Anda di halaman 1dari 66

WALAU TAK PASTI

PROLOG

"Kamu adalah doa yang selalu aku adukan kepada Tuhan dengan rintikan air mata, agar kau
bisa kumiliki walau mungkin tak pasti"
- Linda Kusuma Ningtyas

" Aku adalah kepastian yang kamu miliki, yang kamu dambakan disetiap doamu pada Tuhan,
dan tak ada lagi yang tak pasti."
- Bima Karisma Sanjaya
BAB 1 : SOAL OLIMPIADE

Semilir harum kopi di ruangan ini menyerbak di setiap sudut ruangan. Cafe ini adalah saksi bisu
sebagai tempat keluh kesah dua gadis yang saat ini sedang mengikuti kegiatan orientasi di SMA
nya, Linda dan Mila. Mereka telah bersahabat sejak kecil, dimana ada Linda pasti ada Mila, dan
begitu pula sebaliknya. Mereka juga satu sekolah sejak duduk di sekolah dasar.

Layaknya sebuah sendal yang selalu berpasangan , mereka selalu bersama dimanapun berada.
Linda sedang menyeruput kopi susu yang baru saja ia pesan sambil memainkan handphone-nya,
menatap handphone-nya dengan berhati hati seperti sedang mencari sesuatu yang sangat
penting.

"Udah ketemu Lin?" tanya seorang gadis berkacamata dengan rambut menggunakan bando, Mila.

"Hmm,"

"Lama amat sih lo! Nyari rumus apa nyari jodoh si?" ledek Mila sambil menatap sinis Linda yang
sedang sibuk dengan handphone-nya.

"Ya Tuhan.. tuh senior gak ada otak apa ya? orientasi siswa baru malah dikasih tugas ngerjain soal
olimpiade matematika, pengen banget gue tumbuk tuh muka senior!" kata Mila dengan penuh
kekesalan, terlihat dari wajahnya yang memerah dengan tubuhnya yang sudah lelah karena
kegiatan orientasi tadi pagi disekolah.

"Lu sih Lin, nyari gara gara aja sama Kak Fernand, seandainya lu enggak ngelunjak, gak bakal
kejadian kayak gini. Mana banyak banget lagi soalnya." Mila masih terus mengeluarkan
kekesalannya dengan membolak balikan kertas soal matematika dihadapannya.

"Gue nya juga bego malah ngelerai lu sama Kak Fernand. Jadi gue juga yang kena."
Linda yang sedang fokus dengan handphone nya tak terima dengan ucapan Mila tadi.

"Gimana gua enggak ngelunjak, dia tiba tiba narik tangan gue ke tengah lapangan dan nyuruh gue
guling guling. Gua masih punya malu dan harga diri kali," Mila yang mendengarnya hanya
membuang nafasnya dengan gusar kemudian menatap kosong langit langit cafe. Tak lama
kemudian Mila tersenyum sendiri. Linda yang menyadari hal tersebut langsung tersenyum sinis
dan memukul wajah Mila dengan kertas soal.

"Heh! Ngapa lo senyum-senyum sendiri? Ketempelan lo?!"


tanya Linda sambil mendorong pundak Mila.

"Hmm, tapi dipikir pikir, Kak Fernand Cakep juga ya. Tadi pas gue ngelerai lu berdua, gue gak
sengaja kontak mata sama dia. Dia juga ngeliat gue Lin. Apa ini pandangan pertama ya Lin," cerita
Mila ke Linda sambil menatap langit langit cafe dengan tersenyum dan memutarkan pulpen di
jarinya.

"Lo suka sama Kak Fernand yang gak punya rasa kasian sama cewek? Otak lu perlu ditanyakan
Mil,"
Mila tidak mengubris apa yang dikatakan Linda. Mila masih terus tenggelam dalam imajinasinya.

Sedangkan Linda yang saat itu sudah mendapatkan rumus yang ia cari, lalu mulai mengerjakan
soal matematika tersebut.

"Lin, lo gak ada niatan buat deketin cowok gitu? Minimal ada gak sih cowok yang narik perhatian
lo pas orientasi tadi?"
tanya Mila sambil melihat Linda yang sedang mengerjakan soal, Linda yang mendengar
pertanyaan Mila terdiam sejenak dan menatap Mila sambil menaikan sebelah alis matanya.

"Kenapa lo tiba tiba nanya kayak gitu?" Linda bertanya balik ke Mila sambil melanjutkan
menjawab soal

"Ya selama gua kenal sama lu dari orok sampe segede pohon jambu samping rumah gue, gue gak
pernah denger curhatan lo kalau lo suka sama cowo, padahal banyak cowok suka sama lu"
tanya Mila yang sedang meminum kopi dihadapannya tanpa melihat Linda.

"Lebay lo!" Mila meringis kesakitan akibat cubitan dari Linda dibagian lengannya.

"Bukannya sok jual mahal, cuma gue belum nemuin cowok yang pas buat gue. Cowok yang
pernah suka sama gue yang waktu itu agresif banget. Risih gue jadinya. Saat itu juga gue mulai
selektif temenan sama cowok apalagi nyari pasangan," tambah Linda dengan jelas, Mila yang
mendengarnya hanya mangut mangut.

Kringgg

Seorang pria dengan berseragam sekolah masuk kedalam cafe, terlihat pria tersebut sedang
memesan minuman di kasir. Tanpa sengaja mata pria tersebut melihat Linda dan Mila yang
sedang fokus mengerjakan soal di pojok sudut ruangan. Merasa seperti diawasi, Mila
mengalihkan pandangannya kepada pria yang sedang melihat kearah mereka berdua.

"Lin, ada cowok yang ngeliatin kita terus noh, kayaknya satu sekolah deh sama kita, seragamnya
sama soalnya," setelah mendengar bisikan Mila, Linda mengarahkan pandangannya ke arah pria
yang Mila sebut tadi, secara tak langsung mereka berdua saling kontak mata dengan pria
tersebut.

Tak lama kemudian pria itu memalingkan wajahnya ke arah mbak kasir yang ada di depannya.
"Kira kira siapa itu Lin?"

"Gak tau, kayaknya kakak kelas deh. Soalnya di dasi ada garis strip dua."

"Hhmm, cakep juga ya Lind, hehe."

"Jaga lah mata jangan kau nodai."

"Kalian ngomongin gue?"

Tersentak mereka terkejut dengan kehadiran suara yang tak lain dan tak bukan adalah pria yang
tadi berada di kasir. Terlihat jelas nama di seragamnya, Rian Fadilah.
Dalam beberapa waktu terjadi momen awkward diantara mereka, hingga Rian melihat lembaran
kertas di meja dimana tempat Linda dan Mila minum. Terlihat jelas senyuman Rian seraya
mengambil soal di meja.

"Kalian kena hukuman ya?" tanya Rian sambil menujukan kertas yang sedang dipegang.

"I..i..iya kak, tadi kena hukuman sama ka.."

"Ka Fernand?"potong Rian sambil tersenyum nyinyir, Linda dan Mila hanya menangguk dan
menelan ludah masing masing, beberapa waktu mereka saling tatap menatap dengan gugup.

"Kurang kerjaan tuh bocah ngasih anak orang tugas kayak gini,"
kata Rian lalu menaruh kembali soal ke meja. Kemudian Rian mengambil handphone di saku
celananya lalu sibuk menggunakan handphonenya seperti sedang mengetik pesan kepada
seseorang.

"Kalian udah dapat berapa soal?" tanya Rian.

"Belum sama sekali kak," jawab Linda dan Mila dengan serempak. Rian hanya menggaruk
lehernya yang tak gatal dan kemudian mengambil kursi di sebelahnya dan duduk diantara mereka
berdua.

Tidak ada perbincangan diantara mereka, Rian terus sibuk dengan handphone-nya sambil
meminum kopi yang ia pesan tadi. Sekilas Linda melirik Mila yang kini sedang tersenyum senyum
sendiri sambil menatap Rian yang sedang duduk disampingnya.

"Kalian gak perlu ngerjain soal itu, saya sudah beritahu Fernand buat cabut hukuman kalian."kata
Rian dan diikuti senyuman dan wajah lega oleh Linda dan Mila.

"Makasih ya kak!, Ehmm.. ngomong-ngomong kenalin nama saya Mila kak! Ini peliharaan saya,
panggil aja Linda, nanti juga nengok" Kata Mila dengam ceplas ceplos, Linda yang mendengarnya
menatap Mila dengan geram dan penuh kekesalan.
"Iya kenalin juga nama saya Rian. Yaudah saya pergi dulu ya. Sampai jumpa besok di sekolah."

Linda dan Mila mengangguk dan tersenyum mengiringi kepergian Rian keluar cafe.

"Lin, pegang dada gua Lin, Jantung gue mau keluar. Ya Allah, nikmat Tuhanmu yang manakah
yang kamu dustakan?" Linda hanya menggelengkan kepalanya dan menarik tangannya kembali.
Kemudian membereskan alat tulis yang ada di meja. Dan Mila masih dalam kondisi yang sama,
entah kenapa senyuman Mila tak terlepas dari bibirnya.

Brak!

Dengan kasar Linda melempar tas Mila ke arah wajah Mila yang tengah tersenyum tidak jelas.

"lu mau pulang atau gua tinggal disini?"

Mila hanya mendengus kesal dan mengambil tasnya lalu menghabiskan sisa kopi yang ada di
meja.

*****

Hari ini adalah hari ke dua masa orientasi siswa di sekolah Linda. Sebelum berangkat, Linda
memastikan barang barang yang diminta untuk dibawa kemarin agar tidak ada yang ketinggalan.
Yang pasti Linda tidak ingin mendapatkan hukuman menjawab soal olimpiade yang membuat
kepalanya pening, ya walaupun kemarin dibatalkan oleh Rian, yang merupakan pengurus OSIS
pula di SMA nya.

Setelah selesai merapihkan barang bawaannya, Linda turun kebawah untuk bersiap sarapan pagi.
Dirumah Linda hanya tinggal oleh Reza Kakaknya, dan Dian mamanya.
Ayahnya sudah meninggal sejak Linda masih berumur 2 tahun karena kecelakaan kerja di sebuah
proyek pembangunan gedung. Namun mereka masih bisa hidup berkecukupan dengan adanya
Reza yang sudah mulai bekerja di sebuah perusahaan ternama.

"Lin, lu mau sekolah apa mau piknik? Banyak amat bawaan lu sampe tas lu jadi bulet kayak gitu."
ledek Reza sambil menyantap makanannya. Tak menggubris ucapan Reza, Linda kemudian duduk
disamping Reza, lalu mengambil beberapa makanan di mejanya.

Tak lama kemudian datang Mama Dian dengam membawakan dua gelas susu untuk kedua
anaknya.

"Linda, nanti Mama pulang agak malam karena ada acara sama teman mama, dan Reza juga
lembur, kamu dirumah aja ya, jangan ke mana mana." Linda hanya mengangguk mendengar
ucapan mama nya.
"Lin, hati hati ya selama orientasi," kata Reza sambil terus menyantap makanannya tanpa melihat
Linda disampingnya.

"Emang kenapa? Sans kali, gue juga bisa jaga diri sama cowok modus,"ucap Linda sambil
mengambil susu disampingnya.

"Ya gue sebagai kakak yang baik hanya memperingatkan hehe,"  Setelah mereka selesai sarapan ,
mereka pamit dengan mama dan bersiap untuk berangkat.

*****

Sesampai Linda disekolah, ia sudah disambut oleh Mila yang kebetulan juga sampai di sekolah.

"Lindaaa Gua sangat teledor Ya Tuhaann kenapa hamba terlalu pelupa seperti ini," teriak Mila
sambil berlari menghampiri Linda yang tengah berjalan menuju kelas.

"Lin.. Hadu. Gawat... Mati dahh..." Linda terlihat bingung melihat tingkah Mila yang sudah panik
di pagi hari ini. Tak jarang Mila memukul tas nya dengan keras sampai sedikit terjungkal.

"Lo kenapa si Mill? Apanya yang gawat? Apanya yang mati?." tanya Linda sambil menenangkan
Mila yang sedang mengatur nafasnya.

"Gue lupa bawa kacang ijo Lin.. Ya Tuhan.. Kena soal matematika lagi deh gua.." Linda menepuk
jidatnya dengan pelan kemudian mengeluarkan kacang hijau didalam tasnya.

"Nih kacang ijo gua masih ada 2 bungkus, lu mau ambil kaga?"dengan cepat Mila mengambil satu
bungkus kacang hijau darintangan Linda.

"Ya ampun... Maakasih ya Lindaku sayanggg... Gak jadi ngerjain soal matematika lagi deh
gue."Mila memeluk linda dengan erat hingga Linda sedikit sesak nafas.

"Yehh.. Kemarin aja gua yang nyari rumus ya! untung ada Kak Rian yang batalin tugas itu."

Mila hanya tersenyum seraya tertawa kecil. Kemudian mereka melanjutkan langkah ke kelas.
Selama perjalanan ke kelas, mereka tertawa dengan girangnya, entah menceritakan kakak senior
ataupun hal hal kecil yang receh bagi mereka.

Brukk

Ketika sedang asyiknya mereka tertawa, tiba tiba ada seorang pria yang menabrak mereka
berdua.Yang pasti pria itu masih seangkatan dengan Linda dan Mila.

"Woy kalo jalan pake mata! Punya mata gak lo?!" seru Linda kepada seorang pria di hadapannya.
Pria tersebut kemudian membalikan tubuhnya.
Pria itu memakai earphone dengan jaket levis di tubuhnya lalu mendekati mereka berdua. Ketika
pria itu sampai dihadapan Linda, pria itu melepaskan earphone dari telinganya.

"Tadi lo bilang apa?" tanya pria itu dengan dingin. Mendengar pertanyaan pria tersebut,
Kekesalan Linda semakin bertambah, terlihat dari kedua tangannya yang mulai mengepal.

"GUE BILANG, KALO JALAN PAKE MATA! PUNYA MATA GAK LO?!" Suara Linda semakin meninggi
didepan pria tersebut. pria itu kemudian tersenyum kecut kemudian memakai kembali earphone
miliknya.

"Lo kalo bercanda jangan ngalangin orang jalan, kayak sekolah punya nenek moyang lo aja!"
kemudian pria itu berbalik badan dan pergi meninggalkan mereka berdua.

"Tenang Lin, mendingan kita masuk kelas aja, udah mau bel." kata Mila sambil menepuk Linda
dengan pelan.

Kemudian mereka masuk kelas dengan puluhan siswa yang menatap mereka berdua.

"Bima, gue tandai lo." gumam Linda.

BAB 2 : Diary Linda

"Kamu, adalah kekesalan yang aku sesali, karena saat ini kamu lah yang meredam kekesalan
itu"

*****

Linda dan Mila kini sudah memasuki ruang kelas. Di sekolah 'Karya Bakti' ini, mereka memilih
jurusan MIPA. Sebenarnya Mila tidak minat dengan pelajaran di jurusan MIPA, dia terlalu mual
dengan namanya hitung hitungan. Namun ini semua karena sahabatnya, dia tak ingin jauh jauh
dari sahabatnya itu.

Awalnya Linda menyarankan agar Mila lebih memilih jurusan IPS saja, karena dikhawatirkan tidak
bisa mengikuti pelajaran. Namun Mila tetap dengan pendiriannya, dan berkata jika dia bisa
mengikuti pelajaran dan tentu saja bisa meminta pertolongan kepada Linda untuk membantu
dalam pelajarannya ketika mengalami kesulitan nanti.

Mereka mendapatkan kelas 10 MIPA A. kelas yang paling pojok dan dekat dengan kantin. ada sisi
positif dan negatifnya. Positifnya kalian bisa tebak, Yap! cabut ke kantin kalau ada jam kosong!
namun negatifnya, kelas ini jauh dari toilet yang letaknya berada di sebrang kelas. Tentu ini
menjadi kesulitan tersendiri jika panggilan alam sudah menuntut untuk minta dikeluarkan.

Suasana di kelas ini masih cukup kondusif, hanya ada beberapa siswa yang berbincang, mungkin
karena anak itu pernah satu SMP sebelumnya. Linda dan Mila lebih memilih duduk di barisan
pertama paling pojok kanan.

Menurut mereka, itu adalah tempat strategis untuk menangkap pelajaran, namun tempat
kesialan untuk menangkap jawaban. Hehe.
Lalu mereka menaruh tas dan duduk dibangku masing masing. Linda yang saat itu masih
dirundungi kekesalan karena kejadian tadi pagi dengan seorang pria, masih memasang wajah
datar. Saat ia duduk pun, tangan dia lebih memangku ke dagunya.

"Selamat Pagi!"

Serentak siswa di kelas mengalihkan perhatiannya ke arah sumber suara. Lalu dengan kompak
siswa di kelas menjawab salam kakak tersebut. Kecuali Linda, ia masih terpaku dengan tatapan
kosong ke papan tulis dengan tangan yang masih menahan dagu. Mila yang menyadari itu
langsung menyenggol Linda.

"Lind... Sstt... Woi sadar.. Ada Kak Rian." tak lama kemudian Linda sadar akan lamunannya, lalu
mengalihkan perhatiannya kepada seorang pria dengan ber-almet OSIS yang tengah berdiri di
depan kelas.

"Nanti tepat jam 7, kalian baris di lapangan serta membawa barang bawaan kalian masing
masing. Jangan ada yang ketinggalan! Atau kalian akan tau akibatnya,"

Terlihat Rian sedikit melirik ke arah Linda dan Mila. Setelah itu ia tersenyum kecut lalu keluar dari
kelas tersebut.

"Lo ngerasa gak sih Mil, kalo dia nyindir kita?" tidak ada jawaban dari Mila.

