Anda di halaman 1dari 55

UVEITIS

ANTERIOR

Erina Nur Mahmudah


Anatomi Uvea
Uvea adalah lapis vaskular di dalam bola mata
yang terdiri dari iris, badan siliar dan koroid.
Dilindungi oleh kornea dan sklera. Berfungsi untuk
memberikan nutrisi ke mata.

Uvea : - anterior  iris dan badan siliar


- posterior  koroid
Anatomi uvea
Iris terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi
siliar.
 Iris  reaksi pupil (kemampuan mengatur
masuknya sinar ke dalam bola mata ) indikator
untuk fungsi saraf simpatis (midriasis) dan
fungsi saraf parasimpatis (miosis) oleh nerves
kranialis III.
 Iris sebagai pembatas antara kamera anterior
dari kamera posterior yang berisi akuous
humor
 Korpus siliaris berbentuk seperti segitiga
 Terdiri dari : -pars korona (diliputi oleh 2
lapisan epitel sebagai
kelanjutan dari epitel iris)
-pars plana
 Memproduksi akuous humor sebagai pemberi

nutrisi
 Dari processus siliar keluar serat-serat zonula
zinii sebagai penggantung lensa.
 Koroid merupakan bagian dari segmen
posterior uvea, yang terletak diantara retina
dan sklera
 Tersusun dari tiga lapis pembuluh darah yang
besar, sedang dan kecil
 Semakin dalam letak pembuluh darah, semakin
lebar lumennya
Klasifikasi Anatomis
1. Anterior uveitis  iritis, iridocyclitis
2. Intrmediate uveitis  s.d pars plana, retina perifer, dan
koroid dibawahnya
3. Postrior uveitis  retina posterior dan koroid + vitreus
4. Panuveitis  seluruh tractus uvea
Uveitis Anterior / Iridosiklitis
 Definisi
Uveitis anterior adalah peradangan yang mengenai iris
dan badan siliaris yang disebut juga iridosiklitis.

 Epidemiologi
±15 : 100.000 penduduk
75 % uveitis anterior
usia 20 – 50 tahun
kebanyakan pada ras kaukasian
Etiologi
 Berdasarkan spesifitas penyebab:
Penyebab spesifik (infeksi)
virus, bakteri, fungi, parasit spesifik (Sifilis, Tuberkulosis,
Herpes Zoster, Herpes simpleks, Morbus Hansen,
Adenovirus).

Penyebab non spesifik (non infeksi)/reaksi hipersensitivitas


reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau
antigen yang masuk kedalam tubuh dan merangsang
reaksi antigen antibodi dengan predileksi pada traktus
uvea.
 Berdasarkan asalnya:
Eksogen
karena trauma, operasi intra okuler, ataupun
iatrogenik.

Endogen
karena fokal infeksi di organ lain / reaksi autoimun.
 Berdasarkan perjalanan penyakit:
Akut
serangan terjadi satu atau dua kali, dan penderita sembuh
sempurna diluar serangan tersebut.

Residif
serangan terjadi lebih dari dua kali disertai penyembuhan
yang sempurna di antara serangan-serangan tersebut.

Kronis
serangan terjadi berulang kali tanpa pernah sembuh sempurna
di antaranya.
Berdasarkan reaksi radang yang terjadi:
Non granulomatosa
Infiltrat yang terjadi terdiri dari sel plasma dan
limfosit.

Granulomatosa
Infiltrat yang terjadi terdiri dari sel epiteloid dan
makrofag.
 Patofisiologi

dilatasi pembuluh darah kecil , hiperemi perikorneal (pericorneal


vascular injection)

Permeabilitas pembuluh darah ↑

eksudasi, iris edema, pucat, pupil reflex ↓ sampai dgn hilang,pupil miosis

Migrasi sel-sel radang dan fibrin ke COA, COA keruh, flare (+)

Sel radang menumpuk di COA, hipopion (bila proses akut)

Migrasi eritrosit ke COA, hifema (bila proses akut)

Sel-sel radang melekat pada endotel kornea (keratic precipitate)

Sel-sel radang, fibrin, fibroblast menyebabkan
iris melekat pada kapsul lensa anterior (sinekia
posterior)
dan pada endotel kornea (sinekia anterior)

