Lelaki Beriman PDF
Lelaki Beriman PDF
Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan
imannya berkata, "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan, 'Tuhanku
ialah Allah, 'padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari
Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika
ia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.”
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.
Ayat ini dibuka dengan ucapan lelaki (ﻝ َ )ﻭَﻗ َﺎ yang tidak dijelaskan namanya (anonim).
Ucapan yang muncul sebagai realisasi iman menjadi lebih penting dari sekedar penyebutan
namanya. Al-Quran kerapkali tidak mendetailkan nama seperti pada lelaki ini[3] dimaksudkan
sebagai tanda bahwa ia bukanlah sesuatu yang semestinya diberikan atensi an elaborasi serius dan
juga mengindikasikan prediksi al-Qur’an bahwa figur semisal ini kelak akan terulang kembali
dalam bentangan sejarah dikemudian hari.
Ayat ini justru lebih fokus dalam menampilkan tiga karakter atas lelaki ini yakni;
mukmin, alu Firaun dan menyembunyikan iman. Karakter ‘orang beriman (mu’min)’
diletakkan sebagai karakter utama dan pertama. Kata ‘mu’min’ yang merupakan gambaran iman
lelaki ini dilukiskan dengan ungkapan bentuk kata benda (ism al-fa’il) untuk menunjukkan
kemantapan iman yang dimiliki. Kata benda menunjukkan kemantapan (al-tsubut) dan
kontinuitas (al-dawam), demikian salah satu kaidah dalam Qawaid Tadabbur al-Quran menurut
Aqil bin Salim al-Syamri[4]. Lelaki ini digambarkan sebagai pribadi yang keimanannya utuh dan
kokoh, karenanya ucapan lelaki ini direkam al-Qur’an sebagai manifestasi dari kemantapan iman
yang berada dihatinya. Bagiamana tidak mantap dan mengagumkan, ditengah pusaran kekufuran
dan kesyirikan, bahkan didalam istana Firaun sendiri, lelaki ini masih memiliki kejernihan hati
dan fikiran untuk tidak terpengaruh dengan lingkungannya dan tetap memilih teguh beriman
meski sendirian padahal disetiap waktu ia berada dalam keterancaman.
Sementara kata alu( ﻝ ِ )ﺁ seringkali dimaknai dengan ‘keluarga’ sama dengan kata ahl
()ﺍﻫﻞ. Dalam al-Quran dua kata ini digunakan dengan cara sedikit berbeda. Kata ahlu berasal
َ َ ﺃ ّﻫ artinya menjadikan cocok atau menyesuaikan. Ia kemudian berkembang menjadi
dari ُﻳُﺆ َ ّﻫ ِﻞ - ﻞ
bermakna keluarga, ahli, penduduk karena didalamnya terdapat benang merah yang mengandung
makna kesesuaian dan kecocokan. Kata ahl didalam al-Quran dinisbatkan secara lebih variatif
seperti kepada rumah (Hud:73, al-Qashash:12, al-Ahzab:33), seseorang, atau tempat (Thaha:10,
Al-nahl:43, al-Hijr: 67). Jadi ahl adalah orang yang dekat atau bertaut dengan seseorang, sesuatu
atau tempat [ ﻟﻤﻜﺎﻥ ﺃﻭ ﻟﺸﻲء ﺃﻭ ﻟﺸﺨﺺ ﻭﺍﻟﻤﻼﺻﻘﻮﻥ ﺍﻟﻤﻘﺮﺑﻮﻥ ]. Sementara kata ‘alu’ berasal dari ‘ﺁﻝ
”ﻳﺆﻭﻝ yang berarti kembali ke, pergi, berbalik ke yang awal (asal sesuatu yang satu). Berbeda
dengan ‘ahl’, kata ‘alu’ hanya dipakai untuk dinisbatkan kepada seseorang (asykhash) dan tidak
pada yang lainnya seperti QS Ali Imran :33-4 dan ayat yang kita tadabburi ini [ 5]. Jadi lelaki ini
bertaut dan dekat dengan Fira’un entah karena ikatan darah atau yang lainnya. Pemakaian lekatan
‘alu Firaun” ini juga untuk mengokohkan bahwa lelaki ini berada ditengah himpitan kekufuran
dan kekuasaan Firaun, namun ia masih mampu terus menjaga kejernihan iman.
Karakter ketiga adalah menyembunyikan iman ( ُ ﺇِﻳﻤَﺎﻧَﻪ ﻢ ُ ُ )ﻳ َ ْﻜﺘ. Sebagian orang boleh jadi
menyangka bahwa kemantapan iman akan meniadakan penyembunyian iman. Namun justru
menyembunyikan iman dalam keadaan tertentu seperti kondisi lelaki ini dibenarkan dan bahkan
mendapat justifikasi Qurani. Ditengah pusaran kekufuran dan kekuatan tiranik Firaun, pilihan
paling rasional adalah menyembunyikan iman. Inilah pilihan cerdas antara menjaga iman dan
nyawa (hifdz al-din dan hifdz al-nafs) sebagaimana objektif dari syariah Allah (maqashid syari’ah)
itu sendiri. Kekonyolan dengan merasa gagah menampakkan iman ditengah situasi yang tidak
memungkinkan dan apalagi membahayakan jiwa justru tidak sejalan dengan ajaran Allah. Jadi
ayat ini secara implisit menunjukkan kebolehan menyembunyikan iman (dalam bentuk lahiriah
berupa ucapan dan perbuatan) dalam kondisi dharurat yang membahayakan nyawa. Namun
demikian dalam kondisi (kritikal) yang lain, mu’min juga dipaksa harus menampakkan imannya
(berupa ucapan dan perbuatan) dengan tetap memilih cara paling efektif dalam berdakwah dan
dengan tetap mempertimbangkan keselamatan iman dan jiwanya.
