Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nadyne M. F.

Kelas : X PIIS
Nomor : 30

Penugasan Sejarah Minat


“Peradaban Lembah Sungai Indus dan Sungai Gangga”

A. Peradaban Lembah Sungai Indus


1. Letak peradaban lembah sungai Indus
Saat ini lembah sungai Indus berada dalam cangkupan
wilayah Pakistan dan India barat atau Punjab. Sumber sungai
berasal dari dataran tinggi Tibet di sekitar Danau Mansarovar di
Daerah Otonomi Tibet kemudian sungai mengalir melalui wilayah
Ladakh Jammu dan Kashmir dan memasuki wilayah utara (Gilgit-
Baltistan), mengalir kembali melalui Utara ke arah selatan
sepanjang seluruh negeri dan bergabung ke Laut Arab di dekat
kota pelabuhan Karachi di Sindh.
Panjang total sungai adalah 3.180 kilometer (1.976 mil) dan
merupakan sungai terpanjang di Pakistan. Sungai ini memiliki total luas pengeluaran melebihi
1.165.000 kilometer persegi (450.000 mil persegi). Diperkirakan sungai mengaliri secara tahunan
terdiri dari sekitar 207 kilometer kubik, sehingga termasuk sebagai dua puluh satu sungai
terbesar di dunia dalam hal pengairan tahunan. Dimulai pada ketinggian dunia dengan gletser,
sungai yang mengairi hutan, dataran dan pedesaan yang kering dan gersang bersama dengan
sungai-sungai Chenab, Ravi, Sutlej, Jhelum, Beas dan dua anak sungai dari perbatasan barat daya
dan Afghanistan kemudian membentuk aliran Sapta Sindhu (Tujuh Sungai) pada delta di
Pakistan.

