Anda di halaman 1dari 13

1

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM MEMANDIRIKAN


KLIEN DEFISIT PERAWATAN DIRI: MANDI DAN BERHIAS
DI RSJ GRHASIA

Eviana Dwi Hastuti1, Sri Hendarsih2, Sarka Ade Susana3


Program Studi D3 Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Jl. Tatabumi No. 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, D.I. Yogyakarta
Email: evianadwihastuti@gmail.com

INTISARI
Latar Belakang: Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul
pada klien gangguan jiwa, klien dengan gangguan jiwa sering mengalami
ketidakpedulian merawat diri, dari empat masalah keperawatan di RS Jiwa Grhasia
yang paling sering ditemukan adalah masalah defisit perawatan diri, sebanyak 614
orang (22%) klien mengalami defisit perawatan diri. Tujuan studi kasus adalah
mengetahui pola dan respon klien terhadap penerapan komunikasi terapeutik dalam
memandirikan klien defisit perawatan diri: mandi dan berhias. Metode yang digunakan
deskriptif dengan pendekatan studi kasus menerapkan proses asuhan keperawatan pada
dua klien dengan defisit perawatan diri: mandi dan berhias. Hasil Studi Kasus:
menunjukan setelah dilakukan penerapan komunikasi terapeutik baik secara verbal dan
non verbal, klien mau dan mampu melakukan perawatan diri: mandi dan berhias secara
mandiri. Respon klien pertama lebih cepat dari pada respon klien kedua. Kesimpulan:
Penerapan komunikasi terapeutik secara verbal dan nonverbal memberikan dampak
respon klien berupa kemandirian klien dalam melakukan perawatan diri: mandi dan
berhias.

Kata Kunci: Defisit Perawatan Diri, Gangguan Jiwa, Komunikasi Terapeutik.

ABSTRACT
Background: Self-care deficit is one of the problems that arise in clients with mental
disorders, clients with mental disorders often suffer the indifference of taking care of
themselves, of the four issues nursing RSJ Grhasia the most common is the problem of
self-care deficit, as many as 614 people (22%) had a deficit of self-care clients. The
purpose of the case study is to know the pattern and response of the clients to the
application of therapeutic communication in establishing the clients self-care deficits:
bath and ornamental. The method used is descriptive case study approach, is to perform
nursing care in patient self-care deficits. The result of case study showed after the
application of therapeutic communication both verbally and non verbally, clients willing
and able to do self care: bath decorate independently. The first client response is faster
than the second client response. Conclusion: The application of verbal and non verbal
therapeutic communication gives impact client response in the form of client
independence in self-care: bath and decorate.

Keywords: Deficit Self Care, Mental Disorders, Therapeutic Communication

PENDAHULUAN

1
Mahasiswa Poltekeks Kemenkes Yogyakarta
2
Dosen Poltekeks Kemenkes Yogyakarta
3
Dosen Poltekeks Kemenkes Yogyakarta
2

Angka prevalensi gangguan Resiko Perilaku Kekerasan 913 klien,


jiwa berat di Indonesia tahun 2013 Gangguan sensori persepsi:
sebesar 0,17%. Prevalensi tertinggi Halusinasi/ilusi 881, Defisit
terjadi didaerah DI Yogyakarta dan Perawatan Diri 614 klien dan
Aceh yaitu 0,27% sedangkan angka Deprivasi Tidur 282 klien. Menduduki
prevalensi terendah di Kalimantan peringkat ke-empat masalah
Barat sebesar 0,07%. Berdasarkan keperawatan yang ditemukan adalah
data tersebut sebanyak 14,3% masalah defisit perawatan diri,
diantaranya pernah atau sedang sebanyak 614 orang (22%). Data yang
dipasung. Angka pemasung di diperoleh dari bangsal Srikandi RSJ
pedesaan sebesar 18,2% jauh lebih Grhasia dari Januari sampai Desember
tinggi dibanding dengan angka 2017 ada 37 klien dengan defisit
pemasungan diperkotaan yang hanya perawatan diri, sedangkan pada bulan
sebesar 10,7%. Di Yogyakarta sendiri Januari 2018 ada 5 klien. Defisit
ditemukan prevalensi gangguan jiwa perawatan diri terjadi bila tindakan
berat sebanyak 0,27%. Kasus teratas perawatan diri tidak adekuat dalam
dengan prevalensi 0,46% berada di memenuhi kebutuhan perawatan diri
daerah Kulon Progo, disusul Bantul yang disadari. Teori defisit perawatan
dengan 0,4%, Kota Yogyakarta diri bukan hanya saat keperawatan
sebesar 0,24% dan Gunung Kidul dibutuhkan saja, melainkan cara
sebesar 0,15%. Dari data yang didapat membantu orang lain dengan
dapat diperkirakan ada 0,2%-0,3% menerapkan metode bantuan, yaitu
penderita gangguan jiwa berat di melakukan, memandu, mengajarkan,
DIY1. mendukung dan menyediakan
Berdasarkan hasil studi lingkungan yang dapat meningkatkan
pendahuluan yang dilakukan di kemampuan individu untuk memenuhi
Rumah Sakit Jiwa Grhasia pada tuntutan akan perawatan diri saat ini
periode bulan Januari sampai atau dimasa yang akan datang2.
Desember 2017, ditemukan masalah Defisit perawatan diri
keperawatan pada klien rawat inap merupakan salah satu masalah yang
yaitu Perilaku Kekerasan 1016 klien, timbul pada klien gangguan jiwa.
3

