Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI ABDUL KHOLIQ ARIF

Abdul Kholiq Arif, terlahir di kabupaten Wonosobo Jawa Tengah tepatnya pada tanggal
16 September 1968. Beliau akrab disapa dengan nama Kholiq, yang mempunyai delapan saudara
dari seorang ibu bernama Hj. Ruqoyah, sedangkan ayahnya bernama H. Umar Sholeh. dari
delapan saudara tersebut, beliaulah yang paling menonjol diantara saudarahnya.

Pada awal pendidikannya, dimulai di sebuah sekolahan formal di MI (Madrasah


Ibtidaiyah) Al-Falah Jaraksari. Yang mana, sekolah atau madrasah tersebut berada di wilayah
Kabupaten Wonosobo sendiri yang kebetulan Madrasah tersebut dekat dengan rumahnya.
Setelah selesai menempuh pendidikan di MI (Madrasah Ibtidaiyah) Al-Falah Jaraksari, beliau
memilih meneruskan jenjang pendidikan formalnya tersebut di sebuah Madrasah Negeri,
tepatnya di MTs (Madrasah Tsanawiyah) Negeri Banjarnegara. Selain itu, Ketika melanjutkan
pendidikannya di MTs (Madrasah Tsanawiyah) Negeri Banjarnegara tersebut, beliau juga belajar
di pendidikan non-formal, yakni disebuah pondok pesantren Al-Fallah Parakancanggah
Banjarnegara. yang mana, pondok pesantren tersebut dibangun oleh eyang buyutnya sendiri.

Setelah menamatkan pendidikan formalnya di MTs (Madrasah Tsanawiyah) Negeri


Banjarnegara, beliau dikirim oleh ayahnya H. Umar Sholeh ke sebuah pondok pesantren di Jawa
Timur, tepatnya di pondok pesantren Tebuireng Jombang. Karena ayahnya H. Umar Sholeh
sendiri adalah tokoh Nahdlatul Ulama di Wilayah Wonosobo. Sehingga, ayahnya menyuruh
anaknya tersebut (Kholiq) untuk belajar di pesantren Tebuireng. yang mana, kelak Kholiq
tersebut diharapkan untuk meneruskan perjuangan ayahnya (H. Umar Sholeh) menjadi tokoh
Nahdlatul Ulama di Wonosobo.

Ketika beliau (Kholiq) sudah tercatat namanya sebagai santri di pondok pesantren
Tebuireng Jombang, beliau lantas mengikuti seluruh kegiatan dan mentaati peraturan yang ada di
pesantren tersebut. Beliau selain sebagai santri di pondok Tebuireng tersebut, beliau juga
melanjutkan belajar pendidikan formalnya di SMA Wahid Hasyim. Yang mana, SMA tersebut
juga bagian dari unit yang ada dalam yayasan pondok Tebuireng Jombang, yang didirikan oleh
salah satu kiai yang menjadi pengasuh pesantren Tebuireng, yakni masa K. H. Yusuf Hasyim.
Jalan kehidupan seseorang pun tidak semuanya lurus, itulah yang dialami oleh Kholiq ketika
mondok di pesantren Tebuireng. Beliau harus merasakan sakitnya penyakit yang menempel
diraga beliau, sehingga dalam proses belajar di pesantren Tebuireng dan belajar di sekolahan pun
terganggu dan terbengkalai oleh kesehatan yang dialami olehnya. Dalam keadaan kesehatan yang
seperti itulah, beliau harus memutuskan untuk pulang kerumah dan tidak kembali kepesantren
Tebuireng, karena sakit yang dideritanya tidak kunjung selesai.

Kepulangannya untuk kembali kerumah, tidak lantas berpangku tangan begitu saja.
Setelah dirumah dan kesehatannya sembuh, beliau masih tetap bersemangat untuk meneruskan
belajar, baik itu belajar dipendidikan formal maupun non-formal. Saat itu, Beliau melanjutkan
pendidikan formalnya di MAN (Madrasah Aliyah) Negeri Wonosobo, dan saat itu juga nyantri
kepada K. H. Muntha al-Hafidz, salah satu tokoh kiai yang mempunyai pesantren berada di
wilayah Kalibeber Mojotengah Wonosobo.

Dibangku MAN (Madrasah Aliyah Negeri) Wonosobo, agaknya kurang cukup bagi
Kholiq untuk menimbah ilmu. Dalam akhir belajarnya di MAN Wonosobo, beliau lantas
meneruskan pendidikan formalnya ke jenjang yang lebih tinggi. Beliau melanjutkan kejenjang
lebih tingginya ke perguruan tinggi Islam Negeri di wilayah Yogyakarta, yakni di IAIN Sunan
Kalijaga (Institut Agama Islam Negeri) sunan kalijaga Yogyakarta, yang sekarang berubah nama
menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga. Beliau di IAIN atau sekarang UIN,
memilih Fakultas Syari’ah sebagai pelabuhan untuk pendidikan diperguruan tingginya. Di
perguruan tinggi UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga inilah beliau berbenturan dan
bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa diberbagai daerah dan wilayah.

