih berharga daripada pengetahuan
praktis, konkrit, dan tergantung pada konteks
2) case tunggal tidak dapat digunakan untuk membuat general-
isasi, dengan demikian penelitiandengan case tunggal tidak
dapat memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan
3) case study lebih cocok untuk merumuskan hipotesis dalam
tahapan awal penelitian
4) case study mengandung bias verifikasi, yaitu tendensi untuk
memberikan konfirmasi pada dugaan konseptual peneliti
5) sulit untuk menghasilkan, meringkas, dan mengem-bangkan
teori yang bersifat umum dari penelitian case study yang spe-
sifik.
Melihat berbagai kesalahan konsepsi tersebut, lebih lanjut Flyvb-
41
jerg memberikan beberapa argumennya, yaitu:
1) penelitian yang melibatkan manusia selalu bersifat konkrit,
praktis, dan tergantung pada konteks
2) case tunggal dapat digunakan untuk menghasilkan general-
isasi. Dalam tradisi ilmu fisika, albert Einstein, Isaac Newton,
dan Niels Bohr menggunakan case tunggal untuk merumus-
kan teori
3) case study dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis dan
teori maupun menguji hipotesis dan teori. Case study dapat
digunakan untuk menguji teori selama case yang dipilih se-
suai
4) berkaitan dengan kurangnya ketelitian, validitas, dan reliabil-
itas, dalam penelitian kualitatif memiliki perbedaan paradid-
ma dalam mengukurnya
5) karena fenomena dalam case study cenderung kompleks maka
laporan penelitiannya akan panjang dan padat. Pengemban-
gan teori umum memang tidak dapat dilakukan berdasarkan
case study yang sangat spesifik pada konteks komunitas sosial
yang unik.
6. Interaksionisme Simbolik
Menurut Djamal (2017) interaksionisme simbolik terletak pada
urgensi penggunaan simbol-simbol atau bahasa yang digunakan oleh
individu-individu dalam interaksinya untuk memperoleh makna atau
definisi segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Lebih lanjut, simbol-sim-
bol dalam kehidupan manusia memiliki makna yang penting, yaitu:
a. Memungkinkan manusia untuk mengatakan, menggolong-
kan, dan mengingat objek baik berupa objek material mau-
pun objek sosial
b. Meningkatkan kemampuan manusia untuk memahami
lingkungan
c. Meningkatkan kemmapuan manusia dalam berpikir
d. Meningkatkan kemampuan manusia dalam menyelesaikan
masalah
e. Memungkin manusia untuk memprediksi kejadian di masa
yang akan datang
f. Memungkinkan manusia membayangkan realitas metafisis
g. Memungkinkan manusia untuk mengatur sendiri apa yang
dikerjakannya
Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa setiap kejadian, fenome-
na, atau objek yang terjadi di dunia ini tidak memiliki pengertian atau
makna sendiri. Artinya, manusialah yang berhak untuk memaknai setiap
42
kejadian dan fenomena tersebut. Dengan demikian, manusia memaknai
interaksionisme simbolik dengan menggunakan berbagai asumsi, yaitu
bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan makna-makna yang ada
pada sesuatu, (2) makna-makna tersebut merupakan hasil dari interaksi
sosial dalam masyarakat, dan (3) makna-makna tersebut dimodifikasi
dan ditransformasi melalui proses penafsiran yang digunakan oleh seti-
ap individu (Wirawan dikutip Djamal: 2017).
Sebagai ilustrasi dari uraian di atas, dapat dicontohkan dengan
situasi yang terjadi saat pembelajaran berlangsung. Banyak mahasiswa
atau peserta didik yang berisik dan tidak meperhatikan materi yang dia-
jarkan. Bahkan, sebagian dari mereka sibuk dengan aktivitasnya sendiri
seperti bercanda, mengobrol sesama temannya, dan bermain dengan
gadget-nya. Jika kita maknai kejadian tersebut, kemungkinan ada dua
arti yang terkandung di dalamnya. Pemaknaan yang cenderung nega-
tif akan menggiring penafsiran kita pada anggapan bahwa sikap dan
perilaku mereka cenderung tidak sopan dan tidak menghargai. Namun,
jika kita memaknai secara positif, situasi tersebut dapat pula bermakna
bahwa kita sebagai pengajar tidak memiliki kapasitas dan kemampuan
dalam mengelola kelas. Dengan kata lain, gaya dan pola pembelajaran
yang kita lakukan cenderung membosankan dan tidak menarik.
Dalam memahami perilaku tersebut, kita harus memahami ter-
lebih dahulu tentang definisi atau proses pendefinisiannya. Manusia
akan bertindak sesuai dengan penafsirannya dan tidak bertindak atas
dasar respons yang ditentukan terlebih dahulu. Agar dapat menentu-
kan apakah penafsirannya benar atau tidak, seseorang harus melakukan
pengamatan secara partisipatif dalam kurun waktu yang telah ditentu-
kan. Sebagian manusia tidak langsung memberikan respons terhadap
rangsangan yang diberikan. Manusia cenderung akan malakukan per-
timbangan-pertimbangan, salah satunya dengan melakukan penilaian
pada kejadian tersebut. Penilaian dari rangsangan itulah yang nantinya
akan melahirkan pendefinisian.
7. Etnometodologi
Etnometodologi merupakan studi tentang bagaimana individu
menciptakan dan memahami kehidupannya sehari-hari. Subjek dari
studi ini adalah orang-orang dalam berbagai situasi dalam masyarakat
dalam memahami, melihat, dan menjelaskan dunia tempat mereka be-
rada. Menurut Djamal (2017) etnometodolgi merupakan studi menge-
nai bagaimana seorang individu dalam masyarakat bertindak dan ber-
kreasi serta memahami hidup atau kehidupan mereka sehari-hari.
Salah satu contoh penelitian etnometodologi yang terkenal ada-
lah penelitian yang dilakukan oleh Garfinkel terhadap seseorang ber-
43
nama Agnes. Agnes merupakan wanita yang memiliki kesempurnaan
baik dari bentuk fisik maupun maupun ukuran yang ideal. Benarkah
dia seorang wanita? Garfinkel menemukan bahwa Agnes tidak selalu
menampakkan kehidupannya sebagai seorang wanita. Pada kenyataan-
nya, Agnes terlahir sebagai seorang laki-laki yang akhirnya memutus-
kan untuk melakukan bedah plastik dan mengubah alat kelaminnya.
Dalam perjalanannya, Ia menyadari bahwa dengan berpakaian seperti
wanita saja tidak cukup. Ia harus belajar tentang bagaimana menjadi
seorang wanita agar kondisinya dapat diterima di masyarakat. Ia belajar
dari kebiasaan yang diterimanya dan bertekad untuk mendefinisikan
dirinya sebagai seorang wanita. Poin penting dari penelitian Garfinkel
tersebut adalah:
a. Perilaku mengikuti kebiasaan sebagai seorang wanita yang
dilakukan Agnes adalah mencerminkan bagaimana ia me-
mandang diri dan kehidupannya
b. Bahwa kita lahir tidak semata sebagai laki-laki dan perem-
puan, tetapi kita juga semua belajar dan membiasakan diri
menggunakan kebiasaan sehari-hari yang memungkinkan
kita diterima sebagai laki-laki atau sebagai wanita
8. Pendekatan Psikologis
Jika berbicara tentang aspek psikologis, maka objek kajian dalam
studi ini adalah manusia khususnya pada aspek kejiwaan. Aspek-aspek
psikologis yang dibahas biasanya berkaitan erat dengan gejala-gejala
yang berhubungan dengan pikiran, perasaan, dan kehendak manusia.
Gejala kejiwaan pada manusia dapat diamati melalui pengamatan dan
observasi pada tingkah laku atau perilaku mereka. Seperti pada kejad-
ian seseorang yang baru tertimpa musibah, seperti kehilangan anggota
keluarga yang dekat dengan dirinya. Situasi ini akan berpengaruh terha-
dap kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis ini dapat diamati melalui
beberapa hal, seperti wajahnya yang muram, tatapannya kosong, dan
sulit untuk diajak berbiacara.
Pendekatan psikologis juga dapat digunakan dalam studi kualita-
tif khususnya dalam kehidupan beragama dan pengalaman beragama.
Hal ini didasarkan pada fakta bahwa kesadaran beragama merupakan
aspek mental dari aktivitas beragama. Dengan kondisi ini, manusia
yang menjalankan syariat agamanya (perintah) akan merasa tenteram
dan damai dalam kehidupannya.
Berkaitan dengan aspek kebahagiaan, manusia selalu berupaya
untuk menghilangkan atau meniadakan keadaan atau situasi tidak
menyenangkan atau mengurangi ketegangan. Orang yang makan
karena ingin menghilangkan rasa laparnya yang merupakan kondisi
44
tidak menyenangkannya. Begitu juga dengan beberapa kondisi lainn-
ya. Menurut Maslow, kebahagian manusia ternyata tidak terletak pada
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya saja. Menurut-
nya, orang yang bahagia adalah orang yang mampu dan orang yang tel-
ah mengaktualisasikan dirinya dengan memiliki pengalaman puncak.
Pengalaman puncak didefinisikan sebagai pengalaman-pengalaman
yang berhubungan dengan dunia supranatural seperti pengalaman
keagamaan. Lebih lanjut, Maslow menekankan bahwa ilmu yang be-
bas nilai akan berbahaya karena sangat mudah menjadi anti-manusia.
Namun sebaliknya, agama yang anti intelektual sangat mudah menjadi
sewenang-wenang dan otoritarian.
9. Pendekatan Historis
Berbicara tentang sejarah, tentu tidak dapat dilepaskan dari
peran manusia di dalamnya. Artinya, di samping peranan ruang dan
waktu, manusia merupakan faktor penting yang berperan dalam
perkembangan sejarah. Sejarah adalah gambaran atau deskripsi tentang
keadaan, kejadian, dan fakta pada masa lampau yang ditulis berdasar-
kan penelitian dan studi kritis. Penelitian sejarah menurut Wiersma di-
kutik Djamal (2017) adalah “…the systematic search for documents and
others sources that contain facts relating to the historians’ question about
the past”. Artinya, studi historis merupakan pencarian secara sistematis
melalui berbagai dokumen dan sumber-sumber lainnya yang relevan
dan berkaitan dengan fakta-fakta di masa lalu yang dipertanyakan oleh
tokoh-tokoh sejarawan.
45
fenomena tetapi juga melakukan perubahan (menjadi lebih baik) dan
mempelajari fenomena dan perubahan tersebut. Action research memi-
liki orientasi kolaborasi dan perubahan yang melibatkan peneliti dan
subjek penelitiannya. Action research merupakan proses interaktif di
mana peneliti dan subjek penelitian belajar dari tindakan mereka dalam
rangka perubahan organisasi.
Menurut Kaplan dikutip Sarosa (2017) ada beberapa langkah da-
lam penelitian tindakan, yaitu:
1) Mengamati dan mendokumentasikan praktik inovasi
2) Mengajarkan inovasi tersebut pada para karyawan
3) Menulis jurnal dan buku tentang inovasi tersebut
4) Menerapkan konsep inovatif tersebut dalam organisasi baru.
Lebih lanjut, Shani dan Pasmore mengemukakan ada empat
faktor dalam proses action research, yaitu: (1) konteks di mana action
research itu dilaksanakan, (2) kualitas hubungan, (3) kualitas proses ac-
tion research itu sendiri, dan (4) keluaran atau hasil dari action research.
Agar penelitian dapat dikatakan sebagai penelitian tindakan, peneliti
harus memperhatikan beberapa hal yang dikemukakan oleh Elden dan
Chrsholm (dikutip sarosa: 2017) berikut:
1) Tujuan dan nilai penelitian. Action research memiliki tujuan
seperti pada umumnya eksplorasi ilmiah, yaitu memberi-
kan sumbangan pada ilmu pengetahuan dan secara khusus
memiliki tujuan memberikan solusi permasalahan secara
praktis. Action research berorientasi pada perubahan dan be-
rusaha membawa perubahan yang bernilai positif
2) Fokus pada konteks. Action research berfokus pada permas-
alahan di dunia kerja, bukan hanya eksperimen di laboratori-
um atau di atas kertas saja.
3) Perubahan berdasarkan data. Action research harus berdasar-
kan data untuk melihat perubahan dan dampaknya. Peneliti
harus mengumpulkan data sepanjang proses penelitian dan
kemudian menganalisis dan menginterpretasikannya.
4) Partisipasi dalam proses penelitian. Action research meng-
haruskan partisipan yang menghadapi permasalahannya
sehari-hari terlibat secara aktif dalam penelitian. Partisipasi
yang dimaksud paling tidak mencakup penelaahan masalah
dan mencari solusi. Partisipan juga dapat terlibat dalam vali-
dasi hasil penelitian.
5) Penyebaran pengetahuan. Hasil dari penelitian tindakan ha-
rus ditulis dan dipublikasikan untuk dapat memenuhi krite-
ria pengembangan pengetahuan. Hal ini merupakan bagian
yang dikerjakan sendiri oleh peneliti meski tidak menutup
46
kemungkinan adanya bantuan atau keterlibatan partisipan.
47
baik dengan subjek, proses pengumpulan data melalui waw-
ancara mendalam dan pengamatan partisipan diperlukan
banyak waktu
2) Ketelitian dan kecermatan dalam melakukan pengujian keab-
sahan data melalui teknik triangulasi
3) Memiliki kemampuan menemukan tema dan merumuskan
hipotesis dengan membaca dan meneliti semua catatan lapa-
ngan dengan teliti
Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, perkembangan pene-
litian kualitatif dewasa ini cukup signifikan. Hal ini tidak terlepas dari
banyaknya manfaat yang dapat ditemukan melalui penelitian kualitatif.
Dalam bidang pendidikan, Moleong dikutip Tohirin (2013) menyebut-
kan beberapa pemanfaatan penelitian kualitatif, yaitu:
1) Pada penelitian awal dimana subjek penelitian tidak didefi-
nisikan secara baik dan kurang dipahami, kadang-kadang
peneliti tidak menetapkan terlebih dahulu siapa subjek pene-
litiannya. Subjek penelitian ditetapkan setelah peneliti terjun
ke lapangan
2) Pada upaya pemahaman penelitian perilaku dan penelitian
motivasional
3) Untuk penelitian konsultatif. Kebijakan pendidikan dan
bimbingan konseling sebelum diimplementasikan ke lapan-
gan perlu dikonsultasikan dengan berbagai pihak yang ber-
kompeten supaya tidak keliru dalam pengimplementasiann-
ya.
4) Untuk memahami isu-isu rumit tentang suatu proses yang
sulit disampaikan secara kuantitatif. Kadang-kadang isu atau
fenomena tertentu sulit untuk dideskripsikan secara kuanti-
tatif seperti isu klien yang depresi, kejenuhan konselor, dan
fenomena empati dalam dunia pendidikan
5) Untuk memahami isu-isu sensitif yang sulit disampaikan se-
cara kuantitatif. Isu-isu virginitas, seksualitas, dan moralitas
siswa maupun individu manusia akan sulit dideskripsikan
secara kuantitatif dan hanya memungkinkan dideskripsikan
secara kualitatif
6) Memahami isu-isu rinci tentang situasi dan kenyataan yang
dihadapi oleh seseorang atau peserta didik dan klien dalam
lembaga pendidikan dan dalam proses pelayanan bimbingan
dan konseling
7) Untuk keperluan evaluasi; misalnya evaluasi terhadap pelak-
sanaan proses pendidikan dan pelayanan bimbingan konsel-
ing
48
8) Untuk meneliti latar belakang fenomena proses pendi-
dikan, pembelajaran dan bimbingan konseling sulit diteliti
dideskripsikan melalui penelitian kuantitatif.
9) Digunakan untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan
dengan latar belakang subjek penelitian; misalnya prosil seo-
rang pendidik, konselor, peserta didik, dan lain-lainnya
10) Digunakan untuk lebih dapat memahami setiap fenomena
yang hingga kini belum banyak diketahui
11) Digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-
hal yang sudah banyak diketahui
12) Digunakan oleh peneliti yang bermaksud meneliti suatu
fenomena secara lebih mendalam
13) Dimanfaatkan oleh peneliti yang tertarik untuk menelaah
sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi memasuki
lembaga pendidikan, motivasi mengikuti pelayanan bimbin-
gan, dan lain-lain.
14) Digunakan oleh peneliti yang berkeinginan untuk menggu-
nakan hal-hal yang belum banyak diketahui ilmu pengeta-
huan terutama ilmu pendidikan
15) Dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari
segi prosesnya, misalnya proses pembelajaran, proses terapi,
dan lain-lain.
Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Sukmadinata (2011)
yang menyebutkan ada lima kegunaan penelitian kualitatif, yaitu:
1) Untuk pengembangan teori. Penelitian kualitatif dengan
teknik studi kasus sangat cocok untuk melakukan pengung-
kapan (exploratory) dan penemuan atau discovery.
2) Sumbangan bagi penyempurnaan praktik. Penelitian kual-
itatif menghasilkan deskripsi dan analisis tentang kegiatan,
proses atau peristiwa-peristiwa penting. Studi-studi kasus
yang dilakukan secara terpisah dan dalam kurun waktu yang
berbeda, tentang fokus-fokus masalah, kegiatan atau program
yang sama dapat menjadi masukan yang sangat berharga bagi
penyempurnaan praktik.
3) Sumbangan bagi penentuan kebijakan. Hasil penelitian kual-
itatif juga dapat memberikan sumbangan bagi perumusan,
implementasi, dan perubahan kebijakan.
4) Sumbangan bagi klarifikasi isu-isu dan tindakan sosial. Stu-
di kasus dapat difokuskan pada pengalaman-pengalaman
dalam kehidupanantar-ras dan kelompok etnik, kelas sosial,
dan peranan gender.
49
5) Sumbangan bagi studi-studi khusus, yang tidak mungkin
diteliti dengan penelitian biasa seperti penelitian bagi orang-
orang sibuk, ada hambatan bahasa, topik yang kontroversial,
atau rahasia.
50
BAB III
MASALAH & FOKUS PENELITIAN KUALITATIF
A. Pengantar
Pemilihan topik atau tema dalam penelitian kualitatif sangatlah
penting. Peneliti dapat mengawali dari mengidentifikasi adanya praktik
yang tidak dapat dijelaskan oleh teori-teori yang telah ada. Menurut
Collis dan Hussey dikutip Sarosa (2017) ada beberapa langkah dalam
mengidentifikasi topik penelitian yang berasal dari literatur adalah:
1) Baca literatur dan identifikasi celah yang dapat menjadi topik
penelitian
2) Buat daftar topik potensial dan rumuskan pertanyaan-
pertanyaan penelitian berdasarkan topik tersebut
3) Bandingkan dengan literatur yang ada
4) Uji kelayakan topik untuk penelitian
5) Buang pertanyaan penelitian yang tidak layak
6) Jika masih ada yang layak, teruskan ke langkah berikutnya
51
Grounded Studi
Narasi Fenomenologi Etnografi
Theory Kasus
Studi
naratif Studi
kasus
Cerita- Grounded
cerita theory Terbatas
Fenomenologi Etnografi
Epiphanies Memuncul- Kasus
kan tunggal
Pengalaman atau kolek-
hidup tif
Kronologi
Tabel 3.1 Kata-kata yang Digunakan dalam Mengkodekan Pernyatan Tujuan
52
masalah [enelitian kualitatif ini dikemukakan oleh Tohirin (2013) yaitu:
1) Prinsip yang berkaitan dengan teori dasar. Perumusan
masalah dalam penelitian didasarkan atas upaya menemukan
teori dasar sebagai acuan
2) Prinsip yang berkaitan dengan maksud perumusan masalah.
Hakikat penelitian kualitatif terletak pada upaya penemuan
dan penyusunan teori baru. Hal ini tentu lebih dari hanya
sekadar menguji, mengonfirmasi, atau memverifikasi suatu
teori yang sedang berlaku.
3) Prinsip hubungan faktor. Fokus sebagai sumber masalah
penelitian merupakan rumusan yang terdiri atas dua atau
lebih faktor yang menghasilkan tanda tanya.
4) Fokus sebagai wahana untuk membatasi studi. Perumusan
masalah untuk peneliti akan mengarahkan dan membimbing
pada situasi lapangan yang seperti apakah yang akan
dipilihnya.
5) Prinsip yang berkaitan dengan kriteria inklusi-ekslusi.
Masalah yang dirumuskan secara jelas dan tegas akan menjadi
alat yang ampuh untuk memilih data yang relevan.
6) Prinsip yang berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan
masalah. Perumusan masalah dapat dilakukan secara diskusi,
secara proporsional, dan juga secara gabungan.
7) Prinsip yang berhubungan dengan posisi perumusan masalah.
Posisi ini dimaksudkan dengan kedudukan rumusan masalah
di antara unsur-unsur penelitian lainnya.
