Anda di halaman 1dari 6

Pertanyaan: bagaimana cara kultur bakteri?

Kata sulit:
Analgesic adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
sakit, dia bias dikatakan juga sebagai obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, secara sadar gak
sadar kita tu sering mengunakannya, misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi,
salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau pereda
nyeri.
Kultur bakteri adalah adalah suatu metode memperbanyak bakteri pada media kultur
dengan pembiakan di laboratorium yang terkendali.
ANTIBIOTIK BETA LAKTAM DAN ANALGESIK
Antibiotik beta-laktam adalah terapi farmakologi yang paling sering dikasihin ke pasien
yang mengalami infeksi. Tapii, kasus resistensi bakteri terhadap antibiotik golongan ini tu
juga semakin berkembang. Paparan terus-menerus terhadap antibiotik beta laktam
menyebabkan produksi dan mutasi enzim beta laktamase pada beberapa bakteri yang
mungkin nanti bakal kita bahas juga di soal selanjutnya ya. Antibiotik beta laktam
seperti ampisilin dan amoksisilin dapat dihidrolisis oleh enzim beta laktamase, sehingga
ikatan kimia dalam antibiotik tersebut dapat terlepas.
Analgesic adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
sakit, dia bias dikatakan juga sebagai obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, secara sadar gak
sadar kita tu sering mengunakannya, misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi,
salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau pereda
nyeri.
Golongan obat analgesik di bagi menjadi dua yaitu;
1. Analgesik opioid/narkotik
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti
opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri seperti pada fraktura (kondisi terputusnya keutuhan
susunan tulang pada tubuh manusia) dan kanker. Contoh : Metadon, Fentanil,
Kodein.
Obat golongan analgesic narkotik berupa, asetaminofen dan fenasetin.
2. Analgetik nonnarkotik.
Obat Analgesik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan
istilah Analgetik/Analgetika/ Analgesik Perifer.Analgetika perifer (non-narkotik),
yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung
mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada
sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat
kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik /Obat Analgesik Perifer ini juga tidak
mengakibatkan efek adiksi (kecanduan) pada penggunanya.
Obat-obat golongan analgetik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: parasetamol,
salisilat, (asetasol, salisilamida, dan benorilat), penghambat Prostaglandin (NSAID)
ibuprofen, derivate-derivat antranilat (mefenamilat, asam niflumat glafenin, floktafenin,
derivate-derivat pirazolinon (aminofenazon, isoprofil penazon, isoprofilaminofenazon),
lainnya benzidamin.
Obat golongan anti-inflamasi nonsteroid berupa aspirin dan salisilat lain, derivate asam
propionate, asam indolasetat, derivate oksikam, fenamat, fenilbutazon.
RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK
Resistensi antibiotik didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri
dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal atau kadar hambat
minimalnya
Obat untuk mengatasi infeksi bakteri adalah antibiotik. Dengan berjalannya waktu, terjadi
perubahan pada praktik perawatan kesehatan. Penderita yang dirawat di rumah sakit
dalam jangka panjang semakin banyak sehingga pajanan terhadap antibiotik semakin
bertambah dan meningkatkan resistensi terhadap antibiotik. Selain itu sekitar 40-62%
antibiotik digunakan secara tidak tepat untuk penyakit yang sebenarnya tidak
memerlukan antibiotik. Pada penelitian di berbagai rumah sakit ditemukan sebanyak 30%-
80% penggunaan antibiotik tidak berdasarkan indikasi. Untuk mengurangi resistensi,
pemilihan antibiotik harus berdasarkan informasi spektrum bakteri penyebab infeksi
dan pola kepekaan terhadap antibiotic.
Awal mulanya antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit infeksi pada manusia,
namun selanjutnya digunakan pula dalam bidang kedokteran hewan, pertanian dan budi
daya perairan. Penggunaannya yang luas mengakibatkan tekanan selektif yang kuat,
dan konsisten sehingga menyebabkan bakteri resisten akan bertahan dan menyebar.
Jenis resisten :
1. Bawaan : secara alamiah terdapat pada bakteri. Misal bakteri bakteri yg dinding
selnya tdk dapat ditembus obat (tuberculosis dan lepra)
2. Sekunder : akibat dari bakteri dengan kemoterapi dan biasanya disebabkan oleh
pembentukan spontan jenis baru.
3. Episomal : membawa faktor genetik di luar kromosom, terdiri dari DNA dan
dapat ditulari pada bakteri lain dengan penggabungan atau kontak sel.

