Anda di halaman 1dari 5

Hasil kebudayaan Sungai Indus

Penelitian terhadap kawasan Lembah Sungai Indus dilakukan oleh arkeolog Inggris
yang bernama Sir John Marshall. Penelitian tersebut berhasil menemukan
peninggalan reruntuhan dua kota yang menakjubkan. 2 kota menakjubkan yang
berhasil ditemukan di Sungai Indus adalah kota Mohenjodaro dan kota Harappa.

Kedua kota tersebut diperkirakan berdiri sekitar tahun 3000 SM dan mengalami
kehancuran pada tahun 1500 SM. Berdasarkan hasil penelitian Sir John Mashall
menunjukkan bahwa masyarakat Mohenjodaro dan Harappa memiliki kebudayaan
yang tinggi dizamannya. Hal ini terbukti dari kemampuan mereka membangun kota
menurut tata kota yang teratur.

Kota-kota tersebut dilengkapi dengan bangunan kuil, perumahan, pasar, dan


lumbung. Disamping itu, juga terdapat jalan besar yang lurus dan saluran
pembuangan air di bawah tanah.

Adapun benda-benda yang ditemukan di kota Mohenjodaro adalah arca seorang


pendeta berjanggut yang memakai pita yang melingkari kepalanya dan berpakaian
berhias gambar-gambar yang menyerupai daun semanggi.

Juga ditemukan arca berbentuk gadis penari yang terbuat dari perunggu, sedangkan
di Kota Harappa ditemukan beberapa arca yang masih sempurna bentuknya dan dua
tokoh Torso (arca yang telah hilang kepalanya).
Berdasarkan dari penggalian di Lembah Sungai Indus, juga ditemukan hasil
kebudayaan sebagai berikut :
1. Kalung yang terbuat dari emas.
2. Senjata yang terbuat dari logam.
3. Lempengan tanah liat bertuliskan huruf piktogram.
4. Kereta kecil yang terbuat dari tanah liat yang dibakar (terracota/terakota).
5. Sejumlah materai yang terbuat dar tanah liat dengan hiasan yang bermacam-
macam seperti gambar perempuan, buaya, gajah dan badak.
6. Kolam pemandian besar dengan ukuran 45 x 22.5 meter yang dilengkapi dengan
pipa-pipa air.
7. Kompleks perumahan dan fasilitas umum berupa pasar, gudang, tempat
peleburan logam, tempat pertemuan, lumbung, dan kuil.
https://www.sejarah-negara.com/2014/09/awal-dan-akhir-peradaban-lembah-sungai.html\

akhir peradaban

Peradaban Lembah Sungai Indus mengalami keruntuhan pada tahun 1500 SM.
Keruntuhan tersebut disebabkan karena adanya banjir Sungai Indus dan adanya
serangan dari bangsa Aria yang berasal dari Asia Tengah. Bangsa Dravida terdesak
ke daerah Dataran Tinggi Dekan yang kurang subur. Sedangkan bangsa Aria
menjadi penghuni baru Lembah Sungai Indus.
Jawaban atas runtuhnya peradaban di Indus

Para peneliti telah menemukan, pergeseran suhu dan pola cuaca di area Lembah
Indus menyebabkan hujan musim panas secara bertahap mengering dan
menyebabkan berakhirnya peradaban Harappa.

Peradaban Indus atau lebih tepatnya Harappa berkembang di bagian barat laut Asia
Selatan lebih dari 4.000 tahun lalu. Masyarakat kuno yang berkembang terutama di
Lembah Sungai Indus ini dikenal dengan pembangunan kota-kota canggih dan
budaya maju.

Peradaban Harappa berkembang di anak benua India. Permukiman itu ada di sekitar
Sungai Indus di tanah subur. Merupakan yang terbesar dari tiga "tempat
permukiman kuno", bersama dengan permukiman Mesir kuno dan Mesopotamia.

Populasinya tersebar di berbagai wilayah yang saat ini mencakup Gujarat,


Rajasthan, Punjab, Kashmir, Uttar Pradesh di India, dan provinsi Pakh, Sindh,
Punjab, dan Balochistan di Pakistan. Kota itu hadir pada Zaman Perunggu antara
3300 SM dan 1300 SM.

Peninggalan arkeologis dari kota Harappa, Mohenjo Daro, dan Rakhigarhi,


membuktikan kota-kota terencana dengan baik yang menunjukkan bukti pusat kota,
pemerintah kota, perdagangan dan seni berkembang, serta rumah-rumah yang
dibangun dengan arsitektur baik.

Harrapa adalah peradaban tertua, memiliki sistem pembuangan kotoran dan air
sebelum Romawi, dengan saluran tertutup mengalir melalui kota dan rumah-rumah
yang dilengkapi dengan sistem penyiraman kakus.

