Anda di halaman 1dari 31

Referat

Mata Merah dengan Visus Tetap

Pembimbing
dr. Santi Anugerah Sari, Sp. M, M.Sc

disusun oleh
Dewi Dyanwahyuni PPS
1120190

Kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas kristen krida wacana
Periode 19 oktober– 04 November 2020
Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta
I. Pendahuluan

Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva
menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui
bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva
terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran
darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis,
pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut
kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila
diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih. 1
Meskipun mata merah biasanya hasil dari kelainan yang tidak berarti, dalam
beberapa kasus mungkin merupakan tanda serius dari kemungkinan kondisi yang
mengancam penglihatan. Penegakan diagnosis yang tepat dan evaluasi dini merupakan hal
yang sangat penting pada keluhan mata merah agar pegangan yang diberikan efektif, tepat
dan efisien.

II. Pendarahan Dan Injeksi Pada Orbita

A.Pendarahan Mata

Pemasok arteri utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ofthalmica, yaitu
cabang besar pertama arteria carotis interna bagian cranial. Cabang ini berjalan dibawah
nervus opticus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju orbita. Cabang intraorbital
pertama adalah arteri centralis retinae yang memasuki nervus opticus sekitar 8-15 mm di
belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmica adalah arteri lacrimalis, yang
mempendarahi glandula lacrimal dan kelopak mata atas ; cabang muskularis ke berbagai
otot orbita ; arteri ciliaris longus dan brevis ; arteri palpebrales mediales ke kedua kelopak
mata ; dan arteri supraorbitalis serta suprathoclearis. Arteriae ciliares posteriors breve
mendarahi koroid dan bagian-bagian nervus opticus. Kedua arteri ciliaris posterior longa
mendarahi corpus ciliare, beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteria ciliaris
anterior membentuk circulus arteriosus major iris. Arteria ciliaris anterior berasal dari
cabang-cabang muskularis dan menuju ke musculi recti. Arteri ini memasok darah ke slera,
epislera, limbus, dan conjungtiva, serta ikut memberntuk circulus arterialis major iris.
Cabang-cabang arteri oftalmica yang paling anterior membentuk aliran arteri yang berkelok-
kelok di keplopak mata, yang membuat anastomosis dengan circulasi karotis externa melalui
arteria fasialis.
Drainase vena di orbita terutama melalui vena oftalmica superior dan inferior, yang
juga menampung darah dari vena vorticosae, vena ciliaris anterior, dan vena centralis
retinae. Vena oftalmica berhubungan dengan sinus cavernosus melalui fisura orbitalis
superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fissure orbitalis inferior. Vena
oftalmica mula-mula terbentuk dari vena supraorbitalis dan supratrochlearis serta satu
cabang vena angularis. Ketiga vena tersebut mengalirkan darah dari kulit di daerah
periorbita. Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dan sinus cavernosus
sehingga dapat menimbulkan thrombosis sinus cavernosus yang fatal pada infeksi
superfisialis di kulit orbita. 2

B. Injeksi Konjungtival
Melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior atau injeksi konjungtival
dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva.
Injeksi konjungtival ini mempunyai tanda-tanda : 1
 Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan arteri konjungtiva posterior
melekat secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah dilepas dari sclera.
 Pembuluh darah didapatkan terutama di daerah forniks
 Ukuraan pembuluh darah makin besar ke bagian perifer karena asalnya dari bagian
perifer atau arteri siliar anterior.
 Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan lenyap sementara
 Berwarna merah yang segar
 Gatal
 Tidak ada fotofobia
 Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.

Gambar 3 Injeksi Konjungtiva

C. Injeksi Siliar

Melebarnya pembuluh darah peri kornea (a. siliar anterior) atau injeksi siliar atau
injeksi perikornea terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda asing pada kornea,
radang jaringan uvea, glaucoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis Injeksi siliar ini
mempunyai tanda-tanda1

