Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

METODE PENUGASAN ASUHAN KEPERAWATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Profesi Ners

Disusun Oleh :

Tri Handayani, S.Kep

NPM : 4012200004

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR


PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN KE-15
TAHUN AKADEMIK 2019-2020
Jl. Mayjen Lili Kusumah-Sumanding Wetan No. 33 Kota Banjar
Tlp (0265) 741100 Fax (0265) 744043
web: www.stikesbp.ac.id
A. Pengorganisasian Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat
Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus diselesaikan
untuk mencapai tujuan. Kegiatan perlu dikumpulkan sesuai dengan spesifikasi tertentu.
Pengorganisasian kegiatan dilakukan untuk memudahkan pembagian tugas pada perawat
sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan dimiliki peserta sesuai dengan kebutuhan klien
pengorganisasian tugas perawat ini disebut metode penugasan.
Setiap kegiatan keperawatan diarahkan kepada pencapaian tujuan dan merupakan tugas
menejer keperawatan untuk selalu mengkoordinasi, mengarahkan dan mengendalikan proses
pencapaian tujuan melalui interaksi, komunikasi, integrasi pekerjaan diantara staf
keperawatan yang terlibat. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut meneger keperawatan
dalam hal ini kepala ruangan bertanggung jawab mengorganisir tenaga keperawatan yang
ada dan kegiatan pelayanan keperawatan yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan
klien, sehingga kepala ruangan perlu mengkatagorikan klien yang ada di unit kerjanya.
Menurut Kron (1987) kategori klien didasarkan atas : tingkat pelayanan keperawatan yang
dibutuhkan klien, misalnya keperawatan mandiri, minimal, sebagian, total atau intensif. Usia
misalnya anak, dewasa, usia lanjut. Diagnosa/masalah kesehatan yang dialami klien
misalnya perawatan bedah/ortopedi, kulit. Terapi yang dilakukan, misalnya rehabilitas,
kemoterapi.
Di beberapa rumah sakit ini pengelompokkan klien didasarkan atas kombinasi kategori
diatas. Selanjutnya kepala ruangan bertanggung jawab menetapkan metode penyusunan
keperawatan apa yang tepat digunakan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan sesuai dengan
jumlah katagori tenaga yang ada di ruangan serta jumlah klien yang menjadi tanggung
jawabnya.
B. Kepala Ruangan Sebagai Manager Keperawatan
Kepala ruangan dalam sebuah ruangan keperawatan harus mengkoordinasikan
kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan melakukan evaluasi penampilan kerja
staf dalam upaya mempertahankan kualitas pelayanan pemberian asuhan keperawatan.
Berbagai metode pemberian asuhan keperawatan dapat dipilih dan disesuaikan dengan
kondisi dan jumlah pasien, kategori pendidikan dan pengalaman staf di unit yang
bersangkutan (Arwani, 2005).
Kepala ruangan menentukan bagaimana jalan terbaik dalam merencanakan kegiatan kerja
sehingga sasaran organisasi dicapai secara efektif dan efisien Marquis, B.L. & Huston, C., J.
(2000). Dalam hal ini termasuk penggunaan sumber daya secara bijak dan koordinasi
pekerjaan dengan bagian lainnya. Pemilihan model pengiorganisasian yang tepat dalam
pemberian pelayanan kesehatan pada tiap unit kerja atau organisasi bergantung kepada
keterampilan dan keahlian staf, keberadaan perawat professional yang teregister, sumber
daya ekonomi organisasi, karakteristik pasien, dan kompleksitas tugas-tugas yang harus
diselesaikan. Menurut Gillies (1994) peran kepala ruangan harus lebih peka terhadap
anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap
hasil dari pelayanan keperawatan yang berkualitas, dan menghindari terjadinya kebosanan
perawat serta menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan. Adapun
fungsi kepala ruangan sebagai berikut (Marquis dan Houston, 2000):
1. Perencanaan :
Dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, dan
peraturan-peraturan : membuat perencanaan jangka pendek dan jangka panjang untuk
mencapai visi, misi, dan tujuan, organisasi, menetapkan biaya-biaya untuk setiap
kegiatan serta merencanakan dan pengelola rencana perubahan.
