Oleh :
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan upaya strategis untuk memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan.
Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan melalui peningkatan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat pada setiap individu. Dalam hal
ini pendekatan yang paling tepat adalah bidang kesehatan, seperti yang
tercantum dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/Menkes/PB/VII/2005
yang berisi pedoman dan penyelenggaraan kabupaten/ kota sehat.
Kota sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan
sehat untuk dihuni penduduk. Penyelenggaraannya dicapai melalui penerapan
beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi, disepakati oleh
masyarakat dan pemerintah daerah (Peraturan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Kesehatan No. 34 pasal 1 Tahun 2005).
Penyelenggaraan kota sehat merupakan kumpulan berbagai kegiatan
untuk mewujudkan kota sehat, melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat,
dan forum kesehatan yang difasilitasi oleh pemerintah kota. Forum kerupakan
wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan menyalurkan aspirasi. Forum
sendiri memiliki peranan untuk menentukan arah, prioritas, perencanaan
pembangunan wilayah yang mengintegrasikan berbagai aspek agar
terwujudnya wilayah yang bersih, aman, nyaman, dan sehat untuk dihuni
warganya.
Di Indonesia, program Kota Sehat pertama kali dimulai pada 1998
yang dicanangkan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia yang
diluncurkan di 6 kota, yaitu Kabupaten Cianjur, Kota Balikpapan, Bandar
Lampung, Pekalongan, Malang, dan Jakarta Timur, yang dicanangkan oleh
Menteri Dalam Negeri pada tanggal 26 Oktober 1998 di Jakarta. Kemudian
diikuti dengan pengembangan Kabupaten/Kota Sehat khususnya di bidang
pariwisata di delapan kota, yaitu Kawasan Anyer di Kabupaten Serang,
Kawasan Batu Raden di Kabupaten Banyumas, Kotagede di Kota
Yogyakarta, Kawasan Wisata Brastagi di Kabupaten Karo, Kawasan Pantai
Senggigi di Kabupaten Lombok Barat, Kawasan Pantai. Program kota sehat
efektif berjalan pada tahun 2005 sejak dikeluarkannya Peraturan Bersama
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun 2005 dan
Nomor 1138/ Menkes/PB/VIII/2005 tentang penyelenggaran kabupaten/kota
sehat di Indonesia (Peraturan Bersama Menteri Kesehatan & Menteri Dalam
Negeri No 34, 2005).
Dalam penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat terdapat 9 tatanan
yang dikelompokkan berdasarkan kawasan dan permasalahan khusus, yang
terdiri atas : kawasan pemukiman, sarana dan prasarana umum, kawasan
saran lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi, kawasan pertambangan
sehat, kawasan industri dan perkantoran sehat, kawasan pariwisata sehat,
ketahanan pangan dan gizi, kehidupan masyarakat sehat dan mandiri,
kehidupan sosial yang sehat.
Ketahanan pangan dan gizi merupakan salah satu tatanan paling
penting dalam penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat. Tatanan ini menjadi
salah satu tatanan penting yang ditetapkan dalam peraturan, yang langsung
berkaitan dengan sektor kesehatan. Terdapat indikator - indikator pertanyaan
dalam tatanan ini yang menginformasikan mengenai kondisi eksistensi yang
telah dicapai yang masih perlu mendapat perhatian ke depan dalam
penyelenggaraan kabupaten/ kota sehat.
Salah satu permasalahan kesehatan banyak perhatian adalah kejadian
stunting berdasarkan indeks TB/U. Stunting merupakan keadaan tubuh yang
pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah median
panjang atau tinggi badan. Prevalensi stunting pada balita di Indonesia terus
meningkat, dari 17,1% di tahun 2010 (Riskesdas, 2010) dan naik menjadi
19,2% di tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Data Pemantauan Status Gizi (PSG)
selama tiga tahun terakhir mencatat bahwa prevalensi stunting mengalami
peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017
(PSG, 2017).
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi, proporsi stunting di Indonesia
masih cukup tinggi, sekitar 30,8%, balita di Indonesia mengalami stunting,
stunting dapat dicegah dengan peningkatan ketahanan pangan dan perbaikan
gizi.
Adapun upaya perbaikan gizi yang dicanangkan oleh Pemerintah
Pusat melalui Kementrian Kesehatan, untuk mengatasi stunting salah satunya
ialah program Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi). Kadarzi merupakan suatu
keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi
setiap anggota keluarganya. Salah satu indikator yang ada dalam Kadarzi
adalah suatu keluarga mampu mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam
untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka.