2. Hasil peradaban Lembah sungai Indus:


a. Tata kota
Dikutip dari modul Sejarah Kelas X oleh Suciati (2020:9), komunitas awal pembentuk
peradaban Sungai Indus mulai mengembangkan pusat-pusat kota besar, sekitar tahun 2600
sebelum masehi. Kota-kota besar di peradaban kuno tersebut seperti Harappa, Generiwala,
Mohenjo-Daro, Dholvira, Kalibangan, Rakhigarkhi, Rupar, dan Loothal (sekarang India).
Hasil dari penggalian di wilayah
bekas kota-kota kuno itu menunjukan
tata perencanaan letak kota yang rapi,
pemerintahan yang mengutamakan
kesehatan masyarakat, dan adanya
banyak fasilitas untuk ritual keagamaan.
Perencanaan kota yang rapi terlihat dari
arsitektur tata bangunan, seperti adanya
pusat galangan kapal, lumbung, gudang panggung, waduk, dan dinding-dinding pagar kota.
Sistem sanitasi kota juga sudah tertata dengan baik. Ada pula bukti bahwa saat itu teknik
hidrolik untuk mendapatkan air sumur sudah digunakan di beberapa kota seperti Harappa,
Mohenjo-Daro, dan Rakhigarkhi.
Selain itu, sarana sanitasi juga sudah menggunakan teknik seperti yang digunakan di
model toilet siram. Sisa-sisa dari pembuangan kemudian dialirkan melalui pipa menuju
selokan pembuangan. Sebagian rumah masyarakat Lembah Sungai Indus pun sudah
dilengkapi dengan sumur sendiri. Dibandingkan kota-kota kuno Timur Tengah, kota-kota
dari peradaban Lembah Sungai Indus bisa dibilang lebih maju dalam hal penataan sistem
pembuangan dan drainase.
Dikutip dari artikel "Green History Dalam Buku Teks Sejarah" oleh Hena Gian Hermana
yang terbit dalam Jurnal Historia terbitan UPI Bandung (Vol 2, No 1, 2018), bukti adanya
penataan kota yang teratur jelas terlihat pada peninggalan sisa-sisa kota Mohenjo-Daro dan
Harappa. Jalan-jalan di dua kota tersebut sudah rapi dan lurus dengan lebar rerata sekitar
10 meter.
Selain itu, terdapat trotoar di samping kanan maupun kiri jalan dengan lebar setengah
meter. Ada juga fasilitas pemandian besar di dekat lumbung atau balai. Terdapat tangga
untuk turun ke arah kolam berlapis bata di dalam lapangan berderet tiang. Sarana
pemandian umum dilapisi tar alami di sisi dan tengah kolam untuk menghindari kebocoran.
Pemandian umum berukuran 12 m x 17 m memiliki kedalaman 2,4 m diperkirakan sebagai
sarana upacara keagamaan.
b. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk telah dapat diidentifikasi. Pertanian memainkan peran
yang penting. Gandum dan katun ditanam dalam skala besar mata pencaharian lain dalam
masyarakat adalah pembuat barang pecah belah, penenun, tukang pembuat hiasan
dinding, dan pemotong batu. Kemajuan teknik ditunjukkan oleh roda untuk membuat
barang pecah belah, pembakaran batu-batu, pencetakan dan pengolahan logam.
Sistem perekonomian masyarakat lembah Sungai Indus sangat bergantung pada
pengolahan lahan pertanian di sekitar sungai. Di kawasan ini, petani menanam padi,
gandum, sayuran, buah-buahan, dan kapas. Selain itu mereka juga beternak sapi, kerbau,
domba, dan babi. Selain pertanian dan peternakan, perdagangan juga merupakan aspek
perekonomian penting bagi masyarakat lembah Sungai Indus. Kelebihan hasil pertanian
membuat mereka dapat melakukan perdagangan dengan bangsa lain terutama dengan
penduduk Mesopotamia. Barang dagangan yang diperjual-belikan masyarakat lembah
Sungai Indus adalah barang-barang dari perunggu dan tembaga, bejana dari perak dan
emas, serta perhiasan dari kulit dan gading.
Materai-materai yang dite mukan itu berkaitan dengan dunia perdagangan. Rakyat
lembah Indus tidak hanya berdagang dengan bagian lain wilayah India, tetapi juga dengan
negara-negara Asia lain seperti Bangsa Sumeria. Dri perdagangan itu, didatangkan timah,
tembaga, dan batu mulia dari luar India.
c. Seni Kerajinan
Adanya gambar-Gambar dalam
materai menunjukkan seni yang
tinggi.Di Harappa ditemukan
potongan-potongan bat yang
dipahat.Masyarakat lembah Sungai
Indus dapat membuat galangan
kapal, macam-macam ukiran,
stempel, tembikar, perhiasan emas,
dan arca. Semua barang itu dibuat dengan perencanaan yang detail. Beberapa benda yang
ditemukan di tempat penggalian sisa-sisa peradaban Lembah Sungai Indus, di antaranya
ialah arca wanita menari yang terbuat dari bahan emas, patung-patung hewan (sapi, burung,
monyet, dan anjing), berbagai macam stempel, hingga patung setengah sapi-zebra yang
megah. Patung sapi-zebra itu diperkirakan digunakan untuk acara keagamaan.
d. Sistem Kepercayaan
Sama halnya dengan sistem kepercayaan bangsa Mesir dan Mesopotamia, tumbuh dan
berkembangnya sistem kepercayaan masyarakat lembah Sungai Indus selalu berkaitan
dengan lingkungan geografis tempat tinggalnya. Kebudayaan agraris yang dikembangkan
masyarakat lembah Sungai Indus telah melandasi kepercayaan yang mereka anut. Untuk
itu, masyarakat lembah Sungai Indus sangat mengagungkan dan memuja akan kesuburan.
Hal ini terbukti dengan ditemukannya sejenis patung “Dewi Ibu” yang terbuat dari tanah
liat. Patung dewi Ibu dipercayai sebagai perwujudan dari dewi kesuburan.
Masyarakat lembah Sungai Indus juga menyembah manusia berwajah tiga dan
binatang yang banyak ditemukan dalam cap stempel. Diduga cap stempel manusia
berkepala tiga ini adalah dewa utama mereka yang pada perkembangan selanjutnya
menjadi Dewa Syiwa dalam agama Hindu.
e. Warisan budaya yang diitemukan
– Artefak berupa terracota. Artefak ini merupakan lempeng-lempeng tanah berbentuk
segi empat dan memiliki gambar hewan seperti gajah, sapi, harimau, badak,
dan gambar pepohonan seperti beringin. Penemuan terracota tersebut menandakan
masyarakat Mohenjo Daro-Harappa telah mengenal kepercayaan dengan menyembah
benda, binatang, atau pohon.
– Patung gadis menari. Patung tersebut diperkirakan berusia sekitar 4500 tahun yang
ditemukan pada 1926. Patung gadis menari terbuat dari patung perunggu yang
memiliki panjang sekitar 10,8 cm.
– Patung “Raja Pendeta” merupakan patung yang ditemukan pada 1927 yang
merupakan patung lelaki duduk dengan tinggi 17,5 cm. Patung ini memiliki janggut
dengan hiasan pita pada rambutnya, lilitan lengan, dan mantel berhias.
– Periuk, piring, dan cangkir yang terbuat dari tembikar.
– Alat-alat pertanian seperti cangkul dan kapak.
– Alat perhiasan berupa gelang, kalung, dan ikat pinggang yang terbuat dari tembaga
atau emas. Hal ini menandakan masyarakat Mohendjo Daro-Harappa telah mengenal
kebudayaan batu dan logam.

