SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Sebagian Persyaratan
Dalam mencapai Derajat Sarjana S-1
Ilmu Administrasi Negara
Oleh :
IRSAD MUNAWIR
NIM.07011181320011
i
ii
ii
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Ketua:
Anggota:
3. Ermanovida, S.Sos.,M.SI
NIP. 196911191998032001 ....................................
Mengetahui:
Prof. Dr. Kiagus Muhammad Sobri, M.Si Zailani Surya Marpaung, S.Sos., MPA
NIP. 196311061990031001 NIP. 198108272009121002
iii
iv
Motto :
Jangan pernah takut untuk terus berusaha karena jika pun kau akan gagal nantinya maka kau
akan gagal sebagai seorang pemberani dan bukan gagal sebagai seorang pengecut
( Irsad Munawir)
2. Kedua adikku
3. Almamater kebanggaanku
iv
v
ABSTRAK
v
vi
ABSTRACT
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan penulis atas
segala nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “Manajemen Kolaborasi di Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Palembang” ini
merupakan usaha penulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memenuhi syarat
menyelesaikan masa studi pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi tidak terlepas dari
dukungan dari berbagai pihak yang penulis libatkan baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Sebagai tanda rasa terimakasih
penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Kedua orang tuaku yang paling aku cintai, Bapak Eddy Muzakkir dan Ibu Riatni yang
telah menjadi penyemangat dalam menjalani hidup,memberikan kasih sayang,
dukungan, doa yang tebaik demi kelancaran penyusunan skripsi ini.
2. Kedua saudariku Dwi Lupita Sari dan Nurkomala yang telah memberikan dukungan
moril maupun materil selama kuliah dan menyayangi abang kalian dan tempat
berkeluh kesah selama proses penulisan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Kiagus Muhammad Sobri, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya, Bapak Prof. Dr. Alfitri, M.Si., selaku Wakil
Dekan I, Bapak Sofyan Effendi, S.IP., M.Si., selaku Wakil Dekan II dan Bapak Dr.
Andy Alfatih, MPA., selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sriwijaya.
4. Bapak Zailani Surya Marpaung, S.Sos., MPA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Negara dan Ibu Ermanovida, S.Sos,. M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.
5. Ibu Dr. Nengyanti, M.Hum., dan Bapak Drs. Mardianto, M.Si., selaku dosen
Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing,
mendengarkan, menginspirasi, memberikan saran dan berbagai banyak hal tentang
ilmu pengetahuan dan pengalaman guna kehidupan dan juga kelancaran skripsi saya.
6. Bapak dan Ibu dosen serta segenap staf karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sriwijaya atas bantuan dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan
kepada saya.
7. Seluruh jajaran di Instansi P2TP2A yang telah membantu dalam proses penelitian ini.
8. Almamaterku Ilmu Administrasi Negara yang begitu saya banggakan.
vii
viii
Rasa syukur kepada Allah SWT yang tak terkira bagi penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Administrasi Negara.
Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Indralaya, April 2018
Irsad Munawir
viii
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................. ii
ABSTRAK................................................................................................................ v
ABSTRACT............................................................................................................... vi
DAFTAR ISI............................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian................................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian................................................................................................. 9
A. Landasan teori....................................................................................................... 10
1. Manajemen Kolaborasi...................................................................................... 10
ix
x
3. Model Kolaborasi.............................................................................................. 13
B. Penelitian terdahulu............................................................................................... 18
C. Kerangka berfikir................................................................................................... 25
A. Jenis Penelitian...................................................................................................... 29
B. Definisi Konsep..................................................................................................... 29
C. Fokus Penelitian.................................................................................................... 30
E. Informan................................................................................................................ 31
1. Sejarah P2TP2A................................................................................................ 36
4. Tujuan P2TP2A................................................................................................. 42
6. Struktur Organisasi............................................................................................ 48
x
xi
7. Manajemen Pengelolaan.................................................................................... 49
8. Kegiatan P2TP2A.............................................................................................. 51
1. Network Structure.............................................................................................. 88
4. Governance........................................................................................................ 97
6. Leadership......................................................................................................... 104
BAB V
Penutup....................................................................................................................... 117
A. Kesimpulan............................................................................................................ 117
B. Saran...................................................................................................................... 118
LAMPIRAN.............................................................................................................. CXI
xi
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xii
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2. Kerangka Pemikiran............................................................................................ 28
5. Struktur Organisasi.............................................................................................. 48
xiii
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara
xiv
xv
Gender : Pembagian peran kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan
atau kebiasaan.
SK : Surat Keputusan
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
semakin menguatnya upaya yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan gender. Kekerasan
terhadap perempuan seringkali disebut sebagai kekerasan berbasis gender. Karena hal ini
penghapusan kekerasan terhadap perempuan PPB tahun 1993, menjelaskan bahwa kekerasan
terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan berbasis gender yang
berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologis, termasuk
sewenang-wenang, baik yang terjadi diranah kehidupan privat atau pribadi. Bentuk kekerasan
berupa kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi di dalam keluarga ataupun
pemerkosaan, kekerasan yang dilakukan bukan oleh pasangan hidup dan kekerasan yang
terkait eksploitasi.
Demikian pula halnya dengan anak, banyak terjadi kasus kekerasan terhadap anak.
Baik itu kekerasan yang berupa kekerasan fisik, psikis, maupun seksual. Padahal, seharusnya
anak sebagai mahluk ciptaan tuhan yang maha kuasa wajib dilindungi dan dijaga kehormatan,
martabat, dan harga dirinya secara wajar dan proporsional, baik secara hukum, ekonomi,
politik, sosial, dan budaya, serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai
dengan fitrah dan kodratnya. Perempuan dan anak seringkali menjadi sasaran tindak kekerasan
di dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan posisi mereka yang dianggap lemah di masyarakat.
1
2
Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap
Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tergolong
sangat tinggi. Dari data yang dirilis KPAI pada 2016 setidaknya terjadi 21.081 kasus dalam 6
tahun terakhir dengan rata-rata jadi 3.000 kasus lebih setiap tahunnya. Pemerintah,
menjamin terpenuhinya hak asasi anak sesuai dengan hak dan kewajibannya. Selama ini upaya
perlindungan terhadap anak yang dijalankan belum memberikan jaminan bagi anak untuk
mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam berbagai
bidang kehidupan. Maka dari itu dalam melaksanakan upaya perlindungan terhadap hak anak
oleh pemerintah harus berdasarkan pada prinsip HAM yaitu penghormatan, pemenuhan, dan
perlindungan atas hak anak. Dalam menyikapi kekerasan terhadap anak yang semakin tinggi
baik itu kekerasan fisik maupun seksual. Maka Presiden RI mengambil sikap melalui inpres
No.5 Tahun 2014 dan RUU Revisi UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Menurut catatan komnas perempuan tahun 2016 kasus kekerasan terhadap perempuan
di Indonesia sangat tinggi, yakni berjumlah 259.150 kasus. Dengan 245.548 merupakan kasus
KDRT yang berujung pada perceraian yang ditangani oleh kementrian agama dan 13.602
kasus kekerasan yang terjadi diranah personal dan komunitas yang dalam hal ini ditangani
harus bisa melaksanakan tugasnya dalam memberikan rasa aman dan bebas bagi setiap warga
masyarakatnya dari segala bentuk kekerasan yang berupa ancaman dan tindakan yang dapat
mengganggu dan merusak keamanan kejiwaan, fisik, seksual, maupun ekonomi yang
2
3
sebagaimana telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, melindungi segenap bangsa
Dalam upaya menghapuskan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan yang terjadi
terhadap perempuan dan anak, selain meratifikasi kebijakan yang dikeluarkan PBB,
pemerintah Indonesia pun membuat kebijakan berskala nasional. Kebijakan tersebut berupa
UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yang di dalamnya
membuat hukuman dan sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku kekerasan yang umumnya
berupa UU No.35 Tahun 2014. Dalam UU tersebut dijelasan bahwa setiap anak berhak untuk
sengketa senjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang
Melihat fenomena kekerasan yang terjadi pada anak dan perempuan yang semakin
marak di Indonesia. Penulis menjadi tertarik untuk melakukan penelitian di Kota Palembang,
karena berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan Dan Anak Provinsi Sumatera Selatan. Jumlah kasus kekerasan yang terjadi di Kota
Palembang dari tahun ke tahun relatif tinggi. Berikut adalah jumlah kasus kekerasan yang
3
4
156
149
140136
132
118 115
89 86 84
76 76
68
56
37 37
17 19 16 14
7 8 7
0 0 0 2 2
2014 2015 2016 2017
Gambar 1. Data Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kota Palembang
Sumber : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Provinsi Sumatera Selatan
Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa kasus kekerasan yang terjadi di Kota
Palembang masih tergolong relatif tinggi dan ini diprediksi dapat meningkat dengan semakin
meningkatnya teknologi dan kemiskinan yang meningkat serta lingkungan yang ada belum
Kota Palembang mengeluarkan Keputusan Walikota Palembang No.491 Tahun 2013 tentang
Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Kota
Palembang Masa Bakti 2013-2018. Peraturan Walikota Palembang No. 57 Tahun 2013
Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Anak terdapat beberapa organisasi yang berbeda baik itu organisasi pemerintah maupun
4
5
organisasi non pemerintah. Adapun pihak yang terlibat dalam forum kolaborasi Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak seperti yang tertera di struktur
kepengurusan dalam Surat Keputusan Walikota Palembang No.359 Tahun 2017 antara lain,
Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan, Unit PPA Polres Kota Palembang,
Persatuan Dharma Wanita Kota Palembang, Women crisis center, LSM Tim Penggerak
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Kota Palembang, Dinas Sosial Kota Palembang,
Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang, dan Dinas Kesehatan Kota Palembang,
merupakan forum kolaborasi yang dibentuk oleh pemerintah dalam upaya menangani kasus
kekerasan terhadap perempuan dan Anak. Di mana dari semua lembaga tadi dapat kita lihat
bahwa mereka memiliki tugas dan fungsi yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama dan
saling berkolaborasi ataupun bekerjasama dalam bentuk suatu kemitraan kerja guna
memberikan pelayanan, perlindungan, dan penguatan, bagi perempuan dan anak korban
kekerasan di Kota Palembang seperti yang tertuang di dalam Peraturan Walikota No.57 Tahun
2013. Di dalam forum kolaborasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak beberapa organisasi tadi terbagi-bagi dalam beberapa divisi dalam menjalankan
tugasnya masing-masing. Di dalam forum kolaborasi ini terdapat beberapa divisi dan dari
setiap divisi memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Adapun divisi yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
5
6
gender dalam kebijakan-kebijakan yang dilahirkan terutama materi hukum yang tidak
perempuan dan anak, mencari informasi tentang kasus kekerasan terhadap perempuan
dan anak untuk dapat ditindaklanjuti, serta mengubah pandangan masyarakat tentang
kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah persoalan pelanggaran HAM yang
Tujuan dari pembentukan forum kolaborasi antar lembaga ini dimaksudkan untuk
mempermudah proses penangangan kasus kekerasan yang terjadi. Akan tetapi yang terjadi di
lapangan sejauh ini selama berjalannya forum kolaborasi ini ada beberapa instansi yang masih
belum maksimal dalam menjalankan fungsi mereka dan belum terjalinnya komunikasi dan
Belum efektifnya koordinasi dan komunikasi antar instansi dapat dilihat dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Lamria (2017:92) dan dilihat dari tidak seluruh korban yang
melapor ke pihak kepolisian dapat penanganan khusus oleh P2TP2A. Ini dilihat dari data
Tabel 1. Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak yang ditangani
oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang dengan Jumlah kasus korban
kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang yang korbannya dapat ditangani
dan mendapatkan pelayanan yang layak dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak di Kota Palembang. Ini disebabkan karena ketidaktahuan korban
mengenai keberadaan dari adanya P2TP2A. Inilah yang seringkali membuat penanganan kasus
yang terjadi belum efektif dan tidak sesuai dengan standar pelayanan minimum yang ada
seperti yang tertuang di dalam Permenkes No. 01 Tahun 2010 mengenai standar pelayanan
minimal korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu kurangnya koordinasi
akibatnya banyak dari korban kekerasan belum begitu mengetahui adanya P2TP2A yang
berfungsi untuk melindungi dan mendampingi mereka para korban kekerasan. Permasalahan
kurangnya koordinasi dan komunikasi dalam P2TP2A bukan hanya terjadi di Kota Palembang
saja tetapi juga dialami oleh Kota lain seperti di Riau terdapat masalah koordinasi dan
komunikasi antar instansi terkait dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga
7
8
yang menyebabkan pelayanan P2TP2A terhadap korban tidak sesuai dengan prosedur yang
berlaku (Haloho 2013:5). Di Provinsi Banten juga masih kurangnya koordinasi antara P2TP2A
(Fadilah 2012:10-11).
Kerjasama antar lembaga dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak menjadi salah satu cara yang baik agar penanganan kasus yang terjadi lebih efektif serta
dapat mengurangi jumlah kekerasan yang terjadi. Namun dalam kenyataannya masih terdapat
kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sehingga perlu untuk mengetahui bagaimana
Berdasarkan latar belakang dari berbagai permasalahan yang di atas, penulis tertarik
untuk meneliti lebih mendalam mengenai Manajemen Kolaborasi di Pusat Pelayanan Terpadu
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang digunakan adalah bagaimana
manajemen kolaborasi yang dibangun oleh beberapa instansi maupun organisasi di dalam
forum kolaborasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota
Palembang.
C. Tujuan Penelitian
8
9
kolaborasi, serta efektivitas manajemen kolaborasi yang ada di Pusat Pelayanan Terpadu
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menjadi bahan kajian
untuk suatu kasus dalam pengetahuan ilmu administrasi negara, khususnya mengenai
manajemen publik.
2. Manfaat Praktis
Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi
Pemerintah Kota Palembang dan pimpinan P2TP2A dalam merumuskan kebijakan dan
BAB II
9
10
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Landasan teori adalah teori-teori yang relevan yang dapat digunakan untuk
menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, serta sebagai dasar untuk memberikan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang akan dilakukan hipotesis dan penyusunan
Perempuan dan Anak di Kota Palembang yaitu manajemen kolaborasi, proses kolaborasi,
1. Manajemen Kolaborasi
Salah satu tugas dan fungsi negara adalah memberikan perlindungan kepada warganya
serta menciptakan rasa aman dan nyaman terhadap warga negaranya. Maka ketika terjadi
pemerintah yang ada memiliki keterbatasan sumber daya serta ruang lingkup tugasnya. Oleh
karena itu pemerintah membuat suatu jaringan bersama yang terdiri dari berbagai lembaga
pemerintah dan lembaga non pemerintah untuk mengatasi masalah. Berbagai lembaga tersebut
saling berkolaborasi satu sama lain dalam usaha mengatasi permasalahan tersebut. Pendekatan
Saat ini manajemen kolaborasi antar instansi menjadi isu penting dalam manajemen
publik, mengingat saat ini banyak sekali permasalahan yang begitu kompleks di dalam
10
11
masyarakat yang tidak bisa ditangani dan menjadi tanggung jawab satu organisasi saja.
Dengan adanya manajemen kolaborasi antar instansi pemerintah dan non pemerintah
diharapkan permasalahan publik yang begitu kompleks tersebut dapat diselesaikan dengan
baik.
kerjasama antar beberapa intansi baik itu instansi pemerintah maupun non pemerintah dalam
rangka untuk mencapai tujuan tertentu yang di mana tujuan tersebut tidak bisa dicapai atau
suatu organisasi dituntut untuk dapat berpartisipasi secara penuh dalam pembentukan kerja
sama dan bersedia menyumbangkan informasi, pengetahuan, serta sumber daya lainnya.
Instansi yang terlibat dalam suatu kolaborasi tetap berperan sebagai fungsinya masing-masing
namun saling bersinergi satu sama lain dalam rangka mencapai target atau tujuan yang telah
ditentukan.
publik kolaboratif merupakan upaya di mana administrator saling bertukar informasi, mencari
pengetahuan dan mencari permasalahan, program serta kebijakan yang melintasi batas-batas
lembaga dan organisasi dengan menghadirkan wakil-wakil dari masyarakat dan swasta.