Upaya perbaikan dan edukasi gizi dilakukan pada seluruh siklus hidup
manusia, perbaikan gizi dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pelayanan
gizi, perilaku untuk tercapainya gizi seimbang, dan pemerintah beserta
masyarakat menjamin tersedianya bahan makanan yang mempunyai nilai
yang tinggi, merata dan terjangkau, seperti masyarakat dapat memanfaatkan
pekarangan rumah untuk kewaspadaan pangan dan gizi masyarakat. Upaya
pendampingan masyarakat dalam usaha peningkatan gizi seharusnya tidak
terlepas dari dari aset dan potensi yang ada di lingkungan tempat masyarakat
tinggal. Desa Pasirdoton, merupakan salah satu dari desa yang ada di
Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Desa dengan mayoritas
masyarakatnya yang berprofesi sebagai petani ini memiliki aset alam berupa
pekarangan yang cukup luas. Pekarangan milik masyarakat merupakan aset
yang seharusnya dapat dikembangkan untuk menunjang kebutuhan gizi
sehari-hari. Apalagi ditunjang dengan kondisi tanah yang subur, terbukti
dapat tumbuh berbagai macam tumbuhan seperti pisang, mangga, jambu,
nangka, aneka tanaman bunga, dan tanaman jenis lainnya.
Selain sumber daya alam, Desa Pasirdoton juga memiliki sumber daya
manusia yang bisa dimanfaatkan diantaranya kelompok masyarakat seperti
PKK, kelompok pengajian, Karang Taruna, Kader Posyandu, Kelompok
Tani, Remaja Masjid dan lain-lain. Kelompok ini memiliki potensi sebagai
pelopor pemberdayaan di lingkungan masyarakat. Kelompok ini memiliki
kegiatan bersama, rasa tanggung jawab bersama, kerjasama antar individu
dalam kelompok, serta rasa kepedulian terhadap masingmasing anggota
kelompok. Kelompok-kelompok ini jika dikembangkan akan menjadi aktor
utama dalam upaya edukasi gizi masyarakat di Desa Pasirdoton.
Upaya pengoptimalan yang ada di masyarakat ini diaharapkan mampu
mengotimalkan fungsi lahan pekarangan rumah yang tidak hanya sebagai
penyedia kebutuhan pangan, namun sekaligus dapat menjadi sarana edukasi
bagi masyarakat untuk memahami manfaat serta kandungan gizi dari apa
yang dikonsumsi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masing-masing
anggota keluarga. Sehingga kegiatan ini mampu mempercepat serta
menunjang usaha perbaikan gizi yang selama ini telah dilakukan baik oleh
Pemerintah Kabupaten Sukabumi, maupun oleh masyarakat sendiri
B. Tujuan Makalah
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep kota sehat dengan perancangan kota
sehat pada agregat balita.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam makala ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui konsep kota/kabupaten sehat
b. Mengetahui penyusunan program kota sehat yang sesuai dengan
agregat balita
BAB II
TINJAUAN TEORI
C. Teori Model
1. Teori Health Promotion Model (HPM)
Teori health belief model ini mengintegrasikan konstruksi dari teori
nilaii harapan dari perspektif keperawatan secara holistik (Pender, 2015).
Health Promotion Model (HPM) adalah perilaku untuk menggambarkan
sifat multidimensional dari orang yang berinteraksi dengan lingkungan
interpersonal dan fisik. Teori Pender ini mirip dengan kerangka teori
Health Belief Model (HBM) dari Orem, namun HPM tidak hanya
menjelaskan perilaku pencegahan penyakit akan tetapi juga menjelaskan
perilaku lainnya untuk meningkatkan kesehatan dan mengaplikasikan
sepanjang daur kehidupan (Alligod, 2017). Pada prinsipnya model ini
menekankan pada 2 teori sebagai berikut:
a. Expectancy Value Theory (Teori Nilai Pengharapan)
Setiap individu memiliki nilai pengharapan dalam dirinya
tentang kesehatan yang ingin dicapai. Harapan tersebut bersifat rasional
dan ekonomis. Sehingga individu akan berusaha mencapai serta
mempertahankan harapan tersebut. Hal pokok dalam nilai pengharapan
ini adalah hasil tindakan positif dan melakukan tindakan untuk
menyempurnakan hasil yang diinginkan.
b. Social Cognitive Theory (Teori Sosial Kognitif)
Teori ini menjelaskan interaksi pikiran, perilaku dan lingkungan
yang saling mempengaruhi. Pada teori ini menekankan pada pentingnya
proses kognitif dalam merubah perilaku seseorang. Dalam teori ini ada
tiga macam kepercayaan yaitu self atribution (pengenalan diri), self
evaluation (evealuasi diri), dan self efficacy (kemajuan diri).
