Anda di halaman 1dari 161

i

MANAJEMEN KOLABORASI PUSAT PELAYANAN


TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK
KOTA PALEMBANG

SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Sebagian Persyaratan
Dalam mencapai Derajat Sarjana S-1
Ilmu Administrasi Negara

Oleh :

IRSAD MUNAWIR
NIM.07011181320011

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Indralaya, Ogan Ilir
Mei 2018

i
ii

ii
iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul “Manajemen Kolaborasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan


Perempuan dan Anak Kota Palembang” telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Ujian
Komprehensif Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sriwijaya pada tanggal 15 Mei 2018.

Indralaya, 15 Mei 2018

Ketua:

1. Dr. Nengyanti, M.Hum


NIP. 196704121992032002 ....................................

Anggota:

1. Drs. Mardianto, M.Si


NIP. 196211251989121001 ....................................

2. Drs. Martina, M.Si


NIP. 196603051993022001 ....................................

3. Ermanovida, S.Sos.,M.SI
NIP. 196911191998032001 ....................................

Mengetahui:

Dekan FISIP Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Prof. Dr. Kiagus Muhammad Sobri, M.Si Zailani Surya Marpaung, S.Sos., MPA
NIP. 196311061990031001 NIP. 198108272009121002

iii
iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

Jangan pernah takut untuk terus berusaha karena jika pun kau akan gagal nantinya maka kau

akan gagal sebagai seorang pemberani dan bukan gagal sebagai seorang pengecut

( Irsad Munawir)

Skripsi ini, kupersembahkan untuk :

1. Kedua orang tuaku

2. Kedua adikku

3. Almamater kebanggaanku

iv
v

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Manajemen Kolaborasi Pusat Pelayanan Terpadu


Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Kota Palembang. Latar belakang dari penelitian ini
adalah tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang, serta
belum efektifnya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota
Palembang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan manajemen kolaborasi yang ada
di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Kota Palembang.
Penelitian ini deskriptif dengan metode kualitatif. Teori yang digunakan didalam penelitian ini
adalah teori Djuhendi Tadjudin. Terdapat tiga tahapan proses pengelolaan P2TP2A yaitu
Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan didalam
penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwasanya proses pengelolaan manajemen kolaborasi yang terjalin di
P2TP2A Kota Palembang sudah berjalan dengan baik. Model kolaborasi yang digunakan
adalah Jurisdiction Based Management Model. Dari ketiga aspek tersebut hanya aspek
evaluasi yang tidak berjalan sementara aspek yang lainnya sudah berjalan dengan baik. Untuk
aspek evaluasi para anggota masih belum memiliki partisipasi yang tinggi untuk melaksanaan
evaluasi di P2TP2A. Penelitian ini menyarankan kepada Pemerintah Kota Palembang dan
P2TP2A Kota Palembang untuk membuat peraturan yang tegas dan mengikat kepada anggota
P2TP2A.

Kata Kunci: Manajemen, Kolaborasi, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan


Perempuan dan Anak di Kota Palembang

v
vi

ABSTRACT

This research entitled "Collaboration Management Center Integrated Services


Empowerment of Women and Children in Palembang City. The background of this study is the
high number of violence against women and children in Palembang City, as well as ineffective
handling of cases of violence against women and children in Palembang City. This study aims
to describe the existing collaboration management in Integrated Service Center for Women
and Children Empowerment in Palembang City. This research is descriptive with qualitative
method. The theory used in this research is Djuhendi Tadjudin's theory. There are three
stages of P2TP2A management process that is Planning, Implementation, and Evaluation.
Data collection techniques used in this research are observation, interview, and
documentation. The results of this study reveal that the process of management management
collaboration that exists in P2TP2A Palembang City is running well. Collaboration model
used is Jurisdiction Based Management Model. Of the three aspects are only aspects of
evaluation that does not work while the other aspects are running well. For the evaluation
aspect the members still do not have high participation to conduct evaluation in P2TP2A. This
research suggested to Palembang City Government and P2TP2A of Palembang City to make
strict and binding regulation to P2TP2A member.

Keywords: collaborative management, collaboration, Pusat Pelayanan Terpadu


Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang

vi
vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan penulis atas
segala nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “Manajemen Kolaborasi di Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Palembang” ini
merupakan usaha penulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memenuhi syarat
menyelesaikan masa studi pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi tidak terlepas dari
dukungan dari berbagai pihak yang penulis libatkan baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Sebagai tanda rasa terimakasih
penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Kedua orang tuaku yang paling aku cintai, Bapak Eddy Muzakkir dan Ibu Riatni yang
telah menjadi penyemangat dalam menjalani hidup,memberikan kasih sayang,
dukungan, doa yang tebaik demi kelancaran penyusunan skripsi ini.
2. Kedua saudariku Dwi Lupita Sari dan Nurkomala yang telah memberikan dukungan
moril maupun materil selama kuliah dan menyayangi abang kalian dan tempat
berkeluh kesah selama proses penulisan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Kiagus Muhammad Sobri, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya, Bapak Prof. Dr. Alfitri, M.Si., selaku Wakil
Dekan I, Bapak Sofyan Effendi, S.IP., M.Si., selaku Wakil Dekan II dan Bapak Dr.
Andy Alfatih, MPA., selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sriwijaya.
4. Bapak Zailani Surya Marpaung, S.Sos., MPA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Negara dan Ibu Ermanovida, S.Sos,. M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.
5. Ibu Dr. Nengyanti, M.Hum., dan Bapak Drs. Mardianto, M.Si., selaku dosen
Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing,
mendengarkan, menginspirasi, memberikan saran dan berbagai banyak hal tentang
ilmu pengetahuan dan pengalaman guna kehidupan dan juga kelancaran skripsi saya.
6. Bapak dan Ibu dosen serta segenap staf karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sriwijaya atas bantuan dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan
kepada saya.
7. Seluruh jajaran di Instansi P2TP2A yang telah membantu dalam proses penelitian ini.
8. Almamaterku Ilmu Administrasi Negara yang begitu saya banggakan.

vii
viii

Rasa syukur kepada Allah SWT yang tak terkira bagi penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Administrasi Negara.
Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Indralaya, April 2018

Irsad Munawir

viii
ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN TIM PENGUJI..................................................... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................................................... iv

ABSTRAK................................................................................................................ v

ABSTRACT............................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR.............................................................................................. vii

DAFTAR ISI............................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL..................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ xiv

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN............................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang....................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................. 8

C. Tujuan Penelitian................................................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian................................................................................................. 9

BAB II Tinjauan Pustaka

A. Landasan teori....................................................................................................... 10

1. Manajemen Kolaborasi...................................................................................... 10

ix
x

2. Pengelolaan Manajemen Kolaboratif................................................................ 12

3. Model Kolaborasi.............................................................................................. 13

4. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kolaborasi........................................ 14

5. Kekerasan terhadap perempuan dan anak......................................................... 15

B. Penelitian terdahulu............................................................................................... 18

C. Kerangka berfikir................................................................................................... 25

BAB III Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian...................................................................................................... 29

B. Definisi Konsep..................................................................................................... 29

C. Fokus Penelitian.................................................................................................... 30

D. Jenis dan Sumber Data.......................................................................................... 30

E. Informan................................................................................................................ 31

F. Teknik Pengumpulan Data..................................................................................... 31

G. Teknik Keabsahan Data........................................................................................ 33

H. Teknik Analisis Data............................................................................................. 34

BAB IV Hasil dan Pembahasan

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian.................................................................... 36

1. Sejarah P2TP2A................................................................................................ 36

2. P2TP2A Kota Palembang.................................................................................. 39

3. Visi dan Misi P2TP2A Kota Palembang........................................................... 41

4. Tujuan P2TP2A................................................................................................. 42

5. Tugas dan Fungsi P2TP2A................................................................................ 43

6. Struktur Organisasi............................................................................................ 48

x
xi

7. Manajemen Pengelolaan.................................................................................... 49

8. Kegiatan P2TP2A.............................................................................................. 51

9. Mekanisme Kerja Kemitraan P2TP2A.............................................................. 53

10. Manajemen Kolaborasi di P2TP2A................................................................. 54

11. Pengelolaan Manajemen Kolaboratif.............................................................. 78

B. Analisis Efektivitas Kolaborasi............................................................................. 87

1. Network Structure.............................................................................................. 88

2. Commitment To Common Purpose.................................................................... 90

3. Trust Among Participant................................................................................... 95

4. Governance........................................................................................................ 97

5. Acces To Authority............................................................................................ 103

6. Leadership......................................................................................................... 104

7. Distributive Accountability/Reability................................................................ 106

8. Information Sharing.......................................................................................... 109

9. Acces To Resources........................................................................................... 112

BAB V

Penutup....................................................................................................................... 117

A. Kesimpulan............................................................................................................ 117

B. Saran...................................................................................................................... 118

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... CIX

LAMPIRAN.............................................................................................................. CXI

xi
xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tabel 1. Jumlah korban kekerasan yang dilayani P2TP2A................................... 7

2. Tabel 2. Penelitian terdahulu................................................................................. 18

3. Tabel 3. Perbandingan penelitian.......................................................................... 22

4. Tabel 4. Fokus penelitian...................................................................................... 30

xii
xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Jumlah Kasus kekerasan Terhadap Perempuan dan anak................................... 4

2. Kerangka Pemikiran............................................................................................ 28

3. Kerangka Pikir Pembentukan P2TP2A............................................................... 38

4. Jumlah kasus kekerasan tahun 2013-2017.......................................................... 40

5. Struktur Organisasi.............................................................................................. 48

6. Mekanisme Kinerja Kemitraan P2TP2A............................................................ 53

7. Pola kerjasama Divisi Pendampingan dan Advokasi.......................................... 60

8. Pola kerjasama Divisi Penguatan Jaringan, Informasi, dan Komunikasi............ 72

9. Pola kerjasama Divisi Pelayanan dan Pemulihan............................................... 77

10. Akun media sosial P2TP2A................................................................................ 111

xiii
xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara

2. Matriks Hasil Penelitian

3. Surat penunjukan pembimbing skripsi

4. Kartu bimbingan 1 (skripsi)

5. Kartu bimbingan 2 (skripsi)

6. Surat permohonan izin penelitian

7. Lembar revisi seminar proposal 1

8. Lembar revisi seminar proposal 2

9. Lembar revisi seminar proposal 3

10. Lembar revisi seminar proposal 4

11. Peraturan Walikota No.57 Tahun 2013

xiv
xv

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Efektif : Tepat Sasaran

Effisien : Mampu menjalankan tugas dengan cepat dan cermat

Gender : Pembagian peran kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan

ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki

yang dianggap pantas sesuai norma-norma, adat istiadat, kepercayaan,

atau kebiasaan.

Independent : bebas, merdeka, mandiri, dan berdiri sendiri.

Insidental : Hanya pada waktu tertentu

Kominfo : Komunikasi dan informatika

Mekanisme : Cara kerja sesuatu

P2TP2A : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

Pergub : Peraturan Gubernur

Permen : Peraturan Menteri

Perwako : Peraturan Wali Kota

Pokja : Kelompok Kerja

SK : Surat Keputusan

Subrdonasi : Menempatkan seseorang atau golongan tertentu sebagai bawahan.

SOP : Standar Operasional Prosedur

TP PKK : Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Kota

xv
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini masalah kekerasan terhadap perempuan semakin mengemuka dengan

semakin menguatnya upaya yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan gender. Kekerasan

terhadap perempuan seringkali disebut sebagai kekerasan berbasis gender. Karena hal ini

berawal dari subordinasi perempuan di masyarakat dan superioritas laki-laki. Deklarasi

penghapusan kekerasan terhadap perempuan PPB tahun 1993, menjelaskan bahwa kekerasan

terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan berbasis gender yang

berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologis, termasuk

ancaman terjadinya perbuatan tersebut. Pemaksaan atau perampasan kebebasan secara

sewenang-wenang, baik yang terjadi diranah kehidupan privat atau pribadi. Bentuk kekerasan

berupa kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi di dalam keluarga ataupun

komunitas, termasuk pemukulan, penganiyaan seksual anak perempuan dalam keluarga,

pemerkosaan, kekerasan yang dilakukan bukan oleh pasangan hidup dan kekerasan yang

terkait eksploitasi.

Demikian pula halnya dengan anak, banyak terjadi kasus kekerasan terhadap anak.

Baik itu kekerasan yang berupa kekerasan fisik, psikis, maupun seksual. Padahal, seharusnya

anak sebagai mahluk ciptaan tuhan yang maha kuasa wajib dilindungi dan dijaga kehormatan,

martabat, dan harga dirinya secara wajar dan proporsional, baik secara hukum, ekonomi,

politik, sosial, dan budaya, serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai

dengan fitrah dan kodratnya. Perempuan dan anak seringkali menjadi sasaran tindak kekerasan

di dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan posisi mereka yang dianggap lemah di masyarakat.

1
2

Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap

hak asasi manusia.

Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tergolong

sangat tinggi. Dari data yang dirilis KPAI pada 2016 setidaknya terjadi 21.081 kasus dalam 6

tahun terakhir dengan rata-rata jadi 3.000 kasus lebih setiap tahunnya. Pemerintah,

masyarakat, keluarga, dan orangtua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan

menjamin terpenuhinya hak asasi anak sesuai dengan hak dan kewajibannya. Selama ini upaya

perlindungan terhadap anak yang dijalankan belum memberikan jaminan bagi anak untuk

mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam berbagai

bidang kehidupan. Maka dari itu dalam melaksanakan upaya perlindungan terhadap hak anak

oleh pemerintah harus berdasarkan pada prinsip HAM yaitu penghormatan, pemenuhan, dan

perlindungan atas hak anak. Dalam menyikapi kekerasan terhadap anak yang semakin tinggi

baik itu kekerasan fisik maupun seksual. Maka Presiden RI mengambil sikap melalui inpres

No.5 Tahun 2014 dan RUU Revisi UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Menurut catatan komnas perempuan tahun 2016 kasus kekerasan terhadap perempuan

di Indonesia sangat tinggi, yakni berjumlah 259.150 kasus. Dengan 245.548 merupakan kasus

KDRT yang berujung pada perceraian yang ditangani oleh kementrian agama dan 13.602

kasus kekerasan yang terjadi diranah personal dan komunitas yang dalam hal ini ditangani

oleh 2.333 lembaga mitra pengada layanan yang tersebar di 34 Provinsi.

Menyikapi persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Maka pemerintah

harus bisa melaksanakan tugasnya dalam memberikan rasa aman dan bebas bagi setiap warga

masyarakatnya dari segala bentuk kekerasan yang berupa ancaman dan tindakan yang dapat

mengganggu dan merusak keamanan kejiwaan, fisik, seksual, maupun ekonomi yang

2
3

sebagaimana telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, melindungi segenap bangsa

dan tumpah darah Indonesia.

Dalam upaya menghapuskan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan yang terjadi

terhadap perempuan dan anak, selain meratifikasi kebijakan yang dikeluarkan PBB,

pemerintah Indonesia pun membuat kebijakan berskala nasional. Kebijakan tersebut berupa

UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yang di dalamnya

membuat hukuman dan sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku kekerasan yang umumnya

dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan.

Selain itu, untuk perlindungan terhadap anak pemerintah mengeluarkan kebijakan

berupa UU No.35 Tahun 2014. Dalam UU tersebut dijelasan bahwa setiap anak berhak untuk

memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam

sengketa senjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang

mengandung unsur kekerasan, pelibatan dalam peperangan, dan kejahatan seksual.

Melihat fenomena kekerasan yang terjadi pada anak dan perempuan yang semakin

marak di Indonesia. Penulis menjadi tertarik untuk melakukan penelitian di Kota Palembang,

karena berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan Dan Anak Provinsi Sumatera Selatan. Jumlah kasus kekerasan yang terjadi di Kota

Palembang dari tahun ke tahun relatif tinggi. Berikut adalah jumlah kasus kekerasan yang

terjadi di Kota Palembang.

3
4

Kekerasan Perempuan dan Anak Kota Palembang


Fisik Psikis Seksual Traficking
Penelantaran Eksploitasi KDRT

156
149
140136
132
118 115

89 86 84
76 76
68
56
37 37
17 19 16 14
7 8 7
0 0 0 2 2
2014 2015 2016 2017

Gambar 1. Data Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kota Palembang
Sumber : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Provinsi Sumatera Selatan

Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa kasus kekerasan yang terjadi di Kota

Palembang masih tergolong relatif tinggi dan ini diprediksi dapat meningkat dengan semakin

meningkatnya teknologi dan kemiskinan yang meningkat serta lingkungan yang ada belum

aman dan nyaman untuk anak dan perempuan.

Menjawab kebutuhan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi, pemerintah

Kota Palembang mengeluarkan Keputusan Walikota Palembang No.491 Tahun 2013 tentang

Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Kota

Palembang Masa Bakti 2013-2018. Peraturan Walikota Palembang No. 57 Tahun 2013

Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Palembang.

Dalam struktur kepengurusan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan

Anak terdapat beberapa organisasi yang berbeda baik itu organisasi pemerintah maupun

4
5

organisasi non pemerintah. Adapun pihak yang terlibat dalam forum kolaborasi Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak seperti yang tertera di struktur

kepengurusan dalam Surat Keputusan Walikota Palembang No.359 Tahun 2017 antara lain,

Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan, Unit PPA Polres Kota Palembang,

Persatuan Dharma Wanita Kota Palembang, Women crisis center, LSM Tim Penggerak

Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Kota Palembang, Dinas Sosial Kota Palembang,

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang, dan Dinas Kesehatan Kota Palembang,

serta Lembaga Bantuan Hukum.

Dari banyaknya organisasi yang terlibat di dalam Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak maka dapat disimpulkan bahwasanya P2TP2A

merupakan forum kolaborasi yang dibentuk oleh pemerintah dalam upaya menangani kasus

kekerasan terhadap perempuan dan Anak. Di mana dari semua lembaga tadi dapat kita lihat

bahwa mereka memiliki tugas dan fungsi yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama dan

saling berkolaborasi ataupun bekerjasama dalam bentuk suatu kemitraan kerja guna

memberikan pelayanan, perlindungan, dan penguatan, bagi perempuan dan anak korban

kekerasan di Kota Palembang seperti yang tertuang di dalam Peraturan Walikota No.57 Tahun

2013. Di dalam forum kolaborasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan

Anak beberapa organisasi tadi terbagi-bagi dalam beberapa divisi dalam menjalankan

tugasnya masing-masing. Di dalam forum kolaborasi ini terdapat beberapa divisi dan dari

setiap divisi memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Adapun divisi yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

5
6

1. Divisi Pendampingan dan Advokasi

Memberikan pendampingan perlindungan hukum bagi korban dan memberikan

perlindungan ataupun pengamanan bagi korban yang mendapat ancaman maupun

intimidasi dari pihak lain.

2. Divisi Pendidikan, Kajian, dan Penelitian

Mempengaruhi respon aparat penegak hukum sehingga dapat membangun sensitifitas

gender dalam kebijakan-kebijakan yang dilahirkan terutama materi hukum yang tidak

merugikan hak perempuan dan anak, serta memberikan pendidikan terhadap

perempuan dan anak korban kekerasan.

3. Divisi Penguatan Jaringan, Informasi, dan Dokumentasi

Memberikan sosialiasi tentang upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak, mencari informasi tentang kasus kekerasan terhadap perempuan

dan anak untuk dapat ditindaklanjuti, serta mengubah pandangan masyarakat tentang

kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah persoalan pelanggaran HAM yang

seharusnya menjadi tanggung jawab bersama.

4. Divisi Pelayanan dan Pemulihan

Melaksanakan rujukan dan tindakan medis terhadap para korban, memberikan

pelayanan konseling, serta memberikan pelayanan pemulihan terhadap korban

kekerasan baik itu berupa kekerasan fisik maupun psikis.

Tujuan dari pembentukan forum kolaborasi antar lembaga ini dimaksudkan untuk

mempermudah proses penangangan kasus kekerasan yang terjadi. Akan tetapi yang terjadi di

lapangan sejauh ini selama berjalannya forum kolaborasi ini ada beberapa instansi yang masih

belum maksimal dalam menjalankan fungsi mereka dan belum terjalinnya komunikasi dan

koordinasi yang baik antar instansi.


6
7

Belum efektifnya koordinasi dan komunikasi antar instansi dapat dilihat dari penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Lamria (2017:92) dan dilihat dari tidak seluruh korban yang

melapor ke pihak kepolisian dapat penanganan khusus oleh P2TP2A. Ini dilihat dari data

jumlah korban yang telah ditangani oleh P2TPA berikut ini :

Tabel 1. Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak yang ditangani
oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

Kategori Korban Kekerasan 2013 2015 2016


Kekerasan Terhadap Perempuan 26 34 32
Kekerasan Terhadap Anak 15 25 53
Sumber : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota
Palembang
Dapat dilihat dari Tabel.1 di atas, bahwa terdapat ketimpangan antara jumlah kasus

kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang dengan Jumlah kasus korban

kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang yang korbannya dapat ditangani

dan mendapatkan pelayanan yang layak dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak di Kota Palembang. Ini disebabkan karena ketidaktahuan korban

mengenai keberadaan dari adanya P2TP2A. Inilah yang seringkali membuat penanganan kasus

yang terjadi belum efektif dan tidak sesuai dengan standar pelayanan minimum yang ada

seperti yang tertuang di dalam Permenkes No. 01 Tahun 2010 mengenai standar pelayanan

minimal korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu kurangnya koordinasi

antar instansi menyebabkan sosialisasi mengenai keberadaan P2TP2A jarang dilakukan

akibatnya banyak dari korban kekerasan belum begitu mengetahui adanya P2TP2A yang

berfungsi untuk melindungi dan mendampingi mereka para korban kekerasan. Permasalahan

kurangnya koordinasi dan komunikasi dalam P2TP2A bukan hanya terjadi di Kota Palembang

saja tetapi juga dialami oleh Kota lain seperti di Riau terdapat masalah koordinasi dan

komunikasi antar instansi terkait dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga

7
8

yang menyebabkan pelayanan P2TP2A terhadap korban tidak sesuai dengan prosedur yang

berlaku (Haloho 2013:5). Di Provinsi Banten juga masih kurangnya koordinasi antara P2TP2A

dengan dinas pendidikan setempat menyebabkan belum terbentuknya kelompok simpatik di

sekolah-sekolah dalam rangka mengurangi kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan

(Fadilah 2012:10-11).

Kerjasama antar lembaga dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan

anak menjadi salah satu cara yang baik agar penanganan kasus yang terjadi lebih efektif serta

dapat mengurangi jumlah kekerasan yang terjadi. Namun dalam kenyataannya masih terdapat

permasalahan dalam koordinasi dan komunikasi di P2TP2A dalam menangani kasus

kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sehingga perlu untuk mengetahui bagaimana

Manajemen Kolaborasi di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

(P2TP2A) Kota Palembang.

Berdasarkan latar belakang dari berbagai permasalahan yang di atas, penulis tertarik

untuk meneliti lebih mendalam mengenai Manajemen Kolaborasi di Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Palembang.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang digunakan adalah bagaimana

manajemen kolaborasi yang dibangun oleh beberapa instansi maupun organisasi di dalam

forum kolaborasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota

Palembang.

C. Tujuan Penelitian

8
9

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen kolaborasi, tahapan manajemen

kolaborasi, serta efektivitas manajemen kolaborasi yang ada di Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menjadi bahan kajian

untuk suatu kasus dalam pengetahuan ilmu administrasi negara, khususnya mengenai

manajemen publik.

2. Manfaat Praktis

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi

Pemerintah Kota Palembang dan pimpinan P2TP2A dalam merumuskan kebijakan dan

meningkatkan kualitas pelayanan yang ada.

BAB II

9
10

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Landasan teori adalah teori-teori yang relevan yang dapat digunakan untuk

menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, serta sebagai dasar untuk memberikan

jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang akan dilakukan hipotesis dan penyusunan

instrumen penelitian (Sugiyono, 2010:326). Landasan teori yang akan dikemukakan

sehubungan dengan Manajemen Kolaborasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak di Kota Palembang yaitu manajemen kolaborasi, proses kolaborasi,

model kolaborasi, dan faktor yang mempengaruhi kolaborasi.

1. Manajemen Kolaborasi

Salah satu tugas dan fungsi negara adalah memberikan perlindungan kepada warganya

serta menciptakan rasa aman dan nyaman terhadap warga negaranya. Maka ketika terjadi

permasalahan di tengah masyarakat yang mengakibatkan terganggunya kenyamanan dan

keamanan masyarakatnya. Pemerintah dituntut untuk bertanggung jawab menyelesaikan

permasalahan tersebut. Permasalahan yang ada begitu kompleks sedangkan instansi

pemerintah yang ada memiliki keterbatasan sumber daya serta ruang lingkup tugasnya. Oleh

karena itu pemerintah membuat suatu jaringan bersama yang terdiri dari berbagai lembaga

pemerintah dan lembaga non pemerintah untuk mengatasi masalah. Berbagai lembaga tersebut

saling berkolaborasi satu sama lain dalam usaha mengatasi permasalahan tersebut. Pendekatan

inilah yang dinamakan sebagai manajemen kolaborasi.

Saat ini manajemen kolaborasi antar instansi menjadi isu penting dalam manajemen

publik, mengingat saat ini banyak sekali permasalahan yang begitu kompleks di dalam

10
11

masyarakat yang tidak bisa ditangani dan menjadi tanggung jawab satu organisasi saja.

Dengan adanya manajemen kolaborasi antar instansi pemerintah dan non pemerintah

diharapkan permasalahan publik yang begitu kompleks tersebut dapat diselesaikan dengan

baik.

Secara pengertian manajemen publik kolaborasi dapat dipahami sebagai “suatu

kerjasama antar beberapa intansi baik itu instansi pemerintah maupun non pemerintah dalam

rangka untuk mencapai tujuan tertentu yang di mana tujuan tersebut tidak bisa dicapai atau

dilakukan secara independent” Sabaruddin (2015:54). Di dalam sebuah manajemen kolaborasi

suatu organisasi dituntut untuk dapat berpartisipasi secara penuh dalam pembentukan kerja

sama dan bersedia menyumbangkan informasi, pengetahuan, serta sumber daya lainnya.

Instansi yang terlibat dalam suatu kolaborasi tetap berperan sebagai fungsinya masing-masing

namun saling bersinergi satu sama lain dalam rangka mencapai target atau tujuan yang telah

ditentukan.

Menurut McGuire, Agranoff dan Silvia dalam Sabaruddin (2015:38) manajemen

publik kolaboratif merupakan upaya di mana administrator saling bertukar informasi, mencari

pengetahuan dan mencari permasalahan, program serta kebijakan yang melintasi batas-batas

lembaga dan organisasi dengan menghadirkan wakil-wakil dari masyarakat dan swasta.