3. Pendukung peradaban lembah Sungai Indus


Bangsa Arya dulu menguasai seluruh daratan sungai Indus dan Gangga yang kemudian
daerah ini dinamakan Aryavarta atau Tanah orang kaya. Tentunya sebelum bangsa Arya masuk
dan menguasai daerah ini, Bangsa Dravida sudah dahulu menguasainya yang tinggal di kota
Mohenjo-Daro dan Harappa.
Bangsa Dravida membawa kemakmuran dalam segi keagamaan yang tentunya ini juga
merupakan hasil percampuran antara Bangsa Dravida dan Arya, sebelum Bangsa Arya
menguasai daerah lembah sungai Indus mererka menganut kepercayaan yang bernama
Polyteisme yang berarti memuja banyak Dewa dengan Bangsa Dravida yang masih memuja para
roh nenek moyang mereka sehingga terbentuklah agama Hindu yang terus berkembang hingga
kini di daeerah india yang merupakan hasil percampuran antara kebudayaan dan kepercayaan
Bangsa Dravida dan Arya.
4. Penyebab keruntuhan lembah sungai Indus
Keruntuhan peradaban ini diduga disebabkan oleh perubahan iklim. Perubahan iklim pada
masa itu menyebabkan zaman es kecil yang mengakibatkan musim kemarau menjadi lebih
kering yang berdampak negatif terhadap pertanian. Hal inilah yang membuat masyarakat
peradaban tersebut pindah ke desa-desa kecil di kaki bukit Himalaya. Selain itu pada saat yang
sama datang peradaban Indo-Arya dengan membawa peralatan yang lebih canggih. Bangsa
Indo-Arya ini ditengarai menyerang masyarakat Lembah Sungai Indus karena di sekitar bekas
kota ditemukan sisa kerangka yang seolah-olah menunjukkan bukti kuat adanya penyerbuan.
Dugaan lainnya dari keruntuhan peradaban ini adalah disebabkan oleh banjir karena kota ini
tampaknya begitu padat penduduk dan banjir telah terjadi berulang kali,namun sayangnya bukti
ini dirasa kurang kuat karena tidak seluruh kota hancur oleh banjir. Dugaan lainnya adalah
karena perkembangan sosial budaya dari pertanian ke bidang lainnya sehingga kota ini
kemudian ditinggalkan.