Manajemen kolaborasi ini hadir sebagai solusi untuk menangani suatu permasalahan yang
begitu kompleks dan rumit yang tidak dapat ditangani oleh satu instansi saja. Menurut
manajemen yang menghargai keragaman nilai, tradisi, dan budaya organisasi, bekerja dalam
struktur yang relatif longgar dan berbasis pada jaringan, dikendalikan oleh nilai-nilai dan
tujuan bersama, serta memiliki kapasitas mengelola konflik. Sedangkan menurut Tadjudin
memandang harkat setiap stakeholder sebagai entitas yang sederajat sesuai dengan tata nilai
yang berlaku, dalam rangka mencapai tujuan bersama. Berdasarkan dari beberapa pendapat di
atas maka manajemen publik kolaborasi adalah proses pengambilan keputusan dari
dengan mengembangkan struktur kerja yang disepakati bersama dalam rangka menjamin
a. Perencanaan
Dalam sebuah organisasi atau lembaga apapun bentuk dan namanya, sebelum
melangkah untuk mencapai tujuan, maka terlebih dahulu adanya perencanaan. Perencanaan
dalam pengelolaan manajemen kolaboratif merupakan hal yang sangat penting karena
pengelolaan manajemen kolaboratif ini para kolaborator menentukan arah dan tujuan dari
sebuah forum kolaborasi serta berusaha untuk mengidentifikasi masalah yang akan ditangani
b. Pelaksanaan
12
13
yang nyata di dalam sebuah proses pengelolaan manajemen kolaboratif. Dalam proses ini para
stakeholder saling kerja sama dalam mewujudkan tujuan yang telah dirancang di dalam proses
perencanaan tadi. Didalam proses ini dibutuhkan pemahaman tugas dan tanggung jawab yang
c.Evaluasi
jalannya manajemen kolaboratif selama ini. Evaluasi ini bertujuan untuk mengukur, menilai,
ataupun memperbaiki terkait keberhasilan sebuah manajemen kolaboratif dalam mencapai apa
Menurut imperial (2001:3) kolaborasi merupakan salah satu strategi yang praktisi
kolaboratif yaitu:
13
14
mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan pemerintah pusat melalui koordinasi
dengan pemerintah lain.
d. Donor-Recipient Model; model ini lebih melibatkan pemberi dan penerima bantuan
yang didasarkan pada keterlibatan aktor dalam sistem kolaboratif yang saling
tergantung melalui kontrol sistem yang dijalankan. Proses kolaborasi dalam model ini
dibangun untuk kepentingan dan kebutuhan pihak tertentu melalui sistem yang
dijalankan pihak tersebut.
e. Reactive Model; model ini dianggap sebagai manajemen yang buruk, sebab pihak yang
terlibat karena lembaga dan organisasi dapat memilik untuk berpartisipasi atau tidak
berpartisipasi dalam sebuah program.
f. Contented Model; model ini lebih menekankan strategi kolaborasi dibanding dengan
aktivitas kolaborasi. Kolaborasi ini dilakukan secara horizontal daripada vertikal sebab
dilakukan dengan organisasi lain yang terikat dengan kebijakan pembangunan
(Sabaruddin, 2015:35).
4. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kolaborasi
Menurut O’Leary dan Vij (2012:11-17) dalam Sabaruddin (2015:28) terdapat beberapa
a. Konteks kolaborasi
b. Tujuan atau misi kolaborasi
c. Pemilihan anggota dan peningkatan kapasitas
d. Motivasi dan komitmen kolaborasi
e. Struktur dan pemerintahan kolaborasi
f. Kekuasaan dalam kolaborasi
g. Akuntabilitas
h. Komunikasi
i. Persepsi legitimasi
j. Kepercayaan
k. Teknologi informasi
beberapa item penting yang bisa dijadikan untuk mengukur keberhasilan sebuah network atau
a. Networked Structure
Menjelaskan tentang deskripsi konseptual suatu keterkaitan antar elemen yang satu
dengan elemen yang lain, yang menyatu secara bersama-sama yang mencerminkan
unsur-unsur fisik dari jaringan yang ditangani.
b. Commitmen to common purpose
Mengacu pada komitmen dan tanggung jawab para stakeholder terhadap sebuah alasan
atau tujuan dari terciptanya network atau jaringan yang ada.
c. Trust among participant
14
15
Tahun 2010 “kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa
menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan
dilihat bahwa tindakan kekerasan sangat terkait dengan tindakan manusia yang menyalahi
aturan dan kejam secara manusiawi. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan
berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan,
penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman dan tindakan
tertentu pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi
15
16
perkosaan, dan prostitusi secara paksa. Kekerasan kepada perempuan ini merupakan kekerasan
berbasis gender. Kekerasan berbasis gender adalah istilah yang merujuk kepada kekerasan
yang melibatkan laki-laki dan perempuan yang di mana biasanya yang menjadi korban adalah
perempuan sebagai akibat dari adanya distribusi kuasa yang timpang antara laki-laki dan
perempuan. Disebut kekerasan berbasis gender karena ia merujuk pada dampak status gender
yang subordinat dalam masyarakat. Di semua kebudayaan, norma, dan tradisi di masyarakat
seolah memberi lampu hijau bagi kekerasan kepada perempuan. Sedangkan kekerasan
terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan
perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak (Permen
Uraikan berikut ini mengenai faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan
anak, dampak yang terjadi terhadap korban setelah terjadinya tindak kekerasan, serta
hambatan dalam menangani kasus tersebut dibawah ini merupakan hasil wawancara penulis
Masyarakat Kota Palembang, dengan Ketua Unsur 1 Tim Pokja II TP PKK Kota Palembang,
Menurut Ketua Unsur I Kelompok Kerja TP PKK Kota Palembang terdapat beberapa
faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak antara lain:
16
17
c. Masih kuatnya anggapan bahwa istri dan anak adalah anggota dan milik keluarga
sehingga apapun urusan masalah mereka adalah urusan internal yang tidak perlu
dicampuri oleh orang luar.
Bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak seringkali menimbulkan dampak yang
sangat besar dan beragam. Menurut Kepala Bagian Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan
a. Dampak fisik
Dampak kekerasan terhadap perempuan dan anak seringkali menimbulkan dampak
fisik seperti luka yang bisa hilang, luka yang membekas, cacat pada bagian anggota
tubuh, serta kematian.
b. Dampak psikologis
Akibat seringkali mengalami kekerasan para korban seringkali merasa sedih, malu,
bingung, gagal, ketakutan, tidak percaya diri, merasa tidak punya harga diri, dan selalu
menyalahkan diri sendiri yang akhirnya dapat menyebabkan kegangguan kejiwaan
bagi para korban.
c. Dampak sosial
Karena seringkali mengalami tindak kekerasan maka korban akan merasa malu untuk
berkomunikasi dan menghindar dan akhirnya bersikap tertutup hingga tidak mau aktif
lagi dalam kegiatan-kegiatan sosial di lingkungan sekitarnya.
Ditemukan fakta di lapangan bahwa sulit sekali untuk mengungkapkan kejadian
dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palembang ada beberapa hal yang menyebabkan semua
17
18
B. Penelitian Terdahulu
18
19
.
Kolaborasi antar Mia 2017 Kolaborasi antar stakeholder di
3. Stakeholder Dalam Fairuzia Pulau Merah berjalan dengan
Pembangunan Inklusif kurang baik. Hal ini ditunjukkan
Pada Sektor Wisata (Studi dari komponen kolaborasi yang
Kasus Wisata Pulau Merah belum berjalan dengan baik.
di Kabupaten Banyuwangi Namun sejauh ini pembangunan
yang dilakukan oleh stakeholder
telah berjalan cukup baik dan
para stakeholder juga berhasil
menjaga ekologi wisata di Pulau
Merah.
4. Kolaborasi Governance Pifik 2014 Pengelolaan parkir yang
Dalam Manajemen Publik Mochtar dilakukan pemerintah beserta
(Studi Pelayanan Saptono ormas di Surakarta sudah
Perparkiran di Kota berjalan dengan baik. Akan
Surakarta) tetapi pelayanan yang diberikan
belum cukup memuaskan.
Untuk itu perlu adanya
peningkatanan pelayanan yang
dilakukan oleh kolaborasi antar
pemerintah dan ormas.
5. Implementasi Manajemen Titik 2011 Pelaksanaan kolaborasi dalam
Kolaborasi dalam Sumantri program ekowisata berbasis
pengelolaan ekowisata masyarakat di Kampung
berbasis masyarakat. Citalahab telah berjalan dengan
baik. Ini dapat dilihat dengan
telah berjalannya beberapa
prinsip kolaborasi. Namun ada
beberapa prinsip kolaborasi
yang belum berjalan dengan
baik yakni Prinsip kepercayaan
antar stakeholder serta belum
adanya pengawasan yang
dilakukan di lapangan dengan
baik.
19
20
penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini. Penelitian pertama dilakukan oleh Hanum
Ardiani Pusporatri yang dilakukan pada tahun 2013 dengan judul Kolaborasi Antar
Stakeholder Dalam Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Anak Jalanan di Kota Surakarta. Tujuan
dari penelitian ini adalah mengkaji kolaborasi yang dibangun dan efektivitas kolaborasi oleh
Pemerintah Kota Surakarta beserta stakeholder dalam memenuhi hak pendidikan nonformal
anak jalanan Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan teori efektivitas kolaborasi DeSeve
(2007). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kolaborasi antar stakeholder yang ada di
Kota Surakarta dalam upaya pemenuhan hak pendididkan anak jalanan sudah berjalan dengan
baik. Namun masih terdapat kekurangan seperti tidak adanya trasnparansi data anak jalanan
yang tidak mendapat pendidikan serta kolaborasi yang terbentuk hanya sebatas nota
kesepakatan kerja sama bukan dalam bentuk peraturan daerah ataupun peraturan Walikota.
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Titik Sumantri yang dilakukan pada tahun 2011
Masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji proses kolaborasi dalam program
ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Citalahab dan TNGHS. Teori yang digunakan
penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam dengan
metode re-call, penelusuran (analisis) data sekunder. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
telah berjalan dengan baik. Ini dapat dilihat dengan telah berjalannya beberapa prinsip
20
21
kolaborasi. Namun ada beberapa prinsip kolaborasi yang belum berjalan dengan baik yakni
Prinsip kepercayaan antar stakeholder serta belum adanya pengawasan yang dilakukan di
Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Mia Fairuzia pada tahun 2017 dengan judul
Kolaborasi antar Stakeholder Dalam Pembangunan Inklusif Pada Sektor Wisata (Studi Kasus
Wisata Pulau Merah di Kabupaten Banyuwangi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
bagaimana kolaborasi yang terjadi antar stakeholder di Pulau Merah dan bagaimana
menggunakan teori Thomas dan Perry (2006) mengenai dimensi-dimensi kolaborasi. Metode
penelitian yang dinakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan
di dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah Kolaborasi antar stakeholder di Pulau Merah berjalan dengan kurang
baik. Hal ini ditunjukkan dari komponen kolaborasi yang belum berjalan dengan baik. Namun
sejauh ini pembangunan yang dilakukan oleh stakeholder telah berjalan cukup baik dan para
Penelitian yang keempat dilakukan oleh Pifik Mochtar Saptono pada tahun 2014
dengan judul Kolaborasi Governance Dalam Manajemen Publik (Studi Pelayanan Perparkiran
di Kota Surakarta). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kolaborasi yang
dilakukan pemerintah dan ormas dalam mengelola perparkiran di Kota Surakarta. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Teori DeSeve (2007) tentang efektivitas kolaborasi.
Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pengelolaan parkir yang dilakukan
pemerintah beserta ormas di Surakarta sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi pelayanan
21
22
yang diberikan belum cukup memuaskan. Untuk itu perlu adanya peningkatanan pelayanan
Penelitian yang kelima dilakukan oleh Sylvana Nur Cahyantika pada tahun 2015
dengan judul Kolaborasi Antar Stakeholder Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Anak di Kabupaten Karanganyar. Tujuan dari penelitian ini adalah
penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Karanganyar. Teori
yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Teori DeSeve (2007) mengenai efektivitas
kolaborasi. Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kolaborasi yang
dilakukan telah berjalan cukup efektif. ini didukung dengan adanya SK Bupati yang mengatur
tentang pembentukan Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak serta pembagian tugas
dalam beberapa divisi. Tapi kolaborasi ini mesti ditingkatkan lagi ke dalam tindakan nyata
dengan membuat program pencegahan maupun penanganan secara berkala kepada masyarakat
22
23
23
24
24
25
perempuan dan
anak korban
kekerasan
C. Kerangka Berpikir
Jika dilihat dari data yang dirilis oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak Kota Palembang, kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak
di Kota Palembang masih tergolong cukup tinggi dalam beberapa tahun belakangan ini.
Dilihat dari perkembangan Kota Palembang yang cukup pesat serta kondisi lingkungan Kota
Palembang yang belum sepenuhnya nyaman dan aman bagi anak dan perempuan. Maka
diprediksi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang akan semakin
Untuk mencegah serta menangani kasus kekerasan yang telah terjadi terhadap
perempuan dan anak di Kota Palembang. Maka Pemerintah Kota Palembang mengeluarkan
peraturan Walikota No.491 Tahun 2013 yang mengatur tentang pembentukan Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang. Pembentukan ini juga tak
lepas dari instruksi Pemerintah Pusat agar Pemerintah di tingkat Provinsi dan Kota untuk
membentuk Pusat Pelayanan Terpadu dalam upaya menangani kasus kekerasan yang terjadi
Kolaborasi yang tercipta antar beberapa lembaga di dalam forum Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Kota Palembang sejauh ini belum berjalan
dengan cukup baik. Ini dilihat dari belum adanya komunikasi yang terjalin dengan baik antar
beberapa lembaga. Akibatnya penanganan kasus yang selama ini terjadi belum berjalan
dengan cukup baik dan tidak sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ada. Seperti
diketahui bahwasanya forum kolaborasi ini belum memiliki standar operasional prosedur yang
memadai. Ini berakibat dengan tidak seluruhnya korban yang melapor mendapatkan
25
26
penanganan yang sebagaimana mestinya. Selain itu kurangnya sosialiasi terhadap masyarakat
juga membuat masyarakat tidak mengetahui mengenai keberadaan Pusat Pelayanan Terpadu
Dari berbagai macam permasalahan di atas, maka perlu untuk dilakukan penelitian
dan Anak Kota Palembang. Adapun teori yang digunakan dalam meneliti pengelolaan
a. Perencanaan
Dalam sebuah organisasi atau lembaga apapun bentuk dan namanya, sebelum
melangkah untuk mencapai tujuan, maka terlebih dahulu adanya perencanaan. Perencanaan
dalam pengelolaan manajemen kolaboratif merupakan hal yang sangat penting karena
pengelolaan manajemen kolaboratif ini para kolaborator menentukan arah dan tujuan dari
sebuah forum kolaborasi serta berusaha untuk mengidentifikasi masalah yang akan ditangani
b. Pelaksanaan
yang nyata di dalam sebuah proses pengelolaan manajemen kolaboratif. Dalam proses ini para
stakeholder saling kerja sama dalam mewujudkan tujuan yang telah dirancang di dalam proses
perencanaan tadi. Didalam proses ini dibutuhkan pemahaman tugas dan tanggung jawab yang
c.Evaluasi
26
27
jalannya manajemen kolaboratif selama ini. Evaluasi ini bertujuan untuk mengukur, menilai,
ataupun memperbaiki terkait keberhasilan sebuah manajemen kolaboratif dalam mencapai apa
27
28
1. Networked structure
2. Commitment to common purpose
3. Trust among participant
4. Governance
5. Acces to authority
6. Leadership
7. Distributive accountabillity/responbillity
8. Information sharing
9. Acces to resources
28
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
mendapatkan data dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu
kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung
makna. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, akan
B. Definisi konsep
abstraksi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu.
keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.
Anak Kota Palembang merupakan sebuah penelitian yang difokuskan untuk meneliti sejauh
mana keberhasilan kerjasama antar instansi baik itu instansi pemerintah maupun swasta yang
terdapat di dalam forum kolaborasi P2TP2A dalam hal mencegah dan melindungi perempuan
29
30
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data, sehingga tidak
terjadi bias terhadap data yang diambil. Fokus Penelitian dalam penelitian kualitatif, Sugiyono
(2013:285) menyatakan bahwa fokus penelitian merupakan dominan tunggal atau beberapa
dominan yang terkait dari situasi sosial. Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah
Dimensi Indikator
Manajemen Perencanaan 1. Pembagian tugas yang sesuai
Kolaborasi di 2. Anggaran
Pusat Pelayanan 3. Program Kerja
Terpadu Pelaksanaan 1. Pemahaman tugas dan
Pemberdayaan tanggung jawab
Perempuan dan 2. Membangun jaringan dengan
Anak Kota eksternal
Palembang Evaluasi 1. Laporan kerja
2. Rapat evaluasi
1. Sumber Primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara
atau observasi. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan
wawancara kepada 6 orang informan. Informan pada penelitian ini adalah pejabat
terkait yang instansi, bagian, atau unitnya bergabung di dalam jaringan P2TP2A.
Wawancara dimulai dari tanggal 13 Maret 2018 sampai Tanggal 3 Mei 2018.
30
31
2. Sumber sekunder
Sumber data sekunder merupakan data yang berasal dari dokumen dan laporan-laporan
yang dapat mendukung penelitian ini yaitu laporan kasus kekerasan, laporan kasus
kekerasan yang telah diselesaikan, dan standar operasional prosedur P2TP2A dan Surat
E. Informan
Penentuan informan dalam penelitian ini berdasarkan objek yang diteliti dan
berdasarkan keterkaitan informan tersebut dengan penelitian. Informan dalam penelitian ini
terdiri dari informan yang berkaitan dengan P2TP2A. Adapun informan yang terkait adalah:
Kota Palembang.