Sel-sel radang, fibrin, fibroblas menutup pupil
(seklusio pupil / oklusio pupil)

Gangguan aliran aquous humor
dan peningkatan tekanan intra okuler dan terjadi
glaukoma sekunder

Gangguan metabolisme pada lensa, lensa jadi keruh,
katarak komplikata

Peradangan menyebar bisa menjadi endoftalmitis dan
panoftalmitis
 Klasifikasi Secara Klinis
Granulomatosa

- Terdapat invasi mikroba ke jaringan uvea oleh organisme penyebab


(Toxoplasma gondii, Mycobacterium tuberculosis).
- Reaksi seluler >> reaksi vaskular
- Injeksi silier tidak hebat  iris bengkak dan gambaran radiernya kabur
- Di tepi pupil dapat terbentuk Koeppe nodule (penimbunan sel di tepi pupil)
- Keratik presipitat besar  mutton fat deposit (makrofag dan pigmen-pigmen)
memberikan gambaran seperti berminyak.
- COA terlihat keruh, lebih banyak sel dibanding fibrin.
- Badan kaca keruh
- Visus ↓ ↓  media refrakta terganggu
- Rasa sakit sedang dan fotofobia sedikit
- Pemeriksaan PA  sel limfosit, epiteloid, dan makrofag.
Non granulomatosa
- Lebih sering pada uveitis anterior
- Penyebabnya diduga alergi
- Timbulnya akut
- Reaksi vaskular >> reaksi seluler
- Injeksinya hebat
- Badan kaca tidak keruh
- Cairan COA mengandung lebih banyak fibrin
daripada sel dapat terbentuk hipopion.
- Nyeri lebih hebat, fotofobia, dan visus lebih menurun
- Pemeriksaan PA  sel plasma dan sel mononuklear
pada iris dan badan silier.
 Manifestasi
Keluhan subyektif : - nyeri, terutama di bulbus okuli,
spontan
- sakit kepala di frontal yang menjalar
ke temporal
- blefarospasme
- fotofobia (hebat pada keadaan akut)
- lakrimasi
- gangguan visus, unilateral

Pada keadaan kronis gejala dapat minimal sekali, dan


merupakan episode rekuren.
 Pemeriksaan Fisik
 Edema palpebra  disertai dengan ptosis ringan
 Injeksi konjuntiva dan silier
 COA: normal atau dangkal, bila terdapat iris bombe. Jika
terdapat sinekia posterior, maka COA terlihat dalam.
Pada pemeriksaan slit lamp, menunjukkan efek
Tyndal/flare positif sehingga berkas sinar di COA
menjadi tampak karena dipantulkan oleh sel-sel radang
yang ada di COA.
Derajat berat ringannya flare
0  tidak ditemukan
1+  flare terlihat dengan pemeriksaan yang teliti
2+  flare tingkat sedang, iris masih terlihat bersih
3+  kekeruhan lebih berat, iris dan lensa sudah
keruh
4+  flare sangat berat, fibrin menggumpal pada
akuous humor
 Iris terlihat suram, gambaran radier menjadi tidak
nyata karena pelebaran pembuluh darah di iris,
gambaran kripta tidak nyata, edema dan warna
dapat berubah, terkadang didapatkan iris bombe.
 Pupil miosis, bentuknya irregular (sinekia posterior),
refleks pupil menurun sampai tidak ada.
 Lensa keruh katarak komplikata.
 TIO normal, menurun atau meningkat jika telah terjadi
glaukoma sekunder.
 Kornea keratik presipitat (kumpulan sel-sel yang
menempel pada endotel kornea, biasanya di bagian
bawah)
Pembagian Uveitis Anterior secara klinis
Ringan Sedang Berat
Keluhan ringan - sedang Keluhan sedang – berat Keluhan sedang – berat

Visus 20/20 – 20/30 Visus 20/30 – 20/100 Visus < 20/100

Kemerahan sirkumkorneal Kemerahan Kemerahan


superficial sirkumkorneal dalam sirkumkorneal dalam
Tidak ada KPs Tampak KPs Tampak Kps

1 + sel dan flare 1-3 + sel dan flare 3-4 + sel dan flare

TIO berkurang < 4 mmHh TIO berkurang 3-6 TIO meningkat


mmHg
Miosis, sluggish pupil, Pupil terfiksasi (fibrous),
sinekia posterior ringan, tidak tampak kripta
udem iris ringan pada iris
 Pemeriksaan Penunjang
Umumnya tidak dilakukan terhadap pasien yang
responsif terhadap terapi, pemeriksaan dilakukan untuk
menentukan etiologi.
Contoh : - skin test  Tuberkulosis
- hitung jenis, eosinofilia  alergi, inf.
parasit
- foto rontgen Tuberkulosis,
sarkoidosis
- ANA  autoimun
- TORCH
- IgG, IgM  toxoplasma
Diagnosis
 Anamnesis
Mata sakit, merah, sekret (-), silau, pandangan kabur/penurunan
tajam penglihatan
Perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit sekarang karena
dapat menjadi faktor penyebab
 Pemeriksaan Oftalmologi
- visus ↓ ↓
- perubahan TIO
- injeksi silier
- keratik presipitat pada kornea
- flare pada COA
- sinekia
 Pemeriksaan penunjang
Untuk mencari etiologi penyebabnya apabila
diagnosis uveitis anterior sudah dapat ditegakkan.
Contoh : skin test, foto rontgen, ANA dan lain-lain.
Komplikasi

Terapi tidak adekuat


UVEITIS
ANTERIOR

KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi :
 Sinekia posterior  perlekatan antara iris dengan
kapsul lensa bagian anterior akibat sel-sel radang,
fibrin, dan fibroblas.
 Sinekia anterior  perlekatan iris dengan endotel
kornea akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.
 Seklusio pupil  perlekatan pada bagian tepi
pupil
 Oklusio pupil  seluruh pupil tertutup oleh sel-sel
radang
 Iris bombe  akibat terjadinya perlekatan-
perlekatan dan tertutupnya trabekular oleh sel-sel
radang, maka aliran akuous humor dari COP ke
COA akan terhambat dan mengakibatkan akuous
humor terkumpul di COP dan akan mendorong iris
ke depan.
 Glaukoma sekunder  karena penimbunan akuous
humor dan menyebabkan peningkatan tekanan
bola mata.
 Katarak komplikata  akibat dari gangguan
metabolisme lensa
 Endoftalmitis  peradangan supuratif berat
dalam rongga mata dan struktur di dalamnya
dengan abses di dalam badan kaca akibat
dari peradangan yang meluas.
 Panoftalmitis  peradangan pada seluruh
bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon
sehingga bola mata merupakan rongga abses.
 Ablasio retina
Penatalaksanaan
Topikal
 Midriatikum/sikloplegik

untuk mengistirahatkan otot-otot iris dan badan silier, sehingga dapat


mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan dan mencegah
terjadinya sinekia, atau melepaskan sinekia yang telah ada.
Midriatikum yang biasa digunakan yaitu:
- Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
- Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
- Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
 Anti inflamasi

Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi peradangan yang terjadi.


Kortikosteroid yang biasa digunakan ialah dexamethasone 0,1 % atau
prednisolone 1 %. Perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin
terjadi pada pemberian kortikosteroid, yaitu glaukoma sekunder pada
penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu.
 Antibiotik
Sistemik
 Antibiotik

 Kortikosteroid oral
Dosis yang diberikan ialah 1 mg/ kg BB yang
kemudian dosis tersebut diturunkan perlahan-lahan
setiap 1 minggu.
Prognosis
 Pada umumnya pasien dengan uveitis anterior akan
berespon baik jika sudah didiagnosis dari awal dan
diberikan pengobatan yang adekuat. Uveitis
anterior ini mungkin akan berulang, terutama jika
ada penyebab sistemik. Prognosis visual pada iritis
kebanyakan akan pulih dengan baik, tanpa
adanya katarak, glaukoma atau posterior uveitis
maupun komplikasi lainnya. Apabila sudah terjadi
komplikasi ablasio retina maka prognosisnya akan
menjadi buruk.
UVEITIS INTERMEDIATE

 Uveitis intermediate disebut juga siklitis


posterior, uveitis perifer atau pars planitis
adalah peradangan intraokular terbanyak
kedua
 Tanda uveitis intermediet yang terpenting
yaitu adanya peradangan vitreus
 Uveitis intermediet biasanya bilateral dan
cenderung mengenai pasien remaja akhir
atau dewasa muda.
 Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan
wanita
Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

 Gejala klinis  Pemeriksaan fisik

 Floaters  Kondensat vitreus


 Penglihatan kabur  Snowball kondensat
vitreus melayang
 Nyeri
seperti bola salju
 Fotofobia  Snowbanking
Jarang kondensat vitreus
 Mata merah yang menyelimuti
pars plana dan
corpus ciliare seperti
gundukan salju
Definisi
 Uveitis posterior adalah radang uvea bagian
posterior yang biasanya disertai dengan
keradangan jaringan disekitarnya.
 Inflamasi ini terletak di uvea bagian belakang
dengan batas basis vitreus.
 Jika mengenai retina  retinitis

 Jika mengenai vitreous  vitritis.


Epidemiologi
 Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia
diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan
perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.
 Toxoplasma dianggap sebagai penyebab 30-50% uveitis
posterior.
 Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah
usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang.
 Pada penderita berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh
toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia.
Etiologi
 Penyakit infeksi (uveitis granulomatosa)
o Virus  virus sitomegalo, herpes simpleks, herpes zoster,
rubella, rubeola, HIV, virus epstein-barr, virus coxsackie.
o Bakteri  mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis
sporadik dan endemik, nocardia, neisseria meningitides,
mycobacterium avium-intracellulare, yersinia, dan borrelia.
o Fungus  candidia, histoplasma, cryptococcus, dan
aspergillus.
o Parasit  toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchocerca.
Penyakit non infeksi (uveitis non granulomatosa)

o Autoimun  penyakit behcet, sindroma vogt-


koyanagi-harada, poliarteritis nodosa, ofthalmia
simpatis, vaskulitis retina.
o Keganasan  sarkoma sel retikulum, melanoma
maligna, leukemia, lesi metastatik.
o Etiologi tak diketahui  sarkoidosis, koroiditis
geografik, epiteliopati pigmen plakoid multifokal
akut, retinopati “birdshot”, epiteliopati pigmen
retina.
Patofisiologi
 Pada stadium awal  kongestif dan infiltrasi dari sel-sel
radang seperti PMN, limfosit, dan fibrin pada koroid dan
retina yang terkena.
 PMN lebih banyak berperan pada uveitis jenis granulomatosa
sampai terjadinya supurasi.
 Sebaliknya, pada uveitis non granulomatosa limfosit lebih
dominan.
 Apabila inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan robek 
lekosit pada retina akan menginvasi rongga vitreum 
timbulnya proses supurasi di dalamnya.
 Pada uveitis granulomatosa kronis tampak sel
mononuclear, sel epiteloid, dan giant cell sebagai nodul
granulomatosa yang tipikal.
 Kemudian eksudat menghilang dengan disertai atrofi
dan melekatnya lapisan koroid dan retina yang
terkena.
 Eksudat dapat menjadi jaringan parut.
 Keluarnya granula pigmen akibat nekrosis atau atrofi
dari kromatofor dan sel epitelia pigmen akan
difagositosis oleh makrofag dan akan terkonsentrasi
pada tepi lesi
 Yang dapat ditemukan pada uveitis posterior,
antara lain:
o Sel-sel radang pada humor vitreus
o Lesi berwarna putih atau putih kekuningan pada retina
dan atau koriod
o Eksudat pada retina
o Vaskulitis retina
o Edema nervus optikus
Gejala Klinis
 Penurunan ketajaman penglihatan
 dapat terjadi pada semua jenis uveitis posterior.
 Injeksi mata
 kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen
posterior yang terkena, jadi gejala ini jarang pada
toksoplasmosis dan tidak ada pada histoplasmosis.
 Rasa sakit pada mata
terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina
akut, sifilis, infeksi bakteri endogen, skleritis posterior, dan
pada kondisi-kondisi yang mengenai nervus optikus.
Pasien toksoplasmosis, toksokariasis, dan retinitis
sitomegalovirus yang tidak disertai glaukoma umumnya
tanpa rasa sakit pada mata.
Tanda
 Hipopion
 Uveitis posterior dengan hipopion misalnya pada leukemia,
penyakit Behcet, sifilis, toksokariasis, dan infeksi bakteri
endogen.
 Pembentukan Granuloma
 Pada uveitis granulomatosa anterior yang juga mengenai
retina posterior dan koroid, sarkoidosis, tuberkulosis,
toksoplasmosis, sifilis, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada,
dan oftalmia simpatis.
 Glaukoma
 Sekunder mungkin terjadi pada pasien nekrosis retina akut,
toksoplasmosis, tuberkulosis, atau sarkoidosis
 Vitritis
 Peradangan korpus vitreum dapat menyertai uveitis posterior.

 Berasal dari fokus-fokus radang di segmen posterior mata.

 Morfologi dan lokasi lesi


 Toksoplasmosis adalah contoh khas yang menimbulkan retinitis dengan
peradangan koroid di dekatnya.
 Pada pasien tuberkulosis, koroid merupakan sasaran utama proses
granulomatosa, yang juga mengenai retina.
 Koroiditis geografik terutama mengenai koroid dengan sedikit atau
tanpa merusak retina dan pasien tidak menderita pasien sistemik.
 Ciri morfologiknya dapat berupa lesi geografik, lesi punctata, nodul
Dalen-Fuchs
 Vaskulitis.
 Hemoragik retina.
 Parut lama.
Terapi
 Prinsip pengobatan:
o Mempertahankan penglihatan sentral
o Mempertahankan lapang pandang
o Mencegah atau mengobati perubahan-
perubahan struktur mata yang terjadi
(katarak, glaukoma sekunder, sinekia
posterior, kekeruhan badan kaca, ablasi
retina dan sebagainya)
 4 kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis,
antara lain:
o Midriatikum
o Steroid
o Sitotoksik
o Siklosporin.
 Sedangkan uveitis akibat infeksi harus diterapi dengan
antibakteri atau antivirus yang sesuai.
 Midriatikum berfungsi untuk memudahkan follow up
keberhasilan pengobatan.
 Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu
 Indikasi operasi:
o Rehabilitasi visual
o Biopsi diagnostik (hasil penemuan dari biopsi
menyebabkan adanya perubahan pada rencana
pengobatan)
o Pengeluaran opacities media untuk memonitor segmen
posterior.

 Apabila timbul perubahan struktur pada mata


(katarak, glukoma sekunder) maka terapi terbaik
adalah dengan operasi.
 Vitrektomi berfungsi  menentukan diagnosis dan pengobatan.
 Indikasi vitrektomi
 Peradangan intraokular yang tidak sembuh pada pengobatan

 Dugaan adanya keganasan dan infeksi pada mata.

 Uveitis posterior berkaitan dengan kekeruhan vitreus yang tidak dapat


disembuhkan dengan obat-obatan.
 Vaskulitis dan oklusi vaskular pada pars planitis, penyakit behcet dan
sarkoidosis neovaskularisasi retina atau pada diskus optikus (pada
pasien uveitis) yang dapat menyebabkan timbulnya perdarahan pada
vitreus.
Komplikasi
 Dapat mengenai daerah sekitar koroid, misalnya
retina, vitreus humour, badan siliar, iris, nervus
optikus, dan sklera.
 Sinekia posterior.
 Edema makula sistoid.
 Vaskular dan optik atropi.
 Traction retinal detachment.
 Uveitis posterior dapat menyebabkan katarak sisi
posterior.
Prognosis
 Prognosis pasien tergantung pada lokasi dan
luasnya eksudasi dan atrofi daerah lesi.
 Lesi yang kecil tetapi jika mengenai daerah makula
lutea akan berpengaruh pada fungsi penglihatan.
 Sebaliknya lesi yang meluas sepanjang fundus tidak
mempengaruhi penglihatan apabila tidak
mengenai area makula.

Anda mungkin juga menyukai