Rangkain frase selanjutnya dari ayat ini adalah bentuk dakwah lelaki beriman ini ditengah
situasi kritikal yang diabadikan al-Quran. Lelaki ini menyembunyikan imannya dari mata Firaun
dan kaumnya dan dia tidak menampakkannya kecuali pada hari ketika Fir'aun telah bulat
mengambil keputusan dihadapan para mentri dan jendral di istananya dengan mengatakan,
“Biarkanlah aku membunuh Musa”(Al-Mu’min: 26). Keputusan Firaun yang disepakati oleh
seluruh pembesar Mesir ini menjadi pemantik bagi lelaki ini untuk tidak lagi menyembunyikan
imannya. Inilah panggilan jihad yang direspon oleh hati yang beriman. Sikap lelaki ini yang
kemudian berkata didepan penguasa dzalim adalah bentuk jihad tertinggi[6] dan ‘penampakan’
iman yang selama ini ia sembunyikan. Pilihan menampakkan iman ini disebabkan karena
pertimbangan menghilangkan mudharat yang lebih besar (pembunuhan Musa dan
pengikutnya)dan upaya mendatangkan manfaat positif. Ketika terdapat dua mudharat
(kemungkinan kematian musa dan muslimin vs kematian diri sendiri)maka sikap yang
ditampilkan lelaki beriman ini adalah memilih mudharat yang lebih kecil dengan menampakkan
iman dan mendakwahi Firaun[7].
Lelaki itu dengan cerdas dan berani karena ditopang kekokohan iman dalam hatinya,
berkata kepada Firaun dan kaumnya dengan mengagumkan:
“Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan, 'Tuhanku
ialah Allah.' Padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa
keterangan-keterangan dari Tuhanmu.” Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang
menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian
(bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.
Lelaki ini mengingatkan dengan menggunakan penjelasan logis-rasional (al-mubin) untuk
mencegah keputusan Fir’aun dalam membunuh Musa AS dan pengikutnya. Ia menunjukkan
bahwa iman (agama) adalah bagian hak diri yang mendasar (Musa AS) yang tidak sepatutnya
direnggut orang lain. Apalagi jika ia memiliki bukti yang mendukung iman dan keyakinannya. Ia
menyoal Firaun dengan menyatakan bahwa ‘policy’ Fir’aun amat tidak manusiawi dan sekaligus
tidak logis yakni; memberangus keyakinan dengan pembunuhan. Membungkam ide dengan
penghilangan nyawa.
Ia menampilkan argumentasi bahwa sebuah keyakinan (iman) jikalau salah akibatnya
hanya kembali kepada pemiliknya, sebaliknya jikalau dia benar, maka apa yang yang
diancamkannya kepada orang lain akan juga akhirnya menimpanya. Dari sini sebenarnya lelaki
ini ingin menunjukkan kebaikan dari apa yang dilakukan Musa AS, karena jika Musa AS salah
maka konsekuensi buruknya hanya akan mengenainya. Namun jika Musa AS benar maka
sesungguhnya peringatan Musa tidak lain hanyalah untuk kebaikan Firaun dan warga Mesir,
karena hakikatanya ia ingin menghindarkan mereka dari keburukan dan bahaya. Dan apalagi
mufassirin menjelaskan bahwa kisah bantahan lelaki ini terjadi pasca dikalahkannya para tukang
sihir Firaun yang justru semakin menunjukkan kebenaran keyakinan dan peringatan Musa AS.[8]
Karenanya lelaki ini menutup dengan kalimat tegas, Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” Kalimat akhir ini tidak hanya menusuk logika
tapi juga hati pendengarnya (al-balagh). Inilah kombinasi cara dakwah yang ideal dan efektif,
menyentuh akal dan hati (al-balagh al-mubin) secara simultan. Ia secara halus menunjukkan
bahwa sikap dan keputusan Fir’aun adalah keputusan yang melampaui batas, sewenang-wenang
dan jauh dari keadilan (musrif) dan keputusan seperti ini pastilah berbasis dengan kedustaan dan
bukan kebenaran (kadzzab). Jadi ini tanpa keraguan bukanlah sebuah hidayah yang berasal dari
Tuhan.
Kalimat indah dari lelaki anonim ini kelak dalam sejarah, seperti prediksi al-Quran
diucapkan kembali oleh lelaki yang bahkan menurut Ali ibn Abi Thalib r.a. lebih kokoh
iman-Nya. Dialah Abu Bakar al-Shiddiq. Imam Bukhari dan Muslim demikian juga Al-Tirmidzi
dalam Nawadir al-Ushul meriwayatkan bahwa setelah wafatnya Abu Thalib, tiga orang pembesar
Quraish yang dipimpin Uqbah bin Abi Muith bersepakat untuk membunuh Rasulullah. Hingga
suatu hari saat Rasulullah Saw. menuju Ka’bah hendak menunaikan shalat, ia dihadang dan
dicecar dengan ragam pertanyaan oleh mereka. Rasul menjawabnya dan kemudian Rasul
menghadap Rabbnya dalam Sholat. Tiba-tiba datanglah Uqbah memegang pundak Rasulullah Saw.
