Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam program kesehatan lingkungan suatu pemukiman/perumahan sangat
 berhubungan dengan kondisi sosial, ekonomi, pendidikan, tradisi/kebiasaan, suku, letak 
goegrafis dan kondisi masyarakat lokal. Selain itu kondisi lingkungan pemukiman/perumahan
dipengaruhi juga oleh beberapa faktor yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan antara
lain, fasilitas pelayanan kesehatan, sarana penunjang pendidikan, perlengkapan dan peralatan
laing yang dapat terselenggaranya kesehata fisik, kesehatan mental dan kesejahteraan sosial
 bagi individu dan keluarganya.
keluarganya. (Hasyim, 2010)
Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia yang mengalami
 pertumbuhan penduduk yang
yang sangat pesat di beberapa kota besar yang ada di negara tersebut.
Hal ini disebabkan olah penyebab utama berupa hasil dari migrasi penduduk desa ke
 perkotaan dan meningkatnya populasi
populasi penduduk di kota tersebut.
Menurut laporan State of World Population, pada tahun 2008, sekitar 3,3 miliar warga
dunia menjadi bagian dalam proses urbanisasi, atau lebih dari separuh penduduk dunia.
Angka itu diperkirakan akan menjadi lima miliar pada tahun 2030 berdasarkan perkiraan
Badan PBB yang mengurusi kependudukan (UNFPA). Laporan tahunan Komisi Ekonomi
dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UNES-CAP) juga menunjukkan, urbanisasi di
kawasan Asia Pasifik mencapai tingkat tertinggi di dunia. Khususnya Asia Tenggara,
termasuk Indonesia.
Di Indonesia, pada tahun 1950 hanya12,4% penduduk tinggal di kota sedangkan pada
tahun 2010 sudah mencapai 53,7%. Berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS)
urbanisasi akan mencapai 68 persen pada tahun 2025. Proyeksi itu mengacu kepada
 perbedaan laju pertumbuhan penduduk daerah perkotaan dan daerah perdesaan (urban rural
growth difference/URGD). Dalam data itu terlihat, provinsi di Pulau Jawa dan Bali, tingkat
urbanisasi-nya lebih tinggi dari Indonesia secara total. Bahkan, tingkat urbanisasi di empat
 provinsi di Jawa pada 2025 sudah di atas delapan puluh persen, yaitu di DKI Jakarta, Jawa
Barat, DI Yogyakarta, dan Banten.
Dari aspek demografi, urbanisasi merupakan suatu proses adanya perubahan
 persebaran penduduk di suatu wilayah. Hal inilah yang menimbulkan dampak adanya
kepadatan penduduk, yang berimplikasi kepada masalah-masalah kesehatan. Oleh karena itu,
di dalam makalah ini akan di bahas mengenai “Health Cit y (Kota Sehat)”.
Sehat)”.

1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah tercapainya kondisi kota untuk hidup dengan aman,
nyaman dan sehat bagi warganya melalui upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial
dan budaya secara optimal sehingga dapat mendukung peningkatan produktifitas dan
 perekonomian wilayah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Kota sehat adalah suatu kota yang terus-menerus menciptakan dan meningkatkan
lingkungan-lingkungan fisik dan sosial dan memperluas sumber daya masyarakat mereka
yang memungkinkan orang untuk saling mendukung satu sama lain dalam melaksanakan
semua fungsi kehidupan dan mengembangkan potensi maksimal mereka. "Sebuah kota yang
sehat adalah salah satu yang terus-menerus menciptakan dan meningkatkan mereka secara
fisik dan sosial lingkungan dan memperluas sumber daya masyarakat mereka yang
memungkinkan orang untuk saling mendukung satu sama lainnya dalam melaksanakan
semua fungsi kehidupan dan dalam mengembangkan potensi maksimal mereka. (Hancock,
1988).

Sebuah Kota Sehat berkomitmen untuk suatu proses mencoba untuk mencapai yang
lebih baik fisik dan sosial lingkungan. Setiap kota dapat memulai proses menjadi Kota Sehat
 jika berkomitmen untuk pengembangan dan pemeliharaan lingkungan fisik dan sosial yang
mendukung dan mempromosikan baik kesehatan dan kualitas hidup penduduk. Membangun
 pertimbangan kesehatan dalam pembangunan perkotaan dan manajemen sangat penting untuk 
Kota Sehat.