2. Pengorganisasian :
meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan, menetapkan
metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang paling tepat,
mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit serta melakukan peran dan
fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewengan dengan tepat.
3. Ketenagaan :
Pengaturan ketegagaan dimulai dari rekruetmen, interview, mencari, dan
orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosialisasi staf.
4. Pengarahan :
Mencakup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti
motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi, dan
memfasilitasi kolaborasi.
5. Pengawasan
Meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika aspek legal,
dan pengawasan professional. Seorang manajer dalam mengerjakan kelima fungsinya
tersebut sehari-sehari akan bergerak dalam berbagai bidang penjualan, pembelian,
produksi, keuangan, personalia dan lain-lain.
Sedangkan menurut Depkes RI (1994) uraian tugas kepala ruangan adalah:
1. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi :
a. Merencanakan jumlah dan kategori tenaga perawatan serta tenaga lain sesuai
kebutuhan.
b. Merencanakan jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan.
c. Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan/ asuhan keperawatan yang akan
diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.
2. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi :
a. Mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat.
b. Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain sesuai
dengan kebutuhan dan ketentuan / peraturan yang berlaku (bulanan, mingguan,
harian).
c. Melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu atau tenaga lain
yang bekerja di ruang rawat.
d. Memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan untuk melaksanakan
asuhan perawatan sesuai standar.
e. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja sama dengan
sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan ruang rawat.
f. Mengenal jenis dan kegunaan barang peralatan serta mengusahakan pengadaannya
sesuai kebutuhan pasien agar tercapainya pelayanan optimal.
g. Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat, dan bahan lain yang
diperlukan di ruang rawat.
h. Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu dalam
keadaan siap pakai.
i. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan inventaris peralatan.
j. Melaksanakan program orientasi kepada pasien dan keluarganya meliputi tentang
peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas yang ada dan cara
penggunaannya.
k. Mendampingi dokter selama kunjungan keliling untuk memeriksa pasien dan
mencatat program.
l. Mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat untuk
tingkat kegawatan, injeksi dan non injeksi, untuk memudah pemberian asuhan
keperawatan.
m. Mengadakan pendekatan kepada setiap pasien yang dirawat untuk mengetahui
keadaan dan menampung keluhan serta membantu memecahkan masalah
berlangsung.
n. Menjaga perasaan pasien agar merasa aman dan terlindungi selama pelaksanaan
pelayanan berlangsung.
o. Memberikan penyuluhan kesehatan terhadap pasien / keluarga dalam batas
wewenangnya.
p. Menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan terlindungi serlama pelaksanaan
pelayanan berlangsung.
q. Memelihara dan mengembangkan sistem pencatatan data pelayanan asuhan
keperawatan dan kegiatan lain yang dilakuakan secara tepat dan benar.
r. Mengadakan kerja sama yang baik dengan kepala ruang rawat inap lain, seluruh
kepala seksi, kepala bidang, kepala instansi, dan kepala UPF di Rumah Sakit.
s. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara petugas, pasien dan
keluarganya, sehingga memberi ketenangan.
t. Memberi motivasi tenaga nonkeperawatan dalam memelihara kebersihan ruangan
dan lingkungan.
u. Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien ruangan.
v. Memeriksa dan meneliti pengisi daftar pemintaan makanan berdasarkan macam dan
jenis makanan pasien kemudian memeriksa / meneliti ulang saat pengkajiannya.
w. Memelihara buku register dan bekas catatan medis.
x. Membuat laporan harian mengenai pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan serta
kegiatan lain di ruangan rawat.
3. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penelitian, meliputi:
a. Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan,
melaksanakan penilaian terhadap uapaya peningkatan pengetahuan dan
keterampilan di bidang perawatan.
b. Melaksanakan penilaian dan mencantumkan kedalam Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai (D.P.3) bagi pelaksana keperawatan dan tenaga lain di ruang
yang berada di bawah tanggung jawabnya untuk berbagai kepentingan (naik
pangkat/golongan, melanjutkan sekolah) mengawasi dan mengendalikan
pendayagunaan peralatan perawatan serta obat-obatan secara efektif dan efisien.
c. Mengawasi pelaksanaan system pencatatan dan pelaporan kegiatan asuhan
keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat.
C. Metode Penugasan Keperawatan
Berbagai metode penugasan keperawatan yang dapat digunakan dengan beberapa
keuntungan dan kerugian metode tersebut, antara lain :
1. Metode Fungsional
Metode fungsional merupakan pengorganisasian tugas pelayanan keperawatan
yang didasarkan kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan.
Contoh : Perawat A tugasnya menyuntik, perawat B tugasnya mengukur suhu badan
klien. Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua klien
yang ada di unit tersebut. Kepala ruangan (head nurse) bertanggung jawab dalam
pembagian tugas tersebut dan menerima laporan tentang semua klien serta menjawab
semua pertanyaan tentang klien. Orientasi pada jenis tugas tertentu. Pendekatan ini
efisien, dalam arti :
 Semua jenis pekerjaan akan terkelola dan terkontrol.
 Waktu pengerjaan lebih singkat.
 Seseorang dengan jenis tugas tertentu untuk jangka waktu lama akan
menjadi sangat terampil terhadap tugas tersebut.
 Dibutuhkan uraian kerja, protap jelas, kontrol terstruktur
Model ini cocok untuk keadaan darurat, tetapi kurang untuk meningkatkan
mutu askep (Gillies, 1989; Tomey, 1992). Metode pemberian asuhan
keperawatan fungsional pertamakalinya berkembang pada saat perang dunia
ke II.
Kebanyakan institusi menganggap keperawatan fungsional memiliki nilai
ekonomis dalam pemberian pelayanan kesehatan. Hal tersebut benar jika
kualitas pelayanan dan pelayanan yang holistik bukan sesuatu hal yang
penting.

Keuntungan :
 Perawat terampil untuk tugas /pekerjaan tertentu.
 Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas.
 Kekurangan tenaga yang ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang
berpengalaman untuk satu tugas yang sederhana.
 Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik
yang praktek untuk keterampilan tertentu.
Kerugian :
 Pelayanan keperawatan terpilah-pilah atau total sehingga proses
keperawatan sulit dilakukan.
 Apabila pekerjaan selesai cenderung meninggalkan klien dan
melakukan tugas nonkeperawatan.
 Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai dan sulit diidentifikasi
kontribusinya terhadap pelayanan.
 Perawat hanya melihat asuhan keperawatan sebagai keterampilan saja.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan :
 Pendekatan fungsional lebih menekankan teknik – prosedural, tidak
memperhatikan keberadaan klien secara utuh dan unik.
 Pelayanan terfragmentasi, kesinambungan asuhan tidak terjamin.
 Ada kemungkinan, jenis tugas tertentu tidak teridentifikasi sehingga
luput dari perhatian staf.
 Semua anggota tim harus paham terhadap permasalahan klien –
intervensi dan dampaknya – karenanya dibutuhkan case conference
secara periodik dan berkesinambungan.
2. Metode Tim Keperawatan
Metode tim keperawatan yaitu pengorganisasian pelayanan keperawatan oleh
sekelompok klien dan sekelompok klien. Kelompok ini dipimpin oleh perawat
profesional yang berpengalaman serta memiliki pengetahuan dalam bidangnya
(registered nurse).
Pembagian tugas di dalam kelompok dilakukan oleh pimpinan kelompok/ketua
tim. Selain itu ketua tim bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota grup/tim.
Sebelum tugas dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta
membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan.
Selanjutnya ketua tim yang melaporkan pada kepala ruangan tentang kemajuan
pelayanan/asuhan keperawatan terhadap klien.