Gambar 4 Injeksi Siliar


 Berwarna lebih ungu, dibanding dengan injeksi konjungtiva
 Pembuluh darah tidak tampak
 Tidak ikut serta dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan, karena menempel
erat dengan jaringan perikornea.
 Kemerahan paling pada disekitar kornea, dan berkurang kearah forniks
 Ukuran sangat halus terletak di sekitar kornea, paling padat sekitar kornea dan
berkurang ke arah forniks.
 Dengan tetes adrenalin 1:1000 tidak menciut.
 Hanya lakrimasi
 Terdapat fotofobia
 Sakit tekan di sekitar kornea
 Pada penyakit tertentu dapat menyebabkan pupil ireguler (Iritis) dan lebar
(glaucoma)

Perbandingan injeksi pada mata1

Injeksi konjungtiva Injeksi siliar/ Injeksi episkleral


perikorneal

Asal A.Conjungtiva A siliar A.siliar longus


posterior

Memperdarahi Konjungtiva bulbi Kornea segmen Intraocular


anterior

Lokalisasi Konjungtiva Dasar konjungtiva Episklera

Warna Merah Ungu Merah gelap

Arah aliran / lebar Ke perifer Ke sentral Ke sentral

Konjungtiva Ikut bergerak Tidak ikut bergerak Tidak bergerak


digerakkan

Dengan epinefrin Menciut Tidak menciut Tidak menciut


1:1000

Penyakit Konjungtiva Kornea, iris, Glaucoma,


glaucoma endoftalmitis,
panoftalmitis

Secret + - -
Penglihatan Normal Menurun Sangat turun

Gambar 5 Episkleral

Mata merah yang disebabkan injeksi siliar atau injeksi konjungtival dapat memberikan
gejala bersama-sama dengan keluhan tambahan seperti:
a. Penglihatan menurun
b. Terdapat atau tidak terdapatnya secret
c. Terdapat peningkatan tekanan bola mata pada keadaan tertentu,sehingga diperlukan
pemeriksaan tekanan bola mata.

Mata merah dapat dibagi menjadi mata merah dengan visus normal ataupun mata merah
dengan visus terganggu akibat keruhnya media penglihatan bersama-sama mata yang merah
yang selanjutnya akan dibahas pada bab berikutnya. 1,2
III. Fisiologi

Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima kali
yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor.
Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda akan jatuh
pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar. ,2

Gambar 5. Fisiologi Masuknya Cahaya

Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang
(sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua
macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel
batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang,
sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk
membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di
daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa
protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan
terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan
gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut
juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung
dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan
opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru.
Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna.
Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna. ,2
IV. Mata Merah Visus Normal
Penyebab mata merah dengan visus normal diantaranya: 1
 Pterigium
 Pseudopterigium
 Pinguekula
 Episkleritis
 Skleritis
 Konjungtivitis
 Perdarahan subkonjungtiva

Yang selanjutnya akan dibahas satu per satu :

a) PTERIGIUM

Definisi
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea1
Gambar 6 Pterigium

Etiologi dan Faktor resiko


Faktor Intrinsic
Faktor intrinsik meliputi faktor herediter, beberapa defisiensi, misalnya defisiensi
vitamin A, bertanggung jawab terhadap perubahan mukosa lakrimal dan pergantian
sel epitel kornea-konjungtiva dan dipertimbangkan sebagai factor intrinsic.
Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik karena terpapar dengan UV light dan mikrotrauma kronis pada
permukaan mata yang sering disebabkan oleh pekerjaan pasien. Pengaruh pemaparan
mikrotrauma di lingkungan kerja misal seperti allergen, angin, debu, rokok dan
stimuli toksik lain, petani, pelaut, tukang kayu termasuk dalam kelompok beresiko
tinggi terhadap pemaparan.Infeksi mikroba dan virus tidak signifikan tetapi pada
populasi tertentu terdapat predisposisi kerusakan konjungtiva.
Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemui pada daerah dengan iklim tropis. Penyakit ini sangat
berhubungan dengan faktor lingkungan yang berhubungan dengan pekerjaan dan
gaya hidup pasien. Terutama eksposure terhadap sinar UV dan iritasi kronis dari
mata karena pekerjaan.
Klasifikasi Pterygium
Secara klinis Pterigium terbagi atas :
o Grade I : Pterigium terbatas pada limbus kornea
o Grade II : Pterigium sudah melewati limbus kornea tapi tidak lebih dari 2 mm.
o Grade III : Pterigium sudah melewati tepi limbus lebih dari 2 mm tapi tidak
melewati pinggiran pupil dalam keadaan cahaya
normal ( diameter pupil 3-4 mm)
o Grade IV : Pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga sudah ada
gangguan pengelihatan.
Gambar 7 Klassifikasi pterigium
Gejala
Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang, pterigyum
akan tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan. Pterygium ini diperhatikan
karena alasan kosmetik. Pada orang yang lain, pterygium akan tumbuh cepat dan
dapat meyebabkan kaburnya penglihatan. Pterygium tidak menimbulkan rasa sakit.
Gejalanya termasuk : ,2
1. Mata merah
2. Mata kering
3. Iritasi
4. Keluar air mata (berair)
5. Sensasi seperti ada sesuatu dimata
6. Penglihatan yang kabur