Health Promotion Model (HPM) memiliki tiga komponen yaitu
karakteristik individu dan pengalaman, kognisi dan sikap spesifik, dan
hasil perilaku kesehatan. Pada variabel dari karakteristik individu dan
pengalaman individu dimana di dalamnya meliputi perilaku sebelumnya
dan faktor personal. Variabel dari perilaku spesifik, kognisi dan afek yang
meliputi manfaat tindakan yang dirasakan, hambatan terhadap tindakan
yang dirasakan, self-efficacy, sikap yang berhubungan dengan aktivitas,
pengaruh interpersonal, dan pengaruh situasional. Hasil akhir perilaku
mempunyai variabel perilaku promosi kesehatan. Menurut Pender (2015),
variabel dari masing-masing komponen akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Prior related behavior (perilaku sebelumnya)
Perilaku yang sering dilakukan sebelumnya dimasa lalu secara
langsung maupun tidak langsung yang berdampak kepada
kemungkinan perilaku yang dapat meningkatkan status kesehatan
b. Personal factor (faktor personal)
Faktor personal ini memprediksi pemberian periaku dan dibentuk
secara alami dalam target perilaku menjadi pertimbangan. Faktor ini
dikategorikan sebagai faktor biologis meliputi usia, indeks massa
tubuh (IMT), status pubertas, status menopause, kapasitas aerobik,
kekuatan, kelincahan atau keseimbangan, faktor psikologis meliputi
harga diri, motivasi diri dan status kesehatan yang dirasakan, dan
faktor sosial budaya meliputi ras, etnis, akulturasi, pendidikan dan
status sosial ekonomi.
c. Perceived benefits to action (persepsi terhadap manfaat tindakan)
Manfaat tindakan ini menjadi gambaran mental positif atau
reinforcement positif bagi perilaku. Menurut teori ekpentansi motivasi
penting untuk mewujudkan hasil seseorang dari pengalaman dahulu
melalui pelajaran observasi dari orang lain dalam perilaku. Individu
cenderung untuk menghabiskan waktu dan hartanya dalam beraktifitas
untuk mendapatkan hasil yang positif. Keuntungan dari penampilan
perilaku bisa intrinsik dan ekstrinsik
d. Perceived barrier to action (hambatan yang dirasakan)
e. Perceived self efficacy (kemampuan diri)
f. Activity related affect (afek sikap yang berhubungan dengan aktivitas)
g. Personal influences (pengaruh individu)
h. Situasional influences (pengaruh situasional)
i. Comitment to plan of action (komitmen dengan rencana tindakan)
j. Immediate competing demans and preferences (kebutuhan untuk
berkompetisi)
E. Konsep Stunting
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak ,pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks Panjang badan menurut umur (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted
(pendek) dan severely stunted (sangat pendek).
Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah
diukur panjang atau tinggi badan nya, lalu dibandingkan dengan standar dan
hasilnya berada dibawah normal. Balita penpek adalah balita dengan status
gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila
dibandingkan dengan standar baku WHO. Anak digolongkan stunting jika
tingginya berada dibawah -2 SD dari standar WHO.
Stunting disebabkan oleh multifaktor yaitu mencakup pendidikan
ibu,status ekonomi, tinggi badan ibu, pola asuh, usia balita, Pemberian ASI
Eksklusif, kelengkapan imunisasi, BBLR, asupan energi, asupan protein,
riwayat penyakit infeksi, dan makanan pendamping ASI.
BAB III
RANCANGAN PROGRAM KOTA SEHAT: PENANGANAN STUNTING
PADA AGREGAT BALITA
A. Identifikasi Masalah.
Berdasarkan data dari Tim Nasional percepatan penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K) untuk Kabupaten Sukabumi sendiri masuk kedalam 1000 desa
prioritas percepatan penurunan stunting, prevalensinya mencapai 37,1%
dengan jumlah baita stunting adalah 85,651 balita. Ty Beal (2017) dalam
penelitiannya menyatakan faktor yang mempengaruhi kejadian penyebab
stunting diantaranya pemberian ASI non-eksklusif selama 6 bulan pertama,
rendah status sosial ekonomi rumah tangga, kelahiran prematur, panjang
kelahiran pendek, dan rendah tinggi pendidikan ibu di Indonesia.