Linda melirik Mila, ternyata sahabat nya ini tengah tersenyum sambil memegang kedua pipinya
sendiri.
"Heh! Es Kepal Milo! Kumat deh penyakit lu." ledek Linda sambil sedikit menoyor kepala Mila
dengan pelan. Mila yang mendapat perlakuan seperti langsung memajukan bibir nya sambil
mencubit lengan Linda.

"Sepertinya, gue sudah menemukan pangeran yang akan memakaikan cincin ke jari manis gue
deh Lin,"
Kini Mila benar benar sudah diluar kesadarannya, ia terus tersenyum lebar sambil memegang jari
manisnya sendiri.

"Bukan jari manis Mil, tapi Jari tengah!"Linda kemudian tertawa setelah melontarkan kalimatnya,
Mila yang mendengar kembali memasang wajah cemberut. Dengan cepat Mila menginjak kaki
Linda dengan kencang sampai Linda meringis kesakitan.

****

"UNTUK PESERTA ORIENTASI, HARAP BARIS SESUAI KELASNYA!"kata seorang pria yang berdiri
diatas meja dan menggunakan pengeras suara yang ada di tangannya, pria itu adalah Rian. Tanpa
membuang waktu lama semua peserta orientasi berbaris dengan rapih. Setelah itu mereka diberi
intruksi tentang kegiatan pada hari ini.

Untungnya hari ini para peserta orientasi hanya diberi satu tugas, tugas yang sudah pasti pernah
dirasakan oleh kalian semua, mendapatkan tanda tangan pengurus OSIS. Sambil membawa
barang di tas mereka masing, mereka berpencar untuk mendapatkan tanda tangan pengurus
OSIS.

"Eh Lind.. Hmm.. Gue mau kesana dulu ya.. Mau minta tanda tangan," Linda yang sedang
memperbaiki posisi tas nya hanya berdehem sebagai tanda mengiyakan permintaan Mila.

Setelah itu Mila pergi ke arah depan uks yang barusan ia tunjuk. Kini Mila sendirian di tengah
lapangan yang banyak sekali siswa-siswi yang bertebaran dimana mana.

Jujur ia sangat malas untuk mengerjakan tugas ini, menurutnya tugas yang diberikan ini tidak
memiliki edukasinya sama sekali.  Namun mau tak mau Linda harus melakukannya, ia ingat
dengan hukuman kemarin. Ia tidak ingin mengerjakan soal olimpiade matematika yang sulit itu.

Kemudian, Linda melangkahkan kakinya ke arah sebuah pohon yang rindang di tepi lapangan.
Linda memilih ke sana karena siswa disana terbilang masih cukup sedikit, jadi Linda tidak perlu
berdesak desakan dengan siswa lain. Sesampainya disana, ia melihat seorang perempuan dengan
rambut yang tergerai, perempuan itu sedang menghakimi siswa yang meminta tanda tangan,
alasannya karena ada barang bawaannya yang salah.

"Kamu salah bawa barang! Harusnya yang kamu bawa itu salak! Bukan durian! Kamu mau belah
duren di sekolah?! Macem-macem aja kamu!lari kamu muterin lapangan sepuluh kali!"
Kata Perempuan tersebut kepada seorang siswa laki laki berkacamata bulat yang ada
dihadapannya sambil menunjuk ke arah matanya. Wajah siswa itu tiba tiba pucat dan sedikit
berkeringat, lalu ia mengangguk dan menuju lapangan untuk berlari memutarinya.

"Heh! Kamu yang cewek, hmm Kamu Linda sini!" Linda kemudian melangkah menuju ke hadapan
perempuan tersebut. Sekilas Linda melihat nama yang ada di almetnya, Citra.

"Taro tas kamu ke bawah, tunjukin barang kamu ke saya!" kata Citra dengan nada yang agak
tinggi, Linda yang mendengarnya sedikit berdecak kecil, kemudian ia menunjukan barang-barang
nya yang ada di tas. Selama Linda menunjukan barangnya, tidak ada teguran atau kesalahan apa
saja yang ia bawa. Setelah selesai, Linda kembali berdiri ke hadapan Kak Citra

"Hmm oke, bagus, tapi saya mau minta satu hal ke kamu sebelum saya kasih tanda tangan saya ke
kamu," Linda menghembuskan nafas beratnya ketika mendengar perkataan Kak citra. Bukankah
kesepakatannya setelah menunjukan barang dengan benar tidak ada permintaan apapun lagi?

"Saya mau, kamu hitungin kacang hijau kamu di tengah lapangan."

Linda yang mendengar hal tersebut seketika terkejut lalu menaikan sebelah alis mata nya, Kak
Citra yang menyadari jika Linda bersikap seolah olah tidak setuju dengan permintaan hal itu, ia
langsung melipatkan kedua tangannya di dada dan wajahnya mendekat ke wajah Linda.

"Kenapa? Kamu gak mau? Kesal? Marah? Cckk, kamu lari sana muterin lapangan sepuluh kali!"
Linda semakin naik darah. Kemudian Linda menaruh tas nya ke bawah dan membalas tatapan
tajam dari Kak Citra

"Maaf Kak, bukan bermaksud melunjak, tapi bukankah kesepakatannya jika saya bawa semua
barang dengan benar, saya bisa mendapatkan tanda tangannya? tolong kakak jangan
mempersulit dan mempermainkan kami sebagai ajang balas dendam kakak!"Linda masih
menatap tajam Kak Citra. Kak Citra yang kemudian tersenyum kecut.

"KAMU LARI ATAU SAYA HUKUM KAMU UNTUK KEDUA KALINYA!"

Kata seorang pria dengan nada tinggi yang tiba tiba berada di samping Kak Citra, pria itu Kak
Fernand, orang yang menghukum Linda kemarin karena melunjak dengannya.

Linda pun mengalah kemudian mengambil tasnya tersebut dan mengenakannya, lalu pergi
menjauh dari senior laknat itu menuju ke lapangan untuk menjalani hukuman dari Kak Citra.

Linda masih menatap tajam kedua senior itu sambil berjalan ke lapangan. Kak Citra yang melihat
Linda mulai berlari mengitari lapangan, tersenyum dengan penuh kemenangan. Citra melirik
Fernand yang sedang mengamati Linda berlari di lapangan.

"Kenapa lo ngeliatin dia? Udah pergi sana!" usir Citra sambil mendorong Fernand yang tengah
mengamati Linda. Asal kalian tahu, Citra dan Fernand adalah famous couple di sekolah ini. Citra
dengan fisik yang perfect disertai otak nya yang encer dan Fernand Wakil Ketua OSIS dengan
berwajah tampan dan berkarisma menjadikan mereka pasangan yang serasi. Tak lama ketika Citra
menyuruh pergi, Fernand melangkahkan kakinya dan menjauh dari Citra.

Disisi lain, Mila yang saat ini berada di depan uks masih bergelut dengan siswa-siswi lain untuk
mendapatkan tanda tangan dari salah satu seorang pengurus osis, lebih tepatnya Sang Ketua
OSIS di sekolah ini. Dengan kekuatan tangannya, Mila menggeser beberapa siswi yang ada
dihadapannya, tak jarang banyak siswi yang menatap sinis Mila yang dengan seenaknya
menggeser tubuh siswi lain.

Namun Mila tak menghiraukan itu, yang terpenting baginya, ia bisa mendapatkan tanda tangan
dari seorang yang ia dambakan akhir akhir ini, Rian. Setelah sekian lama Mila berdesak desakan
dengan siswa siswi lain, sampailah Mila dihadapan Rian.

"Hai kak!" sapa Mila ke Rian yang sedang sibuk menggoreskan penanya ke selembar kertas milik
siswa lain. Mila yang bingung mau melakukan apa menggaruk lehernya yang tak gatal.

"Kakak ingat saya kan? Saya Mila yang waktu di cafe itu," Lanjut Mila dengan tersenyum lebar ke
arah Rian.

"Tunjukin barang-barang kamu," Senyum Mila memudar karena perkataan Mila tadi tidak
digubris sama sekali oleh Rian. Lalu dengan tak bersemangat Mila menunjukan satu persatu
barang bawaannya.

"Woi Rian! Lo dipanggil Pak Budiman noh! Katanya lo belom ngumpulin berkas formulir olimpiade
buat minggu depan," teriak seseorang yang berada di tengah lapangan. Rian yang sedang
mengamati Mila yang sibuk mengeluarkan barang barangnya langsung mendongak kepalanya,
mencari orang yang memanggilnya.

"Iyaa! Gue ke ruang guru sekarang!" Tannpa memberi kabar kepada Mila, Rian langsung bergegas
pergi meninggalkan Mila dan kerumunan yang ada di sekitarnya.

Mila masih sibuk mengeluarkan barang bawaannya dari tas sambil menyebut satu satu barang
yanh ia keluarkan. Mila menunjukan barang dengan teliti sampai-sampai tidak menyadari
kepergian Rian.

"Pisang ambon, Salak, Jambu Samping Rumah, Sudah selesai Kak Ri..." Mila terdiam sejenak
ketika ia melihat disekitarnya sudah tidak ada siapapun, hanya dirinya dengan barang bawaannya
yang sedikit berserakan di lantai. Mila sungguh kesal dan memasang wajah cemberut dengan
memajukan bibirnya.

"KAK RIAANN!! KAKAK JAHAD SAMA MILA!!"

*****
Kini Linda memutuskan untuk beristirahat di kantin, membeli minuman dingin untuk melepaskan
dahaga yang sudah melekat di tenggorokannya sejak ia lari mengitari lapangan. Linda duduk di
kursi panjang yang menghadap ke sebuah pohon tunggal yang besar. Letak pohon ini sangat
indah, karena disekitar pohon tergelar rumput-rumput hjau segar, jarang sekali ada kantin
dengan lingkungan yang sebagus ini.

Linda memegang lembaran kertas kosong di tangannya. Ia menghembus nafas nya dengan berat,
belum ada satupun tanda tangan yang ia dapat. Ia tidak punya kenalan senior disekolah ini
dibanding saat SMP. Jadi ia tidak bisa 'kong kali kong' oleh senior siapapun.

"Lo belom dapet tanda tangannya?" Linda menolehkan pandangannya ke arah seorang pria yang
sedang minum es jeruk yang ada ditangannya. Ia berada tak jauh dari pohon besar itu. Dengan
earphone yang selalu menempel di telinganya dan buku di tangannya, entah apa yang ia baca.

Seketika Linda teringat tentang kejadian tadi pagi, kekesalan ia mulai muncul kembali, terlihat
dengan cara Linda menyedot es susu nya yang sangat cepat bagai jetpam.

"Gue ngomong sama manusia apa tembok?" Telinga Linda memanas dengan ucapan Bima, Yap
Pria itu Bima. Linda menatap tajam Bima yang sedang santai membaca buku nya tanpa ada salah
sedikitpun olehnya

"Lo ada masalah apa si sama gua?!" Bima sedikit terkekeh mendengar pertanyaan Linda. Lalu ia
melepas earphone yang menempel di telinganya.

"Gue gaada masalah sama lo," kata Bima yang masih santai membalikan tiap halaman yang ia
baca dibukunya.

"Cuma lo tuh nyolot duluan, gua gak suka, ya gue balik lagi nyolotin lo," Lanjut Bima sambil
menutup bukunya. Sejenak Bima melihat Linda yang sedari tadi menatap tajam dirinya.
Kemudian berjalan mendekati Linda.

Linda yang melihat Bima mendekati dirinya, agak menjauh dari tempat duduk awalnya. Entah apa
yang terjadi di dirinya, ia melakukan itu agar menjauh dari Bima atau malah mempersilahkan
Bima untuk duduk disampingnya?

"Makannya, kalau senior minta sesuatu, turutin aja, Linda!" kata Bima yang berjalan melewati
Linda, dan sekarang Bima berada di depan kedai Mbak Dini untuk membeli gorengan. Linda
sedikit terkejut dengan apa yang diucapkan Bima tadi, bagaimana ia tau kalau Linda dihukum,
terlebih lagi bagaimana ia tahu nama Linda?

"Lo tau nama gue dari mana? Oohh.., gua tau jangan jangan lo secret admirer ya?! Diem diem lu
merhatiin gua? Dasar cowok, paham banget gue cowok modelan kayak lo!"kata Linda dengan
ketus sambil menatap sinis Bima yang sedang membayar jajanannya. Bima tak mengubris apa
yang dikatakan Linda. Setelah membayar jajanannya, lalu Bima mendekati Linda. Kini Bima ada
disamping Linda yang sedang duduk di kursi panjang kantin.

Brukk!

Bima melempar buku yang sedari tadi ia baca ke arah tubuh Linda. Ia sangat terkejut melihat
buku yang Bima baca adalah buku diary nya ia sendiri. Dengan penuh kemarahan Linda berdiri
dan menghadap ke Bima.

"Kok buku diary gue bisa ada di lo?" tanya Linda dengan tenang, ia mencoba untuk memendam
amarahnya. Ia sudah lelah mengeluarkan energi untuk meledakan amarahnya.

"Buku lo jatoh pas lo bercanda sama temen gaje lo tadi,"Jawab Bima dengan santai.

"Terus, Lo gak ada niatan buat balikin buku ini ke gue? DAN LO DENGAN TANPA BERSALAHNYA
BACA BUKU DIARY GUE?! MIKIR!" Yap, Linda tidak bisa lagi menahan amarahnya. Karena pria
yang ada di hadapannya ini sudah membuat dia muak dengan perilakunya. Dengan tanpa rasa
bersalahnya Bima membaca buku yang penuh dengan rahasia Linda.

"Ya habisnya lo udah bikin gue kesal duluan. Gue lagi buru buru buat ke kelas. Dan lo dengan
seenaknya bercanda di tengah jalan. Buku lo jatoh pun lo gak sadar. Ya itu cara gue buat
ngelampiasin kekesalan gue." Penjelasan Bima tadi semakin membuat Linda kesal dan naik pitam.

Dengan cepat Linda mengambil tas nya dan pergi disertai sedikit mendorong lengan Bima dengan
kuat, hingg tubuh Bima sedikit mundur ke belakang, lalu Bim menatap kepergian Linda dari
kantin.

"Cewek aneh!"
BAB 3 : BATIN

"Kamu itu memang mengesalkan, tapi bikin aku penasaran"

*****

Linda berjalan di lorong dengan langkah gontai, jujur, hari ini sangat melelahkan baginya, berawal
membawa barang yang sangat banyak ditasnya, mencari tanda tangan, dihukum lari memutar
lapangan, hingga bertemu Bima yang menambah kelelahan batinnya.

Kini ia berjalan untuk menghampiri Citra dan meminta tanda tangannya setelah Linda menjalani
apa yang sudah Citra minta. Dalam keadaan pikiran yang sedang kusut, justru membuat Linda
tidak fokus ketika berjalan dan selalu membenarkan posisi tas nya yang sering berpindah posisi
dari bahunya.

Bruukkk

Tanpa sengaja, Linda menabrak dua orang pria yang sedang berbincang. Tas nya yang hampir saja
jatuh, dengan malas Linda menarik kembali dan membenarkan tas nya.

"Hhmm, maaf, gue gak lihat, lagi gak fokus jalan, permisi," Kata Linda kepada dua orang pria
tersebut lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Kedua pria itu mengangguk dan menatap kepergian Linda dengan tatapan aneh sekaligus
bertanya tanya, siapakah perempuan barusan yang menabraknya?

"Siapa tuh Jan? kecapean banget kelihatannya," tanya pria dengan postur tubuh yang cukup
tinggi dan memakai tas yang sama banyaknya seperti peserta lainnya.

Pria itu bertanya kepada teman disampingnya yang bernama Fauzan. Fauzan hanya menaikkan
kedua bahunya memberikan sebuah jawaban bahwa ia tidak kenal dengan perempuan yang
menabrak mereka tadi. kemudian pria itu kembali fokus dengan handphone-nya

"Nih anak kemana dah, gua chat berkali kali enggak di baca nih, Rend." Ujar Fauzan kepada pria
itu, yap! Dia adalah Rendi. Sebenarnya sejak dari tadi mereka sedang mencari satu temannya
yang pergi entah kemana.

"Gue telpon deh, minta nomornya," kata Rendi sambil mengeluarkan handphone dari saku
celananya. Kemudian Fauzan menyebut nomornya ke Rendi. Rendi mendekatkan handphone ke
telinganya, dan menunggu jawaban dari teman yang ia telpon itu.

"Woi! Lo kemana aja? Gue sama Ojan nyariin lo!

"....."

"Lo di kantin? Ngapain?"

"....."

" Ya kali aja lu ke kantin cuma mau deketin Mbak Dini doang,"

"....."

"Oke gue sama Ojan ke sana, Bim."

*****

Kini Linda telah kembali di area lapangan, terlihat masih banyak siswa-siswi yang berkeliaran
dimana-mana untuk mendapatkan tanda tangan pengurus osis. Linda mengedarkan
pandangannya, mencari Kak Citra untuk meminta tanda tangannya.

Namun bukan sosok Kak Citra yang ia dapatkan, melainkan Mila yang tengah duduk di lantai
depan uks sambil memeluk ke dua kakinya dengan wajah yang sedikit menyedihkan.

Dengan langkah gontai. Linda mendekati sahabatnya itu. Mila yang menyadari kedatangan Linda
dari kejauhan, langsung melambaikan tangannya ke arah Linda.

"Lo ngapain disini Mil? Mana lesehan lagi di bawah. Kalau mau ngemis jangan disini! gak bakal
ada yang ngasih recehan," Ucap Linda sambil berjalan mendekati Mila

"Ihh apaan sih Lin, Gue lagi sedih bercampur kesal tauu." kata Mila sambil mengelap keringat
yang ada di pipinya. Kemudian Linda duduk disamping Mila yang tengah memajukan bibirnya itu.

"Jadi, Lo udah dapet tanda tangannya? emang tadi ada siapa disini?" tanya Linda yang sedang
melepaskan tas dari bahunya.