Diagnosis
Pasien biasa tidak datang dengan keluhan apabila masih pada tipe 1. Pada pasien tipe
2 dan 3 dapat terjadi keluhan visus yang menurun. Selain itu karena pterigium ini mudah
meradang, pada saat fase peradangan akan ditemukan tanda-tanda iritasi non spesifik seperti
fotofobia, sensasi benda asing, dan mata berair secara kontinyu. Dapat juga timbul rasa
nyeri yang di provokasi oleh mikroulserasi kornea pada bagian kepala dari pterygium. Pada
pterygium yang berprogresi terus menerus kadang dapat terjadi penglihatan ganda akibat
terganggunya motilitas okular karena jaringan konjungtiva yang terluka. ,2

Pengobatan
a) Tindakan non bedah
Tindakan non bedah meliputi pemberian lubrikasi dengan tetes mata buatan atau tetes
mata dekongestan untuk mengurangi keluhan iritasi, tetes mata dan salep steroid juga dapat
di berikan untuk mengurangi reaksi peradangan. Tetes mata vasokonstriktor juga dapat
diberikan untuk mengurangi keluhan mata merah. Obat-obat ini tidak menghambat
progresifitas pterigium.
b) Tindakan bedah
Pengobatan pterigium tipe progresif yang merah, tebal dan meradang lebih sulit bila
dibandingkan dengan tipe nonprogresif yang putih, tipis dan avaskular. Beberapa peneliti
menganjurkan pemberian obat-obat, seperti obat steroid topikal sebelum tindakan bedah.
Tindakan bedah dapat dilakukan bila pterigium menyebabkan gangguan visus, keluhan
iritasi kronik, gangguan pergerakan bulbus okuli yang mengakibatkan diplopia dan
gangguan kosmetik.
Pembedahan pterigium dilakukan menurut enam cara yaitu : Avulsi, Trasposisi apeks
pterigium, Rotasi flep konjungtiva, Bare sclera, Cangkok konjungtiva otologus dan cangkok
membran amnion homologus,2

Prognosis
Biasanya sering terjadi rekurensi. Apabila terjadi rekurensi maka harus dilakukan
keratoplasty untuk menggantikan lapisan bowman kornea yang sakit. Apabila tidak akan
terus menjadi substrat untuk pertumbuhan pterigium baru.
Pencegahan
Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari, debu, dan
angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.

b) Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea,
sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterygium ini pada daerah
konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya. . 2,3

Gambar 8. Pseudopterigium

Tabel 2. Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium.


  PTERIGIUM PSEUDOPTERIGIUM
1. Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi
2.Progresifitas Bisa progresif atau Selalu stasioner
stasioner
3.Riwayat Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)
penyakit
4.Tes sondase Negatif Positif

Pseudopterygium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan, kecuali sangat


mengganggu visus, atau alasan kosmetik. Bisa dengan melakukan lisis dari
adhesinya, eksisi pada konjugtiva yang terluka, dan penutupan defeknya dengan
“free conjunctival graft” yang didapat dari bagian temporal. 2

c) PINGUEKULA

Definisi
Pinguekula merupaka benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pinguekula sangat umum terjadi,
tidak berbahaya, biasanya bilateral (mengenai kedua mata). Pinguecula biasanya
tampak pada konjungtiva bulbar berdekatan dengan limbus nasal (di tepi/pinggir
hidung) atau limbus temporal. Terdapat lapisan berwarna kuning-putih (yellow-
white deposits), tak berbentuk (amorphous). 2,3