8) Prinsip yang berkenaan dengan hasil penelahaan kepustakaan
9) Prinsip yang berkenaan dengan penggunaan bahasa.
Penulisan rumusan masalah perlu disesuaikan dengan
tingkat kemampuan para pembacanya. Perumusan masalah
hendaknya menggunakan bahasa yang tidak berbelit-belit
dan mudah dipahami.
Tidak semua masalah dapat diangkat dalam sebuah penelitian.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nazir dikutip Djamal (2017) yang
menyebut ada beberapa ciri masalah yang baik, yaitu:
1) Masalah yang memiliki nilai penelitian. Dalam poin ini,
masalah harus memiliki nilai kegunaan tertentu. Untuk
itulah masalah yang dipilih harus memiliki kriteria:
a. Masalah yang dipilih harus memiliki nilai kebaruan atau
sesuatu yang relatif baru dan tidak kedaluarsa
b. Masalah tersebut harus memiliki nilai sebagai
pengembang ilmu pengetahuan
c. Masalah harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
53
karena harus dijawab melalui analisis kebutuhan
2) Masalah harus fisibel. Masalah yang diangkat harus memiliki
fisibilitas untuk dipecahkan oleh penelitian. Masalah dapat
dipecahkan apabila memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Ketersediaan data dan metode, artinya data dapat
diperoleh dari berbagai sumbernya dan metode yang
digunakan sesuai dengan kondisi dan masalah penelitian
tersebut
b. Ketersediaan biaya dan waktu yang sesuai dengan
kebutuhan peneliti
c. Masalah yang dipilih tidak bertentangan dengan hukum
dan norma yang ada di masyarakat, adat, dan agama.
d. Masalah yang diangkat harus sesuai dengan kualifikasi
dan latar belakang peneliti. Artinya, masalah yang
dipilih harus relevan dan sesuai dengan kompetensi dan
kualifikasi yang dimiliki oleh peneliti. Sebagai contoh,
peneliti dalam bidang pendidikan akan mengangkat
masalah dalam bidang penelitian juga karena sesuai
dengan ketertarikan dan juga background pendidikannya.
Hal lain yang patut dipahami dalam penelitian adalah rumusan
masalah penelitian. Rumusan masalah dan masalah penelitian
merupakan dua hal yang berbeda. Masalah diartikan sebagai
penyimpangan suatu kejadian atau fenomena dari apa yang kita harapkan
atau kondisi yang ideal. Rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian
yang disusun berdasarkan masalah yang harus dicari atau ditemukan
jawabannya melalui serangkaian kegiatan dalam pengumpulan data.
Dalam konteks ini, seharusnya peneliti menyajikan berbagai data yang
menunjang pada pemasalahan yang diusung. Jika masalah penelitian
yang diangkat berkaitan dengan minimnya budaya literasi di Indonesia,
maka peneliti harus menyodorkan data terkait literasi. Data penunjang
tersebut dapat berupa hasil riset PISA (Programme for International
Students Assessment) maupun data lainnya dari lembaga atau otoritas
yang berkepentingan.
Jika dibandingkan dengan penelitian kuantitatif, perumusan
masalah pada penelitian kualitatif justru menggunakan pendekatan
induktif sedangkan penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan
deduktif. Artinya, dalam penelitian kualitatif datang ke lokasi penelitian
baik di sekolah, masyarakat, kelas, laboratorium, dan lain-lain. Peneliti
harus tinggal beberapa lama di lokasi penelitian untuk menggali
masalah dengan cara berinteraksi secara intensif kepada partisipan.
Selain melakukan observasi, peneliti juga dapat melakukan observasi
jarak dekat dengan bersifat partisipatif. Selain pengamatan atau
54
observasi, peneliti juga dapat menggunakan wawancara mendalam
kepada partisipan untuk memperoleh data atau informasi yang lebih
detail dan mendalam.
Dengan kenyataan bahwa pendekatan induktif digunakan dalam
penelitian kualitatif maka konsekuensinya adalah rumusan masalah
dalam penelitian ini tidak diturunkan dari teori atau konsep. Hal lain
juga perlu dipahami bahwa rumusan masalah juga bukan berasal dari
si peneliti. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa si
peneliti juga harus memanfaatkan dan menggunakan konsep atau teori
yang berhubungan. Dengan menggunakan konsep atau teori tersebut
diharapkan dapat membantu peneliti dalam mempertajam analisis
atau perspektifnya. Artinya, dasar utama tetaplah data yng diperoleh di
lapangan sedangan konsep atau teori hanya dijadikan pendukung dari
data yang diperoleh tersebut.
Menurut Putra (2013) gambaran atau tahapan dalam penelitian
kualitatif yang bersifat induktif tersebut dapat dilakukan dengan proses
berikut.
1) Penjajakan atau grand tour (observasi dan wawancara)
2) Masalah dan fokus penelitian
3) Penelitian lapangan (mini tour) melalui wawancara
mendalam dan Focus Group Discusion (FGD)
4) Hasil sementara (kategori dan tema)
5) Penelitian lapangan (keabsahan data)
6) Hasil penelitian (tema, pola, model, proses, dan hipotesis)
7) Penelitian lapangan (pemantapan hipotesis)
8) Teori
Lebih lanjut, Sugiyono (2015) menyatakan ada tiga rumusan
masalah deskriptif berdasarkan level of explanation, yaitu:
1) Rumusan masalah deskriptif adalah suatu gejala rumusan
masalah yang memandu peneliti untuk mengungkapkan atau
memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh,
luas, dan mendalam
2) Rumusan masalah komparatif adalah rumusan masalah yang
memandu peneliti untuk membandingkan antara konteks
sosial atau domain satu dibandingkan dengan yang lain
3) Rumusan masalah asosiatif atau hubungan adalah rumusan
masalah yang memandu peneliti untuk mengonstruksikan
hubungan antara situasi sosial atau domain satu dengan
yang lainnya. Rumusan masalah ini dibagi menjadi tiga
bagian yaitu, hubungan simetris, kausal, dan reciprocal atau
interaktif. Hubungan simetris adalah hubungan suatu gejala
yang munculnya bersamaan sehingga bukan merupakan
55
hubungan sebab akibat atau interaktif. Hubungan kausal
adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Selanjutnya,
hubungan reciprocal adalah hubungan yang saling
mempengaruhi, dalam penelitian kualitatif, hubungan yang
diamati atau ditemukan adalah hubungan yang bersifat
reciprocal atau interaktif.
Lebih lanjut, Moleong (2017) menyebutkan ada beberapa lang-
kah dalam perumusan masalah penelitian kualitatif, yaitu:
1) Tentukan fokus penelitian
2) Cari berbagai kemungkinan faktor yang ada kaitannya dengan
fokus tersebut yang dalam hal ini dinamakan subfokus
3) Dari berbagai faktor tersebut, lakukan pengkajian mana
yang menarik untuk ditelaah, kemudian tetapkan mana yang
dipilih
4) Kaitkan secara logis faktor-faktor subfokus yang dipilih
dengan fokus penelitian
56
pengamatan terhadap situasi atau objek tertentu. Pengamatan ini dapat
berupa: (1) pengamatan terhadap kegiatan atau aktivitas manusia,
(2) bahan bacaan, (3) menganalisis pengetahuan, (4) replikasi atau
perluasan penelitian, (5) pengalaman dan catatan pribadi, (6) praktik
dan harapan masyarakat, (7) pengamatan terhadap alam sekitar atau
lingkungan, dan (8) diskusi-diskusi ilmiah.
Pertama, sebuah masalah dapat ditemukan dengan melakukan
pengamatan atau observasi terhadap kegiatan atau aktivitas manusia.
Dalam dunia pendidikan misalnya, kita dapat mengamati cara guru
atau dosen dalam mengajar di kelas. Tidak hanya pada kemampuan
mengajarnya saja yang diamati, tetapi juga aspek-aspek lain seperti
kemampuannya mengelola kelas, cara berinteraksi kepada siswa-
siswanya, dan lain-lain. Dalam bidang lain juga dapat diberlakukan
proses pengematan dalam menemukan suatu permasalahan, seperti
dalam perusahaan, keluarga, sosial masyarakat, komunitas, dan lain-
lain.
Kedua, penemuan masalah dapat diperoleh melalui bahan bacaan
atau referensi. Bahan bacaan yang dimaksud di sini tidak hanya terbatas
pada buku-buku, tetapi dapat juga dari media massa, seperti koran,
majalah, dan media daring (online). Dengan semakin banyak membaca,
peneliti akan menemukan inspirasi dalam mengangkat permasalahan
dalam penelitian. Contoh-contoh masalah yang diperoleh dalam poin
ini, antara lain masalah konflik budaya, konflik agama, penyebaran hoax,
meningkatnya kekerasan fisik maupun verbal, masalah perundungan
atau bullying dan lain-lain.
Selanjutnya, sebuah masalah juga dapat kita temukan dengan
menganalisis pengetahuan. Dalam hal ini, kita dapat mencermati
berbagai aplikasi atau penerapan teori-teori ilmu pengetahuan dalam
bidang-bidangnya. Dalam bidang pendidikan, masalah yang dapat
diangkat antara lain kritik terhadap penerapan teori esensialisme dan
perenialisme, penerapan teori feminisme dalam karya saatra, dan masih
banyak lagi yang lainnya.
Cara keempat dalam memperoleh suatu masalah dalam penelitian
adalah melalui replikasi atau perluasan penelitian sebelumnya. Artinya,
sebuah masalah dapat dikembangkan dari penelitian-penelitian
yang sudah ada baik dari orang lain maupun penelitian kita sendiri.
Penelitian yang sudah dilakukan misalnya berkaitan dengan studi
analisis kebutuhan tentang Mata Kuliah Bahasa Indonesia dalam ruang
lingkup satu institusi (kampus). Selanjutnya kita dapat mengembangkan
dengan dengan studi analisis kebutuhan MK Bahasa Indonesia berbasis
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam se-Indonesia.
Kelima, cara menemukan masalah penelitian dengan pengalaman
57
atau catatan pribadi. Hal ini merupakan aktivitas yang sangat dekat
dengan peneliti namun kadang-kadang diabaikan atau cenderung tidak
disadari. Sebagai seorang pendidik, kita dapat mengangkat masalah yang
berkaitan dengan pengalaman dalam mengajar sehari-hari. Mengapa
banyak siswa-siswa yang sulit menengkap materi? Mengapa siswa-
siswa cenderung enggan mengerjakan tugas? Bagaimana menangani
anak yang memiliki sikap temperamental? Hal-hal sederhana tersebut
merupakan kejadian dan pengalaman pribadi yang dapat diangkat
dalam sebuah penelitian.
Poin keenam dalam menemukan masalah dalam penelitian
adalah dengan melihat praktik dan keinginan masyarakat. Pada
bagian ini, banyak aspek-aspek kehidupan masyarakat yang dapat
diangkat ke dalam penelitian. Praktik-praktik tersebut dapat berupa
ketidakadilan gender dalam masyarakat, fenomena KKN (korupsi,
kolusi, dan nepotisme), masalah bantuan dana pendidikan (BOS),
masalah penerapan Full Day School, tergerusnya sikap dan perilaku
baik bagi anak-anak, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan keinginan
masyarakat juga dapat dijadikan masalah penelitian. Banyak hal-hal
yang menjadi keinginan masyarakat umum yang kadang belum sesuai
dengan yang diharapkan.
Ketujuh, masalah penelitian dapat ditemukan dengan pengamatan
terhadap alam sekitar. Selain pengamatan aktivitas manusia, peneliti
juga dapat melakukan pengamatan terhadap alam sekitar. Dari alam,
kita memperoleh berbagai inspirasi termasuk masalah penelitian.
Bencana alam, pemanasan global, krisis air bersih, hingga masalah
sampah dapat dijadikan sebagai sumber masalah dalam penelitian.
Terakhir, masalah penelitian dapat juga dimulai dengan mengikuti
diskusi-diskusi atau temu ilmiah. Melalui forum ini, peneliti akan
menemukan skema dan kerangka pengetahuan yang kian luas sehingga
dapat memunculkan masalah dan ide dalam penelitian. Dengan
mengikuti diskusi dan seminar, akan menambah wawasan, pengetahuan
dan informasi yang disampaikan oleh para ahli di bidangnya. Dengan
wawasan-wawasan baru tersebut, sebuah ide dalam penelitian dapat
dimanfaatkan. Misalkan dalam kajian psikologi anak yang diadakan
oleh pihak kampus, peneliti dari latar belakang ilmu pendidikan dapat
turut serta dalam kegiatan ini. Mungkin, tidak menutup kemungkinan
kita menemukan ide atau embrio penelitian yang berkaitan dengan
psikologi pendidikan, mungkin untuk anak-anak TK, SD, siswa-siswa
sekolah menengah, bahkan untuk psikologi pendidikan bagi kalangan
mahasiswa.
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, penelitian
kualitatif bertujuan tidak untuk melakukan generalisasi pada setiap
58
kasus tetapi melakukan pendalaman terhadap kasus tertentu. Kondisi
ini akan berimplikasi pada perluasan temuan dalam penelitian kualitatif.
Menurut Sukmadinata (2011) ada sepuluh komponen desain yang
mempengaruhi perluasan temuan dalam penelitian kualitatif, yaitu:
1) Peranan peneliti dalam menjalin hubungan sosial dengan
partisipan
2) Pemilihan informan: kriteria, alasan, dan penentuan
informan dilakukan dalam kaitan dengan sampel purposif
3) Konteks sosial: pengumpulan data dirancang dalam tatanan
sosial, baik fisik, sosial, hubungan interpersonal maupun
fungsional
4) Strategi pengumpulan data: menggunakan macam-macam
metode meliputi wawancara mendalam, pengamatan
partisipatif, dokumen atau triangulasi
5) Strategi analisis data: digambarkan prosesnya
6) Narasi murni: deskripsi yang padat disajikan secara naratif-
analitik
7) Kekhasan: kelompok atau lokasi yang memiliki karakteristik
yang istimewa
8) Premis-premis analitis: teori-teori dasar dan kerangka
pemikiran penelitian
9) Penjelasan alternatif: rencana penjelasan yang dapat diterima
dan ditolak
10) Ada beberapa kriteria lain seperti etnografi, fenomenologi,
studi kasus, teori dasar, dan tradisi kritis.
59
BAB IV
UNIT ANALISIS (POPULASI) & SAMPEL
A. Pengantar
Seperti halnya penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif juga
dikenal istilah populasi dan sampel. Namun, makna dan arti populasi
dan sampel dalam penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian
kuantitatif. Terdapat perbedaan yang fundamental antara populasi dan
sampel dalam penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Dalam
penelitian kualitatif, populasi dan sampel diistilahkan dengan subjek
penelitian atau unit analisis sedangkan pada penelitian kuantitatif
dimaknai sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti.
Dalam penelitian kualitatif, sebenarnya tidak dikenal dengan
istilah populasi tetapi menurut Spradley disebut dengan istilah social
situation. Social situation tersebut terdiri atas tempat atau place, pelaku
atau actors, dan aktivitas atau activity. Situasi sosial tersebut dapat
berada di rumah, di tempat kerja, orang-orang di sudut jalan, di desa,
di kota, dan lain-lain.
Konsep tentang subjek penelitian dikaitkan dengan apa dan siapa
yang diteliti. Namun yang menjadi persoalan utama adalah bagaimana
kita dapat menentukan dan memperoleh subjek penelitian dan unit
pengamatan sehingga akan diperoleh suatu penelitian yang kredibel.
Hal lain yang berkaitan dengan persoalan tersebut adalah kriteria
apa yang digunakan untuk menetapkan subjek penelitian yang sesuai
dengan topik dan bagaimana mendapatkannya.
60
Sampel Bagian dari representasi Narasumber,
populasi atau sampel partisipan, informan,
statistik digunakan untuk teman dan guru
digeneralisasi dalam penelitian.
Sampel digunakan
untuk mendapatkan
informasi yang
mendalam dan
maksimal
Teknik Banyak teknik yang dapat Umumnya
sampling digunakan sesuai dengan menggunakan teknik
kebutuhan purposif dan snowball
sampling
Jumlah Ditentukan sebelum turun Tidak dapat
sampling di lapangan berdasarkan ditentukan secara
jumlah populasi dengan pasti di awal
menggunakan perhitungan penelitian, bergulir
tertentu seiring dengan
pengungkapan data
yang menunjukkan
informan yang
tepat untuk
mengungkapkannya
Pemanfaatan Berlaku generalisasi untuk Hanya untuk
hasil penelitian seluruh populasi dimanfaatkanuntuk
situasi sosial yang
sama atau identik
Tabel 4.1 Perbedaan Populasi dan Sampel antara Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif
61
populasi sebagai keseluruhan unsur yang diteliti
4. Populasi dapat diartikan sebagai organisme, orang atau
sekelompok orang, masyarakat, organisasi, benda, objek,
peristiwa, atau laporan yang semua memiliki ciri dan harus
didefinisikan secara spesifik dan tidak secara mendua (Robert
B. Burns).
Di samping beberapa definisi yang sejalan dengan teori kualitatif,
ada beberapa definisi populasi pula yang berseberangan dan digunakan
dalam penelitian kuantitatif, antara lain:
1. Gay dan Diehi (1992) mengatakan bahwa populasi adalah the
population is the group of interest to the researcher, the group
to with she or he would like to generalize the results of the study
2. Frankel dan Wallen (1993) mengemukakan bahwa populasi
adalah kelompok yang diminati oleh peneliti yang nantinya
akan dilakukan generalisasi hasil penelitiannya akan diterap-
kan.
Penelitian kualitatif tidak mengenal istilah populasi karena jenis
penelitian ini berawal dari kasus tertentu yang ada pada situasi mas-
yarakat tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke pop-
ulasi, tetapi dapat ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang
memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang diteliti.
2) Pengertian Sampel
Secara umum konsep sampel merupakan bagian kecil dari jum-
lah populasi yang ditentukan untuk dimanfaatkan dalam proses pen-
gambilan data dalam penelitian. Definisi sampel menurut Spradley di-
kutip Djamal (2017) adalah segala hal yang dapat dijadikan objek atau
sasaran dalam penelitian yang merupakan situasi sosial (pelaku, tem-
pat, dan aktivitas). Peneliti dapat menganalisis interaksi antar-waktu,
pelaku, dan aktivitasnya sebagai objek penelitian.
Definisi lain juga dikemukakan oleh Satori dan Komariah (2017)
yang menyebut sampel sebagai bagian kecil dari anggota populasi yang
diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasin-
ya secara representatif. Dalam penelitian kualitatif, tidak relevan jika
peneliti membatasi informan dengan menentukan besaran ukuran in-
forman dengan menggunakan hitungan statistik, karena belum tentu
yang terjaring tersebut dapat menjawab permasalahan penelitian.
Namun harus dipahami bahwa konsep objek penelitian dalam
penelitian kualitatif ini berbeda dengan penelitian kuantitatif. Objek
penelitian kualitatif kadang-kadang disebut juga sampel. Sampel dis-
ini tidak dapat disamakan pula dengan konsep sampel pada metode
kuantitatif. Sampel dalam metode kualitatif tidak dimaksudkan untuk
62
membuat generalisasi untuk populasi, meskipun dapat ditransfer dalam
situasi sosial yang lain yang memiliki persamaan dengan objek pene-
litiannya. Sampel dalam metode kualitatif inilah yang disebut sebagai
informan atau narasumber dan bukan responden.
Menurut Sukmadinata (2007) ada beberapa hal yang harus diper-
hatikan oleh peneliti dalam menetapkan sampel dalam penelitian kual-
itatif, yaitu:
a. Pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi pada dasarnya merupakan
penentuan unit, bagian, dan tempat di mana orang-orang ter-
libat dalam kegiatan atau peristiwa yang diteliti. Penentuan
tersebut perlu dirumuskan dengan jelas terutama dalam fokus
penelitian yang kompleks seperti pengembangan kompetensi
guru, peningkatan kemampuan manjerial, dan lain-lain.
b. Penetuan sampel komprehensif. Dalam menentukan sam-
pel komprehensif perlu mempertimbangkan semua sumber
informasi, partisipan, kelompok, situasi dan peristiwa. Apa-
bila fokus yang penelitian yang diambil berkaitan dengan
kekerasan di sekolah, maka penentuan sampel mencakup
semua sumber yang berkaitan dengan kasus tersebut, baik
pelaku, korban, guru bimbingan konseling, serta kepala se-
kolah.
c. Penentuan sampel variasi maksimum. Penentuan sampel ini
dilakukan untuk mendapatkan perbedaan persepsi partisipan
secara maksimum. Meskipun dari penentuan sampel secara
komprehensif telah ditemukan kelompok-kelompok sumber
data, tetapi di antara sumber-sumber tersebut masih terdapat
variasi. Dalam memperoleh persepsi yang menyeluruh digu-
nakanlah sampel variasi maksimum ini.
d. Penentuan sampel jaringan. Sampel jenis ini disebut juga
dengan istilah snowball sampling. Sampel ini merupakan
sampel yang menentukan seorang partisipan pertama yang
menunjuk ke partisipan selanjutnya dan begitu seterusnya.