"Tadi di depan uks ada Kak Rian, awalnya gue mau minta tanda tangan ke dia Lin, tapi Kak Rian
malah ninggalin gue," kata Mila dengan jelas. Linda yang mendengar hal tersebut tertawa sampai
siswa siswi yang lalu lalang di depannya seketika memandang aneh ke arah Linda.

"Ih kok lu malah ketawa. Ihh Mila kesel deh." rengek Mila sambil mencubit lengan Linda hingga
Linda sedikit meringis atas perlakuan dari Mila tesebut.

"Gak cuma lu doang kali. Gua juga minta tanda tangan ke pengurus osis namanya Kak Citra.
Bukannya dikasih tanda tangan, malah disuruh lari muterin lapangan. Kan biadab!"

Tak lama kemudian terdengar suara tertawa dari Mila yang lebih kencang dari Linda tadi, hingga
siswa siswi yang lalu lalang kembali menatap aneh mereka berdua. Bahkan Pak Slamet yang
sedang menyapu di tepi lapangan dekat mereka, langsung berhenti dari kegiatan menyapunya
dan menatap Mila dengan mulut sedikit terbuka.

"Lo kalo ketawa bisa di kontrol gak sih? Malu maluin aja," kemudian Linda menampar pipi mulus
Mila dengan pelan. Linda hanya tersenyum kecil dan sedikit terkekeh.

Tak lama kemudian Rian datang dari kejauhan. Sontak senyum Mila kembali mengembang bebas
mengikuti kedatangan Rian. Linda yang melihat perubahan sikap dari sahabatnya itu menatap
Mila dengan tatapan bingung. Dengan mudahnya ekspresi dan sikap Mila berubah ketika orang
yang ia sukai datang di hadapannya.

"Hmm Mila ya? Maaf, tadi saya harus ke ruang guru, ada urusan. Sini kertas kamu," Dengan
girangnya, Mila memberikan kertas tersebut kepada Rian.

Rian menatap Mila dengan bingung ketika ia mencoba mengambil kertas nya dari Mila. Karena
saat itu Mila tidak melepaskan kertas tersebut dari tangannya, terjadi tarik menarik kertas antara
Mila dan Rian. Linda yang melihat tingkah Mila hanya menggaruk kepala nya yang sebenarnya tak
gatal, ia hanya heran dengan Mila yang sering bersikap aneh oleh orang yang disukainya

"Hmm Mila, bisa lepasin kertas nya? Gimana saya mau ngasih tanda tangan kalau kertas nya
kamu tarik terus,"

Tak lama kemudian Mila melepaskan kertas tersebut dari tangannya, terlihat jelas rona merah
yang bersemburat di kedua pipinya. Rian pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin dalam
benaknya baru kali ini dia bertemu dengan adik kelas yang super aneh.

Setelah Rian memberikan tanda tangannya, ia menyerahkan kertas tersebut ke Mila. Tak lupa
Rian juga memberikan tanda tangannya ke Linda, walaupun sebenarnya Linda tak meminta hal itu
ke Rian.

"Sudah ya, selamat mencari tanda tangan pengurus yang lainnya!" ucap Rian dengan memberi
senyuman baiknya ke Linda dan Mila lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Mila masih terpaku
dan terlamun akan kejadian tadi. Seakan akan ia salah tingkah ketika adegan tarik menarik dan
senyuman yang diberikan oleh Rian.

"Kkkyyaaaaa!!!!! AKHIRNYAAA!!! JODOHKU SEMAKIN TERLIHAT JELAS!!!" Mila berteriak dengan


kencangnya hingga lagi-lagi membuat siswa siswi yang lalu lalang menatap aneh ke arah Mila,
dan tak lupa Pak Slamet yang sedang menyapu terlihat merasa bingung melihat tingkah Mila yang
semakin menjadi.

"Tenggorokan lu lama lama gue kasih biji salak ya! Bisa gak sih gausah teriak teriak kayak gitu?
Bikin malu aja lu Milo!" Mila yang melihat Linda menatapnya dengan tajam sedikit bergidik ngeri,
lalu Mila tersenyum kecil dan memberikan kode dengan dua jari bertanda 'peace'

*****

Saat ini Bima masih berada di kantin, bersama dengan kedua temannya Rendi dan Fauzan.
Mereka berdua tengah sibuk menyantap gorengan Mbak Dini yang konon katanya sangat enak di
kantin sekolah ini.

"Eh Rend, gue baru inget, cewek yang tadi nabrak kita itu cewek yang dihukum sama Kak Citra
tadi di lapangan. Kayaknya sih gara gara dia ngelunjak sama Kak Citra." ujar Fauzan sambil
mengunyah bakwan yang masih penuh didalam mulutnya.

"Hah? Seriusan? Tau dari mana lo? berani juga dia nyari gara gara sama 'Mak Lampir'." Ucap
Rendi memastikan apa benar yang diucapkan Fauzan tadi. Sebetulnya memang Kak Citra adalah
senior yang sudah famous di sekolah ini sejak orientasi pertama kemarin.

Ia dikenal sebagai sosok senior yang jutek, galak dan kadang suka semaunya sendiri ketika
berurusan dengan siswa yang levelnya ada dibawahnya

"Kebetulan pas cewek itu dimarahin, gue lagi minta tanda tangan yang gak jauh dari tempat Kak
Citra. Dan lu tau kan suara Kak Citra itu kayak gimana?"

"Menggelegar!"

Sambung Rendi dan Fauzan secara bersamaan. Bima yang saat itu sedang sibuk dengan
makanannya, tampak tidak peduli dengan apa yang kedua temannya itu lakukan

"Siapa ya tuh cewek? jarang jarang ada orang yang berani berurusan sama Kak Citra," tanya
Fauzan seraya melirik ke arah Rendi dan Bima. Rendi yang memang tidak tahu hanya mengangkat
kedua bahunya.

"Linda,"

Jawab Bima dengan jelas, singkat dan padat. Rendi dan Fauzan menatap Bima dengan seksama.
Mereka tidak menyangka ternyata Bima tahu orang tersebut.

"Hah? Lo kenal Bim?" tanya Rendi yang kembali mengigit tempe goreng yang ada ditangannya

"Hmm." Rendi hanya mangut mangut. Sebaliknya Fauzan masih penasaran dengan Bima.
Semenjak Fauzan kenal Bima sejak SMP, jarang sekali Bima mau mengenal dengan perempuan,
jangankan mengenal, untuk mengetahui namanya saja ia enggan.

"Kok lu bisa kenal sama dia? tahu dari mana?" tanya Fauzan dengan serius.

"Ya bisa aja." jawab Bima dengan singkat, seakan akan Bima malas untuk menceritakan kembali
apa yang terjadi dengan Linda tadi.

"Serius anjay! Ini momen langka! untuk pertama kali nya dalam sejarah kehidupan Bima, lu bisa
mengingat nama seorang cewek dengan baik. Ternyata memori lu masih berfungsi Bim,"
Ucap Fauzan sambil menepuk pundak Bima secara berkali kali. Bima tak mengubris hal itu. Ia
terus sibuk dengan makanannya sendiri, walaupun sejujurnya ia sedikit risih dengan pernyataan
Fauzan tadi.

Ya memang benar, Bima sejak SMP jarang sekali dekat dengan seorang perempuan, bahkan
teman perempuan satu kelasnya sendiri. Hingga ketika ia berkomunikasi dengan teman
perempuan di kelasnya, ia lebih memilih memanggil orang tersebut dengan sapaan 'Eh', 'mbak'
dan sebagainya. Jarang sekali ia memanggil nama.

Dia merasa seperti tidak ada keinginan untuk mendekati perempuan. Dia beralasan tidak ada
satupun perempuan yang dapat menarik hatinya selama ini. Selain itu ia beralibi ingin fokus
kepada sekolahnya sekarang. Memang, Bima adalah jenis pria berotak encer, buktinya ia selalu
mendapatkan 3 besar di kelasnya selama 3 tahun berturut turut saat SMP.

*****

Kegiatan orientasi siswa telah berakhir, dan besok sudah dimulai pelajaran pertama untuk siswa
kelas 10. Ada rasa senang bercampur sedih, senang jika masa orientasi yang memberatkam telah
usai, namun disusul rasa sedih karena pelajaran baru akan dimulai. Artinya mereka akan menelan
kembali
pelajaran-pelajaran di sekolah.

Linda dan Mila berjalan bersama ke depan gerbang sekolah. Kebetulan karena Mama Linda dan
Kakaknya sedang tidak ada dirumah, ia lebih memilih memesan ojek online, awalnya ia ingin
mengajak Mila untuk menginap di rumahnya, namun karena melihat kondisi Mila yang sudah
kelelahan, kelelahan membucin lebih tepatnya, ia mengurungkan niat tersebut.

Heheh bercanda, Linda hanya tak ingin Mila lebih lelah lagi jika ia menginap dirumahnya, karena
jarak sekolah ke rumah Linda cukup jauh ditambah lagi jalan rumah Linda dan Mila yang
berlawanan arah.

"Eh Mil, lo inget kan sama cowok yang nabrak kita berdua tadi pagi?" tanya Linda ke Mila yang
sedang sibuk meminum es teh dari kantin. Mila mengangguk tanpa melepas sedotan dari
mulutnya.

"Dia Bima, dan dia baca buku diary gue yang jatuh pas kita lagi bercanda di depan pintu kelas,"
kata Linda sambil mengingat pertengkaran ia dengan Bima di kantin

"Hah?! Serius lo Lin? Wah ajar kurang tuh anak!" Linda hanya tertawa sedikit mendengar reaksi
Mila yang selalu membuat mood Linda naik.

"Terus lu gimana sama Bima? Lu habisin dia gak? Atau lu diemin dulu, angkat , lalu tiriskan?" Kata
Mila sambil menggerakan tangannya bak seorang chef yang sedang memasak.

"Ya gua marah-marah, tapi gak sampe ngehabisin dia, ya kali anak baru disini udah bikin ulah aja,"

TIIIINNNNN TIIINNNN!!!

Linda dan Mila terkejut dengan suara klakson yang bersumber dari kendaraan bermotor yang ada
di belakangnya, dengan refleks mereka berdua menoleh ke belakang lalu menepi ke pinggir jalan.
Dan untuk sekian kali nya tensi darah Linda kembali naik, kedua tangan Mila mengepal dengan
kencang. Pria itu selalu saja bikin Linda bisa darah tinggi.

"Minggir woi! Gak dimana mana ngalangin jalan aja!"

Teriak Bima dibalik helmnya yang kacanya terbuka, kemudian ia melaju melewati Linda dan Mila
diikuti temannya Rendi dan Fauzan yang berboncengan. Fauzan sebagai yang menyetir motor
tersebut, lalu berhenti di hadapan Linda, kemudian membuka helmnya.

"Ohh, lo Linda ya kenalin gue Fauzan, belakang gue Rendi, maafin Bima ya, dia emang gitu
orangnya. Bikin naik darah, gua aja yang awalnya darah rendah langsung sembuh semenjak kenal
sama Bima. Hehe" Linda hanya tersenyum kecut mendengar penjelasan Fauzan.

Tak lama kemudian Fauzan pergi meninggalkan Linda dan Mila.

"Lin gue duluan ya! Nyokap gue udah dateng," Linda mengangguk dan tersenyum sambil
memeluk Mila, Mama Mila yang menyetir mobil terlihat melambaikan tangan ke arah Linda,
Linda pun membalasnya. Kemudian mobil Mila melesat pergi dari hadapannya.
Linda yang sedang menunggu ojek online, memutuskan untuk menunggu di halte dekat
sekolahnya. Sambil menunggu, ia memilih untuk membuka instagram nya. Tak lama ia
menunggu , datang ojek online yang sudah ia pesan sebelumnya.

"Dek Linda ya?" tanya driver ojek online tersebut sambil menyerahkan helmnya ke Linda.

"Iya mas."
BAB 4 : Kenapa Bebek Kakinya Dua?

"Diam-diam mencari tahu, diam-diam menanam suka. Jadi hati hati dengan diam-diam"

*****

Bima memakirkan motor di perkarangan rumahnya. Rumah Bima tidak terlalu besar dan tidak
terlalu kecil, namun mampu menjadi tempat keluarga Sanjaya berteduh di segala kehidupannya.
Bima melangkah ke arah pintu sambil melepaskan helmnya.

"Udah pulang lo? gak salim dulu sama gue?" ucap seorang perempuan berkerudung hijau yang
sedang mennyiram tanaman disekitar rumah, Rina kakak kandung Bima

"Hah? Sejak kapan lo mau gue salimin? Lebaran tahun kemarin aja tangan lu langsung dicuci air
tanah tujuh kali habis gue salim ke lu," kata Bima sambil memperhatikan Rina yang sedang sibuk
menyiram tanaman

"Yaudah mumpung gue lagi megang air nih, jadi gue gak perlu nyari air lagi pas lu salim sama
gue,"

Bima menatap sinis kakaknya itu, memang Rina memiliki sikap yang blak-blakan, namun
sebenarnya ia sayang dengan keluarganya.

"Papa mana? Tumben belum pulang," Tanya Bima sambil merebahkan tubuhnya di bale dekat
perkarangan rumahnya. Kebetulan memang halaman rumah ini lumayan luas untuk rumah yang
tidam terlalu besar, hingga dibuatlah bale untuk memberi kesan ramai di perkarangan rumah

"Gak tau," Bima hanya mangut mangut, lalu mengambil handphone nya yang ada di saku baju
nya

"Eh Bim, gue mau nanya, sebenarnya gue udah mau nanya sejak lama sih, cuma gue gak punya
waktu buat nanya ini ke lo," Bima memicingkan matanya seolah olah penasaran dengan apa yang
ingin ditanya Rina

" Apaan?"

"Hmmm...." Rina diam sebentar sambil mengetuk ngetuk dagunya seperti mengingat pertanyaan
yang ingin ia tanya

"Kenapa bebek kaki nya dua?"

Bima kemudian menghela nafasnya, kemudian kembali menaruh handphone-nya di saku bajunya
"Bim! Jawab, gue sungguh sangat ingin bertanya ini ke lo, kebetulan lo anak IPA kan?"

Bima tak mengubris Rina yang sedang mengoceh kepadanya. Kemudian Rina mendekati Bima

"BIMA! JAWAB KEK! MALAH DIEM"

"Tadi Lo nanya apa?"

"Kenapa bebek kaki nya dua?"

Bima sedikit diam memikirkan jawaban yang tepat untuk kakaknya

"Lo mau tau banget?"

"Gak juga sih, gue mau tau aja,"


Bima kemudian menatap kakaknya itu dengan tatapan tajam

"Kalo tiga namanya bajaj,"

SEEEERRRRRRRRERRRR

Rina menyemprotkan selang air nya ke arah Bima, Bima yang mendapatkan perlakuan itu
langsung menghindari semprotan air nya, lalu memilih untuk berlari dan masuk ke dalam rumah.

"Gak Lucu!"

****

Pukul 8 malam, Bima melakukan ritual tiap malam bersama ayahnya yang sudah pulang dari jam
6 sore. Ayahnya membuka usaha mebel yang tak jauh dari rumahnya. Tentu saja hasil usahanya
itu membuahkan hasil, ia dapat menghidupi kedua anaknya dan dapat mengkuliahkan Rina di
Universitas bergengsi di Indonesia dengan jurusan Kedokteran. Jurusan kedokteran tapi masih
nanya kenapa bebek kakinya dua.

Mereka berdua sangat fokus dengan dunianya, mereka selalu menyempatkan diri untuk bermain
Playstation tiap malam, Rina yang tidak mengerti cara bermainnya, hanya dapat menonton dan
terkadang menganggu mereka berdua.

"Bim, gimana sekolah kamu tadi?" tanya Ayahnya Bima yang bernama Rizal Kharisma Sanjaya,
atau biasa dipanggil Ayah Ijal. Namun Bima dan Rina lebih memanggilnya Papa.

"Ya gitu deh Pa, besok juga baru mulai belajar," Jawab Bima yang fokus menatap layar game
tanpa melihat Papa nya. Papa hanya mengangguk sambil membenarkan kacamata nya yang
turun.
"Belajar yang bener, biar kayak kakak kamu bisa masuk kedokteran."

"Bima gak mau masuk kedokteran Pa, Bima mau ngambil Teknik Kimia,"

"Ya itu sih hak kamu, Papa gak mau ngekang kamu, intinya kamu harus berusaha buat ngejar cita-
cita kamu itu,"

Bima menatap Papa nya sekilas, kemudian ia mengangguk dan tersenyum, ia beruntung
mempunyai orang tua yang tidak memaksakan kehendak sesuai kemauannya. Papa nya
cenderung membebaskan anaknya mau jadi apa saja, asalkan bisa berusaha untuk
menggapainya.

"Bima," panggil Papa, Bima melirik papanya dan menaruh Stick gamenya yang kebetulan game
yang mereka mainkan telah usai.

"Kamu udah punya pacar?"

Bima menelan ludahnya sendiri saat Papanya bertanya seperti itu ke Bima. Bima terlihat diam
dan seketika melamun, menatap kosong ke arah lantai. Tak lama kemudian Papa nya menepuk
pundak Bima dengan pelan hingga memecah lamunan Bima.

"Kalau kamu punya pacar, Bilang aja ke Papa, Papa gak larang kamu pacaran, asal bisa jadi
penyemangat kamu kalau belajar,"

"Ih Papa, giliran Bima aja di bolehin pacaran, lah Rina, boro-boro pacaran, ngobrol sama cowok
aja di tegor." sahut Rina yang sedang memainkan tab di sofa yang jarak nya tak jauh dari mereka.

