Anda di halaman 1dari 3

Nama : Gitari Ananda Putri

NPM : 3017210136
Mata Kuliah : Pengantar Hukum Indonesia

1. Berdasarkan Pasal 14 Konvensi Wina Tahun 1969, ratifikasi merupakan suatu cara untuk
mengikatkan diri dalam suatu perjanjian dan biasanya dimulai dengan melakukan
penandatangan, dan ditentukan, kesepakatan sesuatu negara untuk mengikatkan diri
terhadap perjanjian dinyatakan melalui ratifikasi apabila:

1. perjanjian itu sendiri memuat kesepakatan semacam itu yang dinyatakan melalui cara-
cara ratifikasi;
2. jika tidak akan ditetapkan bahwa negara-negara perunding telah menyetujui bahwa
ratifikasi memang diperlukan;
3. wakil dari negara telah menandatangani perjanjian, tetapi kemudian perjanjian itu
harus diratifikasi; atau
4. ada kehendak dari negara untuk menandatangani perjanjian dan akan meratifikasi
kemudian seperti yang tertulis di dalam kuasa penuh dari wakil-wakil negara tersebut
atau dinyatakan selama perundingan berlangsung.

2. Kesepakatan dari suatu negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian dinyatakan dengan
cara-cara penerimaan atau pengesahan sesuai dengan syarat-syarat yang sama dengan
semua yang diterapkan dalam ratifikasi. Keseragaman dalam pemahaman ratifikasi sangat
diperlukan, karena akan menyangkut sistem hukum dari banyak negara yang berbeda
sistem hukumnya (common law dan civil law, termasuk negara-negara yang tidak sama
dengan kedua sistem tersebut, misalnya Thailand, Rusia, Jepang, Tiongkok). Perbedaan
cara pandang dan sistem ini bukan tidak mungkin akan menimbulkan perdebatan di
kemudian hari dari para pihak.

Subyek hukum internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam
pergaulan internasional. Subyek hukum internasional meliputi:
Negara :
Menurut Konvensi Montevideo 1949 mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu
negara sebagai subyek hukum internasional adalah mempunyai penduduk yang tetap, wilayah
tertentu, pemerintahan yang sah dan kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain.
Negara dinyatakan sebagai subyek hukum internasional yang pertama karena kenyataan
menunjukkan bahwa yang pertama melakukan hubungan internasional adalah negara. Aturan-
aturan yang disediakan masyarakat internasional berupa aturan tingkah laku yang harus
ditaati oleh negara apabila negara-negara saling mengadakan hubungan. Negara yang
menjadi subyek hukum internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat dan tidak
merupakan bagian dari suatu negara. Artinya, mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh
dan kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu.
Tahta suci Vatikan :
Yang dimaksud dengan Tahta Suci Vatikan adalah gereja Katolik Roma yang diwakili oleh
Paus di Vatikan. Tahta Suci Vatikan diakui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan
Traktat Lateran pada 11 Februari 1929 antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan
mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Meski bukan negara, Tahta Suci Vatikan
mempunyai kedudukan sama dengan negara sebagai subyek hukum internasional. Tahta Suci
Vatikan memiliki perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia, yang kedudukannya
sejajar dengan wakil diplomat negara-negara lain.
Palang Merah Internasional
Organisasi Palang Merah Internasional menjadi subyek hukum internasional karena sejarah.
Kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi palang merah
tentang perlindungan korban perang. Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan
meluas di banyak negara sehingga masing-masing negara membentuk Palang Merah
Nasional.
Organisasi internasional :
Klasifikasi organisasi internasional adalah: Organisasi internasional yang memiliki
keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum. Organisasi
internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat
spesifik. Contoh World Bank, International Monetary Fund (IMF), dan lain-lain. Organisasi
internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global. Contoh
ASEAN (Association of South East Asian Nation), Europe Union dan lain-lain. Individu
(orang-perorangan) Setiap individu menjadi subyek hukum internasional jika dalam tindakan
yang dilakukannya memperoleh penilaian positif dan negatif sesuai kehidupan masyarakat
dunia. Diperkuat dengan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) pada 10 Desember 1948, diikuti beberapa konvensi hak asasi
manusia di berbagai kawasan
Pemberontak dan pihak yang bersengketa
Kaum Belligerensi (pemberontak atau pihak yang sengketa) awalnya muncul sebagai akibat
dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Maka penyelesaian sepenuhnya urusan
negara yang bersangkutan. Bila pemberontakan itu bersenjata dan terus berkembang bahkan
meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah mengakui
eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, meski akan
dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan
terjadi. Dengan pengakuan tersebut, kaum pemberontak menempati status pribadi atau
subyek hukuminternasional.

3. Sebagai sebuah lembaga peradilan, maka tentu proses peradilan di Mahkamah


Konstitusi diatur dalam suatu hukum acara dan yang menjadi sumber hukum dari hukum
acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah sebagai berikut: UUD 1945. UU
NO. 24 TAHUN 2003 (dan UU terkait); PMK-PMK.

4. Secara garis besar dalam beracara di Mahkamah konstitusi tahapan siding dalam MK
dibagi menjadi 5 tahap yaitu : Mahkamah Konstitusi dapat dikelompokan lima tahapan,
yaitu: (1) Pengajuan Permohonan; (2) Registrasi Perkara; (3) Penjadwalan dan
PemanggilanSidang; (4) Pemeriksaan Perkara; dan (5) Putusan dan kendala dalam
Permohonan penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Legislatif di
Mahkamah Konstitusi dapat dikelompokkan dua tahap, yaitu: (1) Batas Waktu
Pendaftaran Permohonan; dan (2) Batas Waktu Pemeriksaan dan Pembuktian.

Anda mungkin juga menyukai