Jenis sampel ini digunakan sebanyak mungkin partisipann-
ya dalam memperoleh kelengkapan informasi dari partisipan
terdahulu.
e. Penentuan sampel tipe khusus. Penentuan sampel jenis ini
merupakan teknik menentukan sampel dengan memilih ka-
sus-kasus yang yang memiliki keistimewaannya, baik karena
tanggung jawab, kedisiplinan, maupun popularitasnya.
f. Ukuran sampel. Dalam penelitian kualitatif, penentuan sam-
pel dipandang sebagai proses yang dinamis dan bertahap, ti-
dak ditentukan sebelumnya secara pasti. Penentuan besarnya
63
sampel didasarkan atas tujuan penelitian, fokus penelitian,
kelengkapan informasi, kebaruan informasi, dan kelayakan
informasi. Jumlah partisipan penelitian kualitatif ditaksir an-
tara 1 sampai 40 orang.
C. Teknik Sampling
Selanjutnya, Miles dan Huberman (1992) menyebutkan bahwa
ada kecenderungan sampel dalam penelitian kualitatif, antara lain:
a. Menggunakan orang yang lebih kecil jumlahnya
b. Bersifat purposif karena proses sosial memiliki logika dan
perpaduan sehingga penarikan suatu penarikan sampel se-
cara acak pada peristiwa atau perlakuan biasanya akan men-
gurangi jumlah hal-hal kecil yang tidak dapat ditafsirkan
c. Dapat berubah; pilihan awal seorang informan dapat beru-
bah terhadap informan yang lain sebagai perbandingan atau
untuk menemukan hubungan
d. Merupakan usaha menemukan keseragaman dan bersifat
umum dunia sosial yang dilakukan terus menerus dan be-
rulang.
Secara umum, teknik sampling adalah merupakan teknik pen-
gambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan
dalam penelitian, terdapat berbagai teknik samping yang dapat digu-
nakan. Pada dasarnya, teknik sampling dibedakan menjadi dua bagian
besar, yaitu probability sampling dan non-probablity sampling. Probabili-
ty sampling terbagi atas simple random sampling, proportionate stratified
random sampling, disprorortionate stratified random sampling, dan area
(cluster) sampling menurut daerahnya. Sedangkan non-probability sam-
pling terbagi atas sampling sistematis, sampling kuota, sampling inciden-
tial, purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling.
Dalam penelitian kualititatif, teknik sampling yang sering digu-
nakan adalah purposive sampling dan teknik snowball sampling. Secara
lebih jelas, materi tersebut dibahas pada poin berikutnya.
64
Menurut Lincoln dan Guba dikutip Sugiyono (2010)
mengemukakan bahwa naturalistic sampling is, then, very different
from conventional sampling. It is based on informational, not statistical,
considerations. Its purpose is to maximize information, not to facilitate
generalization. Artinya, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif
atau naturalistik sangat berbeda dengan penenntuan sampel dalam
penelitian konvensional atau kuantitatif. Penentuan sampel dalam
penelitian kualitatif tidak didasarkan pada perhitungan statistik sampel
yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum,
bukan untuk digeneralisasi.
Lebih lanjut, Lincoln dan Guba menentukan beberapa spesifikasi
sampel yang merupakan ciri-ciri purposive sampling, yaitu: (1) emergent
sampling design atau bersifat sementara, (2) serial selection of sample
unit atau menggelinding seperti bola salju, (3) continuous adjustment
or focusing of the sample atau disesuaikan dengan kebutuhan, dan (4)
selection to the point of redundancy atau dipilih sampai jenuh.
Hal lain yang patut diperhatikan adalah pendapat dari Maxweel
dikutip Alwasilah (2017) yang menyatakan tentang empat tujuan
pemilihan sampel secara purposif. Hal-hal tersebut mencakup:
1) Berkaitan dengan kekhasan atau derajat representatif dari
latar, individu, atau kegiatan
2) Alasan heterogenitas dalam populasi
3) Untuk mengkaji kasus-kasus yang kritis terhadap teori-teori
yang ada
4) Mencari perbandingan-perbandingan untuk mencerahkan
alasan-alasan perbedaan antara latar, kejadian, atau individu.
Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif ditentukan
oleh peneliti semenjak memasuki lapangan dan selama penelitian
berlangsung atau emergent sampling design. Caranya yaitu, peneliti
memilih orang-orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan
data yang diperlukan; selanjutnya didasarkan data atau informasi yang
diperoleh oleh sampel tadi, peneliti dapat menetapkan sampel lainnya
yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap. Praktik
inilah yang disebut sebagai serial selection of sample units atau dalam
istilah lain disebut sebagai teknik snowball. Unit sampel yang dipilih
akan semakin terarah sejalan dengan makin fokusnya penelitian. Proses
inilah yang dinamakan sebagai continuous adjustment of focusing of the
sample.
Dalam proses pengambilan atau penetuan sampel, berapa
besar atau jumlah sampel tidak dapat ditentukan sebelumnya. Seperti
yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa besaran sampel ditentukan
oleh pertimbangan informasi dari partisipan pertama. Hal ini senada
65
dengan pemaparan Lincoln dan Guba (dalam Sugiyono: 2010) bahwa
if the purpose is to maximize information, then sampling is terminated
when no new information is forth-coming from newly sampled units; thus
redundancy is primary criterion. Lebih lanjut Nasution dikutip Sugitono
(2010) menjelaskan bahwa penentuan sampel unit telah dianggap
memadai apabila telah menyentuh pada level jenuh (redundancy).
Artinya bahwa dengan menggunakan sumber data selanjutnya boleh
dikatakan tidak lagi memperoleh informasi tambahan yang baru.
Dalam penelitian kualitatif, sampel sumber data yang
dikemukakan masih bersifat sementara. Namun demikian pembuat
proposal penelitian kualitatif perlu menyebutkan siapa saja yang
kemungkinan akan digunakan sumber data. Misalnya akan meneliti
tentang gaya belajar anak-anak jenius, maka sumber datanya dapat
diambil antara lain orang-orang yang dianggap jenius, keluarga, guru
yang membimbing, serta kawan-kawan dekatnya. Selanjutnya jika yang
kita teliti tentang gaya kepemimpinan seseorang, maka sampel sumber
data adalah pimpinan yang bersangkutan, bawahan, atasan, dan teman
sejawat, yang dianggap paling tahu tentang gaya kepemimpinan yang
diteliti.
Spradley dikutip Sugiono (2010) menyebutkan ada beberapa
kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan siapa saja yang akan
dijadikan sampel penelitian atau partisipan, yaitu:
1) Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui
proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekadar
diketahui, tetapi juga dihayati
2) Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau
terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti
3) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk
dimintai informasi
4) Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil
kemasannya sendiri
5) Mereka yang pada mulanya tergolong cukup asing dengan
peneliti sehingga menggairahkan untuk dijadikan semacam
guru atau narasumber
Ada beberapa tipe penentuan sampel yang dikemukakan oleh
McMillan dan Schumacher dikutip Satori dan Komariah (2017)
termasuk dalam purposive sampling, yaitu pemilihan lokasi, sampling
komprehensif, sampling network, dan sampling berdasarkan jenis kasus.
1) Pemilihan lokasi atau site selection
Pemilihan lokasi merupakan lokasi untuk menempatkan
orang dalam kegiatan dipilih oleh peneliti berfokus pada
mikro proses yang kompleks. Definisi tentang kriteria lokasi
66
sangatlah esensial. Kriteria tersebut harus sesuai dengan
tujuan dah masalah penelitian.
2) Penarikan sampel komprehensif atau comprehensive sampling
Sampling komprehensif, di mana partisipan, kelompok,
setting, kejadian, atau informasi yang relevan diteliti,
merupakan strategi sampling yang dipilih. Setiap sub-unit
dapat diatur dalam bentuk dan sangat bervariasi sehingga
seseorang tidak ingin kehilangan variasi yang mungkin.
3) Penarikan sampel variasi maksimum atau maximum variation
sampling
Sampling variasi maksimum atau pemilihan kuota merupakan
sebuah strategi untuk menjelaskan aspek-aspek yang berbeda
dari masalah penelitian.
4) Penarikan sampel jaringan atau network sampling
Network sampling disebut sampling snowball merupakan
strategi di mana setiap partisipan yang terus menerus atau
kelompok dinamai berdasarkan kelompok dan individu
yang ada. Masalah partisipan adalah dasar dalam memilih
sampel. Peneliti membentuk profil tentang kedudukan atau
ciri-ciri yang dicari dan menanyakan setiap partisipan untuk
menyarankan yang lain yang sesuai dengan profil yang dibuat
atau mempunyai sifat-sifat yang diinginkan.
5) Penarikan sampel dengan jenis kasus atau sampling by case
type
Strategi sampling lain dalam purposive adalah penarikan
sampel dengan jenis kasus tertentu. Kasus yang dimaksud
adalah analisis mendalam terhadap sebuah fenomena dan
bukannya sejumlah orang yang menjadi sampel. Contoh
sampling berdasarkan jenis kasus adalah extreme-case,
intensive-case, typical case, unique-case, reputational-case,
critical-case, dan concept/theory-based sampling.
Ada beberapa tipe sampling yang dapat digunakan dalam pene-
litian kualitatif. Secara sederhana, tipe sampling dikelompokkan ber-
dasarkan tujuannya seperti yang dikemukakan oleh Creswell (2015)
seperti dalam tabel berikut.
Tipe sampling Tujuan
Mendokumentasikan keragaman individual atau
Variasi maksimum
tempat berdasarkan pada ciri-ciri spesifik
Memfokuskan, mereduksi, menyederhanakan,
Homogen
dan memfasilitasi wawancara kelompok
67
Memperbolehkan generalisasi logis dan
Kasus kritis penerapan informasi secara maksimum pada
kasus-kasus lain
Menemukan contoh dari suatu gagasan teoretis
Berbasis teori
dan kemudian menjabarkan dan mempelajarinya
Kasus penguat dan Menjabarkan analisis awal, mencari
pelemah pengecualian, mencari variasi
Mengidentifikasi kasus-kasus yang menarik dari
Bola salju atau masyarakat yang mengetahui siapa masyarakat
rantai yang mengetahui kasus-kasus apa yang kaya
akan informasi
Kasus ekstrim atau Belajar dari berbagai manifestasi tak lazim dari
menyimpang fenomena yang menarik
Kasus tipikal Menyoroti apa yang normal atau rataa-rata
Kasus kaya informasi yang mewujudkan
Intensitas
fenomena secara kuat tetapi ekstrim
Menarik perhatian yang diinginkan atau
Pengaruh politik menghindari menarik perhatian yang tidak
diinginkan
Menambah kredibilitas pada sampel ketika
Purposeful acak
potensi sampel purposeful terlalu besar
Purposeful Mengilustrasikan sub-sub kelompok dan
bertingkat memfasilitasi sebagai perbandingan
Semua kasus yang memenuhi sebagian kriteria;
Kriteria
berguna bagi jaminan kualitas
Mengikuti petunjuk-petunjuk baru; mengambil
Oportunitis
keuntungan dari yang tidak diperkirakan
Kombinasi atau Triangulasi, fleksibilitas, memenuhi beragam
campuran kepentingan dan kebutuhan
Menghemat waktu, uang, dan tenaga tetapi
Convenience
mengorbankan informasi dan kredibilitas
68
BAB V
INSTRUMEN DAN PEMBANGKITAN DATA
A. Pengantar
Pada bab ini, dibahas tentang ruang lingkup instrumen dan
pembangkitan data dalam penelitian kualitatif. Instrumen penelitian
kualitatif adalah si peneliti itu sendiri. Dalam bahasan berikut akan
diulas secara rinci tentang gambaran manusia sebagai key instrument.
Konsep key instrument ini tentu berbeda dengan instrumen yang
digunakan pada penelitian kuantitatif. Pada metode kuantitatif, banyak
instrumen yang digunakan dalam penelitiannya, baik kuesioner
maupun berupa tes. Namun pada metode kualitatif, instrumen utama
dalam penelitiannya adalah peneliti itu sendiri.
Pada bagian selanjutnya, diulas pula bagaimana cara
membangkitkan atau mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif.
Pengumpulan data merupakan istilah yang lazim dalam metode
kuantitatif. Namun dalam metode kualitatif, istilah yang tepat dan sesuai
adalah pembangkitan data. Istilah pembangkitan data lebih cenderung
mengarah pada upaya peneliti untuk memunculkan data yang ada di
lapangan. Hal ini tentu berbeda dengan metode kuantitatif yang seolah-
olah data telah tersedia di lapangan dan peneliti hanya mengumpulkan
data saja.
69
maupun logistiknya. Peneliti kualitatif sebagai key instrument, berfungsi
untuk menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber
data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,
menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.
Sebagai instrumen kunci, peneliti harus dibekali dengan berbagai
kemampuan baik kemampuan dalam metode penelitian, etika peneli-
tian, dan kemampuan bidang ilmu yang ditekuni. Menurut Nasution
dalam Satori dan Komariah (2017) harus memiliki ciri-ciri berikut.
1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap sega-
la stimulus dan lingkungan yang harus bermakna atau tidak
bagi peneliti.
2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua
aspek baik keadaan maupun aspek lainnya dan dapat meng-
umpulkan aneka ragam data sekaligus.
3) Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instru-
men berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluru-
han situasi terkecuali bagi manusia.
4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat
dipahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahamin-
ya kita perlu merasakan dan menyelaminya berdasarkan pen-
getahuan kita.
5) Peneliti sebagi instrumen dapat segera menganalisis data
yang diperoleh. Ia dapat menafsirkan, melahirkan hipote-
sis, dengan segera menentukan arah pengamatan dan segera
menguji hipotesis yang timbul seketika.
6) Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil
kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu
saat dan menggunakannya segera sebagai respons untuk
memperoleh penegasan, perubahan, dan perbaikan.
Sejalan dengan pemaparan ahli di atas, Lincoln dan Guba (1981)
juga menyatakan hal yang sama. Manusia sebagai instrumen penelitian
kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Manusia sebagi instrumen yang responsif terhadap lingkun-
gan dan terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkun-
gan
2) Manusia dapat menyesuaikan diri
3) Manusi bersikap menekankan pada keutuhan
4) Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan
5) Dalam hal-hal tertentu manusia memiliki kemampuan untuk
memperluas pengetahuan tersebut dengan pengalaman-pen-
galamannya
6) Manusia cenderung akan memproses data secepatnya
70
7) Manusia akan selalu memanfaatkan kesempatan untuk
mengklarifikasi dan mengikhtisarkannya.
8) Manusia akan memanfaatkan kesempatan untuk mencari re-
spons yang tidak lazim
C. Catatan Lapangan
Manusia sebagai key instrument memiliki peranan yang cukup
penting dalam penelitian kualitatif. Namun, kehadiran peneliti tersebut
sangat mutlak diperlukan. Dalam penelitian kualitatif, catatan lapangan
merupakan catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami,
dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap
data dalam penelitian kualitatif. Menulis catatan lapangan bertujuan
untuk mencatat segala sesuatu dengan rinci. Catatan lapangan bukan-
lah laporan atau rangkuman, atau sekadar seleksi dari hal-hal yang
menarik. Catatan lapangan bahan mentah lengkap riset peneliti yang
ditulisnya semuanya, atau peneliti akan lupa begitu banyak hal atau ha-
nya ingat sebagian hal-hal tertentu saja.
Hasil observasi partisipan yang sistematik dan analitik tergan-
tung pada pengaturan catatan-catatan lapangan yang komplit, tepat,
dan detail. Karena catatan-catatan lapangan berupa data dari observa-
si, pengamatan, dan studi dokumentasi, peneliti seharusnya berusaha
membuat catatan lapangan yang komprehensif sekali.
71
Ada beberapa bidang yang tercakup dalam catatan lapangan
menurut Bogdan dan Biklen (dikutip Satori & Komaroah: 2017) yaitu:
1) Gambaran tentang subjek. Bidang ini meliputi penampilan
fisik, pakaian, kelakuan khasnya, dan gaya bicara serta tin-
dakannya.
2) Rekonstruksi dialog. Percakapan yang berlangsung antara
subjek direkam dan demikian juga apa yang dikatakan sub-
jek kepada peneliti secara pribadi. Catatan tersebut bersifat
parafrase dan ikhtisar percakapan, tetapi hendaknya berusa-
ha keras agar kata-kata subjek sendiri tidak berkurang
3) Peskripsi latar fisik. Coretan gambar ruangan dengan pensil
atau potlot dan pengaturannya berguna untuk dicatat. Luki-
san verbal mengenai barang-barang semacam papan tulis,
papan pengumuman, perabotan, dan lantai serta dinding
baik juga untuk dimasukkan.
4) Catatan mengenai kejadian-kejadian khusus. Catatan terse-
but menguraikan tentang siapa yang tersangkut di dalam ke-
jadian, dengan cara bagaimana, dan sifat tindak perbuatan-
nya.
5) Lukisan kegiatan. Untuk kategori ini anda masukkan rincian
tingkah laku, maupun tindakan-tindakan khusus
6) Tingkah laku pengamat. Dalam penelitian kualitatif, subjekn-
ya adalah orang-orang yang diwawancarai dan dijumpai pada
latar penelitian, tetapi hendaknya memperlakukan diri sendi-
ri sebagai subjek pemeriksa juga.
Lebih lanjut, Moloeng dikutip Satori dan Komariah (2017) mem-
bagi catatan lapangan menjadi beberapa model, yaitu catatan pen-
gamatan, catatan teori, dan catatan metodologi.
1) Catatan pengamatan (CP) adalah pernyataan tentang semua
peristiwa yang dialami, yaitu yang dilihat dan didengar. Per-
nyataan tersebut tidak boleh berisis penafsiran, hanya mer-
upakan catatan sebagaimana adanya dan pernyataan yang
datanya sudah teruji kepercayaan dan keabsahannya
2) Catatan Teori (CT) adalah sebuah catatan yang dilakukan
jika peneliti mempersoalkan sesuatu yang melebihi fakta,
maka hal itu dimasukkan ke dalam catatan teori. Catatan
teori mewakili usaha yang terkontrol dan dilakukan secara
sadar untuk memperoleh pengertian dari satu atau beberapa
catatan pengamatan (CP).
3) Catatan metodologi (CM) adalah pernyataan yang berisi tin-
dakan operasional yang berpengaruh terhadap suatu kegia-
tan pengamatan yang direncanakan atau yang sudah disele-
72
saikan. Jadi catatan metodologi berupa instruksi terhadap
pengamat sendiri, peringatan, atau kritik terhadap taktiknya.
Selanjutnya, Bigdan dan Biklen juga menjelaskan ada sembilan
petunjuk yang dapat memberikan manfaat bagi peneliti, yaitu:
1) Catatan lapangan agar langsung dikerjakan dan jangan per-
nah untuk menunda. Jika ditunda maka peluang peneliti un-
tuk lupa akan semakin besar
2) Jangan berbicara kepada siapapun sebelum peneliti meny-
usun catatan lapangan. Membicarakannya dengan dengan
orang lain akan berakibat tercampurnya fakta dengan hal-hal
yang dibicarakan
3) Carilah tempat sepi yang memadai yang tidak terjangkau
oleh gangguan, dan siapkanlah dengan secukupnya alat-alat
yang diperlukan
4) Jika peneliti untuk pertama kali berada di lapangan dan hen-
dak mengerjakan penelitian semacam ini, sediakan waktu
secukupnya untuk keperluan pembuatan catatan lapangan
tersebut
5) Mulailah dengan membuat kerangka, kemudian kerangka
tersebut diperluas dengan coretan seperlunya, tetapi semua
harus diurut secara kronologis
6) Selain secara kronologis, dapat pula disusun berdasarkan
judul.
7) Biarkanlah percakapan dan peristiwa yang dialami mengalir
dari dalam diri peneliti ke jari-jemari dan seterusnya ke ker-
tas
8) Jika bagian tertentu telah selesai dan ternyata kemudian pe-
neliti lupa akan sesuatu, jangan ragu untuk menambahkan
9) Pekerjaan menyusun catatan lapangan merupakan pekerjaan
yang memakan waktu dan tenaga, malahan suatu saat mun-
gkin akan menimbulkan kebosanan. Upayakan untuk men-
cari cara dan solusi dalam mengatasinya.
73
perasaan, dan pengetahuan, (2) hasil pengamatan berupa deskripsi ke-
giatan, perilaku, tindakan, percakapan, interaksi interpersonal, organi-
sasi, proses masyarakat atau aspek lain dari pengalaman manusia yang
dapat diamati, dan (3) dokumen meliputi catatan harian, surat-surat,
publikasi, laporan resmi, catatan program dan lain-lain.