Manajemen kolaborasi ini hadir sebagai solusi untuk menangani suatu permasalahan yang

begitu kompleks dan rumit yang tidak dapat ditangani oleh satu instansi saja. Menurut

Dwiyanto dalam Sabaruddin (2015:40) manajemen kolaborasi adalah sebuah praktek

manajemen yang menghargai keragaman nilai, tradisi, dan budaya organisasi, bekerja dalam

struktur yang relatif longgar dan berbasis pada jaringan, dikendalikan oleh nilai-nilai dan

tujuan bersama, serta memiliki kapasitas mengelola konflik. Sedangkan menurut Tadjudin

Djuhendi (2000:94) manajemen kolaborasi didefinisikan sebagai suatu bentuk manajemen


11
12

yang mengakomodasikan kepentingan-kepentingan seluruh stakeholder secara adil, dan

memandang harkat setiap stakeholder sebagai entitas yang sederajat sesuai dengan tata nilai

yang berlaku, dalam rangka mencapai tujuan bersama. Berdasarkan dari beberapa pendapat di

atas maka manajemen publik kolaborasi adalah proses pengambilan keputusan dari

kolaborator yang mengedepankan komitmen untuk memecahkan masalah-masalah publik

dengan mengembangkan struktur kerja yang disepakati bersama dalam rangka menjamin

penyelenggaraan pelayanan publi yang efektif, akuntabel, transparan, dan responsif.

2. Tahapan Pengelolaan Manajemen Kolaboratif

Menurut Tadjudin, Djuhendi (2000:117) ada tiga tahapan dalam pengelolaan

manajemen kolaboratif yaitu ;

a. Perencanaan

Dalam sebuah organisasi atau lembaga apapun bentuk dan namanya, sebelum

melangkah untuk mencapai tujuan, maka terlebih dahulu adanya perencanaan. Perencanaan

dalam pengelolaan manajemen kolaboratif merupakan hal yang sangat penting karena

merupakan sebuah dasar dalam usaha pengelolaan manajemen kolaboratif. Didalam

pengelolaan manajemen kolaboratif ini para kolaborator menentukan arah dan tujuan dari

sebuah forum kolaborasi serta berusaha untuk mengidentifikasi masalah yang akan ditangani

oleh forum kolaborasi tersebut.

b. Pelaksanaan

12
13

Pelaksanaan merupakan implementasi dari proses perencanaan dalam bentuk kegiatan

yang nyata di dalam sebuah proses pengelolaan manajemen kolaboratif. Dalam proses ini para

stakeholder saling kerja sama dalam mewujudkan tujuan yang telah dirancang di dalam proses

perencanaan tadi. Didalam proses ini dibutuhkan pemahaman tugas dan tanggung jawab yang

baik dari masing-masing stakeholder.

c.Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu bentuk kegiatan berupa pengevaluasian terkait dengan

jalannya manajemen kolaboratif selama ini. Evaluasi ini bertujuan untuk mengukur, menilai,

ataupun memperbaiki terkait keberhasilan sebuah manajemen kolaboratif dalam mencapai apa

yang menjadi tujuannya.

3. Model Manajemen Kolaborasi

Menurut imperial (2001:3) kolaborasi merupakan salah satu strategi yang praktisi

digunakan untuk meningkatkan governance dan melaksanakan kebijakan dalam pengaturan

antarorganisasi. Agranoff and McGuire (2003:45) menyajikan beberapa model manajemen

kolaboratif yaitu:

a. Jurisdiction-Based Management Model; Model ini maksudnya manajemen kolaboratif


dilakukan dengan berbagai instansi baik pemerintah dan swasta dengan alasan strategis
yang berbasis yuridiksi. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh faktor sumber
daya yakni hukum otoritas, pendanaan, kemampuan dan informasi untuk pencapaian
tugas dan penyelesaian tugas.
b. Abstinence model; dalam model ini terjadi ketidakmampuan instansi dalam
berkolaborasi sehingga mereka memilih tidak terlibat dalam semua program
pemerintah terutama yang sifatnya tidak mengikat. Alasannya, kekurangan sumber
daya untuk berkolaborasi, keberatan atas keterlibatan pemerintah tingkat lain dalam
politik dan ruang pemerintahan.
c. Top down model; model ini mengharuskan kontrol yang ketat dari pemerintah pusat
dalam pelaksanaan sebuah program. Dalam pelaksanaannya pemerintah daerah
dituntut untuk patuh terhadap pemerintah pusat dan pemerintah daerah diharuskan

13
14

mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan pemerintah pusat melalui koordinasi
dengan pemerintah lain.
d. Donor-Recipient Model; model ini lebih melibatkan pemberi dan penerima bantuan
yang didasarkan pada keterlibatan aktor dalam sistem kolaboratif yang saling
tergantung melalui kontrol sistem yang dijalankan. Proses kolaborasi dalam model ini
dibangun untuk kepentingan dan kebutuhan pihak tertentu melalui sistem yang
dijalankan pihak tersebut.
e. Reactive Model; model ini dianggap sebagai manajemen yang buruk, sebab pihak yang
terlibat karena lembaga dan organisasi dapat memilik untuk berpartisipasi atau tidak
berpartisipasi dalam sebuah program.
f. Contented Model; model ini lebih menekankan strategi kolaborasi dibanding dengan
aktivitas kolaborasi. Kolaborasi ini dilakukan secara horizontal daripada vertikal sebab
dilakukan dengan organisasi lain yang terikat dengan kebijakan pembangunan
(Sabaruddin, 2015:35).
4. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kolaborasi

Menurut O’Leary dan Vij (2012:11-17) dalam Sabaruddin (2015:28) terdapat beberapa

faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan kolaborasi antar organisasi yaitu

a. Konteks kolaborasi
b. Tujuan atau misi kolaborasi
c. Pemilihan anggota dan peningkatan kapasitas
d. Motivasi dan komitmen kolaborasi
e. Struktur dan pemerintahan kolaborasi
f. Kekuasaan dalam kolaborasi
g. Akuntabilitas
h. Komunikasi
i. Persepsi legitimasi
j. Kepercayaan
k. Teknologi informasi

Sedangkan, DeSeve dalam Morse dkk (2007:213-214) menyebutkan bahwa terdapat

beberapa item penting yang bisa dijadikan untuk mengukur keberhasilan sebuah network atau

kolaborasi dalam governance, yang meliputi:

a. Networked Structure
Menjelaskan tentang deskripsi konseptual suatu keterkaitan antar elemen yang satu
dengan elemen yang lain, yang menyatu secara bersama-sama yang mencerminkan
unsur-unsur fisik dari jaringan yang ditangani.
b. Commitmen to common purpose
Mengacu pada komitmen dan tanggung jawab para stakeholder terhadap sebuah alasan
atau tujuan dari terciptanya network atau jaringan yang ada.
c. Trust among participant

14
15

Kepercayaan antar stakeholder dalam mengelola sebuah forum kolaborasi.


d. Governance
Adanya tata kelola dan peraturan yang jelas mengenai batas-batas tanggung jawab
stakeholder di dalam forum kolaborasi.
e. Acces to authoriy
Adanya standar yang jelas yang digunakan dalam mengelola forum kolaborasi serta
adanya pemberian otoritas yang jelas kepada setiap stakeholder yang ada di forum
kolaborasi.
f. Leadership
Leadership di sini dimaksudkan bahwa adanya seorang pemimpin di dalam jaringan
kolaborasi baik itu berupa individu ataupun kelompok organisasi yang mau melayani
dengan baik dan memperjuangkan tujuan-tujuan yang ada di dalam kolaborasi serta
dapat memberikan sebuah petunjuk ataupun pedoman kepada para anggota.
g. Distributive accountabillity/responbillity
Adanya penataan dan Pengelolaan manajemen yang baik di dalam forum kolaborasi.
h. Information sharing
Setiap Stakeholder saling berbagi informasi dan tidak menutupi informasi yang
didapatkan para stakeholder sekiranya informasi tersebut berguna untuk kepentingan
forum kolaborasi.
i. Acces to resources
Adanya sumber daya manusia, pendanaan yang baik, teknik dan sumber daya lainnya
yang menunjang fungsi dan peran forum kolaborasi.

5. Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Menurut Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 01

Tahun 2010 “kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa

menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan

atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang”. Dari penjelasan tersebut dapat

dilihat bahwa tindakan kekerasan sangat terkait dengan tindakan manusia yang menyalahi

aturan dan kejam secara manusiawi. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan

berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan,

penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman dan tindakan

tertentu pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi

di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi.

15
16

Kekerasan terhadap perempuan bisa berbentuk pemukulan, kekerasan seksual,

perkosaan, dan prostitusi secara paksa. Kekerasan kepada perempuan ini merupakan kekerasan

berbasis gender. Kekerasan berbasis gender adalah istilah yang merujuk kepada kekerasan

yang melibatkan laki-laki dan perempuan yang di mana biasanya yang menjadi korban adalah

perempuan sebagai akibat dari adanya distribusi kuasa yang timpang antara laki-laki dan

perempuan. Disebut kekerasan berbasis gender karena ia merujuk pada dampak status gender

yang subordinat dalam masyarakat. Di semua kebudayaan, norma, dan tradisi di masyarakat

seolah memberi lampu hijau bagi kekerasan kepada perempuan. Sedangkan kekerasan

terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan

atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan

perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak (Permen

PPA No. 01 Tahun 2010).

Uraikan berikut ini mengenai faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan

anak, dampak yang terjadi terhadap korban setelah terjadinya tindak kekerasan, serta

hambatan dalam menangani kasus tersebut dibawah ini merupakan hasil wawancara penulis

dengan Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan

Masyarakat Kota Palembang, dengan Ketua Unsur 1 Tim Pokja II TP PKK Kota Palembang,

dan Kepala Bagian Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Palembang.

Menurut Ketua Unsur I Kelompok Kerja TP PKK Kota Palembang terdapat beberapa

faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak antara lain:

a. Faktor kemiskinan yang menyebabkan rendahnya kemampuan ekonomi keluarga untuk


memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Faktor ini seringkali membuat anggota
keluarga yang menanggung hidup anggota keluarga lainnya menjadi depresi dan
akhirnya melakukan tindakan kekerasan sebagai pelampiasan permasalahannya.
b. Rendahnya pemahaman dan kesadaran para orangtua akan hak-hak anak yang perlu
dipenuhi.

16
17

c. Masih kuatnya anggapan bahwa istri dan anak adalah anggota dan milik keluarga
sehingga apapun urusan masalah mereka adalah urusan internal yang tidak perlu
dicampuri oleh orang luar.
Bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak seringkali menimbulkan dampak yang

sangat besar dan beragam. Menurut Kepala Bagian Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan

Kota Palembang Dampak tersebut adalah sebagai berikut :

a. Dampak fisik
Dampak kekerasan terhadap perempuan dan anak seringkali menimbulkan dampak
fisik seperti luka yang bisa hilang, luka yang membekas, cacat pada bagian anggota
tubuh, serta kematian.
b. Dampak psikologis
Akibat seringkali mengalami kekerasan para korban seringkali merasa sedih, malu,
bingung, gagal, ketakutan, tidak percaya diri, merasa tidak punya harga diri, dan selalu
menyalahkan diri sendiri yang akhirnya dapat menyebabkan kegangguan kejiwaan
bagi para korban.
c. Dampak sosial
Karena seringkali mengalami tindak kekerasan maka korban akan merasa malu untuk
berkomunikasi dan menghindar dan akhirnya bersikap tertutup hingga tidak mau aktif
lagi dalam kegiatan-kegiatan sosial di lingkungan sekitarnya.
Ditemukan fakta di lapangan bahwa sulit sekali untuk mengungkapkan kejadian

kekerasan tersebut. Menurut Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak

dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palembang ada beberapa hal yang menyebabkan semua

itu terjadi antara lain :

a. Masih rendahnya kesadaran untuk berani melaporkan tindak kekerasan tersebut.


b. Besarnya pengaruh dan peran laki-laki dalam rumah rumah tangga.
c. Kurangnya respon masyarakat sekitar terhadap permasalahan keluarga yang terjadi di
sekitarnya.
d. Seringkali ada anggapan bahwa masalah internal keluarga merupakan rahasia keluarga
itu sendiri karena ini merupakan aib keluarga tersebut.
e. Kurangnya pengetahuan korban mengenai keberadaan lembaga yang dapat
memberikan bantuan terhadap permasalahan yang dialaminya.

17
18

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 2. Penelitian Terdahulu


No Judul Peneliti Tahun Kesimpulan
.
1. Kolaborasi Antar Hanum Ardiani 2013 Kolaborasi antar
Stakeholder Dalam Pusporatri stakeholder yang ada di
Pemenuhan Hak Atas Kota Surakarta dalam
Pendidikan Anak Jalanan di upaya pemenuhan hak
Kota Surakarta pendididkan anak jalanan
sudah berjalan dengan
baik. Namun masih
terdapat kekurangan
seperti tidak adanya
trasnparansi data anak
jalanan yang tidak
mendapat pendidikan serta
kolaborasi yang terbentuk
hanya sebatas nota
kesepakatan kerja sama
bukan dalam bentuk
peraturan daerah ataupun
peraturan Walikota.

Lanjutan Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No Judul Peneliti Tahun Kesimpulan


.
2. Kolaborasi Antar Sylvana Nur 2015 Kolaborasi yang dilakukan
Stakeholder Dalam Cahyantika telah berjalan cukup
Penanganan Kasus efektif. ini didukung
Kekerasan Terhadap dengan adanya SK Bupati
Perempuan dan Anak di yang mengatur tentang
Kota Surakarta pembentukan Komisi
Perlindungan Perempuan
dan Anak serta pembagian
tugas dalam beberapa
divisi. Tapi kolaborasi ini
mesti ditingkatkan lagi ke
dalam tindakan nyata
dengan membuat program
pencegahan maupun
penanganan secara berkala
kepada masyarakat agar
kasus kekerasan tidak
semakin bertambah

18
19

Lanjutan Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No Judul Peneliti Tahun Kesimpulan

.
Kolaborasi antar Mia 2017 Kolaborasi antar stakeholder di
3. Stakeholder Dalam Fairuzia Pulau Merah berjalan dengan
Pembangunan Inklusif kurang baik. Hal ini ditunjukkan
Pada Sektor Wisata (Studi dari komponen kolaborasi yang
Kasus Wisata Pulau Merah belum berjalan dengan baik.
di Kabupaten Banyuwangi Namun sejauh ini pembangunan
yang dilakukan oleh stakeholder
telah berjalan cukup baik dan
para stakeholder juga berhasil
menjaga ekologi wisata di Pulau
Merah.
4. Kolaborasi Governance Pifik 2014 Pengelolaan parkir yang
Dalam Manajemen Publik Mochtar dilakukan pemerintah beserta
(Studi Pelayanan Saptono ormas di Surakarta sudah
Perparkiran di Kota berjalan dengan baik. Akan
Surakarta) tetapi pelayanan yang diberikan
belum cukup memuaskan.
Untuk itu perlu adanya
peningkatanan pelayanan yang
dilakukan oleh kolaborasi antar
pemerintah dan ormas.
5. Implementasi Manajemen Titik 2011 Pelaksanaan kolaborasi dalam
Kolaborasi dalam Sumantri program ekowisata berbasis
pengelolaan ekowisata masyarakat di Kampung
berbasis masyarakat. Citalahab telah berjalan dengan
baik. Ini dapat dilihat dengan
telah berjalannya beberapa
prinsip kolaborasi. Namun ada
beberapa prinsip kolaborasi
yang belum berjalan dengan
baik yakni Prinsip kepercayaan
antar stakeholder serta belum
adanya pengawasan yang
dilakukan di lapangan dengan
baik.

19
20

Berikut ini merupakan persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini. Penelitian pertama dilakukan oleh Hanum

Ardiani Pusporatri yang dilakukan pada tahun 2013 dengan judul Kolaborasi Antar

Stakeholder Dalam Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Anak Jalanan di Kota Surakarta. Tujuan

dari penelitian ini adalah mengkaji kolaborasi yang dibangun dan efektivitas kolaborasi oleh

Pemerintah Kota Surakarta beserta stakeholder dalam memenuhi hak pendidikan nonformal

anak jalanan Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan teori efektivitas kolaborasi DeSeve

(2007). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kolaborasi antar stakeholder yang ada di

Kota Surakarta dalam upaya pemenuhan hak pendididkan anak jalanan sudah berjalan dengan

baik. Namun masih terdapat kekurangan seperti tidak adanya trasnparansi data anak jalanan

yang tidak mendapat pendidikan serta kolaborasi yang terbentuk hanya sebatas nota

kesepakatan kerja sama bukan dalam bentuk peraturan daerah ataupun peraturan Walikota.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Titik Sumantri yang dilakukan pada tahun 2011

dengan judul Implementasi Manajemen Kolaborasi Dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis

Masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji proses kolaborasi dalam program

ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Citalahab dan TNGHS. Teori yang digunakan

adalah teori Borrini-Feyerasen, et al (2000) mengenai prinsip-prinsip kolaborasi. Metode

penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam dengan

metode re-call, penelusuran (analisis) data sekunder. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

Pelaksanaan kolaborasi dalam program ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Citalahab

telah berjalan dengan baik. Ini dapat dilihat dengan telah berjalannya beberapa prinsip
20
21

kolaborasi. Namun ada beberapa prinsip kolaborasi yang belum berjalan dengan baik yakni

Prinsip kepercayaan antar stakeholder serta belum adanya pengawasan yang dilakukan di

lapangan dengan baik..

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Mia Fairuzia pada tahun 2017 dengan judul

Kolaborasi antar Stakeholder Dalam Pembangunan Inklusif Pada Sektor Wisata (Studi Kasus

Wisata Pulau Merah di Kabupaten Banyuwangi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui

bagaimana kolaborasi yang terjadi antar stakeholder di Pulau Merah dan bagaimana

pencapaian kolaborasi dalam pembangunan inklusif di Pulau Merah. Penelitian ini

menggunakan teori Thomas dan Perry (2006) mengenai dimensi-dimensi kolaborasi. Metode

penelitian yang dinakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan

di dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah Kolaborasi antar stakeholder di Pulau Merah berjalan dengan kurang

baik. Hal ini ditunjukkan dari komponen kolaborasi yang belum berjalan dengan baik. Namun

sejauh ini pembangunan yang dilakukan oleh stakeholder telah berjalan cukup baik dan para

stakeholder juga berhasil menjaga ekologi wisata di Pulau Merah.

Penelitian yang keempat dilakukan oleh Pifik Mochtar Saptono pada tahun 2014

dengan judul Kolaborasi Governance Dalam Manajemen Publik (Studi Pelayanan Perparkiran

di Kota Surakarta). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kolaborasi yang

dilakukan pemerintah dan ormas dalam mengelola perparkiran di Kota Surakarta. Teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Teori DeSeve (2007) tentang efektivitas kolaborasi.

Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pengelolaan parkir yang dilakukan

pemerintah beserta ormas di Surakarta sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi pelayanan
21
22

yang diberikan belum cukup memuaskan. Untuk itu perlu adanya peningkatanan pelayanan

yang dilakukan oleh kolaborasi antar pemerintah dan ormas.

Penelitian yang kelima dilakukan oleh Sylvana Nur Cahyantika pada tahun 2015

dengan judul Kolaborasi Antar Stakeholder Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap

Perempuan dan Anak di Kabupaten Karanganyar. Tujuan dari penelitian ini adalah

mendeskripsikan bagaimana bentuk kolaborasi yang terjadi antar stakeholder dalam

penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Karanganyar. Teori

yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Teori DeSeve (2007) mengenai efektivitas

kolaborasi. Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kolaborasi yang

dilakukan telah berjalan cukup efektif. ini didukung dengan adanya SK Bupati yang mengatur

tentang pembentukan Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak serta pembagian tugas

dalam beberapa divisi. Tapi kolaborasi ini mesti ditingkatkan lagi ke dalam tindakan nyata

dengan membuat program pencegahan maupun penanganan secara berkala kepada masyarakat

agar kasus kekerasan tidak semakin bertambah.

Tabel 3. Perbandingan Penelitian


Nama Judul Tujuan Penelitian Metode Teknik
Peneliti Penelitian Penelitian Pengumpulan
Data
Hanum Kolaborasi Tujuan dari penelitian ini Metode Observasi,
Ardiani Antar adalah mengkaji penelitian wawancara,
Pusporatri Stakeholder kolaborasi yang dibangun kualitatif dan
Dalam dan efektivitas kolaborasi dokumentasi
Pemenuhan oleh Pemerintah Kota
Hak Atas Surakarta beserta
Pendidikan stakeholder dalam
Anak Jalanan memenuhi hak pendidikan
di Kota nonformal anak jalanan
Surakarta Kota Surakarta

22
23

Lanjutan Tabel 3. Perbandingan Penelitian

Nama Peneliti Judul Tujuan Metode Teknik


Penelitian Penelitian Penelitian Pengumpulan
Data
Titik Sumantri Implementasi Tujuan dari Metode Observasi,
Manajemen penelitian ini peneitian wawancara
Kolaborasi adalah mengkaji kualitatif mendalam
Dalam proses dengan metode
Pengelolaan kolaborasi re-call,
Ekowisata dalam program penelusuran
Berbasis ekowisata (analisis) data
Masyarakat. berbasis sekunder
masyarakat di
Kampung
Citalahab dan
TNGHS
Mia Fairuzia Kolaborasi antar Tujuan dari Metode Observasi,
Stakeholder penelitian ini penelitian wawancara, dan
Dalam adalah kualitatif dokumentasi
Pembangunan mengetahui
Inklusif Pada bagaimana
Sektor Wisata kolaborasi yang
(Studi Kasus terjadi antar
Wisata Pulau stakeholder di
Merah di Pulau Merah
Kabupaten dan bagaimana
Banyuwangi pencapaian
kolaborasi
dalam
pembangunan
inklusif di Pulau
Merah

23
24

Lanjutan Tabel 3. Perbandingan Penelitian

Nama Peneliti Judul Tujuan Metode Penelitian Teknik


Penelitian Penelitian Pengumpulan
Data
Sylvana Nur Kolaborasi Tujuan dari Metode penelitian Observasi,
Cahyantika Antar penelitian ini kualitatif wawancara, dan
Stakeholder adalah dokumentasi.
Dalam mendeskripsikan
Penanganan bagaimana bentuk
Kasus kolaborasi yang
Kekerasan terjadi antar
Terhadap stakeholder dalam
Perempuan penanganan kasus
dan Anak di kekerasan
Kabupaten terhadap
Karanganyar perempuan dan
anak di
Kabupaten
Karanganyar
Pifik Mochtar Kolaborasi Tujuan dari Metode penelitian Observasi,
Governance penelitian ini kualitatif wawancara, dan
Dalam adalah untuk dokumentasi.
Manajemen mengetahui
Publik (Studi kolaborasi yang
Pelayanan dilakukan
Perparkiran di pemerintah dan
Kota ormas dalam
Surakarta) mengelola
perparkiran di
Kota Surakarta
Penelitian ini Manajemen Penelitian ini Metode penelitian Observasi,
Kolaborasi di bertujuan untuk kualitatif wawancara, dan
Pusat mendeskripsikan dokumentasi
Pelayanan kolaborasi,
Terpadu kerjasama, atau
Pemberdayaan bentuk kemitraan
Perempuan yang dilakukan
dan oleh berbagai
Perlindungan instansi dalam
Anak Kota melakukan
Palembang perlindungan
kepada

24
25

perempuan dan
anak korban
kekerasan

C. Kerangka Berpikir

Jika dilihat dari data yang dirilis oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak Kota Palembang, kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak

di Kota Palembang masih tergolong cukup tinggi dalam beberapa tahun belakangan ini.

Dilihat dari perkembangan Kota Palembang yang cukup pesat serta kondisi lingkungan Kota

Palembang yang belum sepenuhnya nyaman dan aman bagi anak dan perempuan. Maka

diprediksi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang akan semakin

sering terjadi dan cenderung meningkat dalam beberapa tahun kedepan.

Untuk mencegah serta menangani kasus kekerasan yang telah terjadi terhadap

perempuan dan anak di Kota Palembang. Maka Pemerintah Kota Palembang mengeluarkan

peraturan Walikota No.491 Tahun 2013 yang mengatur tentang pembentukan Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang. Pembentukan ini juga tak

lepas dari instruksi Pemerintah Pusat agar Pemerintah di tingkat Provinsi dan Kota untuk

membentuk Pusat Pelayanan Terpadu dalam upaya menangani kasus kekerasan yang terjadi

terhadap perempuan dan anak di Indonesia.

Kolaborasi yang tercipta antar beberapa lembaga di dalam forum Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Kota Palembang sejauh ini belum berjalan

dengan cukup baik. Ini dilihat dari belum adanya komunikasi yang terjalin dengan baik antar

beberapa lembaga. Akibatnya penanganan kasus yang selama ini terjadi belum berjalan

dengan cukup baik dan tidak sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ada. Seperti

diketahui bahwasanya forum kolaborasi ini belum memiliki standar operasional prosedur yang

memadai. Ini berakibat dengan tidak seluruhnya korban yang melapor mendapatkan
25
26

penanganan yang sebagaimana mestinya. Selain itu kurangnya sosialiasi terhadap masyarakat

juga membuat masyarakat tidak mengetahui mengenai keberadaan Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang.

Dari berbagai macam permasalahan di atas, maka perlu untuk dilakukan penelitian

terkait dengan Manajemen Kolaborasi di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan

dan Anak Kota Palembang. Adapun teori yang digunakan dalam meneliti pengelolaan

manajemen kolaboratif adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan

Dalam sebuah organisasi atau lembaga apapun bentuk dan namanya, sebelum

melangkah untuk mencapai tujuan, maka terlebih dahulu adanya perencanaan. Perencanaan

dalam pengelolaan manajemen kolaboratif merupakan hal yang sangat penting karena

merupakan sebuah dasar dalam usaha pengelolaan manajemen kolaboratif. Didalam

pengelolaan manajemen kolaboratif ini para kolaborator menentukan arah dan tujuan dari

sebuah forum kolaborasi serta berusaha untuk mengidentifikasi masalah yang akan ditangani

oleh forum kolaborasi tersebut.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan implementasi dari proses perencanaan dalam bentuk kegiatan

yang nyata di dalam sebuah proses pengelolaan manajemen kolaboratif. Dalam proses ini para

stakeholder saling kerja sama dalam mewujudkan tujuan yang telah dirancang di dalam proses

perencanaan tadi. Didalam proses ini dibutuhkan pemahaman tugas dan tanggung jawab yang

baik dari masing-masing stakeholder.

c.Evaluasi

26
27

Evaluasi merupakan suatu bentuk kegiatan berupa pengevaluasian terkait dengan

jalannya manajemen kolaboratif selama ini. Evaluasi ini bertujuan untuk mengukur, menilai,

ataupun memperbaiki terkait keberhasilan sebuah manajemen kolaboratif dalam mencapai apa

yang menjadi tujuannya.

27
28

Tingginya angka kekerasan di Kota


Palembang.

