1 SM PDF
1 SM PDF
10Fitri
Sosietas Pebriansyah,
(1) (2020) 770-775 Pendidikan Responsif Budaya… 1
© 2020 Sosietas
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 770
di fasilitas umum milik pemerintah seperti ge- dalam mengatasi pelanggaran HAM dan dis-
dung pemerintahan, puskesmas serta yang pal- kriminasi. Oleh karena itu pendidikan responsif
ing miris adalah sekolah negeri. Hal ini sangatlah budaya dapat dijadikan solusi demi tercapainya
disayangkan sebab sekolah sebagai wilayah pendidikan multikultural. Dalam teori dan
pembelajaran dan kebebasan berpikir menjadi
praktiknya guru bukan hanya memberikan
tempat terjadinya sebuah diskriminasi.
pembelajaran namun juga menuntut respon-
Temuan lain diskriminasi dan pelanggaran sive terhadap keberagaman budaya, etnis, dan
HAM dalam dunia pendidikan juga dikemuka- budaya. Hal ini juga berdampak pada pembela-
kan oleh komisioner subkomisi pendidikan dan jaran yang diterima peserta didik tidak berjarak
penyuluhan Komnas HAM, Muhammad pada realitas kehidupan sosial budaya Indonesia
Nurkhoiron, menyatakan bahwa jumlah pelang- yang beragam.
garan HAM dan deskriminasi dalam dunia pen-
Ketika membahas mengenai karakteristik
didikan masih belum menunjukkan penurunan
guru responsif budaya, terdapat enam karakter-
yang signifikan, hal ini dibuktikan dalam kurun
istik yang harus dimiliki, yakni: mempunyai
waktu dua tahun dari 2014-2015 tercatat ada
kesadaran sosio- kultural; mempunyai afirmasi
175 berkas pengaduan pelanggaran HAM ter-
terhadap keragaman latarbelakang peserta
hadap hak atas pendidikan. Pelanggaran terse-
didik; mempunyai kepercayaan diri dalam
but meliputi deskriminasi ras, penjatuhan sanksi
mengemban tugas; memahami bagaimana pe-
yanhg sewenang-wenang, perlakuan deskrimi-
serta didik mengkonstruksi pengetahuan dan
nasi terhadap korban pemerkosaan, tindak
mendorong peserta didik mengembangkan
kekerasan di lingkungan sekolah dan lain se-
konstruksi pengetahuannya sendiri; menge-
bagainya (Komnasham, 2017).
tahui pola hidup peserta didik, dan mampu
Berikutnya, pada tahun 2018, berdasarkan menggunakan informasi mengenai pola hidup
data Komnas HAM terjadi peningkatan kasus peserta didik untuk mendesain pembela jaran
pelanggaran HAM di dunia Pendidikan dimana yang bermakna (Villegas dan Lucas, 2002: 22).
jumlah kasus per april 2018 adalah 11 kasus. Pa-
Dengan demikian, pendidikan guru tanggap
dahal rata-rata jumlah kasus setiap tahun ada-
budaya tidak hanya bertujuan membekali guru
lah 9 kasus. Serta data PBB untuk anak (Unicef)
untuk menyadari, menghormati dan mengakui
menyebutkan, satu dari empat anak laki-laki di
kenyataan bahwa terdapat keragaman budaya
Indonesia mengalami kekerasan serta hasil riset
atau nilai yang berbeda yang terdapat pada pe-
International Rresearch on Women (ICRW)
serta didik yang berasal dari latar belakang suku,
pada maret 2015 menyatakan bahwa 84% anak
agama, bahasa dan etnis yang berbeda, tetapi
di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah
lebih dari itu mempunyai pengetahuan yang
(Siddiq, 2018).
