Anda di halaman 1dari 7

Bz.

10Fitri
Sosietas Pebriansyah,
(1) (2020) 770-775 Pendidikan Responsif Budaya… 1

Sosietas Jurnal Pendidikan Sosiologi


Journal homepage: http://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/

Pendidikan Responsif Budaya


sebagai Upaya Menciptakan Pendidikan Multikultural

Bz. Fitri Pebriansyah

Universitas Negeri Yogyakarta


Jl. Colombo No.1, Karang Malang, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
55281
Correspondence: E-mail: pbz.fitri@gmail.com

ABSTRAK ARTIKEL INFO


Revised 20 Aug 2018
Accepted 25 Aug 2018
Available online 09 Sep 2018
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana praktik ____________________
diskriminasi yang terjadi di Indonesia terutama di bidang Kata Kunci:
pendidikan. Hal itu dapat dibuktikan bahwa pada tahun Diskriminasi,
Pendidikan,
2014-2015 tercatat ada 175 berkas pengaduan pelanggaran Etnopedagogik
HAM terhadap hak atas pendidikan, bahkan beberapa waktu
lalu kasus pelanggaran HAM di dunia pendidikan di Indonesia
masih terjadi. Pelanggaran tersebut meliputi deskriminasi
ras, penjatuhan sanksi yanhg sewenang-wenang, perlakuan
deskriminasi terhadap korban pemerkosaan, tindak kekera-
san di lingkungan sekolah dan lain sebagainya. Melalui pen-
dekatan etnopedagogi yang melihat pengetahuan lokal se-
bagai sumber inovasi dan keterampilan yang dapat
diberdayakan, diharapkan dapat mengurangi bentuk dis-
kriminasi yang terjadi di sekolah. Untuk itu, sangat penting
bagi guru memiliki kepekaan terhadap keragaman budaya
siswa mereka agar menjadi kelas yang efektif.

© 2020 Sosietas
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 770

deskriminasi ras, penjatuhan sanksi yanhg


sewenang-wenang, perlakuan deskriminasi
1. PENDAHULUAN terhadap korban pemerkosaan, tindak
Diskriminasi Ras dan etnis telah menjadi kekerasan di lingkungan sekolah dan lain
sebuah fenomena yang berlarut- larut dan sebagainya (Komnasham, 2017). Maka hal ini
terus ditoleril di Indonesia. Misalnya dengan menandakan bahwa dunia pendidikan belum
mengetik kata “aseng” pada mesin pencarian dapat lepas dari tindakan diskriminatif oleh
Google, Facebook dan Twitter maka dengan penyelenggara sekolah. Oleh karena itu
mudah ditemukan umpatan, makian dan untuk mengatasi permasalahan tersebut
lelucon berbau rasial terhadap etnis Gloria Ladson-Billing dalam bukunya Fatima
tionghoa. Begitu pula terjadi pada penduduk Pirbhai-illich dkk (2017) mendirikan CRP
papua dengan istilah yang bermacam- (Culturally Responsive Pedagogy) atau
macam yang mengandung berkonotasi pendidikan responsif budaya untuk
negatif mengatasi cara-cara atau tindakan
diskriminatif dalam dunia pendidikan guna
Berdasarkan survei Komnas HAM yang mencapai pendidikan multikultural.
berjudul “Survei Penilaian Masyarakat
Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi Pendidikan responsif budaya adalah
Ras dan Etnis di 34 Provinsi” menunjukkan model pendidikan teoritis dan praktik yang
hasil bahwa 81,9% responden mengatakan tidak hanya bertujuan meningkatkan prestasi
lebih nyaman hidup dalam keturunan peserta didik, tetapi juga membantu siswa
keluarga yang sama. 82,7% persen menerima dan memperkokoh identitas
responden dalam survey mengatakan bahwa budayanya. Menurut Ladson-Billing (1995:
mereka lebih nyaman hidup dalam 164) terdapat tiga proposisi pendidikan
lingkungan ras yang sama. Sementara 83,1% tanggap budaya, yakni: pertama, peserta
mengatakan lebih nyaman hidup dengan didik mencapai kesuksesan akademis; kedua,
kelompok etnis yang sama. Berdasarkan hasil peserta didik mampu mengembangkan, dan
survey tersebut, peneliti Komnas HAM memiliki kempetensi budaya (cultural
mengatakan bahwa potensi akan adanya competence): dan peserta didik membangun
tindakan diskriminasi ras dan etnis memiliki kesadaran kritis (critical consciousness)
probabilitas yang cukup besar, atau sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam
setidaknya hal ini mengidentifikasikan sikap merombak tatanan sosial yang tidak adil.
permisif sebagian masyarakat atas tindakan Sehingga pendidikan responsive budaya juga
diskriminasi ras dan etnis yang terjadi di merupakan pembelajaran kontruktivistik
masyarakat (Baskara, 2018). Oleh karena itu (Alexon 2010:14).
tidak jarang pula tindak pelanggaran HAM 2. PELANGGARAN HAM DAN DISKRIMINASI
dan deskriminasi masih terjadi dalam dunia DUNIA PENDIDIKAN: URGENSI
pendidikan. PENDIDIKAN RESPONSIF BUDAYA
Komisioner Subkomisi Pendidikan dan Berdasarkan survei Komnas HAM tahun
Penyuluhan Komnas HAM, Muhammad 2018 yang berjudul “Survei Penilaian Masyara-
Nurkhoiron menyatakan bahwa jumlah kat Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi
pelanggaran HAM dan deskriminasi dalam Ras dan Etnis di 34 Provinsi” menunjukkan hasil
dunia pendidikan masih belum menunjukkan bahwa 42% melihat orang atau kelompok
penurunan yang signifikan, hal ini dibuktikan melakukan penganiayaan, pemerkosaan, per-
dalam kurun waktu dua tahun dari 2014- buatan cabul, pencurian dengan kekerasan,
2015 tercatat ada 175 berkas pengaduan sampai perampasan kemerdekaan ras dan etnis
pelanggaran HAM terhadap hak atas
pendidikan. Pelanggaran tersebut meliputi
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 771

