Anda di halaman 1dari 3

Sexy Killers, merupakan film yang di buat oleh Watchdoc, yaitu rumah produksi film

dokumenter yang di bentuk oleh Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Parta, dalam edisi kali ini
merupakan edisi terakhir dari serial “Ekspedisi Indonesia Biru” yang merupakan projek tim
Watchdoc dalam melakukan jurnalisme investigasi ke pelosok Indonesia untuk melihat,
Dandhy ingin menggambarkan bahwa Indonesia sedang “tidak baik-baik saja”. Dalam
pembuatan film Sexy Killers tersebut, Dandhy di bantu bersama 14 videografer, 5 pilot
drone, dan 2 underwater fotografer, yang dikemas dalam produk jurnalisme investigatif,
berbasis riset data, verifikasi dokumen, dan observasi langsung. Film Sexy Killers ini, di
putar serentak pada tanggal 5-13 April 2019, di berbagai daerah di Indonesia.
Film dokumenter sexy killer (Ekspedisi Indonesia Biru) merupakan salah satu film yang
cukup fenomenal belakangan ini. Karena Film yang di produksi oleh Watchdoc in sangat
menarik untuk ditonton dan cukup membuka pengetahuan kita mengenai dunia pertambangan
khususnya batu bara dan orang-orang yang terlibat di dalam industrinya. Namun, jika kita
melihat film Sexy Killer ini melalui pendekatan fenomenologis, film ini sangatlah bertolak
belakang dengan substansinya, film ini bukan menceritakan mengenai sepasang kekasih yang
saling membunuh ataupun berbagai interpretasi lainnya. Sehingga kita harus melihat film ini
secara etnometodologi karena substansi dari film ini membuat sebuah narasi tentang
bagaimana aktivitas kita yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi dan saling
berkaitan dengan fenomena di sekitar kita, salah satunya mengenai lingkungan. Setiap
aktivitas yang kita lakukan tidak terlepas dari yang namanya teknologi. Hal tersebut terjadi
dikarenakan cukup tingginya angka perkembangan teknologi sehingga teknologi menjadi
salah satu dari sekian banyak kebutuhan yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan kita
secara tidak langsung. Aktivitas kita yang tidak terlepas dari asupan teknologi juga tidak
terlepas dari hal yang menopang teknologi itu bergerak yaitu listrik. Produksi energi untuk
menghasilkan listrik kemudian menjadi sesuatu yang perlu dilakukan untuk menunjang
kehidupan bermasyarakat, belum lagi konsumsi masyarakat terhadap penggunaan listrik
membuat produksi energi listrik digenjot oleh pemerintah. Akan tetapi, perkembangan
sumber produksi energi tersebut malah mempunyai dampak yang sangat besar terhadap
lingkungan bahkan bagi masyarakat Indonesia itu sendiri.
Film ini mengangkat isu yang cukup sederhana dan dekat dengan masyarakat, namun cukup
sensitif dan jarang diangkat oleh para film-maker Indonesia. Jika kita melihat film ini melalui
pendekatan Teori Konflik, dalam film ini sedikit banyak gambaran yang bisa kita peroleh
didalam nya. Hal tersebut terjadi dikarenakan para kaum elit ataupun pemerintah juga secara
tidak langsung terlibat dalam isu tersebut.  Isu di mana ketergantungan masyarakat yang
cukup tinggi terhadap listrik yang semakin meningkat berdampak terhadap lingkungan dan
masyarakat Indonesia itu sendiri. Berawal dari scene yang menampilkan sepasang kekasih
yang menggunakan berbagai teknologi untuk kebutuhannya di dalam suatu ruangan, yang
kemudian muncul pertanyaan “bagaimana listrik bisa masuk ke ruangan ini?”. Sebuah
pertanyaan singkat yang kemudian membuka substansi dari film dokumenter ini mengenai
sisi gelap dari industri pertambangan batu bara di Indonesia. Batu bara merupakan salah satu
sumber energi terbesar di Indonesia dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari
Sumatera, Sulawesi, Jawa, Kalimantan dan berbagai wilayah lainnya di Indonesia, sebagai
salah satu produsen dan eksportir batu bara terbesar di dunia. Batu bara di Indonesia terbagi
menjadi dua, produksi untuk diekspor (kualitas menengah dan kualitas rendah) dan sebagian
lagi untuk dikirim ke PLTU di seluruh Indonesia untuk menjadi bahan bakar. Tingginya
konsumsi masyarakat terhadap listrik yang kemudian membuka peluang bagi para investor