"Kata siapa Papa gak bolehin?, waktu itu Papa negor kamu ngobrol sama cowok, karena dia itu
pernah ngehamilin orang, kamu mau dihamilin sama dia?" Rina melirik Papanya yang sedang
menatap Rina dengan serius, Rina yang menyadari hal itu, langsung menutup wajahnya dengan
tab yang ia pegang

"Bima belum punya pacar Pa, belum ada cewek yang menarik perhatian Bima,"

"Belum ada yang menarik apa emang gak tertarik?" Celetuk Rina dengan wajah tanpa dosanya.

"Maksud lo?"

"Enggak, tadi gue habis ngomong sama bantal,"

Papa hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan kedua anaknya

"Papa mau istirahat dulu," kata Papa lalu berdiri dan beranjak ke kamarnya.
Masih di posisi yang sama, Bima mengeluarkan handphone nya lalu membuka galeri, ia
memperhatikan dan membaca sebuah foto yang menangkap sebuah tulisan seseorang.

Buku ini milik Linda Kusuma Ningtyas , anak tunggal dari orang tua Heru Kusuma dan Dian
Ningtyas. Dibuku ini gue akan membeberkan semua kejadian yang gua alamin, gue mulai menulis
di buku ini semenjak banyak banget cowok cowok yang mendekati gue.

Jujur gue orangnya gak suka bahkan sangat amat tidak suka sama cowok yang ngedektetin gue
secara agresif, contohnya beberapa bulan yang lalu ada cowok namanya Reza, awalnya gue biasa
aja dengan kehadiran dia, namun gue mulai risih ketika dia minta nomor wa gue dengan maksa
dan menyatakan cinta ke gue dengan cara yang bikin malu, dia nyatain cinta ke gue di ruang guru!

Dan itu sangat memalukan bagi gue, sampe guru-guru di ruangan itu menertawakan kami
berdua. Dan ketika gue sama reza keluar dari ruang guru, gue langsung menjambak rambut dia
dan menendang perut dia. Hahaha itu kepuasan tersendiri bagi gua karena saat itu gua ikut silat.
Setelah peristiwa itu dia menghilang entah kemana. dan banyak lagi cowok cowok yang nembak
gue dengan cara yang lain dan sangat mainstream sekali.

Entah dengan bunga,cokelat,alat make up walau sebenernya gue jarang memakai alat make up
itu. Sampe sekarang sejak gue lahir, gua sama sekali belum pernah pacaran, ada gak ya cowok
yang nembak gue dengan cara yang berbeda? Hmm hampir tidak mungkin dan tak pasti ada yang
seperti itu

Bima menaikkan sebelah alisnya tatkala ia selesai membaca foto halaman pertama buku diary
Linda.

"Ngarep banget nih cewek,"

lirih Bima dan mematikan handphone-nya itu. Kemudian ia berdiri dan beranjak ke arah
kamarnya.

*****

Waktu sudah menunjukkan jam 10 malam. Linda yang sedang rebahan di kasurnya tengah
berusaha untuk menelpon Mama dan Kakaknya. Sejak ia pulang sekolah, mereka berdua belum
menunjukkan batang hidungnya dirumah ini.

"Hallo Mah, Mama lagi dimana? Kok jam segini belum pulang?"

"..."

"Masih di jalan? Linda nitip sesuatu dong ma,"


"..."

"Linda gak nitip yang macem macem kok ma, Linda nitip Martabak telor spesial pake topping keju
sama saos tomat hehe,"

"..."

"Oke, terima kasih Mamaku tersayang,"

Kemudian Linda keluar dari kamarnya dan menuju ruang tengah untuk menonton televisi agar
memecah keheningan di rumah ini dan menghilangkan kebosanan Linda.

Bukannya menghilangkan kebosanannya, justru Linda merasa lebih bosan, lalu ia berjalan ke arah
rak buku besar yang ada disamping televisi.

Ia mengambil buku diary nya, sudah lama ia tidak membuka buku diary ini semenjak liburan, ya
sebenarnya memang tidak ada kejadian yang membuat Linda harus menuliskannya di buku diary
nya. Namun, saat ini ia mengingat suatu hal yang membuat Linda menjadi kesal kembali. Bima
membaca buku diarynya.

"Tuh anak baca yang apa ya? Kurang ajar tuh Bima," gumam Linda sambil membolak-balikkan
halaman buku diary nya. Kemudian ia mengambil pena yang ada di meja samping rak buku, lalu
membawanya ke sofa, dan menggoreskan buku diarynya

Buku ini sudah tidak suci lagi, sudah ada orang yang dengan beraninya membaca buku ini tanpa
dosa dan minta maaf. Dia adalah cowok paling gue benci. Entah kenapa kalo gue ngeliat mukanya
seperti ada hasrat buat nonjok. Jangankan mukanya, denger suara nya aja bikin gue pengen
nyumpel mulutnya. Tapi gue ngerasa aneh, dari sekian banyak nya cowok yang bikin gue kesal,
kenapa gue bisa nahan kesal itu ya ke Bima? Ahh emang gue nya aja kali yang kecapean. sehabis
lari muterin lapangan gara gara si Citrut, bikin energi gue habis. Citrut citrut!

Linda tertawa kecil melihat kembali tulisan yang telah ia goreskan di buku diarynya. Setelah
melakukan hal tersebut, ia menaruh kembali buku nya ke rak buku. Ia tak ingin lagi membawa
bukunya itu ke sekolah, bisa-bisa ada yang baca buku diary nya itu lagi.

Sesaat kemudian, terdengar suara deruman mobil yang memasuki perkarangan rumah. Linda
bernafas dengan lega, akhirnya yang ditunggu telah tiba. Tentu bukan Mama atau Kakaknya,
melainkan martabak telor yang ia pesan.

"Lindaa, Mama sama kakak pulang, ini titipan martabak kamu tadi," dengan cepat Linda
menghampiri Mama nya yang berada di dekat pintu.

"Makasih Mama!!!" Kata Linda dengan kencang


"Berisik! Mending lu ambilin gue air dingin deh, haus gue,"kata Reza yang muncul dibalik tubuh
Mama.

"Ambil aja sendiri, gue mau makan martabak!" ucap Linda sambil menjulurkan lidahnya ke arah
Reza.

"Linda, ambilin ya, sekalian buat Mama juga," Ucap Mama. Linda hanya mengangguk dengan
pasrah

"Iya Ma, Linda ke dapur dulu,"

Terlihat senyum kemenangan dari bibir Reza, Linda yang melihatnya menatap sinis Kakaknya itu.

****

Suara jam weker berdering, membangunkan Linda dari tidurnya. Dengan cepat ia bangkit dari
kasurnya. Ia mengambil handuk yang mengantung di belakang pintu kamarnya dan bergegas
untuk mandi, lalu memakai seragam baju SMA nya dan membawa tas nya ke bawah.

Dibawah seperti biasa sudah ada Mamanya yang sedang menyiapkan sarapan pagi dan Reza yang
sedang membenarkan dasinya di depan cermin.

"Pagi Linda, duduk sana Mama nyiapin nasi goreng pagi ini,"Linda hanya tersenyum, Linda sangat
senang mempunyai keluarga yang sederhana ini, tiap pagi ia selalu di sapa oleh Mama nya, dan
tak lupa disiapkan sarapan olehnya.

"Linda, kakak udah ganteng belom?" tanya Reza sambil bergaya layaknya seorang model. Linda
melihat Kakaknya tersebut dari atas hingga ke bawah, Ia menyadari bahwa baju dan celana yang
Reza kenakan baru saja dibeli kemarin.

"Perfect, se-Perfect lagu nya Ed Sheeran," ujar Linda kepada kakaknya

"Hahaha bisa aja lo Lind," Kata Reza sambil mengacak acak rambut adiknya itu. Tak lama
kemudian Mama datang dengan membawa Satu mangkuk besar nasi goreng yang baru saja ia
buat. Lalu mereka menyiduk dan memakan makanan tersebut.

Sekitar 15 menit, mereka telah selesai dengan kegiatan sarapannya, Linda dan Reza berjalan ke
luar rumah. Tak lupa mereka salim terlebih dahulu dengan Mamanya

"Linda berangkat ya Ma,"Mama mengangguk dan memberikan punggung tanganya di cium Linda.
Kemudian Linda berjalan dan masuk ke mobil.

*****
TIIINNN TIIINNNN!

Jalanan kini sedang dipenuhi kendaraan, Linda dan Reza terjebak macet karena di jalanan
tersebut ada truk yang ingin putar balik, padahal waktu sudah menunjukkan 06.25, tinggal 5
menit lagi bel sekolah akan tiba

"Kak, gue lanjut jalan kaki aja, udah gak jauh lagi kok," ujar Linda , Reza mengangguk. Kemudian
Linda keluar dari mobil.

Kini Linda berjalan dengan cepat , sesekali ia melihat jam tangan digitalnya yang menunjukkan
06.28 , sisa 2 menit lagi waku Linda untuk datang ke sekolah tanpa telat. Lalu Linda berlari
dengan sekuat tenaga ketika ia sudah di sebrang sekolah, sesampainya di gerbang, Linda sedikit
ketakutan, ia melihat Pak Budiman yang sudah berjaga di belakang gerbang untuk menindak
siswa yang terlambat, dengan langkah hati hati ia berjalan mendekati gerbang. Keringat Linda
sedari tadi terus mengalir sejak ia lari.

Dengan langkah perlahan, Linda memasuki gerbang, terlihat Pak Budiman yang sedang
mengobrol dengan satpam dengan tubuh yang membelakangi Linda. Dengan berhati hati ia terus
melangkah dengan pelan pelan, Namun....

"LINDA!!!, NGAPAIN KAMU!" Linda diam mematung, Pak Budiman memanggil Linda dengan tiba
tiba, kemudian Linda menghadap ke Pak Budiman

"A.a...a.nu Pak, saya mau ke kelas," jawab Linda dengan jujur

"Ke kelas? Udah jam berapa ini?! Kamu telat satu menit! berdiri kamu di lapangan, lalu hormat ke
bendera!" Linda mengangguk dengan pasrah, dengan malas, Linda berjalan ke arah lapangan.

Terlihat disana ada satu orang pria, ia tidak tahu siapa, karena orang itu berdiri membelakangi
cahaya matahari sehingga memberikan efek siluet. Kemudian ia berjalan ke arah pria itu, dan
berdiri di sampingnya, dengan malas Linda melakukam gerakan hormat. Pria yang berada
disamping Linda sedikit melirik ke sampingnya, lirikan nya seakan akan tahu perempuan yang
sedang berdiri disampingnya itu

"Ngapain lo disini?"

Kemudian Linda melirik dan sedikit mendongak ke atas melihat siapa yang bertanya kepadanya

"Bima?"
BAB 5 : Telat

"Resiko mencintai adalah sakit hati dan sakit hati lagi"

*****

"Ngapain lo disini?"

"Bima?"
Linda sedikit mendongak ke atas, melihat jelas wajah pria yang ada di sampingnya. Ia lebih tinggi
dari Linda, sampai tubuh Linda mendapatkan bayangan dari tubuh Bima

"Hmm,"

Seketika Linda merasa canggung disamping Bima, entah rasa apa yang datang ketika Linda ada di
samping Bima. Tidak mungkin! Mana mungkin Linda bisa bersikap seperti ini ke Bima, padahal
jelas jelas Bima lah yang selalu bikin Linda kesal

"Jadi?"

Linda terkejut dan pecah akan lamunannya

"Kuping lo budek apa gimana sih? Gua nanya lo ngapain disini?"


Linda menggaruk kepalanya nya, kenapa dia bisa bertindak bodoh dihadapan pria yang sering
membuatnya naik darah.

"Ya lo pikir aja sendiri kenapa gue bisa disini," ketus Linda tanpa melihat Bima.

Bima hanya diam mendengar ucapan Linda

"Ngomong-ngomong, lo udah baca apa aja di buku diary gue?" tanya Linda dengan posisi masih
hormat ke bendera

"Gak ada," Linda melirik Bima dengan tatapan tak percaya.

"Emang kenapa?" tanya balik Bima kepada Linda

"Heh! Lo udah jelas jelas merusak privasi orang lain, dan lu masih nanya kenapa?"Kata Linda
sambil menunjuk ke arah wajah Bima

"Gue gak peduli," Kuping Linda kembali memanas mendengar ucapan Bima. Linda menahan
kekesalannya dan lebih memilih diam. Ia tak mau menambah masalah pada hari ini.

Sekilas ia melirik jam nya, masih jam 06.45 butuh waktu 15 menit lagi untuk mereka selesai dari
hukuman ini

Sesekali, Linda melirik Bima yang sedang dalam posisi hormat, terlihat jelas wajah Bima yang
memerah menahan teriknya panas matahari dan keringatnya yang mulai bercucuran.

Linda yang melihat itu sedikit tersenyum kecut. Hingga ia sadar, bahwa hukuman ini berdampak
buruk bagi kesehatan Linda. Ia punya riwayat darah rendah.

Tak lama kemudian, Linda merasakan tubuhnya semakin melemas, otot dan persendian di tubuh
Linda berangsur angsur mulai tidak bisa menopang tubuhnya. Bima yang berada disamping Linda
menyadari wajah Linda mulai memucat. Namun dia menahan diri agar seolah olah tidak peduli
dengan Linda.

"Bim,"

Panggil Linda dengan suara serak. Bima tak mengubris panggilan Linda. Ia tetap diam dan terus
hormat ke bendera. Dan akhirnya Linda tidak bisa menahan pusing di kepalanya.

Bbrukkk

Tubuh Linda ambruk ke arah tubuh Bima, dengan refleks Bima menahan tubuh Linda agar tidak
terjatuh ke tanah.

"Lind? Lo kenapa? Woi!"


Linda masih tak sadarkan diri, beberapa kali Bima menampol pipi Linda dengan pelan agar Linda
sadar dari pingsannya. Namun hasilnya nihil.

Dengan cepat, Bima membopong Linda, Pak Budiman yang berada di depan gerbang langsung
berlari ke arah Bima

"Bima! Linda kamu apain?" tanya Pak Budiman dengan ekspresi wajah yang sedikit panik

"Yeh, saya gak apa apain Pak, dia tiba-tiba pingsan gitu aja,"

"Yasudah, kamu bawa Linda ke uks," Bima mengangguk, kemudian membawa Linda ke uks
dengan sedikit berlari.

*****

Kini Linda sudah berada di uks, sesampainya Linda di uks ia langsung di tangani oleh PMR di
sekolah ini. Bima duduk bangku depan uks setelah membawa Linda ke dalam.

Siswa siswi yang berlalu lalang dihadapannya, melihat Bima dengan tatapan yang berbeda, entah
kenapa, sebenarnya sejak Bima menggendong Linda ke uks, banyak siswa siswi yang melihat Bima
sambil berbisik bisik sesuatu. Bima tak memperdulikan hal itu.

Selang beberapa waktu Mila datang dengan nafas yang tersendat sendat.

"Bima! My best friend forever mana?" tanya Mila ke Bima dengan wajah yang panik dan nafas
yang masih tidak stabil

"Di dalem." jawab Bima dengan singkat. Tanpa basa basi Mila langsung masuk ke dalam uks.
Tak lama Mila datang, Fauzan dan Rendi menghampiri Bima. Terlihat ia membawa gorengan dan
Es Jeruk, yang pasti itu adalah jajanan yang ia beli di kedai Mbak Dini.

"Woi Bim! Lo ngapain disini? Lo kaga masuk kelas? Tas lo belum ada noh di kelas," tanya Fauzan
lalu duduk disamping Bima yang sedang sibuk dengan handphone nya

"Linda pingsan pas dihukum bareng gue, terus gue gendong ke uks,"

Seketika Fauzan terkejut dan menatap Bima tak percaya. Begitu pula Rendi yang berdiri
disamping Bima.

"Hah! Serius lo Bim?" kata Fauzan dan Rendi dengan serempak

"Hmm"

"Lu emang cowok the best Bim, salut gue sama lo," kata Rendi sambil menepuk pundak Bima
berkali kali.

"Gue merasakan bakal ada yang jatuh cinta nih Rend," sindir Fauzan sambil melirik ke arah Bima.

"Kalau beneran sampe jadian, ya jangan lupa lah pajaknya, iye gak Jan?" Fauzan menganguk lalu
mereka ber high five.

"Yoi, minimal gorengan Mbak Dini deh, satu lusin," sambung Fauzan

"Lu berdua ngomongin apaan si? Niat gue cuma bantuin, gak lebih," jelas Bima menatap sinis
kepada dua temannya itu.

"Mungkin sekarang lu bisa ngomong gitu Bim, gak tau deh kalau besok, lusa, tahun depan," Ledek
Rendi.

Ketika sedang asyiknya mereka bertiga bergurau, Linda keluar dari uks bersama Mila yang
membantunya berjalan. Sekilas Bima melirik ke arah Linda, lalu kembali menatap kosong ke arah
depan.

"Lindaa, lo baik baik aja kan?"


Tanya Fauzan yang duduk di samping Bima sambil memperhatikan Linda menggunakan sepatu.

Linda hanya mengangguk dan sedikit tersenyum.

Setelah selesai mengikat tali sepatunya, Linda menuju ke hadapan Bima, Bima yang sedang
melamun tersadar akan kehadiran Linda

"Bim, makasih ya udah bantu gendong gue ke uks,"


"Hmm,"

"Maaf kalau ngerepotin,"

"Ya emang ngerepotin."

Kata Bima dengan santai. Linda lupa, makhluk yang dihadapannya sekarang adalah sumber naik
darahnya.

Namun, Linda menahan kekesalannya ke Bima, karena ia sadar Bima sudah membantu banyak
Linda untuk membawa dirinya ke uks.

"Gue ke kelas," kata Bima, lalu ia langsung melengos meninggalkan uks.

Fauzan yang melihat tingkah temannya itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Sabar ya Lind, dia emang cuek banget orangnya, tapi sebenarnya dia berhati malaikat kok, hehe"
Jelas Fauzan ke Linda

"Yaudah, gue cabut ke kelas ya," Ucap Fauzan, Linda dan Mila mengangguk, lalu Fauzan pergi
meninggalkan mereka berdua diikuti oleh Rendi.