Peraturan Pemerintah No.9


Tahun 2008 dan Peraturan
WaliKota No.491 Tahun 2013

Kolaborasi Antar Lembaga


Pemerintah dan Non Pemerintah

1. Penanganan Kasus belum efektif


2. Keberadaan P2TP2A yang belum
diketahui masyarakat banyak

Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi

1. Networked structure
2. Commitment to common purpose
3. Trust among participant
4. Governance
5. Acces to authority
6. Leadership
7. Distributive accountabillity/responbillity
8. Information sharing
9. Acces to resources

Manajemen Kolaboratif P2TP2A Kota


Palembang

Gambar 2. Kerangka Pemikiran


Sumber: Diolah peneliti berdasarkan Teori Tadjudin, Djuhendi (2000:117)

28
29

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Menurut Sugiyono (2004:3), metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu

pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,

memecahkan dan mengantisipasi masalah tertentu.

Penelitian mengenai Manajemen Kolaborasi di P2TP2A Kota Palembang

menggunakan jenis penelitian kualitatif, karena pengumpulan data yang dilakukan

menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Menurut Sugiyono (2008:9) penelitian

kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung

makna. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, akan

tetapi lebih menekankan pada makna.

B. Definisi konsep

Menurut Singarimbun (1995:32) Mengatakan bahwa definisi konsep merupakan

abstraksi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu.

Definisi konsep digunakan untuk menggambarkan secara abstrak bagaimana kejadian,

keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.

Manajemen Kolaborasi di Pusat pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan

Anak Kota Palembang merupakan sebuah penelitian yang difokuskan untuk meneliti sejauh

mana keberhasilan kerjasama antar instansi baik itu instansi pemerintah maupun swasta yang

terdapat di dalam forum kolaborasi P2TP2A dalam hal mencegah dan melindungi perempuan

dan anak korban kekerasan di Kota Palembang.

29
30

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data, sehingga tidak

terjadi bias terhadap data yang diambil. Fokus Penelitian dalam penelitian kualitatif, Sugiyono

(2013:285) menyatakan bahwa fokus penelitian merupakan dominan tunggal atau beberapa

dominan yang terkait dari situasi sosial. Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut ini :

Tabel 4. Fokus Penelitian Manajemen Kolaborasi di Pusat Pelayanan Terpadu


Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

Dimensi Indikator
Manajemen Perencanaan 1. Pembagian tugas yang sesuai
Kolaborasi di 2. Anggaran
Pusat Pelayanan 3. Program Kerja
Terpadu Pelaksanaan 1. Pemahaman tugas dan
Pemberdayaan tanggung jawab
Perempuan dan 2. Membangun jaringan dengan
Anak Kota eksternal
Palembang Evaluasi 1. Laporan kerja
2. Rapat evaluasi

Sumber : Diolah Penulis berdasarkan Teori Tadjudin Djuhendi (2000:117)


D. Jenis dan Sumber data

Adapun sumber data pada penelitian ini adalah

1. Sumber Primer

Sumber data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara

atau observasi. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan

wawancara kepada 6 orang informan. Informan pada penelitian ini adalah pejabat

terkait yang instansi, bagian, atau unitnya bergabung di dalam jaringan P2TP2A.

Wawancara dimulai dari tanggal 13 Maret 2018 sampai Tanggal 3 Mei 2018.

30
31

2. Sumber sekunder

Sumber data sekunder merupakan data yang berasal dari dokumen dan laporan-laporan

yang dapat mendukung penelitian ini yaitu laporan kasus kekerasan, laporan kasus

kekerasan yang telah diselesaikan, dan standar operasional prosedur P2TP2A dan Surat

Keputusan mengnai P2TP2A.

E. Informan

Penentuan informan dalam penelitian ini berdasarkan objek yang diteliti dan

berdasarkan keterkaitan informan tersebut dengan penelitian. Informan dalam penelitian ini

terdiri dari informan yang berkaitan dengan P2TP2A. Adapun informan yang terkait adalah:

1. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat

Kota Palembang.

2. Women crisis center Wilayah Kota Palembang.

3. Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang.

4. Dinas Kesehatan Kota Palembang.

5. Pemerhati Gender Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

6. TP PKK Kota Palembang

F. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2008:224) bahwa peneliti harus memilih teknik pengumpulan data

mana yang paling tepat, sehingga betul-betul didapat data yang valid dan mampu dilakukan

peneliti. Dalam teknik pengumpulan data untuk penelitian kualitatif lebih mengarah ke

wawancara dan observasi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah :

31
32

1. Observasi

Observasi yang dilakukan di P2TP2A Kota Palembang adalah mengamati semua aspek

yang dapat diamati berkaitan dengan kolaborasi P2TP2A Kota Palembang. Observasi

ini dlakukan dengan peneliti turun langsung ke lapangan untuk mengamati beberapa

kegiatan di lokasi penelitian, serta mengamati beberapa fasilitas standar yang dimiliki

oleh objek penelitian. Di mana dalam penelitian ini penulis hanya mengamati saja dan

tidak berperan serta dengan kegiatan yang ada. Adapun kegiatan yang diamati adalah

kegiatan pengelolaan manajemen kolaborasi yang dilakukan di P2TP2A.

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik dalam penelitian dengan mendapatkan

informasi dari para informan dengan cara bertanya langsung dengan responden. Di

dalam penelitian ini wawancara digunakan untuk menggali informasi tentang

bagaimana kolaborasi antar lembaga di P2TP2A dalam penanganan kasus kekerasan

terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang. Wawancara dilakukan kepada 6

orang informan. Informan pada penelitian ini adalah pejabat terkait yang instansi,

bagian, atau unitnya bergabung di dalam jaringan P2TP2A. Wawancara dimulai dari

tanggal 13 Maret 2018 sampai Tanggal 3 Mei 2018.

3. Dokumentasi

Dalam peneltiian ini metode dokumentasi digunakan untuk mengambil beberapa data

yang diperlukan meliputi laporan data kekerasan dari P2TP2A, karya ilmiah seperti

jurnal dan skripsi dari Hanum Ardiani Pusporatri (2013), Mia Fairuzia (2017), Pifik

Mochtar (2014), Seriahni Haloho (2013), Sulastri Lamria Simanjuntak (2017), Sylvana

Nur Cahyantika (2015), Titik Sumantri (2011), serta surat keputusan, undang-undang¸

peraturan menteri, dan buku-buku yang diterbitkan secara khusus mengenai P2TP2A.
32
33

G. Keabsahan data Penelitian

Keabsahan dalam penelitian kualitatif berdasarkan pada kepastian apakah hasil

penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan atau pembaca secara umum

(Cresswell & Milner, dalam Cresswell, 2013). Menurut Cresswell ada delapan strategi

keabsahan data yang dapat digunakan dari yang termudah sampai yang paling sulit untuk

diterapkan :

1. Triangulasi (triangulate) sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-


bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk
membangun justifikasi tema-tema secara koheren. Tema-tema yang dibangun
berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dari partisipan akan menambah
keabsahan penelitian.
2. Menerapkan member checking untuk mengetahui akurasi hasil penelitian. Member
checking ini dapat dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir atau diskripsi-
diskripsi atau tema-tema spesifik ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah
partisipan merasa bahwa laporan/diskripsi/tema tersebut sudah akurat. Hal ini tidak
berarti bahwa peneliti membawa kembali transkip-transkip mentah kepada partisipan
untuk mengecek akurasinya. Sebaliknya, yang harus dibawa peneliti bagian-bagian
dari hasil penelitian yang sudah dipoles, seperti tema-tema dan analisis kasus. Situasi
ini mengharuskan peneliti untuk melakukan wawancara tindak lanjut dengan para
partisipan dan memberikan kesempatan untuk berkomentar tentang hasil penelitian.
3. Membuat deskripsi yang kaya dan padat tentang hasil penelitian. Deskripsi ini
setidaknya harus berhasil menggambarkan setting penelitian dan membahas salah satu
elemen dari pengalaman-pengalaman partisipan. Ketika para peneliti kualitatif
menyajikan deskripsi yang detail mengenai setting misalnya, atau menyajikan banyak
perspektif mengenai tema, hasilnya bisa jadi lebih realistis dan kaya. Prosedur ini akan
menambah keabsahan hasil penelitian.
4. Mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti ke dalam penelitian. Dengan
melakukan refleksi diri terhadap kemungkinan munculnya bias dalam penelitian,
peneliti akan mampu membuat narasi yang terbuka dan jujur yang akan dirasakan oleh
pembaca. Refleksivitas dianggap sebagai salah satu karakteristik kunci dalam
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yang baik berisi pendapat-pendapat peneliti
tentang bagaimana interpretasi mereka terhadap hasil penelitian turut dibentuk dan
dipengaruhi oleh latar belakang partisipan seperti gender, kebudayaan, sejarah, dan
status sosial ekonomi.
5. Menyajikan informasi yang berbeda atau negatif yang dapat memberikan perlawanan
pada tema-tema tertentu. Karena kehidupan nyata tercipta dari beragam perektif yang
tidak selalu menyatu, membahas informasi yang berbeda sangat mungkin menambah
kredibilitas hasil penelitian. Peneliti dapat melakukan ini dengan membahas bukti
mengenai satu tema. Semakin banyak kasus yang disodorkan peneliti, maka akan

33
34

melahirkan sejenis problem tersendiri atas tema tersebut. Akan tetapi, peneliti juga
dapat menyajikan informasi yang berbeda dengan perspektif-perspektif dari tema
tersebut. Dengan menyajikan bukti yang kontradiktif, hasil penelitian bisa lebih
realistis dan valid.
6. Memanfaatkan waktu yang relatif lama di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal
ini, peneliti diharapkan dapat memahami lebih dalam fenomena yang diteliti dan dapat
menyampaikan secara detail mengenai lokasi dan orang-orang yang turut membangun
kredibilitas hasil narasi penelitian. Semakin banyak pengalaman yang dilalui peneliti
bersama partisipan dalam setting sebenarnya, semakin akurat dan valid hasil
penelitiannya.
7. Melakukan tanya jawab dengan sesama rekan peneliti untuk meningkatkan keakuratan
hasil penelitian. Proses ini mengharuskan peneliti mencari seorang rekan yang dapat
mereview untuk berdiskusi mengenai penelitian kualitatif sehingga hasil penelitiannya
dapat dirasakan orang lain selain oleh peneliti sendiri. Strategi ini yang melibatkan
interpretasi lain selain interpretasi dari peneliti sehingga dapat menambah validitas
hasil penelitian.
8. Mengajak seorang auditor (external auditor) untuk mereview keseluruhan proyek
penelitian. Berbeda dengan rekan peneliti, auditor ini tidak akrab dengan peneliti yang
diajukan. Akan tetapi kehadiran auditor tersebut dapat memberikan penilaian objektif,
mulai dari proses hingga kesimpulan penelitian. Hal yang akan diperiksa oleh auditor
seperti ini biasanya menyangkut banyak aspek penelitian, seperti keakuratan transkip,
hubungan antara rumusan masalah dan data, tingkat analisis data mulai dari data
mentah hingga interpretasi.

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu strategi yang akan dipakai

untuk menvalidasi data peneliti. Peneliti akan menggunakan strategi triangulasi. Alasan

menggunakan strategi tersebut karena strategi ini mudah dijangkau untuk digunakan oleh

peneliti dan dengan metode ini dirasa lebih mudah untuk dipraktekan dalam menvalidasi data

peneliti.

H. Teknik Analisis data

Penelitian ini adalah penelitian dengan metode kualitatif. Data yang sudah

dikumpulkan akan di analisis dengan teknik deskriptif. Dengan demikian penelitian ini adalah

penelitian dekriptif kualitatif. Adapun tahapan–tahapan analisis datanya, khususnya menurut

Creswell (2013: 276-283) adalah :

1. Mengolah data dan menginterpretasi data untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan
transkip wawancara, menscaning materi, mengerti data lapangan atau memilah-milah

34
35

dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung sumber
informasi.
2. Membaca keseluruhan data. Dalam tahap ini menulis catatan-catatan khusus atau
gagasan-gagasan umum tentang data yang diperoleh.
3. Membuat tema-tema yang muncul, menerapkannya untuk mencari pola hubungan
dimatriks.
4. Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan kedalam narasi
atau laporan kualitatif.
5. Mengiinterpretasi atau memaknai data.

Beberapa langkah tersebut selanjutnya akan digunakan dalam menganalisis data yang

diperoleh oleh penulis dalam penelitian ini. Selanjutnya data tersebut akan ditulis dalam

transkip wawancara, melakukan pemilihan tema sebagai hasil temuan, dan terakhir akan

dilakukan interpretasi data.

35
36

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

1. Sejarah P2TP2A

Perhatian pemerintah terhadap penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan

anak berawal dari pembentukan komnas perempuan yang diawali dengan terjadinya kerusuhan

Mei 1998. Kerusuhan Mei 1998 merupakan salah satu kerusuhan terburuk yang pernah

tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia. Banyak terjadinya kasus penjarahan, pengeroyokkan

dan pemerkosaan yang hampir terjadi disetiap sudut negara Indonesia. Maka dari itu

dibentuklah komnas perempuan sebagai respon atas persitiwa kekerasan dan pemerkosaan

yang menimpa etnis tionghoa. Komnas Perempuan lahir atas adanya desakan dari masyarakat

yang mengorganisir diri dengan nama Masyarakat Anti Kekerasan. Gerakan ini berhasil

mengumpulkan beberapa ribu tanda tangan sebagai bentuk dukungan dalam upaya meminta

pertanggung jawaban negara atas terjadinya kasus kekerasan dan pemerkosaan terhadap

perempuan yang terjadi pada Mei 1998. Atas desakan tersebut Presiden Habibie pada tanggal

15 Oktober 1998 menandatangani berdirinya Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

atau yang lebih dikenal dengan Komnas Perempuan.

Pembentukan P2TP2A sendiri terinspirasi oleh keberadaan women centre dibeberapa

negara melalui study banding. Dari negara tersebut diperoleh masukan bahwa keberadaan

women centre dianggap sangat membantu untuk mempercepat proses pemberdayaan

perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Menindak lanjuti hal tersebut

Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan menetapkan 3 Provinsi sebagai pilot project

36
37

pembentukkan P2TP2A yaitu Provinsi Jawa Barat, Lampung, dan Jawa Timur. Penunjukkan

Provinsi tersebut sebagai pilot project didasarkan atas :

1. Adanya kebutuhan yang mendesak di wilayah tersebut untuk membentuk P2TP2A

karena danya ketimpangan dalam menangani masalah perempuan dan anak. Sementara

jumlah pelayanan yang tersedia dimasyarakat kurang memadai.

2. Wilayah yang telah ditetapkan memiliki biro/bagian PP sebagai kepanjangan tangan

Kementrian Pemberdayaan Perempuan.

3. Tingginya perhatian dari pemerintah daerah setempat terhadap pemberdayaan

perempuan dan anak.

4. Wilayah tersebut telah memiliki embrio atau cikal bakal yang membentuk pusat

pelayanan terpadu berbasis masyarakat.

Alasan mendesak mengapa perlu dibentuk P2TP2A adalah karena masih banyak

kebutuhan dan hak perempuan yang belum terpenuhi serta kesenjangan antar perempuan dan

laki-laki semakin tinggi. Dengan alasan itulah pemerintah membentuk P2TP2A dengan

menentukan beberapa wilayah tadi sebagai pilot project pembentukan P2TP2A. Berikut

adalah kerangka pikir pembentukan, pemantapan dan pengembangan P2TP2A .

37
38

Kebutuhan dan Hak Perempuan Pelayanan Publik yang sudah ada di


masyarakat
1. Pendidikan
2. Kesehatan dan 1. Kejar paket A dan B
Lingkungan Hidup 2. Peningkatan Keterampilan
3. Ekonomi dan Tenaga 3. Posyandu, imunisasi,
Kerja BKB/GSI, ASI, Kesehatan
4. Hukum, Politik, dan Reproduksi, Rematri, Bidan di
Pengambilan Keputusan desa, Balai kesehatan
5. Informasi 4. Peningkatan Produktivitas
6. Perlindungan kekerasan Ekonomi Perempuan (PPEP),
dan perdagangan orang KUB, UPPKS, UPKG,
Koperasi/UMKM
5. Pendidikan Politik Perempuan

Wahana Pelayanan

Kajian Kelayakan

Dukungan Komitmen Dukungan


Lembaga Masyarakat Pemerintah
Masyarakat dan
Dunia Usaha
Sumber daya

P2TP2A

Gambar 3. Kerangka pikir pembentukan P2TP2A


Sumber : KPP Panduan Pemantapan dan Pengembangan P2TP2A (2005:13)

38
39

Dalam perkembangannya Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak telah memfasilitasi pembentukan P2TP2A di 14 Provinsi dan 41 Kabupaten/Kota.

Selama kurun waktu tersebut P2TP2A telah memiliki buku panduan P2TP2A yang digunakan

sebagai pedoman bagi daerah yang akan membentuk atau mendirikan P2TP2A. Disamping itu,

telah tersusun 10 modul yang dapat digunakan untuk pelatihan pengelola sesuai dengan

kondisi P2TP2A yang sudah ada.

Dalam proses pembentukan pusat pelayanan terpadu selama periode tahun 2002

sampai dengan 2007 pemerintah hanya memfasilitasi pembentukan P2TP2A saja, sedangkan

proses selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah bersama masyarakat

setempat untuk pengelolaan dan pemberian layanan kepada masyarakat. Setiap daerah yang

akan membentuk wadah ini dapat menentukan bentuk dan anam sesuai keinginan, tujuan, visi,

dan misi masing-masing daerah. Pada prinsipnya, pembentukan P2TP2A ini berbasis

masyarakat namun demikian dalam proses pembentukannya diperlukan adanya kekuatan

hukum yaitu berupa surat keputusan gubernur atau surat keputusan walikota setempat. Hal ini

salah satu bentuk koordinasi antar pemerintah dan masyarakat. Sehingga terjadi pembagian

peran antara pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaksana tugas di

lapangan.

2. P2TP2A Kota Palembang

Kota Palembang merupakan salah satu Kota dengan tingkat kekerasan yang tergolong

tinggi terhadap perempuan dan anak. Untuk itu pemerintah merespon akan pentingnya

pembahasan dalam menangani dan menanggulangi isu-isu adanya kekerasan yang dialami

oleh perempuan dan anak. Regulasi yang dilkeluarkan oleh kementrian negara pemberdayaan

perempuan dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No.16 Tahun 2008 tentang

39
40

Perlindungan Perempuan dan Anak merupakan landasan atas dibentuknya Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang yang ditandai dengan

dikeluarkannya Peraturan Walikota Palembang No.37 Tahun 2013. P2TP2A Kota Palembang

beranggotakan multistakeholder pemerhati perempuan dan anak, pemerintah, maupun non

pemerintah. Lembaga ini melakukan layanan advokasi bagi perempuan dan anak dari

kelompok rentan, utamanya perempuan dan anak korban kekerasan. Selain itu, lembaga ini

juga berfungsi untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota

Palembang dan memberikan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat merespon setiap

tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitar mereka. Berikut ini merupakan jumlah

kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang dalam beberapa tahun

40
41

terakhir.

Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak


700

600

500

400

300

200

100

0
2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 4. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang
Sumber: Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwasanya kasus kekerasan terhadap

perempuan dan anak di Kota Palembang masih terbilang cukup tinggi dari tahun ke tahun.

41
42

Namun, ini juga tidak bisa disimpulkan bahwasanya kinerja P2TP2A selama ini dapat

dikatakan gagal. Karena bisa saja besarnya kasus yang terdaftar di P2TP2A ini disebabkan

oleh semakin besarnya kesadaran masyarakat Kota Palembang dalam merespon setiap bentuk

kekerasan terhadap perempuan dan anak dilingkungan sekitar mereka.

3. Visi dan Misi

Sebagaimana sebuah lembaga yang dikelola secara profesional tentu P2TP2A

mempunyai visi, misi, tujuan, dan fungsi yang digunakan sebagai landasan maupun acuan

gerakan sebuah lembaga. Adapun visi dan misi serta tujuan dan fungsinya adalah sebagai

berikut :

a. Visi

Memberdayakan perempuan dan anak korban tindak kekerasan sesuai dengan prinsip

Hak Asasi Manusia.

b. Misi

1. Menjadikan kelembagaan P2TP2A sebagai pusat informasi gender dan anak

2. Memberikan pelayanan terpadu dan sebagai lembaga mediasi (tempat pelayanan

antara) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak

3. Menjalin kerjasama kemitraan antara pemerintah, lembaga/organisasi kemasyarakatan

dalam pemenuhan kebutuhan perempuan dan anak

4. Membangun mekanisme dialog, komunikasi, dan kemitraan antara pemerintah,

masyarakat, dan dunia usaha

4.Tujuan

a. Tujuan utama

42
43

Tujuan utama dibentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan

Anak (P2TP2A) adalah memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan dan anak

dalam rangka terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender melalui ketersediaan wadah

kegiatan mandiri

b. Tujuan khusus

1. Menyediakan sarana yang dikelola oleh masyarakat secara mandiri atau kemitraan

antara masyarakat dan pemerintah bagi perempuan yang membutuhkan untuk

mendapatkan informasi dan pelayanan bagi penyelesaian masalah yang dihadapi

perempuan dan anak korban tindak kekerasan.

2. Meningkatkan kepedulian berbagai lembaga atau organisasi masyarakat dan

pemerintah untuk memberikan pelayanan yang bersahabat bagi perempuan dan anak.

3. Meningkatkan tanggung jawab semua pihak untuk mencegah, menghentikan dan tidak

mentolerir segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.

4. Terbebasnya perempuan dan anak dari berbagai tindakan kekerasan berbasis gender

pada berbagai aspek kehidupan.

5. Tugas dan Fungsi

a.Tugas

43
44

P2TP2A mempunyai tugas memberikan pelayanan fisik, informasi, rujukan, dan konseling

serta membantu penyelesaian permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak berbasis

gender.

b. Fungsi :

1. Penyadaran dan pemulihan terhadap perempuan dan anak akan hak asasi sebagai

manusia.

2. Pemberdayaan perempuan dan anak korban kekerasan yang berbasis gender.

3. Penyediaan informasi yang diperlukan dalam mengupayakan pemeliharaan perempuan

dan anak yang berbasis gender.

6. Struktur Organisasi dan Job Description

a. Job description :

1. Penasehat

Penasehat mempunyai tugas memberikan nasehat, pembinaan dan petunjuk kepada

personil P2TP2A khusunya kepada ketua atas kelancaran pencapaian tugas P2TP2A

sesuai dengan visi dan misinya.

2. Pengarah

Mempunyai tugas memberikan arahan dan petunjuk kepada personil P2TP2A

khusunya kepada ketua atas kelancaran penyelenggaraan kegiatan P2TP2A sesuai

dengan visi dan misinya.

3. Koordinator

44
45

a) Mengkoordinasikan berbagai tugas dan fungsi P2TP2A agar dapat berjalan

dengan baik.

b) Sebagai mediator dan katalisator dalam mensinergikan antar instansi terkait.

c) Menyiapkan sarana dan prasarana serta membantu pendanaan/budgeting.

4. Ketua

a) Memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi P2TP2A sebagimana dimaksud pasal

5.

b) Melakukan fungsi koordinasi dari divisi-divisi program.

c) Menyusun rencana program dari divisi-divisi untuk diajukan kepada kordinator

program.

d) Menjalin hubungan dan mengembangkan dengan pihak-pihak lain dalam upaya

penguatan kapasitas lembaga.

5. Ketua I

a) Menjalankan kegiatan internal organisasi lemabag P2TP2A dan

mengkoordinasikan seluruh tugas divisi dalam melaksanakan program dan

kegiatan.

b) Mewakili ketua apabila berhalangan.

c) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan ketua.

6. Ketua II

a) Menjalankan operasi dan eksternal organisasi lemabaga P2TP2A serta

menkorrdinasikan seluruh tugas divisi dalam melaksanakan program-program.

b) Mewakili ketua apabila berhalangan.

c) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh ketua.

7. Ketua Pelaksana Harian


45
46

a) Memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi P2TP2A sehari-hari.

b) Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi dinas divisi-divisi.

c) Menyusun rencana program dari divisi-divisi untuk diajukan kepada

koordinator.

d) Menjalin hubungan dan mengembangkan dengan pihak-pihak lain dalam upaya

penguatan kapasitas lembaga.

e) Melaksanakan evaluasi dan monitoring secara rutin terhadap kinerja divisi-

divisi program, serta menyusun laporan dan evaluasi tersebut untuk dilaporkan

kepada koordinator lembaga sebagai bahan rapat pleno.

f) Mewakili P2TP2A dalam aktifitas menjalin kemitraan, menghadiri undangan

dari pihak luar serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan tujuan P2TP2A.

g) Mengkoordinasikan anggota divis dalam pelaksaan dan penempatan rencana

kerja.

8. Sekretaris

a) Menyelenggarakan urusan administrasi, surat menyurat, menyusun program,

rekapitulasi data, dokumentasi dan kearsipan.

b) Membantu ketua pelaksana harian dalam memfasilitasi administrasi

operasional kegiatan dari masing-masing divisi.

9. Wakil Sekretaris

a) Membantu sekretaris menyelengarakan urusan administrasi, surat-menyurat,

menyusun program, rekapitulasi data, dokumentasi, dan kearsipan.

b) Membantu sekretaris dalam memfasilitasi administrasi operasional kegiatan

dari masing-masing divisi.

10. Bendahara
46
47

a) Bertanggung jawab melaksanakn fungsi-fungsi administrasi keuangan

P2TP2A.

b) Membantu ketua pelaksana harian dalam memfasilitasi operasional kegaiatan

dari setiap divisi di dalam P2TP2A.

11. Divisi Pendampingan dan Advokasi

a) memberikan pendampingan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak

yang menjadi korban tindak kekerasan.

b) melakukan dan melaksanakan pendampingan ke lembaga terkait seperti

lembaga bantuan hukum, kepolisian, pengadilan, hukum dan psikososial.

c) memberikan perlindungan dan pengamanan terhadap orang yang mengalami

tindak kekerasan maupun orang yang melaporkan terhadap ancaman dan

intimidasi dari pihak lain.

12. Divisi pendidikan, Kajian, dan Penelitian

a) mengupayakan dan mempengaruhi respon aparat penegak hukum, sehingga

dapat membangun sensitifitas gender dalam kebijakan-kebijakan yang

dilahirkan terutama materi-materi hukum yang tidak merugikan hak-hak

perempuan.

b) meningkatkan kemampuan personil bersama-sama komponen masyarakat yang

lain untuk memberikan pendidikan terhadap perempuan dan anak korban

ketidakadilan secara optimal dan menjawab perkembangan persoalan-persoalan

ketimpangan gender dan kekerasan terhadap perempuan yang muncul ditengah-

tengah masyarakat.

47
48

c) mengadakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan serta

melakukan penyuluhan-penyuluhan yang memuat berbagai peningkatan

pengetahuan tentang kesetaraan dan keadilan gender.

