Pembimbing
dr. Santi Anugerah Sari, Sp. M, M.Sc
disusun oleh
Dewi Dyanwahyuni PPS
1120190
Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva
menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui
bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva
terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran
darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis,
pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut
kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila
diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih. 1
Meskipun mata merah biasanya hasil dari kelainan yang tidak berarti, dalam
beberapa kasus mungkin merupakan tanda serius dari kemungkinan kondisi yang
mengancam penglihatan. Penegakan diagnosis yang tepat dan evaluasi dini merupakan hal
yang sangat penting pada keluhan mata merah agar pegangan yang diberikan efektif, tepat
dan efisien.
A.Pendarahan Mata
Pemasok arteri utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ofthalmica, yaitu
cabang besar pertama arteria carotis interna bagian cranial. Cabang ini berjalan dibawah
nervus opticus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju orbita. Cabang intraorbital
pertama adalah arteri centralis retinae yang memasuki nervus opticus sekitar 8-15 mm di
belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmica adalah arteri lacrimalis, yang
mempendarahi glandula lacrimal dan kelopak mata atas ; cabang muskularis ke berbagai
otot orbita ; arteri ciliaris longus dan brevis ; arteri palpebrales mediales ke kedua kelopak
mata ; dan arteri supraorbitalis serta suprathoclearis. Arteriae ciliares posteriors breve
mendarahi koroid dan bagian-bagian nervus opticus. Kedua arteri ciliaris posterior longa
mendarahi corpus ciliare, beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteria ciliaris
anterior membentuk circulus arteriosus major iris. Arteria ciliaris anterior berasal dari
cabang-cabang muskularis dan menuju ke musculi recti. Arteri ini memasok darah ke slera,
epislera, limbus, dan conjungtiva, serta ikut memberntuk circulus arterialis major iris.
Cabang-cabang arteri oftalmica yang paling anterior membentuk aliran arteri yang berkelok-
kelok di keplopak mata, yang membuat anastomosis dengan circulasi karotis externa melalui
arteria fasialis.
Drainase vena di orbita terutama melalui vena oftalmica superior dan inferior, yang
juga menampung darah dari vena vorticosae, vena ciliaris anterior, dan vena centralis
retinae. Vena oftalmica berhubungan dengan sinus cavernosus melalui fisura orbitalis
superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fissure orbitalis inferior. Vena
oftalmica mula-mula terbentuk dari vena supraorbitalis dan supratrochlearis serta satu
cabang vena angularis. Ketiga vena tersebut mengalirkan darah dari kulit di daerah
periorbita. Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dan sinus cavernosus
sehingga dapat menimbulkan thrombosis sinus cavernosus yang fatal pada infeksi
superfisialis di kulit orbita. 2
B. Injeksi Konjungtival
Melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior atau injeksi konjungtival
dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva.
Injeksi konjungtival ini mempunyai tanda-tanda : 1
Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan arteri konjungtiva posterior
melekat secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah dilepas dari sclera.
Pembuluh darah didapatkan terutama di daerah forniks
Ukuraan pembuluh darah makin besar ke bagian perifer karena asalnya dari bagian
perifer atau arteri siliar anterior.
Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan lenyap sementara
Berwarna merah yang segar
Gatal
Tidak ada fotofobia
Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.
C. Injeksi Siliar
Melebarnya pembuluh darah peri kornea (a. siliar anterior) atau injeksi siliar atau
injeksi perikornea terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda asing pada kornea,
radang jaringan uvea, glaucoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis Injeksi siliar ini
mempunyai tanda-tanda1
Secret + - -
Penglihatan Normal Menurun Sangat turun
Gambar 5 Episkleral
Mata merah yang disebabkan injeksi siliar atau injeksi konjungtival dapat memberikan
gejala bersama-sama dengan keluhan tambahan seperti:
a. Penglihatan menurun
b. Terdapat atau tidak terdapatnya secret
c. Terdapat peningkatan tekanan bola mata pada keadaan tertentu,sehingga diperlukan
pemeriksaan tekanan bola mata.
Mata merah dapat dibagi menjadi mata merah dengan visus normal ataupun mata merah
dengan visus terganggu akibat keruhnya media penglihatan bersama-sama mata yang merah
yang selanjutnya akan dibahas pada bab berikutnya. 1,2
III. Fisiologi
Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima kali
yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor.
Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda akan jatuh
pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar. ,2
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang
(sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua
macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel
batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang,
sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk
membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di
daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa
protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan
terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan
gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut
juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung
dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan
opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru.
Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna.
Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna. ,2
IV. Mata Merah Visus Normal
Penyebab mata merah dengan visus normal diantaranya: 1
Pterigium
Pseudopterigium
Pinguekula
Episkleritis
Skleritis
Konjungtivitis
Perdarahan subkonjungtiva
a) PTERIGIUM
Definisi
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea1
Gambar 6 Pterigium
Diagnosis
Pasien biasa tidak datang dengan keluhan apabila masih pada tipe 1. Pada pasien tipe
2 dan 3 dapat terjadi keluhan visus yang menurun. Selain itu karena pterigium ini mudah
meradang, pada saat fase peradangan akan ditemukan tanda-tanda iritasi non spesifik seperti
fotofobia, sensasi benda asing, dan mata berair secara kontinyu. Dapat juga timbul rasa
nyeri yang di provokasi oleh mikroulserasi kornea pada bagian kepala dari pterygium. Pada
pterygium yang berprogresi terus menerus kadang dapat terjadi penglihatan ganda akibat
terganggunya motilitas okular karena jaringan konjungtiva yang terluka. ,2
Pengobatan
a) Tindakan non bedah
Tindakan non bedah meliputi pemberian lubrikasi dengan tetes mata buatan atau tetes
mata dekongestan untuk mengurangi keluhan iritasi, tetes mata dan salep steroid juga dapat
di berikan untuk mengurangi reaksi peradangan. Tetes mata vasokonstriktor juga dapat
diberikan untuk mengurangi keluhan mata merah. Obat-obat ini tidak menghambat
progresifitas pterigium.
b) Tindakan bedah
Pengobatan pterigium tipe progresif yang merah, tebal dan meradang lebih sulit bila
dibandingkan dengan tipe nonprogresif yang putih, tipis dan avaskular. Beberapa peneliti
menganjurkan pemberian obat-obat, seperti obat steroid topikal sebelum tindakan bedah.
Tindakan bedah dapat dilakukan bila pterigium menyebabkan gangguan visus, keluhan
iritasi kronik, gangguan pergerakan bulbus okuli yang mengakibatkan diplopia dan
gangguan kosmetik.
Pembedahan pterigium dilakukan menurut enam cara yaitu : Avulsi, Trasposisi apeks
pterigium, Rotasi flep konjungtiva, Bare sclera, Cangkok konjungtiva otologus dan cangkok
membran amnion homologus,2
Prognosis
Biasanya sering terjadi rekurensi. Apabila terjadi rekurensi maka harus dilakukan
keratoplasty untuk menggantikan lapisan bowman kornea yang sakit. Apabila tidak akan
terus menjadi substrat untuk pertumbuhan pterigium baru.
Pencegahan
Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari, debu, dan
angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.
b) Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea,
sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterygium ini pada daerah
konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya. . 2,3
Gambar 8. Pseudopterigium
c) PINGUEKULA
Definisi
Pinguekula merupaka benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pinguekula sangat umum terjadi,
tidak berbahaya, biasanya bilateral (mengenai kedua mata). Pinguecula biasanya
tampak pada konjungtiva bulbar berdekatan dengan limbus nasal (di tepi/pinggir
hidung) atau limbus temporal. Terdapat lapisan berwarna kuning-putih (yellow-
white deposits), tak berbentuk (amorphous). 2,3
Gambar 9 Pinguekula
Patogenesis
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar
mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain
adalah panas, debu, sinar matahari, udara kering. 2
Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut
pinguekulitis, maka diberikan steroid lemah. 2
Pencegahan
Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan. 2
d) Hematoma Subkonjungtiva
Definisi
Pembuluh darah pada konjungtiva yang rapuh dan pecah yang
mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (daerah dibawah konjungtiva) . Tampak
sebagai patch merah terang (paling banyak) atau merah gelap. 3
Manajemen
Perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan pengobatan karena darah
akan terabsorbsi dengan baik selama 3 -4 minggu. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang
semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin.
Airmata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah
risiko perdarahan berulang. 3,4
e) Episkleritis
Definisi
Reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera.
Etiologi
Reaksi hipersensitivitas ( toksik, alergik, atau infeksi) terhadap penyakit sistemik :
TBC, rheumatoid arthritis, SLE, polyarthritis nodosa, inflammatory bowel disease,
sarcoidosis, Wegener's granulomatosis, herpes zoster virus atau sifilis.
Terjadi spontan atau idiopatik
Terutama pada anita usia pertengahan.
Klasifikasi
- Epiksleritis simple
- Episkleritis nodular
Manajemen
- Self-limiting disease, dapat sembuh sendiri sekitas 2-3 minggu tanpa pengobatan.