B. Dasar Hukum
Dasar hukum penyelenggaraan kabupaten/ kota sehat
1. UU Nomor : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
2. UU Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
3. UU Nomor: 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
4. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor :
34 Tahun 2005 Nomor : 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang
Penyelenggaraan Kabupaten/Kota sehat
Dasar hukum pembentukan Tim Pembina Teknis Kab./Kota Sehat adalah :
1. KepMendagri No. 650/174 Tahun 1998 Tentang Pembentukan
Kelompok Kerja Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota
Sehat
2. Kep.Mendagri No. 650-185 Tahun 2002 Tentang Pembentukan
Kelompok Kerja Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota
Sehat
C. Tujuan Program
Tujuan Program Kota/Kabupaten Sehat pada agregat Balita adalah
meningkatnya kesadaran , kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
masyarakat serta meningkatnya kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu dan merata. Dengan terlaksananya berbagai
program-program kesehatan dan sektor lain, sehingga dapat mewujudkan
masyarakat yang mandiri. Disamping itu terkhusus pada balita bahwa
masalah – masalah kesehatan terutama stunting dapat di tangulangi dengan
meningkatan peran serta masyarakat yang ada didalammnya. Dengan adanya
program kota sehat, diharapkan mampu mengajak masyarakat dalam
meningkatkan kreatifitas agar balita dapat terhindar dari stunting.
D. Rencana Kegiatan
Adapun perencanaan program kegiatan yang akan dilakukan terdapat
pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Perencanaan Program Kota Sehat
Program Kegiatan Sasaran Fasilitator Anggaran
Penyuluhan 1. Koordinasi Dinas Dinkes dan Rp. 5.000.000
tentang gizi dan dengan pihak kesehatan, Perawat
pemanfaatan stakeholder Petugas komunitas
pekarangan terkait dan program gizi
masyarakat Masyarakat
2. Tentukan
pemateri
3. Tentukan
jumlah peserta
yang terlibat
4. Pelaksanaan
kegiatan
Mandiri pangan 1. Koordinasi Dinas Dinas Rp. 10.000.000
: Pembuatan dengan pertanian Pertanian
Kebun Gizi program gizi Perawat dan
dan sektor dinas Komunitas, camat/kades
pertanian, petugas
camat dan puskesmas,
kades Kader
2. Penyediaan Masyarakat
lahan tanam
3. Penyiapan
benih dan
media tanam
4. Pelatihan dan
pembimbingan
kepada kader
Gerakan peduli 1. koordinasi petugas Dinkes dan Rp. 10.000.000
1000 hari dengan puskesmas perawat
kehidupan program gizi, Kader komunitas
pertama kesling Masyarakat
(PEKA) 2. koordinasi
dengan pihak
Camat dan
Kades
3. membentuk
tim inovasi
4. koordinasi
untuk
menentukan
desa
percontohan
5. pelatihan dan
bimbingan
kader
E. Pengorganisasian Program
Untuk kejelasan peran/ fungsi dapat terlihat pada struktur pengorganisasian
forum kota/kabupaten sehat pada bagan dibawah ini :
RW RW RW RW RW RW
Siaga Siaga Siaga Siaga Siaga Siaga
F. Evaluasi Program
Teknik yang digunakan dalam evaluasi program yang dijalankan
adalah dengan menggunakan teknik CIPP (Context, Input, Process, Product),
most significant change atau perubahan paling menonjol berdasarkan kondisi
before after program. Teknik ini merupakan perangkat evaluasi yang sangat
efektif dalam membantu komunitas masyarakat untuk mengidentifikasi serta
menilai perubahanperubahan penting yang telah terjadi di masyarakat.
BAB IV
PEMBAHASAN
B. MATRIKS SWOT
Kondisi internal Strengths (Kekuatan) Weakness (Kelemahan)
Jumlah petugas Petugas ada yang belum
memadai mengikuti pelatihan
Sumber dana cukup
Kegiatan program baik
Kondisi eksternal
Fasilitas tersedia
Opportunities (Peluang) Strategi SO Strategi WO
Kerjasama lintas Dengan sumber daya, Mengikutsertakan
program dan lintas sektor kegiatan, dan fasilitas petugas yang belum
yang telah yang memadai serta mengikuti pelatihan agar
dikoordinasikan oleh telah bekerjasama semua petugas dapat
kepala wilayah/daerah dengan kepala daerah, melaksanakan program
maka akan dicapai dengan baik
keberhasilan program
Threats (Ancaman) Strategi ST Strategi WT
Kurangnya pengetahuan Melakukan penyuluhan Meningkatkan pelatihan
dan perilaku sehat agar meningkatnya kepada petugas agar
masyarakat kesadaran dan kemauan dapat meningkanya
hidup sehat bagi setiap derajat kesehatan
masyarakat masyarakat melalui
kegiatan penyuluhan