Berdasarkan pemahaman tersebut, data dapat diperoleh dari ma-
nusia (informan), peristiwa, lokasi, dokumen, bangunan rumah, dan
bahkan dari hewan maupun tumbuhan. Kesemuanya fakta tersebut
merupakan sumber data. Berdasarkan sumbernya, data dapat dikate-
gorikan menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan sumber data secara langsung tanpa melalui per-
antara, seperti: (1) peristiwa atau kegiatan yang diamati langsung, (2)
keterangan informan tentang dirinya, sikap dan pandangannya, yang
diperoleh melalui wawancara, dan (3) budaya kelompok masyarakat
tertentu yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung.
Sumber data sekunder adalah sumber yang memberikan data secara
tidak lagsung yaitu melalui orang lain atau lewat dokumen. Beberapa
contoh data sekunder antara lain peristiwa atau kejadian yang diperoleh
melalui koran, majalah, atau media massa yang lain, dan keterangan
yang diperoleh dari orang lain tentang kedisiplinan seorang guru.
Cara pengumpulan data pada penelitian kualitatif berbeda
dengan penelitian kuantitatif. Ada beberapa teknik atau metode yang
dapat digunakan dalam pembangkitan data kualitatif. Beberapa metode
yang sering digunakan untuk memperoleh data penelitian kualitatif
antara lain FGD (Focus Group Discussion), wawancara mendalam
(indepth interview), observasi (pengamatan) dan telaah dokumen.
Dalam penelitian, seorang peneliti tidak hanya menggunakan satu
metode saja tetapi juga dapat menggunakan berbagai metode tersebut.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa data yang kita kumpulkan
bukan hanya satu tetapi banyak data. Berikut diuraikan beberapa
metode dalam membangkitkan data dalam penelitian kualitatif.
74
Gambar 5.2 Jenis-jenis Teknik Pengumpulan Data
75
Di samping beberapa asumsi tersebut di atas, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam proses pelaksaan FGD, yaitu:
a. Keahlian atau kepakaran seseorang tentang masalah atau topik
yang akan didiskusikan
b. Pengalaman praktis dan kepedulian terhadap fokus permasalahan
c. Seseorang yang terlibat langsung dalam fokus masalah
d. Tokoh yang memiliki otoritas terhadap kasus yang didiskusikan
e. Masyarakat awam yang tidak mengetahui masalah yang
didiskusikan tetapi ikut merasakan adanya persoalan tersebut
(Bungin: 2007).
Dalam upaya memperkaya data, Saukko dikutip Putra (2013)
menyatakan ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Self-reflexity
Refleksi peneliti atau para peneliti atas temuan dan hasil
perbincangan dengan partisipan dan hasil pengamatan. Agar
terhindar dari bias secara pribadi, sebaiknya refleksi tersebut
merupakan hasil dialog mendalam dengan rekan sejawat
yang memiliki keahlian pada bidang yang diteliti
b. Polyvocality
Kemampuan peneliti atau para peneliti untuk menemukan
suara atau pendapat yang sangat majemuk, bahkan
saling bertentangan dari para partisipan terkait dengan
fokus penelitian. Penemuan ini dapat ditindaklanjuti dan
diperdalam dalam FGD
c. Testimoni atau pengakuan
Dalam penelitian etnografi kualitatif, testimoni atau
pengakuan dari partisipan yang terlibat dalam fokus penelitian
sangat penting untuk dimanfaatkan demi pendalaman dan
pemahaman fokus. Bagaimana pengalaman murid atau guru
selama bersekolah, akan lebih mendalam jika diungkapkan
dalam bentuk testimoni. Seperti halnya data, testimoni
pastilah juga harus diperiksa keabsahannya.
Di samping itu, menurut Blaikie dikutip Sarosa (2017) menya-
takan ada beberapa jenis Focus Group Discussion (FGD), yaitu:
a. FGD dua arah, yaitu ada dua kelompok dalam FGD di mana
yang satu kelompok akan mengamati dinamika dan interaksi
kelompok yang lain
b. FGD dengan dua moderator, yaitu ada dua moderator yang
mengatur jalannya FGD. Satu moderator bertugas untuk
menjamin diskusi berjalan lancar dan seimbang. Moderator
yang lainnya bertanggungjawab memastikan semua topik
yang harus dibicarakan tidak terlewatkan.
76
c. FGD dengan dua moderator berlawanan (duelling moderator
focus group), yakni ada dua moderator yang secara sengaja
mengambil posisi berlawanan dalam diskusi.
d. Teleconference FGD, yakni jenis FGD ketika kehadiran para
partisipan secara fisik tidak terjadi. Sebagai gantinya para
partisipan menggunakan teknologi telewicara untuk berperan
aktif dalam diskusi. Perkembangan teknologi komunikasi
audio visual saat ini telah memungkinkan teleconference FGD
dilakukan.
e. Varian lain dari teleconference FGD adalah FGD daring atau
online, yakni partisipan berinteraksi menggunakan media
tertulis melalui internet, seperti misalnya group chats.
Mengatur jalannya FGD bukanlah perkara yang mudah, apalagi
jika si peneliti sendiri yang menjadi fasilitator tanpa bantuan dari pihak
lain. Diperlukan berbagai persiapan dan strategi dalam mengatur jalan-
nya FGD. Menurut Martha dan Kresno (2016) ada beberapa poin yang
harus diperhatikan dalam mengatur jalannya FGD, yaitu:
a. Buka diskusi dengan komentar umum dan menunggu re-
spons dari para partisipan
b. Undang berbagai komentar dengan menanyakan pengala-
man, pemikiran, dan definisi pribadi peserta
c. Memberikan jeda atau suasana diam sebentar dalam mem-
bantu fasilitator FGD
d. Batasi partisipasi anda setelah masuk dalam diskusi
e. Menulis narasi deskriptif dari singkatan dan kata-kata kunci
f. Mengidentifikasi pertanyaan yang memerlukan tindak lanjut
g. meninjau ulang catatan Anda dengan menambahkan bebera-
pa komentar pada bagian akhir
h. Memahami materi dalam panduan
77
pengetahuan.
Dalam penelitian kualitatif, pengamatan atau observasi dapat
digunakan oleh peneliti pada awal studi atau studi pendahuluan. Peneliti
harus terjun langsung untuk mengalami subjek dan lokasi penelitian.
Sebelum mengumpulkan atau membangkitkan data, peneliti terlebih
dahulu mengenal dan mempelajari situasi dan kondisi lapangan tempat
penelitian dilakukan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan
informan kunci. Artinya, dalam konteks ini peneliti perlu mendapatkan
gambaran umum tentang demografi, sejarah atau historis, tradisi dan
budaya dari situasi sosial objek penelitiannya. Lebih lanjut, studi awal
ini dapat berguna untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan
cara hidup masyarakat, kepercayaan, dan pandangan hidup mereka.
Hal ini dilakukan agar dalam proses pengumpulan data peneliti tidak
mendapat hambatan teknis yang berarti.
Menurut Putra (2013) pengamatan dapat dilakukan dengan
beragam jenis, yaitu pengamatan biasa atau berjarak, pengamatan
terlibat atau partisipatif terbatas, dan pengamatan terlibat atau
partisipatif penuh. Dalam proses penelitian, peneliti akan menentukan
peristiwa, aktivitas, atau kejadian yang harus diamati. Peneliti juga akan
menentukan jenis pengamatan mana yang harus digunakan dalam
setiap aktivitas observasi tersebut.
Menurut Paton dikutip Satori dan Komariah (2017) ada beberapa
manfaat pengamatan atau observasi dalam penelitian kualitatif, yaitu:
a. Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami
konteks data dalam keseluruhan situasi, jadi ia dapat
memperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh
b. Pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan
pendekatan induktif, jika tidak dipengaruhi oleh konsep-
konsep atau pandangan sebelumnya.
c. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau yang tidak
diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam
lingkungan tersebut
d. Peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan
terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena
bersifat sensitif
e. Peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi
responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang
lebih komprehensif
f. Dalam lapangan, peneliti tidak hanya dapat mengadakan
pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan
pribadi, misalnya merasakan suasana situasi sosial, dengan
berada secara pribadi dalam lapangan peneliti mempunyai
78
kesempatan mengumpulkan data yang kaya.
Jika dispesifikasikan dalam ruang lingkup penelitian etnografi,
maka ada lima unsur yang penting dan harus ada dalam setiap observa-
si (Meriam dikutip Alwasilah: 2015), yaitu;
a. Latar atau setting, hal ini merujuk pada aspek fisik dari
latar. Pada aspek ini, pengamat mencari jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana lingkungan
fisiknya? Bagaimana konteksnya? Tingkah laku apa yang
mungkin dan tidak mungkin terjadi dalam konteks itu?
b. Pelibat (participant), hal ini berarti bahwa pengamat mencari
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan, seperti: siapa saja
yang ada dalam konteks tersebut? Berapa banyak dan apa
peran masing-masing? Mengapa mereka ada di situ? Siapa
saja yang boleh dan tidak boleh berada di situ?
c. Kegiatan dan interaksi (activity and interaction). pengamat
mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti:
apa yang terjadi? Apakah ada urutan kegiatan yang tetap?
Bagaimana responden berinteraksi antara satu dengan yang
lain dalam kegiatan ini?
d. Frekuensi dan durasi (frequency and duration), pada poin
ini peneliti atau pengamat mencari jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan berikut: kapan situasi ini mulai
terjadi dan berakhir? Berapa lama situasi itu berlangsung?
Apakah kegiatan itu berulang-ulang dalam periode tertentu?
Situasi apa yang menyebabkan munculnya situasi itu?
e. Faktor subtil, yaitu kategori yang mungkin tidak sejelas
kategori-kategori di atas. Pengamat harus peka terhadap hal-
hal berikut; kegiatan informal dan tidak terencana, makna
simbolik dan konotatif dari kosakata yang dipergunakan,
komunikasi non-verbal seperti pakaian dan tata ruang.
79
Gambar 5.3 Macam-macam Observasi Menurut Sugiyono
80
Gambar 5.4 Klasifikasi pengamatan menurut Wilson (Satori & Komariah)
81
dikembangkan lagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Ruang atau tempat dalam aspek fisiknya
b. Pelaku, yaitu semua orang yang terlibat dalam situasi
c. Kegiatan, yaitu apa yang dilakukan orang pada situasi itu
d. Objek, yaitu benda-benda yang terdapat di tempat itu
e. Perbuatan atau tindakan-tindakan tertentu
f. Kejadian atau peristiwa (rangkaian kegiatan)
g. Waktu (urutan kegiatan)
h. Tujuan (apa yang ingin dicapai orang atau makna perbuatan
orang), dan
i. Perasaan atau emosi yang dirasakan dan dinyatakan
Dalam melakukan pengumpulan data dengan observasi, ada
banyak manfaat dari metode ini. Kelebihan observasi dikemukakan
oleh Satori dan Komariah (2017) sebagai berikut:
a. Peneliti mengetahui kejadian sebenarnya sehingga
informasinya diperoleh langsung dan hasilnya akurat
b. Peneliti dapat mencatat kebenaran yang sedang terjadi
c. Peneliti dapat memahami substansi sehingga ia dapat belajar
dari pengalaman yang sulit dilupakan
d. Memudahkan peneliti dalam memahami perilaku yang
kompleks
e. Bagi informan yang tidak memiliki waktu masih bisa
memberikan kontribusi dengan mengizinkan untuk observasi
f. Observasi memungkinkan pengumpulan data yang tidak
mungkin dilakukan oleh teknik lain.
Di samping kelebihan-kelebihan tersebut, metode observasi juga
memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
a. Memakan waktu yang lama
b. Tergantung pada kemampuan pengamat atau peneliti
c. Pengamat yang terkenal dan disegani dapat dapat
mempengaruhi perilaku partisipan sehingga situasinya dapat
menjadi dibuat-buat dan kaku
d. Pengamat yang berperan serta kurang memiliki waktu untuk
membuat catatan hasil pengamatannya
e. Menghasilkan data yang banyak dan kadang tidak sistematis
sehingga menyulitkan peneliti untuk menganalisisnya
82
Kelemahan/hambatan Solusi
Milikilah beberapa peneliti-peneliti
yang melakukan pengamatan pada
waktu yang bersamaan. Miliki
Penyimpangan pengamat
peneliti-peneliti dari umur dan
(observers bias)
jenis kelamin yang berbeda dalam
melakukan pengamatan, dan gunakan
traingulasi
Keandalan yang diragukan Secara sistematis, mengulangi
karena pengamatan-penganatan pengamatan-pengamatan dengan
yang terbatas pada keadaan bermacam-macam kondisi, waktu atau
tertentu musim
Pengamat dapat mempengaruhi
Pengulangan pengamatan, gunakan
tindakan orang yang diamati
waktu secara terintegrasi dengan
(subjek yang diamati dapat saja
kelompok atau komunitas untuk
berlaku berbeda dari biasanya
mengurangi keengganan dan rasa
karena merasa diperhatikan
malu subjek
atau tdiamati)
Gabungkan dengan metode-metode
Hanya tindakan atau perilaku
lain seperti wawancara, yang
eksternal yang dapat dilihat,
dirancang sedemikian rupa untuk
peneliti tidak mengatakan apa
menggali pemikiran dan gagasan-
yang sedang dipikirkan
gagasan
83
Pengamat harus yakin bahwa mereka membuat keputusan
yang sama mengenai kejadian yang sama di kesempatan yang
berbeda
e. Idealnya, lebih dari satu orang pengamat terlibat dalam
kejadian yang sama, setidaknya di sesi praktik awal, sehingga
akan ada kesepakatan mengenai apa yang telah terjadi dan
bagaimana mengkodenya.
3) Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data
dengan melakukan dialog atau percakapan langsung antara peneliti
dengan orang yang diwawancarai berkaitan dengan topik penelitian.
Wawancara juga diartikan sebagai pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan gagasan melalui teknik tanya jawab yang pada
akhirnya akan menghasilkan konstruksi makna tentang topik tersebut.
Menurut Sarosa (2017) wawancara merupakan alat paling vital yang
banyak digunakan untuk mengupulkan data penelitian kualitatif dan
memungkinkan peneliti untuk mengumpulkan data yang beragam
dari para responden dalam berbagai konteks. Sedangkan menurut Berg
dikutip Satori dan Komariah (2017) membatasi wawancara sebagai
suatu dialog atau percakapan dengan suatu tujuan, khususnya tujuan
untuk mengumpulkan informasi.
Menurut Moleong dikutip Djamal (2017) ada beberapa fungsi
wawancara, yaitu:
a. Mengonstruksi tentang orang, kegiatan, kejadian, perasaan,
pikiran, motivasi, dan organisasi
b. Merekonstruksi kebulatan-kebulatan yang dialami pada
masa lalu
c. Memproyeksikan kebulatan-kebulatan yang diharap-kan
untuk didalami di masa yang akan datang
d. Memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang
diperintah dari orang lain baik manusia maupun bukan
manusia
e. Memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang
dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota
Dengan berbagai fungsi wawancara dalam penelitian kualitatif
tersebut, maka beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kepada
partisipan harus berkaitan dengan:
a. Fakta (misalnya mengenai data diri, geografis, dan demografis)
b. Kepercayaan dan perspektif seseorang terhadap suatu fakta
atau fenomena
c. Perasaan seseorang terhadap fakta atau fenomena
84
d. Perilaku saat ini dan masa lalu
e. Standar normatif
f. Mengapa seseorang melakukan tindakan tertentu (Silverman:
1993)
Menurut Moleong dikutip Djamal (2017) ada beberapa jenis
wawancara dalam penelitian kualitatif, yaitu wawancara pembicaraan
informal, wawancara dengan menggunakan petunjuk umum, dan
wawacara baku terbuka. Wawancara pembicaraan informal merupakan
teknik wawancara yang tidak direncanakan sebelumnya. Artinya,
kondisi dan situasi pada wawancara ini tidak formal dan terkesan
seperti berbincang seperti biasa. Bahasa yang digunakan pun harus
informal dan bersifat santai. Bahkan, informan yang kita wawancarai
tidak sadar kalau sedang diwawancarai. Cara ini diyakini ampuh dalam
meggali lebih dalam informasi yang diperoleh dari informan.
Kedua, wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah wawancara dengan menggunakan kerangka dan garis besar
pokok-pokok materi yang akan dipertanyakan dalam proses wawancara.
Petunjuk umum yang dimaksud di sini adalah panduan secara garis
besar apa-apa saja yang akan dipertanyakan dalam proses wawancara.
Hal ini dilakukan agar topik atau pembahasan dalam wawancara tidak
melenceng jauh. Dengan adanya panduan umum ini tidak diharapkan
pewawancara mengikuti pola atau pertanyaan yang sama persis dengan
apa yang ada dalam petunjuk tersebut. Artinya, masih ada ruang terbuka
bagi peneliti untuk bereksplorasi dengan pertanyaan-pertanyaan
berbeda namun masih menyangkut ranah yang sama atau sesuai.
Ketiga, jenis wawancara yang dapat digunakan adalah wawancara
terbuka. Wawancara ini menggunakan pertanyaan-pertanyaan baku.
Berbagai pertanyaan tersebut akan disampaikan kepada informan sudah
ditentukan sebelumnya baik berkaitan dengan materi, urutan materi,
kata-kata, dan teknik penyampaiannya. Dengan menggunakan jenis
wawancara ini, peneliti akan memperoleh kemudahan jika digunakan
untuk menjaring data para informan yang relatif banyak. Keuntungan
lain dari wawancara terbuka akan menghindarkan proses wawancara
dari bias karena pertanyaan-pertanyaannya tersusun dengan terstruktur
dan tidak berubah.
Menurut Sarosa (2017) jenis-jenis wawancara dapat dibedakan
menjadi wawancara terstandar dan wawancara tidak standar. Agar lebih
jelas dapat dilihat dalam bagan berikut!
85
Gambar 5.5 Jenis-jenis Wawancara menurut Sarosa (2017)
86
lam melakukan wawancara adalah:
a. Jangan memulai wawancara dengan menanyakan hal-hal
yang bersifat kontroversial dan sensitif sehingga dapat
menimbulkan pertentangan
b. Mulailah dengan hal-hal yang masa sekarang yang benar-
benar terjadi seperti pekerjaan, pengalaman, atau aktivitas-
aktivitas yang selalu dikerjakan
c. Jangan menanyakan langsung hal-hal yang berkenaan dengan
pengetahuan atau keterampilan informan karena hal ini
dapat dianggap sebagai ujian dan akan merusak keakraban
atau kondisi santai wawancara
d. Jangan segera bertanya mengenai masa lampau informan
e. Jangan mengajukan pertanyaan yang dikotomi (ya-tidak)
f. Jangan mengajukan pertanyaan yang terlalu mempengaruhi,
membatasi, mengikat atau mengatur jawaban informan.
g. Jangan mengajukan pertanyaan yang memojokkan informan
karena susah dijawab, sensitif, atau dapat membuat ia malu
h. Jangan mengajukan pertanyaan yang menimbulkan sikap
defensif (pembelaan diri) pada informan
i. Jangan mengajukan pertanyaan majemuk yaitu pertanyaan
yang mengandung dua makna dalam satu pertanyaan, dan
j. Jangan mengajukan pertanyaan yang ambigu, yang
menimbulkan tafsiran berbeda-beda.
Dari beberapa uraian yang sudah dikemukakan di depan, ada
yang perlu diketahui tentang potensi masalah yang mungkin timbul da-
lam wawancara. Hal ini dikemukakan oleh Myers & Newman dikutip
Sarosa (2017) dengan menguraikan hal-hal berikut ini.
a. Wawancara yang dibuat-buat
b. Kurangnya kepercayaan partisipan terhadap pewawancara
c. Kurangnya waktu yang menyebabkan data terkumpul dari
wawancara tidak lengkap atau tidak dapat diandalkan
d. Level entry atau siapa yang pertama kali diwawancarai
e. Elite bias atau kondisi ketika peneliti hanya mewawancarai
orang-orang tertentu dengan status tertentu
f. Hawthorne effects adalah kondisi ketika peneliti sebagai
pewawancara mempengaruhi partisipan dalam menjawab
pertanyaan
g. Bahasa yang ambigu
h. Wawancara berakhir tidak seperti yang diinginkan.
Dari beberapa potensi masalah tersebut, Myers dikutip Sarosa
(2017) mengutarakan berbagai solusi dalam berbagai masalah wawan-
cara tersebut, yaitu:
87
a. Melibatkan atau mewawancarai beberapa partisipan yang
memiliki sudut pandang yang berbeda atau disebut triangulasi
subjek penelitian
b. Meskipun peneliti menguasai teknik wawancara tidak
terstruktur, ada baiknya tetap membuat protokol atau
panduan wawancara yang baik
c. Peneliti menggunakan kata-kata dari partisipan untuk
memberikan pertanyaan-pertanyaan lanjutan atau komentar
atas jawaban partisipan (mirroring). Partisipan akan merasa
lebih percaya pada peneliti sehingga bila lebih terbuka
d. Peneliti sebaiknya terbuka dan fleksibel terhadap ide baru
dan sumber data baru sesuai temuan di lapangan
e. Sebaiknya wawancara direkam jika memungkinkan. Merekam
wawancara akan sangat membantu dalam dokumentasi.
