KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Oleh
Miftah Arif Nugroho
F19136
DAFTAR ISI....................................................................................................................1
BAB I................................................................................................................................2
PENDAHULUAN............................................................................................................2
A. Latar Belakang.....................................................................................................2
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Pengertian Komunikasi Terapeutik....................................................................3
B. Manfaat Komunikasi Terapeutik........................................................................3
C. Tujuan Komunikasi Terapeutik..........................................................................4
D. Hambatan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik..............................................4
E. Studi Kasus Tentang Peran Komunikasi Terapeutik........................................6
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................8
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang artinya
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau
lebih, communico yang artinya memberi. Komunikasi adalah suatu proses
interaksi manusia dengan berbagai bentuk/cara untuk menyampaikan informasi
atau tujuan tertentu. Komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian
dari seseorang kepada orang lain. Chitty (1997) mendefinisikan komunikasi
adalah tukar-menukar pikiran, ide atau informasi dan perasaan dalam setiap
interaksi. Jurgen Ruesch (1972) dalam Chitty (1997) menjelaskan bahwa
komunikasi adalah keseluruhan bentuk perilaku seseorang secara sadar ataupun
tidak sadar yang dapat mempengaruhi orang lain tidak hanya komunikasi yang
di ucapkan dan ditulis, tetapi juga termasuk gerakan tubuh serta tanda-tanda
somatic dan simbol-simbol..
Dalam kehidupan sehari – hari kita selalu berinteraksi dengan orang.
Komunikasi secara umum, tetapi bagi bidan interaksi yang dibangun dalam
suatu praktek memberikan pelayanannya dengan pasien atau klinik untuk suatu
kesembuhan yaitu komunikasi terapeutik. Dengan memiliki keterampilan dalam
komunikasi terapeutik dalam pelayanan kebidanan, bidan akan percaya diri
memiliki kemampuan dan lebih mudah dalam menjalin hubungan saling percaya
dengan klien atau pasien sehingga lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan
kebidanan yang diterapkan, sehingga bidan dapat memberikan pelayanan secara
profesional di masyarakat luas.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
2. Manfaat Komunikasi Terapeutik
3. Tujuan Komunikasi Terapeutik
4. Hambatan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
5. Studi Kasus Peran Komunikasi Terapeutik
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
C. Tujuan Komunikasi Terapeutik
4
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
anseitas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran verbalisasi yang dipelajari untuk mengungkapkan atau bahkan
mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang.
Sikap ambivalen terhadap eksplorasi diri, yang didalamnya klien menghargai
juga menghindari pengalaman yang menimbulkan ansietas, merupakan
bagian normal proses terapeutik. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan
oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses
penyelesaian masalah.
2. Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien, mengalami perasaan
dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh penting
dalam kehidupannya di masa lalu klie Istilah ini merujuk pada sekelompok
reaksi yang berupaya mengurangi atau menghilangkan ansietas. Sifat yang
paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam hal intensitas dan
penggunaan mekanisme pertahanan yang maladaptive. Reaksi transferens
membahayakan proses terapeutik bila hal ini tetap diabaikan dan tidak
ditelaah oleh perawat.
3. Kontrasferens
Kebutuhan terapeutik yang dibuat perawat bukan oleh klien, merujuk
pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat
dalam isi maupun hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas
emosi. Konstrasferens adalah transferens yang diterapkan terhadap perawat.
Respon perawat tidak dapat dibenarkan oleh kenyataan, tetapi lebih
mencerminkan konflik terdahulu yang dialami terkait dengan isu – isu
seperti otoritas, keasertifan, gender, dan kemandirian. Reaksi ini biasanya
berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat
membenci, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat
cemas (Ridhyalla, 2015:43).
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap
untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks
hubungan perawat-klien. Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan
tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang
menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik
klien atau perawat beertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan
dampak negatif pada proses terapeutik.
4. Pelanggaran Batas
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan
perawat – klien adalah bahwa hubungan yang dibina adalah hubungan
terapeutik, dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong klien dan
berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat maupun klien harus
menyadari batas tersebut (Suryani, 2006).
5
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan
terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan
klien. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan
dengan klien, perawat sejak awal interaksi perlu menjelaskan atau membuat
kesepakatan bersama klien tentang hubungan yang mereka jalin. Kemudian
selama berinteraksi perawat harus berhati – hati dalam berbicara agar tidak
banyak terlibat dalam komunikasi sosial. Dengan selalu berfokus pada tujuan
interaksi, perawat bisa terhindar dari pelanggaran terhadap batas – batas
dalam berhubungan dengan klien. Selalu mengingatkan kontrak dan tujuan
interaksi setiap kali bertemu dengan klien juga dapat menghindari
pelanggaran batas ini (Suryani, 2006).
5. Pemberian hadiah
Pemberian hadiah merupakan masalah yang kontroversial dalam
keperawatan. Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah
dapat membantu dalam mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada
yang menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa merusak hubungan
terapeutik.
Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak
permen, rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata
bisa berupa ekspresi ucapan terima kasih dari klien kepada perawat sebagai
orang yang akan meninggalkan rumah sakit atau dari anggota keluarga yang
lega dan berterima kasih atas bantuan perawat dalam meringankan beban
emosional klien.
6
berdiskusi, maka untuk membangun hubungan saling percaya bisa dilakukan
dengan sering berinteraksi walaupun dengan waktu yang singkat.
Pemecahan masalah dengan koping konstruktif diajarkan oleh perawat
kepada klien untuk membangun pemahaman klien akan masalah yang
dihadapinya dan bisa memecahkan masalah tersebut dengan hal – hal yang
positif, bukan melalui hal – hal yang negatif. Untuk mencapai pemecahan
masalah dengan cara yang baik atau positif, perawat harus mengumpulkan
data klien untuk dapat mengidentifikasi masalah klien, menggali stressor
klien atau apa yang membuatnya stress sehingga berada di rumah sakit,
tentunya dengan bahasa yang tidak menyinggung perasaan klien. Setelah
perawat mengetahui hal yang menjadi masalah klien, perawat akan
memberikan saran, solusi yang positif atau koping konstuktif untuk klien.
Saran atau solusi yang diberikan sesuai dengan SP (Strategi Pelaksanaan)
yang ada bagi setiap klien yang diobservasi peneliti baik halusinasi, defisit
perawatan diri, dual diagnosis drug user, dan emosional, serta perilaku
kekerasan.
Untuk memahami kondisi klien, perawat berusaha memenuhi segala
fasilitas yang dibutuhkan klien. Mengenai fasilitas kebutuhan dasar klien
yang diberikan pada klien secara terus – menerus tanpa lelah akan
menciptakan hubungan saling percaya karena klien merasa terus ada yang
memperhatikan dan peduli padanya. Dengan memahami kondisi klien,
perawat akan memahami apa yang harus disampaikan, bagaimana cara
menyampaikan, sesuai dengan kondisi klien. Seperti dengan klien yang
agamis, perawat akan menyisipkan percakapan spiritual dengan kliennya,
agar masuk ke dalam alur komunikasi terapeutik.
b. Hambatan dalam pelaksanaan
Dalam jurnal ini dikatakan bahwa, perawat harus memahami kondisi klien
terlebih dahulu dengan mengumpulkan data serta masalah klien, cara
berkomunikasi dengan klien yang komunikatif. Bagaimana berkomunikasi
dengan klien yang komunikatif atau kooperatif. Perawat harus selalu
membangun empati serta memahami kondisi klien, dan bukan menunjukkan
sikap simpati.
7
DAFTAR PUSTAKA