Pasien gangguan jiwa kronis sering suatu pelayanan kesehatan terhadap


mengalami ketidakpedulian merawat orang dengan gangguan jiwa sehingga
diri. Keadaan ini merupakan gejala dapat berfungsi dengan wajar
perilaku negatif dan menyebabkan dilingkungan keluarga, lembaga dan
pasien dikucilkan baik dalam keluarga masyarakat.
maupun masyarakat3. Keadan tersebut Peran perawat dibutuhkankan
akan menimbulkan berbagai masalah dalam memberikan asuhan
dalam kehidupan. Masalah sosial keperawatan secara komperhensif
yang berhubungan dengan personal dalam melakukan upaya kesehatan
hygine adalah gangguan kebutuhan jiwa. Peran perawat adalah sebagai
aman nyaman , kebutuhan cinta attitude theraphy, yakni
mencintai, kebutuhan harga diri, mengobservasi perubahan, baik
aktualisasi diri dan gangguan interaksi perubahan kecil atau menetap yang
sosial. Banyak gangguan kesehatan terjadi pada klien, mendemonstrasikan
yang diderita seseorang karena penerimaan, respek, memahami klien
tidak terpeliharanya kebersihan dan mempromosikan keterkaitan klien
perorangan dengan baik,gangguan dan berpartisispasi dalam interaksi 4.
fisik yang sering terjadi adalah: Dalam berinteraksi tentu komunikasi
gangguan integritas kulit, gangguan diperlukan. Komunikasi dapat
membrane mukosa mulut, infeksi membantu perawat dalam memberikan
mata dan telinga dan gangguan fisik asuhan keperawatan jiwa.
pada kuku. Komunikasi perawat dengan
Dalam Undang-Undang RI No. pasien jiwa mempunyai efek
18 Tahun 2014 menjelaskan upaya penyembuhan baik dalam kontens
pemerintah mendukung perawat dalam kesehatan jiwa maupun kesehatan
memberikan asuhan perawatan pada fisik klien dengan defisit merawat
klien defisit perawatan diri. Salah satu diri5. Komunikasi juga memiliki
upaya pemerintah dalam menangani kontribusi yang signifikan dalam
orang dengan gangguan jiwa adalah kesehatan dan kesembuhan pasien
upaya kuratif. Upaya kuratif juga kemauan klien dalam perawatan
merupakan suatu kegiatan pemberian diri6. Komunikasi juga memiliki
4