Peneliti dapat menunjukkan dalam laporannya kutipan
langsung menggunakan kata-kata yang memang benar-benar
dipakai partisipan.
Seperti yang sudah diuraikan di atas, wawancara merupakan
media dalam mengumpulkan data dengan melakukan interaksi atau
hubungan yang baik dengan para partisipan. Mengingat pentingn-
ya menjadi relasi tersebut, maka perlu diketahui berbagai upaya agar
hubungan tersebut tetap berjalan baik. Menurut Dexter dikutip Alwas-
ilah (2015) menyebutkan beberapa aspek dalam relasi dengan partisi-
pan, yaitu:
a. Pewawancara harus bersikap objektif, netral, dan tidak sok
menghakimi atau sok tahu tentang ihwal jawaban partisipan.
Misalkan ada jawaban atau argumen dari partisipan yang
berlawanan dengan pandangan para pewawancara maka
seorang pewawancara yang baik tidak boleh mendebat atau
menyangkal langsung pendapat tersebut
b. Pewawancara harus sensitif terhadap simbol-simbol verbal
dan nonverbal dari responden, dan harus menjadi pendengar
yang reflektif. Jika responden tampak tidak memahami
pertanyaan, maka pewawancara harus memparafrasekan
pertanyaan tersebut.
c. Pewawancara harus memahami beban psikologis dari
setiap pertanyaan yang diajukan. Kesalahan umum yang
sering dilakukan adalah mengajukan pertanyaan tentang
topik hangat atau sesuatu yang sensitif sebelum terbangun
kepercayaan yang memungkinkan responden lebih terbuka
dan ekspansif.
d. Pewawancara harus menghindari pertanyaan yang terlalu
88
luas atau terlalu bersifat teoretis sehingga responden sulit
menjawabnya, pewawancara harus menciptakan suasana
psikologis sehingga wawancara terkelola dengan baik.
e. Pewawancara harus merencanakan urutan pertanyaan dari
yang bersifat basa-basi, pertanyaan umum, pertanyaan
khusus, pertanyaan sensitif, pertanyaan penutup, dan
sebagainya. Hal ini perlu dilakukan agar wawancara produktif
dan memenuhi tujuan penelitian.
f. Pewawancara seharusnya menghindari beberapa jenis
pertanyaan, antara lain:
1. Pertanyaan ya atau tidak
2. Pertanyaan ganda, dan
3. Pertanyaan why atau mengapa
4) Dokumen
Teknik pembangkitan data dalam penelitian kualitatif selanjutnya
adalah dengan dokumen. Dokumen adalah semua bahan tertulis atau
film/video yang tidak disiapkan peneliti karena adanya permintaan.
Contoh dokumen dapat berupa catatan, buku teks, jurnal, makalah,
memo, surat, notulen rapat, dan sebagainya. Dalam bidang pendidikan,
beberapa dokumen yang dapat dianalisis adalah silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pekerjaan siswa, dan berbagai
dokumen sekolah lainnya. Berbagai dokumen tersebut dianalisis untuk
memperdalam dan memperinci temuan penelitian.
Ada beberapa alasan yang menempatkan dokumen sebagai
teknik yang absah dalam pembangkitan data, yaitu:
a. Dokumen merupakan sumber informasi yang stabil karena
tidak mengalami perubahan yang disebabkan faktor-faktor
seperti perubahan tempat, maupun perubahan waktu.
Dengan kata lain, isi dokumen tidak akan berubah saat terjadi
perubahan tempat dan waktu. Hal ini tentu berbeda dengan
hasil pengamatan yang dilakukan terhadap para informan
pada satu tahun yang lalu. Kondisi sekarang mungkin sudah
berubah karena adanya perubahan waktu, konteks ruang,
maupun sosial budaya.
b. Dokumen dapat digunakan sebagai bukti untuk pengujian.
Peneliti dapat menguji apakah data yang diperoleh benar
atau salah dengan cara melihat data pada dokumen yang
dipergunakan.
c. Dokumen bersifat alamiah sesuai dengan konteksnya.
Dengan kata lain, isi dokumen bukan hasil intervensi dan
pengkondisian dari seorang peneliti untuk disesuaikan
89
dengan keinginan-keinginan peneliti.
d. Dokumen tidak bersifat reaktif seperti halnya manusia yang
cenderung bereaksi terhadap sesuatu. Hal ini disebabkan oleh
sifat manusia yang memiliki keinginan, perasaan, dan pikiran
sehingga dapat memberikan reaksi terhadap setiap pengaruh
yang ada.
Menurut Myers dikutip Sarosa (2017) ada berbagai jenis doku-
men yang ditemukan oleh peneliti. Tipe-tipe dokumen tersebut antara
lain:
a. Berdasarkan sumbernya, dokumen dapat diklasifikasikan
sebagai dokumentasi yang bersifat personal, privat, atau
publik.
b. Dokumen tertulis dan catatan
c. Dokumen historis atau catatan sejarah
d. Foto, video, dan film
e. Dokumen elektronik
f. Dokumen di internet
Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa dokumen perlu
dianalisis. Alasan-alasan tersebut dikemukakan oleh Guba dan Lincoln
dikutip Alwasilah (2017) yaitu:
a. Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari
meskipun dokumen tersebut sudah tidak berlaku lagi
b. Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar
untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan atau
kekeliruan interpretasi
c. Dokumen itu sumber data bukan hanya muncul dari
konteksnya tetapi juga menjelaskan konteks itu sendiri
d. Dokumen itu relatif mudah dan murah serta terkadang
dapat diperoleh dengan cuma-cuma (gratis)
e. Dokumen merupakan sumber data yang tidak reaktif
seperti manusia
f. Dokumen berperan sebagai pelengkap dan memperkaya
bagi informasi yang diperoleh lewat interview atau
observasi.
Berikut ini diuraikan secara ringkas beberapa jenis dokumen dan
penggunaanya dalam proses penelitian kualitatif.
90
dikutip Satori dan Komariah (2017) buku harian yang spontan dan
sangat bersifat pribadi tersebut merupakan dokumen pribadi yang rata-
rata mutunya bagus. Ia menguraikan dengan kalimat seperti ini: The
spontaneous intimate diary is the personal document par excellent.
Buku harian mengacu pada produk dari seseorang yang
memelihara sesuatu secara teratur, menjalankan uraian dan komentar
yang reflektif dari kejadian dalam hidupnya dan sering ditulis dengan
bahasa yang menyentuh hati. Saat ini, dokumen pribadi dapat berbentuk
daring atau online. Dokumen pribadi menarasikan tindakan-tindakan,
pengalaman-pengalaman, dan kepercayaan-kepercayaan dari waktu ke
waktu. Dokumen pribadi ini tidak hanya dalam bentuk buku harian
tetapi juga dalam bentuk lain misalnya foto-foto pribadi, dokumen-
dokumen keluarga, dan sebagainya. Dokumen dapat dibuat oleh
sumber atas permintaan pemonitor, misalnya siswa-siswa yang diminta
menuliskan pengalaman hidup yang berkesan, atau guru yang diminta
menuliskan harapan-harapan terhadap lembaga dan institusinya.
b. Surat Pribadi
Surat pribadi dapat menjadi dokumen penting untuk menyelami
perasaan yang berkembang di dalamnya, untuk mengetahui gaya
bahasa, dan untuk mengetahui pikiran-pikirannya. Ahli sejarah sangat
beruntung menemukan surat-surat pribadi Raden Ajeng Kartini yang
dapat dijadikan studi dokumentasi sejarah. Surat pribadi antara para
anggota pertemanan dan keluarga menyediakan sumber lain dari data
kualitatif yang sangat kaya. Bahan-bahan ini akan berguna dalam
menyatakan hubungan-hubungan antara orang-orang.
c. Autobiografi
Autobiografi merupakan karya tulis tersendiri mengenai
kehidupan seseorang dengan maksud-maksud tertentu. Artinya, dalam
menulis biografinya, penulis memiliki beberapa tujuan yang hendak
disampaikannya. Salah satu tujuannnya adalah untuk membukukan
pengalaman hidupnya yang berharga untuk diwariskannya ke anak
cucunya. Hal lain yang menjadi tujuan dapat pula berupa nilai prestice
yang hendak dicapai oleh penulis tersebut.
d. Dokumen resmi
Banyak sekali komunikasi tertulis dan file-file pada sekolah atau
oraganisasi tertentu yang dapat dijadikan dokumen. Dokumen yang ada
dan diterbitkan di sekolah merupakan dokumen resmi. Dokumen resmi
mencakup hal-hal seperti memo-memo, notula rapat, laporan berkala,
dokumen kebijaksanaan, proposal-proposal, kode etik, kumpulan
91
dokumen penting tentang sesorang, catatan-catatan para siswa, dan
lain-lain. Dokumen resmi ini dapat dikelompokkan pada dokumen
internal organisasi dan dokumen eksternal.
e. Fotografi
Foto mempunyai keuntungan tersendiri dalam kaitannya dengan
penelitian kualitatif. Foto dapat menangkap suatu situasi pada detik
tertentu yang kita inginkan. Dengan adanya foto akan memberikan
deskripsi yang berlaku bagi saat itu. Banyak hal yang dapat dikorek dari
foto bila kita berusaha untuk memperhatikannya dengan cermat dalam
upaya untuk mendalaminya.
Menurut Danim dikutip Satori dan Komariah (2017) ada
beberapa manfaat dari foto yang digunakan dalam penelitian kualitatif,
yaitu:
1) Menambah nilai artistik laporan penelitian sehingga
mengundang minat pembaca untuk memahami lebih jauh
mengenai temuan-temuan yang dihasilkan melalui penelitian
itu
2) Menghilangkan sifat-sifat laporan yang terlalu verbalistik
karena memang penelitian kualitatif lebih banyak
mendeskripsikan fenomena daripada menampilkan angka-
angka
3) Memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang individu
dan peristiwa-peristiwa yang dipresentasikan dalam foto
4) Memperkaya hasil dan menu laporan akhir penelitian
sehingga lebih komunikatif
5) Mempresentasikan keganjilan-keganjilan yang terdapat
dalam penelitian, yakni kesan atau image yang tidak sesuai
dengan konstruk teoretis yang dibangun oleh peneliti.
6) Memeriksa cara orang mendefinisikan dunianya tentang apa
yang mereka terima sebagai hal yang benar dan tidak perlu
dipertanyakan lagi.
92
statistik dapat membantu peneliti kualitatif dalam hal:
1) Menghindari hasil penelitian yang terlalu verbalistik dan
hanya mengandalkan kata-kata semata
2) Melihat kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam
situasi yang tampak di permukaan
3) Memperoleh informasi deskriptif tentang populasi dalam
situasi yang tampak
4) Membuka jalan bagi penyusunan pertanyaan-pertanyaan
penelitian
5) Mencetak gagasan-gagasan yang berkembang selama
penelitian berlangsung
6) Membuat hipotesa kerja dalam penelitian (hipotesis kerja
dalam penelitian kualitatif tidak untuk dibuktikan)
7) Mengeksplorasi implikasi dari gagasan peneliti
Lebih lanjut, pemilihan dokumen tentu tidak boleh asal pilih
karena harus memenuhi berbagai kriteria. Hal ini dilakukan agar do-
kumen tersebut dapat dikatakan sebagai dokumen berkualitas. Den-
gan dokumen yang berkualitas, maka data atau hasil penelitian akan
berkualitas pula. Menurut Payne dan Payne dikutip Sarosa (2017) ada
empat komponen dalam dokumen yang berkualitas, yaitu:
1) Otentik, yaitu keaslian dan asal dokumen tersebut tidak
diragukan lagi
2) Kredibel, yaitu dokumen yang digunakan bebas dari
kesalahan dan penulisannya dapat dipercaya
3) Representatif, yaitu dokumen yang digunakan dalam
penelitian tersebut apakah tergolong langka atau malah sering
ditemui. Apakah banyak dokumen sejenis yang ditemui di
lapangan? Dengan semakin banyaknya dokumen yang sejenis
maka akan memudahkan proses verifikasi.
4) Makna, yaitu apakah dokumen yang didapat jelas dan dapat
dipahami. Makna di sisni juga merujuk pada dokumen yang
seharusnya dibaca dan diinterpretasikan.
Selanjutnya, Plat dikutip Sarosa (2017) juga menyebutkan upaya
atau langkah-langkah dalam menguji otentitas dokumen, yaitu:
1) Dokumen diragukan keotentikannya jika ditemukan banyak
kesalahan dan tidak masuk akal
2) Tidak ditemukan beberapa versi yang berbeda atas dokumen
yang sama
3) Tidak ada inkonsistensi dalam isi dokumen tersebut
4) Jika dokumen pernah disalin dan diperbanyak
(didistribusikan) oleh banyak pihak maka keasliannya dapat
diragukan
93
5) Tidak ada pihak yang memiliki kepentingan terhadap isi
dokumen, mendistribusikan, dan mengklaim dokumen
versinya sebagai yang asli
6) Dokumen tersebut tidak diturunkan dari sumber yang
keasliannya diragukan
7) Gaya tulisan dokumen tersebut konsisten dengan dokumen
lain yang sejenis
5) Triangulasi Data
Triangulasi merupakan teknik pembangkitan atau pengumpulan
data dari tiga sudut yang berbeda. Hal ini dikaitkan dengan arti kata
triangulasi tersebut. Triangulasi terdiri dari kata three yang artinya
tiga dan angle yang berarti sudut. Dalam hal ini, peneliti tidak hanya
menggunakan satu teknik pembangkitan saja tetapi menggabungkan
tiga jenis teknik ke dalamnya. Triangulasi data berarti menggunakan
teknik wawancara, pengamatan, dan dokumentasi. Triangulasi
merupakan metode yang digunakan oleh peneliti untuk mengecek dan
meningkatkan validitas penelitian dengan menganalisis pertanyaan
penelitian dari berbagai perspektif. Ada beberapa jenis triangulasi, yaitu
triangulasi sumber data, triangulasi investigator, triangulasi teori, teori
metodologi dan triangulasi lingkungan.
Triangulasi sumber data berarti mengumpulkan data dan
mengecek kesahihan informasi pada sumber yang berbeda-beda.
Triangulasi investigator (peneliti) adalah bahwa penelitian tersebut
menggunakan lebih dari satu peneliti untuk mengobservasi atau
mewawancarai. Masing-masing peneliti memiliki gaya, cara serta
penilaian tersendiri sehingga dengan beberapa peneliti diharapkan
penilaian menjadi lebih objektif. Pada triangulasi teori, peneliti
menggunakan dua teori atau lebih untuk diadu dan dipadupadankan.
Triangulasi metode berarti peneliti menggunakan lebih dari satu
metode untuk menggali data yang sama.
a. Triangulasi Sumber
Cara meningkatkan kepercayaan penelitian adalah dengan
mencari data dari sumber yang beragam yang memiliki keterkaitan
antara satu dengan yang lain. Peneliti perlu melakukan eksplorasi untuk
mengecek kebenaran data dari beragam sumber. Sebagai contoh dalam
penelitian kepemimpinan kepala sekolah, maka peneliti dapat menggali
data dari kepala sekolah itu sendiri lalu triangulasi terhadap para wakil
kepala sekolah, lalu meluas ke bagian tata usaha dan guru lalu ke para
siswa.
94
Informan
Pertama TU
Kepala Wakil
Sekolah KS
Guru Siswa
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik adalah penggunaan beragam teknik
pengungkapan data yang dilakukan kepada sumber data. Menguji
ungkapan data yang dilakukan kepada sumber data. Menguji
kredibilitas data dengan triangulasi teknik yaitu mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Triangulasi teknik ini
dapat dilakukan dengan menggabungkan dengan teknik wawancara,
observasi, dan dokumentasi.
Informan
Dokumen
c. Triangulasi Waktu
Peneliti dapat mengecek konsistensi, kedalaman, dan ketepatan
atau kebenaran suatu data dengan melakukan triangulasi waktu.
Menguji kredibilitas data dengan triangulasi waktu dilakukan dengan
cara mengumpulkan data pada waktu yang berbeda. Peneliti yang
melakukan wawancara di sore hari, dapat dilakukan berulang-ulang di
95
pagi hari, dan mengeceknya di siang hari atau sebaliknya.
Informan
Siang
Treatment
Pagi Malam
Waktu
96
Wawan- • Berhadap- • Bermanfaat ketika • Menyajikan
cara hadapan- para partisipan informasi tidak
peneliti tidak dapat langsung yang
melakukan langsung diamati disaring melalui
wawancara • Partisipan dapat pandangan orang
perorangan memberikan yang diwawancarai
• Telepon- informasi historis • Menyajikan
peneliti • Memungkinkan informasi di
peneliti tempat yang
mengendalikan ditentukan bukan
alur pertanyaan di ranah ilmiah
• Keberadaan
peneliti mungkin
menimbulkan bias
respons
• Tidak semua orang
berbicara dengan
jelas dan tanggap
• Dokumen • Memungkinkan • Tidak semua
publik, peneliti memiliki
seperti memperoleh kemampuan
makalah bahasa dan kata- artikulasi dan
atau koran kata tekstual dari persepsi yang setara
• Dokumen partisipan • Dokumen ini bisa
pribadi • Dapat diakses saja diproteksi dan
seperti kapan saja, sumber tidak memberikan
jurnal, informasi yang akses privat
dari buku tidak terlalu maupun publik
harian atau menonjol • Mengharuskan
surat • Menyajikan data peneliti menggali
yang berbobot inforamsi dari
• Sebagai bukti tempat-tempat yang
tertulis, data ini mungkin saja sulit
dapat benar-benar ditemukan
menghemat waktu • Data perlu disalin
dan biaya atau dipindai agar
dapat dimasukkan
ke komputer
• Dokumen mungkin
tidak autentik atau
akurat
97
Materi • Foto • Mungkin • Materi seperti ini
audio • Videotape merupakan mungkin sangat
visual • Objek seni metode rumit untuk
• Software pengumpulan data ditafsirkan
komputer yang tidak terlalu • Beberapa materi
• Rekaman menonjol audio-visual
suara • Memberikan diproteksi dan tidak
• Film peluang kepada memberikan akses
partisipan publik maupun
untuk langsung privat
membagi • Kehadiran peneliti
pengalaman-nya sangat mungkin
• Materi audio- mengganggu dan
visual merupakan mempengaruhi
materi kreatif respons
yang dibuat
dengan penuh
perhatian
98
BAB VI
TEKNIK ANALISIS DATA
A. Pengantar
Analisis data merupakan suatu upaya dalam menguraikan suatu
masalah atau fokus kajian menjadi bagian-bagian sehingga susunan dan
tatanan bentuk sesuatu yang diurai tersebut tampak dengan jelas terlihat
dan mudah dicerna atau ditangkap maknanya. Berdasarkan tujuan-
tujuan analisis data, ada tiga kelompok umum dalam metode analisis
data, yaitu metode analisis teks dan bahasa, metode analisis tema-tema
budaya, dan metode analisi kinerja dan pengalaman individual, serta
perilaku situasi
Secara lebih jelas dapat dijabarkan seperti yang dikemukakan
oleh Alwasilah (2017) seperti berikut ini.
1) Kelompok metode analisis teks dan bahasa
- Content analysis
- Analisis bingkai
- Analisis semiotik
- Analisis konstruksi sosial media massa
- Hermenutik
- Analisisi wacana dan penafsiran teks
- Analisis wacana kritis
2) Kelompok analisis tema-tema budaya
- Analsis struktural
- Domain analysis
- Taxonomic analysis
- Componential analysis
- Discovering cultural themes analysis
- Constant comparative analysis
- Grounded analysis
- Ethnology
3) Kelompok analisis kinerja dan pengalaman individual serta
perilaku individu
- Focus group discussion (FGD)
- Studi kasus
- Teknik biografi
- Life’s history
- Analisis SWOT
99
- Penggunaan bahan dokumenter
- Penggunaan bahan visual
Sebelum mengulas lebih detail tentang analisis data dalam
penelitian kualitatif, ada baiknya kita mengetahui beberapa langkah
prosesnya yang dikemukakan oleh Gay, Mills, dan Airasian (dikutip
Putra: 2013), yaitu:
1) Identifying a research topic yaitu memlilih topik yang terbatas
agar bisa dikelola dengan baik
2) Reviewing the literature yaitu peneliti menjelaskan dari
penelitian yang sudah ada atau belum pernah dilakukan guna
mengidentifikasi informasi yang bermanfaat, dan menyusun
strategi untuk melaksanakan penelitian
3) Selecting partisipants yaitu partisipan dipilih secara purposif
dan biasanya sedikit. Hal ini tidak sama dengan penelitian
kuantitatif yang mengambil sampel atau partisipannya dalam
jumlah yang besar
4) Collecting data yaitu mengumpulkan dan membangkitkan
data dari lapangan melalui wawancara, pengamatan atau
observasi, dan artefak atau analisis dokumen.