lebih mendalam mengenai sisi- sisi khusus atau
Sementara pada tahun sekarang ini, masih keunikan dari budaya peserta didik dan
terdapat isu-isu rasial dalam dunia pendidikan. menggunakannya sebagai titik berangkat dalam
Misalnya penangkapan Ferry Kombo mantan merencanakan dan melaksanakan pembelaja-
ketua BEM Universitas Cendrawasih karena ran (Gay, 2002: 107).
meminta dukungan dan solidaritas kepada
3. STRATEGI MANAJEMEN KELAS YANG
masyarakat terhadap kasus rasisme papua di-
RESPONSIF BUDAYA
tuntut 10 tahun penjara dengan pasal makar
(Andita, 2020). Indonesia merupakan salah satu negara
Sehingga berdasarkan rentetan kasus terse- 771actor771ive771al di dunia, yang mana hal
but dapat disimpulkan bahwa pendidikan Indo- tersebut dapat dilihat dari kondisi sosio-kul-
nesia belum terdapat kemajuan yang signifikan tur maupun geografis yang begitu beragam
(Ainul Yakin, 2005:4). Lebih khusus lagi, hal
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 772
itu dapat dilihat dari cara pandang, tindakan, Adanya perbedaan budaya merupakan
wawasan setiap individu yang ada terhadap salah satu hal yang harus dipelajari oleh guru
berbagai macam fenomena sosial, budaya, dan harus mampu mengelolanya untuk
ekonomi, politik, dan lain sebagainya yang mempromosikan lingkungan belajar yang
memiliki pandangan yang beragam (Hanum, efektif di kelas mereka (Franklin, 2005). Lebih
2006: 1). Setiap siswa berasal dari latar lanjut, Hardin (2004) juga menjelaskan
belakang yang berbeda, sehingga tidak dapat bahwa sangat penting guru memiliki kepe-
dipungkiri bahwa mereka memiliki nilai, kaan terhadap keragaman budaya siswa
norma, dan perilaku yang berbeda. Secara mereka. Selain itu, (Weinstein dalam Gani,
tradisional, para guru umumnya bertindak 2018:329) mengungkapkan bahwa untuk
seolah-olah setiap orang memiliki harapan dapat berinteraksi lintas budaya, guru harus
budaya yang sama dan guru cenderung memiliki pengetahuan mengenai latar
mengabaikan perbedaan budaya. Se- belakang budaya siswa yang diajarnya. Guru
bagaimana yang terjadi di era orde baru yang perlu memahami warisan budaya dari ke-
terdapat beberapa buku yang memuat con- lompok etnis yang berbeda, bagaimana
toh stereotip budaya tertentu, dimana ka- mereka memberikan sanksi terhadap per-
rena ditakutkan mengandung unsur SARA, ilaku dan merayakan pencapaian, aturan
banyak buku pelajaran yang tidak berani mereka tentang sopan santun, penghorma-
menampilkan contoh 772actor atau gambar tan, dan etiket. Guru juga perlu memahami
yang berasal dari agama lain dengan maksud orientasi nilai, standar untuk pencapaian,
agar tidak terjadi ketegangan. Namun, kini tabu sosial, pola relasional, gaya komunikasi,
harus dijelaskan secara menyeluruh pada sistem motivasi, dan gaya belajar kelompok
siswa agar dapat membantu siswa mengenal, etnis yang berbeda. Ini kemudian harus
memahami, dan menghargai perbedaan, se- digunakan dalam mengelola perilaku siswa,
hingga tidak perlu lagi takut untuk mencan- serta mengajar mereka secara tepat di kelas