"Lind, kayaknya gue nangkap sesuatu hal aneh deh dari lo," Linda mengernyitkan dahinya, seolah
tak mengerti apa yang dikatakan Mila.

"Maksudnya?"

"Sejak gue kenal sama lo, lo tuh kalau ngomong sama cowok cuek Lind, tapi kenapa sekarang
sama Bima sedikit menghalus ya? Apa lagi pas lo bilang 'terima kasih' ke Bima," Ujar Mila sambil
menunjukan senyum yang meyimpan seribu arti.

"Ngomong apa sih lu? gue capek, mau ke kelas," kata Linda mengalihkan pembicaraan.

"Hemm, jangan jangan lo mulai suka yaa?" tebak Mila sambil menunjuk Linda dengan nada
meledek.

"Hah? Suka? Sama siapa?"

"Ya sama Bima lah! Masa sama Pak Slamet!" usai Mila meledek Linda seperti itu, Linda langsung
mencubit lengan Mila dengan kencang, sampai Mila meringis kesakitan.

"AAAA!!! LINDA! ITU TANGAN APA GUNTING SUNAT SI? TAJAM BANGET!"
*****

Jam istirahat dimulai, Pelajaran pertama telah usai, Di kelas Linda dan Mila tadi diisi pelajaran
Bahasa Inggris dengan guru bernama Maam Ros, pelajaran tadi tidak terlalu berat, hanya
perkenalan dan menyampaikan beberapa pelajaran yang akan di pelajari di semester ini.

Di jam istirahat ini Linda berniat untuk ke kantin, Mila saat ini sedang dipanggil ke ruang tata
usaha untuk mengurusi administrasi yang belum lengkap, namun Mila menitip makanan ke Linda.
Linda berjalan di koridor sekolah dengan santai, beberapa siswi menyapa Linda dengan ramah,
entah kenapa di sekolah ini mulai banyak yang mengenal Linda padahal Linda tidak terlalu sering
bergaul ke kelas lain.

Sesampainya di kantin, Linda membeli makanan kesukaannya, apa lagi kalau bukan gorengan
Mbak Dini, sekaligus ia membeli siomay titipan Mila

Kebetulan di kantin ini, pembeli mengambil siomay sendiri, jadi pembeli bebas memilih apa saja
yang ada di dalam panci siomay dengan pilihannya sendiri.

"Linda,"

Linda yang sedang fokus memilih siomaynya sedikit terkejut sampai siomay yang ada di
tangannya hampir saja terjatuh. Kemudian ia menoleh ke arah sumber suara tersebut

"Kak Rian?" orang itu adalah Rian. Rian tersenyum seraya mengambil siomay

"Kamu gak apa apa Lin? Saya denger-denger, kamu pingsan pas dihukum sama Pak Budiman,"
Tanya Rian sambil memilih siomay untuknya.

"Gak apa apa kak,"

"Serius? Nanti pulang sekolah mau bareng saya gak? Biar kamu gak pingsan lagi di jalan,"

Mata Linda dengan seketika membulat lebar, antara percaya dan tak percaya dengan penawaran
Rian barusan. Namun Linda mencoba bersikap biasa dan cuek, seperti kebiasaan sehari hari.

"Gak usah kak, saya bisa pulang sendiri, terima kasih,"

Rian hanya menangguk, kemudian dengan cepat Linda mengambil kembali siomay untuk Mila
tanpa memilih-milih. Setelah selesai Linda langsung membayar siomaynya itu

"Saya permisi kak," kemudian Linda meninggalkan Rian, dari jauh Rian terus tersenyum
mengiringi kepergian Linda.

****
Linda sudah berada di kelas, namun Mila sama sekali belum kembali sejak Linda pergi di kantin.
Kini Linda kembali memikirkan kejadian di kantin tadi bersama Rian. Ada perasaan aneh ketika
Rian menawarkan tumpangannya ke Linda, ia berfikir, apa Rian benar benar hanya menawarkan
karena Rian tahu kalau Linda sedang sakit , atau ada alasan lain? sekarang Linda semakin pusing
memikirkannya. Ia bingung. Ia akan cerita ke Mila atau tidak? namun Linda tak mau Mila sakit
hati mendengar cerita Linda dengan Rian tadi di kantin. Dan Linda memutuskan untuk tidak cerita
terlebih dahulu ke Mila.

"Linda! makasih ya atas siomay nya hehe." Kata Mila yang tidak disadari sudah ada di tempat
duduk samping Linda.

"Mil, gue mau nanya,"

Mila yang sedang sibuk mengunyah siomay langsung menghadapkan tubuhnya ke arah Linda.

"Anything Lind,"

Sejenak Linda terdiam sambil berfikir apa yang ingin ditanyakan ke Mila

"Hhmmm, lu pernah gak sih, tiba tiba ada rasa sesuatu ke seseorang, ketika orang itu udah
nolong lu saat lagi kesusahan?"

Mila sedikit terdiam, mengolah pertanyaan yang dilontarkan dari Linda.

"Maksudnya 'rasa sesuatu itu' apa?," tanya balik Mila ke Linda

"Hmm gimana ya ngejelasinnya," kata Linda dengan bingung.

Beberapa saat kemudian mimik wajah Mila berubah dan menatap Linda dengan tatapan
misterius.

"Hmmm gue tau nih arah bicara lo,"

"Maksud lo Mil?"

"Hhhmmmm" Mila mengetuk-ngetuk dagunya sambil menyengir ke arah Linda.

"Lo baper ya sama Bima? Dia udah nolong lo pas pingsan tadi? Ngaku deh Lin,"
Mila menunjuk nunjuk ke wajah Linda, seketika tingkah Linda tidak bisa terkontrol, ia menepis
tangan Mila dari hadapan wajahnya.

"Asal lu tau Lin, satu sekolah ini pada ngomongin lu berdua, apalagi Bima, akhir akhir ini gue
denger dia banyak disukain sama banyak cewek di sekolah ini,"
Linda menaikkan sebelah alis matanya, benarkah yang dikatakan Mila tadi?

"Termasuk lo yang suka sama dia?"

"Enggak lah, Gue masih tetap setia dengan My Prince Rian,"

"Ya walau sebenarnya Bima juga cakep sih, tapi gue always milih Kak Rian, hehe,"

Seperti biasa kemudian Mila kembali melamun menatap kosong ke arah langit-langit sambil
tersenyum senyum sendiri.

"Tapi kalau lo bener bener mau ngejar Bima, gue dukung Lin, gue bantu, jadi gue bisa ngeliat
sahabat gue yang dari kecil akhirnya bisa merasakan yang namanya C..I..N..T...A!"

Takk!!

"Anjir, Sakit Lind, jahat lu sama gue"


Linda tersenyum dan tertawa puas setelah menjitak kepala temannya tersebut.

BAB 6 : Stalker

"Aku akan berjuang, karena aku yakin dengan rasa ini"

*****

"Sekarang gue tanya ke lo Lin, lo ngerasa ada yang berbeda kalo deket-deket sama dia?"
Tanya Mila dengan serius. Linda menggaruk lehernya yang tak gatal, ia bingung mau menjawab
apa.

"Hmm gimana ya Mil, gue gak tau apa yang gue rasain, yang jelas gue ngerasa sesuatu hal yang
berbeda aja,"Jawab Mila sambil menatap papan tulis yang kosong.

"Dan itu datang hanya saat lu dekat dengan Bima?" Linda mengangguk pelan, Mila tersenyum
lalu memegang kedua pundak sahabatnya itu.

"Gue rasa lo udah mulai suka dengan dia Lin, lu bingung merasakannya karena emang
sebelumnya lu gak pernah merasakan itu," Ucap Mila dengan tersenyum
"gue akan bantu lu, selama memang dia mau menerima lo. Tapi kalau dia justru menjauhi lo gue
saranin lo buang harapan ke dia. karena sejatinya cinta itu tidak bisa dipaksakan." Linda sedikit
terkejut mendengar pernyataan Mila tadi, ia baru tahu sahabatnya ini bisa berkata dengan
bijaknya disamping sikap dia yang memalukan.

"Gue harus apa Mil?" Mila sejenak diam, mencari jalan agar Linda bisa mendekati Bima

"Hmmm, kan lo udah ditolongin nih sama Bima. Lo kasih aja sesuatu ke Bima. Kali aja dia luluh
sama pemberian lu," Ujar Mila sambil tersenyum lebar.

"Mau ngasih apaan ke dia?"

"Tenang aja, gue tau sesuatu yang disukain sama dia. Termasuk orang-orang satu sekolah ini!"

*****

Mila dan Linda sedang berada di parkiran sekolah, mereka berdiri sejak tiga puluh menit yang
lalu. Mereka sedang menunggu seseorang sambil menengok ke kanan dan ke kiri di sekitar area
parkiran.

"Kayaknya dia udah pulang Mil, kita balik aja deh," kata Linda dengan nada bicara sedikit pasrah

"Baru jam setengah empat, lagian Bima rajin banget pulang sekolah cepet-cepet," ujar Mila
dengan mata yang selalu siap sedia untuk mencari Bima

Kini Linda menyenderkan tubuhnya di dinding, menatap plastik berisikan bakwan yang ada di
tangannya. Yap! dia akan memberikan bakwan khas Mbak Dini, inilah yang disarankan Mila tadi
dikelas.

Tak lama kemudian, terlihat senyum lebar dari bibir Mila. Sepertinya yang ditunggu sudah datang

"Eh Linda! Sini buruan Bima lagi jalan tuh ke arah sini," kata Mila. Seketika tubuh Linda menjadi
merinding, yang ia tahu merinding biasanya tanda tanda kehadiran makhluk halus, namun yang
ingin ia temui adalah manusia, tapi kenapa ia menjadi merinding seperti ini?

Beberapa saat kemudian Bima memasuki area parkiran. Dengan tas biru yang melekat di
punggungnya dan jaket levis yang ada di tubuhnya, membuat Linda menjadi salah tingkah tak
karuan. Bima melihat sekilas Linda dan Mila yang tak jauh posisinya dari motornya, namun dia
menghiraukannya, ia justru sibuk dengan handphone nya.

Mila melirik Linda sambil menyenggol bahu Linda, memberi kode agar Linda mendekati Bima dan
memberikan bakwan sebelum Bima pergi. Linda mengangguk pelan, lalu dengan perlahan-lahan,
ia melangkah ke arah Bima.
Matanya tak henti-henti memperhatikan Bima yang masih sibuk dengan handphone nya. Aliran
darah yang mengalir dengan cepat sangat terasa di tubuh Linda. ia terus menguatkan batinnya,
untuk memberanikan diri mendekati Bima.

"Bima?" panggil Linda dengan kepala sedikit mengintip wajah Bima yang terhalang handphone
nya

"Hmm?"

"Sebelumnya gue mau bilang sekali lagi, terimakasih udah bantu gue saat gue pingsan tadi," kata
Linda dengan bibir yang sedikit bergetar.

"Terus?" Kini Bima menaruh handphone nya di saku celana nya. Dan beralih memperhatikan
Linda yang ada di hadapannya

"Hmm, gue mau ngasih bakwan Mbak Dini sebagai tanda terimakasih dari gue. Di terima ya?"
kata Linda sambil menunjukkan plastik berisikan bakwan ke hadapan Bima. Bima menaikkan
sebelah alisnya, menatap Linda dengan tatapan aneh.

"Terima kasih," kata Bima dengan singkat dengah ekspresi wajah yang datar, lalu mengambil
Bakwan pemberian dari Linda.

"Gue balik," kata Bima seraya menaikki motornya lalu menyalakan motor tersebut. Setelah itu
Bima pergi meninggalkan Linda. Terlihat Linda memperhatikan Bima mengiringi kepergian Bima
dihahadapannya.

'Suatu saat, aku akan ada di jok belakang motor kamu Bim,' Gumam Linda.

"DORR! Kenapa ngelamun lo! Ciee ngasih gorengan ke gebetan! Ahahah," Ledek Mila seraya
merangkul Linda.

"Mil, dia emang dingin gitu ya? Apa perasaan gue doang?" tanya Linda penasaran.

"Entahlah, yaudah pulang yuk Lin, Mama gue udah nunggu diluar," kata Mila menarik tangan
Linda. Linda menangguk, lalu mereka meninggalkan area parkiran.

*****

Linda sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia menatap kosong langit-langit kamarnya,
sembari mengingat ketika Linda bersama Bima di parkiran. Khayalannya tak pernah lepas dari hal
itu. Kemudian ia mengambil handphone yang ada sampingnya, ia melakukan sesuatu yang
biasanya sering kita lakukan jika kepo dengan seseorang, yaitu mencari akun instagram orang
tersebut.
"Bima Karisma Sanjaya."

lirih Linda sambil memencet keypad di handphone nya. Kemudian ia memperhatikan satu persatu
akun instagram hasil dari pencariannya. Kemudian Linda terfokus dengan akun yang foto
profilnya seorang pria berbaju batik dengan tersenyum.

Tentu Linda sangat mengenali pria di foto tersebut, sekilas ia terkejut melihat Bima tersenyum di
ava instagram nya, Linda jarang sekali melihat Bima tersenyum, paling sering, Linda melihat Bima
tersenyum kecut. Terakhir ketika Bima dan Linda bertengkar di kantin perihal buku diary nya.

Linda membuka instagram Bima, Bima memiliki followers yang cukup banyak sekitar 5 ribu
followers, ia melihat satu persatu foto yang di posting Bima. Seperti foto Bima yang sedang
makan sate lilit, foto Bima ketika sedang sibuk belajar, dalam hati Linda tak menyangka Bima rajin
juga belajarnya.

Hingga ia terfokus dengan foto Bima dengan seorang perempuan. ia memperbesar foto itu untuk
melihat jelas siapa perempuan yang ada disamping Bima. Namun ia tak mengenalinya. Kemudian
Linda menggulir layar nya kebawah, Linda melihat caption yang ada di foto tersebut

BimaSanjaya

'My Annoying Sister'

"Hffftttt." Linda bernafas lega, ternyata perempuan itu adalah saudaranya. Mungkin kakaknya
karena Wajahnya lebih tua dibanding Bima. Setelah kenyang melihat foto Bima.

Linda keluar dari kamar menuju rak buku di bawah, ia berniat untuk mengambil buku diarynya
dan menuliskan sesuatu di buku itu. Setelah mengambil buku diarynya, Linda kembali ke
kamarnya. Linda merebahkan tubuhnya dikasur dan menbuka buku diarynya, lalu Linda mulai
menggoreskan pena nya

Jakarta, 7 April

Kamu memang mengesalkan, tapi bikin aku penasaran. Sikap mu yang dingin membuat diriku
semakin ingin mencairkannya. Aku memang tak tahu bagaimana rasa ini muncul, tapi aku yakin
dengan rasa ini. Kamu yang membuka pandanganku. Bahwa tidak semua pria itu sama.
Sejujurnya, aku merasakan detak jantung mu dan deru nafasmu ketika menggendongku. Dan itu
menjadi simfoni yang selalu aku rindui. Apakah aku bisa mendengarnya lagi? Aku harap , Iya. Aku
akan berjuang, walau akhirnya mungkin tak pasti bisa mendapatkannya darimu lagi

Setelah selesai menulisnya, ia membaca kembali tulisannya tersebut. Linda tersenyum lebar, ia
tak menyangka akhirnya di diary ini ada tulisan tentang seorang pria yang ia sukai. Setelah itu ia
kembali membuka handphonenya dan melihat instagram Bima kembali, lagi-lagi ia tersenyum.
Jadi ini rasa nya jatuh cinta?
BAB 7 : Debat

"Batu yang keras aja bisa mengikis jika ditetesi air secara terus menerus, apa lagi sikap dingin
kamu, aku akan mencoba untuk mencairkannya"

***

Waktu sudah menunjukkan jam 10 malam. Bima belum meniatkan dirinya untuk tidur, ia lebih
memilih fokus belajar pelajaran kimia, walaupun sebenarnya guru kimia disekolah belum
mengajar di kelasnya. Namun ambisi Bima untuk menjadi mahasiswa Teknik Kimia sangat besar,
jadi ia mengambil kesempatan untuk mempelajari materi sebelum guru tersebut mengajar di
kelas.

Bima memilih belajar di sofa dengan televisi menyala dihadapannya, ia sudah berkutat membaca
buku sejak jam sembilan malam.

Kakaknya Rina yang melihat Bima hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, ia merasa sebelum
masuk kedokteran , ia tidak pernah seambis adiknya. Setelah itu Rina berjalan ke dapur untuk
mencari makanan.

"Bima!" Panggil Rina dari dapur, namun panggilan itu tak digubris, sebab Bima membaca buku
dengan memakai earphone yang menempel di kedua telinganya.

Lalu Rina menghampiri Bima dengan tangan membawa plastik kecil yang berisikan makanan.

"Bima! Woi!," Bima mengadahkan kepalanya ke arah Rina dengan earphone yang masih melekat
di telinganya. Ia menaikkan sebelah alisnya, bertanya pada diri sendiri, apa yang dilakukan
kakaknya itu di depannya?

"Adik durhaka emang!" dengan kasar, Rina mencabut earphone dari telinga Bima. Lalu Bima
menutup buku nya dan menatap tajam Kakaknya itu.

"Apaan sih?! ganggu gue aja!" kata Bima dengan ketus, lalu merebut kembali earphone nya dari
tangan Rina.

"Gue mau nanya, ini bakwan punya siapa?" tanya Rina sambil menunjukkan bakwan ke hadapan
Bima

"Punya gue," jawab Bima sambil membuka buku nya kembali


"Lebih tepatnya dikasih," sambungnya

"Dikasih? Sama siapa?"

"Sama orang, kepo banget sih lu? Kalau mau makan tinggal makan aja!" kata Bima dengan sinis.