13. Divisi Penguatan Jaringan, Informasi, dan Dokumentasi

a. Pengelolaan pemberdayaan dan sosialisasi tentang upaya pencegahan tindak

kekerasan terhadap perempuan dan akan melalui media informasi dalam bentuk

visual dan cetak.

b. Memberikan informasi tentang segala sesuatu yang dibutuhkan bagi

perlindungan perempuan dan anak dan bagi perempuan korban kekerasan.

c. Mencari informasi tentang kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, baik

dilingkungan rumah maupun diluar rumah untuk ditindaklanjuti.

d. Mengubah pandangan masyarakat tentang kekerasan terhadap perempuan dan

anak di dalam rumah tangga menjadi sebuah persoalan penalnggaran ham yang

seharusnya menjadi tanggung jawab bersama melalui penyebarluasan dan

media massa.

e. Membuat booklet tentang pendidikan, penyembuhan dan pencegahan dari

kekerasan dan penganiayaan terhadap perempuan dan anak.

14. Divisi pelayanan dan Pemulihan

a) melaksanakan rujukan dan tindakan medis terhadap para korban kekerasan baik

fisik maupun non fisik melalui kerjasama dengan berbagai rumah sakit dan

pusat krisis terpadu lainnya.

b) memberikan pelayanan konseling dan secara psikologi melalui tatap muka,

telepon, surat maupun dengan media lainnya.

48
49

c) memberikan pelayanan pemulihan terhadap korban tindak kekerasan, paksa dan

terapi pengobatan.

15. Staf Ahli

Memberikan telahaan dan analisis terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan

P2TP2A.

b. Struktur Organisasi

Penasehat

Pengarah Ketua

Koordinator

Ketua II Ketua I Staff Ahli

Ketua Pelaksana

Bendahara Sekretaris

Wakil Sekretaris

Sekretariat

Divisi, Divisi
Divisi Divisi
Penguatan Pelayanan
Pendampingan Pendidikan,
Jaringan, dan
dan Advokasi Kajian, dan
Informasi dan Pemulihan
Penelitian
Dokumentasi

Gambar 5. Struktur Organisasi P2TP2A


Sumber : Peraturan Walikota No.57 Tahun 2013

49
50

7. Manajemen Pengelolaan P2TP2A

Pengelolaan yang baik dalam sebuah organisasi merupakan suatu hal yang sangat

penting. Terlebih lagi bila organisasi tersebut menyangkut pelayanan publik. P2TP2A Kota

Palembang membutuhkan manajemen pengelolaan yang efektif yang mengacu pada standar

yang telah diberikan Kementrian Pemberdayaan Perempuan. Pengelolaan P2TP2A di Kota

Palembang dengan manajemen pengelolaan oleh kolaborasi antara sektor swasta dan

pemerintah merupakan upaya pemerintah dalam memenuhi hak dan kebutuhan masyarakat

sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dalam melaksanakan pengelolaan P2TP2A

terdapat beberapa tahapan-tahapan yaitu :

a. Perencanaan

Perencanaan merupakan sebuah proses awal dalam sebuah organisasi yang bertujuan

untuk mengatur hal-hal dasar di dalam organisasi. Di mana nantinya akan sangat

membantu anggota yang terdapat di dalam organisasi untuk menjalankan tugas dan

fungsinya. Tidak terkecuali dengan P2TP2A. Sebagai pemberi pelayanan kepada

masyarakat khususnya perempuan dan anak, maka perencanaan yang matang sangatlah

diperlukan. Dengan adanya struktur organisasi dan individu-individu yang terlibat

dalam kepengurusan P2TP2A, maka para pengurus dan pengelola merumuskan dan

menyusun :

a. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga

b. Visi dan Misi kelembagaan

c. Program dan kegiatan dari bagian/divisi yang telah ditentukan

d. Jenis layanan yang disediakan

50
51

e. Mekanisme kerja P2TP2A berdasarkan prinsip-prinsi manajemen yang

dibutuhkan secara menyeluruh dan rinci/detail.

b. Pelaksanaan

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya P2TP2A melakukan rapat kordinasi diawal

tahun dan akhir tahun, seminggu sekali, serta secara insidental. Hal ini dilakukan

sebagai bentuk persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan ataupun sebagai

bentuk upaya antar instansi agar dapat menjalin kerjasama yang harmonis antar

anggota P2TP2A itu sendiri. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya P2TP2A

membagi beberapa instansi yang terdapat di dalam P2TP2A kebeberapa divisi sesuai

dengan keahlian dari masing-masing instansi. Dengan ini diharapkan P2TP2A dapat

bekerja secara efektif dan efisien. Aktivitas P2TP2A sendiri disesuaikan dengan

kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang ada. Hal tesebut dimaksudkan agar si

pemberi layanan dapat bekerja dengan baik dan si penerima layanan dapat memperoleh

pelayanan dengan baik dan nyaman.

c. Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan P2TP2A dapat dilakukan melalui mekanisme

kerja yang telah tersusun untuk memperoleh informsi sejauh mana kegaiatan P2TP2A

telah terlaksana. Pemantauan dan pengawasan ini dilakukan oleh ketua umum harian

P2TP2A terhadap para divisi dan anggota P2TP2A lain. untuk evaluasi sendiri

biasanya dilakukan secara periodik setiap enam bulan sekali sebagai sarana informasi

untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan layanan yang lebih baik. Hasil

pemantauan tersebut sebagai dasar upaya pengembangan dan pelaksanaan kegiatan

P2TP2A.

d. Pelaporan
51
52

Setelah dilakukan pemantauan atau pengawasan dan evaluasi dilakukan, maka hasil-

hasil pemantauan dan evaluasi tersebut dapat dituangkan dalam bentuk laporan

kegiatan. Perlaporan tersebut disampaikan ketua umum P2TP2A kepada semua pihak

terkait untuk melihat sejauh mana masyarakat telah memberikan kontribusi dan

manfaat bagi perempuan dan anak.

8. Kegiatan-kegiatan P2TP2A

Dalam melaksanakan tugas dan fungisnya P2TP2A melaksanakan beberapa kegiatan

yang sesuai dengan tujuan, tugas, dan fungsi mereka. Adapun kegiatan tersebut sebagai

berikut :

a. Penyediaan data dan informasi

Penyediaan data dan informasi sangat penting dimiliki oleh sebuah lembaga. Data-data

tersebut dapat memberikan gambaran tentang permasalahan yang banyak dialami

masyarakat dan menentukan jenis layanan yang prioritas harus disediakan untuk

masyarakat. Data dan informasi yang diberikan berupa data yang akurat tentang jumlah

kasus dan permasalahan yang dialami masyarakat, seperti data dibidang pendidikan,

kesehatan, ekonomi, tindak kekerasan, ketenagakerjaan, sosial dan sebagainya.

Disamping itu pula P2TP2A memberikan informasi mengenai prosedur untuk

memperoleh layananan-layananan yang ada di P2TP2A kepada masyarakat.

b. Kegiatan pelayanan

dalam melaksanakan tugas dan funsinya P2TP2A memberikan pelayanan kepada

masyarakat yang membutuhkan bantuan kepada P2TP2A. Adapun layanan yang

diberikan sebagai berikut :

52
53

1) Konseling

2) Terapi psikologis dan medis

3) Pendidikan dan pelatihan

4) Pendampingan

c. Kegiatan promosi

Kegiatan promosi dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat

anatara lain tentang keberadaan P2TP2A dan jenis pelayanan serta fasilitas yang

tersedia di dalam P2TP2A. Promosi ini dapat dilakukan dengan menggunakan poster,

banner, media cetak, serta media elektronik.

d. Pusat rujukan

Selain pelayanan yang diuraikan di atas, P2TP2A dapat memberikan pelayanan yang

diminta oleh perempuan meskipun tempat pelayanan ini tidak tersedia, yaitu dengan

cara meruju tempat layanan lain yang tersedia.

e. Kegiatan pengembangan jaringan

Pemberian layanan oleh P2TP2A kepada masyarakat akan tergantung pada

ketersediaan dan kesiapan fasilitas yang dimiliki oleh mitra kerja P2TP2A. oleh karena

itu, pengembangan jaringan kerjasama antar mitra kerja menjadi sangat penting.

Jaringan kerjasama dengan fasilitator dibangun dan dikenbangkan melalui berbagai

forum seperti peremuan konsultasi dan kordinasi secara berkala.

53
54

9. Mekanisme Kerja Kemitraan

LSM, Ormas,
P2TP2A Pemerintah
Akademisi

Layanan yang
tersedia

Data dan Pelayanan Promosi Pengembangan Pusat


Informasi Jejaring Rujukan

 Masyarakat
 Perempuan dan Anak
yang membutuhkan
perlindungan

Gambar 6. Mekanisme kerja kemitraan


Sumber : KPP Panduan Pemantapan dan Pengembangan P2TP2A (2005:13)

54
55

10. Manajemen Kolaborasi di P2TP2A

Uraian berikut ini merupakan hasil wawancara penulis dengan Ketua Pelaksana Harian

di P2TP2A, Staf Ahli di P2TP2A, Anggota Divisi Pendampingan dan Advokasi, Kordinator

Pelayanan dan Pemulihan, serta Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika Kota

Palembang.

a. Divisi Pendampingan dan Advokasi

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang

memiliki tugas untuk melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Kota

Palembang. Salah satu upaya perlindungan tersebut adalah dengan memberikan pendampingan

dan advokasi terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan di Kota

Palembang. Ketika P2TP2A mampu memberikan pendampingan dan advokasi terhadap

korban kekerasan berarti P2TP2A sudah menjalankan tugasnya dalam hal melindungi korban

kekerasan baik dari hak nya dalam berhadapan dengan hukum ataupun sebagai bentuk

perlindungan kepada korban dari bentuk intimidasi ataupun ancaman dari pihak lain. Untuk

itulah P2TP2A membentuk Divisi Pendampingan dan Advokasi dalam menjalankan tugasnya

sebagai forum kolaborasi yang mampu melindungi perempuan dan anak. Adapun tugas dan

fungsi Divisi Pendampingan dan Advokasi sebagai berikut :

a) memberikan pendampingan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak

yang menjadi korban tindak kekerasan.

b) melakukan dan melaksanakan pendampingan ke lembaga terkait seperti

lembaga bantuan hukum, kepolisian, pengadilan, hukum dan psikososial.

55
56

c) memberikan perlindungan dan pengamanan terhadap orang yang mengalami

tindak kekerasan maupun orang yang melaporkan terhadap ancaman dan

intimidasi dari pihak lain.

Dalam menjalankan tupoksi divisi tersebut maka dipilihlah beberapa anggota yang

dirasa memiliki latar belakang dan keahlian yang sesuai dengan tupoksi divisi tersebut.

Anggota yang bergabung dengan Divisi Pendampingan dan Advokasi terdiri dari beberapa

instansi Pemerintah serta Ormas yang ada di Kota Palembang. Adapun anggota dari Divisi

Pendampingan dan Advokasi adalah sebagai berikut :

1) Women Crisis Centre Palembang

2) Bagian Hukum dan Ham Sekretariat Daerah Kota Palembang

3) Seksi Pembinaan Organisasi Perempuan

4) Lembaga Bantuan Hukum Kota Palembang

5) Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya pengelolaan divisi ini dibagi menjadi 3(tiga)

bagian yaitu proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1) Perencanaan

Dalam melaksanakan perencanaan awal di dalam divisi ini para anggota divisi

melakukan rapat internal guna membahasa masalah mekanisme pembagian kerja per

anggota divisi serta merumuskan bentuk-bentuk pola-pola kordinasi antar para anggota

nantinya dalam hal melaksanakan pendampingan dan advokasi terhadap para korban

kekerasan. Pembagian kerja per anggota divisi sangat ditentukan oleh latar belakang

setiap instansi dan ormas yang ada serta keahlian yang dimiliki oleh tiap instansi

ataupun ormas yang tergabung di dalam divisi pendampingan dan advokasi. Berikut

56
57

merupakan tupoksi dari masing-masing anggota di dalam divisi advokasi dan

pendampingan:

a) Women Crisis Centre

Women Crisis Centre bertugas sebagai penyedia fasilitas selama pendampingan

dan advokasi serta membantu Pokja I TP PKK Kota Palembang dalam

mendampingi korban kekerasan selama proses penyelidikan dan persidangan

berlangsung.

b) Bagian Hukum dan Ham Sekretariat Daerah Kota Palembang

Menyediakan informasi mengenai berbagai produk hukum yang nantinya

berguna terhadap proses penyelidikan dan pengadilan serta merumuskan

produk-produk hukum yang ada di P2TP2A itu sendiri dan bekerjasama dengan

Lembaga Bantuan Hukum terkait dengan jalan yang akan mereka ambil ketika

di persidangan.

c) Seksi Pembinaan Organisasi Perempuan

Seksi Pembinaan Organisasi Perempuan bertugas sebagai penyambung

komunikasi P2TP2A dengan organisasi perempuan yang ada di Kota

Palembang yang dapat berfungsi sebagai media korban untuk melaporkan

tindak kekerasan. Organisasi perempuan yang tersebar di Kota Palembang

selain berfungsi untuk melindungi hak perempuan dan anak juga dapat

berfungsi sebagai sarana pengaduan korban kekerasan terhadap perempuan dan

anak.

d) Lembaga Bantuan Hukum Palembang

57
58

Memberikan dampingan hukum kepada korban ketika menjalani proses

persidangan di pengadilan.

e) Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang

Mendampingi korban dalam melakukan visum sampai dengan melakukan

pelaporan dan persidangan.

2) Pelaksanaan

Dalam melaksanakan tugasnya divisi ini melakukan koordinasi yang intens dengan

divisi pelayanan dan pemulihan. Karena seperti yang kita ketahui bahwasanya setiap

korban kekerasan terhadap perempuan dan anak wajib mendapatkan pelayanan

pemulihan terkait cedera yang dialaminya baik itu berbentuk fisik maupun psikis.

Setiap anggota yang tergabung di dalam divisi ini juga saling membantu dalam

melaksanakan tupoksi dari divisi tersebut. Dalam divisi ini juga para korban akan

diberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan para korban seperti dalam bentuk

perlindungan rumah aman.

3) Evaluasi

Dalam melaksanakan evaluasi divisi ini membuat laporan kerja dalam waktu 3(tiga)

bulan sekali yang akan diserahkan kepada ketua harian serta ketua umum P2TP2A dan

selanjutnya akan menjadi bahan pemerintah Kota untuk melakukan evaluasi terhadap

P2TP2A.

Berikut ini adalah mekanisme kerja anggota Divisi Pendampingan dan Advokasi:

1) Women Crisis Centre

Dalam melaksanakan tugasnya women crisis centre melakukan kordinasi dengan

Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang dalam usaha mendampingi korban.

58
59

Korban yang mendapat penanganan dari WCC sebelumnya membuat pelaporan

terlebih dahulu baik itu dari Unsur Kelompok Kerja II TP PKK Kota Palembang,

Organisasi Perempuan, ataupun dari Pihak kepolisian. Pihak WCC juga bekerjasama

dengan UPPA Polres dalam upaya mendampingi serta melindungi korban kekerasan.

Women Crisis Centre sendiri memiliki fasilitas rumah aman yang dapat dijadikan

tempat tinggal sementara untuk para korban selama menjalani proses persidangan. Ini

bertujuan untuk menghindarkan korban dari segala bentuk intimidasi yang dilakukan

oleh pihak lain selama proses persidangan berjalan. Dalam melakukan tugas dan

fungsinya WCC juga berkoordinasi dengan Divisi Pelayanan dan Pemulihan dalam hal

mengenai proses visum dan pemulihan cedera yang dialami korban.

2) Bagian Hukum dan Ham

Bagian Hukum dan Ham dalam melaksanakan tugasnya mereka merumuskan segala

bentuk produk hukum yang ada di P2TP2A serta membantu peran dari lembaga

bantuan hukum dalam melakukan pendampingan terhadap korban selama persidangan.

Adapun beberapa peran yang mereka lakukan dalam membantu proses persidangan

adalah dengan memberikan saran kepada pihak lembaga bantuan hukum serta

mengumpulkan produk-produk dokumentasi hukum yang di mana nantinya akan

berguna ketika di dalam proses persidangan.

3) Seksi Pembinaan Organisasi Perempuan

Seksi Pembinaan Organisasi Perempuan yang membawahi banyak organisasi

kewanitaan yang ada di Kota Palembang tentunya memiliki akses untuk berkoordinasi

dengan organisasi tersebut. Untuk itu organisasi perempuan berfungsi sebagai alat

komunikasi antar organisasi kewanitaan dengan P2TP2A. Organisasi kewanitaan

59
60

sendiri di Kota Palembang merupakan salah satu sarana pelaporan para korban

kekerasan

4) Lembaga Bantuan Hukum Palembang

Lembaga Bantuan Hukum Palembang melakukan pendampingan terhadap korban

kekerasan ketika di dalam proses persidangan agar setiap korban mendapatkan hak nya

ketika dalam proses persidangan. Dalam melaksanakan tugasnya Lembaga Bantuan

Hukum juga berkolaborasi dengan Bagian Hukum dan Ham dalam upaya

pendampingan korban kekerasan di dalam persidangan.

5) Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang

Unsur Kelompok kerja I ini berfungsi sebagai pendamping korban kekerasan dalam

melakukan pemeriksaan hingga ketika korban melakukan pelaporan. Unsur kelompok I

ini juga saling berkoordinasi dengan WCC dalam mendampingi korban kekerasan

terhadap perempuan dan anak serta berkoordinasi juga dengan Divisi Pelayanan dan

Pemulihan mengenai pemulihan cedera yanga ada pada korban kekerasan.

60
61

Korban

Pembinaan Unsur Pokja II TP


Organisasi PKK Kota
Perempuan Palembang

WCC dan Unsur Pokja I Divisi Pelayanan dan


Rumah aman TP PKK Kota Palembang Pemulihan

Kepolisian

Lembaga Bagian Hukum


Bantuan Hukum dan Ham

Pengadilan

Gambar 9. Pola Kerjasama angota di Divisi Pendampingan dan Advokasi


Sumber : Diolah penulis berdasarkan wawancara dengan informan

61
62

b. Divisi Pendidikan, Penelitian, dan Kajian

Dalam upaya mensosialisasikan mengenai hak-hak perempuan dan anak serta dalam

upaya pengesetaraan gender maka diperlukanlah sebuah divisi yang mampu memberikan

sosialiasi yang baik kepada masyarakat dengan memberikan pencerdasan kepada masyarakat

mengenai hak-hak perempuan dan kesetetaraan gender. Divisi tersebut selain memberikan

informasi-informasi berupa sosialisasi dan penyuluhan dapat juga melakukan pelatihan-

pelatihan yang bertujuan sebagai sarana pengembangan diri para wanita. Hal ini bertujuan

untuk mewujudkan perempuan yang mampu berdaya saing serta hidup mandiri. Di dalam

P2TP2A sendiri divisi yang melaksanakan tugas berupa sosialisasi terhadap hak-hak

perempuan dan anak serta melakukan pelatihan-pelatihan yang bertujuan mengembangkan diri

perempuan adalah Divisi Pendidikan, Penelitian, dan Kajian. Adapun tugas dan fungsi dari

Divisi Pendidikan, Pelatihan, dan Kajian adalah sebagai berikut:

a) mengupayakan dan mempengaruhi respon aparat penegak hukum, sehingga dapat

membangun sensitifitas gender dalam kebijakan-kebijakan yang dilahirkan terutama

materi-materi hukum yang tidak merugikan hak-hak perempuan.

b) meningkatkan kemampuan personil bersama-sama komponen masyarakat yang lain

untuk memberikan pendidikan terhadap perempuan dan anak korban ketidakadilan

secara optimal dan menjawab perkembangan persoalan-persoalan ketimpangan gender

dan kekerasan terhadap perempuan yang muncul ditengah-tengah masyarakat.

c) mengadakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan serta melakukan

penyuluhan-penyuluhan yang memuat berbagai peningkatan pengetahuan tentang

kesetaraan dan keadilan gender.

62
63

Dalam menjalankan tugas dan fungsi divisi tersebut terdapat 3 (tiga) anggota yang

saling bekerjasama menjalankan tupoksi dari Divisi Pendidikan, Kajian, dan Penelitian.

Adapun 3(tiga) anggota yang terdapat di dalam divisi tersebut sebagai berikut :

1) Pemerhati Gender Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

2) Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Palembang

3) Unsur Kelompok Kerja III TP PKK Kota Palembang

Dalam menjalankan tugas dan fungsi divisi ini, para anggota tersebut saling bekerja

sama dalam melaksanakan tugas dan fungsi dari Divisi Pendidikan, Kajian, dan Penelitian.

Dalam upaya pengelolaan divisi ini terbagi menjadi 3(tiga) bagian yaitu proses perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi.

1) Perencanaan

Dalam melakukan perencanaan divisi. Divisi ini sendiri melakukan pembagian

kerja antar tiap anggota serta merumuskan perencanaan beberapa kegiatan dan

program yang akan dilakukan kedepannya guna memperjuangkan hak-hak perempuan

dan anak serta upaya penyetaraan gender di lingkungan masyarakat Kota Palembang.

Pembagian kerja yang dilakukan di dalam divisi ini berdasarkan dengan keahlian

masing-masing dari anggota yang tergabung di dalam Divisi Pendidikan, Penelitian,

dan Kajian. Adapun pembagian tupoksi di dalam Divisi Pendidikan, Penelitian, dan

Kajian adalah sebagai berikut :

a) Pemerhati Gender Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Pemerhati Gender di sini bertugas sebagai perancang beberapa kegiatan yang

berupa sosialisasi ataupun pencerdasan mengenai hak-hak perempuan dan

anak. Kegiatan yang dilakukan di sini dapat berupa kajian ataupun penyuluhan.

63
64

b) Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Palembang

Di dalam divisi ini Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas

Sosial bertugas untuk memberikan pendidikan terhadap perempuan dan anak

korban ketidakadilan secara optimal.

c) Unsur Kelompok Kerja III Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan

Keluarga Kota Palembang

Unsur kelompok kerja bertugas sebagai pelaksana pelatihan-pelatihan yang

dapat meningkatkan kapasitas para perempuan dari segi kemampuan dan

ekonomi. Di mana nantinya dengan adanya pelatihan ini para perempuan

memiliki posisi yang kuat di masyarakat dan mampu hidup secara mandiri.

Mengenai perencanaan kegiatan dan program masing-masing dari beberapa

anggota tadi. Para anggota merumuskan beberapa program yang sesuai dengan tupoksi

mereka serta sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Program yang akan diajukan

tadi sebelumnya dibuat estimasi biaya anggaran terlebih dahulu dari masing-masing

program. Setelah itu nantinya program yang akan diusulkan oleh Divisi ini dibawa

kedalam rapat kordinasi anggota P2TP2A untuk disetujui serta kemudian dibuatkan

rancangan anggarannya.

2) Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Divisi ini. Para anggota tadi saling

berkoordinasi dengan divisi lain yang terdapat di dalam P2TP2A. dalam melaksanakan

sebuah kegaiatan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak perempuan dan anak

serta kegiatan dalam bentuk pelatihan. Divisi ini dibantu oleh divisi lain dalam hal

kepanitiaan. Tugas masing-masing anggota yang di luar Divisi Pendidikan, Pelatihan,

dan Kajian disesuaikan dengan keahlian mereka masing-masing dan peran mereka di
64
65

dalam divisi mereka sendiri. Dalam proses kegiatan sosialisasi dan penyuluhan

seringkali narsumber yang didatangkan oleh P2TP2A merupakan orang ataupun

instansi diluar P2TP2A serta para mitra kerjasama P2TP2A yang diluar struktur

kepengurusan. Dalam melaksanakan upaya pendidikan terhadap perempuan dan anak

yang menjadi korban ketidakadilan secara optimal. Divisi ini bekerjasama secara

langsung dengan organisasi terkait yang diluar struktur kepengurusan P2TPA.

3) Evaluasi

Dalam melaksanakan tugas evaluasi divisi ini membuat laporan kerja yang

ditujukan kepada ketua umum harian untuk selanjutnya diserahkan kepada ketua umum

P2TP2A dan akan ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kota Palembang. Laporan kerja ini

sebagai bentuk pertanggung jawaban Divisi Pendidikan, Pelatihan, dan Kajian yang di

mana nantinya akan digunakan oleh Pemerintah Kota Palembang sebagai bahan

evaluasi P2TP2A. Untuk pertanggung jawaban mengenai anggaran yang telah

digunakan penyusunan pertanggung jawaban tersebut hanya dilakukan oleh Tim

Bendahara serta Penanggung jawab kegiatan tersebut.

Berikut ini adalah mekanisme kerja anggota Pendidikan, Kajian, dan Penelitian:

1) Pemerhati Gender Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Dalam melaksanakan tugasnya. Pemerhati Gender UIN Raden Fatah merumuskan

beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pemenuhan hak perempuan dan anak serta

kesetaraan gender di Kota Palembang. Dalam merumuskan kegiatan tersebut

Pemerhati Gender berkoordinasi dengan Ketua Harian P2TP2A mengenai

pembentukan kegiatan. Kegiatan yang dilakukan di dalam P2TP2A haruslah sesuai

dengan kebutuhan kondisi masyarakat yang ada di Kota Palembang. Selain kegiatan

dalam bentuk pencerdasan hukum mengenai hak perempuan dan anak di Kota
65
66

Palembang. seringkali kegiatan yang dilakukan juga berupa pencerdasan politik untuk

kaum perempuan yang ada di Kota Palembang. Pemerhati Gender UIN Raden Fatah di

sini juga melakukan koordinasi dengan Divisi Penguatan Jaringan, Informasi, dan

Komunikasi mengenai pemberian informasi kepada masyarakat tentang P2TP2A

melalui billboard, banner, booklet, website, media cetak dan media elektronik.

2) Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Palembang

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Bidang Pelayanan dan Rehablitasi Sosial

Dinas Sosial Kota Palembang yang bertugas dalam memberikan pendidikan terhadap

perempuan dan anak yang mengalami ketidakadilan. Mereka melakukan koordinasi

dengan lembaga terkait seperti Dinas Pendidikan. Dalam menjalankan tugas dan fungsi

tersebut Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Palembang

sendiri dibantu oleh Bagian Humas Kota Palembang dalam hal melakukan beberapa

koordinasi dengan lembaga yang diluar sturktur kepengurusan P2TP2A.

3) Unsur Kelompok Kerja III TP PKK Kota Palembang

Unsur Kelompok Kerja III TP PKK Kota Palembang dalam melaksanakan kerjanya

mereka melakukan berbagai macam pelatihan dan penyuluhan guna meningkatkan

kualitas perempuan baik itu perempuan yang menjadi korban kekerasan atau bukan.