Kabupaten/Kota Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/Kota yang bersih, nyaman, aman
dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa,
tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
(PB MenDaGri dan MenKes, 2005)

Pendekatan Kota Sehat pertama kali dikembangkan di Eropa oleh WHO pada tahun
1980-an sebagai strategi menyongsong Ottawa-Charter. Ditekankan bahwa kesehatan dapat
dicapai dan berkelanjutan apabila sernua aspek, yaitu sosial, ekonomi, lingkungan dan
 budaya diperhatikan. Penekanan tidak cukup pada
pada pelayanan kesehatan, tetapi kepada seluruh
aspek yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, baik jasmani maupun rohani.
2.2 Tujuan Pembangunan Kota Sehat
Pembangunan kota sehat memiliki tujuan untuk ercapainya kondisi kota untuk hidup
dengan bersih, aman, nyaman dan sehat untuk dihuni dan sebagai tempat bekerja bagi
warganya dengan cara terlaksananya berbagai program kesehatan dan sektor lain, sehingga
dapat meningkatkan secara optimal sarana untuk mendukung peningkatan produktifitas dan
 perekonomian masyarakat.
Secara rinci tujuan pembangunan kesehatan diklasifikasikan dalam tujuan utama dan
tujuan khusus seperti diuraikan dibawah ini:
a. Tujuan Utama : Mengembangkan dan meningkatkan kesehatan dan kualitas
kehidupan penduduk perkotaan.
Adanya konsep pembanguanan kota sehat di suatu wilayah memiliki tujuan
utama untuk menciptakan lingkungan yang dapat mendukung dan dapat
meningkatkan peran faktor kesehatan dalam kehidupan manusia agar mampu
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai individu dan anggota masyarakat dengan baik 
sehingga tercapai kualitas keidupan yang tinggi yang akan berpengaruh terhadap
 peningkatan status kesehatan dan kehidupan sosial yang maksimal.
 b. Tujuan Khusus
1. Menciptakan dukungan dari lingkungan sehat
Hal ini berkaitan dengan adanya fakta bahwa lingkungan yang sehat ikut
memiliki pengaruh terhadap status kesehatan masyarakat. Namun sebaliknya
apabila suatu lingkungan di suatu wilayah tersebut buruk maka juga akan
memberikan damapak buruk terhadap derajat dan status kesehatan penduduk di
kawasan tersebut.
2. Memperoleh kualitas kehidupan yang tinggi
Kualitas kehiduapan yang tinggi juga dipengaruhi oleh daya dukung
lingkungan yang baik, dengan terciptanya lingkungan yang sahat maka dapat
memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat.
3. Menyediakan sanitasi dasar dan kebutuhan akan kebersihan
Konsep pembangunan kota sehat erat kalitannya dengan adanya fasilitas
sanitasi yang baik bagi seluruh penduduk. Salah satu faktor penentu kualitas
lingkungan yang sehat yaitu adanya sanitasi lingkungan yang baik yang dapat
meningkatkan kualitas lingkungan dan akhirnya juga dapat meningkatkan status
kesehatan masyarakat di kota tersebut.
4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan
Selain faktor lingkungan, adanya konsep pembangunan kota sehat juga
 berpengaruh langsung terhadap ketersediaan akses masyarakat terhadap pela yanan
kesehatan baik. hal ini disebabkan juga oleh fakta bahwa suatu wilayah tidak akan
dikatakan sehat apabila tidak mampu menyediakan akses terhadap pelayanan
kesehatan.

2.3 Ciri Khas Kota Sehat


Menurut WHO (1995) dalam Twenty Steps for Developing a Healthy Cities Project,
cirri khas kota sehat, yaitu :
1. Lingkungan fisik yang bersih dan aman (termasuk perumahan yang bermutu
tinggi);
2. Ekosistem yang mantap dan berkelanjutan;
3. Masyarakat kuat yang saling mendukung dan tidak eksploitatif;
4. Keikutsertaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak 
 pada kesehatan mereka;
5. Kebutuhan dasar (makanan, air, perumahan, pendapatan, keamanan, pekerjaan)
terpenuhi untuk seluruh masyarakat;
6. Akses ke bermacam-macam pengalaman dan sumber serta kesempatan untuk 
 berinteraksi;
7. Ekonomi yang beragam, hidup, dan bisa menerima pemikiran baru;
8. Hubungan dengan masa lalu, dengan sejarah budaya dan biologis seluruh
masyarakat, serta hubungan dengan kelompok dan individu lain;
9. Pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat yang dapat digunakan seluruh
masyarakat;
10. Status kesehatan yang tinggi (tingkat kesehatan tinggi, tingkat penyakit rendah).