Waktu kuliah, beliau tidak lantas menghabiskan waktunya begitu saja. Waktu demi
waktu, hari demi hari, beliau telah berjibaku dengan berbagai buku, karena memang beliau
mempunyai hobi membaca dan menulis, sehingga tidak ada waktu sedikitpun yang terbuang sia-
sia bagi beliau. Disamping waktunya dibuat membaca dan menulis, ketika masa-masa kuliah,
beliau juga mengikuti berbagai kegiatan mahasiswa atau unit kegiatan mahasiswa. Saat itu,
beliau memilih kegiatan Jurnalistik. Di kegiatan Jurnalistik inilah, beliau bisa menyalurkan
hobinya untuk menulis. Di jurnalistik, beliau juga belajar dengan para senior-seniornya yang
lebih dulu menguasai Jurnalistik, dan juga belajar dengan guru-gurunya, sehingga tercatat beliau
pernah belajar dengan guru-guru Jurnalistiknya seperti diantaranya Imam Aziz, Humaidi
Abusami, Cholidy Ibhar, dan Ahmad Suady, dari situlah beliau bisa menjadi salah seorang
Jurnalis yang sangat piawai dan handal.
Bulan demi bulan telah berjalan, begitu juga dengan tahun demi tahun telah dilaluinya
ketika menjadi seorang mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga. Berbagai proses belajar yang beliau
jalani, lambat laut telah usai begitu saja. Dengan tamatnya beliau di perguruan tinggi, dengan
menyandang S1 (strata satu) dibidang ilmu Syari’ah. Dan dengan bekal ilmu-ilmu lain selama
didapatkannya di masa-masa menjadi mahasiswa, dengan mengikuti berbagai kegiatan
mahasiswa, terutama ilmu-ilmu jurnalistik yang dipelajari dari para senior-senior, dan para guru-
gurunya. Beliau kemudian memilih berkarir di dunia jurnalisti setelah lulus dari S1-nya.

Dalam awal karirnya, beliau memilih tabloid Tebuireng post sebagai jujukan karir
jurnalistiknya, Selain mejadi frelance dibeberapa media masa sehingga beliau memfokuskan
untuk menekuni dunia jurnalistik secara murni, yang kemudian beliau memilih untuk terjun
sebagai wartawan harian umum koran Jawa Post untuk wilayah Jawa Tengah dan Wilayah DIY
(Daerah Istimewa Yogyakarta).

Keuletan dan keistiqomahan dalam bekerja, membuat beliau pada awal tahun 1997
sampai 1999 dipanggil oleh pemilik sekaligus pimpinan Jawa Pos yakni Dahlan Iskan. Pada
waktu itu, beliau diberi tugas oleh pak Dahlan Iskan sebagai General Manager dan sekaligus
merangkap menjadi pimpinan redaksi harian umum satria pos untuk wilayah kerja daerah
Banyumas. Di daerah itulah beliau bekerja dengan giat dan sangat rajin. sehingga pada beberapa
bulan kemudian beliau dengan teman-temannya dipanggil kembali ke dalam management Jawa
Pos yang kemudian disuruh membuat dan memegang Jateng post beserta beberapa koran radar
yang berada dalam naungan milik Jawa Pos pusat.

Seorang yang baik dan pekerja keras, tidak mungkin tidak berguna begitu saja. Itulah
sebuah statemen yang memang layak dilayangkan kepada beliau (Abdul Kholiq Arif). Setelah
meniti karirnya di dunia jurnalistik menjadi seorang wartawan diberbagai koran. Pada tahun
2000-an, beliau mulai memilih terjun ke dunia perpolitikan yang berada di daerah tanah
kelahirannya sendiri, yakni di Kabupaten Wonosobo. Terjunnya beliau ke dalam dunia
perpolitikan tersebut, tidak murni dari keinginan beliau sendiri. Beliau dimintai amanat dari
seorang ketua umum partai politik, yang juga masih keponakan dari Gus Dur, yakni Muhaimin
Iskandar sebagai ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan juga dimintai oleh ketua
PKB Wonosobo yang saat itu dipegang oleh Iru Idham Kolid. Beliau (Kholiq) disuruh untuk
menjadi wakil bupati dari Trimawan Nugrohadi dalam masa jabatan 2000-2005.
Beliau (Abdul Kholiq Arif) memang menjadi salah satu orang yang sangat beruntung.
Dari keberuntungannya tersebut, terutama dalam karir di politiknya yang selama lima tahun
mendampingi seorang bupati Trimawan Nugrohadi. Beliau (Kholiq) mendapat amanah dari
seorang guru spiritualnya yakni Kiai Nastir Dalhar yang biasanya disebut dengan sebutan Mbah
Nastir, yang berada di daerah Tieng Kejajar Wonosobo, untuk menjabat sebagai ketua DPC PKB
(Partai Kebangkitan Bangsa) Wonosobo, yang selanjutnya beliau dipersiapkan maju menjadi
Bupati Wonosobo setelah masa menjadi wakil Bupati Wonosobo berakhir. Kerja keras pun tidak
akan menghianati hasil. Setelah melewati berbagai hal, pada tahun 2005-2010 beliau (Kholiq)
menjabat sebagai Bupati Wonosobo dengan wakil Bupatinya bernama Mutohar.

Beliau (Kholiq), dalam masa kecilnya memang sangat baik dan bekerja keras, dengan
mempunyai prinsip melayani dan bermanfaat bagi orang banyak adalah sebuah ucapan yang
selalu dimiliki dan ditanamkan dihatinya ketika beliau berada dilingkungan manapun. Dan saat
ketika beliau menjadi pembantu masyarakat Wonosobo, beliau jalankan dengan sebaik-baiknya
dengan penuh ketulusan, kebijaksanaan, ketabahan dan sepenuh hati.

Seorang pemimpin yang mempunyai jiwa kepemimpinan yang sejati, pasti mampu
memimpin rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Hal itulah yang diterapkan oleh beliau (Abdul
Kholiq Arif) di dalam politik, ketika beliau dipercaya pemimpin kabupaten Wonosobo menjadi
Bupati. Dan beliau dalam karir politiknya sangatlah bagus, terbukti dengan dipercayainya beliau
oleh masyarakat dan para kiai untuk memimpin yang kedua kalinya menjadi Bupati Kabupaten
Wonosobo kembali pada periode 2010-2015, dengan wakil bupatinya Maya Rosyida.

Anda mungkin juga menyukai