Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

KOMUNIKASI KEPERAWATAN

Oleh
Nama : Erna B. Hikoyabi
Kelompok : 3

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENERAWASIH

2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
KOMUNIKASI KEPERAWATAN

I. Komunikasi Keperawatan (terapeutik)


I.1 Definisi
Komunikasi Terapuetik adalah kemampuan atau keterampilan perawat
untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lainNorthouse
(1998) . Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik
merupakan hubungan interpersonal antara  perawat dan klien, dalam
hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar  bersama
dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan
S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah
hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan,
pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.

Adapun Tujuan komunikasi terapeutik adalah sebagai pelaksanaan


komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas dan
mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna
mengubah situasi yang ada apabila pasien percaya pada hal hal yang
diperlukan. Membantu dilakukanya tindakan yang efektif, mempererat
interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional
dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah
klien.Komunikasi terapeutik juga mempunyai tujuan untuk memotivasi dan
mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih kontruktif dan adaptif.

I.2 Fakor-Faktor yang mempengaruhi sistem komunikasi terapeutik menurut


(Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002) :
1. Tahap perkembangan 
2. Jenis kelamin 
3. Peran dan hubungan 
4. Karakteristik sosiokultural 
5. Nilai persepsi 
6. Ruang dan teritorial 
7. Lingkungan 
8. Kesesuaian 
9. Sikap interpersonal 

I.3 Faktor-Faktor yang menghambat sistem komunikasi terapeutik


Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-
klien terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan
kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan
mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat
komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu
hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi
klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai
hambatan komunikasi terapeutik itu.

1. Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek
penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan
alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami
peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten
sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika
kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya
diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak
berisi proses penyelesaian masalah.
2. Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan
dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah
ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan
mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada
dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
3. Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.
Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh
perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks
hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi
ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai,
reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas
sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap
untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam
konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat
harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik
dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut.
Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung
jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses
terapeutik.

I.4 Komunikasi terapeutik dalam proses keperawatan.


Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)
1. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa
perorangan atau kelompok.
3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata,
gerakan tubuh atau ekspresi wajah.
4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk
menyampaikan pesan pada penerima/ sasaran.
5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin
disampaikan tersebut dituju.
6. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan
yang disampaikan.
Proses komunikasi terapeutik dalam perawatan.
1. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
- Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
- Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan
batas intervensi.
- Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara
verbal.
- Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
- Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi
yang diharapkan bisa realistik.
- Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan
nonverbal yang sesuai.
- Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi
intervensi yang dibutuhkan.

II. Rencana Asuhan Keperawatan


II.1Pengkajian
II.1.1 Riwayat Keperawatan

II.1.2 Pemeriksaan Fisik

II.1.3 Pemeriksaan penunjang

II.2Diagnosa Keperawatan
Diagnosa I : ketidak efektifan penatalaksanaan terapeutik berhubungan
dengan kerumitan peanyanan kesehatan
II.2.1 Definisi
Pola pengaturan kedalam proses kehidupan kehidupan sehari-hari
untuk terapi penyakit tersebut yang memuaskan untuk pencapaian
tujuan kesehatan tertentu
II.2.2 Batasan Karakteristik
Subjektif : mengungkapkan keinginan untuk mengelola terapi
peyakut dan pencegahan penyait, mengatakan keinginan untuk
mengurangi faktor resiko pengembangan penaykit.
Objektif : pilihan aktivitas yang tetap untuk mencapai tujuan terapi
atau program pencegahan.
II.2.3 Faktor yang berhubungan
Kerumitan sistem layanan kesehatan
Konflik pembuat keputusan
Kerumitan program terapeutik
Konflik keluarga
Diagnosa 2 : ketidak efektifan penatalaksanaan terapeutik keluarga
berhubungan dengan tuntutan yang berlebihan terhadap keluarga
II.2.4 Definisi
Pola pengaturan kedalam proses keluraga program penyakit tersebut
pencapaian tujuan kesehatan tertentu

II.2.5 Batasan Karakteristik


Subjektif : Mengatakan keinginan untuk menata laksana penyakit,
mengatakan kesulitan dengan program terapeutik
Objektif : Percepatan gejala penyakit anggota keluarga (sesuai
dugaan atau tidak sesuia dugaan), kegagalan melakukan tindakan
untuk mengurangi faktor resiko, ketidaksesuaian aktivitas keluarga
untuk mencapai tujuan kesehatan, kurang perhatian terhadap
penyakit.
II.2.6 Faktor yang berhubungan
Kerumitan sistem layanan kesehatan
Konflik pembuat keputusan
Kerumitan program terapeutik
Konflik keluarga
Kesulitan ekonomi
II.3Perencanaan
Diagnosa 1 :ketidak efektifan penatalaksanaan terapeutik berhubungan
dengan kerumitan peanyanan kesehatan
II.3.1 Tujuan dan kreteria hasil
Perilau kepatuhan : tidakan pribadi untuk meningatkan
kesejahteraan, pemulihan, dan rehabilitasi
Pengetahuan program terapi : tingkat kepahaman yang ditunjukan
tentang diet yang diprogramkan
II.3.2 Interveni keperawatan dan rasional
Modifikasi Perilaki : meningkatkan perubahan prilaku
Panduan sistem kesehatan : memfasilitasi lokasi tempat tiggal
pasien dan penggunaan layanan kesehatan
Pembuatan kontral pasien : menegosiasi persetujuan dengan pasien
yang memperkuat perubahan prilaku
Bantuan perawatan diri : membantu melaukan aktivitas kehidupan
sehari-hari.
Diagnosa 2 : ketidak efektifan penatalaksanaan terapeutik keluarga
berhubungan dengan tuntutan yang berlebihan terhadap keluarga
II.3.3 Tujuan dan kreteria hasil
Megisyaratkan keinginan untuk menata lakasana program
terapeutik, mengidentifikasi faktor yang menghambat kepatuhan
terhadap program terapeutik, menyesuaikan aktivitas yang biasa
dilakukan untuk menggabungkan program terapi.
II.3.4 Interveni keperawatan dan rasional
Dukungan Pengambil keputusan: memberi informasi dan
dukungan kepada pasien untuk mengambil keputusan tentang
layanan kesehatan
Promosi keterlibatan kelurga: memfasilitasi partisipasi keluarga
didalam asuhan emosi dan asuhan fisik pasien
Mobilisasi keluarga: Menggunakan kekuatan keluarga untuk
memengaruhi kesehatan pasien pada arah yang positif.

III. DAFTAR RUJUKAN

Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans


Info Media

Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC

Potter & Perry (2005). Fundamental keperawatan, Edisi 5 . Jakarta : EGC


Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC

http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-
komunikasi.html(Diakses tanggal 30 Oktober 2016).

http://www.scribd.com/doc/45819001/Pengertian-Komunikasi-
Terapeutik#download (Diakses tanggal 30 Oktober 2016).

Anda mungkin juga menyukai