Dalam melakukan berbagai macam pelatihan mereka menjalin komunikasi dengan TP

PKK Kota Palembang dalam hal mencari narasumber untuk memberikan pelatihan

keterampilan kepada para perempuan yang membutuhkan di Kota Palembang

c. Divisi Penguatan Jaringan, Informasi, dan Dokumentasi

Di dalam pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak

yang memilik tugas utama sebagai sebuah forum kolaborasi yang mampu melindungi hak-hak

66
67

perempuan dan anak. Maka dari itu, diperlukanlah sebuah divisi yang mampu

mengkampanyekan hak-hak perempuan dan anak yang di mana nantinya dengan adanya

kampanye tersebut maka hak-hak perempuan dan anak dapat terpenuhi. Di dalam P2TP2A

sendiri telah dibentuk divisi yang memiliki tugas tersebut yaitu divisi penguatan jaringan,

informasi, dan dokumentasi. Adapun tugas dan fungsi divisi ini sebagai berikut :

a) Pengelolaan pemberdayaan dan sosialisasi tentang upaya pencegahan tindak

kekerasan terhadap perempuan dan akan melalui media informasi dalam bentuk

visual dan cetak.

b) Memberikan informasi tentang segala sesuatu yang dibutuhkan bagi

perlindungan perempuan dan anak dan bagi perempuan korban kekerasan.

c) Mencari informasi tentang kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, baik

dilingkungan rumah maupun diluar rumah untuk ditindaklanjuti.

d) Mengubah pandangan masyarakat tentang kekerasan terhadap perempuan dan

anak di dalam rumah tangga menjadi sebuah persoalan pelanggaran HAM yang

seharusnya menjadi tanggung jawab bersama melalui penyebarluasan dan media

massa.

e) Membuat booklet tentang pendidikan, penyembuhan dan pencegahan dari

kekerasan dan penganiayaan terhadap perempuan dan anak.

Dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut di dalam divisi ini terdapat 2 (dua)

instansi pemerintah dan 1 (satu) organisasi masyarakat yang saling berkolaborasi dalam

menjalankan tupoksi dari divisi tersebut. Adapun ketiga anggota tersebut adalah :

1) Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang

67
68

2) Sekretariat Daerah Palembang melalui Bagian Hubungan Masyarakat

3) Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Kota Palembang melalui

unsur Pokja II

Di dalam menjalankan tugas dan fungsi manajemen ini tentunya ada beberapa proses

manajemen yang akan dijalani seperti proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi ataupun

pengawasan.

1) Perencanaan

Di dalam perencanaan divisi ini tentunya hal yang direncanakan harus sesuai dengan

tugas dan fungsi yang ada dari divisi yang bersangkutan dalam hal ini Divisi

Penguatan Jaringan, Informasi, dan Dokumentasi. Dalam hal melakukan perencanaan

divisi ini hanya melakukan pembagian tugas dan fungsi anggota di dalam divisi.

Karena divisi ini tidak memiliki perencanaan program ataupun kegiatan. Divisi ini

nantinya hanya akan membantu pemberian informasi dan edukasi mengenai hak-hak

perempuan dan anak yang telah dirumuskan oleh divisi pendidikan, kajian, dan

penelitian serta membantu dalam hal penyebaran informasi mengenai kegiatan

P2TP2A lainnya. Pembagian tupoksi antar instansi dalam menjalankan perannya di

dalam divisi ini dimaksudkan untuk mempermudah proses kerja yang nantinya akan

dihadapi oleh anggota divisi. Dengan pembagian tupoksi ini tentu akan membuat kerja

para anggota terasa lebih ringan. Dalam hal pembagian tupoksi ini sendiri berdasarkan

dengan konsen masing-masing anggota diluar forum dan juga berdasarkan kelebihan

yang dimiliki para anggota. Dengan pembagian ini diharapkan para anggota dapat

saling berkolaborasi dalam menjalankan tugas dan fungsi divisi tersebut. Adapun

pembagian tugas dan fungsinya anggota sebagai berikut :

68
69

a. Dinas Kominfo Kota Palembang

Di dalam divisi ini Dinas Kominfo bertugas untuk membantu kampanye

gerakan anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta memberikan

informasi mengenai hak perempuan dan anak melalui billboards dan media

sosial yang mereka kelola.

b. Hubungan Masyarakat Kota Palembang

Bagian Humas ini memiliki tugas dan fungsi sebagai penghubung para

stakeholder yang menjadi mitra dari P2TP2A dan ikut mengkampanyekan dan

memberikan informasi mengenai hak-hak perempuan dan anak melalui media

cetak maupun media elektronik.

c. Pokja II

Pokja II di sini memiliki peran dalam hal membantu sosialisasi yang dilakukan

oleh Dinas Kominfo dan Humas Kota Palembang melalui pamflet dan beberapa

spanduk serta mencari informasi mengenai kasus tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak di Kota Palembang.

2) Pelaksanaan

Di dalam pelaksanaan yang sesuai tugas dan fungsi divisi ini. Divisi ini dijalankan oleh

3(tiga) anggota yang saling berkolaborasi dalam menjalankan tupoksi dari divisi

tersebut mengenai kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta

memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hak-hak perempuan dan anak.

Selama menjalankan tugasnya tersebut divisi ini juga selalu berkolaborasi dengan

Divisi Pendidikan, Penelitian, dan Kajian. Dalam membagikan informasi divisi ini

menggunakan beberapa sarana seperti pamflet, banner, billboards, media sosial milik

pemkot, serta media cetak dan elektronik yang telah memiliki MOU dengan Bagian
69
70

Hubungan Masyarakat Kota Palembang. Divisi ini juga turut mencari informasi

mengenai kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak Kota Palembang yang

di mana tugas ini akan dilakukan oleh Pokja II. Dalam mencari informasi ini sendiri

Pokja II akan dibantu oleh beberapa organisasi dari divisi lainnya yang juga memiliki

tugas dan fungsi yang sama seperti Pokja II.

3) Evaluasi

Dalam melakukan evaluasi sendiri dilakukan dalam waktu 3 bulan sekali dalam bentuk

laporan kerja kepada ketua Pelaksana Harian. Di mana laporan tersebut akan disusun

dan diteruskan kepada ketua umum dan selanjutnya akan dievaluasi sendiri oleh

pemerintah Kota Palembang.

Berikut ini merupakan mekanisme kerja dari Divisi Penguatan Jaringan, Informasi, dan

Komunikasi:

a) Dinas Kominfo Kota Palembang

Dalam melaksanakan tupoksinya di dalam divisi penguatan jaringan, informasi, dan

dokumentasi. Dinas kominfo Kota Palembang melibatkan 2 (dua) bidang di dalam

instansinya untuk melaksanakan tugas dan fungsi Dinas Kominfo di dalam divisi di

P2TP2A tersebut. Adapun 2 (dua) bidang yang dimaksud adalah Bidang Pengelolaan

Opini dan Pelayanan Informasi Publik serta Bidang Pengelolaan Komunikasi Publik.

Dua bidang inilah yang nantinya akan membagikan informasi mengenai hak

perempuan dan anak serta pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak

melalui sarana dan prasarana yang dimiliki atau dikelola oleh Dinas Kominfo tersebut.

Tugas yang dilaksanakan oleh Dinas Kominfo tersebut selalu dikoordinasikan dengan

anggota lain yang terdapat di dalam satu divisi serta berkoordinasi juga dengan Divisi

70
71

Pendidikan, Penelitian, dan Kajian selaku Divisi yang bertugas membuat informasi dan

pencerdasan kepada masyarakat terkait masalah kekerasan terhadap perempuan dan

anak serta permasalahan diskriminasi gender yang ada di Indonesia khususnya Kota

Palembang.

b) Bagian Humas Sekretariat Daerah Kota Palembang

Bagian Humas Sekretariat Kota Palembang sendiri di dalam P2TP2A menjalankan

2(dua) fungsi sekaligus yaitu sebagai pemelihara hubungan stakeholder kepada

P2TP2A dan memberikan atau membagikan informasi kepada masyarakat mengenai

permasalahan perempuan dan anak di Kota Palembang. Humas Kota Palembang

memiliki tugas untuk memelihara hubungan jaringan antar stakeholder yang menjadi

mitra kerja dari P2TP2A itu sendiri baik berupa instansi pemerintah, organisasi

masyarakat, ataupun dari dunia usaha. Humas Kota Palembang sendiri memiliki MOU

dengan beberapa media cetak dan media eletronik yang ada di Kota Palembang.

Dengan MOU ini Humas Kota Palembang dapat memberikan atau membagikan

informasi kepada masyarakat melalui media tersebut. Dalam melaksanakan tugasnya

itu Humas Kota Palembang berkoordinasi dengan Koordinator Divisi Penguatan

Jaringan, Informasi, dan Komunikasi serta berkoordinasi juga dengan Divisi

Pendidikan, Penelitian, dan Kajian.

c) Unsur Kelompok Kerja II TP PKK Kota Palembang

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Pokja II melakukan koordinasi dengan

koordinator serta dengan Divisi Pendidikan, Penelitian, dan Kajian. Unsur kelompok

kerja memiliki 2(dua) tugas di dalam divisi penguatan jaringan, informasi, dan

komunikasi yaitu tugas pertama adalah memberikan dan membagikan informasi

kepada masyarakat dan yang kedua adalah mencari informasi mengenai kasus
71
72

kekerasan terhadap anak dan perempuan. Untuk melaksanakan tugas memberikan dan

membagikan informasi pokja II melakukannya dengan membuat booklet dan banner.

Untuk booklet sendiri biasanya akan dibagikan di dalam pelaksanaan program dan

kegiatan yang ada di P2TP2A baik itu berbentuk sosialiasasi ataupun ceremonial.

Untuk banner sendiri akan disebar dibeberapa kelurahan yang ada di Kota Palembang.

Sedangkan untuk mencari informasi kasus kekerasan Pokja II sendiri mengandalkan

beberapa anggota dari TP PKK yang ada dibeberapa kelurahan di Kota Palembang

serta juga beberapa relawan yang berada dibawah TP PKK itu sendiri.

72
73

Divisi Pendidikan, Pelatihan, dan


Koordinator
Kajian

Kominfo Humas Pokja II TP PKK

Berbagi Berbagi
Stakeholder Berbagi Mencari
Informasi Informasi
Informasi Informasi Kasus

Booklet TP PKK
Banner
Kelurahan

Billboards Website Media Relawan TP


Media Cetak Elektronik
PKK

Gambar 8. Pola Kerjasama Divisi Penguatan Jaringan, Informasi, dan Dokumentasi


Sumber: Diolah Penulis berdasarkan wawancara dengan informan
74

d. Divisi Pelayanan dan Pemulihan

Sebagaimana dengan tugas P2TP2A yang menangani kasus tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak. Seringkali korban yang ditangani oleh P2TP2A mengalami beberapa cidera

baik itu berupa cedera fisik maupun psikis. Maka untuk menangani hal tersebut sudah sepatutnya

bahwa P2TP2A memiliki divisi yang memiliki tugas khusus untuk melakukan pengobatan

kepada korban kekerasan baik itu secara fisik maupun non fisik. Dengan adanya divisi seperti itu

maka diharapkan para korban tindak kekerasan tersebut dapat dipulihkan lagi cederanya baik itu

berupa fisik maupun psikis setelah pasca terjadinya kasus kekerasan tersebut. Di dalam P2TP2A

Kota Palembang sendiri divisi yang memiliki tugas tersebut adalah divisi pelayanan dan

pemulihan. Adapun tupoksi dari divisi tersebut adalah sebagai berikut:

a) melaksanakan rujukan dan tindakan medis terhadap para korban kekerasan baik fisik

maupun non fisik melalui kerjasama dengan berbagai rumah sakit dan pusat krisis

terpadu lainnya.

b) memberikan pelayanan konseling dan secara psikologi melalui tatap muka, telepon,

surat maupun dengan media lainnya.

c) memberikan pelayanan pemulihan terhadap korban tindak kekerasan, paksa dan terapi

pengobatan.

Dalam menjalankan tupoksi di atas maka dipilihlah organisasi dan instansi yang sesuai

dengan tupoksi tersebut yaitu mengenai pemulihan korban kekerasan. Berikut adalah beberapa

instansi dan organisasi masyarakat yang tergabung di dalam divisi tersebut adalah :

1) Dinas Kesehatan Kota Palembang melalui Bagian Pelayanan Kesehatan Dinas

Kesehatan Kota Palembang dan Tenaga Psikolog Dinas Kesehatan Kota Palembang

2) Tim Penggerak PKK Kota Palembang melalui Unsur kelompok Kerja IV


75

Tahap pengelolaan divisi pelayanan dan pemulihan itu sendiri dibagi kedalam tiga bagian

yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1) Perencanaan

Mengenai perencanaan sendiri hal-hal yang direncanakan di dalam divisi ini adalah

proses pembagian kerja antar para anggota divisi. Pembagian kerja kepada anggota

divisi ini akan memudahkan kinerja anggota divisi itu sendiri. Di mana pembagian

kerja tersebut harus sesuai dengan tupoksi divisi pelayanan dan pemulihan serta sesuai

juga dengan keahlian masing-masing anggota dan tidak lupa mempertimbangkan

kelebihan setiap anggota. Dalam menentukan pembagian kerja ini koordinator dari

divisi pelayanan dan pemulihan juga berkoordinasi dengan divisi pendampingan dan

advokasi mengenai hal-hal apa saja yang nantinya berguna dalam melaksanakan

pemulihan terhadap para korban kekerasan.

Adapun pembagian kerja para anggota di dalam divisi ini sebagai berikut :

a) Bagian Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Palembang

Bagian Pelayanan Kesehatan ini sendiri memiliki tugas sebagai penghubung

antara P2TP2A kepada beberapa rumah sakit pemerintah yang ada di Kota

Palembang guna membantu proses visum korban ataupun pemulihan korban

secara fisik.

b) Tenaga Psikolog Dinas Pelayanan Kesehatan Kota Palembang

Tenaga Psikolog sendiri di divisi ini berfungsi sebagai tempat konsultasi para

korban dalam upaya pemulihan cedera psikis korban kekerasan.

c) Unsur Kelompok Kerja IV TP PKK Kota Palembang


76

Unsur kelompok kerja di dalam divisi ini memiliki tugas sebagai pendampingan

korban kekerasan dalam upaya pemulihan baik itu selama proses penyelidikan

berlangsung ataupun setelah proses penyelidikan berlangsung.

2) Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan divisi ini para anggota berfungsi sebagai perannya masing-masing

dalam upaya pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Korban

kekerasan dibawa kedalam divisi pelayanan dan pemulihan melalui divisi

pendampingan dan advokasi. Selanjutnya kordinator selaku Kepala Bagian Pelayanan

Dinas Kesehatan Kota Palembang memberikan rekomendasi ataupun rujukan kepada

Divisi Pendampingan dan Advokasi untuk melakukan visum di rumah sakit

pemerintah yang menjadi mitra Dinas Kesehatan Kota Palembang. Selama proses

visum berlangsung korban didampingi oleh anggota divisi pendampingan dan

advokasi serta didampingi juga oleh Pokja IV TP PKK Kota Palembang. Setelah

proses visum selesai korban diberikan suntikan moral dan semangat oleh tenaga

psikologi sebagai upaya awal untuk pemulihan mental korban.

3) Evaluasi

Dalam melakukan evaluasi setiap divisi di dalam P2TP2A sendiri memberikan laporan

kerja masing-masing kepada ketua harian P2TP2A sebagai bentuk pertanggung

jawaban tugas dan selanjutnya akan diserahkan kepada ketua umum setelah itu baru

laporan tersebut diserahkan kepada pemerintah Kota sebagai bentuk evaluasi

pemerintah Kota terhadap P2TP2A.


77

Berikut ini merupakan mekanisme kerja dari Divisi Pelayanan dan Pemulihan:

1) Bagian Pelayanan Kesehatan Dinas Pelayanan Kesehatan Kota Palembang

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di P2TP2A bagian pelayanan kesehatan ini

berkoordinasi langsung dengan divisi pendampingan dan advokasi serta berkoordinasi

langsung dengan rumah sakit pemerintah di sekitar wilayah Kota Palembang. Ketika

korban datang didampingi oleh WCC bagian ini langsung memberikan rujukan kepada

korban dan WCC untuk melakukan visum terlebih dahulu di rumah sakit pemerintah

Kota Palembang sebelum adanya melakukan pelaporan. Setelah itu koordinator divisi

selaku Kepala Bagian Pelayanan Kesehatan Kota Palembang memberikan instruksi

kepada Unsur Kelompok Kerja IV untuk ikut mendampingi korban dalam melaksanakan

visum. Setelah proses visum selesai dan sudah diketahui cedera fisik korban. Barulah

koordinator menunjuk psikolog untuk memberikan semangat dan motivasi mental

terhadap korban kekerasan.

2) Tenaga Psikologi Dinas Kesehatan Kota Palembang

Tenaga Piskologi bekerja di dalam divisi ini setelah mendapat perintah dari koordinator

divisi untuk melakukan penguatan kepada korban dan dalam tahapan selanjutnya Tenaga

Psikologi akan instens berkomunikasi terhadap korban baik secara langsung ataupun

tidak sebagai bentuk pemulihan psikologis korban. Tenaga Psikologis akan terus menerus

melakukan upaya pemulihan terhadap korban sampai korban benar-benar dinyatakan

sembuh.

3) Unsur Kelompok Kerja IV TP PKK Kota Palembang

Unsur Kelompok Kerja IV di dalam divisi ini berfungsi sebagai pendamping korban

selama melakukan proses pemulihan baik secara fisik maupun psikis dan turut
78

memfasilitasi korban selama masa pemulihan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

Unsur Kelompok Kerja ini melakukan koordinasi dengan koordinator divisi, WCC, dan

Tenaga Psikolog Dinas Kesehatan Kota Palembang.

Korban

Koordinator Divisi Divisi Pendampingan


Pelayanan dan dan Advokasi
Pemulihan

Pokja IV TP PKK

Rumah Sakit Tenaga Psikolog

Korban sudah pulih

Gambar 9. Pola Kerjasama Divisi Pelayanan dan Pemulihan


Sumber : Diolah penulis berdasarkan wawancara dengan informan
79

B. Pengelolaan Manajemen Kolaboratif

Dalam suatu pengelolaan manajemen kolaboratif terdapat tiga tahapan yaitu

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga tahapan tersebut merupakan proses dari

pegelolaan manajemen kolaboratif yang dimulai dari proses perencanaan dan

perumusan masalah sampai pada proses evaluasi terhadap jalannya sebuah forum

kolaborasi. Ketiga tahapan inilah yang sangat berpengaruh besar terhadap pengelolaan

manajemen kolaborasi dalam suatu forum kolaborasi.

1. Perencanaan

Proses perencanaan dalam pengelolaan manajemen kolaborasi merupakan hal

yang sangat vital. Karena di dalam proses inilah sebuah forum kolaborasi dibentuk dan

di dalam proses ini juga ada tahapan mengidentifikasi masalah yang akan ditanggulangi

oleh sebuah forum kolaborasi. Di dalam dimensi ini terdapat tiga indikator yang dapat

menjadi acuan dalam penilaian terhadap perencanaan yang dilakukan sebuah forum

kolaborasi yaitu pembagian tugas, anggaran, dan program kerja.

a. Pembagian tugas

Dalam menangani suatu masalah yang kompleks tentu tidak dapat dilakukan

oleh satu atau dua instansi saja karena dalam menangani masalah yang begitu kompleks

dibutuhkan beberapa instansi yang saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah

tersebut. Didalam forum kolaborasi sendiri pembagian tugas yang sesuai dengan latar

belakang dari masing-masing stakeholder sangatlah diperlukan. Ini dilakukan untuk

meminimalisir kesalahan para stakeholder dalam melaksanakan tugasnya dilapangan.

Untuk mengetahui seberapa baik pembagian tugas yang dilakukan di P2TP2A penulis
80

melakukan wawancara dengan ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur Eksekutif WCC

Kota Palembang.

”Untuk pembagian tugas saya rasa sudah sangat sesuai dengan masing-masing
keahlian ataupun latarbelakang dari anggota P2TP2A itu sendiri. Ini dapat
dilihat dari susunan keanggotaan di SK Walikota. Kalau bahwasanya tidak ada
satu organisasi yang menjalankan tugas yang tidak sesuai dengan
latarbelakangnya” (wawancara pada 27 Juni 2018)

Jawaban senada juga diutarakan oleh bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku

sekretaris dinas Kominfo Kota Palembang.

“Pembagian tugas disini sudah cukup sesuai dengan latarbelakang para anggota
disini dan dalam proses pembagian peran juga setiap anggota dilibatkan”
(wawancara pada 27 Juni 2018)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh ibu Wage Sri, S,Sos selaku Ketua Unsur

Pokja 1 TP PKK Kota Palembang.

“Peran dan tanggung jawab disini sudah dibagikan sesuai dengan keahlian dari
masing-masing para anggota dan juga karakter dari anggota” (wawancara pada
27 Juni 2018)
Pernyataan diatas juga turut dibenarkan oleh bapak Reksudihardjo, S.Sos, M.Si

selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang.

“Ya memang benar, pembagian tugas kita disni berdasarkan dari karakter,
latarbelakang, dan juga keahlian dari masing-masing anggota P2TP2A. Dengan
adanya pembagian seperti maka diharapkan para anggota nantinya dapat bekerja
dengan maksimal” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Dari berbagai pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwasanya

pembagian tugas dalam proses perencanaan di P2TP2A sudah berjalan dengan baik. Ini

dapat dilihat dari pembagian tugas yang sudah sesuai dengan karakter, latarbelakang,

dan keahlian dari masing-masing stakeholder yang berada didalam P2TP2A.

b. Anggaran
81

Dalam sebuah organisasi P2TP2A anggaran sangat diperlukan untuk menunjang

jalannya program yang sudah diselenggarakan dan menjadi alat akomodasi bagi para

anggota P2TP2A dalam upaya memberikan perlindungan kepada korban kekerasan

terhadap perempuan dan anak serta dalam upaya melindungi perempuan dan anak dari

tindak kekerasan tersebut. Maka dari itu dalam proses perencanaan ini pengajuan

anggaran kepada Pemerintah Kota Palembang harus dilakukan dengan cermat dan teliti

sehingga nantinya dana tersebut dapat digunakan dengan efektif dan maksimal. Untuk

mengetahui seberapa baiknya proses pengajuan anggaran ini maka penulis melakukan

wawancara dengan ibu Siti Markobah, S,ag selaku Staf ahli di P2TP2A Kota

Palembang.

“Dalam proses pengajuan anggaran ini kami melakukan prosesnya dengan


sangat cermat dan teliti. Karena anggaran yang didapat atau dianggarkan oleh
pemerintah kepada P2TP2A ini sangat kecil setiap tahunnya. Untuk itulah dalam
proses pengangaran kami melakukan selektif terhadap program kerja terlebih
dahulu. Agar anggaran yang kami gunakan cukup untuk akomodasi kami selama
satu tahun” (wawancara pada 27 Juni 2018)

Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Dr. Rr. Rina Antasari, M.Hum., selaku

pemerhati gender Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

“Saya rasa dalam rapat pengajuan anggaran kami sudah melakukannya dengan
sangat baik. Agar kegiatan yang akan kami lakukan pada tahun berikutnya
berjalan dengan optimal” (wawancara pada 27 Juni 2018)

Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh bapak Sopandi, S.ip, MM., selaku

Kepala Dinas Pelayanan Kesehatan Kota Palembang.

“Proses penganggaran sendiri sudah dilakukan dengan cermat dan teliti terkait
besaran dana yang akan dibutuhkan untuk tahun berikutnya. Mengingat
anggaran kami yang tidak terlalu besar dari pemerintah. Maka kami berusaha
semaksimal mungkin untuk mengajukan anggaran yang sesuai dengan apa yang
kami perlukan di tahun akan datang” (wawancara pada 27 Juni 2018)
82

Untuk mengetahui hal tersebut lebih lanjut penulis melakukan wawancara

dengan bapak Reksudiharjo, S.Sos, M.Si., selaku Kepala Bidang Perlindungan

Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang.

“Untuk anggaran yang dikeluarkan khusus untuk kami memang itu relatif kecil.
Maka, dari itu dalam setiap proses pengajuan anggaran kepada pemerintah kami
selalu melakukan dengan cermat dan teliti agar dana tersebut dapat kami
gunakan sebaik mungkin untuk kedepannya” (wawancara pada 27 Juni 2018)

Dari beberapa pernyataan informan diatas maka dapat kita lihat bahwasanya

pengajuan anggaran yang dilakukan P2TP2A kepada pemerintah Kota Palembang sudah

dilakukan sebaik mungkin, mengingat kecilnya anggaran yang dialokasikan pemerintah

tiap tahun kepada P2TP2A.

c. Program Kerja

Program kerja merupakan sebuah rancangan kerja yang akan dilakukan oleh

suatu organisasi dalam beberapa tahun yang akan datang. Dalam merumuskan program

kerja itu sendiri setiap anggota yang berada di dalam organisasi tersebut dituntut untuk

aktif dalam proses perencanaan program kerja pada sebuah organisasi. Begitu juga di

dalam P2TP2A setiap stakeholder dituntut untuk memberikan saran dan masukan

terhadap program kerja dari P2TP2A untuk beberapa tahun yang akan datang. Untuk

mengetahui tingkat partisipasi dari anggota dalam proses pembuatan program kerja

maka penulis melakukan wawancara dengan ibu Wage Sri, S.Sos., selaku Ketua Unsur

Pokja 1 TP PKK Kota Palembang.

“Untuk partisipasi anggota dalam proses merancang program kerja saya rasa
sudah baik. Karena selama ini saya melihat setiap anggota sudah cukup aktif
dalam mengusulkan program kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing”
(wawancara pada 27 Juni 2018)

Pernyataan tersebut juga turut dibenarkan oleh ibu Yeni Roslaini Izi selaku

Direktur Eksekutif WCC Kota Palembang.


83

“Partisipasi anggota selama ini sudah cukup baik. Dalam rapat internal untuk
pengajuan program kerja mereka juga tinggi partisipasinya dan program yang
ditawarkan juga sangat baik” (wawancara pada 27 Juni 2018)

Hal tersebut juga di amini oleh ibu Siti Markobah, S.ag., selaku Staf ahli di

P2TP2A Kota Palembang.

“Selama yang saya lihat disini para anggota partisipasinya cukup tinggi kalau
untuk proses pengajuan program kerja dan dalam pelaksanaan program tersebut
mereka juga cukup tanggung jawab” (wawancara pada 27 Juni 2018)

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai tingkat partisipasi para anggota

P2TP2A dalam proses pengajuan program kerja penulis melakukan wawancara lebih

lanjut dengan bapak Reksudiharjo, S.Sos, M.Si., selaku Kepala Bidang Perlindungan

Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang.

“Tingkat partisipasi anggota dalam merumuskan rancangan kerja cukup tinggi


disini dan mereka juga aktif dalam mengusulkan program kerja yang sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Dalam merumuskan program kerja sebelum
dibawa di dalam rapat keseluruhan mereka terlebih dahulu merumuskan
rancangan kerja tersebut di dalam divisi mereka masing-masing” (wawancara
pada 27 Juni 2018)

Berdasarkan dari beberapa pernyataan diatas dapat kita tarik kesimpulan

bahwasnya setiap anggota yang berada di dalam forum kolaborasi P2TP2A sudah cukup

aktif dan memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam usaha merumuskan program

kerja mereka kedepannya.

2. Pelaksanaan

Proses pelaksanaan merupakan sebuah bentuk kegiatan yang nyata dengan

mengimplementasikan apa yang sudah direncanakan organisasi didalam proses

perencanaan tadi. Didalam dimensi ini terdapat dua indikator yang menentukan berhasil

atau tidaknya pelaksanaa pada pengelolaan manajemen kolaborasi di P2TP2A yaitu

pemahaman tugas dengan baik dan adanya membangun hubungan eksternal.

a. Pemahaman tugas yang baik


84

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab di P2TP2A setiap stakeholder

yang tergabung di dalam P2TP2A mesti memahami peranan masing-masing dengan

baik. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal tersebut penulis melakukan

wawancara dengan bapak Ir, Aris Munandar, MPSDA., selaku sekretaris Dinas

Kominfo Kota Palembang.