kontribusi yang signifikan dalam tentang penerapan komunikasi


kesehatan dan kesembuhan pasien terapeutik untuk mengetahui sejauh
juga kemauan klien dalam perawatan mana pengaruhnya terhadap
diri6. Komunikasi dalam bentuk kemandirian klien dengan defisit
strategi pelaksanaan (SP) pada Defisit perawatan diri. Tujuannya mengetahui
Perwatan Diri ini bertujuan agar klien penerapan komunikasi terapeutik
mampu dan mau menjadi mau dalam memandirikan klien dengan
melaksanakan aktifitas perawatan defisit perawatan diri.
mandiri atau personal higiene secara METODE
mandiri seperti mandi/ membersihkan Metode penelitian karya tulis
diri, berpakaian/berhias, mandi, buang ilmiah ini merupakan studi kasus yang
air besar dan buang air kecil 7. dilaporkan secara diskriptif tentang
Komter (komunikasi “Penerapan Komunikasi Terapeutik
terapeutik) merupakan komunikasi dalam Memandirikan Klien Defisit
yang direncanakan secara sadar, Perawatan Diri: Mandi dan Berhias di
tujuan dan kegiatannya difokuskan RSJ Grhasia”.
untuk menyembuhkan klien. Komter Subyek studi kasus ini yaitu
merupakan media untuk saling telah membandingkan dua klien
memberi dan menerima antar perawat dengan defisit perawatan diri: mandi
dengan klien. Komter secara verbal dan berhias di Rumah Sakit Jiwa
dan non verbal. Dalam komter ada Grhasia Yogyakarta.
tujuan spesifik, batasan waktu, Studi kasus ini difokuskan
berfokus pada klien dalam memenuhi pada penerapan komunikasi terapeutik
kebuutuhan klien, ditetapkan bersama dalam memandirikan klien defisit
timbal balik, berorientasi pada masa perawatan diri: mandi dan berhias
sekarang, saling bebagi perasaan8. dalam memenuhi kebutuhan personal
Dalam asuhan keperawatan, hygiene.
komunikasi dilakukan untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal.
Berdasarkan data diatas penulis
tertarik untuk melakukan observasi HASIL
5

Berdasarkan hasil studi kasus secara mandiri sedangkan pada Nn. W


yang dilakukan terhadap dua klien mau melakukan perawatan diri: mandi
gangguan jiwa dengan defisit dan berhias dengan cara dibimbing
perawatan diri: mandi dan berhias di oleh perawat di Wisma Srikandi.
Wisma Srikandi Rumah Sakit Jiwa Klien Nn. W mau melakukan
Grhasia pada tanggal 28-30 Mei 2018, perawatan diri: mandi dan berhias
maka didapatkan dua hasil respon namun cara melakukan perawatan diri
pasien pada hari pertama penerapan mandi dan berhias masih salah seperti
komunikasi terapeutik klien Ny. S usia mandi dengan tidak membuka pakaian
38 tahun dengan diagnosa dan tidak menggunakan handuk.
keperawatan Gangguan Proses Pikir Hari ketiga penerapan
Waham Magis Mistik, Gangguan komunikasi terapeutik, klien Ny. S
Sensori Persepsi Halusinasi sudah mampu melakukan perawatan
Pendengaran, dan Defisit Perawatan diri: mandi dan berhias tanpa disuruh
Diri: mandi dan berhias mau dan dimotivasi oleh perawat Wisma
melakukan beberapa perawatan diri: Srikandi. Sedangkan pada Nn. W klien
mandi dan berhias secara mandiri masih harus dibimbing, dimotivasi
sedangkan Nn. W usia 18 tahun untuk melakukan perawatan diri:
diagnosa keperawatan Gangguan mandi dan berhias. Klien Nn. W
Proses Pikir Waham Magis Mistik, masih belum mau melakukan
Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi perawatan diri: mandi dan berhias
Pendengaran, Harga Diri Rendah, secara mandiri. Klien masih harus
Isolasi Sosial, Resiko Perilaku dimotivasi oleh perawat setiap
Kekerasan dan Defisit Perawatan Diri: melakukan perawatan diri: mandi dan
mandi dan berhias belum mau berhias.
melakukan perawatan diri: mandi dan PEMBAHASAN
berhias. 1. Pola komunikasi terapeutik di
Pada hari kedua penerapan Wisma Srikandi
komunikasi terapeutik klien kasus Berdasarkan hasil studi kasus
pertama mau dan mampu melakukan yang dilakukan terhadap dua klien
perawatan diri: mandi dan berhias gangguan jiwa dengan defisit
6

