Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum
Menurut Metcalf dan Eddy (2003), yang dimaksud air buangan (waste water) adalah
kombinasi dari cairan dan sampah–sampah (air yang berasal dari daerah permukiman,
perdagangan, perkantoran, dan industri) bersama–sama dengan air tanah, air permukaan dan
air hujan yang mungkin ada.

Menurut Ehlers and Steel (1999), limbah merupakan cairan yang dibawa oleh saluran air
buangan.Secara umum dapat dikemukakan air buangan adalah cairan buangan yang berasal
dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan biasanya mengandung
bahan-bahan/zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu
kelestarian hidup.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah
sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwjud cair. Air limbah dapat berasal dari
rumah tangga (domestik) maupun industri (industri). Secara umum dapat dikemukakan air
buangan adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-
tempat umum lainnya, dan biasanya mengandung bahan-bahan/zat yang dapat membahayakan
kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian hidup. Air limbah sebagai sumber
pencemar dapat berasal dari berbagai sumber yang pada umumnya karena hasil perbuatan
manusia dan kemajuan teknologi.

Komposisi air limbah sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan sisanya yaitu (0,1%) dari zat
padat. Zat padat yang ada tersebut terbagi atas 70 % zat organik (terutama protein,
karbohidrat, dan lemak) serta kira–kira 30% anorganik terutama pasir, garam dan logam.
Sumber–sumber air limbah tersebut oleh Haryoto Kusnoputranto (1986) dibedakan menjadi 3,
yaitu:

a. Air limbah rumah tangga (domestic wasted water), air limbah dari permukiman ini
umumnya mempunyai komposisi yang terdiri atas ekskreta (tinja dan urin), air bekas
cucian dapur dan kamar mandi, dimana sebagian besar merupakan bahan organik.
b. Air limbah kotapraja (municipal wastes water), air limbah ini umumnya berasal dari
daerah perkotaan, perdagangan, sekolah, tempat–tempat ibadah dan tempat–tempat umum
lainnya seperti hotel, restoran, dan lain– lain.
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

c. Air limbah industri (industrial wastes water), air limbah yang berasal dari berbagai jenis
industri akibat proses produksi ini pada umumnya lebih sulit dalam pengolahannya serta
mempunyai variasi yang luas.

Karakteristik air limbah diperlukan untuk menentukan cara pengolahan yang tepat sehingga
efektifitas dan efisiensinya dapat tercapai. Karakteristik atau sifat–sifat air limbah terbagi
menjadi tiga golongan yaitu:

a. Sifat Fisik
Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah
terlihat. Adapun sifat fisik yang penting meliputi kandungan zat padat, kejernihan, bau,
warna, dan temperatur. Bau pada air limbah dapat menunjukkan apakah air limbah tersebut
masih baru atau telah busuk.

b. Sifat Kimia
Pada umumnya bahan kimia yang penting yang ada dalam air limbah diklasifikasikan sebagai
bahan organik dan bahan anorganik. Kandungan bahan kimia yang ada dalam air limbah
dapat merugikan lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat
menghabiskan oksigen dalam air limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak
sedap. Selain itu akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan beracun.
Adapun bahan kimia yang penting yang ada di dalam air limbah pada umumnya dapat
diklasifikasikan sebagai bahan organik, bahan anorganik zat beracun, logam berat dan gas.

c. Sifat Biologis
Pemeriksaan biologis di dalam air limbah untuk memisahkan apakah ada bakteri patogen
berada di dalamnya. Keterangan biologis ini diperlukan untuk mengukur kualitas air terutama
bagi air yang dipergunakan sebagai air minum dan untuk keperluan kolam renang. Selain itu
untuk menaksir tingkat kekotoran air limbah sebelum dibuang ke badan air. Kehidupan
mikrobiologis antara lain: bakteri, jamur, ganggang, protozoa, virus, dan lain–lain. Bakteri
tersebut meliputi bakteri yang membantu proses perombakan zat organik maupun bakteri
patogen yang menjadi sumber kuman penyakit bagi manusia.