Faktor yang mendukung resistensi terhadap antibiotic:


1. Faktor yang berhubungan dengan pasien. Misalnya anggapan wajib
menggunakan antibiotik ketika sakit dan pilihan antibiotik berdasarkan harga.
2. Peresepan dalam jumlah besar, meningkatkan unnecessary health care expenditure
dan seleksi resistensi terhadap obatobatan baru (intinya tu kaya menggunakan
antibiotic padahal ga perlu gitu)
3. Penggunaan monoterapi dibandingkan dengan penggunaan terapi kombinasi,
penggunaan monoterapi lebih mudah menimbulkan resistensi.
4. Perilaku hidup sehat terutama bagi tenaga kesehatan, misalnya mencuci tangan
setelah memeriksa pasien atau desinfeksi alat-alat yang akan dipakai untuk memeriksa
pasien.
5. Penggunaannya untuk hewan dan binatang ternak, antibiotik juga dipakai untuk
mencegah dan mengobati penyakit infeksi pada hewan ternak. Dalam jumlah
besar antibiotik digunakan sebagai suplemen rutin untuk profilaksis atau merangsang
pertumbuhan hewan ternak. Bila dipakai dengan dosis subterapeutik (dosis obat
yang masih kurang dalam mengatasi penyakit yang dialami pasien), akan
meningkatkan terjadinya resistensi.
6. Promosi komersial dan penjualan besar-besaran oleh perusahaan farmasi serta
didukung pengaruh globalisasi.
7. Kurangnya penelitian yang dilakukan para ahli untuk menemukan antibiotika
baru.
8. Lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam distribusi dan
pemakaian antibiotika.
9. Penggunaannya yang kurang tepat (irrasional) terlalu singkat, dalam dosis yang
terlalu rendah, diagnosa awal yang salah, dalam potensi yang tidak adekuat.
Irrasional itu gimana?
a. Peresepan berlebih (over prescribing). Pemberian obat yang sebenarnya
tidak diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan. Contoh : pemberian
antibiotik pada ISPA non pneumonia (yang umumnya disebabkan oleh virus).
b. Peresepan kurang (under prescribing). Pemberian obat kurang dari yang
seharusnya diperlukan, baik dalam hal dosis, jumlah maupun lama
pemberian. Tidak diresepkannya obat yang diperlukan untuk penyakit yang
diderita juga termasuk dalam kategori ini.
c. Peresepan majemuk (multiple percribing). Pemberian beberapa obat untuk
satu indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk
pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan
dengan satu jenis obat.
d. Peresepan salah (incorrect prescribing). Pemberian obat yang tidak sesuai
dengan indikasi penyakit, pemberian obat untuk kondisi yang sebenarnya
merupakan kontraindikasi pada pasien, pemberian obat yang memberikan
kemungkinan risiko efek samping yang lebih besar.
FAKTOR DALAM MEMBERIKAN ANTIBITOTIK
Penggunaan antibiotik dikatakan tepat bila efek terapi mencapai maksimal sementara efek
toksik yang berhubungan dengan obat menjadi minimum, serta perkembangan antibiotik
resisten seminimal mungkin
1. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat dapat dikatakan rasional apabila diberikan untuk diagnosis yang
tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan secara tepat maka pemilihan obat tidak
sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
2. Tepat Indikasi
Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik, misalnya Antibiotik
yang diindikasikan untuk infeksi bakteri, dengan demikian pemberian obat ini
tidak dianjurkan untuk pasien yang tidak menunjukkan adanya gejala infeksi
bakteri.
3. Tepat Pemilihan
Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan
dengan benar, dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang memiliki efek
terapi sesuai dengan spektrum penyakit.
4. Tepat Dosis
Agar suatu obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal diperlukan
penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang tepat. Besar dosis, cara dan
frekuensi pemberian umumnya didasarkan pada
MEKANISME KERJA ANTIBIOTIK
Antibiotik dikenal ada dua tipe, yaitu:
1. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik dengan aktivitas menghambat
perkembangan bakteri dan memungkinkan sistem kekebalan inangnya
mengambil alih sel bakteri yang dihambat, contohnya tetrasiklin.
2. Antibiotik yang bersifat bakterisidal yang dapat membunuh bakteri dengan cara
menghambat pembentukan dinding sel dan bersifat toksik pada sel bakteri,
contohnya penisilin.
Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri yang memiliki efek bakterisidal dengan cara
memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel.
Contohnya antara lain golongan β-laktam seperti penisilin, sefalosporin,
karbapenem, monobaktam, serta inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti
vancomysin, basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin.
2. Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik
dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu selsel normal dan
menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat- obat yang aktivitasnya
menginhibitor sintesis protein bakteri diantaranya aminoglikosida, makrolida,
tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, dan kloramfenikol.
3. Mengubah permeabilitas membran sel dan memiliki efek bakteriostatik dengan