5) Analyzing and interpretating data yaitu peneliti melakukan
analisis data sampai menemukan tema dan kecenderungan
umum, serta melakukan interpretasi data
6) Reporting and evaluating the research yaitu peneliti
merangkum penelitian dan mengintegrasikan data kualitatif
dalam bentuk narasi dan visual
Secara umum, strategi analisis data kualitatif dari berbagai penu-
lis dirangkum pada tabel berikut (Creswell: 2015).
100
Merangkum Membuat lembar
catatan lapangan rangkuman
tentang catatan
lapangan
Bekerja dengan Melakukan coding Membuat
kata-kata abstrak atau metafora
coding konkret
Mengidenti- Mengidentifikasi Menulis kode,
fikasi kode tema atau pola memo
yang
menonjol
Mereduksi kode Mencatat pola
menjadi tema dan tema
Menghitung Menghitung
frekuensi dari frekuensi dari
kode kode
Menghubung- Faktor, mencatat
kan kategori hubungan di
antara variabel,
membentuk
rantai-bukti tulis
Menghubung- Mengonteks-
kan kategori tualkan
dengan dengan
kerangka kerangka
analitis literatur kerja
dari literatur
Menciptakan Untuk latar,
sudut pandang audiensi, dan
pembaca
Menampilkan Menciptakan Membuat Menampilkan
data sebuah grafik atau kontras dan temuan dalam
gambar tentang perbandingan tabel, bagan,
kerangka kerja gambar, dan
diagram;
membanding-
kan kasus;
membanding-
kan dengan
kasus standar
101
B. Proses Analisis Data Kualitatif
Proses analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh di
lapangan melalui wawancara mendalam, catatan lapangan, dan bahan-
bahan lain, sehingga mudah dipahami. Analisis data juga dimaknai
sebagai mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu
pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Berikut beberapa proses analisis
data menurt Moloeng dikutip Djamal (2017).
1) Menemukan tema dan merumuskan hipotesis
Sejak menganalisis data di lapangan, peneliti sudah menemukan
tema dan hipotesis. Bogdan dan Taylor menyarankan beberapa petunjuk
yang dapat digunakan dalam merumuskan hipotesis sebagai berikut.
a. Membaca catatan lapangan dengan teliti
b. Memberi kode pada beberapa judul tertentu
c. Menyusun menurut tipologi
d. Membaca kepustakaan yang relevan dengan masalah dan
latar
2) Menganalisis berdasarkan hipotesis
Setelah merumuskan hipotesis, peneliti melakukan analisis
dengan cara mencari dan menemukan apakah hipotesis yang telah
dirumuskan itu didukung data yang benar. Apabila ternyata hipotesis
yang disusun tidak didukung oleh data yang benar, maka peneliti dapat
mengubah, menggabungkan, atau membuang beberapa hipotesis. Jika
peneliti telah menemukan hipotesis dasar, maka pekerjaan berikutnya
adalah membuat pengkodean berdasarkan hipotesis dasar tersebut. Ada
beberapa hal yang harus dipahami oleh peneliti terkait upaya dalam
meningkatan analisis data yaitu.
a. Apakah data menunjang hipotesis
b. Apakah data yang benar yang dikumpulkan atau data yang
salah
c. Apakah ada pengaruh peneliti terhadap latar
d. Adakah orang lain yang hadir
e. Siapa yang mengatakan apa, dan siapa yang melakukan apa
f. Apakah subjek mengatakan yang benar
Rafcliff dikutip Putra (2013) menguraikan ada beberapa teknik
analisis data kualitatif yang dikembangkannya secara bertahap, yaitu:
1. Typology (Paton, lofland, dan Lofland)
2. Taxonomy (Spreadley)
3. Constant Comparison/Grounded Theory (Strauss)
4. Analytic Induction (Zaniecki, Becker, dan Katz)
5. Logical Analysis/Matrix Analysis (Milles & Huberman)
6. Quasi-Statistic (Becker)
102
7. Event Analysis/Microanalysis (Van Manen)
8. Domain Analysis (Spreadley)
9. Hermenutical Analysis (Van Manen)
10. Discourse Analysis (Gee)
11. Semiotics (Nanning)
12. Content Analysis (R.P. Weber)
13. Phenomenology/Heuristic Analysis (Reisman)
14. Narrative Analysis (Reisman), dan
15. Methaporical Analysis (Patton, Smith)
1) Interpretative Approach
Dalam pendekatan ini, aktivitas sosial dan manusia
diperlakukan sebagai teks. Dengan kata lain, aktivitas manusia
dilihat sebagai koleksi simbol dan mengekspresikan arti.
Wawancara dan data observasi dapat dialihkan menjadi tulisan
untuk dianalisis. Interpretasi ini tergantung dari orientasi teori
yang peneliti ambil sebagai dasar. Peneliti dengan kecenderungan
tertentu akan menolak data kondensi atau pengotakan data
dengan cara pengkodean dan penyortiran data yang beragam
sehingga yang akan terjadi adalah peneliti mencoba untuk
menangkap esensi dari tujuan. Pendekatan ini membantu
menemukan pemahaman praktis dari arti dan aksi. Peneliti
dengan orientasi interpretasi umum akan mengorganisasikan
atau mereduksi data dengan tujuan untuk menemukan pola dari
aktivitas manusia, aksi, dan arti.
103
peneliti suatu perspektif pada materi yang terkumpul selama
penelitian untuk pemehaman khusus partisipan dan bagaimana
mereka menginterpretasikan kehidupan sosial.
Analisis data ini dapat dicapai melalu setting informasi pada
catatan lapangan dan kemudian menerapkan gaya interpretatif
pada informasi ini sebagai suatu teks. Bagaimanapun juga proses
analisis ini membutuhkan analisis lintas situs seperti diari,
observasi, wawancara, foto, dan artifak. Menemukan materi
mana yang termasuk atau mana yang tidak, bagaimana susunan
presentasi material, dan apa yang dilaporkan pertama atau mana
yang terakhir merupakan pilihan yang harus dibuat peneliti.
Peneliti yang menggunakan pendekatan ini biasanya
tertarik dengan perilaku sehari-hari, bahasa dan penggunaanya,
ritual dan perayaan, dan hubungan. Maka tugas analitiknya
adalah mengidentifikasi dan menjelaskan bagaimana orang
berperilaku di setting tertentu; bagaimana memaknai kejadian;
tujuan, bereaksi, dan mengorganisasi kehidupan sehari-hari.
104
sebelumnya dan teori, dan sejumlah generalisasi
ditentukan.
Selanjutnya, dalam beberapa referensi terdapat empat teknik
analisis data yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu
coding, hermeneutics, semiotics, dan narrative analysis. Namun pada
kenyataannya, banyak peneliti yang justru menggunakan teknik lain di
luar keempat teknik tersebut, seperti statistik deskriptif, analisis regresi,
dan lain-lain.
1. Coding
Coding merupakan kegiatan atau aktivitas dalam membuat
kode-kode. Kode yang dimaksud tersebut dapat berupa kata-
kata, atau frasa yang digunakan peneliti dlaam mengidentifikasi,
mendeskripsikan, dan meringkas kalimat, paragraf, maupun
sekumpulan teks. Richards dikutip Sarosa (2017) menyatakan
bahwa coding adalah aktivitas dalam mereduksi data menjadi
simbol yang mewakilinya. Peneliti mulai melakukan analisis
ketika membaca teks data penelitian dan kemudian memberi
label yang diasosiasikan pada kumpulan teks yang dibacanya.
Lebih lanjut kode-kode tersebut dapat diklasifikasikan dan
kemudian dianalisis lebih lanjut.
Tujuan coding dalam penelitian kualitatif adalah:
a. Merefleksikan makna dan kategori segmen data yang
diwakili oleh suatu kode
b. Mempertanyakan hubungan suatu kategori dengan
data dan kategori lain serta membangun teori
c. Mengumpulkan semua materi tentang suatu unit kasus
dari berbagai sumber untuk menganalisis unit kasus
tersebut
d. Menyempurnakan kategori dengan menginte-grasikan
temuan yang diperoleh dari berbagai dimensi data
e. Mengkombinasikan berbagai kategori untuk
menemukan pola dalam data
f. Membandingkan bagaimana peneliti lain
menginterpretasikan data
Lebih lanjut, Lofland dikutip Alwasilah (2017) menyebut-
kan ada enam fenomena yang dapat dilakukan koding, yaitu:
1) Tindakan atau acts, segala hal yang terjadi dalam waktu
yang relatif singkat seperti memulai pelajaran, mengu-
capkan salam, atau memanggil siswa
2) Aktivitas atau activities, segala hal yang terjadi dalam
satu periode dan merupakan unsur penting dalam par-
105
tisipasi sosial, misalnya diskusi kelas, presentasi di de-
pan kelas
3) Makna atau meanings, produk ucapan atau verbal dari
responden yang membatasi atau mengarahkan kegia-
tan
4) Partisipasi atau participation, keterlibatan responden
secara keseluruhan dalam situasi yang sedang diteliti
5) Hubungan atau relationship, yaitu hubungan-hubun-
gan antara berbagai orang secara simultan dalam suatu
latar, dan
6) Latar atau settings, yaitu latar dalam studi dan dianggap
sebagai satu unit analisis
Pendapat senada juga diutarakan oleh Bogdan dan Biklen
dikutip Alwasilah (2017). Menurut mereka ada 10 jenis fenome-
na yang dapat dibuat koding, yaitu:
1) Setting atau context, yaitu informasi umum ihwal latar
studi
2) Definition of the situation, bagaimana responden me-
mahami, mendefinisikan, dan mempersepsi-kan satu
latar atau topik yang sedang diamati
3) Perspectives, bagaimana persepsi responden ihwal ses-
uatu yang sedang dipelajari
4) Way of thinking about people and objects; pemahaman
responden satu sama lain, orang luar, dan objek (lebih
spesifik dari perspektif di atas)
5) Process, urutan kejadian, terutama sesuatu yang tidak
sering terjadi
6) Activities, jenis-jenis perilaku yang terjadi secara rutin
7) Events, kegiatan khusus terutama yang tidak sering ter-
jadi
8) Strategies; cara melaksanakan sesuatu, taktik, dan
metode yang ditempuh responden untuk mencapai ci-
ta-citanya
9) Relationship and social structures, pola-pola yang ter-
definisikan secara tidak resmi seperti klik, koalisi,
hubungan asmara, persahabatan atau perseteruan
10) Methods, yaitu problem, kesenangan, dan dilema da-
lam proses penelitian-khususnya yang terkait dengan
komentar dari pengamat di lapangan
Dalam melakukan coding, tiap peneliti dapat memiliki
pendekatan yang berbeda sesuai preferensi dan konteks peneli-
tiannya. Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam proses
106
koding seperti yang diutarakan oleh Ryan dan Bernard (dalam
Sarosa: 2017), yaitu:
1) Sampling yaitu mengidentifikasi teks yang akan dianal-
isis dan unit terkecil untuk analisis dalam teks tersebut
2) Identifikasi tema, yaitu peneliti mengidentifikasi tema
atau pola di dalam teks itu sendiri
3) Membuat buku kode, yaitu catatan yang berisi daftar
kode yang dibuat oleh peneliti dan arti kode tersebut.
4) Menandai teks yang diwakili oleh kode
5) Membuat model, yaitu mengidentifikasi tema, konsep,
dan kode yang dibuat saling terhubung
6) Uji model, yaitu menguji model yang dibuat dengan
data lainnya
Ada tiga jenis panduan tahapan dalam proses coding. Hal
ini dijadikan sebagai panduan agar memudahkan peneliti dalam
proses ini, yaitu:
1) Descriptive Coding yaitu peneliti memberikan kode-ko-
de untuk mendeskripsikan partisipan
2) Topic Coding yaitu kode yang dibuat oleh peneliti untuk
hal-hal yang dibahas pada saat FGD. Kalimat atau frasa
seperti apa saja yang dapat mewakili kode tersebut.
3) Analytical Coding yaitu peneliti mulai menganalisis
kode yang dihasilkan dan menginterpretasikan makna
tersirat dari kode-kode tersebut.
Pembuatan atau penyusunan pengkodean dapat dilakukan
dengan menggunakan software. Namun, penggunaan software
cenderung rawan bagi peneliti terjebak pada situasi coding trap.
Coding trap adalah kondisi ketika peneliti terus menerus membuat
kode dari data tetapi tidak ada teori atau tema yang dapat
dihasilkan. Untuk itulah, ada beberapa tips yang dikemukakan
Corbin dan Straus dikutip Sarosa (2017) agar terhindar dari
coding trap, yaitu:
1) Descriptive coding dilakukan dengan efektif dan efisien
2) Bandingkan topic coding dengan analytical coding
3) Dalam tahap awal analisis data, jangan ragu-ragu
untuk membuat kategori.
4) Secara periodik, kode dan kategori yang terbentuk
ditelaah ulang
5) Jika merasa bosan, berhenti dan lakukan hal lain
untuk menghilangkan kebosanan
107
Aspek Kuantitatif Kualitatif
Tahapan dalam Biasanya di antara Terjadi sepanjang
proses penelitian pengumpulan dan penelitian
analisis data
Kategori Menerapkan kategori Menghasilkan kategori
yang sudah ditentukan
sebelumnya
Relasi dengan data Kode meringkas Kode menunjukkan dan
asli atau mewakili dan berhubungan dengan data
mengganti data asli asli
Fleksibilitas Tidak mungkin Revisi berjalan
merevisi karena data terus untuk menguji
asli tidak ada pengembangan kategori
Mengubah Biasanya setelah Kategori baru mungkin
kategori kode pilot study, tidak ada muncul sampai penelitian
selama penelitian penambahan kategori selesai
Pembentukan Menyederhanakan data Pembentukan kode
kategori memunculkan kategori
baru. Kategori baru
mungkin diintegrasikan
seiring pemahaman baru
Pembagian tugas Coding adalah Pembuat kode melakukan
pekerjaan administratif analisis data dan ikut serta
yang dapat dalam interpretasi data
didelegasikan kepada
asisten
2. Hermeneutics
Hermeneutics adalah salah satu pendekatan untuk
menganalisis dan mengidentifikasi data. Hermeneutics berpusat
pada makna data kualitatif khususnya data tekstual. Saat
peneliti telah mengumpulkan data teks, peneliti harus mampu
mengurutkan, mengartikan atau menginterpretasikan, dan
menjelaskan data yang terkumpul sehingga dapat dipahami apa
maknanya.
Hermeneutics menyediakan seperangkat konsep yang
membantu peneliti menganalisis data. Kumpulan konsep tersebut
membantu peneliti menginterpretasikan data dan memahami
108
makna data teks. Hermeneutics sangat berguna dalam situasi
di mana terdapat pemahaman yang kontradiktif akan suatu
fenomena.
Hermeneutics pada awalnya digunakan untuk memahami
teks pada kitab suci Kristiani maupun naskah religius lainnya.
Baru pada abad kedua puluh, hermeneutics diaplikasikan untuk
interpretasi pembicaraan dan perilaku. Tujuan penggunaan
teknik ini adalah membantu manusia memahami apa yang
dikatakan dan dilakukan oleh manusia lain dan mengapa mereka
melakukan hal tersebut.
Ada beberapa konsep dalam hermeneutics yang
dikemukakan oleh Myers dikutip Sarosa (2017), yaitu:
1) Historicity adalah konsep adanya hubungan antara
menjadi manusia dan menemukan eksistensi diri
dalam satu kurun historis. Jadi, interpretasi seseorang
akan suatu hal dipengaruhi oleh sejarah dan masa lalu
orang tersebut.
2) Hermeneutics circle yaitu adanya dialektik antara
pemahaman teks secara keseluruhan dengan
interpretasi bagian-bagiannya. Hermeneutics circle
dijelaskan sebagai relasi sirkular, yakni pemahaman
suatu teks yang utuh dibangun oleh pemahaman akan
bagian-bagian dari teks tersebut dan demikian pula
sebaliknya.
3) Prejudice yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
historicity. Prejudice adalah pengetahuan yang kita
miliki sebelumnya dan mempengaruhi pemahaman
kita. Ketika peneliti, berusaha memahami suatu teks
akan adanya pengetahuan kita. Dalam hermeneutics,
prejudice menjadi titik awal pemahaman. Peneliti tidak
dapat mengabaikan prejudice, tetapi harus berhati-
hati terhadapnya. Peneliti harus memperlakukan
prejudice sebagai dasar pemahaman dan kemudian
mengembangkan pemahamannya berdasarkan data
yang diperoleh.
4) Autonomization dan distanciation atau proses menjadi
otonomi dan jarak. Proses menjadi otonomi digunakan
untuk data teks yang berasal dari komunikasi lisan.
Proses menjadi otonomi berarti memisahkan data teks
dari si penutur dan menjadikan teks tersebut mandiri.
5) Appropriation dan engagement diartikan sebagai
keterlibatan peneliti dan memiliki data teks yang
109
ditelitinya. Lebih lanjut, makna suatu teks merupakan
hasil dari proses membaca dan memahami yang
dilakukan oleh peneliti. Dengan proses ini berjalan dan
terus berulang, pemahaman peneliti dan makna teks
bagi peneliti akan berkembang.
3. Semiotics
Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari tanda-tanda
atau simbol-simbol. Simbol dan tanda tidak hanya dimiliki
oleh ilmu bahasa tetapi juga dalam bentuk lainnya, seperti
kebudayaan, ritual, gambar, seni, dan lain-lainnya. Komunikasi
manusia diyakini menggunakan simbol dan tanda sebagai alatnya.
Semiotik juga digunakan untuk menganalisis bagaimana tanda
dan simbol disepakati dan digunakan bersama serta bagaimana
keterkaitannya.
Ada beberapa konsep yang dikemukakan oleh Chandler
dikutip Sarosa (2017) dalam pendekatan semiotik, yaitu:
1) Signifier dan signified.
Signifier adalah tanda atau simbol yang dapat mewakili
atau bermakna hal lain. Sebuah kata dapat mewakili
perasaan atau pemikiran seseorang. Signifier digunakan
oleh orang yang menghendaki terjadinya komunikasi.
Signified adalah interpretasi penerima komunikasi atas
tanda dan simbol yang diterimanya. Dengan demikian,
agar komunikasi terjadi dan dipahami, antara pemberi
dan penerima komunikasi harus menggunakan tanda
dan simbol yang sama.
2) Tanda, objek, dan penafsir.
Dalam rangka menginterpretasikan suatu tanda
dibutuhkan tiga elemen, yaitu tanda, objek, dan penafsir.
Penafsir adalah manusia yang melakukan interpretasi
terhadap objek dan tanda yang mewakilinya. Setiap
tanda dapat memiliki arti yang berbeda dalam konteks
berbeda.
3) Icon, index, dan symbol
Tanda dapat diklasifikasikan menjadi icon, index, dan
symbol. Icon adalah tanda yang menegaskan maknanya
berdasarkan kualitasnya itu sendiri. Misalnya dalam
program komputer, icon keranjang sampah mewakili
tempat sampah file komputer. Index adalah tanda
yang mengindikasikan sesuatu yang bermakna lain.
Misalnya adalah tanda gambar siluet pria untuk
110
menandakan tempat toilet pria. Symbol adalah tanda
yang berarti tertentu. Misalnya gambar HoBo yang
menandakan penguasa Kesultanan Yogyakarta yaitu
Sri Sultan Hamengku Buwono.
4) Encoding dan decoding
Ide dasar semiotics adalah pesan dan kode. Satu-
satunya cara pesan dapat dikirim dari satu orang
ke orang lain adalah menggunakan kode. Encoding
adalah proses mengubah pemikiran atau komunikasi
ke dalam pesan. Decoding adalah makna sebaliknya,
yaitu proses membaca pesan dan memahami artinya.
Terdapat berbagai macam kode yang biasa digunakan
dalam komunikasi antar-manusia.
5) Pragmatic, semantic, dan syntactic
Ketiga konsep ini menyangkut tingkatan suatu tanda.
Pragmatic merujuk pada konteks budaya tempat
komunikasi terjadi. Semantic merujuk pada arti atau
makna sesungguhnya tanda tersebut. Tanda dapat
memiliki arti yang berbeda sehingga peneliti harus
mencari tahu interpretasi yang tepat dalam konteks
tertentu. Syntactic merujuk pada aturan penggunaan
tanda. Dalam bahasa, kita mengenal tata bahasa dan
logika bahasa
6) Analysis syntagmatic
Analisis syntagmatic merujuk maknanya pada ilmu
yang mempelajari struktur suatu teks dan hubungan
antar bagian teks tersebut. Ada tiga hubungan
syntagmatic, yaitu berurutan seperti dalam film, spasial
seperti dijumpai dalam foto dan poster, dan konseptual
seperti dalam argumen atau pendapat.