2.4 Konsep Kota Sehat


Jika merujuk pada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Kesehatan tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat, healthy city didefinisikan
sebagai suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk 
dihuni penduduk yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan
dan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
WHO (1997) mendefinisikan terdapat sebelas komponen kota sehat yang berkualitas
yaitu lingkungan fisik yang aman dan bersih; ekosistem yang stabil; dukungan
masyarakat yang kuat dan tidak eksploitatif; partispasi dan kontrol masyarakat yang
kuat; pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, air, tempat tinggal dan pekerjaan
yang aman; akses untuk mendapatkan fasilitas dan pengalaman serta interaksi dan
komunikasi dengan masyarakat luas; ekonomi perkotaan yang innovatif; mendorong
interkoneksitas dari berbagai aspek budaya dan keturunan dengan berbagai individu
dan kelompok; rukun terhadap berbagai karakteristik masyarakat; ketersediaan akses
 pelayanan kesehatan dengan masalah kesehatan masyarakat dan terakhir adalah status
kesehatan yang tinggi.

WHO (1997), lebih lanjut mengungkapkan bahwa terdapat enam karakteristik 


yang dimiliki oleh healthy city project yaitu komitmen terhadap kesehatan;
membutuhkan keputusan politik untuk kesehatan masyarakat; tindakan dan aksi yang
 bersifat intersektoral; partisipasi masyarakat; inovasi dan outcomenya adalah
kebijakan publik yang sehat. Jika merujuk pada dua definisi dan karakteristik healthy
city tersebut, maka dapat dipahami bahwa pertama , healthy city adalah kota yang
 bersih secara fisik, aman dan nyaman untuk dihuni oleh masyarakat. Kedua, healthy
city dapat dimulai dari beberapa tatanan (setting) misalnya sekolah sehat,perkantoran
sehat, rumah sakit sehat, pulau sehat sebagai pilot project. Ketiga, konsep healthy city
menekankan pada keterlibatan pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa konsep healthy city adalah gerakan yang dilakukan oleh semua
komponen masyarakat, sektor pemerintah dan swasta dan pemerintah lokal yang
 bertujuan untuk mewujudkan kebijakan publik yang sehat (healthy public policy).

2.5 Model Kota Sehat


Model-model yang dapat dikembangkan sebagai syarat pembangunan kota sehat
dikelompokkan atas beberapa model sebagai berikut (Sunarsi, 2010):
1. Lingkungan yang sehat
a. Mendorong terciptanya udara yang segar dan bersih sehingga angka kesakitan
dan kematian karena penyakit saluran pernafasan dapat dikurangi.
 b. Meningkatkan kualitas air sungai yang bersih sesuai dengan peruntukkannya.
c. Meyediakan air bersih termasuk yang layak minum sehingga kebutuhan air 
minum yang bersih dan aman dapat dinikmati penduduk dan penyakit saluran
 percernaan seperti thypoid dan diare dapat dicegah.
d. Pengelolaan sampah terpadu sehingga sampai pada pembuangan dapat
didayagunakan, tidak menimbulkan banjir dan menjadi tempat
 perkembangbiakkan vektor penyakit.
e. Pengadaan dan penataan lingkungan perumahan dan pemukiman yang sehat
sehingga kejadian stress, penyakit saluran napas, diaree dan kejadian
kecelakaan serta penyakit lainnya dapat dihindari dan dikurangi.
f. Pembenahan dan peningkatan pengelolaan drainase kota yang dapat
mengurangi bahaya terjadinya banjir dan penggenangan air serta tempat
 perkembangbiakkan verkot penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat.
2. Sarana dan Prasarana Kota yang Sehat dan Aman
a. Penataan ruang kota yang serasi sehingga tersedia ruang terbuka hijau yang
dapat dimanfaatkan untuk sebagai tempat bermain dan tercapai keserasian
antara bangunan, penghuni dan lingkungan hidup serta tempat kerja yang
dapat memberikan rasa nyaman, aman dan sehat.
 b. Terpenuhinya tempat-tempat umum dimana masyarakat dapat menikmati
 palayanan umum secara nyaman, aman dan terhindar dari penularan penyakit
 bagi para pengunjungnya.
c. Penataan dan pengelolaan pasar serta fasilitas pendukungnya secara baik dan
 benar sehingga pasar tidak menjadi tempat perkembangbiakkan vektor,
sumber sampah dan kerawanan sosial lainnya serta nyaman dikunjungi oleh
orang yang membutuhkan.
d. Penataan sektor lingkungan informal (padagang kaki lima, pedagang asongan,
indistri rumah tangga) secara tertib, berdaya guna dan berhasil guna sehingga
memberikan prospek yang baik sekaligus tidak mencemari lingkungan dan
membahayakan pedagang dan orang yang ada di sekitar nya.
e. Pangadaan dan peningkatan kualitas dan kuantitas transportasi perkotaan yang
memadai sehingga kecalakaan, stress yang terjadi akibat buruknya transportasi
dapat dikurangi dan jarak tempuh kendaraan dapat ditingkatkan dan
teratasinya kemacetan lalu lintas.
c. Tersedianya sarana transportasi wisatawan
yang memadai
d. Tersedianya sarana tanggap darurat