- Vasokonstriktor Fenilefrin 2,5% topikal
- Pada keadaan berat diberi kortikosteroid tetes mata (prednisolone acetate 1% atau
fluorometholone acetate) , sistemik, atau salisilat.
- Kompres dingin dan artificial tears untuk menyamankan mata.
- Untuk epiksklertis nodular dapat diberi OAINS untuk meringankan inflamasi.
Gamabar 11 Episkleritis
f) SKLERITIS
Definisi
Peradangan (inflamasi) yang melibatkan sklera. 3
Etiologi
- Pada 50% kasus berhubungan dengan penyakit sistemik. Lebih sering disebabkan oleh
penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, gout. Terkadang disebabkan oleh
tuberculosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca
bedah.
- Biasanya kondisinya berat, destruktif dan mengancam penglihatan
- Penting utk mengobati peny sistemiknya
- Skleritis posterior melibatkan sklera posterior sampai ora serata
- Mengancam kebutaan
Klasifikasi
a. Skleritis anterior difus , nodular, nekrotik dengan inflamasi, nekrotik tanpa inflamasi.
b. Skleritis posterior.
Manajemen
- Medikasi topical tidak cukup untuk pengobatan skleritis.
- Selain obat sikoplegik (scopolamine 0,25% atau atropine 1%) ,juga diberi OAINS
(ibuprofen 600mg)
- Jika peradangan parah atau necrotizing, atau jika non-steroidals sendiri gagal untuk
menekan peradangan, gunakan steroid sistemik seperti prednison oral 80 mg kafein QD
selama dua sampai tiga hari, lalu perlahan-lahan tapering off 10 sampai 20mg setiap
hari.3,4
Penyulit
- Keratitis perifer
- Glaukoma
- Granuloma subretina
- Uveitis
- Keratitis sklerotikan kekeruhan kornea akibat peradangan sklera terdekat. Bentuknya
segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang akibat gangguan susunan
serat kolagen stroma.
Gambar 12 Skleritis
g) Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva. Konjungtivitis dibedakan bentuk akut
dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan bakteri seperti konjungtivitis gonokok, virus,
klamidia, alergi toksis, dan molluscum contagiosum.
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva
bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih nyata di pagi hari,
pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran,
pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adenopati
preaurikular. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang normal. 3,4
Klasifikasi Konjungtivitis
- Konjungtivitis akut
Konjungtivitis bakterial
o Konjungtivitis Bakterial Akut
o Konjungtivitis gonore
o Konjungtivitis Angular
Konjungtivitis akut viral
o keratokonjungtivitis epidemic
demam faringokonjungtiva
keratokonjungtivitis herpetic
keratokonjungtivitis New Castle
konjungtivitis hemoragik akut
Konjungtivitis jamur
Konjungtivitis alergi
konjungtivitis vernal
konjungtivitis flikten
- Konjungtivitis Kronis
Trachoma
h) Konjungtivitis Bakterial3,4
Etiologi
Gejala
- Hiperemi Konjungtiva
- Edema Kelopak
Diagnosis
Terapi
- Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari maka
pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi
B. Konjungtivitis Gonore3,4
Etiologi
- Neisseria gonorrhea, kuman yang sangat pathogen, virulen, dan bersifat invasive.
Epidemiologi
- Penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia secara endemic
Patofisiologi
Pada neonates infeksi terjadi pada saat berada pada jalan lahir, merupakan penyebab
utama oftalmia neonatum.
Pada bayi infeksi terjadi ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut
Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.
Diagnosis
Pemeriksaan secret dengan pewarnaan metilen biru, akan terlihat diplokokus
didalam sel lekosit. Dengan pewarnaan gram terdapat sel intraselular atau
ekstreaselular.
Pemeriksaan sensitivitas pada agar darah dan coklat
Terapi
Secret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air /NaCl setiap 15 menit. Kemudian
diberi salep penisilin tiap 15 menit.
Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000 –
20.000 unit/ml setiap 1 menit sampai 30 menit, kemudian diberi salep
Antibiotik sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus, 3,4
Penyulit
Tukak kornea marginal yang mudah perforasi akibat daya lisis kuman gonokokus
Perforasi kornea dapat mengakibatkan endoftalitis dan panoftalmitis sehingga terjadi
kebutaan total
Pencegahan
Membersihkan mata bayi segera setelah lahir dan memberikan salep kloramfenikol
C. Konjungtivitis angular
Definisi
Konjungtivitis pada daerah kantus interpalpebra disertai ekskoriasi kulit di sekitar daerah
meradang. 4,5
Etiologi
- Moraxella axenfeld
Gejala
- Secret mukopurulen dan pasien sering mengedip
Penatalaksanaan:
- Tetrasikin atau basitrasin
Penyulit:
- Blefaritis
D.Konjungtivitis mukopurulen
Definisi
- Konjungtivitis dengan gejala umum konjungtivitis kataral mukoid.4,5
Etiologi
- Staphylococcus atau basil Koch Weeks
Gejala
- Hyperemia konjungtiva dengan secret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak
melekat terutama pada bagun pagi. Gejala terberat muncul pada hari ketiga dan bila
tidak diobatiakan berjalan kronis. 4
i) Kojungtivitis Viral
Etiologi
Biasanya disebabkan Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes zoster, Klamidia, New
castle, Pikorna, Enterovirus, dan sebagainya. 4,5
Manifestasi Klinis
- Terdapat sedikit kotoran pada mata, lakrimasi, sedikit gatal, injeksi, nodul
preaurikular bisa nyeri atau tidak, serta kadang disertai sakit tenggorok dan demam.
Terdapat folikel atau papil, sekret yang serous atau mukoserous, perdarahan
subkonjungtiva (”small and scattered”), limadenopati preaurikuler dan infiltrat
kornea.
- Konjungtivitis viral yang disebabkan Adenovirus biasanya berjalan akut, terutama
mengenai anak-anak dan disebarkan melalui droplet atau kolam renang.
- Konjungtivitis herpes simpleks sering terjadi pada anak kecil, memberikan gejala
injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan. Terjadi pada
infeksi primer herpes simpleks atau episode rekuren herpes okuler.
Pemeriksaan Penunjang
- Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa dengan pewarnaan Giemsa, kultur
virus, dan sel inklusi intranuklear.
Komplikasi
- Keratitis. Virus herpetik dapat menyebabkan parut pada kelopak; neuralgia; katarak;
glaukoma; kelumpuhan sarafIlI, IV, VI; atrofi saraf optik; dan kebutaan.
Penatalaksanaan
- Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan
sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan
kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah dieliminasi.
- Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri
sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astringen, dan
lubrikasi. Pada kasus yang berat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder serta steroid topikal.
- Konjungtivitis herpetik sembuh sendiri. Penatalaksanaannya dengan debriment
kornea atau salep mata idosuridin 4x/hari selama 7-10 hari atau salep Acyclovir 3%
5x/hari selama 10 hari dan diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari
selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan bila terdapat episkleritis,
skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan penyebaran
sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada
permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu
dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas
kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama 24 jam.
- Demam faringokonjungtiva biasanya sembuh sendiri dalam 10 hari. Untuk pasien
keratokonjungtivitis epidemika , pencegahan penularan saat pemeriksaan adalah
penting. Penyakit ini berlangsung 3-4 minggu.Konjungtivitis New Castle sembuh
sendiri dalam waktu kurang dari 7 hari. Konjungtivitis hemoragik akut sembuh
dalam 5-7 hari.4,5
j) Konjungtivitis Jamur
A .Konjungtivitis Kandida5
Etiologi:
Candida spp. (biasanya Candida albicans)
Epidemiologi:
Jarang terjadi, umumnya tampak sebagai bercak putih
Faktor risiko:
Pasien yang mengalami diabetes mellitus atau pasien immunocompromised.
Diagnosis:
Kerokan menunjukkan reaksi radang sel polimorfonuklear
Terapi
Amphotericin B (3-8 mg/ml) dalam larutan air atau dengan pemberian nystatin kulit
100.000 unit/g 4-6 kali sehari
k) Konjungtivitis Alergi
Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) atau lambat (tipe IV), atau reaksi antibodi
humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari sindrom
Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang
dengan predisposisi alergi obatobatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga
dapat terjadi reaksi alergi.
Manifestasi Klinis
Mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering berulang dan
menahun bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat atopi sendiri atau
dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palpebra dan
bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada
konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat. 5
Penatalaksanaan
- Biasanya penyakit akan sembuh sendiri. Pengobatan ditujukan untuk menghindarkan
penyebab dan menghilangkan gejala. Terapi yang dapat diberikan misalnya
vasokonstriktor lokal pada keadaan akut (epinefrin 1: 1.000), astringen, steroid
topikal dosis rendah dan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Untuk
pencegahan diberikan natrium kromoglikat 2% topikal 4 kali sehari untuk mencegah
degranulasi sel mast. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid
sistemik. Penggunaan steroid berkepanjangan harus dihindari karena bisa terjadi
infeksi virus, katarak, hingga ulkus kornea oportunistik. Antihistamin sistemik hanya
sedikit bermanfaat.