Gambar 9 Pinguekula
Patogenesis
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar
mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain
adalah panas, debu, sinar matahari, udara kering. 2

Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut
pinguekulitis, maka diberikan steroid lemah. 2

Pencegahan
Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan. 2
d) Hematoma Subkonjungtiva

Definisi
Pembuluh darah pada konjungtiva yang rapuh dan pecah yang
mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (daerah dibawah konjungtiva) . Tampak
sebagai patch merah terang (paling banyak) atau merah gelap. 3

Gambar 10 Subconjungtival bleeding


Etiologi
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi pada semua ras, umur, dan jenis
kelamin dengan proporsi yang sama. Beberapa penyebab yang daat menyebabkan
perdarahan subkonjungtiva antaralain,
1. Spontan/idiopatik biasanya yang ruptur adalah pembuluh darah konjungtiva.
2. Batuk, berusaha, bersin, muntah.
3. Hipertensi. Pembuluh darah konjungtiva merupakan pembuluh darah yang
rapuh,sehingga jika ada kenaikan tekanan mudah ruptur sehingga menyebabkan
perdarahan subkonjungtiva.
4. Gangguan perdarahan yang diakibatkanoleh penyakit hati, diabetes, SLE, dan
kekurangan vitamin C, gangguan faktor pembekuan.
5. Penggunaan antibiotik, NSAID, steroid, vitamin D, kontrasepsi.
6. Infeksi sistemik yang menyebabkan demam seperti meningococcal septicemia,
scarlet fever, typhoid fever, cholera, rickettsia, malaria, dan virus (misal
influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).
7. Gejala sisa dari operasi mata.
8. Trauma.
9. Menggosok mata. 3

Tanda dan Gejala


Pasien datang dengan keluhan matanya yang bagian putih merah, pusing, berair,
dalam waktu 24 jam sejak munculnya warna merah, bentuknya semakin membesar,
kemudian mengecil, awalnya merah cerah lama-lama berwarna agak gelap . Hal yang harus
ditanyakan adalah adanya riwayat trauma, mengangkat benda berat, batuk kronis, hipertensi.
Tanda yang tampak pada pemeriksaan antara lain: 3
- Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah
tua (tebal).
- Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasnya peradangan yang ringan.
- Lingkungan sekitar peradangan tampak normal.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah:


- Penlight. Pada konjungtiva bulbi tampak adanya patch kemerahan.
- Tekanan darah untuk mengetahui risiko hipertensi.
- Cek darah lengkap untuk memastikan adanya gangguan pembekuan darah.

Manajemen
Perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan pengobatan karena darah
akan terabsorbsi dengan baik selama 3 -4 minggu. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang
semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin.
Airmata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah
risiko perdarahan berulang. 3,4
e) Episkleritis

Definisi
Reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera.

Etiologi
 Reaksi hipersensitivitas ( toksik, alergik, atau infeksi) terhadap penyakit sistemik :
TBC, rheumatoid arthritis, SLE, polyarthritis nodosa, inflammatory bowel disease,
sarcoidosis, Wegener's granulomatosis, herpes zoster virus atau sifilis.
 Terjadi spontan atau idiopatik
 Terutama pada anita usia pertengahan.

Klasifikasi

- Epiksleritis simple
- Episkleritis nodular

Tanda dan gejala


- Umumnya unilateral
- Mata kering
- Rasa sakit ringan yang mengganjal
- Gambaran khusus : benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di
bawah kojungtiva yang apabila konjungtiva atasnya ditekan akan menimbulkan rasa
sakit yang menjalar disekitar mata.
- Kadang – kadang ada bintil putih translusen terpusat didaerah yang
meradang (episkleritis nodular)
- Perjalanan penyakit akut, beberapa minggu-bulan, dapat berulang.
- Pembuluh darah mengecil dengan vasokonstriktor. 3,4

Manajemen
- Self-limiting disease, dapat sembuh sendiri sekitas 2-3 minggu tanpa pengobatan.
- Vasokonstriktor Fenilefrin 2,5% topikal
- Pada keadaan berat diberi kortikosteroid tetes mata (prednisolone acetate 1% atau
fluorometholone acetate) ,  sistemik, atau salisilat.
- Kompres dingin dan artificial tears untuk menyamankan mata.
- Untuk epiksklertis nodular dapat diberi OAINS untuk meringankan inflamasi.