a.  penurunan kasus gangguan keamanan


 b.  peningkatan pendapatan masyarakat

6. kemasyarakatan c. terselenggaranya pendidikan/latihan/kursus


 bagi masyarakat pemandu pariwisata/pramu
wisata

D. Kawasan Industri &


Perkantoran Sehat
a. Industri/perkantoran sesuai dengan industri
RUTRK/RDTRK 

 b. Permukiman di sekitar kawasan industri, tidak 


1. Lingkungan Fisik  kumuh

c. Emisi/effluent memenuhi persyaratan

d. Tersedianya ruangan khusus untuk merokok 

2. Lingkungan fisik  a. Bangunan memenuhi persyaratan fisik kantor dan

kantor dan dan hygiene perdagangan

 perdagangan  b. Tidak mencemari lingkungan

a. Adanya penataan sector informal informal


(industri
 b. Meningkatnya pendataan sector kecil/rumah

3. Penataan sectoran tangga) informal

informal c. Penataan hygiene & sanitasi sarana sector 


informal
d. Terselenggaranya jaminan pelayanan kesehatan
 bagi pekerja

4. Keselamatan dana, a. Terselanggaranya jaminan pelayanan kesehatan


kesehatan kerja dan kerja kesehatan bagi karyawan
 pencegahan dan pencegahan
kecelakaan  b. penurunan kasus penyakit akibat kecelakaan dan
kerja Rudapaksa
c. Menurunnya angka kematian dan kecacatan karena
keselamatan kerja
d. emisi/eggluent memenuhi syarat
e. Tempat kerja bebas dari bising

a. Meningkatnya kesempatan kerja atau budaya dan


kesehatan berusaha bagi masyarakat sekitar 
masyarakat

5. Sosial ekonomi dan  b. Tersedianya pelayanan kesehatan dasar bagi

 budaya kesmas masyarakat

c. Terpelihara keamanan dan ketertiban

d. Tersedianya pendidikan/latihan kursus bagi tenaga


kerja

E. Kawasan Pertambangan Sehat

a. Bebas dari pertambangan tanpa izinPertambangan


 b. Pertambangan melakukan kelola dan pantau
lingkungan sesuai dengan dokumen lingkungan
1. Lingkungan
c. Adanya pengawasan dari masyarakat (forum)
 pertambangan
d. Tersedianya sarana umum di kawasan tersebut
(sekolah, pasar, sarana pelayanan kesehatan, tempat
ibadah)

a. Adanya perencanaan teknis reklamasi


2. Reklamasi daerah  bekas tambang
 bekas tambang  b. Terlaksananya reklamasi dan
revegetasi
c. Adanya pengawasan dan masyarakat (forum)
a. Penurunan kasus kecelakaan kerja kesehatan
kerja