Menurut Sugiyono (2008:224) bahwa peneliti harus memilih teknik pengumpulan data
mana yang paling tepat, sehingga betul-betul didapat data yang valid dan mampu dilakukan
peneliti. Dalam teknik pengumpulan data untuk penelitian kualitatif lebih mengarah ke
wawancara dan observasi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah :
31
32
1. Observasi
Observasi yang dilakukan di P2TP2A Kota Palembang adalah mengamati semua aspek
yang dapat diamati berkaitan dengan kolaborasi P2TP2A Kota Palembang. Observasi
ini dlakukan dengan peneliti turun langsung ke lapangan untuk mengamati beberapa
kegiatan di lokasi penelitian, serta mengamati beberapa fasilitas standar yang dimiliki
oleh objek penelitian. Di mana dalam penelitian ini penulis hanya mengamati saja dan
tidak berperan serta dengan kegiatan yang ada. Adapun kegiatan yang diamati adalah
2. Wawancara
informasi dari para informan dengan cara bertanya langsung dengan responden. Di
orang informan. Informan pada penelitian ini adalah pejabat terkait yang instansi,
bagian, atau unitnya bergabung di dalam jaringan P2TP2A. Wawancara dimulai dari
3. Dokumentasi
Dalam peneltiian ini metode dokumentasi digunakan untuk mengambil beberapa data
yang diperlukan meliputi laporan data kekerasan dari P2TP2A, karya ilmiah seperti
jurnal dan skripsi dari Hanum Ardiani Pusporatri (2013), Mia Fairuzia (2017), Pifik
Mochtar (2014), Seriahni Haloho (2013), Sulastri Lamria Simanjuntak (2017), Sylvana
Nur Cahyantika (2015), Titik Sumantri (2011), serta surat keputusan, undang-undang¸
peraturan menteri, dan buku-buku yang diterbitkan secara khusus mengenai P2TP2A.
32
33
penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan atau pembaca secara umum
(Cresswell & Milner, dalam Cresswell, 2013). Menurut Cresswell ada delapan strategi
keabsahan data yang dapat digunakan dari yang termudah sampai yang paling sulit untuk
diterapkan :
33
34
melahirkan sejenis problem tersendiri atas tema tersebut. Akan tetapi, peneliti juga
dapat menyajikan informasi yang berbeda dengan perspektif-perspektif dari tema
tersebut. Dengan menyajikan bukti yang kontradiktif, hasil penelitian bisa lebih
realistis dan valid.
6. Memanfaatkan waktu yang relatif lama di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal
ini, peneliti diharapkan dapat memahami lebih dalam fenomena yang diteliti dan dapat
menyampaikan secara detail mengenai lokasi dan orang-orang yang turut membangun
kredibilitas hasil narasi penelitian. Semakin banyak pengalaman yang dilalui peneliti
bersama partisipan dalam setting sebenarnya, semakin akurat dan valid hasil
penelitiannya.
7. Melakukan tanya jawab dengan sesama rekan peneliti untuk meningkatkan keakuratan
hasil penelitian. Proses ini mengharuskan peneliti mencari seorang rekan yang dapat
mereview untuk berdiskusi mengenai penelitian kualitatif sehingga hasil penelitiannya
dapat dirasakan orang lain selain oleh peneliti sendiri. Strategi ini yang melibatkan
interpretasi lain selain interpretasi dari peneliti sehingga dapat menambah validitas
hasil penelitian.
8. Mengajak seorang auditor (external auditor) untuk mereview keseluruhan proyek
penelitian. Berbeda dengan rekan peneliti, auditor ini tidak akrab dengan peneliti yang
diajukan. Akan tetapi kehadiran auditor tersebut dapat memberikan penilaian objektif,
mulai dari proses hingga kesimpulan penelitian. Hal yang akan diperiksa oleh auditor
seperti ini biasanya menyangkut banyak aspek penelitian, seperti keakuratan transkip,
hubungan antara rumusan masalah dan data, tingkat analisis data mulai dari data
mentah hingga interpretasi.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu strategi yang akan dipakai
untuk menvalidasi data peneliti. Peneliti akan menggunakan strategi triangulasi. Alasan
menggunakan strategi tersebut karena strategi ini mudah dijangkau untuk digunakan oleh
peneliti dan dengan metode ini dirasa lebih mudah untuk dipraktekan dalam menvalidasi data
peneliti.
Penelitian ini adalah penelitian dengan metode kualitatif. Data yang sudah
dikumpulkan akan di analisis dengan teknik deskriptif. Dengan demikian penelitian ini adalah
1. Mengolah data dan menginterpretasi data untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan
transkip wawancara, menscaning materi, mengerti data lapangan atau memilah-milah
34
35
dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung sumber
informasi.
2. Membaca keseluruhan data. Dalam tahap ini menulis catatan-catatan khusus atau
gagasan-gagasan umum tentang data yang diperoleh.
3. Membuat tema-tema yang muncul, menerapkannya untuk mencari pola hubungan
dimatriks.
4. Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan kedalam narasi
atau laporan kualitatif.
5. Mengiinterpretasi atau memaknai data.
Beberapa langkah tersebut selanjutnya akan digunakan dalam menganalisis data yang
diperoleh oleh penulis dalam penelitian ini. Selanjutnya data tersebut akan ditulis dalam
transkip wawancara, melakukan pemilihan tema sebagai hasil temuan, dan terakhir akan
35
36
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Sejarah P2TP2A
anak berawal dari pembentukan komnas perempuan yang diawali dengan terjadinya kerusuhan
Mei 1998. Kerusuhan Mei 1998 merupakan salah satu kerusuhan terburuk yang pernah
tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia. Banyak terjadinya kasus penjarahan, pengeroyokkan
dan pemerkosaan yang hampir terjadi disetiap sudut negara Indonesia. Maka dari itu
dibentuklah komnas perempuan sebagai respon atas persitiwa kekerasan dan pemerkosaan
yang menimpa etnis tionghoa. Komnas Perempuan lahir atas adanya desakan dari masyarakat
yang mengorganisir diri dengan nama Masyarakat Anti Kekerasan. Gerakan ini berhasil
mengumpulkan beberapa ribu tanda tangan sebagai bentuk dukungan dalam upaya meminta
pertanggung jawaban negara atas terjadinya kasus kekerasan dan pemerkosaan terhadap
perempuan yang terjadi pada Mei 1998. Atas desakan tersebut Presiden Habibie pada tanggal
negara melalui study banding. Dari negara tersebut diperoleh masukan bahwa keberadaan
perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Menindak lanjuti hal tersebut
36
37
pembentukkan P2TP2A yaitu Provinsi Jawa Barat, Lampung, dan Jawa Timur. Penunjukkan
karena danya ketimpangan dalam menangani masalah perempuan dan anak. Sementara
4. Wilayah tersebut telah memiliki embrio atau cikal bakal yang membentuk pusat
Alasan mendesak mengapa perlu dibentuk P2TP2A adalah karena masih banyak
kebutuhan dan hak perempuan yang belum terpenuhi serta kesenjangan antar perempuan dan
laki-laki semakin tinggi. Dengan alasan itulah pemerintah membentuk P2TP2A dengan
menentukan beberapa wilayah tadi sebagai pilot project pembentukan P2TP2A. Berikut
37
38
Wahana Pelayanan
Kajian Kelayakan
P2TP2A
38
39
Selama kurun waktu tersebut P2TP2A telah memiliki buku panduan P2TP2A yang digunakan
sebagai pedoman bagi daerah yang akan membentuk atau mendirikan P2TP2A. Disamping itu,
telah tersusun 10 modul yang dapat digunakan untuk pelatihan pengelola sesuai dengan
Dalam proses pembentukan pusat pelayanan terpadu selama periode tahun 2002
sampai dengan 2007 pemerintah hanya memfasilitasi pembentukan P2TP2A saja, sedangkan
setempat untuk pengelolaan dan pemberian layanan kepada masyarakat. Setiap daerah yang
akan membentuk wadah ini dapat menentukan bentuk dan anam sesuai keinginan, tujuan, visi,
dan misi masing-masing daerah. Pada prinsipnya, pembentukan P2TP2A ini berbasis
hukum yaitu berupa surat keputusan gubernur atau surat keputusan walikota setempat. Hal ini
salah satu bentuk koordinasi antar pemerintah dan masyarakat. Sehingga terjadi pembagian
peran antara pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaksana tugas di
lapangan.
Kota Palembang merupakan salah satu Kota dengan tingkat kekerasan yang tergolong
tinggi terhadap perempuan dan anak. Untuk itu pemerintah merespon akan pentingnya
pembahasan dalam menangani dan menanggulangi isu-isu adanya kekerasan yang dialami
oleh perempuan dan anak. Regulasi yang dilkeluarkan oleh kementrian negara pemberdayaan
perempuan dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No.16 Tahun 2008 tentang
39
40
Perlindungan Perempuan dan Anak merupakan landasan atas dibentuknya Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang yang ditandai dengan
dikeluarkannya Peraturan Walikota Palembang No.37 Tahun 2013. P2TP2A Kota Palembang
pemerintah. Lembaga ini melakukan layanan advokasi bagi perempuan dan anak dari
kelompok rentan, utamanya perempuan dan anak korban kekerasan. Selain itu, lembaga ini
juga berfungsi untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota
Palembang dan memberikan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat merespon setiap
tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitar mereka. Berikut ini merupakan jumlah
kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang dalam beberapa tahun
40
41
terakhir.
600
500
400
300
200
100
0
2013 2014 2015 2016 2017
Gambar 4. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang
Sumber: Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang
perempuan dan anak di Kota Palembang masih terbilang cukup tinggi dari tahun ke tahun.
41
42
Namun, ini juga tidak bisa disimpulkan bahwasanya kinerja P2TP2A selama ini dapat
dikatakan gagal. Karena bisa saja besarnya kasus yang terdaftar di P2TP2A ini disebabkan
oleh semakin besarnya kesadaran masyarakat Kota Palembang dalam merespon setiap bentuk
mempunyai visi, misi, tujuan, dan fungsi yang digunakan sebagai landasan maupun acuan
gerakan sebuah lembaga. Adapun visi dan misi serta tujuan dan fungsinya adalah sebagai
berikut :
a. Visi
Memberdayakan perempuan dan anak korban tindak kekerasan sesuai dengan prinsip
b. Misi
4.Tujuan
a. Tujuan utama
42
43
Anak (P2TP2A) adalah memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan dan anak
dalam rangka terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender melalui ketersediaan wadah
kegiatan mandiri
b. Tujuan khusus
1. Menyediakan sarana yang dikelola oleh masyarakat secara mandiri atau kemitraan
pemerintah untuk memberikan pelayanan yang bersahabat bagi perempuan dan anak.
3. Meningkatkan tanggung jawab semua pihak untuk mencegah, menghentikan dan tidak
4. Terbebasnya perempuan dan anak dari berbagai tindakan kekerasan berbasis gender
a.Tugas
43
44
P2TP2A mempunyai tugas memberikan pelayanan fisik, informasi, rujukan, dan konseling
serta membantu penyelesaian permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak berbasis
gender.
b. Fungsi :
1. Penyadaran dan pemulihan terhadap perempuan dan anak akan hak asasi sebagai
manusia.
a. Job description :
1. Penasehat
personil P2TP2A khusunya kepada ketua atas kelancaran pencapaian tugas P2TP2A
2. Pengarah
3. Koordinator
44
45
dengan baik.
4. Ketua
5.
program.
5. Ketua I
kegiatan.
6. Ketua II
koordinator.
divisi program, serta menyusun laporan dan evaluasi tersebut untuk dilaporkan
dari pihak luar serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan tujuan P2TP2A.
kerja.
8. Sekretaris
9. Wakil Sekretaris
10. Bendahara
46
47
P2TP2A.
perempuan.
tengah masyarakat.
47
48
kekerasan terhadap perempuan dan akan melalui media informasi dalam bentuk
anak di dalam rumah tangga menjadi sebuah persoalan penalnggaran ham yang
media massa.
a) melaksanakan rujukan dan tindakan medis terhadap para korban kekerasan baik
fisik maupun non fisik melalui kerjasama dengan berbagai rumah sakit dan
48
49
terapi pengobatan.
Memberikan telahaan dan analisis terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan
P2TP2A.
b. Struktur Organisasi
Penasehat
Pengarah Ketua
Koordinator
Ketua Pelaksana
Bendahara Sekretaris
Wakil Sekretaris
Sekretariat
Divisi, Divisi
Divisi Divisi
Penguatan Pelayanan
Pendampingan Pendidikan,
Jaringan, dan
dan Advokasi Kajian, dan
Informasi dan Pemulihan
Penelitian
Dokumentasi
49
50
Pengelolaan yang baik dalam sebuah organisasi merupakan suatu hal yang sangat
penting. Terlebih lagi bila organisasi tersebut menyangkut pelayanan publik. P2TP2A Kota
Palembang membutuhkan manajemen pengelolaan yang efektif yang mengacu pada standar
Palembang dengan manajemen pengelolaan oleh kolaborasi antara sektor swasta dan
pemerintah merupakan upaya pemerintah dalam memenuhi hak dan kebutuhan masyarakat
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan sebuah proses awal dalam sebuah organisasi yang bertujuan
untuk mengatur hal-hal dasar di dalam organisasi. Di mana nantinya akan sangat
membantu anggota yang terdapat di dalam organisasi untuk menjalankan tugas dan
masyarakat khususnya perempuan dan anak, maka perencanaan yang matang sangatlah
dalam kepengurusan P2TP2A, maka para pengurus dan pengelola merumuskan dan
menyusun :
50
51
b. Pelaksanaan
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya P2TP2A melakukan rapat kordinasi diawal
tahun dan akhir tahun, seminggu sekali, serta secara insidental. Hal ini dilakukan
bentuk upaya antar instansi agar dapat menjalin kerjasama yang harmonis antar
anggota P2TP2A itu sendiri. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya P2TP2A
membagi beberapa instansi yang terdapat di dalam P2TP2A kebeberapa divisi sesuai
dengan keahlian dari masing-masing instansi. Dengan ini diharapkan P2TP2A dapat
bekerja secara efektif dan efisien. Aktivitas P2TP2A sendiri disesuaikan dengan
kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang ada. Hal tesebut dimaksudkan agar si
pemberi layanan dapat bekerja dengan baik dan si penerima layanan dapat memperoleh
kerja yang telah tersusun untuk memperoleh informsi sejauh mana kegaiatan P2TP2A
telah terlaksana. Pemantauan dan pengawasan ini dilakukan oleh ketua umum harian
P2TP2A terhadap para divisi dan anggota P2TP2A lain. untuk evaluasi sendiri
biasanya dilakukan secara periodik setiap enam bulan sekali sebagai sarana informasi
untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan layanan yang lebih baik. Hasil
P2TP2A.
d. Pelaporan
51
52
Setelah dilakukan pemantauan atau pengawasan dan evaluasi dilakukan, maka hasil-
hasil pemantauan dan evaluasi tersebut dapat dituangkan dalam bentuk laporan
kegiatan. Perlaporan tersebut disampaikan ketua umum P2TP2A kepada semua pihak
terkait untuk melihat sejauh mana masyarakat telah memberikan kontribusi dan
8. Kegiatan-kegiatan P2TP2A
yang sesuai dengan tujuan, tugas, dan fungsi mereka. Adapun kegiatan tersebut sebagai
berikut :
Penyediaan data dan informasi sangat penting dimiliki oleh sebuah lembaga. Data-data
masyarakat dan menentukan jenis layanan yang prioritas harus disediakan untuk
masyarakat. Data dan informasi yang diberikan berupa data yang akurat tentang jumlah
kasus dan permasalahan yang dialami masyarakat, seperti data dibidang pendidikan,
b. Kegiatan pelayanan
52
53
1) Konseling
4) Pendampingan
c. Kegiatan promosi
anatara lain tentang keberadaan P2TP2A dan jenis pelayanan serta fasilitas yang
tersedia di dalam P2TP2A. Promosi ini dapat dilakukan dengan menggunakan poster,
d. Pusat rujukan
Selain pelayanan yang diuraikan di atas, P2TP2A dapat memberikan pelayanan yang
diminta oleh perempuan meskipun tempat pelayanan ini tidak tersedia, yaitu dengan
ketersediaan dan kesiapan fasilitas yang dimiliki oleh mitra kerja P2TP2A. oleh karena
itu, pengembangan jaringan kerjasama antar mitra kerja menjadi sangat penting.
53
54
LSM, Ormas,
P2TP2A Pemerintah
Akademisi
Layanan yang
tersedia
Masyarakat
Perempuan dan Anak
yang membutuhkan
perlindungan
54
55
Uraian berikut ini merupakan hasil wawancara penulis dengan Ketua Pelaksana Harian
di P2TP2A, Staf Ahli di P2TP2A, Anggota Divisi Pendampingan dan Advokasi, Kordinator
Pelayanan dan Pemulihan, serta Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika Kota
Palembang.
memiliki tugas untuk melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Kota
Palembang. Salah satu upaya perlindungan tersebut adalah dengan memberikan pendampingan
dan advokasi terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan di Kota
korban kekerasan berarti P2TP2A sudah menjalankan tugasnya dalam hal melindungi korban
kekerasan baik dari hak nya dalam berhadapan dengan hukum ataupun sebagai bentuk
perlindungan kepada korban dari bentuk intimidasi ataupun ancaman dari pihak lain. Untuk
itulah P2TP2A membentuk Divisi Pendampingan dan Advokasi dalam menjalankan tugasnya
sebagai forum kolaborasi yang mampu melindungi perempuan dan anak. Adapun tugas dan
55
56
Dalam menjalankan tupoksi divisi tersebut maka dipilihlah beberapa anggota yang
dirasa memiliki latar belakang dan keahlian yang sesuai dengan tupoksi divisi tersebut.