Gamabar 11 Episkleritis

f) SKLERITIS
Definisi
Peradangan (inflamasi) yang melibatkan sklera. 3

Etiologi
- Pada 50% kasus berhubungan dengan penyakit sistemik. Lebih sering disebabkan oleh
penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, gout. Terkadang disebabkan oleh
tuberculosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca
bedah.
- Biasanya kondisinya berat, destruktif dan mengancam penglihatan
- Penting utk mengobati peny sistemiknya
- Skleritis posterior melibatkan sklera posterior sampai ora serata
- Mengancam kebutaan

Klasifikasi
a. Skleritis anterior difus , nodular, nekrotik dengan inflamasi, nekrotik tanpa inflamasi.
b. Skleritis posterior.

Tanda dan gejala :


- Biasanya bilateral, sering pada perempuan
- Perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu
- Terkadang penderita bangun dari tidurnya karena nyeri kambuh.
- Mata merah berair
- Fotofobia dengan penglihatan menurun
- Onset mendadak
- Kondisi berat, nyeri menetap,
- Pemb drh slera tdk menghilang dg tetes phenylephrine 10%
- Penglihatan kabur, diplopia, nyeri saat ada gerakan bola mata
- Tidak mengeluarkan kotoan.
- Terlihat benjoan berwarna sedikit biru jingga, terkadang mengenai seluruh lingkaran
kornea sehingga terlihat sebagai skleritis anular.
- Dalam kasus yang parah skleritis nekrosis, slklera dapat menjadi transparan karena
peradangan kronis, mengungkapkan biru gelap yang mendasari koroid tersebut. 3

Manajemen
- Medikasi topical tidak cukup untuk pengobatan skleritis.
- Selain obat sikoplegik (scopolamine 0,25% atau atropine 1%) ,juga diberi OAINS
(ibuprofen 600mg)
- Jika peradangan parah atau necrotizing, atau jika non-steroidals sendiri gagal untuk
menekan peradangan, gunakan steroid sistemik seperti prednison oral 80 mg kafein QD
selama dua sampai tiga hari, lalu perlahan-lahan tapering off 10 sampai 20mg setiap
hari.3,4

Penyulit
- Keratitis perifer
- Glaukoma
- Granuloma subretina
- Uveitis
- Keratitis sklerotikan  kekeruhan kornea akibat peradangan sklera terdekat. Bentuknya
segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang akibat gangguan susunan
serat kolagen stroma.
Gambar 12 Skleritis

g) Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva. Konjungtivitis dibedakan bentuk akut
dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan bakteri seperti konjungtivitis gonokok, virus,
klamidia, alergi toksis, dan molluscum contagiosum.

Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva
bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih nyata di pagi hari,
pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran,
pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adenopati
preaurikular. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang normal. 3,4

Diagnosis Banding Tipe Konjungtivitis yang Lazim

Klinik & Sitologi Viral Bakteri Klamidia Atopik

Gatal Minim Minim Minim Hebat

Hyperemia Umum Umum Umum Umum

Air mata Profuse Sedang Sedang Sedang

Eksudasi Minim Mengucur Mengucur Minim


Adenopati Lazim Jarang Lazim hanya Tak ada
preaurikular konjungtivitis
oklusi

Pewarnaan Monosit Bakteri, PMN PMN, plasma Eosinofil


kerokan & sel badan inklusi
eksudat

Sakit tenggorok Kadang Kadang Tak pernah Tak pernah


yang menyertai

Klasifikasi Konjungtivitis
- Konjungtivitis akut
 Konjungtivitis bakterial
o Konjungtivitis Bakterial Akut
o Konjungtivitis gonore
o Konjungtivitis Angular
 Konjungtivitis akut viral
o keratokonjungtivitis epidemic
 demam faringokonjungtiva
 keratokonjungtivitis herpetic
 keratokonjungtivitis New Castle
 konjungtivitis hemoragik akut
 Konjungtivitis jamur
 Konjungtivitis alergi
 konjungtivitis vernal
 konjungtivitis flikten
- Konjungtivitis Kronis
 Trachoma
h) Konjungtivitis Bakterial3,4