Masyarakat mengandalkan pertanian sebagai mata pencarian, kegiatan lainnya


seperti mematung, perdagangan dengan peradaban Mesir dan Mesopotamia.
Kelompok ini juga diduga menjadi titik kemajuan awal dalam sains dan matematika,
sistem penulisan praktis yang masih belum diterjemahkan, kemungkinan bentuk
awal agama, serta bukti tahap awal kedokteran gigi, termasuk pengeboran gigi.

Namun, bukti juga menunjukkan setelah sekitar 1900 SM, populasi manusia
berkurang di daerah itu. Dengan sejumlah besar orang bergerak ke arah timur,
menuju desa-desa yang lebih kecil di kaki bukit Himalaya. Pada 1800 SM, semua
kota di Harrapa sepenuhnya ditinggalkan.

Sebuah studi baru memberikan bukti, peradaban Indus kuno hancur akibat
perubahan iklim. Pergeseran suhu dan pola cuaca di atas Lembah Indus
menyebabkan iklim yang semakin mengering.

Berkurangnya curah hujan membuat pertanian sulit atau tidak mungkin dilakukan di
dekat kota-kota Harappa. Memaksa orang-orang untuk bermukim lebih jauh dari
kota.

“Meskipun musim panas yang berubah-ubah membuat pertanian sulit di sepanjang


Indus, di kaki bukit, kelembapan dan hujan datang lebih teratur,” kata Liviu Giosan,
ahli geologi di Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI).

“Ketika badai musim dingin dari Mediterania menghantam Himalaya, mereka


menciptakan hujan di sisi Pakistan, dan memberi aliran kecil di sana. Dibandingkan
dengan banjir dari angin muson yang penduduk Harappa harapkan di Indus, kondisi
baru ini akan memberikan air relatif sedikit, tapi setidaknya bisa diandalkan.”
Menemukan bukti langsung dari pergeseran yang terjadi ini tidaklah mudah. Namun
para peneliti mampu mengumpulkan catatan iklim dengan mengambil sampel dari
dasar laut di lepas pantai Pakistan. Mereka mengumpulkan sampel dari sejumlah
situs di Laut Arab.

Mereka memeriksa cangkang plankton bersel tunggal disebut foraminifera yang


mereka temukan di sedimen dan menemukan petunjuk lebih dalam tentang iklim di
kawasan itu.

Foraminifera adalah "fosil hidup" primitif, hidup dari era Kambria (542 juta tahun
lalu) hingga saat ini. Mereka memiliki fosil umumnya terbuat dari kalsium karbonat,
yang berarti mereka kerap membatu, terutama di lingkungan daerah Indus.

Plankton ini membantu tim peneliti memahami mana yang selamat di musim panas
dan musim dingin.

Langkah mereka selanjutnya adalah fokus pada paleo-DNA, material genetik kuno
yang tersembunyi di dalam sedimen.

“Dasar laut di dekat mulut Sungai Indus adalah lingkungan oksigen yang sangat
rendah, jadi apa pun yang tumbuh dan mati di dalam air terawetkan dengan baik
dalam endapan. Anda pada dasarnya bisa mendapatkan fragmen DNA dari hampir
semua yang hidup di sana,” kata Giosan.

Bukti berdasarkan paleo-DNA menegaskan musim angin musim dingin lebih kuat dan
musim panas lebih lemah di peradaban akhir Lembah Indus--sesuai dengan bukti
migrasi dari kota ke desa.

“Nilai dari pendekatan ini adalah memberi Anda gambaran tentang keanekaragaman
hayati masa lalu yang dirindukan dengan mengandalkan sisa-sisa kerangka atau
catatan fosil. Dan karena kami dapat menyusun miliaran molekul DNA secara paralel,
ini memberikan gambaran resolusi sangat tinggi tentang bagaimana ekosistem
berubah seiring waktu,” kata William Orsi, paleontolog dan ahli geobiologi di Ludwig
Maximilian University of Munich, Jerman.
Peneliti percaya jatuhnya peradaban Indus terjadi secara bertahap. Hujan di kaki
bukit tampaknya sudah cukup untuk menampung permukiman di sana selama
milenium berikutnya, tetapi bahkan pada akhirnya akan mengering dan berkontribusi
pada kehancuran peradaban tersebut.

Perubahan iklim telah memainkan peran dalam aktivitas migrasi secara berkali-kali
sepanjang sejarah.

Zaman es berkontribusi pada migrasi Homo sapiens awal dari Afrika, dan fluktuasi
iklim mempengaruhi pertanian di Timur Dekat Kuno selama beberapa milenium.
Perubahan iklim juga memainkan peran kunci dalam Bencana Kelaparan Besar 1315,
yang membawa Eropa abad pertengahan ke kondisi sengsara.

Penemuan baru ini merupakan peringatan yang harus kita tanggapi dengan baik,
kata Giosan.

https://beritagar.id/artikel/sains-tekno/jawaban-atas-runtuhnya-peradaban-di-indus

Anda mungkin juga menyukai