“Pemahaman anggota terhadap tugas masing-masing sudah cukup baik, ini


dikarenakan dengan adanya pembagian peran dan tanggung jawab sesuai dengan
keahlian masing-masing. Jadi para anggota disini tidak ada yang mengalami
kesulitan dalam memahami tugas dan perannya” (wawancara pada 27 Juni 2018)

Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Dr.Rr. Rina Antasari, M.Hum., selaku

Pemerhati gender Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

“Pembagian peran disini sudah sangat sesuai sekali dengan karakter dari masing-
masing anggota kolaborasi. Sehingga para anggota dapat memahami peran dan
tanggung jawab mereka dengan sangat baik” (wawancara pada 27 Juni 2018)

Pernyataan yang sama juga dikeluarkan oleh bapak Sopandi, S.IP,MM., selaku

Kepala Bidang Dinas Pelayanan Kesehatan Kota Palembang.

“Karena mekanisme pembagian peran disini disesuaikan dengan keahlian


masing-masing anggota. Jadi tidak ada kesulitan dari masing-masing anggota
dalam memahami tugas dan tanggung jawabnya di P2TP2A” (wawancara pada
27 Juni 2018)

Pernyataan dari beberapa informan diatas juga turut dibenarkan oleh bapak

Reksudiharjo S.Sos, M.Si., selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA

dan PM Kota Palembang.

“Mengenai pemahaman tugas dan peran saya kira mereka sudah paham
semuanya karena tugas dan peranan masing-masing anggota juga sudah
diberitahukan dari awal terbentuknya P2TP2A dan juga pembagian peran ini
disesuaikan dengan karakter mereka masing-masing” (wawancara pada 27 Juni
2018)

Dari berbagai pernyataan diatas dapat dilihat bahwasanya pemahaman peran dan

tanggung jawab anggota yang tergabung di P2TP2A Kota Palembang selama ini sudah

berjalan cukup baik.


85

b. Membangun hubungan eksternal

Tidak dapat dipungkiri bahwasanya masalah yang coba diatasi oleh P2TP2A

tergolong rumit dan begitu kompleks. Untuk itu maka diperlukan adanya hubungan

dengan pihak diluar anggota P2TP2A yang diharapkan dapat membantu mereka dalam

menjalankan tugasnya. Untuk mengetahui hal tersebut penulisan melakukan wawancara

dengan bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA., selaku Sekretaris Dinas Kominfo Kota

Palembang.

“Untuk hubungan eksternal dengan lembaga lain. Saat ini kami sudah
melakukannya seperti menjalin hubungan eksternal dengan pihak kejaksaan,
kepolisian, dan BNN Kota Palembang” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Hal tersebut juga senada dengan apa yang disampaikan oleh ibu Wage Sri,

S.Sos., selaku Ketua Unsur Pokja 1 TP PKK Kota Palembang.

“Ya untuk hubungan seperti itu kami sudah melakukannya dan yang menjaga
hubungan eksternal dengan lembaga lain itu merupakan tugas dari Humas Kota
Palembang yang ikut tergabung didalam P2TP2A” (wawancara pada 27 Juni
2018)
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh ibu Yeni Roslaini Izi selaku

Direktur Eksekutif WCC Kota Palembang.

“Hubungan eksternal itu memang sangat perlu untuk dilakukan karena


permasalahan yang kami hadapi begitu kompleks. Untuk itulah kami sering
melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan dalam upaya
perlindungan terhadap perempuan dan anak di Kota Palembang” (wawancara
pada 27 Juni 2018)
Pernyataan dari beberapa informan diatas turut dibenarkan oleh bapak

Reksudiharjo, S.Sos. M.Si

“Mengenai hubungan eksternal itu merupakan tugas dari Humas untuk menjalin
komunikasi dan lain-lain. Memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masalah
ini harus diatasi dari banyak pihak karena masalah ini sudah begitu kompleks.
Untuk itulah kami butuh bantuan dari lembaga diluar P2TP2A yang kiranya
dapat membantu kami dalam mengatasi masalah yang ada” (wawancara pada 27
Juni 2018)
86

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan diatas maka dapat ditarik

kesimpulan bahwasanya hubungan eksternal yang dilakukan oleh P2TP2A sudah

berjalan dengan baik. Bahkan memang ada salah satu anggota yang ditugaskan untuk

menjalin hubungan dengan instansi diluar P2TP2A

3. Evaluasi

Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menyediakan informasi

tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah berjalan dengan baik atau belum.

Proses evaluasi ini bertujuan untuk memperbaiki kekurangan yang ada selama proses

kolaborasi berlangsung. Dalam melakukan proses evaluasi di P2TP2A terdapat dua hal

yang dilakukan yaitu laporan kerja dan rapat evaluasi.

a. Laporan kerja

Laporan kerja merupakan laporan telah dibuat perdivisi yang terdapat di

P2TP2A dan berisikan pertanggung jawaban divisi terhadap kegiatan yang telah mereka

lakukan. Selanjutnya seluruh laporan kerja tersebut dikumpulkan dan diserahkan kepada

Pemerintah Kota Palembang sebagai bentuk pertanggung jawaban P2TP2A kepada

Pemerintah Kota Palembang. Untuk mengetahui tingkat partisipasi anggota dalam

proses pembuatan laporan kerja penulis melakukan wawancara dengan ibu Yeni

Roslaini Izi selaku Direktur Eksekutif WCC Kota Palembang.

“Partisipasi anggota dalam proses evaluasi cukup baik. Ini dapat dilihat dari
tingkat partisipasi dan kualitas laporan kerja yang telah mereka buat”
(wawancara pada 27 Juni 2018)
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Wage Sri, S.Sos., selaku Ketua Unsur

Pokja 1 TP PKK Kota Palembang.

“Untuk pembuatan laporan kerja sendiri para anggota cukup terlibat aktif dalam
pembuatannya. Karena disini saya rasa semua anggota sudah sadar bahwa
laporan kerja itu sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap kinerja mereka
selama ini” (wawancara pada 27 Juni 2018)
87

Pernyataan dari informan diatas dibenarkan oleh bapak Reksudiharjo, S.Sos, M.Si.,

selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang.

“Ya memang benar, kalau untuk laporan kerja mereka sudah cukup baik dalam
proses pembuatannya dan untuk jadwal pengumpulan laporan kerja juga selalu
tepat waktu selama ini” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Dari berbagai pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwasanya para anggota

P2TP2A sudah memiliki kesadaran sendiri dalam membuat laporan kerja dan dalam

pengumpulannya juga selalu tepat waktu.

b. Rapat evaluasi

Rapat evaluasi merupakan salah satu hal yang terpenting didalam sebuah

organisasi. rapat evaluasi ini sendiri dimaksudkan sebagai bentuk ataupun upaya

perbaikan terhadap jalannya sebuah organisasi. Intensitas rapat evaluasi juga harus

disesuaikan dengan kebutuhkan dari masing-masing bentuk organisasi. Selain itu

partisipasi yang tinggi juga dibutuhkan dalam setiap rapat evaluasi ini mengingat

pentingnya dari rapat evaluasi ini. Untuk mengetahui intensitas dan partisipasi anggota

terhadap rapat evaluasi di dalam P2TP2A penulis melakukan wawancara dengan bapak

Ir. Aris Munandar, MPSDA., selaku Sekretaris Dinas Kominfo Kota Palembang.

“Untuk rapat evaluasi sendiri disini dilakukan setiap tiga bulan sekali dan
kadang juga ada rapat yang bersifat insidental. Kalau untuk partisipasi saya kira
masih kurang karena daftar hadir peserta masih lumayan rendah apalagi kalau
ada rapat yang bersifat insidental” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak Sopandi, S.IP.,MM., selaku Kepala

Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Palembang.

“Kalau untuk rapat beberapa bulan sekali saya lupa tapi yang jelas rapat itu rutin
dan kadang juga ada rapat yang mendadak. Sering atau tidaknya kami rapat
evaluasi ditentukan oleh kebutuhan dan kalau untuk partisipasi selama ini masih
sedikit dan anggota belum punya kesadaran untuk hal itu” (wawancara pada 27
Juni 2018)
88

Pernyataan dari dua informan diatas juga turut dibenarkan oleh bapak

Reksudiharjo, S.Sos, M.Si., selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas

PPPA dan PM Kota Palembang.

“Mengenai rapat evaluasi kami rutin setiap tiga bulan sekali tetapi kalau ada hal
yang harus segera diperbaiki atau di evaluasi di P2TP2A itu sendiri kami
melakukan rapat secara insidental. Partisipasi sendiri kalau untuk disini masih
minim untuk rapat evaluasi karena daftar hadir peserta masih rendah. Mungkin
ini disebabkan oleh kesibukan dari beberapa anggota yang memiliki tupoksi di
instansi tempat dia bekerja dan di P2TP2A juga belum diatur mengenai sanksi
hal itu” (wawancara pada 27 Juni 2018)
Dilihat dari beberapa wawancara terhadap informan diatas maka dapat

disimpulkan bahwasanya rapat evaluasi selama belum berjalan dengan baik. Ini

dikarenakan masih minimnya kesadaran para anggota untuk menghadiri rapat evaluasi.

Minimnya partisipasi para stakeholder dalam pertemuan ini disebabkan oleh tupoksi

dari tempat stakeholder bekerja itu sendiri dan belum diaturnya masalah sanksi perihal

rapat evaluasi tersebut.

C. Analisis Efektivitas Kolaborasi

Dalam suatu jaringan kolaborasi instansi terdapat beberapa faktor yang dapat

menentukan keberhasilan maupun kegagalan dalam kolaborasi. Menurut DeSeve dalam

Morse dkk (2007:213-214) terdapat 9 faktor yang dapat dijadikan dimensi dalam

menilai keberhasilan suatu kolaborasi antar instansi yaitu network structure,

commitment to common purpose, trust among participant, governance, acces to

authority, leadership, distributive accountabillity/responbillity, information sharing,

acces to resources. Kesembilan variabel inilah yang sangat berpengaruh terhadap

kolaborasi. Kedelapan variabel inilah yang akan menjelaskan bagaimana kolaborasi

yang terjadi antar beberapa instansi di dalam forum P2TP2A Kota Palembang.
89

1. Network Structure

Network sturcture menjelaskan tentang deskripsi konseptual suatu keterkaitan

antara elemen yang satu dengan yang lain yang menyatu secara bersama-sama yang

mencerminkan unsur-unsur fisik dari jaringan yang ditangani. Agranoff dan McGuire

(dalam Sabaruddin, Abdul 2015:35) mengkategorikan struktur jaringan kolaborasi

dalam 6 (enam) model yaitu, Jurisdiction-based management model, abtinence model,

top-down model, donor-recipent model, reactive model, contented model.

Dalam prinsip networked structure, jaringan tidak boleh membentuk hierarki

karena justru tidak akan berjalan dengan efektif, tetapi jaringan harus bersifat organis

dengan struktur jaringan se-flat mungkin, yakni tidak ada hierarki kekuasaan, dominasi,

dan monopoli. Semuanya setara baik dalam hal kewajiban, tanggung jawab, otoritas,

dan kesempatan akan aksebilitas. Model kolaborasi yang dilakukan oleh P2TP2A Kota

Palembang adalah jurisdiction-based management model. Model ini ditandai dengan

adanya keterbatasan pemerintah daerah dalam menangani persoalan yang ada, terdiri

dari aktor pemerintah dan swasta, dan adanya ketergantungan antar pemerintah dan

aktor yang memiliki sumber daya. Untuk itu pemerintah daerah mencari para aktor yang

memiliki sumber daya dan kemampuan.

Kelemahan dari model jurisdiction based-management model adalah adanya

dominasi yang berlebih dari aktor yang merasa memiliki sumber daya dan kemampuan

yang lebih dibandingkan dengan organisasi lain. Meskipun mengarah pada model

jurisdiction based-management model, dalam kenyataannya kolaborasi yang berjalan

antar stakeholder dalam forum P2TP2A tidak ada satupun organisasi yang memiliki ego

yang sangat tinggi. Terutama ketika adanya rapat pleno selama 3 bulan sekali.
90

Hal ini didukung oleh pernyataan Bapak Reksudiharjo, S.Sos, M.Si selaku

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang:

“Kami di sini hanya fokus pada tujuan kami yaitu, melayani korban dan
mencegah tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak. Lagipula
kami di sini semuanya juga memiliki tujuan yang sama. Jadi tidak ada yang
namanya ego antar instansi tadi” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Sopandi, S,IP., M.M. Selaku Kepala

Bagian Dinas Pelayanan Kesehatan Kota Palembang.

“Mungkin kalau untuk ego antar instansi saya rasa tidak ada ya, karena selain
kami memiliki tujuan yang sama. P2TP2A ini juga kan bertujuan untuk
melayani masyarakat yang sifatnya bukan untuk mencari keuntungan. Jadi saya
rasa untuk ego itu tidak ada dan di dalam rapat juga suara dan hak bicara kami
masih sama” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Pernyataan Bapak Sopandi juga diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Yeni

Roslaini Izi Selaku direktur eksekutif dari Women crisis center Wilayah Kota

Palembang:

“Dalam P2TP2A sendiri menurut saya tidak ada namanya organisasi yang
merasa paling berpengaruh atau sering memonopoli keputusan. Karena kami di
sini semuanya dianggap sama bahkan antar perwakilan juga sudah memiliki
hubungan kekerabat yang lumayan baik. Kami di sini kan hanya sebagai anggota
yang diluar pemerintah. Tapi kadang kami juga diberikan wewenang yang setara
dengan organisasi pemerintah. Bahkan dalam hal terjun ke lapangan kami yang
lebih sering turun karena mungkin cuma kami di sini yang memiliki tugas yang
konsentrasinya lebih kepada perempuan” (Wawancara pada tanggal 13 Maret
2018)

Di P2TP2A sendiri meskipun mereka memiliki struktur organisasi yang jelas

dari ketua sampai anggota tetapi tidak ada bentuk jaringan yang bersifat hieraki. Bahkan

semua stakeholder tetap menjalankan programnya masing-masing dengan baik. Hal

seperti ini diutarakan oleh ibu Wage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur 1 Kelompok Kerja

TP PKK Kota Palembang:

“Struktur kelembagaan kita di sini bukan bersifat hierarki. Meskipun mungkin di


dalam perda kami ini ditunjuk Walikota sebagai ketua harian di P2TP2A. tapi
kami tidak pernah menganggap instansi kami seperti demikian. Jadi di P2TP2A
ini tidak ada yang namanya instansi yang lebih dominan seperti yang adik
katakan tadi. Kami di sini semuanya sadar bahwa kami di sini saling
91

membutuhkan satu sama lain. jadi di P2TP2A ini posisi kami semua sama dan
yaitu sebagai mitra dari P2TP2A. takutnya kalau lebih mendominasi atau
mengutamakan ego nantinya malah gak beres kerjanya dan tujuan P2TP2A
sendiri tidak tercapai” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Hal senada juga diutarakan oleh bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku

Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang.

“Di sini sifatnya semua instansi itu sama dik, Cuma fungsinya aja yang beda.
Ada yang berfungsi seperti koordinator karena kebetulan ditunjuk sebagai
koordinator, ada yang memonitoring karena ditunjuk sebagai ketua begitu juga
dengan yang lainnya sama gak ada bedanya. Dalam rapat juga posisinya sama
tidak ada yang beda” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Karena struktur kelembagaan yang disepakati oleh para stakeholder adalah

sejajar atau setara, maka dalam hal ini pemenuhan hak perempuan dan anak terpenuhi

dengan baik. Semua anggota P2TP2A bekerja sesuai dengan tupoksinya masing-

masing.

2. Commitment to Common Purpose

Commitment to Common Purpose mengacu pada alasan mengapa jaringan ini

harus ada. Berdasarkan yang terjalin selama ini di dalam P2TP2A ada alasan yang

mendasari mengapa forum ini terbentuk serta adanya tujuan bersama dalam melakukan

kolaborasi yaitu ingin melindungi hak-hak perempuan dan anak di Kota Palembang. Hal

itulah yang menjadi acuan dari para stakeholder untuk dapat bekerja lebih giat lagi.

Dengan Semakin peduli dan komitmennya para stakeholder maka akan berakibat baik

pula bagi sebuah keberlangsungan forum dalam mencapai tujuannya. Dari dimensi ini

terdapat 3 indikator yang dapat digunakan untuk dijadikan acuan sebagai penilaian

komitmen para stakeholder yaitu komitmen dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi forum kolaborasi.


92

a. Komitmen dalam perencanaan

Komitmen dalam hal perencanaan ini dimaksudkan para stakeholder betul-betul

memberikan dan menuangkan idenya dalam proses pembuatan program dan kegiatan

yang benar-benar melindungin hak-hak perempuan dan anak Kota Palembang serta

bersama-sama saling membantu dalam menyusun anggaran yang akan digunakan.

Untuk mengetahui hal tersebut penulis melakukan wawancara dengan Bapak Ir. Aris

Munandar, MPSDA selaku Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informasi Kota

Palembang :

“Mengenai komitmen anggota sendiri ketika melakukan perencanaan saya rasa


cukup baik. Ini dapat dilihat dari partisipasi mereka sendiri dalam sebuah proses
perencanaan di sini baik di dalam tiap divisi ataupun secara keseluruhan”
(wawancara pada 12 April 2018)
Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku Sekretaris Dinas Komunikasi dan

Informasi Kota Palembang mengatakan bahwasanya seluruh anggota forum kolaborasi

sudah cukup komitmen dan bertanggung jawab dalam membantu proses perencanaan.

Penulis juga mewawancarai Ibu Dr. Rr.Rina Antasari, S.H., M.Hum selaku Pemerhati

Gender UIN Raden Fatah Palembang, mengatakan bahwa :

“Dalam hal perencanaan anggota kami sudah cukup baik dan mereka sudah
diberi tugas masing-masing dalam merumuskan program dan kegiatan sesuai
dengan konsen kami. Di dalam proses ini biasanya ditentukan berapa program
yang akan kami tentukan serta berapa anggaran yang dibutuhkan” (wawancara
pada 12 April 2018)

Pernyataan dari Ibu Dr. Rr.Rina Antasari, S.H., M.Hum. ini juga turut

dibenarkan oleh bapak Sopandi, S.IP., M.M. selaku Kepala Bagian Pelayanan

Kesehatan Kota Palembang :

“Saya rasa setiap anggota di sini sudah memiliki komitmen cukup baik. Ini
dibuktikan dalam hal rapat awal tahun sewaktu kita di sini sedang menyusun
kegiatan dan anggaran. Mereka rata-rata hadir semua dan turut memberikan
kontribusinya saat rapat perencanaan berlangsung” (wawancara pada 12 April
2018)
93

Untuk mempertegas hal tersebut penulis melakukan wawancara dengan Bapak

Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA

dan PM Kota Palembang, mengatakan bahwa :

“Anggota P2TP2A ini semuanya ikut andil dalam proses perumusan kegiatan
dan anggaran setiap tahun. Masing-masing instansi di sini diberikan kesempatan
untuk memberikan idenya dalam merumuskan program dan kegiatan. Kalau
untuk mengenai perencanaan anggaran itu tidak seluruh anggota terlibat tetapi
hanya ada beberapa saja dan itu biasanya dibuat tim untuk merumuskannya”
(wawancara pada 12 April 2018)

Dengan melihat beberapa pernyataan di atas maka penulis menyimpulkan

bahwasanya komitmen para anggota yang tergabung di dalam P2TP2A ini berjalan

dengan baik ini dapat dilihat ketika melaksanakan proses perencanaan di P2TP2A

seperti menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Lembaga partisipasi dari para anggota

sudah cukup aktif dan ikut memberikan kontribusi di dalam proses perencanaan

tersebut.

b. Komitmen dalam pelaksanaan

Yang kedua dapat dijadikan sebagai indikator penilaian komitmen organisasi

adalah komitmen pelaksanaan komitmen diartikan seberapa besar komitmen dan

kepedulian stakeholder terhadap pelaksanaan kegiatan P2TP2A dalam menjalankan

tugas dan fungsinya. Ketika Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku Sekretaris Dinas

Komunikasi dan Informasi Kota Palembang diwawancarai mengenai komitmen

organisasi dalam pelaksanaan program beliau mengatakan bahwa:

“Komitmen anggota sendiri ketika melakukan pelaksanaan kegiatan dan


pelayanan kepada korban sejauh ini cukup baik kalau dilihat dari kinerja mereka
dan partisipasi mereka selama ini. Semuanya sadar akan tanggung jawab mereka
masing-masing” (wawancara pada 12 April 2018)
94

Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai hal tersebut penulis melakukan

wawancara lagi kepada Kepala Bagian Pelayanan Kesehatan Kota Palembang :

“Sejauh ini komitmen anggota P2TP2A ini cukup bagus. Dalam melaksanakan
tugas tidak pernah ada masalah yang disebabkan adanya 1 atau 2 anggota yang
tidak berperan dengan baik” (wawancara pada 12 April 2018)
Hal senada juga diutarakan oleh Ibu Dr. Rr.Rina Antasari, S.H., M.Hum selaku

Pemerhati Gender UIN Raden Fatah Palembang :

“Sejauh ini cukup baik. Kinerja yang diberikan para anggota sudah cukup
maksimal. Hanya saja memang masih ada kekurangan sedikit dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi. Anggota di sini dalam pelaksanaan kegiatan juga saling
mengisi pos apabila ada salah satu pos yang ditinggalkan kalau ada yang
berhalangan hadir” (wawancara pada 12 April 2018)
Ketika adanya pelaksanaan kegiatan baik itu dalam bentuk program ataupun

pelayanan kepada masyarakat di P2TP2A seringkali ada beberapa anggota yang belum

bisa menjalankan tugasnya pada saat itu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya anggota

yang berada di dalam P2TP2A yang memiliki tugas yang tidak kalah pentingnya di

intansi asalnya. Agar dalam pelaksanaan kegiatan berjalan tetap lancar maka ada

anggota lain yang siap membackup tugas yang ditinggalkan oleh anggota tersebut.

Bapak Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan

Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang juga membenarkan mengenai

komitmen organisasi dalam pelaksanaan program beliau mengatakan bahwa:

“Dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan di sini setiap organisasi berperan cukup
baik menurut saya. Karena kontribusi kerja yang mereka berikan cukup
maksimal. Hanya saja jika ada rapat secara insidental atau ada pertemuan 1
minggu sekali memang hanya sedikit yang hadir. Tetapi ketika ada kegiatan
semua bekerja. Kalaupun ada yang tidak berkontribusi itu hanya sedikit dan
tugas mereka akan digantikan oleh anggota lain”
(wawancara pada 12 April 2018)
Berdasarkan pernyataan dari beberapa informan di atas dapat disimpulkan

bahwasanya pelaksanaan kegiatan di P2TP2A selama ini sudah berjalan dengan

semestinya ini dapat dilihat dari kontribusi yang mereka berikan selama ini kepada
95

P2TP2A. Terkait dengan adanya 1 atau 2 anggota yang terkadang belum menjalankan

tugasnya ketika sedang diperlukan itu disebabkan karena beberapa anggota yang

tergabung di dalam P2TP2A ini juga mempunyai tugas dan tanggung jawab di instansi

lain.

c. Komitmen dalam evaluasi

Hal ketiga yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penilaian komitmen adalah

komitmen para anggota saat melakukan evaluasi kegiatan. Penilaian ini dapat dilihat

dari seberapa banyak organisasi yang peduli dan terlibat dalam proses evaluasi. Dalam

proses evaluasi ini setiap organisasi memberikan masukan dan saran agar kedepannya

forum ini dapat berjalan lebih baik lagi serta pembuatan laporan kinerja forum

kolaborasi. Proses ini dilakukan setiap akhir tahun ataupun secara insidental.

Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku Sekretaris Dinas Komunikasi dan

Informatika Kota Palembang ketika diwawancarai mengenai komitmen anggota dalam

proses evaluasi mengatakan bahwa :

“Dalam proses ini saya rasa komitmen para anggota masih kurang kalau dilihat
dari jumlah kehadiran perserta rapat evaluasi itu sendiri baik itu dalam divisi
masing-masing ataupun secara keseluruhan”
(wawancara pada 12 April 2018)
Hal tersebut juga turut dibenarkan oleh Bapak Sopandi, S.IP, M.M. selaku

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Palembang :

”Untuk proses evaluasi sendiri berjalan dengan lancar dan baik selama ini.
Hanya saja memang untuk jumlah kehadiran peserta rapat evaluasi masih
sedikit” (wawancara pada 12 April 2018)

Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Dr. Rr. Rina

Antasari, S.H., M.Hum selaku Pemerhati Gender Universitas Islam Raden Fatah

Palembang.
96

“Komitmen anggota sendiri masih sangat kurang kalau saya nilai dari proses ini.
Karena memang partisipasi anggota masih sedikit kalau dilihat dari jumlah
kehadiran peserta ketika melaksanakan evaluasi” (wawancara pada 12 April
2018)

Bapak Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan

Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang ketika diwawancarai mengenai

komitmen anggota dalam proses evaluasi mengatakan bahwa :

“Dalam proses evaluasi saya rasa komitmen anggota masih kurang. Karena
jumlah kehadiran peserta ketika rapat jarang sekali mencapai 50% lebih bahkan
kadang-kadang ketika dilakukan rapat evaluasi yang sifatnya insidental peserta
yang hadir hanya yang benar-benar memiliki tanggung jawab yang besar dalam
agenda tersebut. Tetapi meskipun begitu proses evaluasi tetap berjalan
semestinya dan laporan kegiatan juga dibuat seperti biasanya”
(wawancara pada 12 April 2018)
Komitmen anggota dalam proses evaluasi masih sangat kurang ini terbukti dari

jumlah kehadiran peserta yang masih sangat minim seperti yang dinyatakan oleh

beberapa orang informan di atas. Menurut pengamatan penulis terhadap apa yang terjadi

dilapangan minimnya partisipasi anggota ketika melaksanakan rapat evaluasi ini

disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran para anggota dan belum adanya aturan

yang mengikat ataupun instruksi dari atasan mengenai hukuman terhadap para anggota

apabila tidak hadir di dalam rapat.