B. Peradaban Lembah Sungai Gangga


1. Letak Peradaban lembah Sungai Gangga
Lembah Sungai Gangga terletak antara Pegunungan Hima laya, dan
Pegunungan Windya. Sampai sekarang, di wilayah ini belum
ditemukan sisa-sisa peninggalan peradaban pada masa prasejarah.
Peradabannya mulai berkembang sejak masuknya bangsa Arya ke
India dengan terbentuknya budaya Hindu.
2. Hasil Peradaban Sungai Gangga
a. Sistem social
Sistem kasta menjadi ciri khas dari sistem masyarakat lembah Sungai Gangga. Di dalam
sistem tersebut terdapat 4 strata, pertama adalah golongan pendeta; kedua, golongan
ksatria; ketiga, golongan waisya dan keempat, golongan sudra. Golongan Ksatria memegang
kekuasaan politis, tetapi para pendeta mempunyai kekuasaan tersendiri di dalam
masyarakat.
Kurban-kurban dan persembahan adalah bagian dari kegiatan sehari-hari kaum Arya.
Dibalut bersama dengan budaya dari bangsa Harrapa, dan suku-suku pribumi lain, praktik-
praktik bangsa Arya menjadi inti dari kebanyakan bentuk praktik keagamaan Hindu yang
dikenal hinga sekarang.
Para pendeta (Brahmana) yang melaksanakan upacara kurban adalah bangsawan
pertama dalam lapisan masyarakat India, dan mereka terus memegang pengaruhnya dalam
ke-16 mahajanpa. Seperti ksatria yang memerintah, para pendeta juga mempunyai marga
sendiri, sehingga orang yang terlahir dalam keluarga pendeta berarti termasuk golongan
brahmana dan berhak mewarisi hak istimewa dalam kurban.
Pembagian masyarakat ke dalam sistem kasta, menjadi salah satu ciri khas dari sistem
masyarakat lembah Sungai Gangga. Di sistem ini kaum Brahmana mempunyai kekuasaan
utuh, hal ini berbeda dengan kekuasaan pendeta di luar peradaban India.
Pada zaman 16 kerajaan tersebut,
seorang laki-laki yang tidak lahir
dengan marga ksatriya masih bisa
menjadi raja, apabila para pendeta
melaksanakan ritual untuk
melimpahkan berkat kuasaan suci
atasnya. Akan tetapi tidak seorang pun
dapat mengambil tugas pendeta,
kecuali keturunan langsung dari
golongan brahmana. Bahkan, menurut The Laws of Manu, kaum Brahmana digam barkan
sebagai raja dari semua makhluk ciptaan, yang dilahirkan untuk melindungi
pembendaharaan hukum.
Jika kaum brahmana merupakan golongan tertinggi dalam sistem kasta, maka kaum
sudra menempati kelas terendah. Mereka pada umumnya adalah para budak dan
pembantu. Mereka tidak mempunyai hak bersuara dan kekuasaan, menurut hukum boleh
dibunuh atau dibuang sesuka hati para majikan. Asal kaum sudra tidak diketahui secara
pasti, akan tetapi kemungkinan besar kaum sudra berasal dari orang-orang yang ditaklukan
oleh mahajanapada.
b. Sistem Kepercayaan
Di Lembah Sungai Gangga, kebudayaan Hindu berkembang dan masyarakatnya
memuja dewa-dewa. Tiga dewa yang paling terkemuka adalah Dewa Brahma (pencipta
alam), Dewa Wisnu (pemelihara alam), dan Dewa Syiwa (perusak alam). Bagi penganut
Hindu, Sungai Gangga dianggap sebagai tempat keramat dan suci, yang airnya dapat
menyucikan diri serta menghapus dosa manusia. Di dalam agama Hindu, dikenal pula
sistem kasta yang pada akhirnya menyebabkan munculnya agama Buddha yang dipelopori
oleh Sidharta Gautama.
c. Sistem mata pencaharian
Karena subur dan didukung dengan kemajuan teknologinya mata pencahariannya adalah
pertanian (gandum, padi, kapas, dan teh).
d. Sistem Pemerintahan
Pemerintahan yang pernah berkuasa di wilayah Lembah Sungai Gangga adalah
Kerajaan Gupta. Kerajaan Gupta adalah sebuah kekaisaran India Kuno yang berdiri antara
320 M hingga 550 M. Pendirinya adalah Chandragupta I, yang pernah menjadi bagian dari
Kerajaan Maurya. Kerajaan Gupta kemudian mencapai masa kejayaan ketika diperintah
oleh Raja Samudragupta, cucu Chandragupta I.
Di bawah kekuasaan Samudragupta, Lembah Sungai Gangga dan Lembah Sungai Indus
berhasil dikuasai, sedangkan ibu kota kerajaan dipindahkan ke Ayodhia. Periode Kerajaan
Gupta disebut sebagai zaman keemasan India karena banyaknya penemuan dalam bidang
sains, teknologi, seni, sastra, matematika, astronomi, dan masih banyak lainnya. Dalam
perkembangannya, Kerajaan Gupta mengalami kemunduran setelah wafatnya Raja
Wikramaditya atau Chandragupta II.
Setelah sempat berada dalam masa kegelapan, barulah pada abad ke-7 M muncul
Kerajaan harsha dengan rajanya bernama Harshawardana. Raja Harsha awalnya memeluk
Hindu, tetapi kemudian memeluk Buddha. Pada periode ini, tepi Sungai Gangga banyak
dibangun wihara dan stupa, tempat-tempat penginapan, serta fasilitas kesehatan.
3. Pendukung peradaban lembah sungai Gangga
Pendukung peradaban Lembah Sungai
Gangga meninggalkan jejak yang sangat penting
dalam sejarah kehidupan umat manusia. Di
tempat ini muncul dua agama besar, yaitu agama
Hindu dan Buddha.
Agama Hindu merupakan perwujudan dari
sistem kepercayaan peradaban bangsa Hindu.
Kepercayaan Hindu bercorak politeisme dan
mengakui tiga dewa tertinggi yang disebut
Trimurti, yaitu Brahma (Dewa Pencipta), Wisnu
(Dewa pemelihara/pelindung), dan Syiwa (Dewa perusak).
Sementara itu, agama Buddha lahir sebagai bentuk reaksi beberapa golongan atau ajaran
kaum Brahmana yang dipimpin oleh Siddarta Gautama. Siddarta Gautama adalah seorang putra
mahkota Kerajaan Kapilawastu yang meninggalkan hidup penuh kemewahan dengan
menempuh jalan kesederhanaan untuk mengindari penderitaan.
Agama Buddha menyebar setelah Siddarta Gautama mencapai tahap menjadi Sang Buddha,
yang artinya disinari. Kitab suci agama Buddha adalah Tripitaka. Dalam penyebaran selanjutnya
agama Buddha menjadi dua aliran, yaitu: Buddha Mahayana dan Buddha Hinayang.
Kedatangan Bangsa Arya juga mendukung peradaban ini.

Catatan:

Mohon maaf saya banyak copy paste dan mengumpulkan terlambat, Pak Wahyu.

Anda mungkin juga menyukai