asing maupun lokal untuk menggarap keuntungan dari peluang tersebut. Alhasil lahirlah
berbagai PLTU yang ditempatkan di darat maupun laut untuk memenuhi pemintaan tersebut
yang dilindungi oleh pemerintah. Akan tetapi, musibah lain yang justru bermunculan akibat
adanya PLTU dan kegiatan operasional dari Industri batu bara tersebut. Dampak yang
dihasilkan dari PLTU berimbas kepada lingkungan bahkan masyarakat. Polusi yang
dihasilkan dari industri batu bara tersebut menghasilkan polusi udara, laut maupun darat yang
cukup mengerikan. Hadirnya PLTU juga berdampak bagi masyarakat setempat, baik dalam
hal ekonomi maupun kesehatan. Dampak yang terimbas pada lingkungan sekitar membuat
para petani maupun pelaut yang berada di daerah sekitar industri tersebut menjadi marah
dikarenakan berkurangnya pendapatan mereka akibat dari limbah ataupun polusi yang
dihasilkan oleh industri batu bara tersebut. Bukan hanya itu, bahkan untuk daerah Kalimantan
sendiri terdapat beberapa lubang galian tambang yang belum direklamasi. Di laut juga
menimbulkan pengrusakan terumbu karang dan menyebabkan biota laut mati dikarenakan
polusi yang dihasilkan. Dengan alasan itulah kemudian lahir gelombang protes yang
dilakukan masyarakat untuk menuntut hal tersebut. Pertanyaan selanjutnya dalam film Sexy
Killers adalah “mengapa harus batu bara, padahal masih ada energi lain yang bisa
dijadikan sumber energi listrik?” Untuk menjawab hal tersebut, dapat dilihat bahwa harga
batu bara termasuk bahan bakar paling murah dari berbagai sumber energi lainnya. Karena
pada dasarnya setiap industri ingin mengumpulkan keuntungan dan minimalisir pengeluaran.
Harga yang murah tersebut dibayar secara nyata oleh penduduk sejak kehadiran PLTU batu
bara yang telah membawa dampak yang cukup buruk bagi lingkungan, pendapatan bahkan
kesehatan mereka yang menjadi jaminannya.
Masalah lain nya yang terjadi adalah film Sexy Killers (Ekspedisi Indonesia Biru) karya
Watchdoc ini merilis atau pemutaran film nya pada saat sedang terjadinya kontestasi politik,
yang dimana dalam hal ini sedikit banyak terjadi pro dan kontra yang terjadi. Siapapun yang
sudah menonton film dokumenter ini, pasti akan merasa kecewa terhadap para pemangku
jabatan (pemerintah). Kita bisa melihat bagaimana janji-janji yang sering diberikan
pemerintah pada akhirnya kemenangan akan tetap menjadi milik mereka yang punya banyak
uang. Kehidupan berdaulat, damai, dan sejahtera yang di mimpikan oleh banyak rakyat
Indonesia hanya tinggal mimpi belaka. Namun dengan sangat berani, film Sexy Killers
(Ekspedisi Indonesia Biru) karya Watchdoc ini menampilkan bagaimana empat putra terbaik
bangsa yang kemarin maju dalam kontestasi politik ternyata punya koneksi (baik secara
langsung atau tidak) dengan perusahaan-perusahaan industri tambang batu bara yang
memperburuk kehidupan masyarakat itu.
Kemudian jika kita menganalisis film Sexy Killers (Ekspedisi Indonesia Biru) karya
Watchdoc ini melalui pendekatan Teori Sosial, jawaban yang ideal adalah menunggu
kebijakan dari pemerintah untuk akhirnya mencari solusi untuk menyikapi dan menanggapi
permasalahan pertambangan batu bara tersebut. Akan tetapi, hanya ironi yang dapat dilihat
dari fenomena yang ada. Bahkan pemerintah memihak kepada para investor ketimbang rakyat
kecil, bahkan hukum pun mendukung para investor sehingga masyarakat yang berjuang untuk
kesehatan, pekerjaan, bahkan lingkungan mereka dapat diberi sanksi atau hukuman bagi
pemerintah setempat. Selain itu, alasan pemerintah mendukung kegiatan tersebut dikarenakan
para pengusaha Industri pertambangan batu bara tersebut merupakan elite politik dari
pemerintah yang ikut terlibat dalam permainan tersebut. mereka yang harusnya menjadi
pelindung dan melayani masyarakat menjelma menjadi penindas masyarakat yang berpihak
kepada investor yang hanya memperhatikan keuntungan belaka ketimbang masyarakat yang
menjadi amanah mereka. Sebuah ironi yang terstrukur antara kebutuhan masyarakat akan
listrik, perusahaan tambang batu bara, dan pemerintah, menjadi sebuah lingkaran setan yang
tiada hentinya.

Anda mungkin juga menyukai