dan melilitkan kainnya ke leher beliau sehingga kain itu mencekiknya dengan keras. Rasul
meminta bantuan tapi tak seorangpun yang datang menghampiri. Situasinya mirip dengan kondisi
istana Firaun saat itu ketika Islam masih sangat lemah dan Mekkah dikuasai oleh Firaun zaman
itu. Menampakkan iman saat itu hanyalah berbuah penderitaan bahkan pembunuhan seperti yang
dialami Bilal bin Rabah r.a. dan Ammar bin Yasir r.a
Ditengah suasana ini seseorang pergi memberitahu Abu Bakar dan bersegeralah Abu
Bakar r.a menghampiri Nabi. Beliau, lalu memegang pundak Uqbah dan mendorongnya jauh dari
Rasulullah Saw. Abu Bakar r.a. Kemudian memeluk perih Nabi Saw. dari belakangnya seraya
menjerit sekuat suaranya, sedangkan kedua matanya mencucurkan air mata sambil berkata,:
Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan, 'Tuhanku ialah Allah,' padahal
dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu? (Al-Mu’min:
28)[9]. Sungguh menakjubkan, Abu Bakar r.a menggemakan kembali kalimat yang dahulu
pertama kali diucapkan lelaki anonim dalam surat Ghofir ayat 28 ini. Sungguh sebuah keajaiban
prediksi al-Quran yang amat akurat dan mengagumkan.
Al-Bazzar dan Abu Nu'aim juga meriwayatkan dalam Fadhail al- Shahabah dari Ali bin Abi
Thalib saat ia berkata, "Wahai orang orang, kabarkanlah kepadaku siapa orang yang paling berani?”
Mereka menjawab, “Engkau.” Ali menjawab, “Adapun diriku, Aku tidak bertarung dengan seorang pun
kecuali aku mngalahkannya, tetapi kabarkanlah kepadaku mengenai orang yang paling berani,” Mereka
menjawab, “Kami tidak tahu, lantas siapa?” Ali menjawab, “Abu Bakar”. Ali r.a kemudian
menuturkan kisah diatas dan lantas mengangkat kain bergaris yang dipakainya lalu menangis
hingga jenggotnya basah. Ia berkata, “Aku serukan kepada kalian, apakah seorang Mukmin dari
keluarga Fir'aun itu lebih baik ataukah Abu Bakar?”. Semua orang terdiam, lalu ia melanjutkan,
'Tidakkah kalian menjawab?” Demi Allah, sungguh sesaat saja dari Abu Bakar itu lebih baik dari semisal
orang Mukmin di antara kerabat Fir'aun tersebut, ia adalah seorang laki-laki yang menyembunyikan
keimanannya, lalu Allah Swt memujinya di dalam kitab-Nya, sementara orang ini (Abu bakar) adalah
seorang laki-laki yang menyatakan keimanannya, mengorbankan harta, dan darahnya”[10]. Lelaki
anonim, Abu bakar telah membuktikan imannya dengan sangat indah, bagaimana dengan
kita?Apakah andalah kelak yang menjadi the next rajulun mu’min.
Note
[1] Ibn Battah, A l-Ibānah Al-Kubrā artikel 1097.]
[2] ﻫﺬﻩ ﺃَﺧﺮﺝ (6)(6) (ﺍﻟﻌَﻤَﻞ ﻙ ِ ْﺑِﺘَﺮ ُ ﺼﺎﻧُﻪ
َ ﻭﻧ ُ ْﻘ ، ﻞ ُ )ﺍﻹِﻳﻤﺎ : ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺣﻤﻪ ﺣﻨﺒﻞ ﺑﻦ ﺃَﺣﻤﺪ ﺍﻟﺴﻨَّﺔ
ِ َ ﺑﺎﻟﻌَﻤ ُ ﻓَﺰِﻳﺎﺩَﺗُﻪ ؛ ﻭَﻳَﻨْﻘ ُﺺ ﻳَﺰﻳ ُﺪ ﻥ ُ ّ ﺃَﻫﻞ ﺇِﻣﺎﻡ ﻭﻗﺎﻝ
َ
ﻭﺍﻟﺘﺎﺑﻌﻴﻦ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﺇﺟﻤﺎﻉ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻣﻦ ﻭﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺃﻫﻞ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﺃﺻﻮﻝ ﺷﺮﺡ » : ﺍﻟﻘﻴﻢ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻼﻟﻜﺎﺋﻲ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺻﺤﻴﺤﺔ ﺑﺄﺳﺎﻧﻴﺪ ﺍﻵﺛﺎﺭ
».
[3]Lihat Aqil bin Salim al-Syamri, Qawaid Tadabbur al-Qur’an, (Riyadh: Dar al-Hadharah,1437H), h. 29.
[4]Menurut qaul yang masyhur, lelaki mukmin yang mengatakan kalimat ini adalah seorang bangsa Egypt dari
kalangan keluarga Fir'aun. As-Saddi mengatakan bahwa dia adalah saudara sepupu Fir'aun yang membelot dari
Fir'aun dan bergabung bersama Musa a.s. Menurut suatu pendapat, ia selamat bersama Musa a.s. dari kejaran Fir'aun.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir; Ibnu jarir menjawab pendapat yang mengatakan bahwa lelaki itu adalah
seorang Bani Israil, bahwa ternyata Fir'aun mau mendengarkan perkataan lelaki itu dan terpengaruh olehnya, lalu
tidak jadi membunuh Musa a.s. Seandainya laki-laki itu adalah seorang Bani Israil, pastilah Fir'aun menyegerakan
hukumannya, karena dia adalah dari kalangan mereka (Bani Israil).Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
r.a., bahwa tiada seorang pun dari kalangan keluarga Fir'aun yang beriman kecuali lelaki ini, istri Fir'aun, dan seorang
ﺳﻰ ﺇِﻥّ َ ﺍﻟْﻤَﻸ{lelaki lainnya yang memperingatkan Musa a.s. melalui perkataannya, yang disitir oleh firman-Nya: ﻳَﺎ ﻣُﻮ َ
ﻙ ﻥ ﺑِﻚَ ﻟِﻴَﻘْﺘُﻠُﻮ َ }Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu. (Al-Qasas: ﻳَﺄْﺗَﻤ ِﺮُﻭ َ
20). Lihat Ibnu Katsir
: Ibn al-Mandzur,Lisan al-Arab; Ibn Faris,Maqayis al-Lughah ﻋﺠﺎﺋﺐ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ -ﺯﻳﺎﺩ ﺍﻟﺴﻠﻮﺍﺩﻱ[5].