"Gimana gue mau makan, Bim..." kemudian Rina melempar bakwan tersebut ke arah tubuh Bima.

"Tuh bakwan udah basi." Sambung Rina. Mendengar perkataan Kakaknya, Bima seketika
mematung, Seingat Bima, ia sudah makan bakwan tersebut sebelum Bima belajar.

"Serius Lo?" tanya Bima dengan wajah yang sedikit panik.

"Kenapa? Jangan bilang lo udah makan ini bakwan?" Bima menatap Rina, kemudian mengangguk
dengan pelan

"HAHAHAHAH BESOK MATI LU BIM!" ledek Rina lalu pergi meninggalkan Bima di sofa.

Kemudian Bima berlari ke dapur untuk meminum air sebanyak-banyak nya. Papa Rizal yang ingin
mengambil minum juga di dapur, melihat anaknya yang bertingkah aneh, ia melihat Bima
meminum satu botol tupperware sekitar 1,5 liter yang diminum habis oleh Bima.

"Loh? Kamu kenapa Bim? Minum air sampai sebanyak itu?" Tanya Papa Rizal sambil membuka
kulkas.

"Bima habis makan bakwan basi Pa."

"Hah? Kok bisa?," tanya Papa Rizal dengan dahinya yang sedikit mengerut.

"Ada Pa, tadi Bima dikasih bakwan sama teman." jawab Bima dengan nafas yang masih tidak
stabil setelah meminum air yang sangat banyak
"Emang teman kamu ngasih bakwannya jam berapa?"

"Sekitar jam setengah empat Pa,"

"Kamu makannya jam berapa?"

"Hhmm, barusan jam sembilan."

"Ya salah kamu! seharusnya kamu makan bakwan itu tadi sore, kalo jam sembilan ya udah basi,
gimana sih kamu Bim." kata Papa Rizal sambil memutarkan kedua bola matanya, lalu ia pergi dari
hadapan Bima

"Linda..." gumam Bima dengan sorot mata yang tajam

"Ehh, tapibtadi gue sebut apa? Teman? Ciih."

*****

Kali ini Linda berangkat tiga puluh menit lebih awal, ia tak ingin mengulang kesalahannya lagi. Ia
sangat malas jika berurusan dengan Pak Budiman. Guru itu memang sangat tidak bisa memberi
toleransi bagi para muridnya yang telat, satu detik pun adalah waktu yang berharga baginya.

Sesampainya di sekolah, Linda berjalan menuju kelas, menyusuri koridor yang masih sangat sepi
dan sunyi, hanya terdengar gesekan sapu dari Pak Slamet yang sedang menyapu di lapangan.

Jarak Linda dan kelas sudah hampir dekat, namun Linda memberhentikan langkahnya, sorot
matanya tak lepas dari sosok Pria yang sangat ia kenali, tas biru yang tergendong di punggung
nya, dan jaket levis yang menempel ditubuhnya, Pria itu adalah Bima. Kemudian Linda
melanjutkan langkahnya.

Bima yang menyadari kehadiran Linda, langsung berdiri dengan tubuh menghadap Linda. Dengan
tangan yang terlipat di dada, dan tatapan dingin ke arah Linda, membuat Linda bertanya tanya,
sedang apa dia disini?

Kini Linda sudah ada dihadapan Bima. Menatap Bima dengan mimik wajah yang aneh dan
bertanya tanya. Bima terlihat masih terdiam melihat Linda dengan dingin.

"Lo mau bunuh gue?" tanya Bima. Sontak Linda terkejut mendengar pertanyaan Bima.

"Maksud lo?" Linda sungguh tidak mengerti apa yang dikatakan Bima.  Bima memutarkan kedua
bola matanya dan menatap tajam Linda.

"Gue tau lo masih dendam kan sama gue? karena gue udah ngebaca buku diary lo?"
Linda masih terdiam, di otaknya hanya terngiang ngiang, ada apa makhluk di depannya ini?

"Lo ngasih bakwan basi ke gue?" kata Bima tanpa basa basi lagi.

"Hah? Bakwan basi? Gue enggak sejahat itu Bim! gue beli bakwan itu langsung dari Mbak Dini! Ya
walaupun emang bakwan sisaan. Tapi kata Mbak Dini masih bisa dimakan kok! Kemarin gue udah
makan satu," jelas Linda sambil memperagakan bagaimana ia bisa membeli bakwan itu.

"Gue hampir mati gara gara makan bakwan basi dari lo." tukas Bima dengan tatapan yang
kembali tajam, Linda yang merasa tidak tau dan merasa disalahkan mulai naik darah

"Mana gue tau kalau bakwan itu basi! Lu nya aja yang makannya telat sehabis bakwan itu gue
kasih ke lo!" kata Linda dengan nada yang sedikit tinggi. Siswa siswi yang sedang lalu lalang
memperhatikan perdebatan Linda dan Bima.

Mereka tak menyadari bahwa siswa lain sudah banyak yang sampai di sekolah dan mendapatkan
pertunjukkan yang sangat epik ini.

Sebaliknya Bima terdiam melihat Linda. Perkataan Bima mengingatkan kata Papanya semalam,
bahwa memang Bima nya saja yang telat memakan bakwan tersebut.

Dengan tanpa bersalahnya, Bima pergi dari hadapan Linda. tubuh Linda sedikit terdorong ke
belakang. Linda yang mendapat perlakuan seperti itu sedikit sakit hati. Sedingin itu sikap Bima ke
Linda?

"Lindaa!!!" Sapa Mila dari kejauhan, kemudian Linda menolehkan kepalanya ke arah sumber
suara. Lalu Mila berlari ke arah Linda

"Wuihh habis ketemu sama gebetan ya? Lo berdua ngapain Lin?"

Linda tidak menjawab pertanyaan Mila, tanpa izin Linda langsung memasuki kelas. Mila merasa
ada gelagat aneh dari Linda, kemudian ia berjalan menyusul sahabatnya itu.

*****

Hari ini kelas Linda dan Mila diisi oleh pelajaran matematika wajib yang di jelaskan oleh Pak
Budiman. Linda yang mood nya masih hancur, tidak fokus dengan apa yang dijelaskan Pak
Budiman di depan. Linda hanya menatap kosong papan tulis yang berisikan berbagai macam
rumus matematika. Mila yang menyadari temannya itu tengah melamun, sedikit mencubit lengan
Linda. Linda merespon dengan sedikit meringis

"Lu kenapa sih Lin? Udah lah gak usah mikirin gebetan terus. Besok tuker aja bakwannya sama
bakso Mang Iwan, oke?" Linda sedikit tersenyum mendengar Mila.
"Bangkrut gue lama lama ngasih makanan ke Bima mulu,"kata Linda sambil memperhatikan Pak
Budiman yang sedang menjelaskan rumus

"Cinta itu gak bisa di beli dengan uang, tapi bisa dirasakan dengan ketulusan. Tapi emang Bima
ngelakuin hal itu juga ke gue?" Gumam Linda dengan dagu yang ditopang dengan tangannya

"Lo gak bakal tau jawabannya kecuali dari orang nya langsung." kata Mila, diam-diam Mila
mendengar ucapan Linda itu.

"Tapi dari sikapnya sudah terjawab, sepertinya dia gak ada rasa sama gue Mil."

"Ah sotoy lu, emang lu tau isi hati nya dia apa?"

"Emang lu tau?"

"Kagak" Linda membenamkan wajahnya ke tangannya. Dia lelah terus-terusan memikirkan pria
tersebut.

****
BAB 8 : Terbongkar

"Aku mau jadi Sirius, yang terang dan panasnya bisa mencairkan 'dingin' nya dirimu"

****

Jam istirahat tiba, Bima dan kedua kawannya Fauzan dan Rendi sudah duduk di meja kantin.
mereka memesan menu yang sama, bakso Mang Iwan dan es jeruk Mbak Dini, menurutnya itu
adalah kombinasi yang tepat untuk menghilangkan lapar kala istirahat dari lelahnya menangkap
pelajaran.

"Eh Bim, gue denger denger tadi pagi lo berantem sama Linda, itu serius Bim?" tanya Fauzan
mulut yang masih mengunyah bakso. Bima hanya diam seraya memperhatikan bakso nya sendiri.

"Waduh, parah lo Bim, sudah memberi harapan, dimusnahkan kembali." Timpal Rendi

"Gue ngasih harapan apa ke dia?" tanya Bima menatap sinis ke Rendi

"Lah kemarin lo bopong dia ke uks kan? Gue pastiin dia baper seketika sama lo Bim." Ujar Rendi.
Bima terdiam sebentar, kemudian melanjutkan memakan kembali bakso miliknya.

"Kemarin Linda ngasih gue bakwan, tapi udah basi."

"Waduu, terus lu makan Bim?!" tanya Fauzan penasaran. Bima hanya mengangguk pelan

"Lebih tepatnya gue telat makan bakwan itu. Dia ngasihnya pas pulang sekolah, tapi gue makan
jam sembilan." Raut wajah Fauzan dan Rendi berubah seketika mendengar penjelasan Bima

"Yeh, gue kira, Linda emang udah niat ngasih bakwan basi ke lu Bim." Kata Rendi.

Di sisi lain, terlihat seorang perempuan yang sedang sibuk mengunyah makanan, perempuan itu
sedari tadi menatap Bima dengan tatapan kosong, perempuan itu adalah orang yang menjadi
lawan debat Bima tadi pagi, Linda.

Posisi duduk Linda dan Bima saling bersebrangan, jadi Linda leluasa memperhatikan Bima yang
sedang makan.
Mila yang sedang makan disampingnya, menyadari jika Linda sedang memperhatikan Bima.
Hingga dipikiran Mila muncul satu ide untuk Linda agar hubungan Linda dan Bima semakin
membaik.

"Hmm, Lin, kan Bima belum makan pemberian bakwan dari lo, coba deh lo kasih lagi bakwan ke
dia, mumpung sekarang lagi istirahat Lin, jadi lo bisa langsung ngeliat Bima makan bakwan
pemberian dari lo juga deh." bisik Mila sambil tersenyum lebar ke Linda.

"Males." ucap Linda sambil menopang dagunya.

"Gue tau dari mulut lu keluar kata males. Tapi di hati lu malah pengen kan?" Linda hanya terdiam
dengan jari yang sibuk mengaduk-aduk es teh nya.

"Kalau gak mau yaudah, biar gue aja yang ngasih, nanti gue bilang kalau bakwannya pemberian
dari Linda! Oke?" Linda sedikit melirik ke Mila, kemudian tersenyum dan sedikit mengangguk.

Setelah itu Mila berdiri dan membeli bakwan Mbak Dini. Kebetulan tempat duduk mereka dan
kedai Mbak Dini tidak terlalu jauh.

Setelah Mila membeli bakwannya,


Mila berjalan ke meja dimana Bima dan temannya sedang makan.

"Hallo Bim!" sapa Linda dengan ramah, lebih tepatnya Mila hanya pencitraan agar terlihat baik di
depan Bima.

Bima yang sedang fokus ke makanannya langsung mengalihkan perhatiannya ke perempuan yang
ada di hadapannya.

"Siapa ya?" tanya Bima dengan dingin. Mila sedikit terkejut, ternyata Linda benar, sikap Bima bisa
sedingin ini.

"Gue Mila , temannya Linda, masa lo lupa si? Kan pernah ketemu di uks." jelas Mila sambil sedikit
tersenyum

"Oh ya?." ucap Bima dengan wajah yang datar.

Untuk pertama kalinya Mila tak bisa berkutik, baru pertama kali dalam hidupnya ia bertemu
dengan pria yang sedingin ini.

Fauzan yang merasa jika Bima tak peduli dengan kehadiran Mila, langsung mengambil alih
pembicaraan.

"Ada apa Mil lo kesini?" tanya Fauzan


" Hmm, setau gue bakwan yang dikasih Linda ke lo keburu basi sebelum lo makan Bim, ya
menurut gue lo telat sih makan bakwannya." Bima masih diam sambil terus memakan bakso
miliknya, namun sebenarnya ia menyimak ucapan Mila.

"Nih, sebagai gantinya, Linda ngasih bakwan lagi ke lo. Di makan sekarang ya, biar gak basi lagi
hehe" Kemudian Mila menaruh plastik yang berisikan lima bakwan ke dekat mangkuk bakso
Bima.

"Terima kasih." Kata Bima lalu mengambil satu bakwan tersebut. Sekilas ia melirik sosok
perempuan dibalik tubuh Mila, perempuan itu sedang duduk sambil memperhatikan Bima.

Sadar diperhatikan oleh Linda, lalu Bima membuang wajah dari tatapan Linda.

"Buat kita gak ada Mil? Masa Bima doang yang dikasih, ada dua makhluk lagi ni!" ledek Fauzan.
Mila tertawa kecil.

"Makannya punya pacar dong, kayak Bima nih, dibeliin bakwan sama pacarnya,"

"Uhuk... Uhukk.."

Seketika Bima tersedak bakwan yang sedang ia kunyah, kemudian dengan cepat ia meminum es
jeruk dan menghabiskannya.

"Hehe, bercanda Bim, tapi gue mau ngasih tau sesuatu ke lo Bim." Bima menaikkan sebelah alis
matanya, menerka-nerka sesuatu yang ingin diberi tau oleh Mila.

Lalu Mila sedikit mendekat ke Bima, mengarahkan wajahnya ke telinga Bima,

" ............."

Bima hanya mematung seketika setelah mendengar pernyataan dari Mila.

"yaudah gue pergi ya! Byee!" Mila pergi dari hadapan Bima. Namun Bima masih terdiam dengan
mulutnya yang masih mengunyah.

" Mila ngomong apa Bim?" tanya Fauzan.

"Aku cinta kamu ya?" timpal Rendi.

"Minta bayarin bakwan yang barusan di kasih kali." balas Fauzan dengan wajah menahan
tawanya.

"Jangan jangan, 'aku hamil mas'. "


seketika Rendi dan Fauzan tertawa terbahak bahak.
Namun berbeda dengan Bima, wajahnya semakin datar dan mendingin, lalu ia berdiri dan
meninggalkan kedua temannya.

"Yah, marah tuh anak " Kata Fauzan memperhatikan Bima menjauh dari mereka.

"Lu sih Rend, mana mungkin dia ngehamilin anak orang?!" Tukas Fauzan sambil menyenggol bahu
Rendi.

"Ya gue cuma bercanda, lagian Bima nya aja yang terbawa serius duluan."Kata Rendi sambil
meminum es jeruk yang tersisa di gelasnya.

"Terus ini siapa yang bayar bakso Bima?" Tanya Fauzan, Rendi hanya menaikkan kedua bahunya.

Setelah Mila selesai berurusan dengan Bima, ia kembali ke tempat makannya dengan Linda. Dari
kejauhan Linda memberikan jempol ke arah Mila dan dibalas senyum lebar dari Mila.

"Beres kan? Semua selesai ditangan Sang Mila hehe." Linda tersenyum lebar lalu mereka ber-high
five.

"Good! Btw, Lo ngomong apa aja ke Bima? Terus responnya gimana?" tanya Linda dengan
penasaran

"Gue bilang ke Bima, lo gantiin bakwan kemarin yang sudah basi, terus gue suruh dia makan dan
akhirnya dia makan juga dong."

Linda kembali tersenyum dengan kedua tangan memegang kedua pipinya

"Terus gue bilang sesuatu, kalo...."

"MILA!!" Belum sempat selesai Mila berbicara, Fauzan dan Rendi berteriak memanggilnya dan
menghampiri Mila dan Linda yang sedang berbincang.

"Bima lo apain Mil?!" tanya Fauzan dengan terengah-rngah.

"Hah? Emang kenapa dia? gue gak nyantet dia deh."


jawab Mila dengan santai, disisi lain Linda hanya terdiam dan bertanya tanya dalam diri, ada apa
yang sedang terjadi?

"Bima diem aja pas gue tanyain, terus dia pergi gitu aja ." Ujar Fauzan.

"Lo bisikin apa ke Bima?" tanya Rendi. Mila sedikit menghembuskan nafasnya, lalu bersiap untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
"Gue cuma bilang, kalau Linda suka sama Bima."

Seketika Fauzan dan Rendi membulatkan kedua matanya, tatapannya langsung melirik ke Linda.
Linda tak kalah terkejutnya mendengar penjelasan dari Mila.

"Ih Mila, kok lu gak kasih tau gue dulu sihh!" kata Linda sambil mencubit lengan Mila dengan
kencang hingga Mila meringis kesakitan.

"Tadi gue mau ngasih tau lo, eh dua curut ini tiba tiba dateng teriak teriak manggil gue."

"Maksud gue, kenapa sebelum lu ke Bima, lu gak ngasih tau dulu ke gue."
Mila menggaruk garuk kepalanya yang tak gatal lalu sedikit terkekeh.

"Biar suprise aja hehe" Linda kembali mencubit lengan Mila lagi dan memukul babu Mila

"Serius Lo Lin demen sama es kutub utara?" timpal Rendi.

"Lo butuh bintang sirius yang terang dan panas untuk mencairkannya Lin!" jelas Fauzan sambil
tersenyum lebar ke arah Linda. Linda hanya diam dengan wajah yang tertekuk layaknya duit
seribuan.
BAB 9 : Takut

"Cinta itu sederhana, yang rumit itu kita."

******

Linda dan Mila kini sedang duduk di halte depan sekolahnya, menunggu untuk dijemput oleh
orang tua mereka masing-masing. Kebetulan Reza memberi tahu ke Linda jika ia akan pulang
lebih awal, karena arah pulang kantor Reza melewati sekolah Linda, Reza menyempatkan untuk
menjemput Linda.