3. Keselamatan dana
dan kesehatan kerja  b. Penurunan kasus penyakit akibat kerja

c. Terselanggaranya jaminan pelayanan kesehatan


 bagi karyawan

a. Adanya prioritas lapangan kerja dan kemasyarakatn


 bagi penduduk setempat

4. Sosial ekonomi dan  b. Adanya bantuan sarana pendidikan yang memadai
kemsyarakatan disekitar pertambangan

c. Adanya sarana pelayanan kesehatan bagi


masyarakat

a. Peningkatan kualitas sanitasi dasar 

5. Permukiman  b. Peningkatan hygiene dan sanitasi perumahan


c. Gerakan masyarakat meningkatkan perilaku hidup
Bersih dan Sehat
F. Kawasan Hutan Sehat

a. Pengakuan masyarakat terhadap status kawasan


1. Kemantapan
 b. Keikutsertaan masyarakat dalam tata batas kawasan
Kawasan
c. Terwujudnya tata batas kawasan

a. Menurunnya kasus perambahan hutan dan


kebakaran hutan
2. Keamanan Hutan
 b. Menurunnya kasus penebangan liar/illegalloging

c. Udara ambient memenuhi persyaratan ISPU


d. Menurunnya kasus ISPA/pneumonia

a. Meningkatnya pelaksanaan reboisasi dan


konservasi

 b. Meningkatnya gerakan masyarakat tanah dalam


3. Rehabilitasi lahan dan  penghijauan
konservasi tanah
c. Terpeliharanya daerah resapan air 

d. Berfungsinya bangunan penanggulangan erosi dan


atau sumber daya air 

a. Menurunnya kegiatan perburuan hayati secara liar 


terhadap satwa yang dilindungi

 b. Menurunnya kegiatan pemungutan secara liar 

4. Keanekaragaman tumbuhan yang dilindungi

hayati c. Menurunnya perdagangan satwa yang dilindungi


secara liar 

d. Menurunnya perdagangan tumbuhan yang


dilindungi secara liar 

a. Tersedianya akses pemanfaatan hasil


kemasyarakatan hutan tertentu oleh masyarakat

5. Sosial ekonomi dan  b. Adanya pelayanan kesehatan yang memadai di


kemasyarakatan kawasan sekitar hutan

c. Adanya sarana pendidikan yang memadai di


kawasan sekitar hutan

G. Ketahanan Pangan dan Gizi

a. Terlaksananya intensifikasi pertanian dan pola


1. Ketersediaan
tanah
a. Adanya interaksi sosial antar 
masyarakat adat terpecil dengan masyarakat umum
 b. Meningkatnya kesempatan memperoleh
3. Penanganan komunitas  pendidikan
adat terpencil c. Adanya akses transportasi
d. Adanya program untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
e. Meningkatnya pemanfaatan sarana kesehatan

a. Terpenuhinya Penitipan bayi, anak dan lanjut


usia/jompo yang saniter dan hygienes
 b. Terselenggaranya pemantauan kesehatan secara
4. Penanganan keterlantaran
kontinyu
a. Anak b. lanjut usia/
c. Tersedianya pengembangan kreativitas anak dan
 jompo
usila
d. Adanya kegiatan meningkatkan produktivitas
usila
a. Meningkatnya jumlah posko penanggulangan
korban bencana
 b. Meningkatnya kelancaran komunikasi antara posko
5. Penanggulangan korban dan pemerintah
 bencana kekerasan (anak, c. Masyarakat beperan aktif dalam penanggulangan
wanita dan usia lanjut) dan  bencana
kerusuhan d. Menurunnya jumlah tindak kekerasan dan
kerusuhan
e. Persentase kab/kota mempunyai contingency plan
masalah kesehatan

Keberhasilan suatu kabupaten/kota mendapat peredikat kota yang sehat adalah


merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan dukungan
 pemerintah, serta pembinaan yang terus menerus oleh semua pihak dari Kabupaten/kota
sampai Pusat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konsep Kota Sehat merupakan pola pendekatan untuk mencapai kondisi


kota/kabupaten yang aman, nyaman dan sehat bagi warganya melalui upaya peningkatan
kualitas lingkungan fisik, sosial dan budaya secara optimal sehingga dapat mendukung
 peningkatan produktivitas dan perekonomian wilayah (atau lebih bertujuan kepada „ good 
 governance’).