ﻝ ﻋِﻨْﺪَ[7]Lihat hadits Nabi, Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ﻛﻠ ِﻤَﺔ ُ ﻋَ ْﺪ ٍ ﺠﻬَﺎﺩ ِ َ ﻞ ﺍﻟ ْ ِ ﻀ ُ ﺃَﻓ ْ َ
ﺟﺎﺋِﺮ ٍ ﻥَ ﺳﻠْﻄَﺎ ٍ ُ “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.”
(HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa
hadits ini hasan).
(Mudharat yang lebih berat, harus ﺍﻟﻀﺮﺭ ﺍﻷﺷﺪ ﻳﺰﺍﻝ ﺑﺎﻟﻀﺮﺭ ﺍﻷﺧﻒ [7]Sikap lelaki ini sesuai dengan kaedah ushul Fiqh;
ﺼﺎﻟ ِِﺢdihilangkan dengan melakukan yang mudharat yang lebih ringan). “Menghilangkan ﺩﺭء ﺍﻟ ْﻤﻔ َﺎ ِ َ
ْﺐ ﺍﻟ ْﻤ َ َ ﺟﻠ ِ ﺳﺪِ ﺃ ْﻭﻟ َﻰ ﻣ ِْﻦ َ َْ ُ َ
kemudharatan itu lebih didahulukan daripada Mengambil sebuah kemaslahatan.”
[8] Lihat al-Qurthuby, Al-Jami’ Li Ahkam al-Quran, Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir, dan Ibn ‘Asyur, al-Tahrir wa
al-Tanwir
[9]lihat al-Qurthuby dan Ibnu Katsir
ﻦ ﺣ ّﺪَﺛَﻨ ِﻲُ ﻋﺮْﻭَﺓ ُ ﺑ ْ ُ ﻦ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫ ِﻴﻢَ ﺍﻟﺘَّﻴْﻤ ِّﻲَُ ، ﺤ ّﻤ َ ُﺪ ﺑ ْ ُ ﺣ ّﺪَﺛَﻨ ِﻲ ﻣ ُ َ ﻛﺜ ِﻴﺮٍَ ، ﻦ ﺃَﺑِﻲَ ﺣ ّﺪَﺛَﻨ ِﻲ ﻳ َ ْﺤﻴَﻰ ﺑ ْ ُ ﺣ ّﺪَﺛَﻨَﺎ ﺍﻷ ْﻭﺯَﺍﻋ ِّﻲَُ ،
َْ
ﻦ ﻣ ُ ْﺴﻠ ٍِﻢَ ، ﺣ ّﺪَﺛَﻨَﺎ ﺍﻟ ْﻮَﻟِﻴ ُﺪ ﺑ ْ ُ ﻦ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠ ّﻪ َِ ،
َ
ﺣ ّﺪَﺛَﻨَﺎ ﻋَﻠ ّ ُِﻲ ﺑ ْ ُ َ
ﻝ ﺍﻟﻠَّﻪ ِ ﺻﻠ ّﻰَ ﻮ ﺳ ﺭ ﺎ ﻨ ﻴ ﺑ َ: ﻝ َﺎ ﻗ ﻢ َ ّ ﻠ ﺳ ﻭ ِ ﻪ ﻴ ﻠ ﻋ ﻪ َ ّ ﻠ ﺍﻟ ﻰ َ ّ ﻠ ﺻ ِ ﻪ َ ّ ﻠ ﺍﻟ ﻝ
ِ ﻮ ﺳ ﺮ ﺑ ﻥ ﻮ ُ
ﻛ ﺮ ﺸ ْﻤ ﺍﻟ ﻪ ﻌ ﻨ ﺻ ﺎَ ﻤ ِ ﻣ ٍ ء َﻲ ﺷ ِ ﺪ ﺷ َ ﺄ ﺑ ِﻲ ﻧ ﺮ ﺒ ﺧ َ ﺃ : ﺎﺹ ﻌ ﺍﻟ ﻦ ﺑ ﻭ ﺮ ﻤ ﻋ ﻦ ﺑ ِ ﻪ َ ّ ﻠ ﺍﻟ ِ ﺪ ﺒ ﻌ ِ ﻟ ْﺖ ﻠ ﻗ َ: ﻝ َﺎ ﻗ ﺮ ُ