A. Konjungtivitis bakteri akut

Etiologi

- Streptokokus, Corynebacterium Diphterica, Pseudomonas, Neisseria, dan


Haemophilus,

Gejala

- Konjungtivitis Mukopurulen dan konjungtivitis purulen

- Hiperemi Konjungtiva

- Edema Kelopak

- Papil dan Kornea jernih

Diagnosis

- Pemeriksaan sediaan langsung,

Terapi

- Antibiotik tunggal seperti Neosporin, basitrasin, gentamicin, kloramfenikol,


tobramisin, eritromisin dan sulfa.

- Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari maka
pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi

Gambar 13 Konjungtivitis Bakterial Akut

B. Konjungtivitis Gonore3,4
Etiologi
- Neisseria gonorrhea, kuman yang sangat pathogen, virulen, dan bersifat invasive.
Epidemiologi
- Penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia secara endemic

Patofisiologi
 Pada neonates infeksi terjadi pada saat berada pada jalan lahir, merupakan penyebab
utama oftalmia neonatum.
 Pada bayi infeksi terjadi ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut
 Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.

Gambar 14 Konjungtivitis Gonorea


Gejala
 Secret purulen padat dengan masa inkubasi 12 jam hingga 5 hari
 Perdarahan subkonjungtiva
 Konjungtivitis kemotik
 Pada orang dewasa terdapat 3 stadium
o Infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva kaku disertai rasa sakit pada
perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku hingga sulit dibuka. Keluhan
disertai rasa nyeri pada mata disertai tanda infeksi umum. Pada umumnya
menyerang satu mata terlebih dahulu
o Supuratif terdapat secret yang kental biasanya mengenai kedua mata dengan
secret kuning kental.
o Penyembuhan
 Pada orang dewasa penyakit ini berlangsung selama 6 minggu. 3,4

Diagnosis
 Pemeriksaan secret dengan pewarnaan metilen biru, akan terlihat diplokokus
didalam sel lekosit. Dengan pewarnaan gram terdapat sel intraselular atau
ekstreaselular.
 Pemeriksaan sensitivitas pada agar darah dan coklat

Terapi
 Secret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air /NaCl setiap 15 menit. Kemudian
diberi salep penisilin tiap 15 menit.
 Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000 –
20.000 unit/ml setiap 1 menit sampai 30 menit, kemudian diberi salep
 Antibiotik sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus, 3,4

Penyulit
 Tukak kornea marginal yang mudah perforasi akibat daya lisis kuman gonokokus
 Perforasi kornea dapat mengakibatkan endoftalitis dan panoftalmitis sehingga terjadi
kebutaan total

Pencegahan
 Membersihkan mata bayi segera setelah lahir dan memberikan salep kloramfenikol

C. Konjungtivitis angular
Definisi
Konjungtivitis pada daerah kantus interpalpebra disertai ekskoriasi kulit di sekitar daerah
meradang. 4,5

Gambar 14 konjungtivitis angularis

Etiologi
- Moraxella axenfeld
Gejala
- Secret mukopurulen dan pasien sering mengedip

Penatalaksanaan:
- Tetrasikin atau basitrasin

Penyulit:
- Blefaritis

D.Konjungtivitis mukopurulen
Definisi
- Konjungtivitis dengan gejala umum konjungtivitis kataral mukoid.4,5

gambar 15. Conjungtivitis mucopurulent

Etiologi
- Staphylococcus atau basil Koch Weeks

Gejala
- Hyperemia konjungtiva dengan secret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak
melekat terutama pada bagun pagi. Gejala terberat muncul pada hari ketiga dan bila
tidak diobatiakan berjalan kronis. 4

i) Kojungtivitis Viral
Etiologi
Biasanya disebabkan Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes zoster, Klamidia, New
castle, Pikorna, Enterovirus, dan sebagainya. 4,5

