Anda di halaman 1dari 4

EDITING 2

5 CONTINUITY EDITING 3 (MATCH)


Kamis, 19 Oktober 2006

MATCH
Match merupakan pendekatan gaya sinematik lainnya dari lingkup editing film. Jika
transisi lebih menekankan kepada efek perpotongan gambarnya, match justru menyembunyikan
penyambungan tersebut sehingga gambar seolah-olah tidak terpotong.

180-Degree Rule
180-degree rule adalah aturan umum editing kontiniti dimana posisi kamera harus
mengindikasikan satu sisi sudut pandang adegan dalam satu ruang yang membentuk poros 180
derajat. Aturan ini untuk menjaga konsistensi hubungan ruang dan pergerakan dari shot satu ke
shot lainnya.

180-Degree Rule – Gambar A

Aturan ini sebenarnya pada tataran wilayah director of photography dan penyutradaraan namun
dalam tataran editing dianggap penting sebagai dasar untuk menciptakan narrative continuity.
180-degree rule menggunakan garis imajiner untuk membedakan ruang. Garis tersebut juga biasa
disebut dengan center line atau 180° line.
180-Degree Rule – Gambar B

Wilayah 180° adalah wilayah yang berada pada area putih pada gambar diatas, sedangkan area
hitam yang dipisahkan oleh garis imajiner adalah wilayah sebaliknya.
Pada gambar A ditunjukkan bahwa pada shot 1,2 dan 3 nampak tokoh berada pada posisi
yang relatif sama yaitu si wanita di sebelah kiri dan pria di sebelah kanan meskipun dilihat dari
sudut pandang yang berbeda. Sedangkan pada shot X nampak posisi wanita dan pria menjadi
terbalik. Hal ini disebabkan karena posisi kamera sudah menyeberang dari garis imajiner. Pada
kasus diatas dapat dikatakan bahwa aturan 180° memastikan bahwa posisi obyek dalam frame
akan selalu konsisten (konsistensi posisi/), sedangkan jika dilihat dari sisi arah pandang
(eyeline), shot 1,2 dan 3 mempunyai arah pandang mata yang sama yaitu wanita ke arah kanan
dan pria ke arah kiri (konsistensi arah pandang/). Pada gambar B nampak tokoh A dan tokoh B
sedang berpapasan di jalan. Shot 1 merupakan angle kunci dari screen direction atau arah
pergerakan adegan yaitu pergerakan ke arah kanan, sedangkan tokoh B menuju ke arah kiri dari
sudut pandang kamera. Jika point of view penonton berada pada tokoh A, maka jika kamera
diletakkan pada posisi sebaliknya akan terjadi arah pergerakan adegan yang terbalik yaitu tokoh B
secara tiba-tiba berjalan ke arah kiri. Jadi dalam hal ini aturan 180° juga menunjukkan
konsistensi arah pergerakan adegan. Hal tersebut harus dipahami juga oleh editor saat
menyusun gambar karena akan menimbulkan kesan tidak logis dan mengganggu jalannya
narrative continuity.

Eyeline Match
Eyeline match pada prinsipnya menekankan pada dampak psikologis penyambungan dua
shot. Umumnya shot pertama menampilkan gambar tokoh yang seolah-olah sedang melihat ke
balik kamera (off-screen) dan shot kedua memperlihatkan apa yang dilihat tokoh tersebut.

shot 1 shot 2

shot 3 shot 4

Eyeline match merupakan penyambungan gambar dimana shot 2 pada contoh diatas merupakan
arah pandang dari tokoh yang ada di shot 1. Hal ini biasanya digunakan untuk memberikan
penekanan atau informasi kepada penonton tentang suatu hal yang menjadi point of view.
Penyambungan secara eyeline match juga menimbulkan dampak dramatik bagi penonton karena
penonton seolah-olah masuk atau mengidentikkan dirinya sebagai tokoh tersebut dimana gambar
yang nampak di kamera atau layar merupakan pandangan mata si tokoh (point of view shot/POV).
Pada prinsipnya setiap point of view shot adalah sebuah eyeline match, namun setiap eyeline
match tidak selalu sebuah point of view shot.

Match on Action
Match on action dapat disebut juga cutting on movement atau penyambungan pada
adegan yang bergerak. Pada prinsipnya match on action hampir sama dengan match cut, yang
membedakan bahwa match on action lebih menekankan pada penyambungan gambar saat terjadi
aksi dimana shot 2 merupakan kelanjutan aksi dari shot 1 tanpa menimbulkan kesan terjadinya
penyambungan.

shot 1 shot 2

shot 3 shot 4

Tidak ada teori pasti yang menyebutkan letak ketepatan pemotongan dan penyambungan
sehingga dapat disebut match on action cutting yang sempurna. Namun berdasarkan pengamatan
dan pengalaman pada umumnya titik penyambungan terletak antara gerakan awal yang
menginformasikan aksi dan gerakan saat eksekusi aksi tersebut berlangsung. Jika cutting terjadi
pada gerakan yang sangat cepat maka adegan pada titik penyambungan B sebaiknya diulang kira-
kira 2 frame untuk mencegah terjadinya loss of view gerakan A (gerakan umumnya menjadi
seolah-olah terputus). Hal ini disebabkan oleh fenomena persistence of vision dimana sesaat
penyambungan awal gambar B terjadi, otak penonton masih menyimpan memori beberapa frame
ending dari gambar A.

arif sulistiyono©2006

Anda mungkin juga menyukai