َ ُ ْ َ ُ َ َ ْ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ ِ َ ِ ْ ُ ُ َ َ َ ّ ْ ّ َ ِ ْ ِ ْ ِ َ ْ ِ ْ ِ ْ َ ِ ْ ْ َ ُ ُ ِ ﺍﻟ ْ
ﻴ
َ ﺑ ﺰ
ّ
ﺧﻨْﻘ ًﺎ ﺨﻨَﻘَﻪ َُ ﺳﻠَّﻢَ ﻭﻟ َﻮَﻯ ﺛَﻮْﺑَﻪ ُ ﻓ ِﻲُ ﻋﻨُﻘِﻪ ِ ،ﻓ َ َ ﻭ ِ ﻪ ﻴ
َ ﻠ َ ﻋ ُ ﻪ ﻝ ﺍﻟﻠَّﻪ ِ ﺻﻠَّﻰ ﺍﻟﻠ ّ َ ِ ﻮ ﺳ ﺭ ﻜﺐ ْ ﻨ ﺑﻤ َ ﺬ ﺧَ ﻦ ﺃَﺑِﻲ ﻣﻌَﻴﻂ ،ﻓَﺄ َ ُ ﺑ ْﺒﺔ ﻘ ﻋ ُ ﻞَ ْﺒ ﻗ ﻜﻌﺒﺔ ِ ﺇ ِ ْﺫ ﺃ َ َ ْ ﺍﻟ ِ ء ﺎَ ِﻨ ﻔ ِ ﺑ ِﻲ ّ ﻠ ﺼ ﻳ ﻢ ﺍﻟﻠَّﻪ ﻋﻠَﻴﻪ ِ ﻭﺳﻠ ّ َ
ْ َ َ َ َ ُ َ ُ ْ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ َ َ
ﻛ ْﻢ ﺟﺎء َ ُ ﺪ
ْ َ ﻗ ﻭ ﻪ ﻝ ﺭﺑِﻲ ﺍﻟﻠ ّ َ َ ُﻮ ﻘ ﻳ ﻥ ْ ﻥ ﺭﺟﻼ ﺃ َ َ ُﻮ ﻠ ْﺘ ﻘ َ ﺧﺬَ ﺑِﻤﻨْﻜِﺒِﻪ ِ ﻭﺩﻓَﻊ ﻋﻦ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲ ﺻﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪ ﻋﻠَﻴﻪ ِ ﻭﺳﻠَّﻢ ﺛُﻢَ ﻗﺎﻝ} :ﺃ َ
ﺗ َ ﻞ ﺃَﺑُﻮ ﺑ َ ْﻜﺮٍ ،ﺭﺿِﻲ ﺍﻟﻠَّﻪ ُ ﻋَﻨْﻪُ ،ﻓَﺄ َ ﺷﺪِﻳ ًﺪﺍ ،ﻓَﺄَﻗ ْﺒ َ َ َ
َ َ ُ َ َ ّ َ َ ُ ُ ّ ْ َ َ َ َ ُ ِّ َ ِ َ َ َ َ َ
ﻜ ْﻢ ﺎﺕ ﻣ ِْﻦ ﺭَﺑ ّ ِ ُ } ﺑِﺎﻟ ْﺒَﻴّ ِﻨ َ ِ
Imam Bukhari meriwayatkannya secara tunggal melalui hadis Al-Auza'i. Imam Bukhari mengatakan bahwa hadis ini
diikuti oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Ibrahim ibnu Urwah, dari ayahnya dengan sanad yang sama.
ﺷ ّ ُﺪ ﻣَﺎ ﺳﺌ ِﻞ :ﻣَﺎ ﺃ َ َ ﺎﺹ ﺃﻧَّﻪ ُُ
ﺸﺎﻡ- ﻳﻌﻨ ِﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﺮﻭﺓ َ-ﻋﻦ ﺃَﺑِﻴﻪ ِ ،ﻋﻦ ﻋﻤﺮِﻭ ﺑﻦ ﺍﻟْﻌ ِ َ
َ ْ َْ ْ ِ َ ْ َ ُْ َ َ ْ ﺣ ّﺪَﺛَﻨَﺎ ﻋَﺒْﺪﺓ ﻋَ ْﻦ ﻫ ِ َ ٍ َ ْ ﻕ ﺍﻟْﻬ َ ْﻤﺪَﺍﻧ ِّﻲَُ ، ﺤﺎ َ ﻦ ﺇ ِ ْﺳ َ ﻥ ﺑ ْ ُ ﺣ ّﺪَﺛَﻨَﺎ ﻫَﺎﺭُﻭ ُ ﺣﺎﺗ ٍِﻢَ : ﻦ ﺃﺑِﻲ َ