Manifestasi Klinis
- Terdapat sedikit kotoran pada mata, lakrimasi, sedikit gatal, injeksi, nodul
preaurikular bisa nyeri atau tidak, serta kadang disertai sakit tenggorok dan demam.
Terdapat folikel atau papil, sekret yang serous atau mukoserous, perdarahan
subkonjungtiva (”small and scattered”), limadenopati preaurikuler dan infiltrat
kornea.
- Konjungtivitis viral yang disebabkan Adenovirus biasanya berjalan akut, terutama
mengenai anak-anak dan disebarkan melalui droplet atau kolam renang.
- Konjungtivitis herpes simpleks sering terjadi pada anak kecil, memberikan gejala
injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan. Terjadi pada
infeksi primer herpes simpleks atau episode rekuren herpes okuler.

Pemeriksaan Penunjang
- Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa dengan pewarnaan Giemsa, kultur
virus, dan sel inklusi intranuklear.

Komplikasi
- Keratitis. Virus herpetik dapat menyebabkan parut pada kelopak; neuralgia; katarak;
glaukoma; kelumpuhan sarafIlI, IV, VI; atrofi saraf optik; dan kebutaan.

Penatalaksanaan
- Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan
sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan
kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah dieliminasi.
- Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri
sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astringen, dan
lubrikasi. Pada kasus yang berat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder serta steroid topikal.
- Konjungtivitis herpetik sembuh sendiri. Penatalaksanaannya dengan debriment
kornea atau salep mata idosuridin 4x/hari selama 7-10 hari atau salep Acyclovir 3%
5x/hari selama 10 hari dan diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari
selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan bila terdapat episkleritis,
skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan penyebaran
sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada
permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu
dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas
kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama 24 jam.
- Demam faringokonjungtiva biasanya sembuh sendiri dalam 10 hari. Untuk pasien
keratokonjungtivitis epidemika , pencegahan penularan saat pemeriksaan adalah
penting. Penyakit ini berlangsung 3-4 minggu.Konjungtivitis New Castle sembuh
sendiri dalam waktu kurang dari 7 hari. Konjungtivitis hemoragik akut sembuh
dalam 5-7 hari.4,5

j) Konjungtivitis Jamur

A .Konjungtivitis Kandida5
Etiologi:
Candida spp. (biasanya Candida albicans)

Epidemiologi:
Jarang terjadi, umumnya tampak sebagai bercak putih

Faktor risiko:
Pasien yang mengalami diabetes mellitus atau pasien immunocompromised.

Diagnosis:
Kerokan menunjukkan reaksi radang sel polimorfonuklear

Terapi
Amphotericin B (3-8 mg/ml) dalam larutan air atau dengan pemberian nystatin kulit
100.000 unit/g 4-6 kali sehari

k) Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi adalah radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap


noninfeksi.5

Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) atau lambat (tipe IV), atau reaksi antibodi
humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari sindrom
Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang
dengan predisposisi alergi obatobatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga
dapat terjadi reaksi alergi.

Manifestasi Klinis
Mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering berulang dan
menahun bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat atopi sendiri atau
dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palpebra dan
bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada
konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat. 5

Gambar 16 Konjungtivitis Alergi


Pemeriksaan Penunjang
- Pada pemeriksaan sekret ditemukan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan darah
ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE. 5

Penatalaksanaan
- Biasanya penyakit akan sembuh sendiri. Pengobatan ditujukan untuk menghindarkan
penyebab dan menghilangkan gejala. Terapi yang dapat diberikan misalnya
vasokonstriktor lokal pada keadaan akut (epinefrin 1: 1.000), astringen, steroid
topikal dosis rendah dan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Untuk
pencegahan diberikan natrium kromoglikat 2% topikal 4 kali sehari untuk mencegah
degranulasi sel mast. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid
sistemik. Penggunaan steroid berkepanjangan harus dihindari karena bisa terjadi
infeksi virus, katarak, hingga ulkus kornea oportunistik. Antihistamin sistemik hanya
sedikit bermanfaat.
- Pada sindrom Steven Johnson, pengobatan bersifat simtomatik dengan pengobatan
umum. Pada mata dilakukan pembersihan sekret, midriatik, steroid topikal, dan
pencegahan simblefaron. 5