3. Trust Among Participant

Trust Among Participant (kepercayaan diantara partisipan), didasarkan pada

hubungan professional dan sosial. Keyakinan bahwa partisipan mempercayakan pada

informasi-informasi atau usaha-usaha dari para stakeholder lainnya dalam suatu

jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Dalam suatu jaringan kolaborasi, kepercayaan

merupakan suatu hal yang dianggap sangat penting. Kepercayaan di dalam kolaborasi

dapat dikatakan dengan baik apabila semuanya berlangsung secara timbal balik antara

organisasi pemerintah maupun non pemerintah. Pemerintah dalam hal ini mempercayai

segala bentuk informasi, usaha, dan kegiatan yang diberikan ataupun oleh organisasi
97

non pemerintah. Sedangkan di sisi lainnya organisasi non pemerintah sering melakukan

konsultasi program dimiliki pemerintah yang selanjutnya dapat dikerjakan oleh

organisasi non pemerintah. Terbukti dengan masih adanya beberapa kegiatan ataupun

tupoksi yang seharusnya dapat dilaksanakan oleh organisasi pemerintah namun karena

lain hal kegiatan tersebut dilaksanakan oleh organisasi non pemerintah. Dapat dilihat

bahwa pada dasarnya hubungan antar stakeholders di dalam P2TP2A dilandasi dengan

adanya kepercayaan antar pemangku kepentingan. Hal ini seperti yang diutarakan oleh

IbuWage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang:

“Di dalam P2TP2A ini sendiri kami saling mempercayai satu sama lain dan
tidak perasaan meremehkan anggota lain. Dalam melaksanakan tugas di sini
kami juga saling sharing dan berkomunikasi satu sama lain”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Kemudian pernyataan dari IbuWage Sri, S.Sos tersebut dibenarkan oleh Ibu

Yeni Roslaini Izi selaku direktur eksekutif WCC Wilayah Palembang:

“Kami selalu membentuk rasa saling percaya antar anggotta P2TP2A dengan
adanya keterbukaan kegiatan. Kami juga sering berkonsultasi mengenai program
yang akan kami lakukan kepada anggota lain. Bahkan ada beberapa kegiatan
dari anggota lain yang kami laksanakan karena anggota tersebut belum dapat
melaksanakan kegiatan itu. Namun karena kami melaksanakan tugas dari
anggota lain maka kami juga membuat laporan untuk anggota yang
bersangkutan dan anggota lain yang tergabung dalam P2TP2A”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Hal seperti ini juga diutarakan oleh Bapak Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang:

“Kerjasama yang kami lakukan selama ini memang dilandasi dengan rasa
percaya dan kekeluargaan ini dapat ditandai dengan adanya keterbukaan dalam
melaksanakan kegiatan, serta kami percaya bahwasanya mereka yang tergabung
dalam P2TP2A ini bekerja sebaik mungkin untuk mencapai tujuan yang ada”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Berdasarkan dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kolaborasi yang

dilakukan antar organisasi yang terdapat dalam forum P2TP2A dilandasi dengan rasa

saling percaya satu sama lain antar sesama anggota yang tergabung di dalam forum
98

kolaborasi P2TP2A ini dilihat dari keterbukaan antar sesama anggota dan perasaan

saling menghargai satu sama lain serta sikap saling membantu antar sesama anggota.

4. Governance

Governance di sini dapat dimaksudkan dengan adanya tata kelola yang jelas

dalam sebuah kolaborasi. Dengan adanya tata kelola yang jelas dalam sebuah kolaborasi

maka diharapkan kinerja para anggota akan berjalan dengan baik dan tidak akan

tumpang tindih. Adapun beberapa indikator dalam menilai tata kelola sebuah kolaborasi

sebagai berikut :

a. Adanya batasan dalam keanggotaan

Adanya batasan dalam keanggotaan ini menegaskan siapa yang termasuk

anggota dan siapa yang bukan anggota. Ini berarti bahwa jika sebuah organisasi

menjalankan tugas dan fungsinya, maka harus ada kejelasan siapa saja yang termasuk di

dalam jaringan dan diluar jaringan. Dalam hal ini, kejelasan mengenai batasan

keanggotaan P2TP2A diatur oleh Peraturan Walikota Palembang. Seperti yang

dikatakan oleh Ibu Wage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK

Kota Palembang:

“Kalau mengenai batasan keanggotaan di sini sudah cukup jelas karena sudah
tertuang di dalam SK Pemerintah mengenai struktur kepengurusan P2TP2A itu
sendiri” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Untuk mengetahui lebih lanjut penulis melakukan wawancara kepada Ibu Yeni

Roslaini Izi selaku Direktur Eksekutif WCC Wilayah Kota Palembang:

“Untuk mengenai batasan itu sudah diatur mengenai siapa saja yang merupakan
anggota dan bukan anggota. Jadi sudah jelas mengenai siapa yang masuk di
kepengurusan P2TP2A ini” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Hal senada juga turut diungkapkan oleh Ibu Siti Markobah, S.Ag selaku Staf

Ahli di dalam P2TP2A:


99

“kalau mengenai batasan keanggotaan di sini sudah cukup jelas karena sudah
tertuang di dalam SK Pemerintah mengenai struktur kepengurusan itu sendiri”
(wawancara pada tanggal 13 Maret)
Pernyataan dari beberapa informan di atas juga turut dibenarkan oleh Bapak

Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA

dan PM Kota Palembang:

“Mengenai batasan aturan itu sudah jelas dik, seperti yang tertuang di dalam
peraturan Walikota Palembang. Untuk mengenai tupoksi sendiri juga sudah
diatur oleh peraturan Kota Palembang. Untuk peraturan nomor berapa saya
sedikit lupa. Namun untuk berkasnya kami ada. Jadi dalam P2TP2A ini jelas
sekali adanya batasan dalam keanggotaan” (Wawancara pada tanggal 13 Maret
2018)
Batasan mengenai siapa yang terlibat di dalam P2TP2A ini sudah jelas dan

diatur didalam Peraturan Walikota No. 349 Tahun 2017. Peraturan Walikota tersebut

menjelaskan secara rinci mengenai susunan struktur organisasi dan anggota yang

terlibat didalam kepengurusan P2TP2A.

b. Peraturan

Peraturan di sini menegaskan sejumlah pembatasan-pembatasan perilaku

anggota jaringan kolaborasi dengan ancaman bahwa mereka akan dikeluarkan jika

perilaku mereka tidak sesuai atau bertentangan dengan kesepakatan yang telah disetujui

bersama. Serta adanya peraturan lain yang berkaitan dengan pelayanan yang diberikan

oleh sebuah forum kolaborasi. Dalam hal ini p2tpa belum memiliki sebuah peraturan

mengenai batasan perilaku atau kode etik antar anggota dalam hal menjalankan

tugasnya di P2TP2A dalam bentuk tertulis. Seperti pengakuan dari Ibu Wage Sri, S.Sos

selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang berikut ini:

“mengenai peraturan yang mengatur tingkah laku anggota atau semacam kode
etik untuk anggota di sini kami belum memilikinya. Tetapi kalau nantinya ada
anggota yang melanggar hukum sudah pasti akan ditindak dengan tegas di sini”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
100

Pernyataan itu juga dibenarkan oleh Bapak Sopandi S.IP., M.M. selaku Kepala

Bagian Dinas Pelayanan Kesehatan Kota Palembang berikut ini:

“Untuk peraturan kode etik seperti itu kami belum memilikinya dan belum
pernah kepikiran juga mengenai hal itu kan. Tetapi kalau peraturan lain
mengenai mekanisme pelayanan atau penanganan korban kekerasan kami sudah
punya buku pedoman yang telah diberikan oleh KPPA” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)

Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Siti Markobah, S.Ag selaku staf ahli di
P2TP2A Kota Palembang :
“peraturan mengenai kode etik itu kami belum memilikinya, tetapi kalaupun
nanti dirasa cukup perlu untuk aturan tersebut mungkin kami akan segera
membuatnya. Selama ini batasan tingkah laku anngota sendiri masih
menggunakan hukum yang ada saat ini mengenai adanya pelanggaran hukum
atau tidak yang dilakukan oleh anggota” (wawancara pada 13 Maret 2018)
Untuk mengklarifikasi kebenaran hal tersebut lebih lanjut penulis melakukan

wawancara dengan Bapak Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang

Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang berikut ini:

“Untuk peraturan mengenai batasan-batasan tadi serta kode etik yang tertuang
dalam peraturan tertulis kami belum memilikinya. Karena P2TP2A ini juga
masih dalam keadaan baru dibentuk jadi kami belum memilikinya. Namun untuk
pelanggaran etika sendiri apabila ada anggota yang tergabung dalam P2TP2A ini
tersandung dalam masalah hukum maka bisa saja diberhentikan dari
keanggotaan P2TP2A apabila dalam rapat mayoritas anggota lain menyepakati
hal itu. Kalau peraturan mengenai pelayanan korban, pencegahan, dll. Kalau
untuk mengenai penanganan yang berkaitan dengan P2TP2A ini kami memiliki
buku-buku pedoman yang diberikan KPPA kepada kami”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Mengenai peraturan yang ada di P2TP2A belum dapat dikatakan baik karena

belum memiliki kode etik yang dapat mengontrol perilaku anggota. Tetapi disisi lain,

mereka sudah dapat dikatakan baik karena sudah memiliki buku-buku pedoman yang

dapat mereka jadikan sebagai acuan mereka dalam menjalankan tupoksi mereka. Buku

pedoman tentang P2TP2A yang mereka miliki saat ini merupakan pedoman yang

diberikan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak kepada mereka.


101

c. Self Determination

Self Determination di sini dapat diartikan bahwa sebuah manajemen kolaborasi

diberikan wewenang dan kebebasan dalam menentukan bagaimana jaringan kolaborasi

ini dijalankan oleh anggotanya dan tidak terpaku dengan instansi manapun dalam hal ini

adalah Pemerintah Kota Palembang yang membentuk jaringan kolaborasi P2TP2A ini.

Karena dengan adanya kebebasan pengelolaan ini maka para anggota dapat

menjalankan kolaborasi ini dengan bebas dan sesuai dengan pengamatan anggota

kolaborasi mengenai keadaan yang ada di lapangan dalam hal melindungi perempuan

dan anak dari kekerasan serta upaya pemenuhan hak perempuan dan anak. Untuk

mengetahui mengenai penerapan aspek ini di dalam P2TP2A Kota Palembang penulis

melakukan wawancara dengan ibu Wage Sri selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja II TP

PKK Kota Palembang.

”Mengenai kebebasan mengelola P2TP2A ini kami diberikan kebebasan oleh


Pemerintah Kota Palembang baik itu mengenai kegiatan ataupun peran-peran
dari masing-masing anggota, asalkan apa yang kami lakukan tersebut tetap
berdasarkan dengan tujuan yang ada” (Wawancara pada tanggal 3 Mei 2018)

Hal yang sama juga diutarakan oleh Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku

Sekretaris Dinas Kominfo Kota Palembang.

“Di dalam P2TP2A ini kami diberitahu mengenai tugas hanya sebatas garis
besarnya saja seperti tupoksi dari masing-masing divisi. Untuk mengenai
pengelolaan lebih lanjut kami berikan kebebasan dalam menjalankannya asalkan
sesuai dengan peraturan yang ada selama ini” (wawancara pada tanggal 3 Mei
2018)

Untuk mengetahui hal tersebut lebih mendalam lagi penulis melakukan

wawancara dengan Ibu Dr. Rr. Rina Antasari, S.H,. M.Hum selaku Pemerhati Gender

Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

“Untuk kebebasan pengelolaan sendiri kami di sini diberikan kebebasan dalam


menentukan peran dari masing-masing anggota dan kegiatan yang akan kami
laksanakan. Peran pemerintah sejauh ini hanya memberikan masukan dan saran
102

saja terkait jalannya P2TP2A ini serta melakukan evaluasi terhadap apa yang
kami kerjakan selama ini di P2TP2A” (wawancara pada tanggal 3 Mei 2018)
Pernyataan dari beberapa informan di atas juga ikut dibenarkan oleh Bapak

Reksudiharjo, S.Sos, M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas

Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat Kota

Palembang.

“Kalau untuk pengelolaan di sini kami diberikan kebebasan oleh pemerintah


asalkan masih sesuai dengan batasan-batasan yang ada. Pihak pemerintah Kota
hanya memberikan saran serta mengevaluasi setiap kegiatan dan kinerja yang
kami berikan di sini” (wawancara pada tanggal 3 Mei 2018)

Dari beberapa wawancara yang telah penulis lakukan di atas maka dapat

disimpulkan bahwasanya Pemerintah Kota Palembang sendiri telah memberikan

kebebasan kepada para anggota P2TP2A dalam mengelola jaringan kolaborasi yang

sudah ada selama ini. Dengan syarat masih sesuai dengan batasan dan peraturan yang

ada selama ini serta sesuai dengan tujuan dari P2TP2A itu sendiri. Dalam kolaborasi ini

pemerintah perannya hanya memberikan saran dan masukan terhadap jalannya P2TP2A

serta mengevaluasi kinerja yang telah diberikan oleh anggota P2TP2A selama ini.

d. Network Manajemen

Dalam network manajemen, menegaskan bahwa ciri sebuah kolaborasi yang

efektif adalah jika kolaborasi itu didukung sepenuhnya oleh semua anggota jaringan

tanpa adanya konflik dan pertentangan dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini bahwa

kolaborasi yang terjadi di P2TP2A berjalan dengan lancar dan tanpa konflik yang sangat

berarti. Satu visi dan misi membuat para anggota memiliki kesadaran agar dapat bekerja

seoptimal mungkin demi terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak. Hal ini didukung

oleh statement para anggota kepengurusan P2TP2A. Seperti yang diutarakan oleh Ibu

Wage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang:
103

“Untuk konflik antar anggota di dalam P2TP2A ini belum pernah terjadi. Karena
di sini saya rasa tidak ada anggota yang memiliki ego cukup tinggi dalam
melaksanakan tugasnya” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Apa yang diungkapkan oleh Ibu Wage Sri, S.Sos tersebut juga senada dengan

apa yang diungkapkan oleh Ibu Yeni Roslaini Izi selaku direktur eksekutif WCC

Wilayah Kota Palembang:

“Alhamdulillah selama kerjasama ini berlangsung kami belum pernah ada


namanya berkonflik antar satu anggota dengan anggota yang lainnya. Di sini
juga orang-orang yang mewakili organisasinya baik-baik dan mereka para
instansi lain yang sebagai anggota P2TP2A saya rasa juga saling mengerti akan
beban anggota yang lainnya” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Untuk memperjelas hal tersebut penulis melakukan wawancara dengan Bapak

Sopandi, S.IP., M.M. selaku Kepala Bagian Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota

Palembang:

“Dalam melaksanakan tugas di P2TP2A ini selama saya di sini rasanya tidak
pernah ada konflik antar anggota yang terdapat di kepengerusuan P2TP2A ini”
(wawancara pada 13 Maret 2018)

Pernyataan dari beberapa informan di atas juga turut dibenarkan oleh Bapak

Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA

dan PM Kota Palembang:

“Selama saya bertugas di sini dan secara tidak langsung tergabung dengan
P2TP2A. tidak ada konflik yang terjadi antar tiap anggota. Kalaupun terjadi
perbedaan dalam berpendapat sewaktu rapat saya kira itupun merupakan hal
yang wajar dan kami menyelesaikannya cukup di dalam rapat saja. Kami di sini
lebih fokus terhadap tujuan kami dik, dibandingkan dengan ego masing-masing
yang dapat menyebabkan konflik tadi. Lagipula sistem kerjasama ini
memudahkan kami dalam bekerja karena beban kami terasa ringan apabila
dibantu oleh anggota lain. jadi untuk itu kami perlu menjaga hubungan ini agar
dapat berlangsung dengan baik baik” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Dengan melihat beberapa pernyataan di atas dapat kita simpulkan bahwasanya

tata kelola jaringan kolaborasi di P2TP2A ini berjalan meskipun masih terdapat

beberapa kekurangan.
104

5.Acces to Authority

Akses terhadap otoritas di sini diartikan sebagai tersedianya standar-standar

ketentuan prosedur yang jelas dapat dapat diterima publik secara luas. Bagi kebanyakan

jaringan, jaringan tersebut harus memberikan otoritas guna mengimplementasikan

keputusan-keputusan atau menjalankan pekerjaannya. Untuk kolaborasi yang berjalan

selama ini sudah diatur melalui peraturan Walikota Palembang. Di dalam peraturan

tersebut dijelaskan mengenai tupoksi masing-masing. Dengan adanya perincian

masing-masing tupoksi, maka standar ketentuan prosedur terlengkapi dan masing-

masing pihak mempunyai otoritas untuk mengimplementasikan keputusan-keputusan

dalam menjalankan fungsinya. Tetapi P2TP2A di sini belum memiliki SOP sendiri,

sehingga anggota yang terlibat di dalamnya masih menjalankan SOP masing-masing.

Hal ini diungkapkan oleh Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku Sekretaris

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang :

“Selama ini sop yang kami miliki masih SOP yang ada dimasing-masing
anggota, karena untuk SOP P2TP2A sendiri kami belum memilikinya”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Hal ini dibenarkan oleh Bapak Sopandi S.IP., M.M. selaku Kepala Bagian Dinas

Pelayanan Kesehatan Kota Palembang:

“Memang benar kami di sini belum memiliki SOP bersama yang kami rancang
di dalam P2TP2A. tetapi sementara ini kami memiliki dan menjalankan SOP
yang ada di dalam masing-masing organisasi yang tegabung di P2TP2A itu
sendiri” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Pernyataan Bapak Sopandi, S.IP., M.M. juga senada dengan apa yang diutarakan

oleh Ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur Eksekutif WCC Wilayah Kota Palembang:

“Untuk SOP sendiri kami belum memilikinya bila yang dimaksud tadi itu SOP
murni dari P2TP2A. Karena dalam menjalankan tugas di sini kami masih
berpedoman dengan SOP dari masing-masing anggota” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)
105

Untuk mengetahui hal tersebut lebih lanjut penulis melakukan wawancara

dengan Bapak Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan

Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang :

“Kami di sini sebagai P2TP2A yang terdiri dari SKPD dan LSM sudah memiliki
SOP sendiri. Namun SOP yang ada saat ini hanya berupa SOP dari masing-
masing anggota bukan SOP resmi yang kami rancang di dalam P2TP2A”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Berdasarkan dari berbagai pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

kolaborasi yang berjalan di P2TP2A belum terdapat standar-standar ketentuan prosedur

yang jelas dan dapat diterima secara luas. Karena Peraturan Walikota yang ada saat ini

hanya mengatur mengenai mekanisme dan garis besarnya saja. Sedangkan untuk SOP

P2TP2A belum memiliki SOP nya sendiri sehingga masih menggunakan SOP dari

SKPD dan LSM masing-masing. Mengenai pola kordinasi/komunikasi yang dilakukan

antar anggota selama ini hanya berdasarkan dengan Peraturan Walikota yang ada serta

berdasarkan dengan tupoksi dari masing-masing anggota di dalam divisi.

6. Leadership

Leadership di sini dimaksudkan bahwa adanya seorang pemimpin di dalam

jaringan kolaborasi baik itu berupa individu ataupun kelompok organisasi yang mau

melayani dengan baik dan memperjuangkan tujuan-tujuan yang ada di dalam kolaborasi

serta dapat memberikan sebuah petunjuk ataupun pedoman kepada para anggota yang

berada di dalam struktur kepengurusan forum kolaborasi khususnya di dalam P2TP2A

Kota Palembang. Dengan adanya pemimpin yang seperti itu maka setidaknya para

anggota kolaborasi memiliki seorang panutan di dalam forum kolaborasi yang dapat

memotivasi mereka dalam bekerja serta mengawasi kinerja mereka selama ini. Untuk

mengetahui hal tersebut penulis melaukan wawancara dengan bapak Sopandi, S.IP.,

M.M. selaku Kepala Bagian Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Palembang.
106

”Kalau untuk mengenai peranan ketua di sini saya rasa cukup baik. Dalam
memberikan pelayanan dan pelaksanaan kegiatan pimpinan di sini selalu
memberikan saran dan masukan kepada anggotanya” (wawancara pada tanggal 3
Mei 2018)
Hal senada juga disampaikan oleh ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur

Eksekutif WCC Palembang.

”Pimpinan di P2TP2A ini sudah melaksanakan perannya dengan baik dan sudah
sesuai dengan tangggung jawabnya yang ada di dalam P2TP2A ini” (wawancara
pada tanggal 3 Mei 2018)

Agar mengetahui hal tersebut lebih mendalam penulis melakukan wawancara

dengan ibu Wage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja II TP PKK Kota

Palembang.

“Peran pimpinan di sini sudah cukup baik mulai dari memberikan saran,
motivasi, dan melakukan proses evaluasi serta dalam berkoordinasi dengan
pihak-pihak yang mendukung tugas P2TP2A dan ini akan memudahkan kinerja
kami di lapangan” (wawancara pada tanggal 3 Mei 2018)
Pernyataan dari beberapa informan di atas juga turut dibenarkan oleh ibu Siti

Markobah, S.Ag selaku Staf Ahli di dalam P2TP2A Kota Palembang.

“Untuk pimpinan di sini dibagi menjadi 3 (tiga) dan peran pemimpin yang
disebutkan tadi itu merupakan peranan dari ketua pelaksana harian yang dalam
melaksakan tugasnya lebih mengawasi kinerja para anggota serta memberikan
motivasi dan saran kepada anggota. Kalau untuk ketua-ketua yang lain seperti
ketua umum tugasnya lebih ke memantau dan melakukan evaluasi serta menjalin
hubungan dengan lembaga-lemabaga lain diluar struktur P2TP2A” (wawancara
pada tanggal 3 Mei 2018)

Berdasarkan dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwasanya peran ketua

yang ada di dalam P2TP2A dengan memberikan masukan serta saran kepada para

anggota sudah cukup baik. Terlebih lagi dengan adanya pembagian peranan pimpinan

yang sudah cukup baik di dalam P2TP2A tentunya akan membuat para pimpinan dapat

lebih fokus lagi dalam menjalankan perannya masing-masing di dalam P2TP2A.


107

7. Distributive Accountability/Responbility

Pembagian akuntablitas/responbilitas yakini pembagian penataan, pengelolaan,

manajemen, secara bersama-sama dengan stakeholders lainnya dan berbagi sejumlah

pembuatan keputusan kepada seluruh anggota jaringan, berbagi tanggung jawab untuk

mencapai hasil yang diinginkan. Jika para anggota tidak terlibat dalam menentukan

tujuan jaringan dan tidak berkeinginan membawa sumber daya otoritas ke dalam

jaringan. Maka kemungkinan jaringan itu akan gagal mencapai tujuan. Selain

diperlukan adanya pembagian tanggung jawab yang sesuai juga diperlukan adanya

pemahaman anggota kolaborasi dalam memahami pembagian perannya masing-masing.

a.Pembagian Tanggung Jawab

Kolaborasi yang terjalin dalam P2TP2A selama ini sudah berbagi tanggung

jawab untuk mencapai hasil yang diinginkan. Seperti yang diutarakan oleh Ibu Siti

Markobah, S.Ag selaku staf ahli P2TP2A Kota Palembang :

“Di sini pembagian tugas dan tanggung jawab sudah sesuai dengan karakter
masing-masing anggota dan dalam mekanisme pembagian peran dan tanggung
jawab memang setiap anggota di sini semuanya dilibatkan” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku

Sekretaris Dinas Kominfo Kota Palembang:

“Pembagian tugas dan tanggung jawab itu tentu ada dan sudah diatur sedemikian
rupa sesuai dengan keahlian dari masing-masing anggota sehingga nantinya
anggota P2TP2A dapat bekerja dengan maksimal pada setiap bidangnya”
(Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Untuk mengetahui hal tersebut lebih lanjut penulis melakukan wawancara

dengan Ibu Wage Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota

Palembang:
108

“Pembagian peran dan tanggung jawab di sini sudah cukup baik, karena
pembagian tugas dan tanggung jawab di sini disesuaikan dengan karakter
masing-masing anggota” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh Bapak Reksudihardjo, S.Sos., M.Si

selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang:

“Kita di sini selalu berbagi tanggung jawab. Ini juga sudah diaturan dalam
Peraturan Walikota kan. Kita di sini sudah berikan tanggung jawab masing-
masing dan dibagi-bagi kedalam beberapa divisi berbeda. Dengan adanya
pembagian peran dan tanggung jawab ini, diharpkan semua anggota dapat
menjalankan tugasnya dengan baik dan hasil kerjanya tersebut dapat
dipertanggung jawabkan” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Pembagian peran anggota di dalam P2TP2A sudah sesuai dengan karakter dan

latarbelakang yang dimiliki masing-masing anggota. Setiap anggota di dalam P2TP2A

dibagi ke dalam beberapa divisi sesuai dengan keahlian mereka masing-masing.

Selanjutnya di setiap divisi akan dilaksanakan rapat untuk pembagian tupoksi para

anggota di dalam setiap divisi.

b. Pemahaman terhadap peran tiap anggota

Anggota P2TP2A dapat menjalankan perannya dengan sangat baik ini dapat pula

diartikan bahwa setiap anggota sudah dapat memahami perannya masing-masing di

dalam P2TP2A. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur

Eksekutif WCC Wilayah Kota Palembang:

“Pemahaman peran tiap anggota sendiri sudah baik dan semuanya paham di sini
mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Intinya peran di sini sesuai
dengan masing-masing karakter para anggota jadi untuk pemahaman sudah baik
sekali” (wawancara pada 31 Maret 2018)

Jawaban senada juga diberikan oleh Bapak Sopandi S.IP.,M.M. selaku Kepala

Bagian Dinas Pelayanan Kesehatan Kota Palembang:

“Untuk pemahaman peran saya rasa semuanya sudah paham dik, karena
pembagian peran ini juga ditentukan oleh keahlian masing-masing instansi.
Seperti kami dari dinas kesehatan ditempatkan di Divisi Pelayanan dan
109

Pemulihan dengan jobdesk yang tidak terlalu beda dengan instansi kami
sekarang. Lain halnya kalau kami dari Dinas Kesehatan terus ditempatkan di
divisi Pendampingan dan Advokasi, tentunya itu akan membuat kami sedikit
bingung tentang peran yang akan kami kerjakan”. (wawancara pada 31 Maret
2018)
Pernyataan yang sama juga turut dikeluarkan oleh Bapak Ir. Aris Munandar

MPSDA selaku Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Palembang:

“Dengan mekanisme pembagian peran seperti tadi saya kira itu juga berdampak
mengenai pemahaman para anggota sendiri. Karena pembagian peran
disesuaikan dengan karakter masing-masing anggota jadi para anggota tidak
sulit lagi memahami peran yang akan mereka lakukan di sini” (wawancara pada
31 Maret 2018)

Pernyataan beberapa informan di atas juga dibenarkan oleh Bapak Reksudiharjo,

S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota

Palembang:

“Terkait dengan pemahaman peran saya kira sudah paham semuanya. Kita juga
dapat melihat kan kinerja yang kami berikan sudah cukup baik dan lagipula
pembagian peran tersebut sudah sesuai dengan konsen mereka masing-masing.
Jadi tentunya tidak sulit untuk memahami peran tersebut” (wawancara pada 31
Maret 2018)
Dari berbagai pernyataan atas wawancara yang sudah dilakukan oleh penulis di

atas dapat dilihat bahwasanya pemahaman peran tiap anggota yang tergabung di dalam

forum kolaborasi P2TP2A Kota Palembang selama ini sudah dapat dikatakan baik.

