Anda di halaman 1dari 8

Proses Pengolahan Biji Kakao Hingga Jadi Coklat Batangan

Mengingat banyaknya petani kakao atau yang sering di kenal dengan sebutan coklat, kali ini saya coba
mempublikasikan Cara atau Proses Pengolahan  Biji Kakao Hingga Jadi Coklat Batangan, yang saya
kutip dari berbagai sumber, dan akan saya praktekan sendiri (Mencoba) kalau ada tempat kursusnya
silahkan tambahkan di kolom komentar, berikut Cara atau Proses Pengolahan Biji Kakao Hingga Jadi
Coklat Batangan :

1. Cuci

Pastikan biji kakao bebas kotoran dengan mencucinya hingga airnya menjadi bening. Keringkan dengan
tisu dapur.
2. Sangrai

Sangrai biji kakao di wajan dengan api kecil selama 5-10 menit. Bijinya akan meletup seperti popcorn dan
mengeluarkan aroma khas. Ketika kulitnya berubah menjadi cokelat gelap, matikan api.
3. Kupas kulitnya

Setelah disangrai hingga kehitaman, mudah saja memecahkan kulitnya dengan tangan dan mengambil
isinya.

4. Haluskan

Haluskan biji kakao dengan ulekan dan cobek hingga benar-benar halus dan membentuk pasta. Hasilnya
adalah cocoa butter dengan 54% lemak. Inilah yang membuat cokelat terasa lembut dan lumer di mulut.
Teruslah haluskan biji kakao hingga wujudnya seperti cokelat leleh.

5. Panaskan
Tempatkan cokelat di panci kecil, lalu masukkan panci berisi cokelat tersebut ke panci besar berisi 
air
 hangat. Haluskan terus dan aduk cokelat sampai air mendidih.

6. Tambahkan gula

Tambahkan 30 gram gula pasir dan teruslah mengaduk. Campuran ini perlahan akan terasa semakin
halus. Sekitar 1-2 jam proses setelah biji kakao digiling, tampilannya akan seperti cokelat leleh.

7. Cetak
Masukkan cokelat leleh ke cetakan berbentuk polong kakao dan batangan bercetak wayang yang
disediakan. Simpan selama 3-4 jam di kulkas, keluarkan cokelat dan nikmatilah! Kandungan cokelatnya
70% atau dark chocolate, hanya ditambahi gula, sehingga menfaatnya cokelatnya lebih optimal bagi
tubuh.
Satu set alat dan bahan pembuat cokelat ini dijual dengan harga 2.100 yen (Rp 243.000). Sayang, saat
ini produk tersebut terjual habis.

sumber dari :http://food.detik.com/readindeks/2013/12/10/114612/2437443/297/5/sekarang-biji-kakao-


sampai-cokelat-batangan-bisa-dibuat-sendiri-di-rumah

Dari sumber diatas dapat juga di jabarkan seperti dibawah ini :


Tahapan proses ini merupakan tahapan umum dalam pengolahan biji kakao menjadi coklat.

Langkah 1. Biji kakao dibersihkan untuk menghilangkan semua bahan yang asing.

Langkah 2. Biji kakao selanjutnya akan dipanggang/disangrai untuk membawa keluar rasa coklat dan
warna biji (roasted). Suhu, waktu dan tingkat kelembaban pada saat penyangraian (roasted) tergantung
pada jenis biji yang digunakan dan jenis cokelat atau produk yang akan dihasilkan.

Langkah 3. Sebuah mesin penampi (winnowing machine) akan digunakan untuk memisahkan kulit biji
dan biji kakao.

Langkah 4. Biji kakao kemudian akan mengalami proses alkalisasi, biasanya menggunakan kalium
karbonat, untuk mengembangkan rasa dan warna.

Langkah 5. Setelah di alkalisasi, biji kakao kemudian memasuki proses penggilingan untuk membuat
cocoa liquor (kakao partikel tersuspensi dalam cocoa butter). Suhu dan tingkat penggilingan bervariasi
sesuai dengan jenis mesin penggilingan yang digunakan dan produk yang akan dihasilkan.

Langkah 6. Setelah biji kakao menjadi cocoa liquor, biasanya produsen akan menambahkan bahan
pencampur, seperti kacang untuk menambah citra rasa coklat. Umumnya menggunakan lebih dari satu
jenis kacang dalam produk mereka, yang dicampur bersama-sama dengan formula yang dibutuhkan.

Langkah 7. Tahapan selanjunya adalah mengekstrak the cocoa liquor dengan cara dipress/ditekan untuk
mendapatkan lemak coklat (cocoa butter) dan kakao dengan massa padat yang disebut cocoa
presscake. Persentasi lemak kakao yang dipress disesuaikan dengan keinginan produsen sehingga
komposisi lemak coklat (cocoa butter) dan cocoa presscake berbeda-beda. 

Langkah 8. Pengolahan sekarang menjadi dua arah yang berbeda. Lemak coklat akan digunakan dalam
pembuatan coklat. Sementara cocoa presscake akan dihaluskan menjadi coklat dalam bentuk bubuk.

Langkah 9. Lemak coklat (cocoa butter) selanjutnya akan digunakan untuk memproduksi coklat melalui
penambahan cocoa liquor. Bahan-bahan lain seperti gula, susu, pengemulsi agen dan cocoa butter
ditambahkan dan dicampur. Proporsi bahan akan berbeda tergantung pada jenis cokelat yang dibuat.

Langkah 10. Campuran kemudian mengalami proses pemurnian sampai pasta yang halus terbentuk
(refining). Refining bertujuan meningkatkan tekstur dari coklat.

Langkah 11. Proses selanjutnya, conching, untuk mengembangkan lebih lanjut rasa dan tekstur coklat.
Conching adalah proses menguleni atau smoothing. Kecepatan, durasi dan suhu conching akan
mempengaruhi rasa. Sebuah alternatif untuk conching adalah proses pengemulsi menggunakan mesin
yang bekerja seperti pengocok telur.

Langkah 12. Campuran ini kemudian melewati pemanasan, pendinginan dan proses pemanasan kembali.
Hal ini mencegah perubahan warna dan lemak coklat dalam produk tersebut. Hal ini untuk mencegah
perubahan warna dan melelehnya coklat dalam produk.

Langkah 13. Campuran ini kemudian dimasukkan ke dalam cetakan atau digunakan untuk pengisi
enrobing dan didinginkan di ruang pendingin.

Langkah 14. Cokelat ini kemudian dikemas untuk distribusi ke outlet ritel.

Inilah 14 tahapan pengolahan biji kakao menjadi coklat secara umum.


sumber : http://cacaoorganicfairtrade.blogspot.de/2011/09/14-tahapan-proses-pengolahan-biji-kakao.html

Nah, walau seedikit pasti bisa kan melebarkan imaji kita? buat yang mau mencoba juga mari saling
berbagi pengalaman :)

 Web Picks
Teknik Fermentasi dalam Pengolahan Biji Kakao
by  Saepul Rohman  on 07/06/09 at 7:40 pm | 47 Comments |  |

kakao

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa
Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan
Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia
akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50
ribu ton per tahun (Suryani, 2007). Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik bagi Indonesia karena
sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia.
Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal ini
disebabkan oleh, pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak
difermentasi) sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah. Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan
produk kakao Indonesia di pasar internasional dikenai diskon USD200/ton atau 10%-15% dari harga pasar. Selain
itu, beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor
produk kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus menyusut
(Suryani, 2007). Selain itu para pedagang (terutama trader asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao
(non olahan).
Peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat
terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat
diatasi dengan penerapan fermentasi pada pengolahan biji pasca panen dan pengembangan produk hilir kakao
berupa serbuk kakao.
Coklat

Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Selain
itu, kakao Indonesia memiliki kelebihan tidak mudah meleleh sehingga cocok untuk blending.
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses.
Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas
enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang
mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme
sehingga terjadi fermentasi.
Tahapan pengolahan pasca panen kakao yaitu buah hasil panen dibelah dan biji berselimut pulp dikeluarkan,
kemudian dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya drying
platforms (Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun, dan kontainer kayu. Kontainer disimpan di atas tanah atau
di atas saluran untuk menampung pulp juices yang dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi pulp). Pada
umumnya, dasar kontainer memiliki lubang kecil untuk drainase dan aerasi. Kontainer tidak diisi secara penuh,
disisakan 10 cm dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan panas
dan mencegah permukaan biji dari pengeringan. Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2 – 6 hari, isi kotak
dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.
Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa
pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang (nutty), dan mengeraskan
kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut
sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah. Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi
anaerob dan fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan
menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam
laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang
akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.
Selama fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase,
karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan
dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa (asam amino,
peptida dan gula pereduksi) membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi pencoklatan non-
enzimatis) selama penyangraian.
Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan sampai kadar 
air
 menjadi 7 – 8 % (setimbang dengan udara berkelembaban 75 %). Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh sehingga
penanganan serta pengolahan lanjutnya menjadi lebih sulit. Kadar air lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji
oleh jamur. Pengeringan dengan pemanas simar surya dapat memakan waktu 14 hari, sedangkan dengan
pengeringan non surya memakan waktu 2 – 3 hari.
Setelah pengeringan, biji disortir untuk membersihkan biji dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 210 C
selama 10 – 15 menit. Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta pembentukan cita rasa dari
prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard.
Pada saat panen, petani coklat Indonesia memiliki kecenderungan untuk mengolah biji coklat tanpa fermentasi
dengan cara merendam biji dalam air untuk membuang pulp dan dilanjutkan dengan penjemuran, dengan demikian
biji siap dijual tanpa memerhatikan kualitas. Langkah tersebut diambil petani untuk mendapatkan hasil penjualan
yang cepat karena jika melalui fermentasi diperlukan waktu inkubasi sehingga petani harus menunggu untuk
mendapatkan keuntungan dari penjualan, sedangkan fermentasi merupkan kunci penting untuk memberikan cita
rasa coklat. Dengan demikian, pengetahuan mengenai pentingnya fermentasi pada biji kakao perlu disebarluaskan
pada petani coklat.
Produk yang melalui proses fermentasi sehingga diperoleh cita rasa coklat yang sesungguhnya dengan cost
production yang relatif rendah. Fermentasi dapat dilakukan secara tradisional dan tidak memerlukan treatment
khusus, hanya diperlukan wadah fermentasi dari kayu, ruang penyimpanan, lahan untuk menjemur, dan mesin
penyangrai.
Sumber:
o TK-4231 / Industri Pangan Pengolahan Cokelat/Kakao (1), Dr. Tatang H. Soerawidjaja
o Suryani, Dinie, Zulfebriansyah, 2007. Komoditas Kakao : Potret dan Peluang Pembiayaan. Economic Review
: 210 . Desember 2007.
o Carl E Hansen, Margarita del Olmo and Christine Burri. 1998. Enzyme Activities in Cocoa Beans During
Fermentation. J Sci Food Agric: 77, 273È281

Anda mungkin juga menyukai