perawatan diri: mandi dan berhias keperawatan disemua tatanan


di Wisma Srikandi Rumah Sakit pelayanan kesehatan 10.
Jiwa Grhasia pada tanggal 28-30 Komunikasi verbal yang
Mei 2018, maka didapatkan hasil dilakukan perawat dalam bentuk
bahwa dalam memandirikan klien ajakan, motivasi, support perawat
dengan defisit perawatan diri: terhadap klien. Motivasi dan
mandi dan berhias penulis telah support dari perawat tentunya klien
dilakukan penerapan komunikasi akan merespon ajakan perawat
terapeutik yang dilakukan oleh untuk melakukan perawatan diri
perawat di Wisma Srikandi. baik secara mandiri maupun
Penerapan komunikasi terapeutik dengan bantuan.
difokuskan pada dua klien dengan Kasus Ny. S menggambarkan
defisit perawatan diri khususnya bahwa ajakan, motivasi, dan
mandi dan berhias. Penerapan support yang dilakukan oleh
komunikasi terapeutik di Wisma perawat di Wisma Srikandi mampu
Srikandi telah sesuai dengan memandirikan klien untuk
standart prosedur operasional melakukan perawatan diri: mandi
yang telah ditetapkan Rumah Sakit dan berhias. Komunikasi terapeutik
Grhasia. secara verbal yang berlangsung
Komunikasi terapeutik yang antara perawat dan klien di Wisma
diterapkan di Wisma Srikandi Srikandi ini dilakukan secara; face
dalam bentuk komunikasi verbal to face atau bertatap muka. Reaksi
dan non verbal. Komunikasi verbal atau tanggapan dari klien dapat
adalah komunikasi yang dilakukan diketahui saat itu juga baik itu lisan
melalui kata-kata, bicara atau maupun disertai dengan bahasa
tertulis9. Komunikasi verbal adalah tubuh atau nonverbal 10
.
petukaran informasi secara verbal Komunikasi terjalin antara perawat
terutama berbicara tatap muka dan dan klien menjadi masukan
komunikasi verbal adalah berharga bagi perawat untuk
komunikasi yang paling lazim mengambil tindakan selanjutnya
digunakan dalam pelayanan bagi klien.
7

Hambatan dalam komunikasi memungkinkan klien memiliki


verbal yang dilakukan oleh perawat motivasi untuk melakukan
di Wisma Srikandi yaitu Klien Nn. peraawatan diri: mandi dan berhias.
W tidak mau melakukan perawatan Perawat memberikan perawatan
diri: mandi dan berhias secara dengan tindakan komunikasi baik
mandiri setalah dilakukan verbal atau pun nonverbal11.
penerapan komunikasi verbal. Penggunaan komunikasi verbal
Klien Nn. W baru mau melakukan dan non verbal yang diterapkan di
perawatan diri: mandi dan berhias Wisma Srikandi efektif digunakan
setelah perawat menyentuh dan perawat jiwa dalam pelayanan
mengarahkan klien ke kamar keperawatan di Wisma Srikandi.
mandi. Komunikasi yang dilakukan Komunikasi non verbal mendukung
perawat di Wisma Srikandi tersebut komunikasi verbal yang dilakukan
meerupakan komunikasi non oleh perawat di Wisma Srikandi
verbal. Komunikasi non verbal juga dalam memandirikan klien dengan
mendukung klien memantapkan defisit perawatan diri: mandi dan
diri melakukan perintah perawat berhias.
untuk melakukan perawatan diri. 2. Respon Perilaku Klien
Komunikasi nonverbal merupakan Respon klien dalam penerapan
komunikasi yang tidak melibatkan komunikasi terapeutik yang
bicara dan tulisan. Komunikasi non diberikan perawat selama 3 hari
verbal cara yang paling ampun pun berbeda. Pada hari pertama
untuk menyampaikan pesan kepada sampai ketiga respon klien Ny. S
orang lain. Komunikasi non verbal mau untuk diberikan arahan untuk
yang diberikan antara lain dalam melakukan perawatan diri sedikit
bentuk perhatian, sentuhan lembut, demi sedikit sedangnya respon
senyuman, keramahan perawat klien Nn. W pada hari pertama
dalam mendukung klien untuk dalam hal perawatan diri klien
10
melakukan perawatan diri . tampak masih kurang dalam
Perawat Wisma Srikandi dapat merawat dirinya sendiri. Namun
menciptakan suasana yang pada hari 3 pasien mau untuk
8