cara menghilangkan permeabilitas membran oleh karena hilangnya substansi
seluler sehingga menyebabkan sel menjadi lisis. Obat-obat yang memiliki aktivitas
ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, dan kolistin.
4. Menghambat sintesa folat. Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obatan seperti
sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat,
tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam para amino benzoat) dan
glutamat. Asam folat merupakan vitamin namun pada manusia tidak dapat
mensintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk
senyawa-senyawa antimikroba.
5. Mengganggu sintesis DNA. Mekanisme kerja tersebut terdapat pada obat-obatan
seperti metronidasol, kinolon, dan novobiosin. Obat-obatan ini dapat menghambat
asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga menghambat sintesis DNA. DNA
girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri dengan cara menyebabkan
terbuka dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat
replikasi DNA.
MEKANISME PERTAHANAN BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK BETA
LAKTAM
Antibiotik golongan beta laktam banyak digunakan untuk first line therapy infeksi bakteri
tertentu. Antibiotik tersebut banyak dipilih karena pada umumnya infeksi itu bersifat
campur baik bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif serta bakteri aerob dan
bakteri anaerob. Mekanisme resistensi bergantung pada perubahan dalam target
antibiotik yaitu PEP (Penicilline-binding protein) yang bertanggung jawab pada
sintesa dinding sel dan dapat mengikat penisilin serta antibiotik lain. Reaksi
peptidoglikan dengan beta laktam mengakibatkan penghambatan PEP yang
irreversibel dan lisisnya sel bakteri (Lechevallier et al., 1988). Ada sekitar 56 macam
antibiotik beta laktam yang dikelompokkan ke dalam 4 golongan, diantaranya
penisilin, sefalosporin, carbapenem, dan monobactam. Senyawa antibakteri dapat
bertemu dengan berbagai macam enzim yang berfungsi merubah struktur obat dan
menjadikannya inefektif ketika berada di dalam membran sel luar. Salah satu
mekanisme timbulnya resistensi terhadap antibiotik golongan ß-laktam khususnya
pada bakteri Gram negatif ialah dengan diproduksinya enzim ß-laktamase. Enzim
ini dapat memecah cincin ß-laktam sehingga antibiotik tersebut menjadi tidak aktif.
Enzim beta-laktamase disekresi ke rongga periplasma oleh bakteri Gramnegatif dan
ke cairan ekstraselular oleh bakteri Gram-positif.
EFEK SAMPING
Obat-obat analgesik nonopioid memiliki efek samping yang tidak diinginkan yaitu reaksi
hipersensitivitas, gangguan lambung-usus, kerusakan ginjal, dan dapat
menyebabkan kerusakan hati fatal dalam dosis yang berlebihan.
Beta lactam:
1. Neurotoksisitas (keracunan otak dan sistem saraf) pernah dilaporkan pada dosis
sangat tinggi dan pada pasien dengan gagal ginjal.
2. mual, muntah, diare, kram abdomen, gangguan pengecapan, ulkus mulut,
ikterus (warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan
bilirubin)dan hepatitis, gangguan darah (trombositopenia dan netropenia),
urtikaria dan ruam.
3. sakit kepala, diare, mual, pruritus (rasa gatal yang bisa meliputi seluruh atau
sebagian tubuh seseorang), infeksi vulvomikosis, kenaikan enzim hati, ruam,
flebitis.
4. mual, muntah, diare (pernah dilaporkan timbulnya colitis(suatu peradangan
kronis yang terjadi pada usus besar (kolon) dan rectum)), gangguan pengecapan,
gangguan darah, uji Coombs positif, reaksi alergi (ruam, urtikaria, anafilaksis,
nekrolisis epidermal toksik), mioklonus, konvulsi, bingung, gangguan fungsi
mental, peningkatan enzim hati dan bilirubin, peningkatan ureum dan kreatinin
serum, warna kemerahan di urin, reaksi lokal berupa nyeri, kemerahan, indurasi dan
tromboflebitis.
SIFAT ANTIBIOTIK
1. Antibiotic merupakan senyawa kimia yg dihasilkan mikroorganisme yg dpt
membunuh atau menghambat perkembangan bakteri lain. Antibiotic tdk dapat
digunakan untuk infeksi yg disebabkan oleh virus/penyakit yg dapat sembuh
sendiri
2. Memiliki sifat bakterisid (membunuh/destruktif) dan bakteriostatik (mencegah
pertumbuhan/multi aplikasi bakteri.
3. Bakterisid : penisilin, sefalosporin, aminoglikosid, rifampisin (bakterisid lebih
efektif karena tdk bergantung pd sistem imun) sehingga diperlukan pada pasien
dengan imun rendah
4. Bakteriostatik : sulfonamide, tetasiklin, kloramfenikol, eritromisin. Bergantung
pd sistem imun.

PRINSIP ANTIBIOTIC

Prinsip antibiotic :
1. Penegakkan diagnosis infeksi
2. Mempertimbangkan penyebab infeksi
3. Mempertimbangkan apakah perlu diberikan antibiotic (missal infeksi
virus berarti tidak perlu)
4. Pemilihan antibiotic yg sesuai (berdasarkan spectrum, sifat
farmakokinetika, ada tidaknya kontraindikasi, ada tdk nya interaksi yg
merugikan)
5. Penentuan dosis, lama pembeian, fungsi fisiologis (misal fungsi ginjal,
hepar) perlu dipertimbangkan lalu mempertimbangkan pemberian
antibiotic pada anak, ibu hamil, lansia.
6. Evaluasi efek obat (apakah bermanfaat, efek samping)

Anda mungkin juga menyukai