di fasilitas umum milik pemerintah seperti ge- dalam mengatasi pelanggaran HAM dan dis-
dung pemerintahan, puskesmas serta yang pal- kriminasi. Oleh karena itu pendidikan responsif
ing miris adalah sekolah negeri. Hal ini sangatlah budaya dapat dijadikan solusi demi tercapainya
disayangkan sebab sekolah sebagai wilayah pendidikan multikultural. Dalam teori dan
pembelajaran dan kebebasan berpikir menjadi
praktiknya guru bukan hanya memberikan
tempat terjadinya sebuah diskriminasi.
pembelajaran namun juga menuntut respon-
Temuan lain diskriminasi dan pelanggaran sive terhadap keberagaman budaya, etnis, dan
HAM dalam dunia pendidikan juga dikemuka- budaya. Hal ini juga berdampak pada pembela-
kan oleh komisioner subkomisi pendidikan dan jaran yang diterima peserta didik tidak berjarak
penyuluhan Komnas HAM, Muhammad pada realitas kehidupan sosial budaya Indonesia
Nurkhoiron, menyatakan bahwa jumlah pelang- yang beragam.
garan HAM dan deskriminasi dalam dunia pen-
Ketika membahas mengenai karakteristik
didikan masih belum menunjukkan penurunan
guru responsif budaya, terdapat enam karakter-
yang signifikan, hal ini dibuktikan dalam kurun
istik yang harus dimiliki, yakni: mempunyai
waktu dua tahun dari 2014-2015 tercatat ada
kesadaran sosio- kultural; mempunyai afirmasi
175 berkas pengaduan pelanggaran HAM ter-
terhadap keragaman latarbelakang peserta
hadap hak atas pendidikan. Pelanggaran terse-
didik; mempunyai kepercayaan diri dalam
but meliputi deskriminasi ras, penjatuhan sanksi
mengemban tugas; memahami bagaimana pe-
yanhg sewenang-wenang, perlakuan deskrimi-
serta didik mengkonstruksi pengetahuan dan
nasi terhadap korban pemerkosaan, tindak
mendorong peserta didik mengembangkan
kekerasan di lingkungan sekolah dan lain se-
konstruksi pengetahuannya sendiri; menge-
bagainya (Komnasham, 2017).
tahui pola hidup peserta didik, dan mampu
Berikutnya, pada tahun 2018, berdasarkan menggunakan informasi mengenai pola hidup
data Komnas HAM terjadi peningkatan kasus peserta didik untuk mendesain pembela jaran
pelanggaran HAM di dunia Pendidikan dimana yang bermakna (Villegas dan Lucas, 2002: 22).
jumlah kasus per april 2018 adalah 11 kasus. Pa-
Dengan demikian, pendidikan guru tanggap
dahal rata-rata jumlah kasus setiap tahun ada-
budaya tidak hanya bertujuan membekali guru
lah 9 kasus. Serta data PBB untuk anak (Unicef)
untuk menyadari, menghormati dan mengakui
menyebutkan, satu dari empat anak laki-laki di
kenyataan bahwa terdapat keragaman budaya
Indonesia mengalami kekerasan serta hasil riset
atau nilai yang berbeda yang terdapat pada pe-
International Rresearch on Women (ICRW)
serta didik yang berasal dari latar belakang suku,
pada maret 2015 menyatakan bahwa 84% anak
agama, bahasa dan etnis yang berbeda, tetapi
di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah
lebih dari itu mempunyai pengetahuan yang
(Siddiq, 2018).
lebih mendalam mengenai sisi- sisi khusus atau
Sementara pada tahun sekarang ini, masih keunikan dari budaya peserta didik dan
terdapat isu-isu rasial dalam dunia pendidikan. menggunakannya sebagai titik berangkat dalam
Misalnya penangkapan Ferry Kombo mantan merencanakan dan melaksanakan pembelaja-
ketua BEM Universitas Cendrawasih karena ran (Gay, 2002: 107).
meminta dukungan dan solidaritas kepada
3. STRATEGI MANAJEMEN KELAS YANG
masyarakat terhadap kasus rasisme papua di-
RESPONSIF BUDAYA
tuntut 10 tahun penjara dengan pasal makar
(Andita, 2020). Indonesia merupakan salah satu negara
Sehingga berdasarkan rentetan kasus terse- 771actor771ive771al di dunia, yang mana hal
but dapat disimpulkan bahwa pendidikan Indo- tersebut dapat dilihat dari kondisi sosio-kul-
nesia belum terdapat kemajuan yang signifikan tur maupun geografis yang begitu beragam
(Ainul Yakin, 2005:4). Lebih khusus lagi, hal
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 772