Tim keperawatan dikembangkan pada tahun 1950-an dalam upaya mengurangi
masalah yang berhubungan dengan fungsi pengorganisasian pelayanan pasien. Banyak
yang percaya meskipun terus-menerus kekurangan staf perawat professional, system
pelayanan pasien harus dikembangkan untuk mengurangi pelayanan yang terpilah-pilah
dari metode keperawatan fungsional.
Dalam keperawatan tim, tenaga pendukung berkolaborasi dalam memberikan
pelayanan terhadap sekelompok pasien di bawah arahan seorang perawat professional.
Seorang ketua tim bertanggung jawab mengetahui kondisi dan kebutuhan seluruh pasien
yang dirawat oleh tim. Kewajiban ketua tim bergantung kepada kebutuhan pasien dan
beban kerja, termasuk membantu anggota tim, memberikan pelayanan langsung kepada
pasien, mendidik pasien dan melakukan koordinasi terhadap aktivitas pasien.
Melalui komunikasi tim yang terus-menerus, pelayanan kompehensif akan dapat
diberikan kepada pasien meskipun relatif banyak staf pendukung.
Keperawatan tim biasanya berkaitan dengan pola kepemimpinan demokratis. Anggota
tim diberikan otonomi sebanyak mungkin dalam mengerjakan tugas meskipun juga
berbagi dalam tanggung jawab dan tanggung gugatnya. Mengakui nilai-nilai individual
karyawan dan memberikan otonomi kepada anggota tim akan menghasilkan kepuasan
kerja yang tinggi.
Beberapa keuntungan dan kerugian metode keperawatan tim dapat dilihat
sebagai berikut:
Keuntungan :
 Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif.
 Memungkinkan pencapaian proses keperawatan.
 Konflik atau perbedaan pendapat antar staf daapt ditekan melalui rapat tim cara ini
efektif untuk belajar.
 Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal.
 Memungkinkan menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda dengan
aman dan efektif.
Kerugian :
 Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan atau
terburu-buru sehingga dapat mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar
anggota tim terganggu sehingga kelancaran tugas terhambat.
 Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau
berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
 Akuntabilitas dalam tim kabur pelaksanaan metode tim harus didasarkan pada
konsep berikut :
a. Ketua tim diberikan pada perawat profesional dan harus mampu
menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan, manajemen dan
komunikasi efektif.
b. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang prioritas perencanaan,
supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan.
c. Komunikasi yang efektif penting untuk menjamin kontinuitas rencana
perawatan.
d. Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan
melalui berbagai cara terutama melalui rencana perawatan tertulis yang
merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi dan evaluasi.
e. Anggota tim harus menerima dan menghargai kepemimpinan ketua tim.
Ketua tim membantu anggotanya untuk memahami dan melakukan tugas
sesuai dengan kemampuan mereka.
Prinsip tim keperawatan :
a. Suatu model asuhan yang dilaksanakan oleh suatu tim terhadap satu atau sekelompok
klien/pasien.
b. Tim dipimpin oleh seorang perawat yang secara klinis kompeten, mempunyai
kemampuan yang baik dalam komunikasi, mengorganisasi, dan memimpin.
c. Dalam model ini, tim dapat terdiri dari pelaksana asuhan dengan level kemampuan
yang berbeda tetapi semua aktifitas tim harus terkoordinasi secara baik.
d. Dalam proses asuhan, dibutuhkan kesinambungan antar tim untuk setiap shift dinas
(Pagi – Sore – Malam). Dokumentasi akurat, timbang terima berbasis pasien.
e. Semua anggota tim harus paham terhadap permasalahan klien – intervensi dan
dampaknya – karenanya dibutuhkan case conference secara periodik dan
berkesinambungan.
3. Metode Kasus
Metode ini adalah suatu penugasan yang diberikan kepada perawat untuk
memberikan asuhan secara total terhadap seorang atau sekelompok klien.
 Berpusat pada klien/pasien
Perawat bertanggung jawab untuk melakukan asuhan secara komprehensif
terhadap satu atau sekelompok pasien pada shift dinas tertentu.