- Pada sindrom Steven Johnson, pengobatan bersifat simtomatik dengan pengobatan
umum. Pada mata dilakukan pembersihan sekret, midriatik, steroid topikal, dan
pencegahan simblefaron. 5
l) Konjungtivitis Kronis
A.Trakoma
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh
Chlamydia trachromatis. Penyakit ini dapat mengenai segala umur tapi lebih banyak
ditemukan pada orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena adalah di
Semenanjung Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan pada ras yahudi, penduduk asli
Australia dan Indian Amerika atau daerah dengan higiene yang kurang.
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita
trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan
dan lain-lain. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar dari 5 sampai 14 hari), Secara
histopatologik pada pemeriksaan kerokan konjungtivitis dengan pewamaan Giemsa
terutama terlihat reaksi sel-sel polimorfonuklear, tetapi sel plasma, sel leber dan sel folikel
(limfoblas) dapat juga ditemukan. Sel leber menyokong suatu diagnosis trakoma tetapi sel
Limfoblas adalah tanda diagnostik yang penting bagi trakoma. Terdapat badan inklusi
Halber StatlerProwazeck di dalam sel epitel konjungtiva yang bersifat basofil berupa
granul, biasanya berbentuk cungkup seakan-akan menggenggam nukleus. Kadang-kadang
ditemukan lebih dari satu badan inklusi dalam satu sel.
Gambar 17 Trakoma
Keluhan pasien adalah fotofobia, mata gatal, dan mata berair. Menurut klasifikasi Mac
Callan, penyakit ini berjalan melalui empat stadium: 5
1. Stadium insipien
2. Stadium established (dibedakan atas dua bentuk)
3. Stadium parut .
4. Stadium sembuh.
Stadium 1 (hiperplasi limfoid): Terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecil-
kecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti
pada pembuluh darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi
sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan
neovaskularisasi dan keratitis epitelial ringan.
Stadium 2: Terdapat hipertrofi papilar dan folikel yang matang (besar) pada
konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus trakoma yang
jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan gambaran
folikel pad a konjungtiva superior. Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di
daerah limbus atas dengan infiltrat.
Stadium 3 : Terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai
garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pad a limbus
kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang. .
Stadium 4 : Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus
superior hingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang dapat menyebabkan
enteropion dan trikiasis.
o Diagnosis banding adalah konjungtivitis inklusi.
Pengobatan trakoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari, 3-4 minggu,
sulfonamid diberikan bila ada penyulit. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan
makanan yang bergizi dan higiene yang baik mencegah penyebaran.
Penyulit trakoma adalah enteropion, trikiasis, simblefaron, kekeruhan kornea, dan
xerosis/keratitis sika.
Pasien trachoma bisa diobati dengan Tetrasiklin 1-1,5 gr/hari, peroral dalam 4 takaran
yang sama selama 3-4 mingu, Doksisiklin 100 mg, 2 x/hari p.o selama 3 minggu,
Eritromisin 1 gr/hari p.o dibagi dalam 4 takaran selama 3-4 minggu, dan salep mata
atau tetes mata termasuk sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin dan rifampisin 4x/hari
selama 6 minggu.
Kesimpulan
Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva
menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui
bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva
terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran
darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis,
pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut
kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila
diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih.
Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah:
1 Arteri konjungtiva posterior, memperdarahi konjungtiva bulbi
2 Arteri siliar anterior atau episklera, yang memberikan cabang:
1o Arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan dengan arteri siliar posterior
longus bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus siliar, yang
memperdarahi iris dan badan siliar.
2o Arteri perikornea, yang memperdarahi kornea.
Melebarnya pembuluh darah konjungtiva atau injeksi konjungtiva ini dapat terjadi
akibat pengaruh mekanis, alergis atau infeksi pada jaringan konjungtiva.
Daftar Pustaka
1. Ilyas, Sidharta. Yulianti, Sri Rahayu. Mata Merah dengan Pengelihatan Normal
dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2017; 119—50.
2. Khaw, Krick. Textbook of Clinical Ophthalmology 3rd Edition. World Scientific
Publishing, 2003; 210-45.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa Kedokteran Edisi 2, Jakarta: Sagung seto,
2010.
4. Ilyas S, Yulianti S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, ;2013. Hal 120-49.
5. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P,
WhitcherJP, editors. Vaughan &Asburry’s General Opthalmology 17thedition. USA:
McGraw-Hill Companies. 2010. p108-12.