itu dapat dilihat dari cara pandang, tindakan, Adanya perbedaan budaya merupakan
wawasan setiap individu yang ada terhadap salah satu hal yang harus dipelajari oleh guru
berbagai macam fenomena sosial, budaya, dan harus mampu mengelolanya untuk
ekonomi, politik, dan lain sebagainya yang mempromosikan lingkungan belajar yang
memiliki pandangan yang beragam (Hanum, efektif di kelas mereka (Franklin, 2005). Lebih
2006: 1). Setiap siswa berasal dari latar lanjut, Hardin (2004) juga menjelaskan
belakang yang berbeda, sehingga tidak dapat bahwa sangat penting guru memiliki kepe-
dipungkiri bahwa mereka memiliki nilai, kaan terhadap keragaman budaya siswa
norma, dan perilaku yang berbeda. Secara mereka. Selain itu, (Weinstein dalam Gani,
tradisional, para guru umumnya bertindak 2018:329) mengungkapkan bahwa untuk
seolah-olah setiap orang memiliki harapan dapat berinteraksi lintas budaya, guru harus
budaya yang sama dan guru cenderung memiliki pengetahuan mengenai latar
mengabaikan perbedaan budaya. Se- belakang budaya siswa yang diajarnya. Guru
bagaimana yang terjadi di era orde baru yang perlu memahami warisan budaya dari ke-
terdapat beberapa buku yang memuat con- lompok etnis yang berbeda, bagaimana
toh stereotip budaya tertentu, dimana ka- mereka memberikan sanksi terhadap per-
rena ditakutkan mengandung unsur SARA, ilaku dan merayakan pencapaian, aturan
banyak buku pelajaran yang tidak berani mereka tentang sopan santun, penghorma-
menampilkan contoh 772actor atau gambar tan, dan etiket. Guru juga perlu memahami
yang berasal dari agama lain dengan maksud orientasi nilai, standar untuk pencapaian,
agar tidak terjadi ketegangan. Namun, kini tabu sosial, pola relasional, gaya komunikasi,
harus dijelaskan secara menyeluruh pada sistem motivasi, dan gaya belajar kelompok
siswa agar dapat membantu siswa mengenal, etnis yang berbeda. Ini kemudian harus
memahami, dan menghargai perbedaan, se- digunakan dalam mengelola perilaku siswa,
hingga tidak perlu lagi takut untuk mencan- serta mengajar mereka secara tepat di kelas
tumkan contoh dari agama, etnis, dan bu- dan sekolah. Untuk itu, agar menjadi Mana-
daya lain (Hanum, 2006: 11). jer kelas yang efektif, guru harus menyadari
masalah budaya dan sosial yang
Guru dan orangtua harus menjadi role mempengaruhi perilaku siswa. Tingkat sosial
model bagi siswa di sekolah yang berkaitan ekonomi, agama, struktur keluarga, latar
dengan stereotype dan prasangka. Salah satu belakang rumah, budaya, ras, dan gender
yang mempengaruhi prasangka adalah opini mempengaruhi perilaku siswa. Jika guru tidak
yang telah terbentuk atau identitas yang te- memahami 772actor-faktor yang berkontri-
lah diberikan oleh masyarakat tertentu. Tidak busi terhadap perilaku siswa, mereka mung-
jarang kita mendengar seseorang mem- kin menggunakan teknik yang tidak tepat un-
berikan stereotype atau cap pada etnis ter- tuk menghentikan kesalahan perilaku,
tentu, misalnya bahwa orang Sumatera dan menunjukkan kurangnya pemahaman ter-
orang dari Indonesia bagian Timur itu mem- hadap siswa, salah menafsirkan perilaku
iliki sifat atau watak yang cenderung keras siswa, dan, seringkali, menciptakan situasi
dan kasar, atau bahwa orang Cina, Minang, yang membuat siswa lebih jauh dari ling-
dan Sunda itu memiliki sifat materialistis. Hal kungan kelas (Levin & Nolan, 1996; Wein-
seperti ini perlu disadari dan dihindari oleh stein et al., 2004). Disamping itu, guru harus
guru agar interaksi dengan siswa berlangsung mengatur dan mengorganisir yang meliputi
dengan baik sehingga pengelolaan kelas ber- isi, proses, situasi dan kegiatan di sekolah
jalan kondusif dan 772actor772ive (Gani, yang menekankan diversity dalam pembela-
2018:326-327). jaran di sekolah agar siswa yang berasal dari
berbagai suku, gender, ras, agama dan lain
sebagainya memiliki kesempatan untuk
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 773