8. Information sharing

Adanya kemudahan akses bagi seluruh anggota, adanya perlingungan privasi

dan keterbatasan akses bagi yang bukan anggota selama masih diterima oleh khalayak

ramai. Kemudahan akses ini bisa meliputi sistem, software, dan prosedur yang mudah

dan aman untuk mengakses informasi. Dengan demikian, pembagian informasi di dalam

suatu jaringan kolaborasi harus mengalir dengan baik.

a. Akses informasi dan komunikasi antar anggota


110

Akses informasi yang didapat oleh anggota belum cukup baik dikarenakan

belum ada software ataupun perangkat lain sebagai sarana komunikasi informasi antar

anggota. Selama ini komunikasi dan informasi yang disampaikan anggota hanya melalui

rapat atau alat komunikasi berupa handphone, telepon, dan surat. Hal ini disampaikan

oleh Ibu Siti Markobah, S.Ag selaku Staf ahli di Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang:

“Mengenai komunikasi antar anggota di dalam P2TP2A sendiri kami


menggunakan cara biasa dalam berkomunikasi seperti menggunakan telepon,
sms, ataupun melakukan chat di grup-grup media sosial” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)

Hal ini turut dibenarkan oleh Ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur Eksekutif

WCC Wilayah Kota Palembang:

“Benar dik, untuk sistem komunikasi dan pembagian informasi saat ini memang
masih sulit dan masih dilakukan secara manual. Kami belum memiliki website
ataupun software yang berisikan program seperti itu” (Wawancara pada tanggal
13 Maret 2018)
Pernyataan senada juga turut dilontarkan oleh Ibu Wage Sri S.Sos selaku Ketua

Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang

“Komunikasi antar anggota saat ini kami masih menggunakan perangkat manual
seperti media sosial ataupun alat komunikasi lainnya” (Wawancara pada tanggal
13 Maret 2018)
Pernyataan tersebut juga turut dibenarkan oleh Bapak Reksudiharjo, S.Sos.,

M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota

Palembang:

“Untuk sistem komunikasi atau pembagian informasi kami belum memiliki


teknologi yang seperti itu. Selama ini bentuk komunikasi dan berbagi informasi
antar anggota P2TP2A hanya dilakukan melalui rapat atau alat komunikasi
lainnya. Hanya saja memang kalau mengenai pembagian informasi dan
komunikasi antar seluruh jajaran P2TP2A se-Indonesia kami memang memiliki
website sendiri dan mengakses informasi dari sana harus login terlebih dahulu.
Jadi kalau bukan anggota tidak bisa mengakses” (Wawancara pada tanggal 13
Maret 2018)
111

Melihat beberapa pernyataan di atas penulis dapat menarik kesimpulan

bahwasanya akses informasi komunikasi yang dilakukan oleh para anggota selama ini

masih dilakukan secara manual seperti telepon, SMS, ataupun chat melalui media sosial.

b. Akses Informasi Publik

Akses informasi publik yang diberikan oleh P2TP2A Kota Palembang juga

belum bisa dikatakan baik karena sumber informasi yang bisa publik lihat hanya melalui

akun media sosial P2TP2A. sementara untuk website P2TP2A sendiri belum memiliki.

Untuk itu bagi masyarakat sendiri apabila ingin mengakses informasi mengenai

P2TP2A memang agak sedikit susah.

Hal ini diutarakan oleh Wage Sri, S.Sos, selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja

TP PKK Kota Palembang:

“Untuk website P2TP2A kami belum memilikinya sampai saat ini. Tetapi kalau
ada masyarakat yang ingin mengetahui informasi mengenai P2TP2A saat ini.
Masyarakat bisa mengakses media sosial kami” (Wawancara pada tanggal 13
Maret 2018)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku

Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang:

“Untuk kemudahan akses informasi yang dilakukan masyarakat di P2TP2A


sendiri masih kurang. Ini dikarenakan kami belum memiliki website resmi yang
seperti itu. Dan satu-satunya akses informasi yang bisa dilakukan masyarakat
adalah melalui akun media sosial kami saja” (Wawancara pada tanggal 13 Maret
2018)

Hal senada juga diutarakan oleh Ibu Dr.Rr.Rina Antasari, S.H.,M.Hum selaku

Pemerhati Gender Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang:

“Kalau untuk website resmi miliki P2TP2A yang dapat diakses masyarakat kami
belum memilikinya. Tetapi itu sudah masuk pertimbangan dan rencana kerja
kami kedepannya. Untuk sementara ini kami berbagi informasi kepada
masyarakat melalui media sosial saja dan beberapa fasilitas yang dimiliki oleh
divisi lain” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
112

Untuk mengetahui hal tersebut penulis melakukan wawancara dengan Bapak

Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA

dan PM Kota Palembang:

“Untuk akses informasi sendiri yang sekiranya bisa diakses oleh masyarakat
banyak adalah melalui akun media sosial kami. Karena kami sendiri memang
belum mempunyai website yang berfungsi sebagai akses informasi bagi
masyarakat banyak” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Gambar 10. Akun media Sosial Facebook P2TP2A


Sumber: https://m.facebook.com

Dari beberapa pernyataan atas indikator di atas dapat kita simpulkan

bahwasanya akses informasi di P2TP2A belum berjalan dengan baik karena P2TP2A

belum memiliki website yang berisikan informasi mengenai P2TP2A itu sendiri.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa media sosial

yang digunakan oleh P2TP2A selama ini juga belum berjalan sebagaimana mestinya

dan ini dapat dilihat dari tanggal terakhir update nya akun tersebut. Terlebih lagi di

dalam akun tersebut tidak ada informasi lebih lanjut mengenai P2TP2A dan tidak ada

informasi yang berarti yang dibagikan oleh akun tersebut.

9. Acces To Resources
113

Akses sumber daya yakni tersedianya dan pemanfaatan berbagai macam sumber

daya mulai dari sumber daya manusia sampai sumber daya lain yang menunjang proses

serta mempercepat tercapainya tujuan jaringan kolaborasi seperti sarana dan prasarana.

Sumber daya ini kebanyakan disediakan oleh pemerintah daerah yang membentuk

jaringan kolaborasi itu sendiri.

a. Sumber daya manusia

Sumber daya yang terdapat di dalam P2TP2A dapat dikatakan baik karena

banyak diisi oleh anggota yang memang sudah berkompeten serta memiliki dedikasi

yang tinggi terhadap tugas dan tujuannya. Hanya saja dalam melakukan tugasnya

seringkali tidak maksimal. Ini dikarenakan beberapa pihak yang memiliki double

tupoksi yakni tupoksi di instansi yang bersangkutan dan tupoksi di P2TP2A. Jadi secara

kualitas dapat dikatakan baik tetapi secara kuantitas belum bisa dikatakan baik. Hal ini

seperti yang dikatakan oleh Ibu Wage Sri selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP

PKK Kota Palembang:

“Kalau untuk kualitas sumber daya manusia di sini saya rasa cukup baik, tetapi
Kalau untuk kuantitas di sini masih kurang. Karena memang di sini tidak
sepenuhnya anggota itu fokus di dalam P2TP2A itu sendiri. Kebanyakan
anggota di sini selain memiliki tanggung jawab di dalam P2TP2A mereka juga
memiliki tanggung jawab di organisasi asal mereka” (Wawancara pada tanggal
13 Maret 2018)
Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Sopandi, S.IP., M.M selaku Kepala

Bagian Dinas Pelayanan Kesehatan Kota Palembang:

“Ya, untuk sumber daya manusia saya rasa kualitasnya sangat baik dan kami di
sini bekerja sangat profesional dan memberikan kinerja yang maksimal. Hanya,
saja memang terdapat keterbatasan anggota dalam melaksanakan tugasnya
dikarenakan memang ada banyak sekali orang di P2TP2A yang memiliki
tupoksi jabatan lebih dari satu. Itulah kenapa memang yang ditugaskan di
lapangan itu lebih banyak LSM. Karena mereka memang hanya fokus kepada
pemenuhan hak-hak perempuan dan anak” (Wawancara pada tanggal 13 Maret
2018)
114

Penyataan yang senada juga dikeluarkan oleh Ibu Dr. Rr. Rina Antasari, S.H.,

M.Hum selaku Pemerhati Gender Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang:

“Di sini yang masih sangat kurang itu kuantitas sumber daya manusianya.
Karena memang rata-rata anggota di sini juga memilki tupoksi lain selain di
dalam P2TP2A. Jadi fokus para anggota di sini sering terpecah dalam
melaksanakan tugas dan pelayanan kepada para korban” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)
Untuk mengetahui mengenai sumber daya manusia lebih lanjut penulis

selanjutnya melakukan wawancara dengan Bapak Reksudiharjo, S.Sos., M.Si selaku

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota Palembang:

“Untuk kualitas sumber daya manusia sendiri saya rasa cukup baik ya, kalau
melihat kinerja mereka di lapangan selama ini, tetapi memang kinerja yang
mereka berikan belum maksimal. Sebenarnya kita juga tidak bisa menilai
mereka tidak bekerja secara maksimal tetapi mungkin mereka bekerja sesuai
dengan kemampuan mereka dan batasan mereka yang ada. Karena kami di sini
kebanyakan memilik tupoksi lebih dari satu. Jadi memang agak sulit untuk
bekerja dengan maksimal kalau keadaannya seperti ini” (Wawancara pada
tanggal 13 Maret 2018)

Dari pernyataan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa sumber daya

manusia yang ada di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

belum dapat dikatakan baik. Karena kuantitas di sini masih kurang dan masih banyak

anggota yang belum terlalu memberikan fokusnya di P2TP2A.

b. Anggaran

Anggaran dalam sebuah organisasi merupakan salah satu hal terpenting karena

ini menyangkut kelancaran sebuah kegiatan dalam suatu organisasi. Sperti yang kita

ketahui bahwa anggaran ini sifatnya dapat mengakomodasi kebutuhan sebuah

organisasi. Maka dari itu penting sekali dalam sebuah organisasi mengenai pengelolaan

anggaran yang bagus. Baik itu berupa transparansi atau keterserapan anggaran yang

baik.
115

Menurut anggota P2TP2A selama ini anggaran yang mereka terima itu melalui

APBD Kota Palembang dan untuk pengelolaannya sudah cukup baik dilihat dari segi

transparansi karena dalam hal alokasi dana itu dikelola bersama bukan perdivisi jadi

semua anggota mengetahui besaran dana yang diterima dan digunakan.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh ibu Siti Markobah, S.Ag selaku staf ahli

di P2TP2A Kota Palembang.

“Mengenai dana yang diterima P2TP2A iu sendiri didapat dari APBD Kota
Palembang karena memang anggaran P2TP2A itu masuk dalam APBD Kota
Palembang. Jadi dalam hal melaksanakan kegiatan itu kami menggunakan
pendanaan dari APBD. Namun, ada beberapa kegiatan memang yang disponsori
secara langsung dari P2TP2A Provinsi maupun Kementrian. Tetapi kegiatan itu
tidak masuk dalam agenda yang kami rencanakan. Melainkan kami hanya
sebagai panitia pelaksana di lapangan saja. Kalau pengelolaan saya rasa cukup
baik karena dana untuk P2TP2A ini cukup sedikit jadi dalam merencanakan
kegiatan memang harus benar-benar efektif dan efisien dan kalau untuk
trasnparansi mengenai anggaran yang didapat serta jumlah pengeluaran saya
rasa cukup transparan karena semua anggota mengetahui dan di sini juga dana
tidak dikelola perdivisi tapi dikelola secara bersama-sama” (Wawancara pada
tanggal 3 April 2018)

Hal senada juga diamini oleh ibu Dr. Rr. Rina Antasari, S.H., M.Hum selaku

Pemerhati Gender UIN Raden Fatah.

“Mengenai sumber dana berasal saya kurang tau mungkin orang di Dinas
Pemberdayaan Perempuan (Perlindungan Perempuan Dinas PPPA dan PM Kota
Palembang) tetapi kalau tidak salah sumber pendanaan itu berasal dari APBD
Kota Palembang langsung. Untuk pengelolaan saya rasa cukup baik karena
dengan dana relatif kecil kami masih bisa melaksanakan banyak kegiatan
walaupun ada beberapa kegiatan yang bersifat kerjasama dengan pihak diluar
P2TP2A. Dalam hal transparansi cukup baik karena dana dikelola secara
bersama. Jadi dalam satu kegiatan itu dikelola secara bersama-sama bukan
perdivisi.” (Wawancara pada tanggal 3 April 2018)

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ir. Aris Munandar, MPSDA selaku Sekretaris

Dinas Kominfo Kota Palembang.

“Yang saya ketahui dana P2TP2A ini berasal dari APBD Kota Palembang dan
memang ini sudah dianggarkan oleh Pemkot Palembang. Organisasi ini kan
116

dibentuk oleh Walikota dan Walikota juga sebagai pengarah jadi memang
organisasi ini didanai Pemkot. Saya rasa kalau untuk penggunaan anggaran
kalau dilihat dari sisi efektivitas dan efisiensi saya rasa sudah cukup baik.
Karena dana itu memang dimanfaatkan secara maksimal dan keterserapannya
juga tinggi disetiap kegiatan. Untuk transparansi sendiri di sini kami tidak
pernah merasa ada pihak yang menutup-nutupi dan di sini juga dananya dikelola
secara bersama perkegiatan. Jadi dana itu ada kalau ada kegiatannya dan
kegiatan itu tidak diurus oleh salah satu organisasi saja melalainkan semua
organisasi.” (Wawancara pada tanggal 3 April 2018)
Dari beberapa pernyataan di atas kita dapat melihat bahwasanya pengelolaan

anggaran di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak terbilang

cukup baik bila dilihat dari pengelolaan yang efektif dan efisien serta transparansi

anggaran.

c. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh P2TP2A sendiri sudah sangat lengkap

dan baik. Ini dapat dilihat dari adanya rumah aman yang fasilitasnya sudah cukup baik,

serta mereka juga memiliki Molin dan Torlin sebagai sarana mereka untuk lebih

mobiltas dalam bergerak dari satu tempat ke tempat lain.

Hal ini disampaikan oleh Ibu Yeni Roslaini Izi selaku Direktur Eksekutif WCC

Wilayah Kota Palembang:

“Fasilitas penunjang di sini sudah baik ini dapat dilihat dari keberadaan molin
dan torlin yang dapat meningkatkan mobilitas P2TP2A dalam hal melayani
masyarakat, serta adanya fasilitas rumah aman yang dapat digunakan untuk
melindungi para korban” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ibu Dr. Rr.Rina Antasari, S.H., M.Hum selaku

anggota Pusat Studi Gender dan Anak UIN Raden Fatah Palembang.

“Untuk fasilitas saya rasa kami sudah cukup baik dengan memiliki fasilitas-
faslitas penunjang kegiatan perlindungan perempuan dan anak seperti rumah
aman yang bertujuan melindungi korban dari intimidasi pelaku ataupun sebagai
bentuk privacy korban. Kami juga memiliki molin (motor perlindungan) dan
torlin (motor perlindugan) yang sangat membantu mobilitas anggota dalam
117

melayani masyarakat yang membutuhkan P2TP2A. (Wawancara pada tanggal


13 Maret 2018)
Hal tersebut juga senada dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Ibu Wage

Sri, S.Sos selaku Ketua Unsur Kelompok Kerja I TP PKK Kota Palembang:

“Kelengkapan fasilitas di sini sudah sangat baik mengingat segala hal yang
kami perlukan dalam upaya melayani dan memenuhi hak perempuan dan anak
sudah cukup terpenuhi” (Wawancara pada tanggal 13 Maret 2018)
Pernyataan yang sama seperti di atas juga turut disampaikan oleh Bapak

Reksudiharjo, S.Sos, M.Si selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas PPPA

dan PM Kota Palembang:

“Untuk fasilitas sarana dan prasarana di P2TP2A ini sudah cukup baik. Kami
sudah memiliki rumah aman dengan fasilitas cukup baik dan nyaman untuk para
korban. Hanya saja untuk rumah aman ini lokasinya sering berpindah-pindah
serta lokasi tempatnya yang dirahasiakan. Serta kami juga memiliki
Molin(Mobil Perlindungan) dan Torlin(motor Perindungan) ini tentu saja sangat
membantu mobilitas kami di lapangan. Untuk Molin dan Torlin ini merupakan
bantuan dari Kementrian Langsung untuk P2TP2A” (Wawancara pada tanggal
13 Maret 2018)

Dilihat dari beberapa pernyataan informan di atas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwasanya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh P2TP2A sudah cukup lengkap dan

baik selama ini. Ini dapat dilihat dari ketersediaanya molin (mobil perlindungan) dan

torlin (motor perlindungan) yang sangat membantu mobilitas para anggota P2TP2A

dalam hal melindungi perempuan dan anak di Kota Palembang.


118

BAB V
PENUTUP

Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran untuk Manajemen

Kolaborasi di Pusat Pelayanan Terpadu (P2TP2A) yang dilihat dari delapan indikator

keberhasilan suatu kolaborasi organisasi.

A. Kesimpulan

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Manajemen Kolaborasi di P2TP2A

sudah berjalan. Model Kolaborasi yang terdapat di P2TP2A Kota Palembang adalah

Jurisdiction Based Management ini ditandai dengan adanya ciri-ciri keterbatasan

kemampuan pemerintah daerah dalam menangani persoalan yang ada, terdiri dari aktor

pemerintah dan swasta, dan adanya ketergantungan antar pemerintah dan aktor yang

memiliki sumber daya. Dilihat dari tiga tahapan pengelolaan manajemen kolaborasi

dapat disimpulkan bahwasanya pengelolaan manajemen kolaborasi yang ada di dalam

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Palembang sudah

berjalan walaupun masih terdapat beberapa kekurangan. Dalam tahapan perencanaan

para stakeholders sudah ikut berpartisipasi dalam merumuskan rencana kerja dan

anggaran di P2TP2A. Pada tahapan pelaksanaan setiap stakeholder juga turut

berpartisipasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka. Tetapi dalam

tahapan evaluasi partisipasi para stakeholder masih kurang. Ini disebabkan oleh

banyaknya para stakeholder yang memiliki tugas dan tanggung jawab di tempat berbeda

serta belum adanya perihal sanksi didalam P2TP2A yang mengatur perihal menghadiri

rapat.
119

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian penulis mencoba memberikan beberapa masukan

dan saran kepada Pemerintah Kota Palembang dan P2TP2A Kota Palembang yang

mungkin dapat dijadikan solusi atas permasalahan yang ada saat ini, yaitu:

1. Mengenai rapat evaluasi, para anggota yang terdapat di dalam P2TP2A dapat

mengatur waktu dan jadwal lagi perihal rapat evaluasi.

2. Anggota P2TP2A harus segera membuat peraturan berupa sanksi yang tegas

terkait dengan kehadiran peserta di dalam rapat evaluasi.


120

Daftar Pustaka

Cresswell, John W. 2013, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


Mixed. Pustaka Belajar: Jakarta.
Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Iklusif, dan Kolaboratif.
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Ilmu
Administrasi Negara. Palembang.
Morse, Buss & Kinghorn, 2007. Transforming Leadership for the 21st Country. National
Academy Public Administration: New York
Sabaruddin, Abdul. 2015. Manajemen Kolaborasi Dalam Pelayanan Publik: Teori,
Konsep, dan Aplikasi. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Singarimbun. Masri dan Effendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survai. LPES:
Jakarta.
Subarsono. Agustinus. 2016. Kebijakan Publik dan Pemerintahan Kolaboratif Isu-isu
Kontemporer. Gava Media: Yogyakarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta:
Bandung.
Tadjudin, Djuhendi. 2000. Manajemen Kolaborasi: Pustaka Latin. Bogor.
Sumber Data dari Undang-undang:
Peraturan Pemerintah No. 09 Tahun 2008 Tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan
Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Peraturan Walikota Palembang No. 57 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Organisasi
dan Tata Kerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) Kota Palembang.
Permenkes No. 01 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pelayanan
Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No.23 Tahun 2004.
Undang-undang Perlindungan Anak 35 Tahun 2014.
Sumber Data Dari Skripsi dan Jurnal:
Fadilah, Ulva. 2012. Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap
Anak di Provinsi Banten. Serang, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
121

Haloho, Seriahni. 2013. Efektivitas Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan


Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Riau Tahun 2013 Dalam
Menangani Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Vol 2, No. 1
(https:jom.unri.ac.id, diakses pada 1 September 2017)
122

Pedoman Wawancara

No. Dimensi Indikator Pertanyaan


1. Network Structure Tidak ada organisasi yang
1. Adakah organisasi
mendominasi secara yang memiliki ego
berlebihan yang tinggi di dalam
P2TP2A ?
2. Adakah organisasi
yang lebih
mendominasi di dalam
P2TP2A ini ?
2. Commitmen To 1. Komitmen Perencanaan 1. Bagaimana komitmen
Common Purpose 2. Komitmen Pelaksanaan anggota dalam proses
3. Komitmen Evaluasi perencanaan ?
2. Bagaimana komitmen
anggota dalam proses
pelaksanaan ?
3. Bagaimana komitmen
anggota dalam proses
evaluasi ?
3. Trust Among Adanya rasa saling Selama menjalankan
Participant percaya antar anggota P2TP2A ini apakah
anggota memiliki rasa
saling percaya antar
sesama anggota ?
4. Governance 1. Batasan keanggotaan 1. Dalam P2TP2A ini
2. Peraturan apakah sudah jelas
3. Self determination mengenai batasan
4. Network manajemen keanggotaan yang
terlibat dan tidak
terlibat ?
2. Adakah peraturan yang
mengatur mengenai
kode etik anggota
P2TP2A ?
3. Apakah para anggota
selama ini diberikan
kebebasan dalam hal
pengelolaan P2TP2A ?
4. Apakah pernah terjadi
konflik antar anggota di
dalam P2TP2A ?
123

5. Acces to Authority Adanya SOP yang jelas Dalam menjalankan tugas dan
di dalam forum fungsinya apakah P2TP2A
sudah memiliki SOP sendiri
atau masih terpaku dengan
sop dari masing-masing
anggota ?
6. Leadership Pemimpin telah Bagaimana peran pimpinan
melakukan peran sejauh ini dalam mengelola
dengan baik serta P2TP2A khususnya dalam
memberikan motivasi memberikan arahan serta
kepada para anggota motivasi kepada para anggota
?
7. Distributive 1. Pembagian peran 1. Bagaimana pembagian
accountabillity/resp dan tanggung jawab peran dan tanggung jawab
onbillity dengan baik selama ini di dalam
2. Adanya pemahaman P2TP2A ?
anggota mengenai 2. Bagaimana pemahaman
tupoksi mereka para anggota mengenai
tugas dan tanggung
jawabnya selama ini ?
8. Information Sharing 1. Kemudahan akses 1. Apakah dalam pembagian
informasi dan informasi dan komunikasi
komunikasi antar antar anggota selama ini
anggota ada website ataupun
2. Kemudahan program khusus yang
masyarakat luas mengelola hal tersebut ?
dalam mengakses 2. Adakah website ataupun
informasi media informasi lainnya
yang dapat diakses
masyarakat luas dalam
upaya mencari informasi
mengenai P2TP2A ?
9. Acces To Resources 1. Sumber daya 1. Bagaimana kualitas dan
manusia kuantitas SDM yang ada
2. Anggaran di dalam P2TP2A selama
3. Sarana dan ini ?
prasarana 2. Bagaimana pengelolaan
anggaran dalam hal
transparansi, efektif, dan
efisien ?
3. Bagaimana kelengkapan
fasilitas yang menunjang
kualitas kerja P2TP2A ?
124

Matriks Hasil Penelitian

Indikator Temuan Analisis


Network Structure 1. Model jaringan kolaborasi
Jurisdiction Based Struktur jaringan
Management yang ada saat ini
2. Tidak ada organisasi yang sudah berjalan
memiliki ego yang tinggi dengan baik
3. Jaringan tidak bersifat
hierarki
Commitment to Common 1. Komitmen dalam
Purpose perencanaan sejauh ini
sudah berjalan dengan Commitment to
baik dilihat dari aktifnya Common Purpose
partisipasi anggota para anggota sudah
2. Komitmen dalam baik sejauh ini hanya
pelaksanaan para anggota saja untuk hal
sudah baik dilihat dari evaluasi masih
kontribusi anggota kurang karena belum
3. Komitmen dalam evaluasi adanya kesadaran dan
anggota masih kurang belum adanya sanksi
karena sedikitnya yang mengikat
partisipasi anggota dalam anggota
rapat evaluasi
Trust Among Participant 1. Adanya rasa saling Semua anggota yang
percaya terlibat di P2TP2A
2. Adanya keterbukaan percaya dengan
3. Adanya rasa saling anggota lain
menghargai antar anggota
Governance 1. Batasan anggota dan
bukan anggota sudah jelas
seperti yang tercantum di
SK Walikota No. 329
Tahun 2017
2. Peraturan, terdapat Tata kelola kolaborasi
pedoman dari kementrian sudah jelas
sebagai rujukan dalam hal
pelayanan terhadap korban
3. Terdapat kebebasan dalam
mengelola P2TP2A
4. Tidak pernah ada konflik
antar anggota
125

Acces to Authority Selama ini mengenai tupoksi


para anggota sudah diatur
cukup jelas hanya saja untuk Acces to Authority
SOP P2TP2A belum masih lemah
memiliki SOP sendiri dan
masih berpedoman dengan
SOP masing-masing anggota
Leadership Pimpinan sudah Peran pimpinan sudah
melaksanakan peran dengan berjalan dengan baik
sangat baik dalam
memberikan saran dan
motivasi kepada anggota
Distributive Pembagian peran dan Pembagian dan
Accoutabillity/Responbillity tanggung jawab sudah sesuai pemahaman anggota
sehingga para anggota dapat mengenai tugas dan
memahami perannya masing- tanggung jawab
masing sudah jelas
Information Sharing Akses informasi dan
komunikasi antar anggota Akses informasi dan
P2TP2A maupun kepada komunikasi masih
publik masih belum berjalan lemah
dengan baik
Acces to Resources 1. SDM masih kurang secara Acces to Resources
kuantitas sudah baik meskipun
2. Pengelolaan anggaran untuk SDM masih
sudah cukup baik dapat kekurangan
3. Sarana dan prasarana dalam hal kuantitas
sudah cukup lengkap
Kesimpulan Dari 9 dimensi di atas, terdapat 4 dimensi yang sudah
baik yaitu Network Structure, Trust Among
Participant, Leadership, dan Distributive
Accoutabillity/Responbillity. Sedangkan untuk
Commitment to Common Purpose, Governance, dan
Acces to Resources tidak bisa dikatakan buruk namun
juga tidak bisa dikatakan baik. Ini disebabkan oleh
adanya salah satu aspek penilaian efektivitas yang
belum terpenuhi. Untuk Acces to Resources masih
lemah ini dikarena P2TP2A belum memiliki SOP
resmi. Untuk Information Sharing akses informasi
dan komunikasi antar anggota ataupun informasi yang
diberikan kepada publik selama ini masih kurang.
Dari kesimpulan ini maka efektivitas kolaborasi yang
ada di dalam P2TP2A selama ini sudah berjalan
cukup baik. Hanya saja masih terdapat sedikit
kekurangan dalam beberapa beberapa dimensi.
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146

Anda mungkin juga menyukai