 Secara konsisten pasien dilayani oleh perawat yang sama dalam satu
periode/shift dinas.
 Dibutuhkan level kompetensi yang tinggi dari pelaksana asuhan.
4. Metode Keperawatan primer/utama (Primary Nursing)
Metode keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan
keperawatan, dimana seorang perawat register bertanggung jawab dan bertanggung gugat
untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dalam 24 jam.
Metode keperawatan primer berkembang pada awal tahun 1970-an menggunakan
beberapa konsep pelayanan keperawatan total dan membawa perawat teregister kembali
ke sisi tempat tidur untuk memberikan pelayanan klinis. Sesungguhnya Manthey (2001)
dalam Marquis, B.L. & Huston, C., J. (2002) menganjurkan bahwa hanya keperawatan
primer jenis pemberian pelayanan pasien yang mengharuskan hubungan perorangan
antara seorang perawat dan pasien dengan tanggung jawab dalam perencanaan dan
pengelolaan pelayanan secara jelas.
Keperawatan primer didesain dengan seorang tenaga keperawatan profesional
terhadap 4-5 klien sebagai perawat primer yang bertanggung jawab terhadap kondisi
klien, semua kebutuhan dan koordinasi dengan tim kesehatan lainnya.
Perawat primer bertanggung jawab mulai klien masuk sampai pulang. Perawat Primer
bertangungjawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan
asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Pada
saat tidak bertugas perawat primer lain bertindak sebagai perawat asosiet.
Tanggung jawab penting perawat primer adalah mengatur komunikasi yang jelas di
antara pasien, dokter, perawat asosiet, dan tim kesehatan lainnya. Kombinasi komunikasi
yang baik dan keberadaan interdisiplin dalam satu grup dalam memberikan pelayanan
langsung meningkatkan kualitas pelayanan pasien secara holistic.
Meskipun kepuasan kerja tinggi dalam keperawatan primer, metode ini sulit
diimplementasikan karena dibutuhkan tanggung jawab dan otonomi yang tinggi dari
perawat primer. Sehingga bila perawat mengembangkan kemampuannya dalam
pemberian pelayanan keperawatan primer, mereka akan merasa tertantang dan harus
mendapatkan harga yang setimpal. Berikut beberapa keuntungan dan kerugian metode
keperawatan primer :
Keuntungan :
 Model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau diterapkan.
 Memungkinkan asuhan keperawatan yang komprehensif.
 Memungkinkan penerapan proses keperawatan.
 Memberikan kepuasan kerja bagi perawat.
 Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan
keperawatan.
Kerugian :
 Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional
 Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain
5. Keperawatan Moduler
Metode keperawatan modul merupakan metode modifikasi keperawatan tim –
primer, yang dilaksanakan untuk meningkatkan efektifitas konsep keperawatan tim
melalui penugasan modular. Perawat profesional dan vokasional bekerjasama dalam
merawat sekelompok klien dari mulai masuk ruang rawat hingga pulang (tanggung jawab
total)
Metode ini juga memerlukan perawat yg berpengetahuan luas dan trampil, kemampuan
kepemimpinan baik dimana pengorganisasian pelayanan/asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat profesional dan non profesional (trampil) untuk sekelompok klien
dari mulai masuk rumah sakit sampai pulang disebut tanggung jawab total atau
keseluruhan. Untuk metode ini diperlukan perawat yang berpengetahuan, terampil dan
memiliki kemampuan kepemimpinan. Idealnya 2-3 perawat untuk 8 – 12 orang klien.
Keuntungan dan kerugian :
 Sama dengan gabungan antara metode tim dan metode keperawatan primer.
 Semua metode di atas dapat digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi ruangan.
Jumlah staf yang ada harus berimbang sesuai dengan yang telah dibahas pembicara
yang sebelumnya. Selain itu kategori pendidikan tenaga yang ada perlu diperhatikan
sesuai dengan kondisi ketenagaan yang ada saat ini di Indonesia.