dapat mengembangkan potensi dirinya dan kondisi yang dapat membangun suasana
dapat saling menghargai perbedaan itu belajaryang menarik. Ada pula kondisi
(Hanum, 2006:12). pertemanan yang ada di kelas yang akan
membentuk peserta didik membentuk kubu-
kubu baru dalam kelas dan memprioritaskan
5. SIMPULAN kubunya sendiri, sehingga guru harus peka
Untuk mengembangkan pembelajaran akan hal tersebut dan membagi kelompok
yang bermutu dan bermartabat kiranya belajar dari berbagai golongan dan ras. Hal
cukup bijak jika mengangkat kembali lain yang juga menghambat proses
pemikiran tokoh pendidikan nasional. Teori pembelajaran ialah pendidik yang
Trikon dari Ki Hadjar Dewantara sangat dibebankan oleh materi yang sangat padat
relevan untuk menguatkan pendidikan dan kurangnya waktu dalam satu kali
nasional dan juga memajukan kebudayaan pembelajaran sehingga pendidik kesulitan
nasional sebagai solusi terhadap masalah untuk dapat menyampaikan pembelajaran
yang terjadi maupun tantangan yang yang disertai dengan nilai-nilai kearifan lokal
dihadapi. Teori Trikon menekankan secara komprehensif.
pendidikan sebagai tempat pembudayaan Selain itu, Menghidupkan kembali nilai-
nilai dan karater. nilai kearifan lokal dalam era sekarang ini
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah adalah pilihan yang terbaik, kearifan lokal
menanamkan karaker dengan memiliki keunggulan dalam menjaga serta
mengintegrasikan kearifan lokal dalam menjamin kelangsungan hidup masyarakat
pembelajaran. Dimasukkannya nilai-nilai lokal itu sendiri agar tidak mengabaikan sisi
kearifan lokal dalam pembelajaran akan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat
memperbesar nilai tambah dan memajukan tradisional. Untuk itu perlu dan terus di jaga
kearifan lokal. Kearifan lokal yang dipadukan serta dimanifestasikan sebagai sebuah
dengan situasi pembelajaran akan kekuatan dalam menghadapai tantangan
menghasilkan pembelajaran yang bermakna perubahan dunia. Adapun upaya revitalisasi
dan konstektual, yang kemudian diharapkan nilai- nilai kearifan lokal dapat dilakukan
dapat mampu mengangkat mutu dengan cara sebagai berikut:
pembelajaran. a. Pihak Sekolah
Namun, hambatan yang mampu • Guru mengamalkan nilai-nilai
mempengaruhi proses pengimplementasian pandangan hidup dari makna yang
nilai-nilai kearifan lokal disekolah ialah pola terkandung pada nilai kearifan lokal
fikir yang dimiliki oleh peserta didik tentang budaya setempat dalam setiap
kebiasaan lama yang sudah hilang seperti pembelajaran di kelas;
gotong royong, musyawah, dan lain
• Upaya membelajarkan nilai-nilai
sebagainya yang mana saat ini tergantikan
kearifan lokal tidak hanya dilakukan
dengan kebiasaan baru yang bertolak
oleh guru sosiologi, melainkan
belakang dimana saat ini peserta didik lebih
dilakukan secara terintegrasi oleh
acuh tak acuh pada lingkungan dan juga lebih
sistem kurikulum sekolah;
bersifat individualistis dalam melakukan
segala sesuatu. Selanjutnya motivasi belajar • Pihak sekolah bisa mengadakan
siswa yang bersifat fluktuatif juga menjadi program khusus pada pengenalan
salah satu hambatan dalam nilai- nilai budaya tertentu sebagai
pengimplementasian kearifan lokal dalam warisan kearifan lokal;
pembelajaran sosiologi, sehingga perlunya
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 774

