Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis
Indonesia merupakan negara berdasarkan hokum. Menurut
pendapat Soedjono Dirdjosisworo mengutip dari Theory of Legislation
milik Jeremy Bentham menekankan bahwa hukum harus bermanfaat,
sedangkan Bagir Manan menyatakan bahwa dalam pembentukan
undang-undang dapat menghasilkan suatu undang-undang yang
tangguh dan berkualitas, undang-undang tersebut harus berlandaskan
pertama landasan yuridis (juridische gelding), kedua landasan sosiologis
(sosiologische gelding), dan ketiga landasan filosofis (philosophical
gelding). Untuk dapat menghadirkan produk hukum yang berkualitas
perlu dipahami politik hukum nasional yang memberikan pengaruh
pada sistem hukum nasional seperti yang tercantum dalam Philippe
Nonet dan Philip Selznick dalam bukunya ‘Law and Society in
Transition : Toward Responsive Law’, politik hukum nasional bertujuan
untuk menciptakan sistem hukum nasional yang rasional, transparan,
demokratis, otonom, dan responsive terhadap perkembangan aspirasi
dan ekspektasi masyarakat, bukan sistem hukum yang memiliki sifat
menindas, ortodoks, dan reduksionistik.
Peraturan Daerah merupakan salah satu produk hukum, maka
prinsip-prinsip pembentukan, pemberlakuan, dan penegakannya harus
mengandung nilai-nilai hukum pada umumnya. Berbeda dengan nilai
sosial lainnya, hukum memiliki sifat kodrati dari nilai hukum yaitu
mengikat secara umum dan ada pertanggungjawab konkrit yang berupa
sanksi di dunia ketika nilai hukum tersebut dilanggar. Oleh karenanya
Peraturan Daerah yang merupakan salah satu produk hukum harus
dapat mengikat secara umum dan memilki efektivitas dalam hal
memberian sanksi. Dalam proses pembentukan Peraturan Daerah
sesuai pendapat Bagir Manan harus memperhatikan beberapa
persyaratan yuridis, yaitu sebagai berikut:
1. Dibentuk atau dibuat oleh organ yang berwenang, yaitu peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat atau badan yang
memiliki kewenangan untuk membuatnya, dengan konsekuensi
undang-undang tersebut dapat batal demi hukum (van
rechtswegenieting).
2. Terdapat kesesuaian antara bentuk/jenis peraturan perundang-
undangan dengan materi muatan yang akan diatur, maka
ketidaksesuaian bentuk/jenis dapat menjadi alasan untuk
membatalkan peraturan perundang-undangan yang dimaksud.
3. Terdapat prosedur dan tata cara pembentukan yang sudah
ditentukan yaitu pembentukan suatu peraturan perundang-
undangan harus melalui prosedur dan tata cara sebagaimana telah
ditentukan.
4. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi (sesuai hierarki), sesuai dengan pandangan
stufenbau theory, peraturan perundang-undangan mengandung
norma-norma hukum yang bersifat hierarkis, yaitu sutau
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya merupakan
grundnorm (norma dasar) bagi peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah tingkatannya.
Berdasarkan beberapa teori yang sudah dikemukakan diatas,
dapat diketahui bahwa landasan yuridis merupakan ketentuan hukum
yang menjadi sumber/dasar hukum bagi pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan, termasuk pembentukan Peraturan Dasar.
Menurut A. Mukhtie Fajar, negara hukum adalah negara yang
susunannya diatur dengan sebaik-baiknya dalam undang-undang,
sehingga segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan
pada hukum. Rakyat tidak diperbolehkan bertindak sendiri-sendiri
menurut kemampuannya yang bertentangan dengan hukum. Negara
hukum ialah negara yang diperintah bukan oleh orang-orang tetapi oleh
undang-undang (the states not governed by men, but by law).
Berdasarkan amanat UUD 1945 dan Pancasila, penyelenggaraan
pemerintahan negara didasarkan dan diatur menurut ketentuan-
ketentuan konstitusi, maupun ketentuan hukum lainya, yaitu undang-
undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, maupun ketentuan-
ketentuan hukum lainnya, ketentuan hukum lain ini sudah ditentukan
secara demokratis dan konstitusional. Hal ini berarti bahwa
penyelenggaraan pemerintahan negara dilaksanakan melalui berbagai
kebijakan pemerintah negara didasarkan dan dicernakan melalui
ketetapan-ketetapan hukum yang dikelola secara demokratis.