diberikan arahan untuk melakukan kemandirian dalam perawatan diri


perawatan diri mandi dan berhias akibat dari adanya perubahan
secara mandiri. proses pikir sehingga kemampuan
Klien Nn. W mau dan mampu untuk melakukan aktivitas sehari-
melakukan beberapa perawatan hari menurun 13 .
diri: mandi dan berhias secara Terjadinya gangguan jiwa ini
mandiri pada hari ketiga berbeda dipengaruhi oleh faktor
dengan Ny. S yang mau dan predisposisi diantaranya
mampu melakukan perawatan diri: perkembangan dan sosial budaya.
mandi dan berhias secara benar Kegagalan dapat mengakibatkan
pada hari pertama. Kondisi Nn. W individu tidak percaya pada
yang masuk dengan diagnosa medis orang lain, ragu, takut salah,
Schizofrenia type depresif membuat pesimis, putus asa terhadap
Nn. W sulit melakukan perawatan orang lain, tidak mampu
diri: mandi dan berhias secara merumuskan keinginan, dan
mandiri. Klien dengan Schizofrenia merasa tertekan. Keadaan ini
type depresif akan mengalami sulit dapat menimbulkan perilaku tidak
tidur, malas, mengurung diri, ingin berkomunikasi dengan
bingung. Perilaku terdisorientasi orang lain, lebih menyukai
marah-marah12. Gejala negatifnya berdiam diri, menghindar dari
afek terbatas, kesulitan dalam orang lain, dan kegiatan sehari-hari
pemikiran abtrak membuat klien menjadi terabaikan 14.
Nn. W sulit untuk melakukan Penurunan kemandirian dalam
perawatan diri: mandi dan berhias perawatan diri pada pasien
dengan benar secara mandiri. gangguan jiwa juga dapat terjadi
Penurunan kemandirian dalam karena adanya kerusakan
perawatan diri yang terjadi pada hipotalamus yang membuat
pasien gangguan jiwa sejalan seseorang kehilangan mood dan
dengan teori yang menyatakan motivasi sehingga pasien akan
bahwa pada pasien gangguan jiwa malas melakukan sesuatu.
akan mengalami penurunan Kurangnya kemauan klien dengan
9

perawatan diri: mandi dan berhias sakit jiwa sehingga membuat


adalah akibat dari penurunan dirinya lebih mudah mengarahkan
kemampuan realitas yang dalam kegiatan sehari hari.
menyebabkam ketidakpedulian Lamanya klien dirawat dirumah
terhadap diri sendiri dan sakit membuktikan bahwa klien
lingkungan sekitarnya. telah terpapar oleh stresor dan
Klien Nn. W adalah klien dengan berdampak pada kemandirian klien
isolasi sosial. Individu yang dalam perawatan diri: mandi dan
mengalami isolasi sosial cenderung berhias.
memiliki harga diri rendah Dari segi psikologis, kondisi Ny.
akibatnya klien tidak memiliki S jauh lebih baik dari pada kondisi
motivasi diri untuk selalu Nn. W. dapat dibuktikan bahwa
memperhatikan kebersihan dirinya. Ny. S merupakan pribadi yang
Kondisi psikis seperti inilah yang terbuka dan kooperatif saat diajak
tidak memungkinkan pasien untuk berinteraksi dengan orang lain,
melakukan perawatan dirinya sedangkan Nn. W merupakan
sendiri. Meskipun dapat pribadi yang tertutup, mudah
melakukannya, kemungkinan tersinggung dan menarik diri dari
hanya sebatas kemampuan dan lingkungannya. Dengan kondisi
tidak terpenuhi semuanya. Nn. W yang tertutup, mudah
Faktor predisposisi diantaranya tersinggung dan menarik diri dari
biologis mempengaruhi perilaku lingungkannnya sulit untuk
seseorang dalam melakukan diarahkan dan dimotivasi untuk
perawatan diri mandi dan berhias melakukan perawatan diri. Klien
secara mandiri15. Kondisi klien cenderung lebih memilih berdiam
Ny. S sudah 32 kalinya dirawat di diri didalam kamar membuat klien
rumah sakit jiwa, sedangkan Nn. W sulit untuk menerima informasi dari
sudah ke 5 kalinya dirawat dirumah orang lain. Sehingga komunikasi
sakit jiwa. Berdasarkan data terapeutik yang dilakukan pada hari
didapatkan bahwa Ny. S lebih lama pertama dan kedua belum begitu
menjalani pengobatan dirumah menunjungan hasil yang signifikan.
10