pengimplementasian yang tepat dalam


menjaga kearifan lokal ditengah gempuran
b. Pihak Pemerintah
perubahan sosial budaya yang terjadi melalui
• Pemerintah daerah bisa saja etnopedagogi di sekolah. Selain itu, Alwasilah
membuat dan memberlakukan (2008) memandang bahwa etnopedagogi
peraturan daerah terkait sebuah pengetahuan atau kearifan lokal
pembelajaran beraspek kearifan sebagai sumber inovasi dan keterampilan
lokal seperti halnya yang dapat diberdayakan untuk
pembelajaran berwawasan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal
multikultural yang berjalan pendidikan melalui pendekatan
dengan baik di Indonesia. etnopedagogi, melihat pengetahuan lokal
sebagai sumber inovasi dan keterampilan
• Sama halnya dengan pihak yang dapat diberdayakan (Surya, 2011).
sekolah, pemerintah bisa
mengadakan kegiatan tahunan Dalam mata pelajaran sosiologi SMA,
untuk mengembangkan dan Terdapat berbagai materi dengan
mempertahakan nilai-nilai kompetensi dasar yang bisa dikaitkan dengan
kearifan lokal agar tetap ada. nilai-nilai kearifan lokal. Masing- masing
kompetensi dasar dapat dilakukan
c. Masyarakat pendekatan strategi pembelajaran yang
• Upaya yang sangat bisa dilakukan berbeda dalam mengimplementasikan nilai-
masyarakat dalam merevitalisasi nilai kearifan lokal, semua bergantung pada
kearifan lokal ialah dengan guru mata pelajaran khususnya pendidikan
mendukung keputusan sosiologi untuk mampu terus
pemerintah dan melakukan apa mengembangkan kemampuan dan
yang diputuskan. keterampilan agar setiap materi dapat sesuai
dengan keberagaman yang ada diantara
• Masyarakat juga bisa memulai peserta didik agar semua peserta didik dapat
kembali untuk menerapkan hal- turut serta terlibat dalam proses
hal kecil di lingkungan keluarga pembelajaran di sekolah tanpa adanya
terkait nilai-nilai kearifan lokal. pembeda.
Disamping itu, lembaga pendidikan
merupakan salah satu wadah