Sistem perencanaan penyaluran air buangan bertujuan untuk mengalirkan air buangan dari
suatu pemukiman secara cepat ke suatu tempat yang tidak akan menimbulkan bahaya atau
kerusakan bagi manusia dan lingkungan, dalam hal ini suatu instalasi pengolahan air buangan
domestik. Sistem perencanaan penyaluran air buangan ini menggunakan metode pembuangan
air buangan yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Sedangkan sistem pengolahan

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 2
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

direncanakan mencapai yang menghasilkan efluen yang aman bagi badan air penerima.

2.2 Metode Proyeksi Penduduk


Proyeksi jumlah penduduk diperlukan dalam perancangan sebuah sistem perencanaan yang
akan digunakan dalam kurun waktu jangka panjang. Hal ini diperlukan agar dimensi
bangunan sesuai dengan periode desain yang direncanakan dan tidak menimbulkan masalah
pada masa yang akan datang.

2.2.1 Metode Aritmatika


Metode ini sering disebut juga dengan metode tingkat pertumbuhan penduduk (Growth
Rates). Metode ini menyediakan estimasi dan proyeksi dari total penduduk dengan
menggunakan tingkat pertumbuhan penduduk, atau untuk tingkat lanjutnya melalui fitting
kurva yang menyajikan gambaran matematis dari perubahan jumlah penduduk, seperti kurva
logistik. Proyeksi berdasarkan tingkat pertumbuhan penduduk mengasumsikan pertumbuhan
yang konstan, baik untuk model aritmatika, geometrik, atau eksponensial untuk mengestimasi
jumlah penduduk. Metode aritmatik atau metode rata-rata biasanya digunakan apabila laju
pertumbuhan populasi penduduk relative konstan setiap tahun. Secara matematis, metode ini
dapat ditulis sebagai berikut:
(2.1)

∑ ................................................................................................... (2.2)

Dimana:

Pn = jumlah penduduk tahun ke-n


P0 = jumlah penduduk tahun dasar
r = kenaikan rata-rata jumlah penduduk
Tn = tahun ke-n
T0 = tahun dasar
N = jumlah data diketahui

2.2.2 Metode Geometri


Metode ini menganggap bahwa perkembangan atau jumlah penduduk akan secara otomatis
bertambah dengan sendirinya dan tidak memperhatikan penurunan jumlah penduduk. Metode
geometri digunakan bila data jumlah penduduk menunjukkan peningkatan yang pesat dari
waktu ke waktu. Secara matematis metode ini dapat dituliskan sebagai berikut:

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 3
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

..................................................................................................... (2.3)


......................................................................................................... (2.4)

Dimana:

Pn = jumlah penduduk pada tahun yang diproyeksikan


P0 = jumlah penduduk awal
r = rata-rata angka pertumbuhan penduduk tiap tahun
n = jangka waktu
N = jumlah data diketahui

2.2.3 Metode Eksponesial


Metode eksponensial dapat dirumuskan dalam suatu persamaan matematika, yaitu:

.................................................................................................................. (2.5)

∑ ∑ ...................................................................................................... (2.6)

∑ ∑ ∑
∑ ∑
.............................................................................................. (2.7)

Dimana:

x = jumlah tahun dari tahun 1 sampai tahun ke-n


y = jumlah penduduk
n = jumlah data
a = konstanta
b = koefisien arah garis (gradient) regresi linear

2.2.4 Metode Logaritma


Metode logaritma dapat dirumuskan dalam suatu persamaan matematika, yaitu:

............................................................................................................ (2.8)

∑ ∑ ........................................................................................... (2.9)

∑ ∑ ∑
∑ ∑
.............................................................................................. (2.10)

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 4
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

Untuk pemilihan metode proyeksi yang digunakan maka dilakukan dengan menghitung
standar deviasi (S)

∑ ∑
√ .................................................................................................. (2.11)

Dan koefisien korelasi (r):


√ ∑ ̅̅̅̅ ................................................................................................ (2.12)

Dimana:

xi = P – P’
yi =P = jumlah penduduk awal
y = Pr = jumlah penduduk rata-rata
y’ = P’ = jumlah penduduk yang akan dicari

Metoda yang dipilih adalah dengan harga S paling kecil dan harga r mendekati +1 atau -1.