Sri Soemantri berpendapat bahwa Demokrasi memiliki dua
macam pengertian yaitu formal dan material. Realisasi dari pelaksanaan
demokrasi dalam arti formal adalah yang terlihat dalam UUD 1945 yang
menganut paham indirect democracy, yang merupakan sutau demokrasi
dimana pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak dilaksanakan oleh rakyat
secara langsung melainkan melalui lembaga perwakilan rakyat, seperti
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta demokrasi dalam
pandangan hidup atau sebagai filsafah bangsa (democracy in
philosophy). Dalam sistem demokrasi seluruh perubahan tatanan sosial
dalam konteks demokrasi, harus berdasarkan landasan normatif, maka
melalui Law Making Process sebagai salah satu tugas dari parlemen.
Proses penyelenggaraan negara yang demokratis dilakukan
dengan mengutamakan kesinambungan antara tugas, tanggungjawab,
wewenang, dan kewajiban dalam menjalankan dan mengurus
pemerintahan. Sistem pemerintahan ini dikenal sebagai sistem
desentralisasi secara teoritis, yang mempunyai unsur pokok yaitu
terbentuknya daerah otonom dan otonomi daerah. Hasil dari
pembentukan daerah yang otonom melahirkan status otonomi yang
didasarkan pada aspirasi dan objektif masyarakat di daerah tersebut.
Pemerintah Daerah dapat mengurus dan mengatur sendiri urusan
pemerintahannya sesuai asas otonomi dan tugas pembantuan yang
bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, dengan melalui
pelayanan, peningkatan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat,
serta meningkatkan daya saing daerah dengan tetap memperhatikan
prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, serta kekhususan
daerah dalam sistem Negara Republik Indonesia.

B. Landasan Sosiologis
Meningkatnya jumlah tenanga kerja yang tidak seimbang dengan
tersedianya lapangan pekerjaan mengakibatkan angka pengangguran di
Indonesia meningkat. Saat ini pemerintah menerapkan system
permintaan dan penawaran dalam mekanisme penentuan harga,
padahal pada kenyataannya pengusaha besar dapat dengan mudah
mempermainkan harga dari sembilan bahan pokok. Namun, hal tersebut
tidak menghilangkan minat para konsumen malah semakin
meningkatkan minat para konsumen dan mengancam para pengusaha
kecil dan menengah.
Pertumbuhan toko modern di Kota Magelang dapat dikatakan
cukup pesat. Tercatat sebanyak 20 minimarket , 7 supermarket, dan 17
grosir yang berdiri di tiga Kecamatan di Kota Magelang. 1 Persebaran
tersebut terlihat cukup tidak terkendali di mana Kota Magelang
merupakan suatu kawasan dengan luas yang tidak terlalu besar.
Pertumbuhan toko modern tersebut berbanding terbalik dengan jumlah
pasar tradisional di Kota Magelang, yang jumlahnya hanya 5 di tiga
1
Badan Pusat Statistik Kota Magelang,
https://magelangkota.bps.go.id/statictable/2020/08/18/431/jumlah-pasar-menurut-
kecamatan-dan-jenis-pasar-di-kota-magelang-2019.html, diakses pada tanggal 1 Desember
2020 pukul 15.50 WIB.
Kecamatan di Kota Magelang.2 Hal ini menunjukkan bahwa masih
kurangnya regulasi mengenai pertumbuhan dan penataan terkait toko
modern di Kota Magelang. Oleh karena itu, penerbitan Peraturan Daerah
tentang Penataan Toko Modern di Kota Magelang sangat diperlukan.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan Toko Modern di
Kota Magelang diharapkan mampu mewujudkan rasa keadilan dan
kesejahteraan bagi semua pelaku usaha, baik pelaku usaha besar,
pelaku usaha menengah, maupun pelaku usaha kecil. Keadilan
merupakan inti dari hukum dan kehidupan, yang mana memiliki
berbagai macam makna tentang keadilan. Konsep keadilan yang
berubah-ubah merupakan sebuah proses dari perkembangan
masyarakat dalam menuju kesempurnaan. Dengan dibentuknya
Peraturan Daerah yang memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan pelayanan masyarakat di bidang pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan serta mewujudkan aspirasi
masyarakat Kota Magelang, diharapkan nantinya penyelenggaraan
pemerintahan di Kota Magelang dapat berjalan secara optimal dan
efektif.

C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang
akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang
berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu
dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa
persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan,
peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan
2
Ibid
yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya
lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau
peraturannya memang sama sekali belum ada.