7) Analisis paradigmatic
Analisis ini mencoba mengidentifikasikan berbagai
macam paradigma yang tersirat dalam suatu teks.
Dalam analisis paradigmatic, peneliti membandingkan
kehadiran signifier dengan signifier lainnya yang
biasa ada dalam teks sejenis. Analisis jenis ini akan
membantu peneliti mengetahui nilai suatu istilah
tertentu dalam teks.
8) Polisemi
Polisemi adalah suatu kata atau tanda yang memiliki
makna lebih dari satu. Misalnya kata simpanan dapat
berarti tabungan namun dapat juga berarti selingkuhan.
111
Makna suatu kata tergantung pada konteksnya.
Penerima pesan mungkin akan mengartikan pesan
yang diterimanya berbeda dengan yang dimaksud oleh
pengirim atau pembicara.
4. Narrative Analysis
Narasi adalah jenis tulisan yang berisi rangkaian peristiwa
dari waktu ke waktu dan dijabarkan dengan urutan awal,
tengah, dan akhir. Narasi dapat pula dikatakan sebagai suatu
cerita. Dalam ilmu sosial, narasi adalah sebutan untuk materi
empiris. Analisis naratif biasanya digunakan dalam bidang ilmu
112
antropologi, sistem informasi, manajemen, pemasaran, psikologi,
dan sosiologi.
Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam
menggunakan analisis naratif, yaitu:
113
4) Genre
Konsep genre berawal pada ide bahwa narasi dapat
ditulis dengan berbagai gaya. Narasi dalam genre tentu
akan mengandung filter, gaya, isi, dan struktur yang
jelas. Dengan demikian, genre merupakan konvensi
untuk bertutur dalam cara tertentu.
5) Suara
Suara yang dimaksud di sini adalah mengacu pada nada
yang digunakan peneliti dalam menuturkan narasinya.
Ada tiga jenis suara yang dapat digunakan dalam
konteks ini, yaitu suara berwibawa, suara suportif, dan
suara interaksi kompleks.
6) Ante-narrative
Ante-narrative merupakan aplikasi analisis naratif
postmodernisme yang berbeda dengan analisis naratif
lainnya. Ante-narrative adalah spekulasi pra-narasi yang
tidak utuh, tidak linier, tidak koheren, kolektif, dan tanpa
plot. Dalam ante-narrative dibagi lagi menjadi beberapa
pendekatan, yaitu: (1) dekonstruksi, (2) grand narrative,
(3) microstoria, (4) jejaring cerita, (5) intertextuality, (6)
kausalitas, (7) analisis plot, dan (8) analisis tema.
114
nilai yang setara
c. Mengambil pernyataan penting tersebut, kemudian
mengelompokkannya menjadi unit informasi yang lebih
besar yang disebut sebagai unit makna atau tema
d. Menulis deskripsi tentang “apakah” yang dialami oleh
partisipan dengan fenomena tersebut
e. Menulis deskripsi tentang “bagaimana” pengalaman
tersebut terjadi. Hal ini disebut sebagai deskripsi
struktural, dan peneliti membahas tentang latar dan
konteks di mana fenomena tersebut dialami.
f. Menulis deskripsi gabungan tentang fenomena tersebut
dengan memasukkan deskripsi tekstural dan deskripsi
struktural
115
menggunakan orientasi literer untuk menganalisisnya. Misalnya,
dengan menggunakan cerita tentang pendidikan sains yang
dituturkan oleh empat siswa kelas empat di sekolah dasar. Salah
satu pendekatan yang digunakan dalam analisis data teks adalah
penggunaan lima unsur dari struktur alur yaitu karakter, setting,
problem, aksi, dan resolusi.
Pendekatan kronologis juga dapat digunakan dalam
analisis naratif. Denzim dikutip Creswell (2015) menyarankan
agar peneliti memulai analisis biografis dengan mengidentifikasi
serangkaian pengalaman objektif dalam kehidupan sang subjek.
Peneliti meminta setiap individu untuk mencatat sketsa tentang
kehidupannya juga dapat menjadi titik permulaan yang baik
untuk analisis. Dalam sketsa ini, peneliti mencari tahapan atau
pengalaman dalam perjalanan hidup untuk mengembangkan
kronologi dari kehidupan individu.
Pendekatan lain dalam analisis naratif adalah berfokus
pada upaya bagaimana laporan naratif disusun. Reissman dikutip
Creswell (2015) menyatakan bahwa tipologi dari empat strategi
analisis yang merefleksikan keragaman dalam menyusun cerita.
Pendekatan ini adalah bentuk yang paling populer dari studi
naratif, dan kita melihatnya dalam proyek naratif Chan.
116
struktur bagi penafsirannya.
117
BAB VII
ANALISIS DATA KUALITATIF
A. Pengantar
Dalam penelitian kualitatif, ada beberapa prosedur yang harus
ditempuh oleh peneliti dalam menganalisis data. Menurut Creswell
(2012) dalam penelitian kualitatif memiliki prosedur sebagai berikut
ini.
1) Eksplorasi masalah penelitian dan kembangkan pemahaman
yang rinci tentang fenomena utama
2) Lakukan kajian pustaka, dalam penelitian kualitatif kajian
pustaka ini memiliki peran yang kurang penting
3) Tentukan tujuan dan pertanyaan penelitian terkait dengan
berbagai kemungkinan pengalaman partisipan yang akan
dikaji
4) Kumpulkan data berupa rangkaian kata dan bahasa verbal
dari para partisipan yang jumlahnya tidak banyak, yang digali
adalah pandangan atau perspektif partisipan
5) Analisis data untuk mendeskripsikan temuan sampai
dirumuskan tema-tema menggunakan analisis teks dan
menginterpretasikan serta memaknai temuan penelitian
6) Menulis laporan dengan terstruktur dengan memper-hatikan
kriteria evaluasi penelitian dan refleksi diri
Dalam penelitian kualitatif dengan skala yang lebih besar, Winch
dikutip Putra (2013) mengajukan beberapa proses sebagai berikut:
1) Define the topic
2) Review existing literature
3) Constitute the study team
4) Identify information need of programme managers
5) Develop a topic map
6) Conduct social influence always
7) Choose sample of interviews
8) Define specific data collection objectives
9) Develop group interview guides
10) Select and train facilitators
11) Conduct group interviews
12) Analyze the data
13) Summarize finding
118
14) Working session with stakeholders to formulate recommendation
15) Plan dissemination of results
16) Finaling reports
17) Evaluate implementation
119
Instrumentasi 1. Menentukan teknik pengumpulan data
2. Memilih informan dari tiap unit analisis
3. Menyiapkan instrumen pedoman observasi,
partisipasi, wawan-cara, studi dokumentasi
Pelaksanaan 1. Mengurus izin
Penelitian 2. Menemui gate keeper
3. Observasi partisipasi, wawancara, studi
dokumentasi, triangulasi
4. Mempersiapkan catatan lapangan atau FGD
Pengolahan Data 1. Reduksi data
2. Display
3. analisis
Hasil penelitian Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi
Tabel 7.1 Tahapan Penelitian Kualitatif menurut Satori & Komariah (2017)
120
desain penelitian)
b. Memilih lapangan penelitian (menentukan lokasi di mana
penelitian akan dilakukan)
c. Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian kepada
pihak-pihak yang terkait dengan penelitian yang akan
dilakukan
d. Menjajaki dan menilai lapangan (studi pendahuluan); yaitu
pemahaman atas petunjuk dan cara hidup peserta penelitian,
memahami pandangan hidup peserta penelitian, dan
penyesuaian diri dengan keadaan lingkungan tempat atau
latar penelitian
e. Memilih dan memanfaatkan peserta penelitian
f. Menyiapkan perlengkapan penelitian seperti alat-alat tulis,
tape recorder, video recording, dan lain-lain.
g. Memperhatikan etika penelitian. Peneliti harus dapat
menjaga etika penelitian. Kehadiran peneliti, meskipun
sedang melakukan penelitian secara partisipatif, jangan
sampai merusak suasana.
121
e. Peneliti harus menjalin hubungan kedekatan dengan para
informan
f. Mempelajari bahasa yang digunakan oleh para informan
g. Peneliti harus berperan dalam observasi secara partisipatif
h. Peneliti menjelaskan kepada informan tentang batas-batas
penelitian
i. Peneliti melakukan pencatatan data di lapangan
j. Peneliti harus segera mencatat agar memudahkan peneliti
dalam mengingat data
k. Peneliti harus dapat mengatur waktu agar tidak mengalami
kejenuhan
l. Peneliti harus mampu menentukan benang merah dalam
suatu penelitian jika ada pertentangan
Menurut Sneidel dikutip Tohirin (2013) ada beberapa proses da-
lam tahap penganalisisan data pada penelitian kualitatif, yaitu:
1) Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan dengan mem-
beri kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri
2) Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, men-
sintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeks-nya
3) Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mem-
punyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubun-
gan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum
Lebih lanjut, Jaanice McDrury juga memaparkan tahapan-taha-
pan dalam analisis data kualitatif sebagai berikut.
1) Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci
dan gagasan yang ada dalam data
2) Mempelajari kata-kata kunci tersebut, selanjutnya berupaya
menemukan tema-tema yang berasal dari data
3) Menuliskan model yang ditemukan
4) Koding yang telah dilakukan
Selain tahapan dari Seidel dan Jaanice McDrury, Moleong juga
menjabarkan beberapa tahapan penelitian kualitatif, yaitu;
1) Menemukan tema dan merumuskan hipotesis dengan keten-
tuan sebagai berikut;
a. Bacalah dengan teliti catatan lapangan
b. Berilah kode pada beberapa judul pembicaraan tertentu
c. Susun data menurut tipologi
d. Bacalah kepustakaan yang ada kaitannya dengan mas-
alah dan latar belakang
2) Menganalisis berdasarkan hipotesis kerja. Dalam menganali-
sis berdasarkan hipotesis kerja, hal-hal yang harus diperhati-
kan oleh peneliti adalah:
122
a. Apakah data menunjang hipotesis Anda?
b. Apakah data yang dikumpulkan merupakan data yang
benar atau bukan?
c. Apakah ada pengaruh peneliti terhadap latar penelitian?
d. Apakah ada orang lain yang hadir pada saat mengumpul-
kan data?
e. Pertanyaan langsung atau kesimpulan tidak langsung?
f. Siapa yang mengatakan dan siapa yang melakukan apa?
g. Apakah subjek atau sumber data atau informan menga-
takan yang benar?
Secara sederhana juga, Tohirin (2013) menyebutkan ada empat
tahapan dalam analisis data, yaitu analisis domain, analisis taksonomi,
analisis komponen, dan analisis tema. Analisis domain dilakukan
melalui pengamatan atau wawancara dalam catatan lapangan. Anali-
sis taksonomi adalah analisis yang dilakukan berdasarkan pada fokus
sebelumnya yang telah dipilih oleh peneliti. Analisis komponen mer-
upakan wawancara atau pengamatan terpilih untuk memperdalam data
yang telah ditemukan. Analisis tema merupakan seperangkat prosedur
untuk memahami secara holistik persoalan yang sedang diteliti.
1) Reduksi Data
Dalam pengumpulan data kualitatif. Peneliti menggunakan
berbagai macam teknik dan berlangsung secara berulang-ulang
sehingga diperoleh data sangat banyak dan kompleks. Mengingat
data yang diperoleh di lapangan masih sangat kompleks, masih
kasar dan belum sistematis, maka peneliti perlu melakukan
analisis dengan cara melakukan reduksi data. Reduksi data berarti
membuat rangkuman, memilih tema, membuat kategori dan pola
tertentu sehingga memiliki makna. Reduksi data merupakan
123
bentuk analisis untuk mempertajam, memilih, memfokuskan,
membuang dan menyusun data ke arah pengambilan kesimpulan.
Jika data yang dikumpulkan adalah data tentang kualitas
pembelajaran, maka data yang beragam seperti letak geografis,
visi, misi, budaya sekolah, pendidikan guru, masa kerja guru,
gaji guru, kompetensi guru, persiapan mengajar, metode
pembelajaran, sistem penilaian, kurikulum, jumlah tenaga
kependidikan, jumlah siswa, latar belakang siswa, jarak tempat
tinggal dan lain-lainnya, maka tidak semua data tersebut diambil.
Data tersebut akan diseleksi dan direduksi sehingga data yang
relevan saja yang dipergunakan.
2) Display Data
Display data merupakan proses menyajikan data setelah
dilakukan reduksi data. Penyajian data dalam penelitian kualitatif
dilakukan dalam bentuk ikhtisar, bagan, hubungan antar kategori,
pola dan lain-lain sehingga mudah dipahami pembaca. Data yang
telah tersusun secara sistematis akan memudahkan pembaca
memahami konsep, kategori serta hubungan dan perbedaan
masing-masing pola atau kategori.
3) Kesimpulan
Langkah ketiga dalam model interaktif adalah pengambilan
keputusan dan melakukan verifikasi. Pada penelitian kualitatif,
kesimpulan awal yang diambil masih bersifat sementara,
sehingga dapat berubah setiap saat apabila tidak didukung bukti-
bukti yang kuat. Tetapi apabila kesimpulan yang telah diambil
didukung dengan bukti-bukti yang sahih atau konsisten, maka
kesimpulan yang diambil bersifat fleksibel.
Kesimpulan hasil penelitian harus dapat memberikan
jawaban terhadap rumusan masalah yang diajukan. Selain
memberikan jawaban atas rumusan masalah, kesimpulan
juga harus menghasilkan temuan baru di bidang ilmu yang
sebelumnya belum ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi
tentang suatu objek atau fenomena yang sebelumnya masih
samar, setelah diteliti menjadi lebih jelas, dapat pula berupa
hipotesis bahkan teori baru.
124
data yang dikembangkan Spradley ini lebih tepat digunakan untuk
penelitian-penelitian etnografi, yaitu penelitian yang mendeskripsikan
budaya dan kemudian menginterpretasikannya.
Menurut Sugiyono (2010) ada 12 tahapan dalam pengumpulan
dan analisis data kualitatif Spradley, yaitu: (1) memilih situasi sosial, (2)
melaksanakan observasi partisipan, (3) mencatat hasil observasi dan
wawancara, (4) melakukan observasi deskriptif, (5) melakukan analisis
domain, (6) melakukan observasi terfokus, (7) melakukan analisis
taksonomi, (8) melakukan observasi terseleksi, (9) melakukan analisis
komponensial, (10) melakukan analisis tema, (11) temuan budaya, dan
(12) menulis laporan penelitian kualitatif.
Secara ringkas, tahapan-tahapan analisis data tersebut dapat
dibaca pada uraian berikut.
1) Analisis Domain
Analisis domain adalah proses dalam memperoleh
gambaran umum dan menyeluruh tentang objek penelitian atau
situasi sosial. Situasi sosial merujuk pada perilaku dan aktivitas
yang dilakukan oleh manusia dalam lokasi tertentu yang kita
pilih. Melalui pertanyaan umum dan pertanyaan secara terinci,
peneliti menemukan domain atau kategori tertentu sebagai
landasan dasar untuk penelitian selanjutnya. Domain merupakan
kategori budaya yang terdiri dari tiga unsur yaitu pencakup atau
cover term, istilah tercakup atau included term, dan hubungan
semantik atau semantic relationship. Dari data yang diperoleh
melalui grand tour peneliti menemukan domain budaya misalnya
pegawai. Untuk melihat bagaimanakah hubungan elemen
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Dokter, hakim,
Pegawai
guru, perawat
125
pegawai merupakan tema budaya yang mencakup mereka yang
bekerja sebagai dokter, hakim, guru, dan perawat. Hubungan
antara istilah pencakup dan tercakup sesungguhnya memiliki
hubungan semantik antara istilah pencakup dan tercakup, yaitu:
(1) jenis, (2) ruang, (3) sebab akibat, (4) rasional, (5) lokasi
melakukan sesuatu, (6) cara mencapai tujuan, (7) fungsi, (8)
urutan, dan (9) atribut atau karakter.
2) Analisis Taksonomi
Berdasarka hasil analisi domain, peneliti telah menemukan
domain-domain dari situasi sosial tertentu. Selanjutnya, peneliti
melakukan analisis taksonomi berdasarkan domain yang
telah ditetapkan sebagai fokus penelitian. Domain yang tekah
ditetapkan dijadikan cover term yang selanjutnya diuraikan
secara lebih rinci dan mendalam dengan analisis taksonomi.
Melalui analisis taksonomi akan ditemukan included term atau
istilah-istilah tercakup yang merupakan bagian atau elemen-
elemen cover term. Proses analisis taksonomi dapat dilihat pada
gambar berikut.
Cover term
A B
1 2 3 1 2 3
126
7.3 Gambar Hasil Analisis Domain & Taksonomi Pendidikan
3) Analisis Komponensial
Pada analisis komponensial, peneliti mencoba menemukan
perbedaan atau hal-hal yang bersifat kontras dari elemen-elemen
yang merupakan hasil analisis taksonomi. Oleh karena itu,
melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi yang
terseleksi peneliti perlu menggali data sampai ditemukan adanya
perbedaan-perbedaan atau hal-hal yang kontras.
127
Secara sederhana Sugiyono (2011) juga menguraikan
analisis data kualitatif yang diadaptasi dari Sradley dengan
gambar berikut.
Analisis Domain
Memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh dari objek penelitian
atau situasi sosial. Ditemukan berbagai domain atau kategori. Diperoleh den-
gan pertanyaan grand dan minitour. Peneliti menetapkan domain tertentu
sebagai pijakan untuk penelitian selanjutnya.
Analisis Taksonomi
Domain yang dipilih tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi lebih
rinci, untuk mengetahui struktur internalnya. Dilakukan dengan
observasi terfokus
Analisis Komponensial
Mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara
mengontraskan antar elemen. Dilakukan melalui observasi dan
wawancara terseleksi dengan pertanyaan yang mengontraskan
128
4) Koding setiap satuan
5) Pemeriksaan keabsahan data, dan
6) Penafsiran data
129
BAB VIII
UJI KEABSAHAN DATA
A. Pengantar
Seperti telah disinggung pada awal buku ini, masalah keabsahan
data merupakan topik yang sangat krusial untuk tetap diperbincangkan.
Banyak peneliti kuantitatif yang mempertanyakan tentang keabsahan
data pada penelitian kualitatif. Untuk itulah diperlukan upaya dan
cara-cara untuk menguji keabsahan data tersebut. Teknik pengujian
atau pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan uji kredibilitas,
keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Ada perbedaan yang
mencolok dalam pengujian validitas dan reliabilitas antara penelitian
kualitatif dan kuantitatif. Agar lebih jelas perbedaanya dapat Anda lihat
pada tabel berikut.
130
Kredibilitas
Penggunaan istilah alternatif
Lincoln & Transferabilitas
yang lebih banyak berlaku pada
Guba (1985) Dependabilitas
aksioma naturalistik
Konfirmabilitas
Koroborasi
Penggunaan istilah alternatif yang struktural
menyediakan standar yang masuk Validasi konsensual
Eisner (1991)
akal untuk menilai kredibilitas Kecukupan
dari penelitian kualitatif referensial
Validitas ironis
Validitas Paralogis
Penggunaan validitas
Validitas Rhizomatis
Lather (1993) rekonseptualisasi dalam empat
Validitas tersituasi
tipe
mewujud
Penggunaan istilah
selain validitas, karena ia Pemahaman lebih
Wolcott
tidak memandu ataupun baik daripada
(1994)
mempengaruhi penelitian validitas
kualitatif
Penggunaan validasi dalam Dua tipe: etis dan
Angen (2000)
konteks penelitian interpretatif substantif
Kriteria primer:
kredibilitas,
autentisitas,
kritikalitas, dan
integritas.
