0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
24 tayangan2 halaman
Puisi ini menggambarkan kesedihan penyair terhadap perubahan lingkungan tempat tinggalnya. Tempat yang dulu dipenuhi hijau kini berubah menjadi padang pasir akibat bencana alam seperti banjir dan longsor tanah. Penyair merindukan masa lalu damai dengan alam sebelum bencana-bencana tersebut terjadi. Ia bertanya-tanya pada alam mengapa marah dan menghancurkan tempat tinggal orang banyak.
Puisi ini menggambarkan kesedihan penyair terhadap perubahan lingkungan tempat tinggalnya. Tempat yang dulu dipenuhi hijau kini berubah menjadi padang pasir akibat bencana alam seperti banjir dan longsor tanah. Penyair merindukan masa lalu damai dengan alam sebelum bencana-bencana tersebut terjadi. Ia bertanya-tanya pada alam mengapa marah dan menghancurkan tempat tinggal orang banyak.
Puisi ini menggambarkan kesedihan penyair terhadap perubahan lingkungan tempat tinggalnya. Tempat yang dulu dipenuhi hijau kini berubah menjadi padang pasir akibat bencana alam seperti banjir dan longsor tanah. Penyair merindukan masa lalu damai dengan alam sebelum bencana-bencana tersebut terjadi. Ia bertanya-tanya pada alam mengapa marah dan menghancurkan tempat tinggal orang banyak.
Mataku memerah terisak Dadaku bernafas terdesak Tempat ini, Kemana egrangku? Kemana batu putih sunda mandaku? Dulu, aku melukis tempat ini penuh dengan hijau dedauan, Kemana semua itu? Ukiran di pohon yang dulu Ayahku pasang ayunan? Sekian detik menghancurkan beribu waktu lampauku disini Teriakan alam membisukan kebahagiaan Bencana apa lagi? Kenapa sekarang jadi seperti ini? Banjir sudah jadi teman dekat Gunung meletus sudah jadi kebiasaan Atau bahkan tanah longsor sudah jadi keluarga? Siapa yang membangunkannya? Kau tak kasihan? Anak-anak itu sendiri sekarang Kau bawa orangtuanya Kau tarik kegembiraanya Alam, kau marah pada siapa? Kenapa kau peluk banyak orang dan membiarkan mereka pergi bersamamu? Aku rindu, Menikmati hembusan bagai pantai meski aku di kota. Dimana semua orang bersahabat dengan alamnya. Tidak banyak amarah bumi, di Indonesia.