Berkaitan dengan hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Daerah
Kota Magelang mengenai toko modern. Peraturan tersebut tertuang
dalam Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Pasar Tradisional dan Penataan, Pembinaan Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern. Peraturan yang akan dibentuk ini
memiliki sifat yang lebih khusus dimana nantinya akan mengatur lebih
lanjut mengenai toko modern pada bidang penataannya. Hal ini
dilakukan sebab pada peraturan sebelumnya dirasa kurang lengkap dan
memadai sehingga diperlukan peraturan baru yang lebih spesifik
mengatur mengenai penataan toko modern.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)
Tahun 1945 yang memeiliki kedudukan sebagai landasan hukum bagi
bangsa Indonesia, dalam BAB XIV tentang Perekonomian Nasional dan
Kesejahteraan Sosial pada Pasal 33 menyatakan bahwa:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Sejalan dengan makna Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 diatas, maka
pembangunan di Indonesia sedang giat dilaksanakan dengan
ditujukannya untuk kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan dari
berfungsinya sebuah negara. Tanpa unsur kesejahteraan bagi seluruh
rakyat, arah perkembangan negara besar kemungkinan lebih rentan
untuk disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki tujuan
untuk memonopoli kesejahteraan bagi dirinya sendiri, kelompok,
maupun kalangan tertentu dalam lingkup jaringannya.
Sumber daya ekonomi merupakan salah satu aset negara yang
keberadaanya sangat rentan terutama dalam konteks perdagangan
bebas yang banyak pengusaha dengan berbagai tingkat dan ukurannya
secara alamiah berusaha mengambil manfaat terhadap ruang yang
pemerintah sediakan guna mencari keuntungan. Tempat paling strategis
dalam melaksanakan kegiatan ekonomi yaitu pasar dimana didalamnya
terdapat pelaku-pelaku usaha baik dari sektor informal seperti UMKM
maupun dari sektor formal yang diisi dengan pelaku usaha menengah
dan besar. Dari sini akan tercipta suatu persaingan/kompetisi dari
setiap pelaku usaha. Rendahnya independensi pembeli sebagai akibat
lemahnya akses konsumen dalam menganalisa berbagai macam aneka
produksi yang dipasarkan, mengakibatkan ketidakstabilan terhadap
harga sehingga dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat antara
pelaku usaha yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian
disinilah peran pemerintah dalam menciptakan sebuah regulasi guna
menata pasar agar tercipta persaingan maupun iklim yang adil bagi para
pelaku usaha yang satu dengan yang lainnya sehingga masing-masing
memiliki kedudukan dan peran yang sama dalam membangun
kesejahteraan.
Dewasa ini terjadi suatu fenomena menjamurnya toko modern baik
di desa maupun perkotaan. Hal ini tak lepas dari adanya faktor
masyarakat menengah ke bawah mulai membutuhkan akses pasar yang
murah dan dekat, banyaknya jumlah migrasi dari desa ke kota yang
didukung dengan meningkatnya daya tarik kota melalui pembangunan
infrastruktur dan fasilitas publiknya, kemudahan akses dalam
mendapatkan modal usaha, hingga krisis ekonomi tahun 1997 yang
memiliki dampak hingga sekarang. Menyikapi fenomena tersebut,
pemerintah dalam hal ini adalah negara, telah mengambil kebijakan
dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007
tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan,
dan Toko Modern, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 56 Tahun 2014. Kedua peraturan ini pada
dasarnya hanya mengatur tata letak pendirian pusat perbelanjaan
seperti misalnya harus berada di jalan utama, sedangkan untuk
pengaturan lebih rinci diserahkan oleh kabupaten/kota. Kemudian dari
sini, berkaitan dengan Kota Magelang, terbit Peraturan Daerah Kota
Magelang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pasar Tradisional
dan Penataan, Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam
peraturan ini pun dirasa kurang spesifik dan terbarukan dalam
pengaturannya. Dengan demikian diperlukan adanya pengaturan yang
lebih spesifik dan terkini supaya tetap dapat mengikuti perkembangan
zaman dan menciptakan penataan yang baik dari toko modern sehingga
diharapkan nantinya dapat memberikan dampak yang baik bagi semua
pihak.
Atas dasar tersebut, pemerintah Kota Magelang perlu mengatur
Peraturan Daerah tentang Penataan Toko Modern yang disesuaikan
dengan kondisi dan perkembangan masyarakat untuk menunjang dan
memenuhi kesejahteraan masyarakat. Peraturan perundang-undangan
yang dapat dijadikan sebagai dasar Peraturan Daerah Kota Magelang
Tentang Penataan Toko Modern antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
4. Undang.-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3821);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4247);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaga Negara Nomor 5059);
8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5188);
9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2019
Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6398);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu, dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4424);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4532);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pemerintahan Daerah
Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007
tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern;
14. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56/M-DAG/PER/9/2014
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 Tentang Pedoman
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Pembelanjaan
dan Toko Modern;
15. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang
Pengelolaan Kebersihan (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun
2006 Nomor 30);
16. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota
Magelang Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Kota Magelang
Tahun 2009 Nomor 5);
17. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Pasar Tradisional dan Penataan, Pembinaan Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern (Lembaran Daerah Kota Magelang
Tahun 2011 Nomor 6);
18. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031
(Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2012 Nomor 4 Tambahan
Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 4);
19. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2012
Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 5).

Anda mungkin juga menyukai