Pada hari ketiga klien mau untuk individu dalam mempertahankan


diarahkan oleh perawat untuk kebiasaaan hidup yang sesuai
melakukan perawatan diri: mandi dengan kesehatan dan akan
dan berhias. menciptakan kesejahteraan
Pola asuh pada kedua klien kesehatan yang optimal, dengan
dengan defisit perawatan diri: melakukan keperawatan kesehatan
mandi dan berhias, dapat diri. Pengalaman dan penelitian
ditunjukan bahwa klien kasus Ny. S terhadap praktek yang didasari oleh
kurang diperhatikan oleh pengetahuan akan lebih langgeng
keluarganya, dirinya merasa iri dari pada praktek yang tidak
dengan orang lain, sedangkan pada didasari oleh pengetahuan. Individu
kasus Nn. W lebih disayang oleh dengan pengetahuan tentang
orang tuanya. Pola asuh dan pentingnya kebersihan diri akan
dukungan keluarga sangatlah selalu menjaga kebersihan dirinya
berpengaruh pada seseorang dalam untuk mencegah dari kondisi atau
melakukan perawatan diri. Apabila keadaan sakit 17.
keluarga terlalu melindungi dan Hasil studi kasus yang dilakukan,
menganggap remeh klien, maka penulis dapat membuktikan teori
pola pikir dan perkembangan klien yang ada. Pengetahuan klien baik
akan terganggu. Klien lebih namun klien tidak mau
cenderung untuk bergantung mengaplikasikan pengetahuan yang
kepada keluarga dan enggan untuk dimiliki tentang perawatan diri.
memiliki kemauan untuk mandiri Klien harus dibimbing dan
padahal dalam penelitian telah dimotivasi agar mau melakukan
membuktikan teori yang perawatan diri.
mengatakan bahwa perawatan diri Komunikasi terapeutik telah
seseorang itu bukan berasal dari diterapkan di Wisma Srikandi
siapa-siapa, tetapi berasal dari dengan sangat baik. Komunikasi
keinginan dalam diri sendiri16. terapeutik merupakan komunikasi
Pengetahuan tentang kebersihan khusus yang bertujuan untuk proses
diri sangat dibutuhkan setiap menyembuhkan pasien gangguan
11

jiwa dengan defisit perawatan diri: dengan prinsip komunikasi


mandi dan berhias. Komunikasi terapeutik yang empati.
terapeutik mampu memandirikan 3. Respon klien terhadap penerapan
klien dengan defisit perawatan diri komunikasi terapeutik yang
walaupun masih harus dibimbing diberikan oleh perawat klien mau
setiap hari. untuk melakukan perawatan diri:
KESIMPULAN mandi dan berhias secara mandiri
Berdasarkan studi kasus yang dengan penerapan komunikasi
dilaksanakan pada tanggal 28-30 Mei terapeutik oleh perawat di Wisma
2018 dengan dua klien gangguan jiwa Srikandi baik secara verbal
dengan defisit perawatan diri: mandi maupun non verbal.
dan berhias di Wisma Srikandi Rumah SARAN
Sakit Jiwa Ghrasia Yogyakarta Berdasarkan hasil studi kasus
tentang penerapan komunikasi yang telah dilakukan ada beberapa
terapeutik dalam memandirikan klien saran yang dapat penulis sampaikan
defisit perawatan diri: mandi dan kepada pihak-pihak yang terkait
berhias di RSJ Ghrasia Yogyakarta dengan studi kasus ini sebagai
didapatkan hasil: berikut:
1. Perawat telah menerapkan 1. Bagi Institusi Rumah Sakit Jiwa
komunikasi terapeutik dengan Ghrasia diharapkan agar institusi
baik dan konsisten dalam Rumah Sakit Jiwa Ghrasia dapat
memandirikan klien defisit lebih mengoptimalkan pelayanan
perawatan diri: mandi dan berhias dan ketersediaan sarana dana
secara efektif dan sesuai dengan prasarana rumah sakit kepada
standart prosedur operasional setiap pasien khususnya dalam hal
2. Penerapan komunikasi terapeutik perawatan diri: mandi dan
yang diterapkan di Wisma berhias.
Srikandi dalam bentuk 2. Bagi perawat di Wisma Srikandi
komunikasi verbal dan Rumah Sakit Jiwa Ghrasia
komunikasi nonverbal sesuai Yogyakarta sudah baik seperti
dalam penerapan komunikasi
12