tumkan contoh dari agama, etnis, dan bu- dan sekolah. Untuk itu, agar menjadi Mana-
daya lain (Hanum, 2006: 11). jer kelas yang efektif, guru harus menyadari
masalah budaya dan sosial yang
Guru dan orangtua harus menjadi role mempengaruhi perilaku siswa. Tingkat sosial
model bagi siswa di sekolah yang berkaitan ekonomi, agama, struktur keluarga, latar
dengan stereotype dan prasangka. Salah satu belakang rumah, budaya, ras, dan gender
yang mempengaruhi prasangka adalah opini mempengaruhi perilaku siswa. Jika guru tidak
yang telah terbentuk atau identitas yang te- memahami 772actor-faktor yang berkontri-
lah diberikan oleh masyarakat tertentu. Tidak busi terhadap perilaku siswa, mereka mung-
jarang kita mendengar seseorang mem- kin menggunakan teknik yang tidak tepat un-
berikan stereotype atau cap pada etnis ter- tuk menghentikan kesalahan perilaku,
tentu, misalnya bahwa orang Sumatera dan menunjukkan kurangnya pemahaman ter-
orang dari Indonesia bagian Timur itu mem- hadap siswa, salah menafsirkan perilaku
iliki sifat atau watak yang cenderung keras siswa, dan, seringkali, menciptakan situasi
dan kasar, atau bahwa orang Cina, Minang, yang membuat siswa lebih jauh dari ling-
dan Sunda itu memiliki sifat materialistis. Hal kungan kelas (Levin & Nolan, 1996; Wein-
seperti ini perlu disadari dan dihindari oleh stein et al., 2004). Disamping itu, guru harus
guru agar interaksi dengan siswa berlangsung mengatur dan mengorganisir yang meliputi
dengan baik sehingga pengelolaan kelas ber- isi, proses, situasi dan kegiatan di sekolah
jalan kondusif dan 772actor772ive (Gani, yang menekankan diversity dalam pembela-
2018:326-327). jaran di sekolah agar siswa yang berasal dari
berbagai suku, gender, ras, agama dan lain
sebagainya memiliki kesempatan untuk
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 773
dapat mengembangkan potensi dirinya dan kondisi yang dapat membangun suasana
dapat saling menghargai perbedaan itu belajaryang menarik. Ada pula kondisi
(Hanum, 2006:12). pertemanan yang ada di kelas yang akan
membentuk peserta didik membentuk kubu-
kubu baru dalam kelas dan memprioritaskan
5. SIMPULAN kubunya sendiri, sehingga guru harus peka
Untuk mengembangkan pembelajaran akan hal tersebut dan membagi kelompok
yang bermutu dan bermartabat kiranya belajar dari berbagai golongan dan ras. Hal
cukup bijak jika mengangkat kembali lain yang juga menghambat proses
pemikiran tokoh pendidikan nasional. Teori pembelajaran ialah pendidik yang
Trikon dari Ki Hadjar Dewantara sangat dibebankan oleh materi yang sangat padat
relevan untuk menguatkan pendidikan dan kurangnya waktu dalam satu kali
nasional dan juga memajukan kebudayaan pembelajaran sehingga pendidik kesulitan
nasional sebagai solusi terhadap masalah untuk dapat menyampaikan pembelajaran
yang terjadi maupun tantangan yang yang disertai dengan nilai-nilai kearifan lokal
dihadapi. Teori Trikon menekankan secara komprehensif.