Kota Sehat merupakan gerakan untuk mendorong inisiatif masyarakat (capacity


building ) menuju hidup sehat. Memperhatikan konsepsi gerakan kota sehat tersebut, tampak 
 bahwa gerakan kota sehat merupakan pendekatan „multi stakeholders‟, dimana sektor 
kehutanan (pemerintah dan swasta) yang merupakan bagian dari stakeholders dapat ikut aktif/
 berpartisipasi sesuai dengan bidang tugasnya. Partisipasi tersebut dalam tahap awal dapat
 berupa upaya untuk mempromosikan/ menginformasikan kegiatan-kegiatan yang telah dan
akan dilakukan, yang dapat menunjang gerakan kota sehat, serta menselaraskan kegiatan
dengan sektor lain yang secara bersama-sama dapa t mewujudkan kota sehat.

3.2 Saran

Untuk mengukur kemajuan kegiatan kota sehat, dibutuhkan indikator yang jelas
sehingga semua pihak yang ikut terlibat dapat menilai sendiri kemajuan yang sudah
dilakukan, dan menjadi tolok ukur untuk merencanakan kegiatan selanjutnya. Setiap daerah
dapat memilih, menetapkan dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan kondisi dan
kemampuan masing-masing untuk memenuhi indikator tersebut. Karenanya, modal dasar 
 pengembangan kota menuju healthy city adalah kemauan dan komitmen pemerintah kota
untuk mewujudkan tatanan hidup yang lebih berkeadilan, aspiratif dan menempatkan
masyarakat sebagai mitra pembangunan. Pelibatan semua elemen masyarakat kota
merefleksikan makna kepemilikan mereka akan kota yang, secara tidak langsung akan
melahirkan kekuatan dan keikhlasan untuk secara bersama-sama mereka yasa perubahan kota.
DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar, Hakiman. 2011. Urbanisasi dan Kemiskinan Kota, (online),


(http://zaenuri04.wordpress.com/2011/11/29/masalah-urbanisasi/, diakses 7 November 
2012).
Depatemen Kehutanan.  Info Lingkungan : Gerakan Kota Sehat , (online),
(http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUT
ANAN/INFO_III01/VI_III01.htm, diakses pada tanggal 7 November 2012).
Fanany, Rebecca. 2010.  Kota Sehat Menjelang SEA Games 2011 (PPT). Seminar Kesehatan
Internasional BEM FKM Universitas Sriwijaya.
Hancock, T. and L. Duhl.  Promoting Health in the Urban Context . WHO Healthy Cities
Papers No.1, 1988. (http://www.healthycities.org.cn/upload/file/1276669620.pdf ,
diakses pada tanggal 6 November 2012).
Hasyim, Hamzah. 2010.  Modul Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya: Indralaya.
Ismail, Noor Hassim. 2010.  Healthy City : Malaysia experiences (PPT). Seminar Kesehatan
Internasional BEM FKM Universitas Sriwijaya.
Kingkungan, 2009. Pengelolaan Lingkungan Perkotaan. (http://kingkungan.blogspot.com/
diakses pada tanggal 7 November 2012).
Peraturan Beersama Mentri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan, 2005.
(http://danamonpeduli.or.id/wp-content/uploads/2011/05/PBM-KEMDAGRI-
KEMKES-2005.pdf . diakses pada tanggal 6 November 2012.)
Sunarsih, Elvi. 2010.  Kesehatan Lingkungan Pemukiman Perkotaan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya: Indralaya.
World Health Organization (WHO). 1995. Twenty Steps for Developing a Healthy Cities
 Project . ( http://www.who.int/whr/1995/media_centre/en/, diakses pada tanggal 06
 November 2012).
World Health Organization (WHO). 1997. Twenty Steps for Developing a Healthy Cities
 Project . http://www.who.int/csr/don/archive/year/1997/en/index.html, diakses pada
tanggal 06 November 2012).
Peraturan Beersama Mentri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan, 2005.
(http://danamonpeduli.or.id/wp-content/uploads/2011/05/PBM-KEMDAGRI-
KEMKES-2005.pdf . diakses pada tanggal 6 November 2012.)

Anda mungkin juga menyukai