Whittemore, Penggunaan perspektif validitas
Kriteria sekunder:
Chase & sintesis, yang diorganisasikan
eksplisitas,
Mandle menjadi kriteria primer dan
kegamblangan,
(2001) kriteria sekunder
kreativitas,
ketelitian,
kongruensi, dan
sensitivitas
131
Kristal: tumbuh,
berubah,
merefleksikan
eksternalitas,
membias dalam diri
mereka
Richardson
Penggunaan bentuk validitas
& St. Pierre Kejujuran yang
rekonseptual metaforis sebagai
(2005) mere-presentasikan
kristal
Lincoln, pandangan,
Penggunaan autentisitas,
Lynham & kesadaran yang
transgresi, dan hubungan etis
Guba (2011) meningkat, dan aksi;
asumsi dan represi
tersembunyi, kristal
yang dapat diubah
dengan banyak cara;
hubungan dengan
para partisipan riset
Tabel 8.2 Perspektif dan Istilah yang Digunakan dalam Validasi Kualitatif
132
penelitian Anda
2) Secara terus-menerus mencari temuan-temuan negatif,
antara lain dengan selalu mengatakan “Tunggu dulu, apakah
ini tidak salah. Apakah berarti lain, yakni…”
3) Melakukan cek dan ricek terhadap data dan mengetes
hipotesis-hipotesis tandingan
4) Membuat catatan secara bebas nilai, dengan cara membuat
dua jenis catatan, yaitu observasi yang benar-benar objektif
dan catatan konseptual sebagai interpretasi dan kreativitas
peneliti
5) Membuat sejumlah tes untuk mengecek analisis data
6) Mengikuti para peneliti terdahulu dalam mengendalikan
kualitas data, dan
7) Melakukan audit terhadap pengumpulan data dan strategi
analisis data
Sebelum membahas tentang teknik pemeriksaan dalam upaya
untuk mencapai keabsahan data, berikut dijabarkan teknik-teknik pe-
meriksaan keabsahan data menurut Moloeng (2017) dalam bentuk ta-
bel berikut.
133
observasi, studi dokumentasi, dan sumber.
3) Bahasa partisipan kata demi kata: mendapatkan rumusan dan
kutipan yang rinci
4) Descriptor inferensi yang rendah: pencatatan yang lengkap dan
detail baik untuk sumber situasi maupun orang
5) Peneliti beberapa orang: persetujuan data deskriptif yang
dikumpulkan oleh tim peneliti
6) Pencatat data mekanik: menggunakan perekam foto, video, dan
audio
7) Partisipan sebagai peneliti: penggunaan catatan-catatan dari
partisipan berbentuk diari, catatan anekdot untuk melengkapi
8) Pengecekan anggota: pengecekan data oleh sesama anggota
selama pengumpulan dan analisis data
9) Review oleh partisipan: bertanya kepada partisipan untuk
mengulas data, melakukan sintesis semua hasil wawancara dan
observasi, dan
10) Kasus-kasus negatif: mencari, mencatat, menganalisis,
melaporkan data dari kasus-kasus negatif atau berbeda dengan
pola yang ada.
B. Kredibilitas (Credibility)
Derajat kepercayaan atau credibility dalam penelitian kualitatif
adalah istilah validitas yang berarti bahwa instrumen yang dipergunakan
dan hasil pengukuran yang dilakukan menggambaran keadaan yang
sebenarnya. Sebaliknya dalam penelitian kualitatif digunakan istilah
kredibiltas atau derajat kepercayaan untuk menjelaskan tentang hasil
penelitian yang dilakukan benar-benar menggambarkan keadaan objek
yang sesungguhnya. Dalam teknik pengujian ini, dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai cara, yaitu:
134
satu kali.
Peneliti kembali ke lapangan setelah melakukan analisis
data dan telah merumuskan sejumlah kategori. Ia menambah
waktu berada di lapangan untuk mengecek apakah kategori yang
dirumuskannya sesuai dengan perspektif para partisipan. Jadi
peneliti mencoba membersihkan kemungkinan bias pribadinya.
3. Triangulasi
Pengecekan dengan cara memeriksa ulang data.
Pemeriksaan ulang dapat dilakukan sebelum dan atau sesudah
data dianalisis. Pemeriksaan dengan cara triangulasi dilakukan
untuk meningkatkan derajat kepercayaan dan akurasi data.
Triangulasi dilakukan dengan tiga strategi, yaitu triangulasi
sumber, triangulasi metode, dan triangulasi waktu.
Melalui triangulasi sumber, peneliti mencari informasi
lain tentang topik yang dikajinya dari sumber atau partisipan
lain. Pada prinsipnya, semakin banyak sumber maka akan
semakin baik hasilnya. Salah satu gambaran dalam triangulasi
sumber dicontohkan pada kasus penelitian tentang kemampuan
dosen tersertifikasi dalam mengelola pembelajaran. Peneliti
dapat menanyakan kepada dosen yang bersangkutan tentang
kemampuannya dalam mengajar. Selanjutnya, peneliti tidak
135
hanya terpaku pada sang dosen saja tetapi dapat juga menggali
informasi ke partisipan lainnya. Peneliti dapat menggali informasi
tersebut melalui rekan sejawatnya, atasannya (dekan atau rektor),
dan juga bagian terkait tentang penjaminan mutu kampus.
Triangulasi metode merupakan jenis triangulasi dengan
memadukan atau menggunakan lebih dari satu metode dalam
menganslisi data penelitian. Jika kita ambil contoh pada kasus
sebelumnya, maka triangulasi metode di sini tidak hanya
menggunakan metode wawancara saja. Artinya peneliti dapat
menggali informasi lebih lanjut melalui Focus Group Discussion
(FGD), peer review, ataupun diskusi dengan atasan. Pada
prinsipnya triangulasi metode mengharuskan digunakannya
lebih dari satu metode untuk melakukan pemeriksaan ulang.
Terakhir, triangulasi yang dapat digunakan dalam
pemeriksaan data adalah triangulasi waktu. Triangulasi ini
melakukan pengecekan pada waktu atau kesempatan lain yang
berbeda. Peneliti mengamati sang dosen dalam mengajar tidak
hanya pada pagi hari tetapi dapat dilakukan pula pada siang sari
dan sore hari. Selanjutnya, peneliti juga mengamati dosen saat
pembelajaran di kelas, di laboratorium, dan bahkan saat di luar
kelas.
4. Pengecekan Sejawat
Dalam penelitian kualitatif, penggunaan istilah objektivitas
dirasa kurang tepat. Istilah yang tepat dan cocok yang digunakan
adalah intersubjektivitas. Istilah tersebut dimaknai sebagai
membangun kesepahaman, kesepakatan atau konsensus antara
subjek dalam proses dialog yang terbuka dan bebas, dalam
suasana yang saling menghormati dan menghargai. Dalam
penelitian kualitatif, intersubjektivitas dilakukan dengan dua
cara yaitu pengecekan sejawat dan pengecekan anggota. Namun
pada subbahasan pengecekan anggota akan dibahas pada uraian
berikutnya.
Kredibitas dalam penelitian kualitatif juga ditentukan oleh
metode pengecekan teman sejawat atau peer review. Pengecekan
teman sejawat ini dalam penelitian kualitatif setara dengan validasi
ahli atau expert judgement dalam penelitian dan pengembangan
atau research & development. Peneliti berdialog dengan rekan-
rekan sejawatnya yang ahli dalam penelitian kualitatif dan ahli
dalam bidang atau fokus kajian. Teman sejawat adalah ahli yang
tidak ikut serta dalam penelitian yang sedang dilakukan.
Pada teman sejawat ini, peneliti meminta pendapat,
136
masukan, dan kritiknya atas temuan sementara penelitian.
Tidak jarang juga masukan tersebut tidak sesuai dengan apa
yang ditemukan di lapangan. Hal ini bukanlah sesuatu yang luar
biasa. Peneliti masih memiliki kesempatan untuk memanfaatkan
masukan tersebut dalam proses penelitian selanjutnya guna
mendapatkan hasil yang terbaik. Bahkan, kita boleh meminta
masukan dari teman sejawat saat penelitian sudah selesai dan
temuan telah dirumuskan. Namun, sebaiknya dialog dan diskusi
dengan teman sejawat ini dilakukan sebelum penelitian berakhir.
Hal itu dimaksudkan agar masukan, saran, dan pandangan
teman sejawat tersebut memberi manfaat yang lebih bermakna
bagi proses penelitian selanjutnya.
5. Kecukupan Referensi
Dalam penelitian kualitatif perlu ada banyak sumber atau
referensi dalam mendukung deskripsi atau gambaran hasil yang
ditemukannya. Jika menguraikan tentang sekolah yang miskin
atau yang minim sarana dan prasarana maka akan lebih baik jika
dilampirkan foto-foto atau dokumentasi berupa gambar bergerak
(video). Hal ini menjadi bukti lain yang sangat mendukung selain
deskripsi verbal dalam catatn kualitatif.
Idealnya dalam penelitian kualitatif, ketujuh teknik
kredibilitas tersebut dilakukan semua. Jika terkendala faktor
teknis, seperti terbatasnya dana dan waktu, maka peneliti dapat
melakukan teknik kredibilitas tersebut minimal 3—4 teknik saja.
137
belum bersertifikat tetapi memiliki kemampuan pengelolaan
kelas yang baik.
Adanya kasus yang bertentangan atau pembanding ini
akan membuat peneliti lebih dapat memahami dan menjelaskan
temuan penelitiannya secara lebih rinci, lengkap, dan mendalam.
Adanya temuan yang saling bertentangan seperti diuraikan di
atas dapat mengarahkan peneliti untuk menjelaskan lebih banyak
aspek tentang kemampuan pengelolaan pembelajaran, dan latar
belakang guru, serta dampak sertifikasi guru bagi peningkatan
kompetensi guru.
Analisis kasus negatif dapat memberikan perspektif yang
lebih kaya, holistik, dan menunjukkan lebih banyak aspek tentang
fokus penelitian. Akibatnya, temuan penelitian lebih rinci, dalam,
dan akurat.
7. Pengecekan Anggota
Pengecekan anggota atau member-check adalah diskusi
yang rutin dilakukan dengan sesama peneliti yang terlibat dalam
penelitian. Diskusi dilakukan dengan temuan-temuan awal
dan berbagai kemungkinan untuk memperdalam dan menjaga
keakuratan data. Diskusi ini juga berguna untuk menentukan
arah penelitian agar tetap konsisten pada fokus yang digali.
Diskusi yang teratur dan terstruktur di antara sesama peneliti
yang terlibat selama penelitian berlangsung merupakan upaya
sistematis untuk menjamin keabsahan data.
Bila peneliti melaksanakan penelitian seorang diri, ia dapat
berdialog dan berdiskusi dengan partisipan yang diteliti untuk
mencari masukan bagi proses pengumpulan data, dan temuan
sementara pendidikan. Tidak ada salahnya jika ia mencari
masukan dari beberapa partisipan. Pengecekan anggota juga
berfungsi dalam croschek atau cek dan ricek terhadap data yang
diperoleh dari para partisipan. Hal ini berkaitan dengan upaya
untuk meminimalisasi mis-informasi yang terjadi dari partisipan.
138
Gambar 8.2 Uji Kredibiltas Data Kualitatif
C. Keteralihan (Transferability)
Dalam penelitian kualitatif tidak dikenal validitas eksternal tetapi
menggunakan istilah atau konsep keteralihan atau transferabilitas.
Keteralihan berarti bahwa hasil penelitian dapat diterapkan atau
digunakan pada situasi lain yang memiliki karakteristik dan konteks
yang relatif sama. Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung
pada kesamaan antara konteks lokasi penelitian dengan lokasi lain yang
akan diterapkan. Untuk melakukan pengalihan hasil penelitian, peneliti
harus mencari dan mengumpulkan data empiris tentang kesamaan
konteks.
Transferabilitas berkaitan dengan hasil penelitian yang mana
hasil penelitian tersebut dapat diaplikasikan atau digunakan dalam
situasi lain. Untuk mendapatkan derajat transferabilitas yang tinggi
sangat tergantung pada kemampuan peneliti mengangkat makna-
makna esensial temuannya dan melakukan refleksi dan analisis kritis
yang ditunjukkan dalam pembahasan penelitian. Agar orang lain dapat
memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk
menerapkan hasil penelitian tersebut di tempat lain, maka peneliti
harus membuat laporan dengan memberikan uraian dengan rinci, jelas,
sistematis, dan dapat dipercaya. Jika pembaca mendapat gambaran yang
jelas dalam penelitian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penelitian
tersebut memiliki derajat transferabilitas.
139
Gambar 8.3 Perbedaan Validitas pada Kualitatif dan Kuantitatif
D. Kebergantungan (Dependability)
Dalam penelitian kuantatif dikenal istilah reliabilitas yang
menunjukkan konsistensi hasil penelitian meskipun penelitian itu
dilakukan berulang kali. Sebaliknya, dalam penelitian kualitatif
dikenal pengujian dependabilitas yang dilakukan dengan mengadakan
audit terhadap keseluruhan proses penelitian mulai dari menentukan
masalah, menentukan sumber data, pengambilan atau pembangkitan
data, melakukan analisis data, memeriksa keabsahan data, dan membuat
kesimpulan.
Sebuah penelitian dapat dikatakan reliabel jika orang lain
dapat mengulangi proses penelitian tersebut. Pengujian ini dilakukan
dengan cara mengaudit keseluruhan proses penelitian. Proses auditing
dilakukan oleh auditor yang independen atau pembimbing dengan cara
mengaudit keseluruhan kegiatan peneliti dalam melakukan penelitian.
Proses auditing tidak dapat dilakukan jika peneliti tidak memiliki
catatan-catatan yang lengkap selama melaksanakan penelitian sejak
awal mulai dari pembangkitan dan pengambilan data sampai pada
pengambilan kesimpulan. Catatan-catatan yang harus dilakukan oleh
peneliti selam proses penelitian kualitatif mencakup:
1) Data mentah, yaitu catatan lapangan tertulis, dokumen, foto,
dan lain-lain
2) Data yang direduksi dan hasil kajian antara lain ikhtisar
catatan, ikhtisar data kualitatif, catatan teori seperti hipotesis,
konsep, dan lain-lain
3) Rekonstruksi data dan hasil sintesis seperti kategorisasi, tema,
definisi, temuan, penafsiran, dan sebagainya
4) Catatan tentang proses penyelenggaraan meliputi catatan
metodologi yang digunakan seperti catatan tentang prosedur,
140
desain, dan catatan tentang pemeriksaan keabsahan data
5) Bahan yang berkaitan dengan maksud dan keinginan
termasuk di dalamnya usulan penelitian dan catatan pribadi,
harapan serta peramalan.
6) Informasi tentang pengembangan instrumen seperti
instrumen penjajakan, format observasi, format survei, dan
sebagainya.
E. Kepastian (Konfimabilitas)
Penelitian kualitatif dikatakan objektif bila hasil penelitiannya
telah disepakati banyak orang. Uji konfirmabilitas hampir sama
dengan uji dependabilitas, sehingga pengujiannya dapat dilakukan
secara bersamaan. Uji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian
dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian tersebut
telah memenuhi standar konfirmabilitas.
Menguji kepastian atau konfirmabilitas berarti menguji
keseluruhan proses dan hasil penelitian sehingga diperoleh kepastian.
Pengujian ini dilakukan oleh seorang auditor independen atau dosen
pembimbing untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif.
Pemeriksaan terhadap konfirmabilitas ini mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut.
1) Auditor perlu memastikan apakah hasil penemuan itu benar-
benar berasal dari data
2) Auditor memutuskan apakah pengambilan kesimpulan
dilakukan secara logis dan berasal dari data
3) Auditor menelaah kegiatan peneliti dalam melaksanakan
pemeriksaan keabsahan data misalnya bagaimana peneliti
menggunakan triangulasi, analisis kasus negatif, dan
sebagainya (Moloeng dikutip Djamal: 2013).
Lincoln dan Guba dikutip Alwasilah (2015) menyarankan adanya
audit dari pihak luar, seperti halnya laporan keuangan yang diaudit oleh
seorang akuntan publik. Selayaknya peneliti meminta seorang teman
atau kolega untuk me-review catatan lapangan, coding, analisis data, in-
terpretasi data, dan langkah-langkah penelitian. Secara rinci, Guba dan
Lincoln (dalam Alwasilah: 2017) menyebut beberapa persyaratan agar
audit berjalan efektif, yaitu:
1) Dokumentasi catatan audit atau audit trail tetap dipertahankan
sehingga yang melakukan audit akan menempuh catatan
yang sama. Dalam audit keuangan pun seorang akuntan
harus dapat melihat pembukuan yang sama
2) Audit adalah proses yang harus dilakukan oleh pihak luar,
baik perorangan atau tim, yang independen dan tidak
141
berkepentingan dengan hasil penelitian
3) Audit tidak mengharuskan adanya replikasi penelitian untuk
membuktikan kebenaran. Tujuan akhir dari audit adalah
pembuktian atau pengakuan pihak luar bahwa penelitian itu
sudah dilakukan secara kompeten dan profesional.
142
DAFTAR PUSTAKA
Brady, Shane R. 2015. Utilizing and Adapting the Delphi Method for
Use in Qualitative Research. International Journal of Qualitative
Methods, hlm. 1—6. DOI: 10.1177/1609406915621381
143
Djamal. 2017. Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Hilal, Alyahmady Hamed dan Saleh Said Alabri. 2013. Using NVIVO for
Data Analysis in Qualitative Research. International Interdisciplinary
Journal of Education, Vol 2, Issue 2, Hlm. 181—186.
Indriani, Septiana Dewi dan Nailul Fauziah. 2017. Karena Hidup harus
terus Berjalan (Sebuah Studi Fenomenologi Kehidupan Orang
dengan HIV/AIDS). Jurnal Empati, Vol. 6(1), Januari 2017. Hlm.
385—395.
144
Nassaji, Hossein. 2015. Qualitative and Descriptive Research: Data Type
Versus Data Analysis. Editorial Language Teaching Research, Vol
19(2), Hlm. 129—132.
Sohn, Brian Kelleher dkk. 2017. Hearing the Voices of Students and
Teachers: A Phenomenological Approach to Educational Research.
Qualitative Research in Education, Vol. 6 No. 2, Juni 2017.
145
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2017. Dasar-dasar Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
146
BIOGRAFI
Helaluddin, dilahirkan di Tulung Sari, Luwu
Utara, Sulawesi Selatan, 5 Oktober 1985. Latar
belakang pendidikannya adalah; SD Negeri
Tulung Sari, Luwu Utara, Sulawesi Selatan
(1995), SMP Negeri 01 Sukamaju, Luwu Utara
Makassar (1998), dan SMK Negeri 02 Makassar
(2000). Lalu, ia melanjutkan S1 Universitas
Muhammadiyah Palembang (2010), Program
S2 Magister Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas
Sriwijaya (2013), dan sekarang sedang menempuh pendidikan
pada Program Studi S3 Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Makassar (UNM) melalui Program 5000 Doktor Kementerian
Agama Republik Indonesia.
Sebelum menjadi tenaga pendidik, pernah bekerja di PT. Panasonic
Gobel Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan 2011. Jabatan
terakhir adalah Supervisor Customer Service PT. Panasonic
Gobel Indonesia cabang Bangka Belitung. Ia memutuskan untuk
melanjutkan program S2 dan mengundurkan diri dari perusahaan
tersebut pada tahun 2011 silam.
Saat ini, ia tercatat sebagai Dosen Tetap PNS di Unievrsitas Islam
Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten (2015 sampai
dengan sekarang). Sebelumnya, ia bekerja sebagai dosen tetap di
Universitas Tridinanti Palembang (2013—2014). Selain itu juga, Ia
pernah tercatat sebagai dosen Luar Biasa (LB) untuk Mata Kuliah
Umum (MKU) Bahasa Indonesia di Politeknik Negeri Sriwijaya
Jurusan Akuntansi, Teknik Sipil, Teknik Komputer, dan Teknik
Mesin.
Membina mata kuliah: Sosiolinguistik, Kajian Puisi, Membaca
Dasar, Menulis Faktual, Linguistik Historis Komparatif, Berbicara
Dasar, dan Linguistik Kontrastif pada Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tridinanti Palembang
(2013—2014). Saat ini, mata kuliah yang diampu adalah Bahasa
Indonesia dan Bimbingan Penulisan Skripsi pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam di UIN SMH Banten (2015—sekarang).
147
BIOGRAFI
Hengki Wijaya bekerja di Lembaga
Penelitian dan Penerbitan, Sekolah Tinggi
Filsafat Jaffray Makassar. Hengki Wijaya
berkonsentrasi penelitian di bidang Ilmu
Pendidikan Teologi termasuk di dalamnya
tentang Pendidikan teologi, teori Pendidikan,
dan model pembelajaran. Assistan Professor
of Education Science, Sekolah Tinggi Filsafat
Jaffray Makassar. Sebagai Chief in editor Jurnal Jaffray (Journal of
Jaffray) http://ojs.sttjaffray.ac.id/index.php/JJV71.
Riwayat Pendidikan S1 Universitas Hasanuddin; S2 Sekolah
Tinggi Filsafat Jaffray Makassar dan sementara kuliah S3 Ilmu
Pendidikan di Universitas Negeri Makassar pada tahap akhir
disertasi dengan penelitian Research and Development.
h t t p s : / / w w w. s e m a n t i c s c h o l a r. o r g / a u t h o r / H e n g k i -
Wijaya/81485834 .
Karya-karyanya tercatat secara lengkap di http://orcid.org/0000-
0001-5063-9273 dan Google Scholar https://scholar.google.co.id/
citations?hl=en&user=X_SX50MAAAAJ.
148