Mila sedang sibuk dengan handphone nya, ia sibuk membalas chat dari seseorang yang ia sukai,
Rian. Ia bercerita jika Mila mendapatkan nomor Whatsapp Rian ketika Mila me-DM Rian di
instagram, dan dengan senangnya Rian memberi nomor whatsapp nya ke Mila. Sebaliknya Linda,
justru kondisi hatinya sedang tak menentu. Ia masih memikirkan tentang kejadian di kantin. Ia
takut setelah Bima tahu kalau Linda suka dengannya, Bima menjauh dari Linda.

"Mil, gue takut..." lirih Linda seraya menatap kedua kakinya yang sedang berayun bergantian.

"Takut kenapa Lin?" tanya Mila tanpa melihat Linda

"Takut Bima menjauh dari gue, setelah dia tahu kalau gue suka sama dia Mil." kata Linda sambil
menatap jalan raya yang mulai sepi dari kendaraan yang lalu lalang.

"Lo yakin kan dengan rasa lo sekarang?" tanya Mila yang sekarang memperhatikan Linda dengan
baik. Terlihat Linda tidak merespon apapun, dia masih melamun.

"Kalau lo yakin, lo gak akan berfikir ke situ. Langkah lu sedikit demi sedikit sudah ke arah sana Lin,
lo mau mendapatkan Bima kan? so, Bima harus tahu dulu kalau lo suka sama dia." kata Mila
sambil tersenyum.

"Seandainya dia malah menjauh dari gue gimana Mil? Apa gue harus tetap menaruh harapan ke
dia?"

"Selama sikap dia gak menyakiti lu, perjuangin aja Lin." Linda kemudian tersenyum seraya
mengangguk. Tak lama kemudian datang mobil milik Mama Mila, lalu berhenti dihadapan mereka
berdua

"Mama gue udah dateng, duluan ya Lin, Bye!" Mila memeluk Linda, kemudian beranjak ke
mobilnya.
Beberapa saat kemudian, mobil tersebut melesat jauh, meninggalkan Linda sendiri di halte ini. Ia
melihat jam tangan miliknya, waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, sudah satu jam sejak
bel pulang ia menunggu di halte. Lalu Linda memilih untuk menelpon Reza.

"Kak, lo udah dimana? Linda udah nunggu di Halte"

"Halo Lin, maaf kayaknya gue gak jadi jemput lu Lin, ada job mendadak dari kantor. Lo pulang
naik ojek online aja ya Lin."

"Yahh.. Yaudah gak apa apa, Linda naik ojek online aja."

Dengan gusar, Linda mematikan sambungan telepon nya, lalu membuka aplikasi ojek online
untuk memesan ojek.

"Duh, duit sama ovo gue habis lagi, mana mama gak ada di rumah" gumam Linda sambil
menggaruk kepalanya. Ia mencoba memperhatikan di sekelilingnya, sudah sepi, hanya beberapa
guru yang sepertinya sedang menunggu dijemput juga.

Linda menghembuskan nafas beratnya, ia mencari cara agar ia bisa pulang. Namun sepertinya
sudah tidak ada cara lagi selain jalan kaki ke rumahnya, ya walaupun jarak rumah Linda ke
sekolah tidak terlalu jauh, namun fisiknya yang sudah ditempa ketika belajar di sekolah cukup
membuat tubuh Linda merasa lelah, terlebih lagi riwayat anemia yang dimiliki oleh Linda.

"Linda!"

Linda menoleh ke arah sumber suara dari seorang pria yang tengah menaikki motornya dan
berhenti dihadapan Linda, sementara Linda tak melihat pria itu dengan jelas karena helm yang
melekat di kepala pria tersebut. Hingga pria itu melepas helm dari kepala nya

" Fauzan? Lo belum balik?" tanya Linda dengan sedikit terkejut

"Ini mau balik, lo sendiri kagak balik?"

"Balik lah, tapi gue gak ada yang jemput, mau naik ojek online tapi gak ada du..."

"Yaudah bareng gue aja." belum selesai Linda berbicara, Fauzan sudah menawarkan tumpangan
ke Linda. Sebaliknya Linda masih terdiam sesaat

"Lo kenapa masih diem di situ? takut ada Bima? Cie elah, udah pulang duluan dia mah."

"Ish! Apaan sih lu Jan!" pekik Linda lalu berjalan mendekati motor milik Fauzan. Linda mengambil
helm setelah Fauzan menyerahkan helm nya.

*****
"Jadi, lo beneran suka sama Bima?" tanya Fauzan yang sedang fokus mengendarai motornya.
Linda sedikit tertegun mendengar pertanyaan tersebut

"Hhmm, yaa... Menurut lo gimana?" Linda kembali bertanya ke Fauzan, sebenarnya Linda juga
bingung dan sedikit malu menjawab pertanyaan Fauzan tadi

"Kalau lo memang beneran suka sama Bima, kayaknya lo harus mempertebal kesabaran lo deh
Lin," Linda sedikit bingung dengan pernyataan Fauzan tadi.

"Maksud lo?"

"Lo liat aja sendiri Bima orang nya kayak gimana, dingin, jutek, tapi gue akuin dia baik sih, tapi
sama orang terdekat aja."

"Baik Bima itu kayak gimana Jan?" kini Linda menjadi penasaran tentang Bima.

" Yang paling gue inget sampe sekarang, Bima pernah transfusi darah ke gue ketika gue
kecelakaan Lin, gue kehabisan darah, kebetulan golongan darah Bima sama gue cocok, dengan
baiknya Bima donor darah ke gue. Makannya gue pernah bilang kan waktu kita ketemu di depan
gerbang, darah rendah gue langsung sembuh karena dia, hehe."

Linda antara percaya tak percaya mendengar penjelasan Fauzan, Linda tak menyangka dibalik
sikap dinginnya Bima, ternyata dia punya sisi malaikat yang jarang orang lain ketahui.

Sekarang Linda tersenyum-senyum sendiri, membiarkan imajinasinya bekerja, membayangkan


kembali peristiwa dimana ia digendong oleh Bima. Fauzan menyadari sikap Linda yang sedang
tersenyum-senyum dari spion motornya.

"Kenapa lo bisa suka sama Bima?"

"Karena dia beda dari yang lain." jawab Linda dengan senyum lebarnya. Fauzan mengeluarkan
senyuman kecutnya

"Beda dari yang lain? sebelumnya udah ada orang lain yang mencoba mendapatkan lo gitu?"
Linda mengangguk .

"Sejak SMP, banyak cowok-cowok yang mencoba deketin gue, tapi gue cuek aja. Karena emang
dasarnya gue gak suka sama cowok itu dan cara mereka buat ngedeketin gue udah gampang di
hapal di otak gue, Jan." Fauzan hanya mengangguk seraya tersenyum kecut.

"Jual mahal lo Lin, hahaha." Ledek Fauzan, Linda yang mendengar ledekan tersebut, langsung
memukul punggung Fauzan hingga Fauzan meringis kesakitan.
"Hati hati Lin, karma bisa datang ke lo."

"Loh, emang gue ngelakuin apa sampai dapat karma?"

"Lo kan sebelumnya udah sering nolak cowok, dan sekarang lo mulai mengejar Bima, bisa aja
Bima nolak lu sebagai karma dari masa lalu lo." Kata Fauzan, sontak Linda terdiam.

Fauzan yang menyadari gelagat Linda, merasa bersalah atas perkataannya tadi.

"Ehh, maaf, gue gak bermaksud bikin lo pesimis Lin." Kata Fauzan sambil menoleh ke arah Linda
yang ada di belakangnya. Linda tersenyum seraya memperbaiki rambutnya yang mulai
berantakan.

"Iya gak apa apa Jan, sans aja sama gue."

*****

"Bima, kamu liat Si Putih gak? dari tadi Papa cariin kok gak ada ya?" Tanya Papa Rizal seraya
meperhatikan tiap kolong yang dilaluinya.

"Si Putih? itu apaan Pa?" tanya Bima bingung.

"Kucing Persia yang baru Papa beli tadi siang, barusan Papa tidurin di kamar, tapi kok sekarang
gak ada ya?" Bima menghela nafasnya. Papanya ini memang gemar memelihara kucing, sekitar
sudah ada 3 kucing dirumah ini dengan jenis yang sama, yakni persia.

"Papa beli kucing lagi? Ya Allah, tiga kucing aja berisiknya udah minta ampun Pa, apalagi di
tambah satu lagi."

"Ya suka-suka Papa dong, yang ngasih makan kucing Papa ini bukan kamu." Bima memutuskan
untuk diam dan mengalah, Bima bisa saja membalas balik, tapi ia tahu hal itu tidak akan ada
habisnya.

Sekarang Bima fokus handphone miliknya, ia membuka instagram nya, asal kalian tahu, semenjak
masa orientasi, followers Bima melonjak naik dan banyak sekali DM yang menumpuk dan
didominasi oleh kaum perempuan. Awalnya Bima sedikit terkejut, karena sebelumnya, ia tidak
pernah mendapatkan notifikasi instagram sebanyak ini.

Bima juga mempunyai grup chat di whatsapp nya, yang berisikan hanya tiga anggota saja, Fauzan,
Rendi dan Bima sendiri. Karena bagaimanapun juga, sejak mereka menginjak di SMA, teman
terdekat Bima hanya mereka saja.

Ojan
Bim, mohon izin, tadi gue nganterin Linda ke rumahnya, gak ada yang jemput dia soalnya hehe.
Rendot
Weh Ojan, jangan nyebrang ke rumput tetangga dong!

Ojan
Ya gak masalah, emang dia udah jadian sama Bima? Wkwk

Rendot
On the way Jadian Jannn...

Chotta Bim
on the way jidat lu lebar!

Rendot
Ampun, Yang mulia sudah datang,
maafkan kisanak paduka

Ojan
Gak apa apa kan kalo Linda gue ambil? Wkwk

Chotta Bim
Ambil aja sono, emang dia siapa gue?

Rendot
Bukankah ia Ratu yang mendampingi paduka kelak?

Ojan
Tidak begitu Jidat lapangan GBK. Ratu akan menjadi milik Hamba, karena Sang Raja tidak mau
dengan Ratu

Rendot
Semoga kau tidak di beri kutukan oleh Paduka wahai  PakBoi

Ya begitulah singkatnya isi grup whatsapp mereka.

"Bima! Keluar buruan! Ada tamu!" teriak Papa Rizal, Bima langsung menaruh handphonenya di
meja. Lalu ia beranjak kehalaman rumah, ada tamu katanya.

Sesampainya diluar, Bima melihat seorang perempuan dengan rambut tergerai kebawah dan
bando hitam yang melekat di kepalanya, perempuan itu tengah sibuk berbincang di bale sambil
mengelus kucing persia milik Papanya.
Sambil memperhatikan perempuan tersebut, Bima berjalan mendekati mereka, jujur, Bima
seperti tak asing dengan perempuan itu. sesampainya Bima di bale, perempuan itu menatap
Bima, memperhatikan tiap detail Bima dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Lo seriusan Bima?"


kata perempuan itu sambil menunjuk Bima dengan tatapan tak percaya. Mendengar suara
perempuan itu ingatan Bima langsung aktif, ia mengenal perempuan yang ada dihadapannya itu.

"Salsha?" perempuan itu tersenyum, ia senang ternyata Bima masih mengingat dirinya, Salsha.

BAB 10 : Salsha

"Bertemu dengan seseorang dari masa lalu memang selalu dikaitkan dengan rasa rindu,
padahal nyatanya dia sudah merindukan orang lain yang jelas-jelas bukan kamu."

*****
Pagi yang cerah serta langit biru yang terhampar luas di angkasa. Awan berjejer bak kapas yang
terbang tertiup angin. Embun pagi yang terlihat di kutikula daun, terasa dingin tatkala di injak
kaki. Dua anak kecil itu sangat berbahagia hari ini, bahkan tiap hari nya. Satu anak laki-laki dan
yang satu anak perempuan. Sang anak perempuan dengan semangatnya berlari dan mengejar
anak laki-laki. Tak peduli sudah beberapa kali ia jatuh, ia terus mengejar anak laki-laki itu.

Ternyata, anak laki-laki itu mencuri bando yang selalu melekat di kepala anak perempuan.

"Kembalikan bando aku!!!" teriak anak perempuan itu sambil berusaha mengejar anak laki-laki
yang mencuri bando nya.

"Kamu mau bando ini? Ayo coba kejar aku dulu! Baru aku kasih bando nya wleee!" Anak
perempuan itu makin geram, terlihat dari ekspresi wajahnya yang mulai mengkerut.

"Abim mah nakal!" Rengek anak perempuan itu, lalu duduk di hamparan rumput yang basah.

"Nama aku Bima! B. I. M. A , Bima! Bukan Abim!" Kata anak laki-laki itu sambil menunjuk-nunjuk
dirinya.

"Bodo amat! Kembalikan bando aku! Besok aku mau pergi ke austlalia, aku mau pake bando itu di
sana!"
Kata anak perempuan itu seraya berusaha kembali merebut bando miliknya. Dan akhirnya anak
perempuan itu mendapatkan bando miliknya.

Sebaliknya, anak laki-laki itu terdiam mematung, seolah-olah sudah dikutuk oleh orangtua nya
menjadi batu. Anak laki-laki itu menatap lekat anak perempuan yang sedang memakai bando.

"A..ap.. Apa? Salsha mau ke Austlalia?" Anak perempuan itu mengangguk lalu memeletkan
lidahnya.

"Iyaa, Salsha mau ke Austlalia,"

Wajah anak laki-laki itu sontak berubah menjadi murung. Anak perempuan itu menyadari
perubahan dari anak laki-laki itu. Kemudian anak perempuan itu mendekatinya.

"Abim kenapa? Abim marah ya sama Salsha gara-gara Salsha gak ngajak Abim ke Austlalia?" Tanya
anak perempuan itu sambil memegang bahu anak laki-laki itu.

"Enggak, aku gak marah, aku cuma sedih,"

"Abim sedih kenapa? gara-gara Salsha gak ngajak Abim ya?" Anak laki-laki itu menggeleng-
gelengkan kepala nya.

"Abim pasti gak bakal di bolehin sama Papa kalau ikut sama Salsha. terus, nanti Abim main sama
siapa di sini?"

Tak di sadari, air mata anak laki-laki itu menetes. Dengan polosnya, anak perempuan itu
mengusap air mata tersebut.

"Abim kenapa nangis? Abim kan anak cowok, Abim gak boleh nangis!" kata anak perempuan itu
sambil memukul bahu anak laki-laki tersebut.

"Ha? Aku gak nangis, kan aku cowok! Aku gak boleh nangis!"

Lalu perempuan itu melepaskan bando miliknya yang ada di kepalanya. Sesaat, ia menatap
dengan lama bando miliknya itu. Kemudian ia menyodorkannya ke anak laki-laki itu.

"Kalo gitu, ini buat Abim aja,"

Anak laki-laki itu terdiam kembali, lalu menatap lama anak perempuan yang ada di hadapannya
itu.

"Buat aku? Tapi kan aku cowok, masa aku pakai itu sih Sal."
Anak perempuan itu kemudian tersenyum lebar, lalu menarik tangan anak laki-laki itu dan
menaruh bando di tangan anak laki-laki tersebut.

"Abim simpen aja, nanti kalau Abim kangen sama aku, tinggal liat bando ini deh."
Kemudian, Anak laki-laki itu tersenyum dan anak perempuan itu juga ikut tersenyum.

"Abim boleh make juga kalau Abim kangen banget sama aku nanti." Kemudian Anak laki-laki itu
memakai bando di kepalanya, anak perempuan itu pun bingung melihatnya.

"Kok Abim make bando itu sekarang? Kan Salsha belum pergi ke Austlalia?" tanya anak
perempuan itu sambil memanyunkan bibirnya.

"Biar nanti kalo dateng kangennya, gak perlu make bando ini lagi Sal."
Mereka pun tertawa kembali.

*****

"Iya gue Salsha, Kenapa lo? lupa ya sama gue? Baru 10 tahun gue pergi, gimana 100 tahun? masa
lo lupa sih?"
Kata Salsha sambil menatap sinis Bima, Bima hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Hmm, lo ngapain ke sini?" Tanya Bima

"Kenapa? Gue gak boleh ke sini ya? Yaudah gue balik."


Salsha mengembalikan kucing milik Papa nya ke alas bale, kemudian ia mulai berdiri dan beranjak
dari duduknya. Namun hal itu di tahan oleh Bima.

"Ehh, gak gitu Sal, lo sih dateng gak bilang-bilang." Bima menarik lengan Salsha dan mencoba
menyuruhnya untuk duduk kembali. Salsha pun menuruti nya.

"Lo mau minum apa? Biar gue ambilin." tawar Bima ke Salsha.

"Hmm Air putih aja." jawab Salsha.

"Hmm. Oke."

"Air sama teh maksudnya Bim." Bima terdiam sebentar, mengolah kembali perkataan Salsha tadi.

"Maksudnya? Minuman teh gitu?" tanya Bima dengan wajah kebingungan.

"Ihh enggak Bim, air sama teh!"

Bima menggaruk garuk lehernya. Papa Rizal yang sedang memberi makan Si Putih yang baru saja
ditemukan itu sedikit tertawa.

"Air sama teh nya dipisah kali Bim," Ledek Papa Rizal yang masih fokus memberi makan ke Si
Putih.

"Hahahaha Bercanda kok Bim, lo gak berubah ya, masih sama kayak dulu, 'lala-lolo' haha'." Kata
Salsha seraya tertawa.

"Jadi lu mau minum apa nih? Jangan sampe gue keluarin rumus-rumus kimia buat nyebutin satu-
satu kandungan minuman yang ada di rumah gue." Kata Bima, terlihat Salsha mengernyitkan
dahinya, Bima pun tersenyum puas.

"Banyak gaya lo Bim, gue tau lu pinter kimia! Yaudah, teh manis aja."

Bima pun meninggalkan Salsha dan beranjak ke dapur untuk membuatkan teh manis untuk
Salsha.