ﻝ ﺍﺑ َ
ﻗ َﺎ َ ْ ُ
ﻙ" ﻓَﻘ َﺎﻣُﻮﺍ َ
ﺖ ﺗَﻨْﻬَﺎﻧَﺎ ﺃ ْﻥ ﻧَﻌْﺒُﺪَ ﻣَﺎ ﻳَﻌْﺒ ُ ُﺪ ﺁﺑَﺎﺅُﻧَﺎ؟ ﻓَﻘ َﺎﻝَ" :ﺃﻧَﺎ ﺫ َﺍ َ َ َ
َﺍﺕ ﻳَﻮْ ٍﻡ ﻓَﻘ َﺎﻟ ُﻮﺍ ﻟَﻪُ :ﺃﻧ ْ َ ﺳﻠ ّﻢَ؟ ﻗﺎﻝ :ﻣ َ ّﺮ َ ﺑِﻬ ِْﻢ ﺫ َ َ ﻭ ِ ﻪ ﻴ ﻠ ﻋ ﻪ َ ّ ﻠ ﺍﻟ ﻰ َ ّ ﻠ ﺻ ِ ﻪ َ ّ ﻠ ﺍﻟ ﻝ
ِ ﻮ ﺳ ﺭ ِﻦ ﻣ ﻮﺍ ﻐ ﻠ ﺑ ﺎ ﺸ ﻳ ﺭَﺃَﻳ ْ َ
ْ َ َ َ َ ُ َ َ ُ ْ ُ َ َ ً ْ ﺖ ﻗ َ
ُﺮ
ﻥ ﺭﺟﻼ ﺃ ْﻥَ َ َ َ َ َ
ِﻴﻼﻥِ ،ﻭ َ ُﻫﻮ َ ﻳَﻘ ُﻮﻝُ :ﻳَﺎ ﻗ َﻮْﻡِ} ،ﺃﺗَﻘْﺘُﻠ ُﻮ َ َ ُ ﺻﻮْﺗِﻪ ِ ،ﻭَﺇِﻥّ ﻋَﻴْﻨَﻴْﻪ ِ ﻟَﻴَﺴ َ ِﻴﺢ ﺑِﺄ ْﻋﻠ َﻰَ ﻓﺮﺃﻳﺖ ﺃﺑَﺎ ﺑ َ ْﻜﺮ ٍ ﻣ ُ ْﺤﺘَﻀِﻨُﻪ ُ ﻣ ِْﻦ ﻭَﺭَﺍﺋِﻪ ِ ،ﻭ َ ُﻫﻮ َ ﻳَﺼ ُ ُ ﺠﺎﻣ ِﻊِ ﺛِﻴَﺎﺑِﻪ ِ ، ﺧﺬُﻭﺍ ﺑِﻤ َ َ ﺇِﻟَﻴْﻪ ِ ،ﻓَﺄ َ
ﻛﻠِّﻬَﺎ ﺍﻵﻳَﺔ ِ ُ ﻦ ْ ﺣﺘَّﻰ ﻓَﺮ َ َ ُ ُ ﻝ ﺭﺑِﻲ ﺍﻟﻠ ّ َ
ﻍ ﻣِ َ َ ْ َ { ﻢ ﻜ ِ ّ ﺑ ﺭ ِﻦ ْ ﻣ ﺎﺕ ِ َ ِﻨ ﻴ
َ َ ْ َّْﺒ ﺎﻟ ِ ﺑ ﻢ ﻛ ﺎء ﺟ ﺪ
ْ َ ﻗ َ ﻭ ُ ﻪ َ َ ّ َ ُﻮ ﻘ َ . ﻳ
[10]Lihat al-Qurthuby
ﺶ ﺑَﻌْﺪَ ﻭَﻓَﺎﺓ ِ ﺃَﺑِﻲ ﻃَﺎﻟ ٍِﺐ ﺖ ﻗ ُﺮَﻳ ْ ٌ ﺍﺟﺘَﻤَﻌ َ ْ ِﻲ ﺍﻟﻠ ّﻪ ُ ﻋَﻨْﻪ ُ ﻗ َﺎﻝَْ :
َ
ﺤ ّﻤ َ ٍﺪ ﻋَ ْﻦ ﺃﺑِﻴﻪ ِ ﻋَ ْﻦ ﻋَﻠ ّ ٍِﻲ ﺭَﺿ َ
َ
ﻦ ﻣ ُ َ ﺟﻌْﻔَﺮ ِ ﺑ ْ ِ ﺣﺪِﻳﺚِ َ ﻝ ﻣ ِْﻦَ ﺻﻮ ِ ُْ
ِﻴﻢ ﻓ ِﻲ ﻧَﻮَﺍﺩِﺭ ِ ﺍﻷ ُ ِﻱ ﺍﻟ َْﺤﻜ ُ ﺟﻪ ُ ﺍﻟﺘّ ِﺮْﻣِﺬ ّ ُ ﺧ ّﺮ َ َ َ
ﻞ ﻳَﺠﺄ ُ ْﺒ ﻗَ ﺄ ﻓ ِ، ﻥ ﺎ ﺗ ِﻴﺮ ﻔ ﺿ ﻪ ﻟ ﻭ ﺮ ﻜ ْ ﺑ ﻮ ﺑ َ ﺃ ﻻ َ ّ ﺇ ﺪ ﺣ َ ﺃ ﻪ ﺜ ِ ﻐ ﻳ َﻢ ﻠ ﻓ ﺬ
ٍ ِ ﺌ ﻣ ﻮ ﻳ ﷺ ﻲ ُ ﺒ َ ﻨ ﺍﻟ ﺎﺙ ﻐ ﺘ ﺎﺳ ﻓ ، ﻪ ﻠ
ِ ْﺘ ﻠ ﺘ ﻳ َﺍ ﺬ ﻫ ﻭ ﻳﺠﻮﺅﻩ ﻫﺬﺍ ﻓﺄﻗﺒﻞ ﷺ، ِ ﻪ ﻝ ﺍﻟﻠ ّ َ ِ ﻮ ﺳ ﺭ ﻞ ﺘ ﻗ ﻭﺍ ﺩ ﺍ ﺭ ﺙ ﻓَﺄ َ ٍ ﻼ
َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ ٍ َ ُ ِ ٌ َ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ َ ّ ِ ّ َ َ َ ْ َ ُ ُ َ ُ َ َ