2.3 Debit Air Buangan


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengaliran air buangan ini ialah:
a. Pengaliran dilakukan secara gravitasi
b. Debit aliran air buangan
c. Dianjurkan dengan kecepatan yang disyaratkan dapat membersihkan saluran air dengan
sendirinya
d. Dapat mensirkulasi udara dan air buangan
e. Agar tidak terjadi pembusukan air buangan sampai ke BPAB usahakan dalam waktu
kurang dari 18 jam
f. Pipa air buangan tidak boleh penuh (maksimal 80%)
g. Untuk mencari debit aliran pada saluran dapat menggunakan rumus:
h. Qext = V. A.......................................................................................................... (2.13)

Dimana:

Qext = debit aliran pada saluran (m3/dt)

V = kecepatan aliran (m/dt)


A = luas penampang basah saluran (m2)
Penampang melintang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan
debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran, dan kemiringan dasar tertentu.
Septiani Bertua Sibarani (180407031)
Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 5
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

2.4 Tingkat Pelayanan


Menurut Hdarwanto (2007), saluran drainase perkotaan terdapat pada 88% dari seluruh
jumlah kelurahan di kota-kota, namun saluran drainase yang baik hanya terdapat di 48,4%
dari seluruh kelurahan dan desa. Kurang berfungsinya drainase perkotaan dapat
menggambarkan menurunnya layanan drainase perkotaan yang diakibatkan oleh waktu dan
kurang baiknya pengelolaan drainase. Rusaknya jaringan drainase, sehingga drainase
perkotaan yang ada perlu ditingkatkan pelayanannya agar berfungsi kembali seperti semula
atau mendekati semula sehingga dapat mengurangi terjadinya genangan air.

2.5 Sistem Pengelolaan Air Buangan


Sistem pengelolaan, penyaluran, dan prinsip penyaluran air buangan mempunyai karakteristik
dan spesifikasi tertentu yang akan membedakannya dengan sistem Penyediaan Air Minum
(Burton, 1979).
Sistem pengelolaan air buangan teridiri dari 3 sistem yaitu:

a. Sistem Sanitasi Setempat


Sistem sanitasi setempat (on-site sanitation) atau Individual adalah sistem pembuangan air
buangan dimana air buangan tidak dikumpulkan dan tidak disalurkan ke dalam suatu jaringan
saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan ataupun badan air melainkan
dibuang di tempat. Sistem ini dipakai bila syarat-syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan biaya
relatif rendah.
Sistem ini sudah umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia. Kelebihan sistem ini
adalah:

1. Biaya pembuatan relatif murah.


2. Bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi
3. Teknologi dan sistem pembuangannya cukup sederhana.
4. Operasi dan pemeliharaan merupakan tanggung jawab pribadi.

Disamping itu, kekurangan sistem ini adalah:

1. Umumnya tidak disediakan untuk air buangan dari dapur, mandi dan cuci.
2. Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan pemeliharaan tidak
dilakukan sesuai aturannya.

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 6
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

Pada penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi (DPU, 1989),
antara lain:

1. Kepadatan penduduk < 200 jiwa/ha.


2. Kepadatan penduduk 200 - 500 jiwa / ha masih mungkin dengan syarat penduduk tidak
menggunakan air tanah.
3. Tersedia truk tinja untuk penyedotan.

b. Sistem Sanitasi Terpusat


Sistem sanitasi terpusat (off-site sanitation) atau Komunal merupakan sistem yang
pembuangan air rumah tangga (mandi, cuci, dapur dan limbah kotoran) disalurkan keluar dari
lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran pengumpul air buangan dan
selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air buangan sebelum di buang
ke badan air penerima.Sistem penyaluran air buangan dapat dilakukan secara terpisah,
tercampur, maupun kombinasi antara saluran air buangan dengan saluran air hujan (Masduki,
2000).

Ada tiga sistem penyaluran sistem sanitasi terpusat antara lain:


1. Sistem Penyaluran Terpisah
Sistem ini dikenal dengan full sewerage, dimana air buangan domestik dan air hujan dialirkan
secara terpisah melalui saluran yang berbeda. Sistem ini digunakan dengan pertimbangan
antara lain:
a) Periode musim hujan dan kemarau lama.
b) Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik.
c) Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air hujan
harus secepatnya dibuang ke badan air penerima.
d) Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim kemarau
dan musim hujan relatif besar.
e) Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat berupa
polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).