pendidikan sebagai tempat pembudayaan Selain itu, Menghidupkan kembali nilai-
nilai dan karater. nilai kearifan lokal dalam era sekarang ini
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah adalah pilihan yang terbaik, kearifan lokal
menanamkan karaker dengan memiliki keunggulan dalam menjaga serta
mengintegrasikan kearifan lokal dalam menjamin kelangsungan hidup masyarakat
pembelajaran. Dimasukkannya nilai-nilai lokal itu sendiri agar tidak mengabaikan sisi
kearifan lokal dalam pembelajaran akan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat
memperbesar nilai tambah dan memajukan tradisional. Untuk itu perlu dan terus di jaga
kearifan lokal. Kearifan lokal yang dipadukan serta dimanifestasikan sebagai sebuah
dengan situasi pembelajaran akan kekuatan dalam menghadapai tantangan
menghasilkan pembelajaran yang bermakna perubahan dunia. Adapun upaya revitalisasi
dan konstektual, yang kemudian diharapkan nilai- nilai kearifan lokal dapat dilakukan
dapat mampu mengangkat mutu dengan cara sebagai berikut:
pembelajaran. a. Pihak Sekolah
Namun, hambatan yang mampu • Guru mengamalkan nilai-nilai
mempengaruhi proses pengimplementasian pandangan hidup dari makna yang
nilai-nilai kearifan lokal disekolah ialah pola terkandung pada nilai kearifan lokal
fikir yang dimiliki oleh peserta didik tentang budaya setempat dalam setiap
kebiasaan lama yang sudah hilang seperti pembelajaran di kelas;
gotong royong, musyawah, dan lain
• Upaya membelajarkan nilai-nilai
sebagainya yang mana saat ini tergantikan
kearifan lokal tidak hanya dilakukan
dengan kebiasaan baru yang bertolak
oleh guru sosiologi, melainkan
belakang dimana saat ini peserta didik lebih
dilakukan secara terintegrasi oleh
acuh tak acuh pada lingkungan dan juga lebih
sistem kurikulum sekolah;
bersifat individualistis dalam melakukan
segala sesuatu. Selanjutnya motivasi belajar • Pihak sekolah bisa mengadakan
siswa yang bersifat fluktuatif juga menjadi program khusus pada pengenalan
salah satu hambatan dalam nilai- nilai budaya tertentu sebagai
pengimplementasian kearifan lokal dalam warisan kearifan lokal;
pembelajaran sosiologi, sehingga perlunya
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 774
DAFTAR PUSTAKA
Ainul Yakin, M. 2005. Pendidikan Multikultural, Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta. Pilar Media.
Alexon, Alexon .2010. Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya. FKIP UNIB Bengkulu: Bengkulu
Press
Alwasilah, A.C. (2008). Tujuh Ayat Etnopedagogi. Artikel dalam Pikiran Rakyat Bandung, 23
Januari 2008
Andita, Rahma. 2020. Didakwa Makar, Eks Ketua BEM Uncen Dituntut 10 Tahun Penjara.
Diakses pada 12 juni 2020 di laman https://nasional.tempo.co/read/1350445/didakwa-
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 775
makar-eks-ketua-bem- uncen-dituntut-10-tahun-penjara
Baskara L, Ing Adhi.2018. Survei Komnas HAM: Diskriminasi Ras dan Etnis Masih Terus
Ditoleril. Diakses pada 12 juni 2020 di laman https://tirto.id/survei-komnas-ham-
diskriminasi-etnis-ras-masih-terus- ditolerir-dahP
Franklin, J. Managing the Multicultural Classroom: Effective Learning Communities Are Built
on Understanding. diakses pada 11 juni. 2020 di laman
http://www.ascd.org/publications/newsletters/ education-
update/may05/vol47/num05/Managing-the-MulticulturalClassroom.aspx,
Gani, Suriati Abdul. 2018. Pendidikan yang Responsif Secara Budaya. Surabaya. UPH Press
Gay, Geneva. 2002. Preparing Teacher for Culturally Responsive Teaching dalam Journal of
Teacher Education, Vol. 53, No. 2, hal. 106-116.
Hardin, C.J. (2004). Effective Classroom Management: Models and Strategies for Today’s
Classrooms. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Merrill Prentice Hall.
Illich, Fatima, Pete, Martin. 2017. CULTURTALY RESPONSIVE PEDAGOGY :Working Toward
Decolonization, Indigeneity and Interculturalism . Palgrave Macmillan
Komnas HAM. 2018. Survei Penilaian Masyarakat Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis di 34 Provinsi. Diunduh dari www.komnasham.go.id.
Siddiq,Taufik. 2018. Komnas HAM Menilai Pelanggaran HAM di Dunia Pendidikan Meningkat.
Diakses dari Tempo.co
Surya, Priadi. (2011). Kepemimpinan Etnopedagogi Di Sekolah. Majalah Ilmiah Dinamika UNY,
Mei, hlm. 1-12 .