)(٥
َ ُ َ ْ َ ُ َ َ ﺑِﺜ َ
ﻝ ﻋَﻠ ِّﻲٌ: ﺿﻔ ِﻴﺮَﺗ َ ْﻲ ﺃَﺑِﻲ ﺑ َ ْﻜﺮ ٍ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ .ﻓَﻘ َﺎ َ ﺣﺪَﻯَ ﺖ ﺇ ِْ ﻄﻌ َ ْ ﻝ ﺍﻟﻠَّﻪ ِ ،ﻓَﻘ ُ ِ ﺳﻮ ُ َ ُ َﺮ ﻟ ُ ﻪ َ ّ ﻧ
ِ ﺇ ِ ﻪ ﻝ ﺭﺑِﻲ ﺍﻟﻠَّﻪ" ﻭﺍﻟﻠ ّ َ
َ ُ َ َ ّ َ ُﻮ ﻘ َ ﻳ ﻥ
ْ ﻥ ﺭﺟ ًﻼ ﺃ َ
َ ُ َ ُﻮ ﻠ ُ ْﺘ ﻘ َ ﻜﻢ" :ﺃ َ
ﺗ َ ْ ُ َ ﻠ ْ ﻳ ﻭ ِ: ﻪ ِ ﺗ ﻮ
َ ْ ﺻ َﻰ ﻠ ﻋ
ْ ﻝ ﺑِﺄ َ ُ ُﻮ ﻘَ ﻳ َ ﻭ ﺫﺍ ﻞ ُ ِ ْﺘ ﻠ
َ ﺘ ُ ﻳ ﺫ َ
ﻭ َﺍ
ﻛﺘَﻢَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧَﻪُ ،ﻓَﺄَﺛْﻨَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪ ُ ﻋَﻠَﻴْﻪ ِ ﻓ ِﻲ ﻛِﺘَﺎﺑِﻪ ِ ،ﻭَﻫَﺬَﺍ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺃﻇﻬﺮ ﺇﻳﻤﺎﻧﻪ ﻭﺑﺬﻝ ﻣﺎﻝ ﻭَﺩَﻣَﻪ ُ ﻟِﻠَّﻪ ِ ﻞَ ﺟ ٌ ﺭ َ
ِﻚ َﻟ ﺫ ﻝ ﻓ ِﺮﻋَﻮﻥَ ،ﺇِﻥّ َ ِ ﺁ ﻦ ِ ﻣ ْ ﺆ ﻣ ِﻦ ﻣ ﺮ ﻴ ﺧ
َ ٍ ﺮ ﻜ ْ ﺑ ﻲ ِ ﻭﺍﻟﻠَّﻪ ِ ﻟَﻴﻮﻡ ﺃ َ
ﺑ
َ ُ ْ ْ ِ ُ ْ ٌْ َ ُ َْ َ
ﻥ ﻖ ﻓَﺈِﻧَّﻪ ُ ﺃ َ ْﻇﻬَﺮ َ ﺇِﻳﻤَﺎﻧَﻪ ُ ﻭَﻟ َْﻢ ﻳ َ ْﻜﺘ ُ ْﻤﻪُ ،ﻭَﺇ ِ ّ َﻻ ﻓَﺎﻟْﻘ ُﺮْﺁ ُ ﺍﻟﺼ ّﺪِﻳ ِ ﻑِ ّ ﻝ ﺃ َ ْﻣﺮِﻩ ِ ﺑِﺨ َِﻼ ِ ﻛﺘَﻢَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧَﻪ ُ ﻳُﺮِﻳ ُﺪ ﻓ ِﻲ ﺃ َ ّﻭ َ ِ ﻞَ ﺟ ٌ ِﻲ ﺍﻟﻠ ّﻪ ُ ﻋَﻨْﻪ ُ ﺇِﻥّ ﺫ َﻟ َِﻚ ﺭ َ ُ
َ َ
ﻝ ﻋَﻠ ّ ٍِﻲ ﺭَﺿ َ ْﺖ :ﻗ َﻮْ ُ ﺟﻞّ َ .ﻗُﻠ ُ ﻋَ ّﺰ َ ﻭ َ َ
ﻀﺎ ﻋَ ْﻦ ﺃ َ ْﺳﻤَﺎء َ ﺑِﻨْﺖِ ﺃَﺑِﻲ ﺑ َ ْﻜﺮ ٍ ﻝ ﺃَﻳ ْ ً ﺻﻮ ِ ُْ
ﺍﻟﺴ َﻼ ُﻡ ﻋَﻠ َﻰ ﻣَﺎ ﻳَﺄﺗ ِﻲ ﺑَﻴَﺎﻧُﻪُ .ﻓ ِﻲ ﻧَﻮَﺍﺩِﺭ ِ ﺍﻷ ُ
ْ ﻮﺳﻰ ﻋَﻠَﻴْﻪ َِ ّ ﻞ ﻣ ُ َ ﻥ ﺃ َ ْﻇﻬَﺮ َ ﺇِﻳﻤَﺎﻧَﻪ ُ ﻟ َ ّﻤَﺎ ﺃَﺭَﺍﺩُﻭﺍ ﻗَﺘ ْ َ ﻝ ﻓ ِﺮْﻋَﻮْ َ ﻦ ﺁ ِ ﺡ ﺑِﺄَﻥّ َ ﻣُﺆْﻣ ِ َ ﺼ ّﺮ ِ ٌ ﻣ ُ َ