DAFTAR PUSTAKA
Ainul Yakin, M. 2005. Pendidikan Multikultural, Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta. Pilar Media.

Alexon, Alexon .2010. Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya. FKIP UNIB Bengkulu: Bengkulu
Press

Alwasilah, A.C. (2008). Tujuh Ayat Etnopedagogi. Artikel dalam Pikiran Rakyat Bandung, 23
Januari 2008

Andita, Rahma. 2020. Didakwa Makar, Eks Ketua BEM Uncen Dituntut 10 Tahun Penjara.
Diakses pada 12 juni 2020 di laman https://nasional.tempo.co/read/1350445/didakwa-
Bz. Fitri Pebriansyah, Pendidikan Responsif Budaya… 775

makar-eks-ketua-bem- uncen-dituntut-10-tahun-penjara

Baskara L, Ing Adhi.2018. Survei Komnas HAM: Diskriminasi Ras dan Etnis Masih Terus
Ditoleril. Diakses pada 12 juni 2020 di laman https://tirto.id/survei-komnas-ham-
diskriminasi-etnis-ras-masih-terus- ditolerir-dahP

Franklin, J. Managing the Multicultural Classroom: Effective Learning Communities Are Built
on Understanding. diakses pada 11 juni. 2020 di laman
http://www.ascd.org/publications/newsletters/ education-
update/may05/vol47/num05/Managing-the-MulticulturalClassroom.aspx,

Gani, Suriati Abdul. 2018. Pendidikan yang Responsif Secara Budaya. Surabaya. UPH Press

Gay, Geneva. 2002. Preparing Teacher for Culturally Responsive Teaching dalam Journal of
Teacher Education, Vol. 53, No. 2, hal. 106-116.

Hanum, Farida. 2006. Pentingnya Pendidikan Multikultural dalam Mewujudkan Demokrasi di


Indonesia. Disampaikan pada Seminar Nasional dengan tema”Pendidikan Multikultural
dan Demokrasi di Indonesia” dan Wisuda Program Akta IV Angkatan I, STIT Alma Ata
Yogyakarta

Hardin, C.J. (2004). Effective Classroom Management: Models and Strategies for Today’s
Classrooms. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Merrill Prentice Hall.

Illich, Fatima, Pete, Martin. 2017. CULTURTALY RESPONSIVE PEDAGOGY :Working Toward
Decolonization, Indigeneity and Interculturalism . Palgrave Macmillan

Kementrian Pendididkan dan Kebudayaan. 2011. Model Pendidikan Guru Berbasis


Kebhinekaan Budaya di Indonesia. Volume 17 (4). Diunduh dari
Jurnaldikbud.kemendikbud.go.id.

Komnas HAM. 2018. Survei Penilaian Masyarakat Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis di 34 Provinsi. Diunduh dari www.komnasham.go.id.

Siddiq,Taufik. 2018. Komnas HAM Menilai Pelanggaran HAM di Dunia Pendidikan Meningkat.
Diakses dari Tempo.co

Surya, Priadi. (2011). Kepemimpinan Etnopedagogi Di Sekolah. Majalah Ilmiah Dinamika UNY,
Mei, hlm. 1-12 .

Weinstein, Carol S., Tomlinson-Clarke, S., Curran, M. Toward a Conception of Culturally,


Education, and Human Development. Journal of Teacher Education, Vol. 55, No. 1,
January/February 2004 25-38. Diakses 15 Maret 2018 dari:
http://jte.sagepub.com/cgi/content/abstract/55/1/25

p- ISSN 2528-1410 e- ISSN 2527-8045 |

Anda mungkin juga menyukai