terapeutik perawat telah sesuai 4. Stuart & Sundeen. (2007). Buku


dengan standart prosedur Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:
operasional,namun perawat juga EGC
harus mendampingi klien dalam 5. Roseliana, I.D. (2009).
melakukan perawatan diri: mandi Komunikasi Terapeutik Perawat
dan berhias agar perilaku klien Pada Pasein Dengan Masalah
dalam perawatan diri sesuai Defisit (Kurang Memperhatikan)
standart. Perawatan Diri di Rumah Sakit
3. Hasil studi kasus ini dapat Jiwa Daerah Dr. Amino
digunakan sebagai bahan referensi Gondohutomo Semarang.
dalam memberikan asuhan Skripsi.Diakses pada Hari Selasa
keperawatan pada klien gangguan 16 Januari 2018.
jiwa khususnya dengan defisit 6. Khaeriyah, U., Sujarwo dan
perawatan diri: mandi dan berhias Supriyadi. (2013). Pengaruh
secara nonfarmakologi. Komunikasi Terapeutik
REFERENSI Kecemasan dan Kemampuan
1. Kementrian Kesehatan Republik Terhadap Personal Higiene pada
Indonesia. (2013). Riset Klien Defisit Perawatan Diri di
Kesehatan Dasar. Jakarta: RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Kemenkes RI Semarang. Jurnal Ilmu
2. Kozier, Erb, Brman, Snyder. Keperawatan dan Kebidanan
(2010). Fundamental volume 1 No. 3. Diakses pada 10
Keperawatan 7 th ed volume 1 Januari 2018 pukul 21.00 WIB
( Penerjemah Pamilih Eko). 7. Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar
Jakarta: EGC dan Aplikasi Penulisan Laporan
3. Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari P, & Pendahuluan dan Strategi
Hanik Endang Nihayati (2015). Pelaksanaa Tindakan
Buku Ajar Keperawatan Keperawatan (LP dan SP) Untuk
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Medik. Berat Bagi Program S-1
13

Keperawatan. Jakarta: Salemba 13. Keliat, Budi Anna, Akemat, Novy


Medika Helena C. D, Heni Nurhaeni.
8. Purwaningsih, Wahyu dan Ina (2011). Keperawatan Kesehatan
Karlina. (2009). Asuhan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: 14. Kusumawati, Farida dan Yudi
Nuha Medika Hartono. (2010). Buku Ajar
9. Wisnuwardhani, Dian & Mashoedi Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Sri Fatmawati. (2012). Hubungan Salemba Medika
Interpersonl. Edisi Kesatu. 15. Afnuhazi, R. (2015). Komunikasi
Jakarta: Salemba Humanika Terapeutik Dalam Keperawatan
10. Priyanto, Agus. (2009). Jiwa. Yogyakarta: Gosyen
Komunikasi dan Konserling. Publishing.
Jakarta: Salemba Medika 16. Herwin, Joko Wiyono dan Vita
11. Kosim, Ayu Syafitri Prtaiwi, Maryah Ardiyani. (2017).
Raden dan Rasianna dkk. (2012). Hubungan Antara Dukungan
Komunikasi Terapeutik Perawat Keluarga Dengan Perawatan Diri
pada Penderita Gangguan Jiwa di pada Lansia di Tlogomas Kota
RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu. Malang. Jurnal Nursing News
Undergraduated thesis. Fakultas Volume 2, Nomer . Diakses pada
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNIB 22 Juli 2018 pada pukul 01.37
12. Laili, D. N, Dwi Heppy WIB
Rochmawati, dan Targunawan. 17. Martiwi, Ceria. (2008). Gambaran
(2014). Pengaruh Aktivitas Pengetahuan Keluarga Tentang
Mandiri Personal Hygiene Kebersihan Diri pada Lansia di
terhadap Kemandirian Pasien Desa Waled Kota Dusun
Defisit Perawatan Diri pada Pasien Kampung Baru Kecamatan Waled
Gangguan Jiwa. Jurnal Kabupaten Cirebon Tahun 2008.
Keperawatan dan Kebidanan Skripsi. Cirebon: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon.

Anda mungkin juga menyukai