2. Sistem Penyaluran Tercampur


Pada sistem ini, air buangan disalurkan bersama dengan limpasan air hujan dalam satu saluran
tertutup. Dasar pertimbangan diterapkan sistem ini antara lain:
a) Debit air hujan dan air buangan secara umum relatif kecil sehingga dapat disatukan.
b) Fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relatif kecil.

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 7
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem penyaluran air buangan
sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih ekonomis. Selain itu terjadi
pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena adanya pengenceran dari air hujan.
Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan
yang cermat. Selain itu karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang
diperlukan berdiameter besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi
pengolahan air buangan.

3. Sistem Kombinasi
Sistem ini dikenal dengan istilah interceptori dimana air buangan dan air hujan disalurkan
bersama-sama sampai tempat tertentu baik melalui saluran terbuka maupun saluran tertutup
tetapi sebelum mencapai lokasi instalasi pengolahan antara air buangan dan air hujan
dipisahkan melalui bangunan regulator.

Air buangan dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke lokasi pembuangan akhir,
sedangkan air hujan langsung dialirkan ke badan air penerima. Pada musim kemarau air
buangan akan masuk seluruhnya ke pipa induk dan tidak akan mencemari badan air.

Sistem penyaluran air buangan terdiri dari 3 sistem, yaitu:

a. Sistem terpisah (separate system), yakni sistem dengan kriteria diterapkan bila suatu
daerah mempunyai fluktuasi hujan yang besar dan bila air buangan dan air hujan
salurannya harus terpisah.
b. Sistem tercampur (combine system), yakni sistem dengan kriteria diterapkan pada daerah
dengan fluktuasi hujan yang kecil dan pengaruh air hujan kecil.
c. Sistem gabungan (intersector), yakni sistem dengan kriteria pada musim hujan air
buangan disalurkan ke badan air (sungai) dan pada musim kemarau air buangan
disalurkan ke saluran air buangan.
Prinsip pengaliran pada air buangan terdiri dari:

a. Prinsip pengaliran untuk air buangan, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Salurannya tertutup
2. Saluran diusahakan sepanjang mungkin agar semua area air buangan bisa ter-cover
3. BPAB diletakkan sejauh mungkin
4. Memerlukan vent karena dekomposisi air buangan
5. Daerah pelayanan seluas mungkin
6. Saluran air buangan mengikuti jalur jalan
Septiani Bertua Sibarani (180407031)
Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 8
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

b. Prinsip pengaliran untuk air hujan, dengan ketentuan sebagai berikut:


1. Salurannya terbuka
2. Saluran usahakan sependek mungkin
3. Tempat pembuangan air hujan diletakkan sedekat mungkin
4. Tidak memerlukan vent

2.6 Kriteria Perencanaan


2.6.1 Kecepatan Aliran
Menurut Babbit (1982), kecepatan yang harus diperhatikan dalam pengaliran air buangan
adalah:
a. Kecepatan maksimum
1. Jika air buangan mengandung pasir: 2-2,4 m/dt
2. Jika air buangan tidak mengandung pasir: 3 m/dt
3. Pertimbangannya:
a) Saluran harus dapat menghantarkan air buangan secepatnya menuju instalasi;
b) Pada kecepatan tersebut penggerusan pada pipa belum terjadi, sehingga
ketahanan pipa dapat dijaga

b. Kecepatan minimum
1. Untuk daerah datar: 0,6 m/dt
2. Untuk daerah tropis: 0,9 m/dt
3. Pertimbangannya:
a) Saluran mampu membersihkan diri sendiri (self cleansing atau purification)
b) Mencegah air buangan lama didalam pipa agar sulfur tidak mengoksidasi pipa

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 9
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

Tabel 2.1 Kecepatan Aliran Air yang Diizinkan Berdasarkan Jenis Material
Jenis Bahan Kecepatan (l/dtk)
Pasir Halus 0,45
Lempung Kepasiran 0,5
Lanau Aluvial 0,6
Kerikil Halus 0,75
Lempung Kokoh 0,75
Lempung Padat 1,1
Kerikil kasar 1,2
Batu-batu besar 1,5
Pasangan batu 1,5
Beton 1,5
Beton bertulang 1,5