Anggota yang bergabung dengan Divisi Pendampingan dan Advokasi terdiri dari beberapa
instansi Pemerintah serta Ormas yang ada di Kota Palembang. Adapun anggota dari Divisi
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya pengelolaan divisi ini dibagi menjadi 3(tiga)
1) Perencanaan
Dalam melaksanakan perencanaan awal di dalam divisi ini para anggota divisi
melakukan rapat internal guna membahasa masalah mekanisme pembagian kerja per
anggota divisi serta merumuskan bentuk-bentuk pola-pola kordinasi antar para anggota
nantinya dalam hal melaksanakan pendampingan dan advokasi terhadap para korban
kekerasan. Pembagian kerja per anggota divisi sangat ditentukan oleh latar belakang
setiap instansi dan ormas yang ada serta keahlian yang dimiliki oleh tiap instansi
ataupun ormas yang tergabung di dalam divisi pendampingan dan advokasi. Berikut
56
57
pendampingan:
berlangsung.
produk-produk hukum yang ada di P2TP2A itu sendiri dan bekerjasama dengan
Lembaga Bantuan Hukum terkait dengan jalan yang akan mereka ambil ketika
di persidangan.
selain berfungsi untuk melindungi hak perempuan dan anak juga dapat
anak.
57
58
persidangan di pengadilan.
2) Pelaksanaan
Dalam melaksanakan tugasnya divisi ini melakukan koordinasi yang intens dengan
divisi pelayanan dan pemulihan. Karena seperti yang kita ketahui bahwasanya setiap
pemulihan terkait cedera yang dialaminya baik itu berbentuk fisik maupun psikis.
Setiap anggota yang tergabung di dalam divisi ini juga saling membantu dalam
melaksanakan tupoksi dari divisi tersebut. Dalam divisi ini juga para korban akan
diberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan para korban seperti dalam bentuk
3) Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi divisi ini membuat laporan kerja dalam waktu 3(tiga)
bulan sekali yang akan diserahkan kepada ketua harian serta ketua umum P2TP2A dan
selanjutnya akan menjadi bahan pemerintah Kota untuk melakukan evaluasi terhadap
P2TP2A.
Berikut ini adalah mekanisme kerja anggota Divisi Pendampingan dan Advokasi:
Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang dalam usaha mendampingi korban.
58
59
terlebih dahulu baik itu dari Unsur Kelompok Kerja II TP PKK Kota Palembang,
Organisasi Perempuan, ataupun dari Pihak kepolisian. Pihak WCC juga bekerjasama
dengan UPPA Polres dalam upaya mendampingi serta melindungi korban kekerasan.
Women Crisis Centre sendiri memiliki fasilitas rumah aman yang dapat dijadikan
tempat tinggal sementara untuk para korban selama menjalani proses persidangan. Ini
bertujuan untuk menghindarkan korban dari segala bentuk intimidasi yang dilakukan
oleh pihak lain selama proses persidangan berjalan. Dalam melakukan tugas dan
fungsinya WCC juga berkoordinasi dengan Divisi Pelayanan dan Pemulihan dalam hal
Bagian Hukum dan Ham dalam melaksanakan tugasnya mereka merumuskan segala
bentuk produk hukum yang ada di P2TP2A serta membantu peran dari lembaga
Adapun beberapa peran yang mereka lakukan dalam membantu proses persidangan
adalah dengan memberikan saran kepada pihak lembaga bantuan hukum serta
kewanitaan yang ada di Kota Palembang tentunya memiliki akses untuk berkoordinasi
dengan organisasi tersebut. Untuk itu organisasi perempuan berfungsi sebagai alat
59
60
sendiri di Kota Palembang merupakan salah satu sarana pelaporan para korban
kekerasan
kekerasan ketika di dalam proses persidangan agar setiap korban mendapatkan hak nya
Hukum juga berkolaborasi dengan Bagian Hukum dan Ham dalam upaya
Unsur Kelompok kerja I ini berfungsi sebagai pendamping korban kekerasan dalam
ini juga saling berkoordinasi dengan WCC dalam mendampingi korban kekerasan
terhadap perempuan dan anak serta berkoordinasi juga dengan Divisi Pelayanan dan
60
61
Korban
Kepolisian
Pengadilan
61
62
Dalam upaya mensosialisasikan mengenai hak-hak perempuan dan anak serta dalam
upaya pengesetaraan gender maka diperlukanlah sebuah divisi yang mampu memberikan
sosialiasi yang baik kepada masyarakat dengan memberikan pencerdasan kepada masyarakat
mengenai hak-hak perempuan dan kesetetaraan gender. Divisi tersebut selain memberikan
pelatihan yang bertujuan sebagai sarana pengembangan diri para wanita. Hal ini bertujuan
untuk mewujudkan perempuan yang mampu berdaya saing serta hidup mandiri. Di dalam
P2TP2A sendiri divisi yang melaksanakan tugas berupa sosialisasi terhadap hak-hak
perempuan dan anak serta melakukan pelatihan-pelatihan yang bertujuan mengembangkan diri
perempuan adalah Divisi Pendidikan, Penelitian, dan Kajian. Adapun tugas dan fungsi dari
62
63
Dalam menjalankan tugas dan fungsi divisi tersebut terdapat 3 (tiga) anggota yang
saling bekerjasama menjalankan tupoksi dari Divisi Pendidikan, Kajian, dan Penelitian.
Adapun 3(tiga) anggota yang terdapat di dalam divisi tersebut sebagai berikut :
2) Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Palembang
Dalam menjalankan tugas dan fungsi divisi ini, para anggota tersebut saling bekerja
sama dalam melaksanakan tugas dan fungsi dari Divisi Pendidikan, Kajian, dan Penelitian.
Dalam upaya pengelolaan divisi ini terbagi menjadi 3(tiga) bagian yaitu proses perencanaan,
1) Perencanaan
kerja antar tiap anggota serta merumuskan perencanaan beberapa kegiatan dan
dan anak serta upaya penyetaraan gender di lingkungan masyarakat Kota Palembang.
Pembagian kerja yang dilakukan di dalam divisi ini berdasarkan dengan keahlian
dan Kajian. Adapun pembagian tupoksi di dalam Divisi Pendidikan, Penelitian, dan
anak. Kegiatan yang dilakukan di sini dapat berupa kajian ataupun penyuluhan.
63
64
b) Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Palembang
Di dalam divisi ini Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas
memiliki posisi yang kuat di masyarakat dan mampu hidup secara mandiri.
anggota tadi. Para anggota merumuskan beberapa program yang sesuai dengan tupoksi
mereka serta sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Program yang akan diajukan
tadi sebelumnya dibuat estimasi biaya anggaran terlebih dahulu dari masing-masing
program. Setelah itu nantinya program yang akan diusulkan oleh Divisi ini dibawa
kedalam rapat kordinasi anggota P2TP2A untuk disetujui serta kemudian dibuatkan
rancangan anggarannya.
2) Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Divisi ini. Para anggota tadi saling
berkoordinasi dengan divisi lain yang terdapat di dalam P2TP2A. dalam melaksanakan
sebuah kegaiatan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak perempuan dan anak
serta kegiatan dalam bentuk pelatihan. Divisi ini dibantu oleh divisi lain dalam hal
dan Kajian disesuaikan dengan keahlian mereka masing-masing dan peran mereka di
64
65
dalam divisi mereka sendiri. Dalam proses kegiatan sosialisasi dan penyuluhan
instansi diluar P2TP2A serta para mitra kerjasama P2TP2A yang diluar struktur
yang menjadi korban ketidakadilan secara optimal. Divisi ini bekerjasama secara
3) Evaluasi
Dalam melaksanakan tugas evaluasi divisi ini membuat laporan kerja yang
ditujukan kepada ketua umum harian untuk selanjutnya diserahkan kepada ketua umum
P2TP2A dan akan ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kota Palembang. Laporan kerja ini
sebagai bentuk pertanggung jawaban Divisi Pendidikan, Pelatihan, dan Kajian yang di
mana nantinya akan digunakan oleh Pemerintah Kota Palembang sebagai bahan
Berikut ini adalah mekanisme kerja anggota Pendidikan, Kajian, dan Penelitian:
beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pemenuhan hak perempuan dan anak serta
dengan kebutuhan kondisi masyarakat yang ada di Kota Palembang. Selain kegiatan
dalam bentuk pencerdasan hukum mengenai hak perempuan dan anak di Kota
65
66
Palembang. seringkali kegiatan yang dilakukan juga berupa pencerdasan politik untuk
kaum perempuan yang ada di Kota Palembang. Pemerhati Gender UIN Raden Fatah di
sini juga melakukan koordinasi dengan Divisi Penguatan Jaringan, Informasi, dan
melalui billboard, banner, booklet, website, media cetak dan media elektronik.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Bidang Pelayanan dan Rehablitasi Sosial
Dinas Sosial Kota Palembang yang bertugas dalam memberikan pendidikan terhadap
dengan lembaga terkait seperti Dinas Pendidikan. Dalam menjalankan tugas dan fungsi
tersebut Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Palembang
sendiri dibantu oleh Bagian Humas Kota Palembang dalam hal melakukan beberapa
Unsur Kelompok Kerja III TP PKK Kota Palembang dalam melaksanakan kerjanya
kualitas perempuan baik itu perempuan yang menjadi korban kekerasan atau bukan.
PKK Kota Palembang dalam hal mencari narasumber untuk memberikan pelatihan
yang memilik tugas utama sebagai sebuah forum kolaborasi yang mampu melindungi hak-hak
66
67
perempuan dan anak. Maka dari itu, diperlukanlah sebuah divisi yang mampu
mengkampanyekan hak-hak perempuan dan anak yang di mana nantinya dengan adanya
kampanye tersebut maka hak-hak perempuan dan anak dapat terpenuhi. Di dalam P2TP2A
sendiri telah dibentuk divisi yang memiliki tugas tersebut yaitu divisi penguatan jaringan,
informasi, dan dokumentasi. Adapun tugas dan fungsi divisi ini sebagai berikut :
kekerasan terhadap perempuan dan akan melalui media informasi dalam bentuk
anak di dalam rumah tangga menjadi sebuah persoalan pelanggaran HAM yang
massa.
Dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut di dalam divisi ini terdapat 2 (dua)
instansi pemerintah dan 1 (satu) organisasi masyarakat yang saling berkolaborasi dalam
menjalankan tupoksi dari divisi tersebut. Adapun ketiga anggota tersebut adalah :
67
68
unsur Pokja II
Di dalam menjalankan tugas dan fungsi manajemen ini tentunya ada beberapa proses
manajemen yang akan dijalani seperti proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi ataupun
pengawasan.
1) Perencanaan
Di dalam perencanaan divisi ini tentunya hal yang direncanakan harus sesuai dengan
tugas dan fungsi yang ada dari divisi yang bersangkutan dalam hal ini Divisi
divisi ini hanya melakukan pembagian tugas dan fungsi anggota di dalam divisi.
Karena divisi ini tidak memiliki perencanaan program ataupun kegiatan. Divisi ini
nantinya hanya akan membantu pemberian informasi dan edukasi mengenai hak-hak
perempuan dan anak yang telah dirumuskan oleh divisi pendidikan, kajian, dan
dalam divisi ini dimaksudkan untuk mempermudah proses kerja yang nantinya akan
dihadapi oleh anggota divisi. Dengan pembagian tupoksi ini tentu akan membuat kerja
para anggota terasa lebih ringan. Dalam hal pembagian tupoksi ini sendiri berdasarkan
dengan konsen masing-masing anggota diluar forum dan juga berdasarkan kelebihan
yang dimiliki para anggota. Dengan pembagian ini diharapkan para anggota dapat
saling berkolaborasi dalam menjalankan tugas dan fungsi divisi tersebut. Adapun
68
69
informasi mengenai hak perempuan dan anak melalui billboards dan media
Bagian Humas ini memiliki tugas dan fungsi sebagai penghubung para
stakeholder yang menjadi mitra dari P2TP2A dan ikut mengkampanyekan dan
c. Pokja II
Pokja II di sini memiliki peran dalam hal membantu sosialisasi yang dilakukan
oleh Dinas Kominfo dan Humas Kota Palembang melalui pamflet dan beberapa
2) Pelaksanaan
Di dalam pelaksanaan yang sesuai tugas dan fungsi divisi ini. Divisi ini dijalankan oleh
3(tiga) anggota yang saling berkolaborasi dalam menjalankan tupoksi dari divisi
tersebut mengenai kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta
Selama menjalankan tugasnya tersebut divisi ini juga selalu berkolaborasi dengan
Divisi Pendidikan, Penelitian, dan Kajian. Dalam membagikan informasi divisi ini
menggunakan beberapa sarana seperti pamflet, banner, billboards, media sosial milik
pemkot, serta media cetak dan elektronik yang telah memiliki MOU dengan Bagian
69
70
Hubungan Masyarakat Kota Palembang. Divisi ini juga turut mencari informasi
mengenai kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak Kota Palembang yang
di mana tugas ini akan dilakukan oleh Pokja II. Dalam mencari informasi ini sendiri
Pokja II akan dibantu oleh beberapa organisasi dari divisi lainnya yang juga memiliki
3) Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi sendiri dilakukan dalam waktu 3 bulan sekali dalam bentuk
laporan kerja kepada ketua Pelaksana Harian. Di mana laporan tersebut akan disusun
dan diteruskan kepada ketua umum dan selanjutnya akan dievaluasi sendiri oleh
Berikut ini merupakan mekanisme kerja dari Divisi Penguatan Jaringan, Informasi, dan
Komunikasi:
instansinya untuk melaksanakan tugas dan fungsi Dinas Kominfo di dalam divisi di
P2TP2A tersebut. Adapun 2 (dua) bidang yang dimaksud adalah Bidang Pengelolaan
Opini dan Pelayanan Informasi Publik serta Bidang Pengelolaan Komunikasi Publik.
Dua bidang inilah yang nantinya akan membagikan informasi mengenai hak
perempuan dan anak serta pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak
melalui sarana dan prasarana yang dimiliki atau dikelola oleh Dinas Kominfo tersebut.
Tugas yang dilaksanakan oleh Dinas Kominfo tersebut selalu dikoordinasikan dengan
anggota lain yang terdapat di dalam satu divisi serta berkoordinasi juga dengan Divisi
70
71
Pendidikan, Penelitian, dan Kajian selaku Divisi yang bertugas membuat informasi dan
anak serta permasalahan diskriminasi gender yang ada di Indonesia khususnya Kota
Palembang.
memiliki tugas untuk memelihara hubungan jaringan antar stakeholder yang menjadi
mitra kerja dari P2TP2A itu sendiri baik berupa instansi pemerintah, organisasi
masyarakat, ataupun dari dunia usaha. Humas Kota Palembang sendiri memiliki MOU
dengan beberapa media cetak dan media eletronik yang ada di Kota Palembang.
Dengan MOU ini Humas Kota Palembang dapat memberikan atau membagikan
koordinator serta dengan Divisi Pendidikan, Penelitian, dan Kajian. Unsur kelompok
kerja memiliki 2(dua) tugas di dalam divisi penguatan jaringan, informasi, dan
kepada masyarakat dan yang kedua adalah mencari informasi mengenai kasus
71
72
kekerasan terhadap anak dan perempuan. Untuk melaksanakan tugas memberikan dan
Untuk booklet sendiri biasanya akan dibagikan di dalam pelaksanaan program dan
kegiatan yang ada di P2TP2A baik itu berbentuk sosialiasasi ataupun ceremonial.
Untuk banner sendiri akan disebar dibeberapa kelurahan yang ada di Kota Palembang.
beberapa anggota dari TP PKK yang ada dibeberapa kelurahan di Kota Palembang
serta juga beberapa relawan yang berada dibawah TP PKK itu sendiri.
72
73
Berbagi Berbagi
Stakeholder Berbagi Mencari
Informasi Informasi
Informasi Informasi Kasus
Booklet TP PKK
Banner
Kelurahan
Sebagaimana dengan tugas P2TP2A yang menangani kasus tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak. Seringkali korban yang ditangani oleh P2TP2A mengalami beberapa cidera
baik itu berupa cedera fisik maupun psikis. Maka untuk menangani hal tersebut sudah sepatutnya
bahwa P2TP2A memiliki divisi yang memiliki tugas khusus untuk melakukan pengobatan
kepada korban kekerasan baik itu secara fisik maupun non fisik. Dengan adanya divisi seperti itu
maka diharapkan para korban tindak kekerasan tersebut dapat dipulihkan lagi cederanya baik itu
berupa fisik maupun psikis setelah pasca terjadinya kasus kekerasan tersebut. Di dalam P2TP2A
Kota Palembang sendiri divisi yang memiliki tugas tersebut adalah divisi pelayanan dan
a) melaksanakan rujukan dan tindakan medis terhadap para korban kekerasan baik fisik
maupun non fisik melalui kerjasama dengan berbagai rumah sakit dan pusat krisis
terpadu lainnya.
b) memberikan pelayanan konseling dan secara psikologi melalui tatap muka, telepon,
c) memberikan pelayanan pemulihan terhadap korban tindak kekerasan, paksa dan terapi
pengobatan.
Dalam menjalankan tupoksi di atas maka dipilihlah organisasi dan instansi yang sesuai
dengan tupoksi tersebut yaitu mengenai pemulihan korban kekerasan. Berikut adalah beberapa
instansi dan organisasi masyarakat yang tergabung di dalam divisi tersebut adalah :
Kesehatan Kota Palembang dan Tenaga Psikolog Dinas Kesehatan Kota Palembang
Tahap pengelolaan divisi pelayanan dan pemulihan itu sendiri dibagi kedalam tiga bagian
1) Perencanaan
Mengenai perencanaan sendiri hal-hal yang direncanakan di dalam divisi ini adalah
proses pembagian kerja antar para anggota divisi. Pembagian kerja kepada anggota
divisi ini akan memudahkan kinerja anggota divisi itu sendiri. Di mana pembagian
kerja tersebut harus sesuai dengan tupoksi divisi pelayanan dan pemulihan serta sesuai
kelebihan setiap anggota. Dalam menentukan pembagian kerja ini koordinator dari
divisi pelayanan dan pemulihan juga berkoordinasi dengan divisi pendampingan dan
advokasi mengenai hal-hal apa saja yang nantinya berguna dalam melaksanakan
Adapun pembagian kerja para anggota di dalam divisi ini sebagai berikut :
antara P2TP2A kepada beberapa rumah sakit pemerintah yang ada di Kota
secara fisik.
Tenaga Psikolog sendiri di divisi ini berfungsi sebagai tempat konsultasi para
Unsur kelompok kerja di dalam divisi ini memiliki tugas sebagai pendampingan
korban kekerasan dalam upaya pemulihan baik itu selama proses penyelidikan
2) Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan divisi ini para anggota berfungsi sebagai perannya masing-masing
dalam upaya pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Korban
pemerintah yang menjadi mitra Dinas Kesehatan Kota Palembang. Selama proses
advokasi serta didampingi juga oleh Pokja IV TP PKK Kota Palembang. Setelah
proses visum selesai korban diberikan suntikan moral dan semangat oleh tenaga
3) Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi setiap divisi di dalam P2TP2A sendiri memberikan laporan
jawaban tugas dan selanjutnya akan diserahkan kepada ketua umum setelah itu baru
Berikut ini merupakan mekanisme kerja dari Divisi Pelayanan dan Pemulihan:
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di P2TP2A bagian pelayanan kesehatan ini
langsung dengan rumah sakit pemerintah di sekitar wilayah Kota Palembang. Ketika
korban datang didampingi oleh WCC bagian ini langsung memberikan rujukan kepada
korban dan WCC untuk melakukan visum terlebih dahulu di rumah sakit pemerintah
Kota Palembang sebelum adanya melakukan pelaporan. Setelah itu koordinator divisi
kepada Unsur Kelompok Kerja IV untuk ikut mendampingi korban dalam melaksanakan
visum. Setelah proses visum selesai dan sudah diketahui cedera fisik korban. Barulah
Tenaga Piskologi bekerja di dalam divisi ini setelah mendapat perintah dari koordinator
divisi untuk melakukan penguatan kepada korban dan dalam tahapan selanjutnya Tenaga
Psikologi akan instens berkomunikasi terhadap korban baik secara langsung ataupun
tidak sebagai bentuk pemulihan psikologis korban. Tenaga Psikologis akan terus menerus
sembuh.
Unsur Kelompok Kerja IV di dalam divisi ini berfungsi sebagai pendamping korban
selama melakukan proses pemulihan baik secara fisik maupun psikis dan turut
78
memfasilitasi korban selama masa pemulihan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
Unsur Kelompok Kerja ini melakukan koordinasi dengan koordinator divisi, WCC, dan
Korban
Pokja IV TP PKK
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga tahapan tersebut merupakan proses dari
perumusan masalah sampai pada proses evaluasi terhadap jalannya sebuah forum
kolaborasi. Ketiga tahapan inilah yang sangat berpengaruh besar terhadap pengelolaan
1. Perencanaan
yang sangat vital. Karena di dalam proses inilah sebuah forum kolaborasi dibentuk dan
di dalam proses ini juga ada tahapan mengidentifikasi masalah yang akan ditanggulangi
oleh sebuah forum kolaborasi. Di dalam dimensi ini terdapat tiga indikator yang dapat
menjadi acuan dalam penilaian terhadap perencanaan yang dilakukan sebuah forum
a. Pembagian tugas
Dalam menangani suatu masalah yang kompleks tentu tidak dapat dilakukan
oleh satu atau dua instansi saja karena dalam menangani masalah yang begitu kompleks
dibutuhkan beberapa instansi yang saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Didalam forum kolaborasi sendiri pembagian tugas yang sesuai dengan latar
Untuk mengetahui seberapa baik pembagian tugas yang dilakukan di P2TP2A penulis
80
melakukan wawancara dengan ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur Eksekutif WCC
Kota Palembang.
”Untuk pembagian tugas saya rasa sudah sangat sesuai dengan masing-masing
keahlian ataupun latarbelakang dari anggota P2TP2A itu sendiri. Ini dapat
dilihat dari susunan keanggotaan di SK Walikota. Kalau bahwasanya tidak ada
satu organisasi yang menjalankan tugas yang tidak sesuai dengan
latarbelakangnya” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Jawaban senada juga diutarakan oleh bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku
“Pembagian tugas disini sudah cukup sesuai dengan latarbelakang para anggota
disini dan dalam proses pembagian peran juga setiap anggota dilibatkan”
(wawancara pada 27 Juni 2018)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh ibu Wage Sri, S,Sos selaku Ketua Unsur
“Peran dan tanggung jawab disini sudah dibagikan sesuai dengan keahlian dari
masing-masing para anggota dan juga karakter dari anggota” (wawancara pada
27 Juni 2018)
Pernyataan diatas juga turut dibenarkan oleh bapak Reksudihardjo, S.Sos, M.Si
selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang.
“Ya memang benar, pembagian tugas kita disni berdasarkan dari karakter,
latarbelakang, dan juga keahlian dari masing-masing anggota P2TP2A. Dengan
adanya pembagian seperti maka diharapkan para anggota nantinya dapat bekerja
dengan maksimal” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Dari berbagai pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwasanya
pembagian tugas dalam proses perencanaan di P2TP2A sudah berjalan dengan baik. Ini
dapat dilihat dari pembagian tugas yang sudah sesuai dengan karakter, latarbelakang,
b. Anggaran
81
jalannya program yang sudah diselenggarakan dan menjadi alat akomodasi bagi para
terhadap perempuan dan anak serta dalam upaya melindungi perempuan dan anak dari
tindak kekerasan tersebut. Maka dari itu dalam proses perencanaan ini pengajuan
anggaran kepada Pemerintah Kota Palembang harus dilakukan dengan cermat dan teliti
sehingga nantinya dana tersebut dapat digunakan dengan efektif dan maksimal. Untuk
mengetahui seberapa baiknya proses pengajuan anggaran ini maka penulis melakukan
wawancara dengan ibu Siti Markobah, S,ag selaku Staf ahli di P2TP2A Kota
Palembang.
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Dr. Rr. Rina Antasari, M.Hum., selaku
“Saya rasa dalam rapat pengajuan anggaran kami sudah melakukannya dengan
sangat baik. Agar kegiatan yang akan kami lakukan pada tahun berikutnya
berjalan dengan optimal” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh bapak Sopandi, S.ip, MM., selaku
“Proses penganggaran sendiri sudah dilakukan dengan cermat dan teliti terkait
besaran dana yang akan dibutuhkan untuk tahun berikutnya. Mengingat
anggaran kami yang tidak terlalu besar dari pemerintah. Maka kami berusaha
semaksimal mungkin untuk mengajukan anggaran yang sesuai dengan apa yang
kami perlukan di tahun akan datang” (wawancara pada 27 Juni 2018)
82
“Untuk anggaran yang dikeluarkan khusus untuk kami memang itu relatif kecil.
Maka, dari itu dalam setiap proses pengajuan anggaran kepada pemerintah kami
selalu melakukan dengan cermat dan teliti agar dana tersebut dapat kami
gunakan sebaik mungkin untuk kedepannya” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Dari beberapa pernyataan informan diatas maka dapat kita lihat bahwasanya
pengajuan anggaran yang dilakukan P2TP2A kepada pemerintah Kota Palembang sudah
c. Program Kerja
Program kerja merupakan sebuah rancangan kerja yang akan dilakukan oleh
suatu organisasi dalam beberapa tahun yang akan datang. Dalam merumuskan program
kerja itu sendiri setiap anggota yang berada di dalam organisasi tersebut dituntut untuk
aktif dalam proses perencanaan program kerja pada sebuah organisasi. Begitu juga di
dalam P2TP2A setiap stakeholder dituntut untuk memberikan saran dan masukan
terhadap program kerja dari P2TP2A untuk beberapa tahun yang akan datang. Untuk
mengetahui tingkat partisipasi dari anggota dalam proses pembuatan program kerja
maka penulis melakukan wawancara dengan ibu Wage Sri, S.Sos., selaku Ketua Unsur
“Untuk partisipasi anggota dalam proses merancang program kerja saya rasa
sudah baik. Karena selama ini saya melihat setiap anggota sudah cukup aktif
dalam mengusulkan program kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing”
(wawancara pada 27 Juni 2018)
Pernyataan tersebut juga turut dibenarkan oleh ibu Yeni Roslaini Izi selaku
“Partisipasi anggota selama ini sudah cukup baik. Dalam rapat internal untuk
pengajuan program kerja mereka juga tinggi partisipasinya dan program yang
ditawarkan juga sangat baik” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Hal tersebut juga di amini oleh ibu Siti Markobah, S.ag., selaku Staf ahli di
“Selama yang saya lihat disini para anggota partisipasinya cukup tinggi kalau
untuk proses pengajuan program kerja dan dalam pelaksanaan program tersebut
mereka juga cukup tanggung jawab” (wawancara pada 27 Juni 2018)
P2TP2A dalam proses pengajuan program kerja penulis melakukan wawancara lebih
lanjut dengan bapak Reksudiharjo, S.Sos, M.Si., selaku Kepala Bidang Perlindungan
bahwasnya setiap anggota yang berada di dalam forum kolaborasi P2TP2A sudah cukup
aktif dan memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam usaha merumuskan program
2. Pelaksanaan
perencanaan tadi. Didalam dimensi ini terdapat dua indikator yang menentukan berhasil
baik. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal tersebut penulis melakukan
wawancara dengan bapak Ir, Aris Munandar, MPSDA., selaku sekretaris Dinas
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Dr.Rr. Rina Antasari, M.Hum., selaku
“Pembagian peran disini sudah sangat sesuai sekali dengan karakter dari masing-
masing anggota kolaborasi. Sehingga para anggota dapat memahami peran dan
tanggung jawab mereka dengan sangat baik” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Pernyataan yang sama juga dikeluarkan oleh bapak Sopandi, S.IP,MM., selaku
Pernyataan dari beberapa informan diatas juga turut dibenarkan oleh bapak
Reksudiharjo S.Sos, M.Si., selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA
“Mengenai pemahaman tugas dan peran saya kira mereka sudah paham
semuanya karena tugas dan peranan masing-masing anggota juga sudah
diberitahukan dari awal terbentuknya P2TP2A dan juga pembagian peran ini
disesuaikan dengan karakter mereka masing-masing” (wawancara pada 27 Juni
2018)
Dari berbagai pernyataan diatas dapat dilihat bahwasanya pemahaman peran dan
tanggung jawab anggota yang tergabung di P2TP2A Kota Palembang selama ini sudah
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya masalah yang coba diatasi oleh P2TP2A
tergolong rumit dan begitu kompleks. Untuk itu maka diperlukan adanya hubungan
dengan pihak diluar anggota P2TP2A yang diharapkan dapat membantu mereka dalam
dengan bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA., selaku Sekretaris Dinas Kominfo Kota
Palembang.
“Untuk hubungan eksternal dengan lembaga lain. Saat ini kami sudah
melakukannya seperti menjalin hubungan eksternal dengan pihak kejaksaan,
kepolisian, dan BNN Kota Palembang” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Hal tersebut juga senada dengan apa yang disampaikan oleh ibu Wage Sri,
“Ya untuk hubungan seperti itu kami sudah melakukannya dan yang menjaga
hubungan eksternal dengan lembaga lain itu merupakan tugas dari Humas Kota
Palembang yang ikut tergabung didalam P2TP2A” (wawancara pada 27 Juni
2018)
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh ibu Yeni Roslaini Izi selaku
“Mengenai hubungan eksternal itu merupakan tugas dari Humas untuk menjalin
komunikasi dan lain-lain. Memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masalah
ini harus diatasi dari banyak pihak karena masalah ini sudah begitu kompleks.
Untuk itulah kami butuh bantuan dari lembaga diluar P2TP2A yang kiranya
dapat membantu kami dalam mengatasi masalah yang ada” (wawancara pada 27
Juni 2018)
86
Dari hasil wawancara dengan beberapa informan diatas maka dapat ditarik
berjalan dengan baik. Bahkan memang ada salah satu anggota yang ditugaskan untuk
3. Evaluasi
tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah berjalan dengan baik atau belum.
Proses evaluasi ini bertujuan untuk memperbaiki kekurangan yang ada selama proses
kolaborasi berlangsung. Dalam melakukan proses evaluasi di P2TP2A terdapat dua hal
a. Laporan kerja
P2TP2A dan berisikan pertanggung jawaban divisi terhadap kegiatan yang telah mereka
lakukan. Selanjutnya seluruh laporan kerja tersebut dikumpulkan dan diserahkan kepada
proses pembuatan laporan kerja penulis melakukan wawancara dengan ibu Yeni
“Partisipasi anggota dalam proses evaluasi cukup baik. Ini dapat dilihat dari
tingkat partisipasi dan kualitas laporan kerja yang telah mereka buat”
(wawancara pada 27 Juni 2018)
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Wage Sri, S.Sos., selaku Ketua Unsur
“Untuk pembuatan laporan kerja sendiri para anggota cukup terlibat aktif dalam
pembuatannya. Karena disini saya rasa semua anggota sudah sadar bahwa
laporan kerja itu sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap kinerja mereka
selama ini” (wawancara pada 27 Juni 2018)
87
Pernyataan dari informan diatas dibenarkan oleh bapak Reksudiharjo, S.Sos, M.Si.,
selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang.
“Ya memang benar, kalau untuk laporan kerja mereka sudah cukup baik dalam
proses pembuatannya dan untuk jadwal pengumpulan laporan kerja juga selalu
tepat waktu selama ini” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Dari berbagai pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwasanya para anggota
P2TP2A sudah memiliki kesadaran sendiri dalam membuat laporan kerja dan dalam
b. Rapat evaluasi
Rapat evaluasi merupakan salah satu hal yang terpenting didalam sebuah
organisasi. rapat evaluasi ini sendiri dimaksudkan sebagai bentuk ataupun upaya
perbaikan terhadap jalannya sebuah organisasi. Intensitas rapat evaluasi juga harus
partisipasi yang tinggi juga dibutuhkan dalam setiap rapat evaluasi ini mengingat
pentingnya dari rapat evaluasi ini. Untuk mengetahui intensitas dan partisipasi anggota
terhadap rapat evaluasi di dalam P2TP2A penulis melakukan wawancara dengan bapak
Ir. Aris Munandar, MPSDA., selaku Sekretaris Dinas Kominfo Kota Palembang.
“Untuk rapat evaluasi sendiri disini dilakukan setiap tiga bulan sekali dan
kadang juga ada rapat yang bersifat insidental. Kalau untuk partisipasi saya kira
masih kurang karena daftar hadir peserta masih lumayan rendah apalagi kalau
ada rapat yang bersifat insidental” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak Sopandi, S.IP.,MM., selaku Kepala
“Kalau untuk rapat beberapa bulan sekali saya lupa tapi yang jelas rapat itu rutin
dan kadang juga ada rapat yang mendadak. Sering atau tidaknya kami rapat
evaluasi ditentukan oleh kebutuhan dan kalau untuk partisipasi selama ini masih
sedikit dan anggota belum punya kesadaran untuk hal itu” (wawancara pada 27
Juni 2018)
88
Pernyataan dari dua informan diatas juga turut dibenarkan oleh bapak
“Mengenai rapat evaluasi kami rutin setiap tiga bulan sekali tetapi kalau ada hal
yang harus segera diperbaiki atau di evaluasi di P2TP2A itu sendiri kami
melakukan rapat secara insidental. Partisipasi sendiri kalau untuk disini masih
minim untuk rapat evaluasi karena daftar hadir peserta masih rendah. Mungkin
ini disebabkan oleh kesibukan dari beberapa anggota yang memiliki tupoksi di
instansi tempat dia bekerja dan di P2TP2A juga belum diatur mengenai sanksi
hal itu” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Dilihat dari beberapa wawancara terhadap informan diatas maka dapat
disimpulkan bahwasanya rapat evaluasi selama belum berjalan dengan baik. Ini
dikarenakan masih minimnya kesadaran para anggota untuk menghadiri rapat evaluasi.
Minimnya partisipasi para stakeholder dalam pertemuan ini disebabkan oleh tupoksi
dari tempat stakeholder bekerja itu sendiri dan belum diaturnya masalah sanksi perihal
Dalam suatu jaringan kolaborasi instansi terdapat beberapa faktor yang dapat
Morse dkk (2007:213-214) terdapat 9 faktor yang dapat dijadikan dimensi dalam
yang terjadi antar beberapa instansi di dalam forum P2TP2A Kota Palembang.
89
1. Network Structure
antara elemen yang satu dengan yang lain yang menyatu secara bersama-sama yang
mencerminkan unsur-unsur fisik dari jaringan yang ditangani. Agranoff dan McGuire
karena justru tidak akan berjalan dengan efektif, tetapi jaringan harus bersifat organis
dengan struktur jaringan se-flat mungkin, yakni tidak ada hierarki kekuasaan, dominasi,
dan monopoli. Semuanya setara baik dalam hal kewajiban, tanggung jawab, otoritas,
dan kesempatan akan aksebilitas. Model kolaborasi yang dilakukan oleh P2TP2A Kota
adanya keterbatasan pemerintah daerah dalam menangani persoalan yang ada, terdiri
dari aktor pemerintah dan swasta, dan adanya ketergantungan antar pemerintah dan
aktor yang memiliki sumber daya. Untuk itu pemerintah daerah mencari para aktor yang
dominasi yang berlebih dari aktor yang merasa memiliki sumber daya dan kemampuan
yang lebih dibandingkan dengan organisasi lain. Meskipun mengarah pada model
antar stakeholder dalam forum P2TP2A tidak ada satupun organisasi yang memiliki ego
yang sangat tinggi. Terutama ketika adanya rapat pleno selama 3 bulan sekali.
90
Hal ini didukung oleh pernyataan Bapak Reksudiharjo, S.Sos, M.Si selaku
“Kami di sini hanya fokus pada tujuan kami yaitu, melayani korban dan
mencegah tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak. Lagipula
kami di sini semuanya juga memiliki tujuan yang sama. Jadi tidak ada yang
namanya ego antar instansi tadi” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Sopandi, S,IP., M.M. Selaku Kepala
“Mungkin kalau untuk ego antar instansi saya rasa tidak ada ya, karena selain
kami memiliki tujuan yang sama. P2TP2A ini juga kan bertujuan untuk
melayani masyarakat yang sifatnya bukan untuk mencari keuntungan. Jadi saya
rasa untuk ego itu tidak ada dan di dalam rapat juga suara dan hak bicara kami
masih sama” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Pernyataan Bapak Sopandi juga diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Yeni
Roslaini Izi Selaku direktur eksekutif dari Women crisis center Wilayah Kota
Palembang:
“Dalam P2TP2A sendiri menurut saya tidak ada namanya organisasi yang
merasa paling berpengaruh atau sering memonopoli keputusan. Karena kami di
sini semuanya dianggap sama bahkan antar perwakilan juga sudah memiliki
hubungan kekerabat yang lumayan baik. Kami di sini kan hanya sebagai anggota
yang diluar pemerintah. Tapi kadang kami juga diberikan wewenang yang setara
dengan organisasi pemerintah. Bahkan dalam hal terjun ke lapangan kami yang
lebih sering turun karena mungkin cuma kami di sini yang memiliki tugas yang
konsentrasinya lebih kepada perempuan” (Wawancara pada tanggal 13 Maret
2018)
dari ketua sampai anggota tetapi tidak ada bentuk jaringan yang bersifat hieraki. Bahkan
seperti ini diutarakan oleh ibu Wage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur 1 Kelompok Kerja
membutuhkan satu sama lain. jadi di P2TP2A ini posisi kami semua sama dan
yaitu sebagai mitra dari P2TP2A. takutnya kalau lebih mendominasi atau
mengutamakan ego nantinya malah gak beres kerjanya dan tujuan P2TP2A
sendiri tidak tercapai” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Hal senada juga diutarakan oleh bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku
“Di sini sifatnya semua instansi itu sama dik, Cuma fungsinya aja yang beda.
Ada yang berfungsi seperti koordinator karena kebetulan ditunjuk sebagai
koordinator, ada yang memonitoring karena ditunjuk sebagai ketua begitu juga
dengan yang lainnya sama gak ada bedanya. Dalam rapat juga posisinya sama
tidak ada yang beda” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
sejajar atau setara, maka dalam hal ini pemenuhan hak perempuan dan anak terpenuhi
dengan baik. Semua anggota P2TP2A bekerja sesuai dengan tupoksinya masing-
masing.
harus ada. Berdasarkan yang terjalin selama ini di dalam P2TP2A ada alasan yang
mendasari mengapa forum ini terbentuk serta adanya tujuan bersama dalam melakukan
kolaborasi yaitu ingin melindungi hak-hak perempuan dan anak di Kota Palembang. Hal
itulah yang menjadi acuan dari para stakeholder untuk dapat bekerja lebih giat lagi.
Dengan Semakin peduli dan komitmennya para stakeholder maka akan berakibat baik
pula bagi sebuah keberlangsungan forum dalam mencapai tujuannya. Dari dimensi ini
terdapat 3 indikator yang dapat digunakan untuk dijadikan acuan sebagai penilaian
komitmen para stakeholder yaitu komitmen dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan
memberikan dan menuangkan idenya dalam proses pembuatan program dan kegiatan
yang benar-benar melindungin hak-hak perempuan dan anak Kota Palembang serta
Untuk mengetahui hal tersebut penulis melakukan wawancara dengan Bapak Ir. Aris
Palembang :
sudah cukup komitmen dan bertanggung jawab dalam membantu proses perencanaan.
Penulis juga mewawancarai Ibu Dr. Rr.Rina Antasari, S.H., M.Hum selaku Pemerhati
“Dalam hal perencanaan anggota kami sudah cukup baik dan mereka sudah
diberi tugas masing-masing dalam merumuskan program dan kegiatan sesuai
dengan konsen kami. Di dalam proses ini biasanya ditentukan berapa program
yang akan kami tentukan serta berapa anggaran yang dibutuhkan” (wawancara
pada 12 April 2018)
Pernyataan dari Ibu Dr. Rr.Rina Antasari, S.H., M.Hum. ini juga turut
dibenarkan oleh bapak Sopandi, S.IP., M.M. selaku Kepala Bagian Pelayanan
“Saya rasa setiap anggota di sini sudah memiliki komitmen cukup baik. Ini
dibuktikan dalam hal rapat awal tahun sewaktu kita di sini sedang menyusun
kegiatan dan anggaran. Mereka rata-rata hadir semua dan turut memberikan
kontribusinya saat rapat perencanaan berlangsung” (wawancara pada 12 April
2018)
93
Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA
“Anggota P2TP2A ini semuanya ikut andil dalam proses perumusan kegiatan
dan anggaran setiap tahun. Masing-masing instansi di sini diberikan kesempatan
untuk memberikan idenya dalam merumuskan program dan kegiatan. Kalau
untuk mengenai perencanaan anggaran itu tidak seluruh anggota terlibat tetapi
hanya ada beberapa saja dan itu biasanya dibuat tim untuk merumuskannya”
(wawancara pada 12 April 2018)
bahwasanya komitmen para anggota yang tergabung di dalam P2TP2A ini berjalan
dengan baik ini dapat dilihat ketika melaksanakan proses perencanaan di P2TP2A
seperti menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Lembaga partisipasi dari para anggota
sudah cukup aktif dan ikut memberikan kontribusi di dalam proses perencanaan
tersebut.
tugas dan fungsinya. Ketika Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku Sekretaris Dinas
“Sejauh ini komitmen anggota P2TP2A ini cukup bagus. Dalam melaksanakan
tugas tidak pernah ada masalah yang disebabkan adanya 1 atau 2 anggota yang
tidak berperan dengan baik” (wawancara pada 12 April 2018)
Hal senada juga diutarakan oleh Ibu Dr. Rr.Rina Antasari, S.H., M.Hum selaku
“Sejauh ini cukup baik. Kinerja yang diberikan para anggota sudah cukup
maksimal. Hanya saja memang masih ada kekurangan sedikit dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi. Anggota di sini dalam pelaksanaan kegiatan juga saling
mengisi pos apabila ada salah satu pos yang ditinggalkan kalau ada yang
berhalangan hadir” (wawancara pada 12 April 2018)
Ketika adanya pelaksanaan kegiatan baik itu dalam bentuk program ataupun
pelayanan kepada masyarakat di P2TP2A seringkali ada beberapa anggota yang belum
bisa menjalankan tugasnya pada saat itu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya anggota
yang berada di dalam P2TP2A yang memiliki tugas yang tidak kalah pentingnya di
intansi asalnya. Agar dalam pelaksanaan kegiatan berjalan tetap lancar maka ada
anggota lain yang siap membackup tugas yang ditinggalkan oleh anggota tersebut.
“Dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan di sini setiap organisasi berperan cukup
baik menurut saya. Karena kontribusi kerja yang mereka berikan cukup
maksimal. Hanya saja jika ada rapat secara insidental atau ada pertemuan 1
minggu sekali memang hanya sedikit yang hadir. Tetapi ketika ada kegiatan
semua bekerja. Kalaupun ada yang tidak berkontribusi itu hanya sedikit dan
tugas mereka akan digantikan oleh anggota lain”
(wawancara pada 12 April 2018)
Berdasarkan pernyataan dari beberapa informan di atas dapat disimpulkan
semestinya ini dapat dilihat dari kontribusi yang mereka berikan selama ini kepada
95
P2TP2A. Terkait dengan adanya 1 atau 2 anggota yang terkadang belum menjalankan
tugasnya ketika sedang diperlukan itu disebabkan karena beberapa anggota yang
tergabung di dalam P2TP2A ini juga mempunyai tugas dan tanggung jawab di instansi
lain.
Hal ketiga yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penilaian komitmen adalah
komitmen para anggota saat melakukan evaluasi kegiatan. Penilaian ini dapat dilihat
dari seberapa banyak organisasi yang peduli dan terlibat dalam proses evaluasi. Dalam
proses evaluasi ini setiap organisasi memberikan masukan dan saran agar kedepannya
forum ini dapat berjalan lebih baik lagi serta pembuatan laporan kinerja forum
kolaborasi. Proses ini dilakukan setiap akhir tahun ataupun secara insidental.
Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku Sekretaris Dinas Komunikasi dan
“Dalam proses ini saya rasa komitmen para anggota masih kurang kalau dilihat
dari jumlah kehadiran perserta rapat evaluasi itu sendiri baik itu dalam divisi
masing-masing ataupun secara keseluruhan”
(wawancara pada 12 April 2018)
Hal tersebut juga turut dibenarkan oleh Bapak Sopandi, S.IP, M.M. selaku
”Untuk proses evaluasi sendiri berjalan dengan lancar dan baik selama ini.
Hanya saja memang untuk jumlah kehadiran peserta rapat evaluasi masih
sedikit” (wawancara pada 12 April 2018)
Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Dr. Rr. Rina
Antasari, S.H., M.Hum selaku Pemerhati Gender Universitas Islam Raden Fatah
Palembang.
96
“Komitmen anggota sendiri masih sangat kurang kalau saya nilai dari proses ini.
Karena memang partisipasi anggota masih sedikit kalau dilihat dari jumlah
kehadiran peserta ketika melaksanakan evaluasi” (wawancara pada 12 April
2018)
“Dalam proses evaluasi saya rasa komitmen anggota masih kurang. Karena
jumlah kehadiran peserta ketika rapat jarang sekali mencapai 50% lebih bahkan
kadang-kadang ketika dilakukan rapat evaluasi yang sifatnya insidental peserta
yang hadir hanya yang benar-benar memiliki tanggung jawab yang besar dalam
agenda tersebut. Tetapi meskipun begitu proses evaluasi tetap berjalan
semestinya dan laporan kegiatan juga dibuat seperti biasanya”
(wawancara pada 12 April 2018)
Komitmen anggota dalam proses evaluasi masih sangat kurang ini terbukti dari
jumlah kehadiran peserta yang masih sangat minim seperti yang dinyatakan oleh
beberapa orang informan di atas. Menurut pengamatan penulis terhadap apa yang terjadi
disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran para anggota dan belum adanya aturan
yang mengikat ataupun instruksi dari atasan mengenai hukuman terhadap para anggota
jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Dalam suatu jaringan kolaborasi, kepercayaan
merupakan suatu hal yang dianggap sangat penting. Kepercayaan di dalam kolaborasi
dapat dikatakan dengan baik apabila semuanya berlangsung secara timbal balik antara
organisasi pemerintah maupun non pemerintah. Pemerintah dalam hal ini mempercayai
segala bentuk informasi, usaha, dan kegiatan yang diberikan ataupun oleh organisasi
97
non pemerintah. Sedangkan di sisi lainnya organisasi non pemerintah sering melakukan
organisasi non pemerintah. Terbukti dengan masih adanya beberapa kegiatan ataupun
tupoksi yang seharusnya dapat dilaksanakan oleh organisasi pemerintah namun karena
lain hal kegiatan tersebut dilaksanakan oleh organisasi non pemerintah. Dapat dilihat
bahwa pada dasarnya hubungan antar stakeholders di dalam P2TP2A dilandasi dengan
adanya kepercayaan antar pemangku kepentingan. Hal ini seperti yang diutarakan oleh
IbuWage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang:
“Di dalam P2TP2A ini sendiri kami saling mempercayai satu sama lain dan
tidak perasaan meremehkan anggota lain. Dalam melaksanakan tugas di sini
kami juga saling sharing dan berkomunikasi satu sama lain”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Kemudian pernyataan dari IbuWage Sri, S.Sos tersebut dibenarkan oleh Ibu
“Kami selalu membentuk rasa saling percaya antar anggotta P2TP2A dengan
adanya keterbukaan kegiatan. Kami juga sering berkonsultasi mengenai program
yang akan kami lakukan kepada anggota lain. Bahkan ada beberapa kegiatan
dari anggota lain yang kami laksanakan karena anggota tersebut belum dapat
melaksanakan kegiatan itu. Namun karena kami melaksanakan tugas dari
anggota lain maka kami juga membuat laporan untuk anggota yang
bersangkutan dan anggota lain yang tergabung dalam P2TP2A”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Hal seperti ini juga diutarakan oleh Bapak Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku
“Kerjasama yang kami lakukan selama ini memang dilandasi dengan rasa
percaya dan kekeluargaan ini dapat ditandai dengan adanya keterbukaan dalam
melaksanakan kegiatan, serta kami percaya bahwasanya mereka yang tergabung
dalam P2TP2A ini bekerja sebaik mungkin untuk mencapai tujuan yang ada”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
dilakukan antar organisasi yang terdapat dalam forum P2TP2A dilandasi dengan rasa
saling percaya satu sama lain antar sesama anggota yang tergabung di dalam forum
98
kolaborasi P2TP2A ini dilihat dari keterbukaan antar sesama anggota dan perasaan
saling menghargai satu sama lain serta sikap saling membantu antar sesama anggota.
4. Governance
Governance di sini dapat dimaksudkan dengan adanya tata kelola yang jelas
dalam sebuah kolaborasi. Dengan adanya tata kelola yang jelas dalam sebuah kolaborasi
maka diharapkan kinerja para anggota akan berjalan dengan baik dan tidak akan
tumpang tindih. Adapun beberapa indikator dalam menilai tata kelola sebuah kolaborasi
sebagai berikut :
anggota dan siapa yang bukan anggota. Ini berarti bahwa jika sebuah organisasi
menjalankan tugas dan fungsinya, maka harus ada kejelasan siapa saja yang termasuk di
dalam jaringan dan diluar jaringan. Dalam hal ini, kejelasan mengenai batasan
dikatakan oleh Ibu Wage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK
Kota Palembang:
“Kalau mengenai batasan keanggotaan di sini sudah cukup jelas karena sudah
tertuang di dalam SK Pemerintah mengenai struktur kepengurusan P2TP2A itu
sendiri” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Untuk mengetahui lebih lanjut penulis melakukan wawancara kepada Ibu Yeni
“Untuk mengenai batasan itu sudah diatur mengenai siapa saja yang merupakan
anggota dan bukan anggota. Jadi sudah jelas mengenai siapa yang masuk di
kepengurusan P2TP2A ini” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Hal senada juga turut diungkapkan oleh Ibu Siti Markobah, S.Ag selaku Staf
“kalau mengenai batasan keanggotaan di sini sudah cukup jelas karena sudah
tertuang di dalam SK Pemerintah mengenai struktur kepengurusan itu sendiri”
(wawancara pada tanggal 13 Maret)
Pernyataan dari beberapa informan di atas juga turut dibenarkan oleh Bapak
Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA
“Mengenai batasan aturan itu sudah jelas dik, seperti yang tertuang di dalam
peraturan Walikota Palembang. Untuk mengenai tupoksi sendiri juga sudah
diatur oleh peraturan Kota Palembang. Untuk peraturan nomor berapa saya
sedikit lupa. Namun untuk berkasnya kami ada. Jadi dalam P2TP2A ini jelas
sekali adanya batasan dalam keanggotaan” (Wawancara pada tanggal 13 Maret
2018)
Batasan mengenai siapa yang terlibat di dalam P2TP2A ini sudah jelas dan
diatur didalam Peraturan Walikota No. 349 Tahun 2017. Peraturan Walikota tersebut
menjelaskan secara rinci mengenai susunan struktur organisasi dan anggota yang
b. Peraturan
anggota jaringan kolaborasi dengan ancaman bahwa mereka akan dikeluarkan jika
perilaku mereka tidak sesuai atau bertentangan dengan kesepakatan yang telah disetujui
bersama. Serta adanya peraturan lain yang berkaitan dengan pelayanan yang diberikan
oleh sebuah forum kolaborasi. Dalam hal ini p2tpa belum memiliki sebuah peraturan
mengenai batasan perilaku atau kode etik antar anggota dalam hal menjalankan
tugasnya di P2TP2A dalam bentuk tertulis. Seperti pengakuan dari Ibu Wage Sri, S.Sos
selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang berikut ini:
“mengenai peraturan yang mengatur tingkah laku anggota atau semacam kode
etik untuk anggota di sini kami belum memilikinya. Tetapi kalau nantinya ada
anggota yang melanggar hukum sudah pasti akan ditindak dengan tegas di sini”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
100
Pernyataan itu juga dibenarkan oleh Bapak Sopandi S.IP., M.M. selaku Kepala
“Untuk peraturan kode etik seperti itu kami belum memilikinya dan belum
pernah kepikiran juga mengenai hal itu kan. Tetapi kalau peraturan lain
mengenai mekanisme pelayanan atau penanganan korban kekerasan kami sudah
punya buku pedoman yang telah diberikan oleh KPPA” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Siti Markobah, S.Ag selaku staf ahli di
P2TP2A Kota Palembang :
“peraturan mengenai kode etik itu kami belum memilikinya, tetapi kalaupun
nanti dirasa cukup perlu untuk aturan tersebut mungkin kami akan segera
membuatnya. Selama ini batasan tingkah laku anngota sendiri masih
menggunakan hukum yang ada saat ini mengenai adanya pelanggaran hukum
atau tidak yang dilakukan oleh anggota” (wawancara pada 13 Maret 2018)
Untuk mengklarifikasi kebenaran hal tersebut lebih lanjut penulis melakukan
“Untuk peraturan mengenai batasan-batasan tadi serta kode etik yang tertuang
dalam peraturan tertulis kami belum memilikinya. Karena P2TP2A ini juga
masih dalam keadaan baru dibentuk jadi kami belum memilikinya. Namun untuk
pelanggaran etika sendiri apabila ada anggota yang tergabung dalam P2TP2A ini
tersandung dalam masalah hukum maka bisa saja diberhentikan dari
keanggotaan P2TP2A apabila dalam rapat mayoritas anggota lain menyepakati
hal itu. Kalau peraturan mengenai pelayanan korban, pencegahan, dll. Kalau
untuk mengenai penanganan yang berkaitan dengan P2TP2A ini kami memiliki
buku-buku pedoman yang diberikan KPPA kepada kami”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Mengenai peraturan yang ada di P2TP2A belum dapat dikatakan baik karena
belum memiliki kode etik yang dapat mengontrol perilaku anggota. Tetapi disisi lain,
mereka sudah dapat dikatakan baik karena sudah memiliki buku-buku pedoman yang
dapat mereka jadikan sebagai acuan mereka dalam menjalankan tupoksi mereka. Buku
pedoman tentang P2TP2A yang mereka miliki saat ini merupakan pedoman yang
c. Self Determination
ini dijalankan oleh anggotanya dan tidak terpaku dengan instansi manapun dalam hal ini
adalah Pemerintah Kota Palembang yang membentuk jaringan kolaborasi P2TP2A ini.
Karena dengan adanya kebebasan pengelolaan ini maka para anggota dapat
menjalankan kolaborasi ini dengan bebas dan sesuai dengan pengamatan anggota
kolaborasi mengenai keadaan yang ada di lapangan dalam hal melindungi perempuan
dan anak dari kekerasan serta upaya pemenuhan hak perempuan dan anak. Untuk
mengetahui mengenai penerapan aspek ini di dalam P2TP2A Kota Palembang penulis
melakukan wawancara dengan ibu Wage Sri selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja II TP
Hal yang sama juga diutarakan oleh Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku
“Di dalam P2TP2A ini kami diberitahu mengenai tugas hanya sebatas garis
besarnya saja seperti tupoksi dari masing-masing divisi. Untuk mengenai
pengelolaan lebih lanjut kami berikan kebebasan dalam menjalankannya asalkan
sesuai dengan peraturan yang ada selama ini” (wawancara pada tanggal 3 Mei
2018)
wawancara dengan Ibu Dr. Rr. Rina Antasari, S.H,. M.Hum selaku Pemerhati Gender
saja terkait jalannya P2TP2A ini serta melakukan evaluasi terhadap apa yang
kami kerjakan selama ini di P2TP2A” (wawancara pada tanggal 3 Mei 2018)
Pernyataan dari beberapa informan di atas juga ikut dibenarkan oleh Bapak
Palembang.
Dari beberapa wawancara yang telah penulis lakukan di atas maka dapat
kebebasan kepada para anggota P2TP2A dalam mengelola jaringan kolaborasi yang
sudah ada selama ini. Dengan syarat masih sesuai dengan batasan dan peraturan yang
ada selama ini serta sesuai dengan tujuan dari P2TP2A itu sendiri. Dalam kolaborasi ini
pemerintah perannya hanya memberikan saran dan masukan terhadap jalannya P2TP2A
serta mengevaluasi kinerja yang telah diberikan oleh anggota P2TP2A selama ini.
d. Network Manajemen
efektif adalah jika kolaborasi itu didukung sepenuhnya oleh semua anggota jaringan
tanpa adanya konflik dan pertentangan dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini bahwa
kolaborasi yang terjadi di P2TP2A berjalan dengan lancar dan tanpa konflik yang sangat
berarti. Satu visi dan misi membuat para anggota memiliki kesadaran agar dapat bekerja
seoptimal mungkin demi terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak. Hal ini didukung
oleh statement para anggota kepengurusan P2TP2A. Seperti yang diutarakan oleh Ibu
Wage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang:
103
“Untuk konflik antar anggota di dalam P2TP2A ini belum pernah terjadi. Karena
di sini saya rasa tidak ada anggota yang memiliki ego cukup tinggi dalam
melaksanakan tugasnya” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Apa yang diungkapkan oleh Ibu Wage Sri, S.Sos tersebut juga senada dengan
apa yang diungkapkan oleh Ibu Yeni Roslaini Izi selaku direktur eksekutif WCC
Sopandi, S.IP., M.M. selaku Kepala Bagian Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota
Palembang:
“Dalam melaksanakan tugas di P2TP2A ini selama saya di sini rasanya tidak
pernah ada konflik antar anggota yang terdapat di kepengerusuan P2TP2A ini”
(wawancara pada 13 Maret 2018)
Pernyataan dari beberapa informan di atas juga turut dibenarkan oleh Bapak
Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA
“Selama saya bertugas di sini dan secara tidak langsung tergabung dengan
P2TP2A. tidak ada konflik yang terjadi antar tiap anggota. Kalaupun terjadi
perbedaan dalam berpendapat sewaktu rapat saya kira itupun merupakan hal
yang wajar dan kami menyelesaikannya cukup di dalam rapat saja. Kami di sini
lebih fokus terhadap tujuan kami dik, dibandingkan dengan ego masing-masing
yang dapat menyebabkan konflik tadi. Lagipula sistem kerjasama ini
memudahkan kami dalam bekerja karena beban kami terasa ringan apabila
dibantu oleh anggota lain. jadi untuk itu kami perlu menjaga hubungan ini agar
dapat berlangsung dengan baik baik” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Dengan melihat beberapa pernyataan di atas dapat kita simpulkan bahwasanya
tata kelola jaringan kolaborasi di P2TP2A ini berjalan meskipun masih terdapat
beberapa kekurangan.
104
5.Acces to Authority
ketentuan prosedur yang jelas dapat dapat diterima publik secara luas. Bagi kebanyakan
selama ini sudah diatur melalui peraturan Walikota Palembang. Di dalam peraturan
dalam menjalankan fungsinya. Tetapi P2TP2A di sini belum memiliki SOP sendiri,
Hal ini diungkapkan oleh Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku Sekretaris
“Selama ini sop yang kami miliki masih SOP yang ada dimasing-masing
anggota, karena untuk SOP P2TP2A sendiri kami belum memilikinya”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Hal ini dibenarkan oleh Bapak Sopandi S.IP., M.M. selaku Kepala Bagian Dinas
“Memang benar kami di sini belum memiliki SOP bersama yang kami rancang
di dalam P2TP2A. tetapi sementara ini kami memiliki dan menjalankan SOP
yang ada di dalam masing-masing organisasi yang tegabung di P2TP2A itu
sendiri” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Pernyataan Bapak Sopandi, S.IP., M.M. juga senada dengan apa yang diutarakan
oleh Ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur Eksekutif WCC Wilayah Kota Palembang:
“Untuk SOP sendiri kami belum memilikinya bila yang dimaksud tadi itu SOP
murni dari P2TP2A. Karena dalam menjalankan tugas di sini kami masih
berpedoman dengan SOP dari masing-masing anggota” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)
105
“Kami di sini sebagai P2TP2A yang terdiri dari SKPD dan LSM sudah memiliki
SOP sendiri. Namun SOP yang ada saat ini hanya berupa SOP dari masing-
masing anggota bukan SOP resmi yang kami rancang di dalam P2TP2A”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
yang jelas dan dapat diterima secara luas. Karena Peraturan Walikota yang ada saat ini
hanya mengatur mengenai mekanisme dan garis besarnya saja. Sedangkan untuk SOP
P2TP2A belum memiliki SOP nya sendiri sehingga masih menggunakan SOP dari
antar anggota selama ini hanya berdasarkan dengan Peraturan Walikota yang ada serta
6. Leadership
jaringan kolaborasi baik itu berupa individu ataupun kelompok organisasi yang mau
melayani dengan baik dan memperjuangkan tujuan-tujuan yang ada di dalam kolaborasi
serta dapat memberikan sebuah petunjuk ataupun pedoman kepada para anggota yang
Kota Palembang. Dengan adanya pemimpin yang seperti itu maka setidaknya para
anggota kolaborasi memiliki seorang panutan di dalam forum kolaborasi yang dapat
memotivasi mereka dalam bekerja serta mengawasi kinerja mereka selama ini. Untuk
mengetahui hal tersebut penulis melaukan wawancara dengan bapak Sopandi, S.IP.,
M.M. selaku Kepala Bagian Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Palembang.
106
”Kalau untuk mengenai peranan ketua di sini saya rasa cukup baik. Dalam
memberikan pelayanan dan pelaksanaan kegiatan pimpinan di sini selalu
memberikan saran dan masukan kepada anggotanya” (wawancara pada tanggal 3
Mei 2018)
Hal senada juga disampaikan oleh ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur
”Pimpinan di P2TP2A ini sudah melaksanakan perannya dengan baik dan sudah
sesuai dengan tangggung jawabnya yang ada di dalam P2TP2A ini” (wawancara
pada tanggal 3 Mei 2018)
dengan ibu Wage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja II TP PKK Kota
Palembang.
“Peran pimpinan di sini sudah cukup baik mulai dari memberikan saran,
motivasi, dan melakukan proses evaluasi serta dalam berkoordinasi dengan
pihak-pihak yang mendukung tugas P2TP2A dan ini akan memudahkan kinerja
kami di lapangan” (wawancara pada tanggal 3 Mei 2018)
Pernyataan dari beberapa informan di atas juga turut dibenarkan oleh ibu Siti
“Untuk pimpinan di sini dibagi menjadi 3 (tiga) dan peran pemimpin yang
disebutkan tadi itu merupakan peranan dari ketua pelaksana harian yang dalam
melaksakan tugasnya lebih mengawasi kinerja para anggota serta memberikan
motivasi dan saran kepada anggota. Kalau untuk ketua-ketua yang lain seperti
ketua umum tugasnya lebih ke memantau dan melakukan evaluasi serta menjalin
hubungan dengan lembaga-lemabaga lain diluar struktur P2TP2A” (wawancara
pada tanggal 3 Mei 2018)
yang ada di dalam P2TP2A dengan memberikan masukan serta saran kepada para
anggota sudah cukup baik. Terlebih lagi dengan adanya pembagian peranan pimpinan
yang sudah cukup baik di dalam P2TP2A tentunya akan membuat para pimpinan dapat
7. Distributive Accountability/Responbility
pembuatan keputusan kepada seluruh anggota jaringan, berbagi tanggung jawab untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Jika para anggota tidak terlibat dalam menentukan
tujuan jaringan dan tidak berkeinginan membawa sumber daya otoritas ke dalam
jaringan. Maka kemungkinan jaringan itu akan gagal mencapai tujuan. Selain
diperlukan adanya pembagian tanggung jawab yang sesuai juga diperlukan adanya
Kolaborasi yang terjalin dalam P2TP2A selama ini sudah berbagi tanggung
jawab untuk mencapai hasil yang diinginkan. Seperti yang diutarakan oleh Ibu Siti
“Di sini pembagian tugas dan tanggung jawab sudah sesuai dengan karakter
masing-masing anggota dan dalam mekanisme pembagian peran dan tanggung
jawab memang setiap anggota di sini semuanya dilibatkan” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku
“Pembagian tugas dan tanggung jawab itu tentu ada dan sudah diatur sedemikian
rupa sesuai dengan keahlian dari masing-masing anggota sehingga nantinya
anggota P2TP2A dapat bekerja dengan maksimal pada setiap bidangnya”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Untuk mengetahui hal tersebut lebih lanjut penulis melakukan wawancara
dengan Ibu Wage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota
Palembang:
108
“Pembagian peran dan tanggung jawab di sini sudah cukup baik, karena
pembagian tugas dan tanggung jawab di sini disesuaikan dengan karakter
masing-masing anggota” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang:
“Kita di sini selalu berbagi tanggung jawab. Ini juga sudah diaturan dalam
Peraturan Walikota kan. Kita di sini sudah berikan tanggung jawab masing-
masing dan dibagi-bagi kedalam beberapa divisi berbeda. Dengan adanya
pembagian peran dan tanggung jawab ini, diharpkan semua anggota dapat
menjalankan tugasnya dengan baik dan hasil kerjanya tersebut dapat
dipertanggung jawabkan” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Pembagian peran anggota di dalam P2TP2A sudah sesuai dengan karakter dan
Selanjutnya di setiap divisi akan dilaksanakan rapat untuk pembagian tupoksi para
Anggota P2TP2A dapat menjalankan perannya dengan sangat baik ini dapat pula
dalam P2TP2A. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur
“Pemahaman peran tiap anggota sendiri sudah baik dan semuanya paham di sini
mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Intinya peran di sini sesuai
dengan masing-masing karakter para anggota jadi untuk pemahaman sudah baik
sekali” (wawancara pada 31 Maret 2018)
Jawaban senada juga diberikan oleh Bapak Sopandi S.IP.,M.M. selaku Kepala
“Untuk pemahaman peran saya rasa semuanya sudah paham dik, karena
pembagian peran ini juga ditentukan oleh keahlian masing-masing instansi.
Seperti kami dari dinas kesehatan ditempatkan di Divisi Pelayanan dan
109
Pemulihan dengan jobdesk yang tidak terlalu beda dengan instansi kami
sekarang. Lain halnya kalau kami dari Dinas Kesehatan terus ditempatkan di
divisi Pendampingan dan Advokasi, tentunya itu akan membuat kami sedikit
bingung tentang peran yang akan kami kerjakan”. (wawancara pada 31 Maret
2018)
Pernyataan yang sama juga turut dikeluarkan oleh Bapak Ir. Aris Munandar
“Dengan mekanisme pembagian peran seperti tadi saya kira itu juga berdampak
mengenai pemahaman para anggota sendiri. Karena pembagian peran
disesuaikan dengan karakter masing-masing anggota jadi para anggota tidak
sulit lagi memahami peran yang akan mereka lakukan di sini” (wawancara pada
31 Maret 2018)
S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota
Palembang:
“Terkait dengan pemahaman peran saya kira sudah paham semuanya. Kita juga
dapat melihat kan kinerja yang kami berikan sudah cukup baik dan lagipula
pembagian peran tersebut sudah sesuai dengan konsen mereka masing-masing.
Jadi tentunya tidak sulit untuk memahami peran tersebut” (wawancara pada 31
Maret 2018)
Dari berbagai pernyataan atas wawancara yang sudah dilakukan oleh penulis di
atas dapat dilihat bahwasanya pemahaman peran tiap anggota yang tergabung di dalam
forum kolaborasi P2TP2A Kota Palembang selama ini sudah dapat dikatakan baik.
8. Information sharing
dan keterbatasan akses bagi yang bukan anggota selama masih diterima oleh khalayak
ramai. Kemudahan akses ini bisa meliputi sistem, software, dan prosedur yang mudah
dan aman untuk mengakses informasi. Dengan demikian, pembagian informasi di dalam
Akses informasi yang didapat oleh anggota belum cukup baik dikarenakan
belum ada software ataupun perangkat lain sebagai sarana komunikasi informasi antar
anggota. Selama ini komunikasi dan informasi yang disampaikan anggota hanya melalui
rapat atau alat komunikasi berupa handphone, telepon, dan surat. Hal ini disampaikan
oleh Ibu Siti Markobah, S.Ag selaku Staf ahli di Pusat Pelayanan Terpadu
Hal ini turut dibenarkan oleh Ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur Eksekutif
“Benar dik, untuk sistem komunikasi dan pembagian informasi saat ini memang
masih sulit dan masih dilakukan secara manual. Kami belum memiliki website
ataupun software yang berisikan program seperti itu” (Wawancara pada tanggal
13 Maret 2018)
Pernyataan senada juga turut dilontarkan oleh Ibu Wage Sri S.Sos selaku Ketua
“Komunikasi antar anggota saat ini kami masih menggunakan perangkat manual
seperti media sosial ataupun alat komunikasi lainnya” (Wawancara pada tanggal
13 Maret 2018)
Pernyataan tersebut juga turut dibenarkan oleh Bapak Reksudiharjo, S.Sos.,
M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota
Palembang:
bahwasanya akses informasi komunikasi yang dilakukan oleh para anggota selama ini
masih dilakukan secara manual seperti telepon, SMS, ataupun chat melalui media sosial.
Akses informasi publik yang diberikan oleh P2TP2A Kota Palembang juga
belum bisa dikatakan baik karena sumber informasi yang bisa publik lihat hanya melalui
akun media sosial P2TP2A. sementara untuk website P2TP2A sendiri belum memiliki.
Untuk itu bagi masyarakat sendiri apabila ingin mengakses informasi mengenai
Hal ini diutarakan oleh Wage Sri, S.Sos, selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja
“Untuk website P2TP2A kami belum memilikinya sampai saat ini. Tetapi kalau
ada masyarakat yang ingin mengetahui informasi mengenai P2TP2A saat ini.
Masyarakat bisa mengakses media sosial kami” (Wawancara pada tanggal 13
Maret 2018)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku
Hal senada juga diutarakan oleh Ibu Dr.Rr.Rina Antasari, S.H.,M.Hum selaku
“Kalau untuk website resmi miliki P2TP2A yang dapat diakses masyarakat kami
belum memilikinya. Tetapi itu sudah masuk pertimbangan dan rencana kerja
kami kedepannya. Untuk sementara ini kami berbagi informasi kepada
masyarakat melalui media sosial saja dan beberapa fasilitas yang dimiliki oleh
divisi lain” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
112
Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA
“Untuk akses informasi sendiri yang sekiranya bisa diakses oleh masyarakat
banyak adalah melalui akun media sosial kami. Karena kami sendiri memang
belum mempunyai website yang berfungsi sebagai akses informasi bagi
masyarakat banyak” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
bahwasanya akses informasi di P2TP2A belum berjalan dengan baik karena P2TP2A
belum memiliki website yang berisikan informasi mengenai P2TP2A itu sendiri.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa media sosial
yang digunakan oleh P2TP2A selama ini juga belum berjalan sebagaimana mestinya
dan ini dapat dilihat dari tanggal terakhir update nya akun tersebut. Terlebih lagi di
dalam akun tersebut tidak ada informasi lebih lanjut mengenai P2TP2A dan tidak ada
9. Acces To Resources
113
Akses sumber daya yakni tersedianya dan pemanfaatan berbagai macam sumber
daya mulai dari sumber daya manusia sampai sumber daya lain yang menunjang proses
serta mempercepat tercapainya tujuan jaringan kolaborasi seperti sarana dan prasarana.
Sumber daya ini kebanyakan disediakan oleh pemerintah daerah yang membentuk
Sumber daya yang terdapat di dalam P2TP2A dapat dikatakan baik karena
banyak diisi oleh anggota yang memang sudah berkompeten serta memiliki dedikasi
yang tinggi terhadap tugas dan tujuannya. Hanya saja dalam melakukan tugasnya
seringkali tidak maksimal. Ini dikarenakan beberapa pihak yang memiliki double
tupoksi yakni tupoksi di instansi yang bersangkutan dan tupoksi di P2TP2A. Jadi secara
kualitas dapat dikatakan baik tetapi secara kuantitas belum bisa dikatakan baik. Hal ini
seperti yang dikatakan oleh Ibu Wage Sri selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP
“Kalau untuk kualitas sumber daya manusia di sini saya rasa cukup baik, tetapi
Kalau untuk kuantitas di sini masih kurang. Karena memang di sini tidak
sepenuhnya anggota itu fokus di dalam P2TP2A itu sendiri. Kebanyakan
anggota di sini selain memiliki tanggung jawab di dalam P2TP2A mereka juga
memiliki tanggung jawab di organisasi asal mereka” (Wawancara pada tanggal
13 Maret 2018)
Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Sopandi, S.IP., M.M selaku Kepala
“Ya, untuk sumber daya manusia saya rasa kualitasnya sangat baik dan kami di
sini bekerja sangat profesional dan memberikan kinerja yang maksimal. Hanya,
saja memang terdapat keterbatasan anggota dalam melaksanakan tugasnya
dikarenakan memang ada banyak sekali orang di P2TP2A yang memiliki
tupoksi jabatan lebih dari satu. Itulah kenapa memang yang ditugaskan di
lapangan itu lebih banyak LSM. Karena mereka memang hanya fokus kepada
pemenuhan hak-hak perempuan dan anak” (Wawancara pada tanggal 13 Maret
2018)
114
Penyataan yang senada juga dikeluarkan oleh Ibu Dr. Rr. Rina Antasari, S.H.,
M.Hum selaku Pemerhati Gender Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang:
“Di sini yang masih sangat kurang itu kuantitas sumber daya manusianya.
Karena memang rata-rata anggota di sini juga memilki tupoksi lain selain di
dalam P2TP2A. Jadi fokus para anggota di sini sering terpecah dalam
melaksanakan tugas dan pelayanan kepada para korban” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)
Untuk mengetahui mengenai sumber daya manusia lebih lanjut penulis
“Untuk kualitas sumber daya manusia sendiri saya rasa cukup baik ya, kalau
melihat kinerja mereka di lapangan selama ini, tetapi memang kinerja yang
mereka berikan belum maksimal. Sebenarnya kita juga tidak bisa menilai
mereka tidak bekerja secara maksimal tetapi mungkin mereka bekerja sesuai
dengan kemampuan mereka dan batasan mereka yang ada. Karena kami di sini
kebanyakan memilik tupoksi lebih dari satu. Jadi memang agak sulit untuk
bekerja dengan maksimal kalau keadaannya seperti ini” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)
manusia yang ada di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
belum dapat dikatakan baik. Karena kuantitas di sini masih kurang dan masih banyak
b. Anggaran
Anggaran dalam sebuah organisasi merupakan salah satu hal terpenting karena
ini menyangkut kelancaran sebuah kegiatan dalam suatu organisasi. Sperti yang kita
organisasi. Maka dari itu penting sekali dalam sebuah organisasi mengenai pengelolaan
anggaran yang bagus. Baik itu berupa transparansi atau keterserapan anggaran yang
baik.
115
Menurut anggota P2TP2A selama ini anggaran yang mereka terima itu melalui
APBD Kota Palembang dan untuk pengelolaannya sudah cukup baik dilihat dari segi
transparansi karena dalam hal alokasi dana itu dikelola bersama bukan perdivisi jadi
Hal ini seperti yang disampaikan oleh ibu Siti Markobah, S.Ag selaku staf ahli
“Mengenai dana yang diterima P2TP2A iu sendiri didapat dari APBD Kota
Palembang karena memang anggaran P2TP2A itu masuk dalam APBD Kota
Palembang. Jadi dalam hal melaksanakan kegiatan itu kami menggunakan
pendanaan dari APBD. Namun, ada beberapa kegiatan memang yang disponsori
secara langsung dari P2TP2A Provinsi maupun Kementrian. Tetapi kegiatan itu
tidak masuk dalam agenda yang kami rencanakan. Melainkan kami hanya
sebagai panitia pelaksana di lapangan saja. Kalau pengelolaan saya rasa cukup
baik karena dana untuk P2TP2A ini cukup sedikit jadi dalam merencanakan
kegiatan memang harus benar-benar efektif dan efisien dan kalau untuk
trasnparansi mengenai anggaran yang didapat serta jumlah pengeluaran saya
rasa cukup transparan karena semua anggota mengetahui dan di sini juga dana
tidak dikelola perdivisi tapi dikelola secara bersama-sama” (Wawancara pada
tanggal 3 April 2018)
Hal senada juga diamini oleh ibu Dr. Rr. Rina Antasari, S.H., M.Hum selaku
“Mengenai sumber dana berasal saya kurang tau mungkin orang di Dinas
Pemberdayaan Perempuan (Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota
Palembang) tetapi kalau tidak salah sumber pendanaan itu berasal dari APBD
Kota Palembang langsung. Untuk pengelolaan saya rasa cukup baik karena
dengan dana relatif kecil kami masih bisa melaksanakan banyak kegiatan
walaupun ada beberapa kegiatan yang bersifat kerjasama dengan pihak diluar
P2TP2A. Dalam hal transparansi cukup baik karena dana dikelola secara
bersama. Jadi dalam satu kegiatan itu dikelola secara bersama-sama bukan
perdivisi.” (Wawancara pada tanggal 3 April 2018)
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku Sekretaris
“Yang saya ketahui dana P2TP2A ini berasal dari APBD Kota Palembang dan
memang ini sudah dianggarkan oleh Pemkot Palembang. Organisasi ini kan
116
dibentuk oleh Walikota dan Walikota juga sebagai pengarah jadi memang
organisasi ini didanai Pemkot. Saya rasa kalau untuk penggunaan anggaran
kalau dilihat dari sisi efektivitas dan efisiensi saya rasa sudah cukup baik.
Karena dana itu memang dimanfaatkan secara maksimal dan keterserapannya
juga tinggi disetiap kegiatan. Untuk transparansi sendiri di sini kami tidak
pernah merasa ada pihak yang menutup-nutupi dan di sini juga dananya dikelola
secara bersama perkegiatan. Jadi dana itu ada kalau ada kegiatannya dan
kegiatan itu tidak diurus oleh salah satu organisasi saja melalainkan semua
organisasi.” (Wawancara pada tanggal 3 April 2018)
Dari beberapa pernyataan di atas kita dapat melihat bahwasanya pengelolaan
cukup baik bila dilihat dari pengelolaan yang efektif dan efisien serta transparansi
anggaran.
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh P2TP2A sendiri sudah sangat lengkap
dan baik. Ini dapat dilihat dari adanya rumah aman yang fasilitasnya sudah cukup baik,
serta mereka juga memiliki Molin dan Torlin sebagai sarana mereka untuk lebih
Hal ini disampaikan oleh Ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur Eksekutif WCC
“Fasilitas penunjang di sini sudah baik ini dapat dilihat dari keberadaan molin
dan torlin yang dapat meningkatkan mobilitas P2TP2A dalam hal melayani
masyarakat, serta adanya fasilitas rumah aman yang dapat digunakan untuk
melindungi para korban” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ibu Dr. Rr.Rina Antasari, S.H., M.Hum selaku
anggota Pusat Studi Gender dan Anak UIN Raden Fatah Palembang.
“Untuk fasilitas saya rasa kami sudah cukup baik dengan memiliki fasilitas-
faslitas penunjang kegiatan perlindungan perempuan dan anak seperti rumah
aman yang bertujuan melindungi korban dari intimidasi pelaku ataupun sebagai
bentuk privacy korban. Kami juga memiliki molin (motor perlindungan) dan
torlin (motor perlindugan) yang sangat membantu mobilitas anggota dalam
117
Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang:
“Kelengkapan fasilitas di sini sudah sangat baik mengingat segala hal yang
kami perlukan dalam upaya melayani dan memenuhi hak perempuan dan anak
sudah cukup terpenuhi” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Pernyataan yang sama seperti di atas juga turut disampaikan oleh Bapak
Reksudiharjo, S.Sos, M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA
“Untuk fasilitas sarana dan prasarana di P2TP2A ini sudah cukup baik. Kami
sudah memiliki rumah aman dengan fasilitas cukup baik dan nyaman untuk para
korban. Hanya saja untuk rumah aman ini lokasinya sering berpindah-pindah
serta lokasi tempatnya yang dirahasiakan. Serta kami juga memiliki
Molin(Mobil Perlindungan) dan Torlin(motor Perindungan) ini tentu saja sangat
membantu mobilitas kami di lapangan. Untuk Molin dan Torlin ini merupakan
bantuan dari Kementrian Langsung untuk P2TP2A” (Wawancara pada tanggal
13 Maret 2018)
Dilihat dari beberapa pernyataan informan di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwasanya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh P2TP2A sudah cukup lengkap dan
baik selama ini. Ini dapat dilihat dari ketersediaanya molin (mobil perlindungan) dan
torlin (motor perlindungan) yang sangat membantu mobilitas para anggota P2TP2A
BAB V
PENUTUP
Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran untuk Manajemen
Kolaborasi di Pusat Pelayanan Terpadu (P2TP2A) yang dilihat dari delapan indikator
A. Kesimpulan
sudah berjalan. Model Kolaborasi yang terdapat di P2TP2A Kota Palembang adalah
kemampuan pemerintah daerah dalam menangani persoalan yang ada, terdiri dari aktor
pemerintah dan swasta, dan adanya ketergantungan antar pemerintah dan aktor yang
memiliki sumber daya. Dilihat dari tiga tahapan pengelolaan manajemen kolaborasi
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang sudah
para stakeholders sudah ikut berpartisipasi dalam merumuskan rencana kerja dan
berpartisipasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka. Tetapi dalam
tahapan evaluasi partisipasi para stakeholder masih kurang. Ini disebabkan oleh
banyaknya para stakeholder yang memiliki tugas dan tanggung jawab di tempat berbeda
serta belum adanya perihal sanksi didalam P2TP2A yang mengatur perihal menghadiri
rapat.
119
B. Saran
dan saran kepada Pemerintah Kota Palembang dan P2TP2A Kota Palembang yang
mungkin dapat dijadikan solusi atas permasalahan yang ada saat ini, yaitu:
1. Mengenai rapat evaluasi, para anggota yang terdapat di dalam P2TP2A dapat
2. Anggota P2TP2A harus segera membuat peraturan berupa sanksi yang tegas
Daftar Pustaka
Pedoman Wawancara
5. Acces to Authority Adanya SOP yang jelas Dalam menjalankan tugas dan
di dalam forum fungsinya apakah P2TP2A
sudah memiliki SOP sendiri
atau masih terpaku dengan
sop dari masing-masing
anggota ?
6. Leadership Pemimpin telah Bagaimana peran pimpinan
melakukan peran sejauh ini dalam mengelola
dengan baik serta P2TP2A khususnya dalam
memberikan motivasi memberikan arahan serta
kepada para anggota motivasi kepada para anggota
?
7. Distributive 1. Pembagian peran 1. Bagaimana pembagian
accountabillity/resp dan tanggung jawab peran dan tanggung jawab
onbillity dengan baik selama ini di dalam
2. Adanya pemahaman P2TP2A ?
anggota mengenai 2. Bagaimana pemahaman
tupoksi mereka para anggota mengenai
tugas dan tanggung
jawabnya selama ini ?
8. Information Sharing 1. Kemudahan akses 1. Apakah dalam pembagian
informasi dan informasi dan komunikasi
komunikasi antar antar anggota selama ini
anggota ada website ataupun
2. Kemudahan program khusus yang
masyarakat luas mengelola hal tersebut ?
dalam mengakses 2. Adakah website ataupun
informasi media informasi lainnya
yang dapat diakses
masyarakat luas dalam
upaya mencari informasi
mengenai P2TP2A ?
9. Acces To Resources 1. Sumber daya 1. Bagaimana kualitas dan
manusia kuantitas SDM yang ada
2. Anggaran di dalam P2TP2A selama
3. Sarana dan ini ?
prasarana 2. Bagaimana pengelolaan
anggaran dalam hal
transparansi, efektif, dan
efisien ?
3. Bagaimana kelengkapan
fasilitas yang menunjang
kualitas kerja P2TP2A ?
124