ﻝ ﺍﻟﻠ ّﻪ َِ ﺳﻮ َ ﺭ ﻥ َ ﻭ ﺮ ﻛَ َﺍ ﺬ ﺘ ﻳ ﻭ ِ، ﺪ ﺠ
ِ ﺴ ْﻤ ﺍﻟ ِﻲ ﻓ ﺍ ﺩ ﻮ ﻌ ُ ﻗ ﻥ
َ ﻮ ﻛ ُ ِ ﺮ ﺸ ْ ْﻤ ﺍﻟ ﻥ
َ ﺎ ﻛَ : َﺖ ْ َﺎﻟ ﻘ َ ﻓ ﷺ؟ ِ ﻪ َ ّ ﻠ ﺍﻟ ﻝ
ِ ﻮ ﺳ ﺭ ِﻦ ﻣ ﻮﺍ ُ ﻐ َ ﻠ ﺑ ﻦ ِﻴ ﻛ ِ ﺮ ﺸ
ْ ْﻤ ﺍﻟ ﺖِ ﻳَ ﺃ ﺭ ﺷﻲ ﺃﺷﺪ ﻣﺎ ﻟﻬﺎ: ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻋﻨﻬﺎ ﻪ ﺭﺿِﻲ ﺍﻟﻠ ّ َ
َ ُ ُ َ َ َ َ ْ ً ُ ُ َ ُ ْ َ َ ُ ْ َ ُ َ َ
ﻛﺬَﺍ ﻝَ ﺖ ﺗَﻘ ُﻮ ُ ﺻﺪَﻗَﻬ ُ ْﻢ ،ﻓَﻘ َﺎﻟ ُﻮﺍ :ﺃَﻟ َْﺴ َ ﻛﺎﻧُﻮﺍ ﺇﺫﺍ ﺳﺄﻟﻮﻩ ﻋﻦ ﺷﻲَ ﺟﻤَﻌِﻬ ِْﻢ ﻭ َ َ َ
ﻝ ﺍﻟﻠ ّﻪ ِ ﷺ ،ﻓَﻘ َﺎﻣُﻮﺍ ﺇِﻟَﻴْﻪ ِ ﺑِﺄ ْ
ﻞ ﺭﺳﻮ ُ َ
ﺧ َ َ ُ ﻛﺬَﻟ َِﻚ ﺇ ِ ْﺫ ﺩ َ َ ﻝ ﻓ ِﻲ ﺁﻟِﻬَﺘِﻬ ِْﻢ ،ﻓَﺒَﻴْﻨَﺎُ ﻫ ْﻢَ ﷺ ﻣَﺎ ﻳَﻘ ُﻮ ُ
ﺠﺪَ ﻭ َ ُﻫﻮ َ ﻞ ﺍﻟ ْﻤ َ ْﺴ ِ ﺧ َ ﺝ ﻣ ِْﻦ ﻋِﻨْﺪِﻧَﺎ ﻭَﺇِﻥّ َ ﻟَﻪ ُ ﻏَﺪَﺍﺋ ِﺮَ ،ﻓَﺪَ َ ﺨﺮ َ َ ِﺒﻚ .ﻓ َ َ ﺻﺎﺣ َ ﻙَ ﻝ ﻟَﻪُ :ﺃ َ ْﺩﺭ ِ ْ ﺦ ﺇِﻟ َﻰ ﺃَﺑِﻲ ﺑ َ ْﻜﺮ ٍ ﻓَﻘ َﺎ َ ﺍﻟﺼﺮِﻳ ُ ﺟﻤَﻌِﻬ ِْﻢ ﻓَﺄَﺗَﻰ َ ّ َ
ﺸﺒّ َﺜُﻮﺍ ﻓ ِﻴﻪ ِ ﺑِﺄ ْ ﻓ ِﻲ ﺁﻟِﻬَﺘ ِﻨَﺎ ﻗ َﺎﻝَ" :ﺑَﻠ َﻰ" ﻓَﺘ َ َ
َ
ﺟﻊَ ﺇِﻟَﻴْﻨَﺎ ﺃﺑُﻮ ﺑ َ ْﻜﺮ ٍ ﺮ ﻓ ، ﺮ ﻜ ْ ﺑ ﻲ ﺑَ ﺃ َﻰ ﻠ ﻋ ُﻮﺍ ﻠ ْﺒ ﻗ َ ﺃ ﻭ ﷺ ِ ﻪَ ّ ﻠ ﺍﻟ ﻝ
ِ ﻮ ﺳ ﺭ ﻦ ﻋ ﺍ ً ﻮ ﻬ ﻠ ﻓ " ﻢ ﻜ ُ ﺑ ﺭ ِﻦ ﻣ ِﻨﺎﺕ
ِ ﻴ ْﺒ ﺎﻟ ﺑ ﻢ ُ
ﻛ ﺟﺎء ﺪ ﻗ ﻭ ﻪ َ ّ ﻠ ﺍﻟ ﻲ ﺑ ﺭ ﻝ ُﻮ ﻘ ﻳ ﻥ ﻥ ﺭﺟ ًﻼ ﺃ َ َ ﻳَﻘ ُﻮﻝُ :ﻭَﻳْﻠ َ ُ
َ َ َ ٍ َ ِ َ َ َ َ ُ ْ َ ّ ُ ُ َ َ ْ ِ ّ ْ َ ْ َّ ِ ْ َ َ ُ َ َ ِ ّ َ َ ْ ﻜ ْﻢ " ﺃﺗَﻘْﺘُﻠ ُﻮ َ َ ُ
ﻛﺮَﺍ ٌﻡ ﻛﺮَﺍ ٌﻡ ﺇ ِ ْ ﻛﺮَﺍﻡِ ،ﺇ ِ ْ ﺍﻹ ِ ْ ﻝ ﻭَ ْ ﺖ ﻳَﺎ ﺫ َﺍ ﺍﻟ َْﺠ َﻼ ِ ﺟﺎء َ ﻣَﻌَﻪُ ،ﻭ َ ُﻫﻮ َ ﻳَﻘ ُﻮﻝُ :ﺗَﺒَﺎﺭ َ ْ َ ّ ُ َ
ﻛ َ َ ﻻ ِ ﺇ ِ ﻩ ِ ﺮ ِ ﺍﺋ َ ﺪ َ ﻏ ِﻦ
ْ ﻣ ﺎ ً ﺌ ْ َﻴ
ﺷ ﺲ َ ّ ﻤ َ ﻳ ﻻ ﻞ
َ َ ﻌ ﺠ
َ َ . ﻓ