*****

"Jadi, lo selama di Australia udah ngapain aja?" Tanya Bima, alih-alih hanya membuat basa-basi di
antara pembicaraan mereka.

"Hmm, gue cuma belajar, makan, tidur, bantuin Mama buka toko kue di sana, udah deh." Bima
hanya mangut-mangut mendengarnya.
"Ehmm, Oh iya Bim, tahun ini gue bakal sekolah di sini." ujar Salsha

"Loh, terus lo di rumah tinggal sama siapa nanti?" tanya Bima seraya minum teh buatannya.

"Gue tinggal sama orang tua gue lah, kebetulan ayah gue lagi ada proyek di Indonesia, jadi tinggal
di sini lagi. Otomatis gue bakal sekolah di sini juga kan." Jelas Salsha.

"Emang lo mau sekolah dimana?" tanya Bima dengan raut muka yang seolah-olah sedang
menebak jawabannya.

"Di SMA Karya Bakti."

Bima tersenyum, tebakannya benar, teman lamanya ini akan satu sekolah dengannya.

"Jangan bilang gue bakal satu sekolah sama lo?"


Bima pun mengangguk, kemudian menyeruput kembali minuman teh miliknya.

"Ya semoga gue gak ngajakin lo berantem di sekolah ya Bim." Bima terkekeh mendengar ucapan
Salsha.

Sejenak mereka terdiam, Bima terlihat sedang melamun ke arah ayahnya yang sedang
membersihkan kandang kucingnya, sebaliknya Salsha sibuk memperhatikan detail rumah Bima.

"Oh ya Bim." Lirih Salsha, Bima lalu mengalihkan perhatiannya ke Salsha.

"Hhmm, lo udah ada cewek?" Tanya Salsha, Bima terdiam sebentar.

"Belum."
Salsha sedikit terkejut seraya merapihkan rambutnya yang berantakan karena tertiup angin

"Tapi..." belum selesai Bima berbicara, Salsha sudah memotong pembicaraan Bima.

"Hah? Masa sih? Gue liat-liat di postingan instagram lu, banyak komen dari cewek-cewek tuh."
Bima hanya tersenyum.

"Maaf, tadi lu mau ngomong apa?" Bima menghirup nafasnya dalam-dalam, Salsha terlihat
menunggu Bima berbicara.

"Udah ada satu cewek yang terang-terangan suka sama gue Sal." Salsha terlihat mangut-mangut
kemudian menatap kembali Bima dengan lekat.

"Terus, lu suka sama dia juga?"

"Enggak."
BUUGGH

Salsha memukul lengan Bima dengan kencang, Bima yang mendapat perlakuan itu terlihat
meringis olehnya.

"Sakit anjir, ngapa si mukul gue?"

"Enggak apa-apa, pengen aja." Jawab Salsha dengan senyum lebar, sedangkan Bima masih
meringis kesakitan sambil mengelus-elus bekas tinjuan salsha.

"Btw, lo kapan mulai sekolah?" Tanya Bima

"Hmm, Senin depan"

"Oh."

"Kenapa? Lo gak sabar ya mau satu sekolah sama gue? hahaha." Ledek Salsha seraya tertawa
kecil ke Bima. Bima hanya tersenyum melihatnya.

Kemudian, Salsha mengeluarkan handphone-nya, ia akhirnya sibuk dengan handphone-nya.

"Gue balik ya, Bim, di suruh pulang sama Mama gue." Bima mengangguk, kemudian Salsha
menghabiskan minuman teh yang di buat oleh Bima.

"Es teh nya manis ya, Bim." kata Salsha

" Iya."

"Sama kayak yang bikin."

Bima sedikit terkejut, lalu mengeluarkan senyuman getirnya, Salsha yang melihatnya kemdian
tertawa terbahak-bahak.

"Yeeh, jangan baper!" kata Salsha sambil memukul pipi mulus Bima.

"Om Ijal! Salsha balik dulu ya!"

"Iyaa! Makasih Sal udah mampir!"


*****

BAB 11 : Penolakan?

*****

Hari Jum'at, SMA Karya Bakti mempunyai program yang selalu dilakukan secara rutin, yakni
kegiatan senam bersama seluruh warga sekolah. Hal ini diharapkan bisa meningkatkan kesehatan
dan kebugaran bagi warga sekolah terutama para siswanya.

Tak hanya senam, siswa-siswi juga melakukan kegiatan kerja bakti pada hari Jum'at, jadi tidak
hanya kesehatan yang dijaga namun lingkungan sekolah tetap harus terjaga, terutama menjaga
hati, eh(?).

"Selamat pagi anak-anak yang saya banggakan, karena hari ini ada jadwal senam, diharapkan
siswa-siswi untuk segera berbaris di lapangan karena kegiatan senam akan dimulai."
Kata Pak Budiman yang bersumber dari speaker yang terletak di setiap sudut kelas.

Siswa-siswi yang ada di dalam kelas mulai berhamburan ke arah lapangan, mereka berbaris di
lapangan sesuai urutan kelasnya masing-masing. Di sisi lain, Linda dan Mila sedang sibuk berganti
baju seragam olahraga di toilet perempuan, lebih tepatnya mereka berganti pakaian di dalam
satu toilet yang sama, karena sebenarnya satu bilik toilet di sekolah ini lumayan luas dan bisa
menampung 2 orang sekaligus di tiap biliknya.

"Eh Lin, besok senin Kak Rian mau olimpiade matematika di Surabaya, sedih gak bisa liat Kak Rian
di sekolah huhuhu." Kata Mila dengan mimik wajah sedih, Linda yang melihatnya sedikit risih.

"Ya baguslah dia mengharumkan nama sekolah, harusnya lo mendukung dia sepenuhnya Mil!
Doakan biar Kak Rian juara olimpiade." Kata Linda memberi nasihat ke Mila.

"Aamiin, semoga Kak Rian gak main perempuan lain di sana Ya Tuhan, Aamiin." Ucap Mila sambil
mengangkat kedua tangan layaknya sedang berdoa.

"Ya emang kenapa? Hak dia dong mau main perempuan di sana. Kan dia belom punya pacar."
nyinyir Linda, Mila menatap sinis sahabatnya itu.

"Gak boleh! Kak Rian hanya Mila seorang yang punya! kalo sampe ketahuan Kak Rian main sama
cewek lain....."

"Mau ngapain lo?"

"Gue beralih ke Bima aja."


celetuk Mila dengan spontan.

PLAKK

Dengan refleks Linda menjitak Mila hingga menimbulkan suara yang kencang. Mila yang
mendapatkan perlakuan itu sedikit meringis dan mengelus-elus bekas jitakannya itu.

"Emang ngapa si gak boleh?"

"Ya gak boleh lah, Bima hanya punya Linda seorang." kata Linda dengan santai, Mila sedikit
tersenyum getir.

"Masa sih? Kayaknya Bima dingin-dingin aja tuh ke lu." Sindir Mila

"Ya tenang aja, kutub utara aja udah mulai mencair, apa lagi Bima?"

"Global warming dong lo? Hahaha." Ledek Mila, Linda tak mengubris sahabatnya itu.

Beberapa saat kemudian, mereka selesai berganti pakaian olahraga, lalu berjalan ke kelas untuk
menaruh baju seragam sebelumnya kemudian bergegas ke lapangan untuk mengikuti kegiatan
senam.

*****
Linda dan Mila berjalan ke arah lapangan, di sini terlihat sudah banyak sekali siswa-siswi yang
berbaris terutama kelasnya sendiri. Kelas 10 MIPA A baris di barisan paling kiri lapangan dekat
dengan pohon rindang, hal ini sangat menguntungkan bagi kelasnya yang ingin berteduh di
panasnya terik matahari yang menyentuh kulit mereka.

Linda mengedarkan pandangannya ke barisan yang ada di sampingnya. Kebetulan barisan kelas
Linda bersebelahan dengan 10 MIPA B, dimana kelas itu adalah kelas pujaan hatinya sekarang,
siapa lagi kalau bukan Bima?

"Hayolo! Nyariin siapa lo?!" kejut Fauzan dan Rendi yang tiba tiba muncul dari belakang Linda.
Linda menatap kedua orang itu dengan tatapan sinis.

Namun tatapan itu berubah menjadi tatapan dengan mata yang membinar tatkala Bima datang
dibalik belakang Rendi dengan seragam olahraga dan tak lupa earphone yang selalu melingkar di
lehernya.

Saat itu juga, Bima merasakan bila Linda sedang memperhatikan dirinya. Kemudian ia
memutarkan kedua bola matanya dan membuang wajahnya dari hadapan Linda.

"Eh Rend, Jan, tukeran dong, gue sama Mila di barisan lo."
Pinta Linda sambil menarik-narik lengan Fauzan dan Rendi.

Mereka menatap Linda dengan bingung seraya melepas tarikan tangan Linda dari tangannya.

"Jangan! Atau gue gak akan kasih tugas kimia yang 40 soal itu." ancam Bima dengan tatapan yang
sadis ke arah Fauzan dan Rendi.

"Hmm, Gak mau ah, itu kan barisan cewek, masa iya gue baris di tengah-tengah cewek gitu."
tolak Fauzan dengan spontan, ia khawatir tidak mendapatkan jawaban kimia yang konon gurunya
sangat killer itu.

"Nanti gue beliin bakwan Mbak Dini deh! SATU LUSIN!" Rayu Linda sambil kembali menarik
lengan Fauzan dan Rendi.

Sebaliknya mereka melirik Bima kembali, dan Bima langsung menatap sinis nan tajam kepada
kedua temannya itu.

"Aduh gak bisa Lin, Eh Mila! Ini tolongin dong, teman lu narik-narik tangan gue mulu nih."
Ujar Rendi, Mila terlihat hanya tertawa terbahak-bahak.

Tak lama kemudian, Linda melepaskan tarikan tersebut, lalu beralih ke Bima yang sedang fokus
menggerakan gerakan senam.

Dengan cepat, Linda langsung menyelip ke barisan cowok dan berdiri di hadapan Bima. Fauzan
dan Rendi melihat tingkah Linda dengan heran.

"Pagi Bima! gimana bakwan kemarin yang gue kasih?" tanya Linda sambil menunjukan senyum
terbaiknya ke Bima.

"Enak ga?"

"Enak ga?"

"Enak ga?"

Bima tetap tak mengubris pertanyaan bertubi-tubi dari Linda. Melihat hal itu Linda langsung
mencari cara agar Bima merespon ke datangan Linda.

Srreekk

Linda menarik earphone milik Bima yang melingkar di lehernya dengan cepat, Bima yang
menyadari earphone nya diambil Linda memasang wajah datar dan menatap tajam ke cewek
yang ada dihadapannya itu.

"Kembaliin earphone gue." pinta Bima dengan berusaha untuk menahan amarah.

"Gue akan kembaliin kalau lo kasih tau dulu." Bima mengangkat sebelah alis matanya, seolah tak
paham apa yang dimaksud perkataan Linda.

"Kasih tau apaan?"

"Ya kasih tau! Masa lo lupa sih."


Bima menghembuskan nafas beratnya, sungguh ia tak mengerti apa yang diminta oleh Linda.

Daripada mengurusi Linda dengan pertanyaan yang tidak jelas itu, Bima kembali fokus dengan
senamnya. Menyadari Bima tak peduli dengan pertanyaan Linda, Linda meregangkan earphone
milik Bima dan menunjukkannya ke hadapan Bima.

"Jawab pertanyaan gue atau earphone lo gue putusin." Melihat Linda sedang memperagakan
seperti ingin memutuskan earphone miliknya, Bima langsung terdiam dan menatap Linda kembali
dengan tajam.

"Mau lo apa sih? Gue gak ngerti sama pertanyaan lo tadi." ujar Bima, kemudian Linda tersenyum
seraya berdecak pinggang di hadapan Bima.

"Lo udah tau kan kalau gue suka sama lo?" Bima terdiam sebentar, lalu menganggukan kepala
dengan pelan.
"Terus lo gimana?" Bima terdiam kembali dan menatap kosong cewek yang ada di hadapannya
itu.

"Ya gak gimana-gimana."

Linda memukul lengan Bima dengan keras hingga sedikit mendorong tubuh Bima kebelakang.

"Serius!"

"Hmm, lo gak ada rasa suka gitu ke gua?"


tanya Linda dengan percaya diri sambil tersenyum manis ke Bima, tak sedikit pula siswa-siswi di
sekitar mereka menguping pembicaraan Linda dan Bima.

"Gak ada." Jawab Bima dengan spontan.

Senyum yang awalnya merekah di bibir Linda kini memudar, terdengar suara tertawa kecil dari
siswa di sekitar mereka, ternyata banyak yang melihat Bima dan Linda.

"Sana balik! Berhenti untuk ganggu gue lagi!" Kecam Bima lalu merebut kembali earphone
miliknya dari Linda.

Dengan rasa gusar Linda meninggalkan Bima dari barisannya, ia memilih kembali berbaris di
kelasnya. Mila yang sebenarnya melihat dan mendengar pembicaraan Bima dan Linda, langsung
tersenyum kecut ke arah Linda.

"Ditolak?" Linda berjalan seraya menganggukan kepala dengan lemas. Kemudian Mila memeluk
sahabatnya itu dengan erat.

"cup..cup..cup coba lagi lain kali ya Adee." cibir Mila seraya menenangkan Linda.

*****

Senam hari ini telah usai, kegiatan sekolah selanjutnya adalah kerja bakti. Sekolah ini memang
dikenal cukup luas, karena tiap kelas dibagi menjadi lima ruangan, jadi jumlah ruangan dari kelas
10 sampai kelas 12 IPA dan IPS ada 30 ruangan kelas, belum lagi luasnya lapangan, aula, kantin
dan sebagainya.

Untuk kegiatan kerja bakti ini tiap kelas dibagi spotnya masing-masing. Dan lagi-lagi kelas Linda
dan Bima memiliki spot yang bersamaan. Kelas mereka mendapatkan bagian di area kantin, dan
tentu saja spot ini adalah spot yang paling kotor diantara yang lainnya.

Bima dan kedua temannya, Fauzan dan Rendi tengah duduk di kursi panjang kantin. Diantara
teman kelas lainnya yang sibuk menyapu, justru mereka hanya duduk ditemani es jeruk yang baru
saja mereka beli.
"Woy lo pada enak ye minum es jeruk bagai raja, nih teman kelas lo napasnya udah hampir habis
udah kayak mau sekaratul maut!" Sindir Mila yang tiba-tiba sudah berdiri di dihadapan mereka
bertiga.

"Maap-maap aja ni, tadi gue udah bantu banyak di sini." Ujar Fauzan sambil kembali meminum es
jeruk miliknya.

"Bantu apaan?"

"Bantu do'a."

Pletak!

Dengan kencang, gagang sapu yang ada di tangan Mila mendarat di kepala Fauzan. Fauzan
meringis kesakitan sambil mengelus bekas pukulan itu.

Kemudian Mila beralih ke Rendi yang sedang sibuk bermain game, terlihat ia juga sibuk berbicara
sendiri dengan teman dunia maya nya itu.

"Rendi! Bantuin atau gue aduin ke Pak Budiman kalau lo ngendap-ngendap masuk sekolah lewat
pintu belakang?" sontak Rendi menoleh ke arah Mila yang sedang menatap dirinya dengan bola
matanya yang membesar.

"Haduu, bentar Mil, gue selesain dulu nih game gua, mau winner chicken dinner nih, nanti pasti
gue bantu." Kata Rendi meyakinkan lalu kembalu fokus dengan gamenya.

Kemudian Mila beralih ke seorang cowok yang sedang di kejar oleh sahabatnya, Bima terlihat
bermain handphone dengan earphone yang selalu menempel di telinganya.
Dengan gusar, Mila menarik earphone dari telinganya, lalu mengantonginya di saku dada kirinya.

"Apalagi sih Mil?! Gak lo gak temen lo, selalu ganggu hidup gua." Ketus Bima menatap tajam
Mila, sebaliknya Mila hanya tersenyum kecut ke Bima.

"Balikin earphone gue!" Pinta Bima dengan nada yang sedikit menghalus.

"Nih ambil dikantong gue kalau berani."

Tantang Mila sambil membusungkan kantong nya, tentu saja Bima tidak akan mengambil
earphone di kantong yang letaknya di dada kiri Mila, bisa-bisa ia di tuduh pelecehan oleh semua
orang di sekolah ini.

"Biar gue aja Bim yang ngambil." tawar Fauzan dengan senyuman layaknya siap menerkam Mila.
Plak!

Untuk kedua kalinya Mila memukul kepala Fauzan dengan gagang sapu.

"Sakit anjir, jahat lo Mil sama gue!" Mila tak menggubris, lalu ia kembali berurusan dengan Bima.

"Kalau lo mau earphone lo balik, ke Linda dulu gih sana, dia ngambek gara-gara lo noh!"

"Enggak mau."

"Yaudah earphone lo buat gue ya."

Kata Mila sambil menunjukkan earphone milik Bima, raut muka Bima berubah seolah-olah tak
ikhlas bila earphone nya itu diambil oleh Mila. Dengan berat hati, Bima menerima permintaan
Mila.

"Dimana dia?."
Mila pun tersenyum, kemudian melemparkan earphone ke tubuh Bima.

"Dia ada di samping pohon itu." tunjuk Mila ke arah sebuah pohon dengan alas rumput yang
segar.

Dengan malas Bima melangkah ke arah pohon itu, dan benar saja Linda sedang duduk sambil
memainkan rumput lalu melemparkannya ke segala arah.

Senyum Bima sedikit merekah ketika melihat kelakuan Linda yang sedang marah dengannya,
karena setahu Bima, Linda cenderung sedikit bar-bar jika marah dengan seseorang apalagi ia
ingat dengan kejadian di kantin ketika Linda marah-marah dengannya karena telah mengambil
buku diary milik Linda.

Anda mungkin juga menyukai