l) Konjungtivitis Kronis

A.Trakoma
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh
Chlamydia trachromatis. Penyakit ini dapat mengenai segala umur tapi lebih banyak
ditemukan pada orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena adalah di
Semenanjung Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan pada ras yahudi, penduduk asli
Australia dan Indian Amerika atau daerah dengan higiene yang kurang.
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita
trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan
dan lain-lain. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar dari 5 sampai 14 hari), Secara
histopatologik pada pemeriksaan kerokan konjungtivitis dengan pewamaan Giemsa
terutama terlihat reaksi sel-sel polimorfonuklear, tetapi sel plasma, sel leber dan sel folikel
(limfoblas) dapat juga ditemukan. Sel leber menyokong suatu diagnosis trakoma tetapi sel
Limfoblas adalah tanda diagnostik yang penting bagi trakoma. Terdapat badan inklusi
Halber StatlerProwazeck di dalam sel epitel konjungtiva yang bersifat basofil berupa
granul, biasanya berbentuk cungkup seakan-akan menggenggam nukleus. Kadang-kadang
ditemukan lebih dari satu badan inklusi dalam satu sel.
Gambar 17 Trakoma
Keluhan pasien adalah fotofobia, mata gatal, dan mata berair. Menurut klasifikasi Mac
Callan, penyakit ini berjalan melalui empat stadium: 5
1. Stadium insipien
2. Stadium established (dibedakan atas dua bentuk)
3. Stadium parut .
4. Stadium sembuh.
 Stadium 1 (hiperplasi limfoid): Terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecil-
kecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti
pada pembuluh darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi
sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan
neovaskularisasi dan keratitis epitelial ringan.
 Stadium 2: Terdapat hipertrofi papilar dan folikel yang matang (besar) pada
konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus trakoma yang
jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan gambaran
folikel pad a konjungtiva superior. Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di
daerah limbus atas dengan infiltrat.
 Stadium 3 : Terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai
garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pad a limbus
kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang. .
 Stadium 4 : Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus
superior hingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang dapat menyebabkan
enteropion dan trikiasis.
o Diagnosis banding adalah konjungtivitis inklusi.
 Pengobatan trakoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari, 3-4 minggu,
sulfonamid diberikan bila ada penyulit. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan
makanan yang bergizi dan higiene yang baik mencegah penyebaran.
 Penyulit trakoma adalah enteropion, trikiasis, simblefaron, kekeruhan kornea, dan
xerosis/keratitis sika.
 Pasien trachoma bisa diobati dengan Tetrasiklin 1-1,5 gr/hari, peroral dalam 4 takaran
yang sama selama 3-4 mingu, Doksisiklin 100 mg, 2 x/hari p.o selama 3 minggu,
Eritromisin 1 gr/hari p.o dibagi dalam 4 takaran selama 3-4 minggu, dan salep mata
atau tetes mata termasuk sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin dan rifampisin 4x/hari
selama 6 minggu.

Kesimpulan
Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva
menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui
bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva
terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran
darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis,
pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut
kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila
diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih.
Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah:
1 Arteri konjungtiva posterior, memperdarahi konjungtiva bulbi
2 Arteri siliar anterior atau episklera, yang memberikan cabang:
1o Arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan dengan arteri siliar posterior
longus bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus siliar, yang
memperdarahi iris dan badan siliar.
2o Arteri perikornea, yang memperdarahi kornea.
Melebarnya pembuluh darah konjungtiva atau injeksi konjungtiva ini dapat terjadi
akibat pengaruh mekanis, alergis atau infeksi pada jaringan konjungtiva.

Daftar Pustaka

1. Ilyas, Sidharta. Yulianti, Sri Rahayu. Mata Merah dengan Pengelihatan Normal
dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2017; 119—50.
2. Khaw, Krick. Textbook of Clinical Ophthalmology 3rd Edition. World Scientific
Publishing, 2003; 210-45.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa Kedokteran Edisi 2, Jakarta: Sagung seto,
2010.
4. Ilyas S, Yulianti S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, ;2013. Hal 120-49.
5. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P,
WhitcherJP, editors. Vaughan &Asburry’s General Opthalmology 17thedition. USA:
McGraw-Hill Companies. 2010. p108-12.

Anda mungkin juga menyukai