 Khususnya di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo metode tim lebih memungkinkan
untuk digunakan, selain itu menurut organisasi rumah sakit Amerika bahwa dari hasil
penelitian dinyatakan 33% rumah sakit menggunakan metode Tim, 25% perawatan
total/alokasi klien, 15% perawatan primer dan 12% metode fungsional (Kron & Gray,
1987).
6. Manajemen Kasus
Manajemen kasus merupakan sistem pemberian asuhan multidisiplin yang
bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim kesehatan serta
sumber-sumber yang ada. Manajemen kasus Sering digunakan dalam sarana/perangkat
komunitas dan pskiatri dan diadopsi dalam pasien rawat inap.
Manajemen kasus merupakan rancangan terakhir yang diajukan untuk memenuhi
kebutuhan pasien (Marquis, B.L. & Huston, C., J., 2002). Zander, 1988 dalam Sullivan
dan Decter, 2001 menyatakan bahwa keperawatan manajemen kasus adalah model untuk
identifikasi, koordinasi dan monitoring implementasi kebutuhan pelayanan untuk
mencapai hasil asuhan yang diinginkan dalam periode tertentu
Perkembangan pasien akan diikuti terus oleh manajer kasus dari masuk sampai pulang.
Integrasi layanan kesehatan untuk klien/pasien secara individu atau kelompok dengan tim
multidisiplin yang bertanggung jawab secara kolaboratif dalam kajian kebutuhan klien
dan menetapkan rencana tindakan – implementasi – evaluasi dari saat pasien diterima,
dirujuk dan atau dipulangkan. Dalam manajemen kasus diperlukan :
a. Case manager
Case manager memegang setiap kasus individu untuk menjalankan
fungsi koordinasi dan kolaborasi, mengidentiifikasi pemberian pelayanan,
pengobatan yang memiliki nilai cost-effective, dan pengaturan pelayanan
terhadap individu yang ditangani (Finkleman, 2001 dalam Marquis, B.L. &
Huston, C.,J., 2002).
b. Critical/Clinical pathway
Merupakan panduan alur penanganan pasien secara terintegrasi
misalnya: CP pasien dengan Total Knee Replacement, dan lain-lain.
Elemen penting dalam manajemen kasus :
a. Kerja sama semua anggota pelayanan.
b. Identifikasi hasil yang diharapkan pasien.
c. Menggunakan prinsip perbaikan kualitas terus menerus dan menganalisa
varian.
d. Promosi praktek keperawatan professional.
Keuntungan :
 Asuhan yang diberikan komprehensif, berkesinambungan dan holistik.
Kerugian :
 Kurang efisien karena memerlukan perawat profesional dengan keterampilan
tinggi dan imbalan yang tinggi, sedangkan
Masih ada pekerjaan yang harus dikerjakan oleh asisten perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI (1998), National Strategic Plan of Action for Nursing and Midwifery Workforce
Development, POKJA Keperawatan dan Kebidanan, Jakarta
Depkes RI (2009), Standar Pelayanan Minimal, Depkes RI, Jakarta
Depkes RI (2005), Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik Perawat dan Bidan, Direktorat
Pelayanan Keperawatan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI & FK-UGM (2008), Evaluasi Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik Perawat dan
Bidan di 2 provinsi, Direktorat Pelayanan Keperawatan Direktorat Jendral Pelayanan
Medik Depkes RI, Jakarta.
Gillies (1994). Nursing management: A system approach. (third edition). Philadelphia: WB.
Saunders.
La Monica L. Elaine. (1998). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Pendekatan
Berdasarkan Pengalaman. Alih Bahasa Nurachmah. Elly. EGC. Jakarta
Marquis, B.L. & Huston, C., J. (1998). Management decision making for nurses: 124 case
studies. (3rd edition). Philadelphia: Lippincott
Marquis, B.L. & Huston, C., J. (2002). Leadership roles and management function in nursing:
Theory & application. (3rd ed.). Philadelphia: Lippincott
Swansburg, R.C. & Swansburg, R.J. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan. Untuk Perawat Klinis. Alih Bahasa Samba.Suharyati. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai