Modul 6 - Kelompok 12 - Hukum Internasional
Modul 6 - Kelompok 12 - Hukum Internasional
Dosen Pengampu :
Prof. H. Atip Latipulhayat, S.H., LL.M., Ph.D
Chloryne Trie Isana Dewi, S.H., LL.M.
Kelas E / Kelompok 12
Bonita Chika Angelica 110110190332
Ervanda Fairuz 110110190333
Nizda Azzima Fauzianti 110110190334
Muhammad Aldi Aqila 110110190335
Robby Fajar Imani N 110110190336
Negara Federasi Alcore tengah menghadapi krisis yang cukup serius. Salah satu negara
bagiannya, yaitu Negara Bagian Bhama bermaksud memisahkan diri dan membentuk negara baru
karena banyak mendapatkan tekanan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah pusat
Alcore. Pemerintah Negara Bagian Bhama yang didukung secara penuh oleh seluruh masyarakatnya
(Bhamians) memproklamirkan kemerdekaan dan pemisahan diri dari Negara Federasi Alcore serta
menamakan negaranya sebagai Negara Republik Bhama. Pemerintah pusat Negara Federasi Alcore
kemudian mengerahkan serangan militer untuk mengendalikan situasi dan bermaksud
mengembalikan kedaulatan secara penuh di wilayah Negara Bagian Bhama. Sebanyak 45 Negara
memutuskan untuk memberi pengakuan terhadap Negara Republik Bhama dan mendesak Majelis
Umum PBB untuk mengeluarkan resolusi yang mengutuk tindakan penyerangan Negara Federasi
Alcore yang dianggap melanggar ketentuan hukum internasional dan hak menentukan nasib sendiri
(right to self-determination) yang dimiliki oleh Bhamians. Berbekal dukungan dan pengakuan terkait
kemerdekaannya, Negara Republik Bhama mempersiapkan diri untuk menjadi negara anggota PBB.
Sementara itu, Negara Federasi Alcore, yang merupakan salah satu negara anggota tetap Dewan
Keamanan PBB, menyatakan akan memberikan veto apabila Negara Republik Bhama mengajukan
diri menjadi negara anggota PBB.
1. Apakah proklamasi kemerdekaan yang dilakukan oleh Pemerintah Negara Bagian Bhama
dapat dibenarkan berdasarkan hukum internasional?
Mengacu kepada kasus, dimana Negara Bagian Bhama bermaksud memisahkan diri dan
membentuk negara baru karena banyak mendapatkan tekanan dan ketidakadilan yang dilakukan
oleh pemerintah pusat Alcore, merupakan suatu implementasi dari hak untuk menentukan nasib
sendiri. Tidak hanya itu, Pemerintah Negara Bagian Bhama didukung secara penuh oleh seluruh
masyarakatnya (Bhamians) yang dimana ini menunjukkan sikap demokratis. Ditambah, dengan
adanya pengakuan dari berbagai negara lain, Negara Republik Bhama juga sudah mempersiapkan
diri untuk menjadi bagian dari dunia internasional dengan berniat untuk menjadi negara anggota
PBB. Lalu apakah kemerdekaan ini dapat dianggap benar oleh Hukum Internasional ?
Berdasarkan prinsip - prinsip umum di atas, dapat dilihat bahwa Negara Republik Bhama
berhak untuk diakui kemerdekaannya, karena sudah memenuhi beberapa prinsip tersebut. Maka
dengan demikian proklamasi yang dilakukan Negara Bagian Bhama dapat dianggap benar dalam
Hukum Internasional.
1. Teori Konstitutif Dalam teori konstitutif ini dikemukakan bahwa di mata hukum
internasional, suatu negara lahir jika Negara tersebut telah diakui oleh Negara lainnya. Hal
ini mengartikan bahwa hanya dengan pengakuanlah suatu Negara baru itu dapat diterima
sebagai anggota masyarakat internasional dan dapat memperoleh status sebagai subjek
hukum internasional. Ada dua alasan yang melatar belakangi teori ini. Pertama, jika kata
sepakat yang menjadi dasar berlakunya hukum internasional, maka tidak ada Negara atau
pemerintah yang diperlakukan sebagai subjek hukum internasional tanpa adanya
kesepakatan dari negara yang ada terlebih dahulu. Alasan kedua, yaitu bahwa suatu negara
atau pemerintah yang tidak diakui tidak mempunyai status hukum sepanjang negara
atau pemerintah itu berhubungan dengan Negara-negara yang tidak mengakui. 2
2. Teori Deklaratif Dalam teori ini pengakuan tidak menciptakan suatu negara karena
lahirnya suatu negara, karena suatu negara lahir atau ada berdasarkan situasi-
situasi/fakta murni. Kemampuan tersebut secara hukum ditentukan oleh usaha-usahanya
serta keadaan-keadaan yang nyata dan tidak perlu menunggu untuk dapat diakui oleh
negara lain. Suatu negara ketika lahir langsung menjadi anggota masyarakat internasional
dan pengakuan hanya merupakan pengukuhan dari kelahiran tersebut, maka menurut teori
ini pengakuan tidak menciptakan suatu negara, dan pengakuan bukan merupakan syarat
lahirnya suatu negara baru.
1
Case Concerning East Timor, ICJ Reports 1995
2
Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, PT Alumni, Bandung, 2003
3
Boer Mauna, op.cit hal 59
with legal consequences”.4 Pengakuan terhadap Negara baru lebih sering dan lebih banyak
didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan politik subjektif dari pihak dari pihak yang ingin
memberikan pengakuan. Suatu Negara atau kelompok Negara mengakui atau tidak mengakui suatu
Negara lain semata-mata didasarkan atas pertimbangan politik dari Negara atau kelompok Negara
yang bersangkutan. Mengenai hal tersebut, Amerika Serikat menunjukan sikap yang jelas dengan
menyatakan ”In the view of United States, International does not require a state to recognize
another entity as a state; it is a matter for judgment of each state whether an entity merits
recognitions as a state”.5 Sebagai pribadi internasional yang membutuhkan hubungan dengan
Negara lainmsubjek hukum internasional lainya, negara baru itu membutuhkan pengakuan dari
negara-negara lain karena dengan pengakuan tersebut, negara baru itu dapat mulai
mengadakan hubungan yang akan melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban internasional yang
harus dilaksanakan dalam pergaulan internasional. Itulah yang disebut jalan tengah untuk
menjembatani antara teori deklaratif dan konstitutif. 6
Pengakuan menimbulkan akibat-akibat atau konsekuensi hukum yang menyangkut hak-
hak, kekuasaan-kekuasaan dan privilege-privelege dari negara atau pemerintah yang diakui baik
menurut hukum internasional maupun menurut hukum nasional negara yang memberikan
Pengakuan. Adapun masalah yang harus diperhatikan apabila masalah pengakuan timbul karena
pengujian, meskipun sifatnya insindental, oleh pengadilan-pengadilan Nasional, dengan persoalan-
persoalan pembuktian dan penafsiran. Dalam hal ini penting dipertimbangkan batas-batas antara
hukum internasional dan hukum nasional. Pengakuan memberikan kepada negara atau pemeritah
yang diakui suatu status baik menurut hukum internasional maupun hukum nasional. 7 Dalam
Hukum Internasional, kesatuan politik (negara atau pemerintah) yang diakui, menjadi anggota
penuhdari masyarakat internasional. Dengan kata lain negara atau pemerintah baru itu dapat
menjadi subjek hukum internasional, setelah diakui oleh negara lain. Oleh karena itu antara lain
ia dapat mengadakan hubungan diplomatic dengan Negara yang mengakuinya, dapat menutup
atau menandatangani perjanjian internasional dan sebagainya. Dengan demikian Sejak adanya
pengakuan dari negara-negara lain, negara atau pemerintah baru yang bersangkutan diwajibkan
memenuhi kewajiban internasionalnya. Lahirnya sebuah negara baru di dunia ini, sebenarnya
tidak lepas dari pengamatan PBB. Sesudah tahun 1945 terdapat banyak negara-negara baru setelah
membebaskan diri dari kekuasaan kolonial, selama waktu tersebut 140 negara baru telah lahir dan
semuanya menjadi anggota PBB. Syarat - syarat negara yang dapat diakui oleh PBB hanya bahwa
negara baru tersebut harus cinta damai (peace loving), menerima kewajiban yang terdapat di
dalam piagam, mampu dan bersedia melaksanakan kewajiban dan ditetapkan oleh Majelis Umum
atas rekomendasi Dewan Keamanan PBB. Maka dari itu pengakuan kedaulatan kepada suatu Negara
oleh Negara lain menjadi salah satu syarat berdirinya sebuah Negara. Hal ini masih erat kaitannya
dengan tiga poin sebelumnya yaitu kepemilikan terhadap wilayah, memilik rakyat dan tentunya
pemerintahan. Adanya pengakuan dari Negara lain berarti tiga komponen di atas sudah diakui
eksistensinya.
4
O’Connel, International Law for Students, Steven & Sons, London 1971, hal 49
5
Gerhard Von Glahn, Law Among Nations, 4th. ed. Mac Millan Publishing Inc, New York 1981, hal 93
6
Setyo Widagdo, Masalah-Masalah Hukum Internasional Publik, Bayu Media Publishing, Malang 2008, hal 226
7
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta 2004, hal 192
DAFTAR PUSTAKA