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Pembinaan Jalan Kota

Tabel 2.2 Kecepatan untuk Saluran Alami

Kemiringan rata-rata dasar saluran (%) Kecepatan rata-rata (m/dtk)

<1 0,4

1 s/d 2 0,6

2 s/d 4 0,9

4 s/d 6 1,2

6 s/d 10 1,5

10 s/d 15 2,4
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Pembinaan Jalan Kota

2.6.2 Kedalaman Aliran


Kedalaman aliran sangat berpengaruh terhadap kelancaran airan, karena hal ini menentukan
terangkat tidaknya partikel atau padatan yang ada di dalam air buangan. Untuk sistem small
bore sewer, batasan kedalaman tidak ada karena padatan atau pertikel yang terdapat dalam
aliran sangat kecil sehingga tidak membutuhkan kedalaman berenang minimum. Sedangkan
untuk conventional sewer ditetapkan batasan kedalaman berenang 5 cm. Jika kedalaman ini
tidak tercapai pada saat Qmin maka saluran perlu digelontor.

Penetapan kedalaman maksimum diambil rasio d/D = 0,8, karena pada batas tersebut
kecepatan aliran adalah maksimum (Masduki, 2000). Sehingga dalam perencanaan
diusahakan pada saat debit puncak kedalaman maksimum ini dapat tercapai. Kedalaman
aliran air limbah dalam saluran tidak boleh terlalu kecil, karena dapat mengakibatkan materi

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 10
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

air limbah yang berbentuk padat akan tertahan, sehingga akan menyumbat aliran. Untuk
menghindari hal ini, maka:

a. Pada pipa cabang dan pipa induk, kedalaman aliran di awal saluran diperhitungkan
sebesar 60% dari diameter pipa atau d/D = 0.6;
b. Pada saat debit puncak, di akhir saluran d/D maks = 0.8;
c. Kedalaman 7.5-10 cm untuk pipa beton, > 5 cm untuk pipa yang lebih halus (PVC,
fiberglass, dll). Kedalaman berenang adalah kedalaman yang dianggap masih membawa
partikel berenang mengikuti aliran pada saat kecepatan minimum;
d. Pada saat debit minimum, tidak tercapai kedalaman berenang, maka saluran harus
digelontor.

2.6.3 Kemiringan Saluran


Kemiringan pipa riol ditentukan agar memperoleh kecepatan swabersih (Masduki, 2000).
Dalam hal ini unsur penting yang harus diketahui diantaranya adalah fluktuasi debit,
kandungan benda padat, BOD, dan Sulfat. Untuk teknologi small bore sewer, batas kecepatan
pembersihan sendiri tidak ada. Hal ini disebabkan air buangan yang mengalir dalam pipa
tidak mengandung padatan atau solid, karena telah disisihkan dalam tangki interseptor.
Sehingga padatan yang ada dalam aliran air buangan hanya berupa partikel-partikel kecil
seperti pasir. Berdasarkan kondisi diatas, maka batas kecepatan pada debit puncak yang
ditetapkan untuk aliran dalam pipa pada sistem ini adalah 0,3 m/detik. Diasumsikan pada
kecepatan 0,3 m/detik, partikel atau pasir tidak akan mengendap. Untuk mendapatkan
kecepatan yang dapat membersihkan sendiri itu kemiringan saluran harus dihitung
berdasarkan kontrol sulfida dan kontrol endapan.

a. Kontrol Sulfida
Kontrol sulfida dilakukan untuk mendapatkan kemiringan saluran yang dapat mengikis lendir
yang timbul akibat adanya bakteri sulfida yang menempel di dinding saluran (Supeno, 1987).

b. Kontrol Endapan
Kontrol endapan dilakukan untuk mendapatkan kemiringan yang memberikan kecepatan
pembersihan sendiri, yang dapat membersihkan endapan dari dasar saluran (Supeno, 1987).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiringan adalah:
a. Debit aliran;
b. Diameter pipa;
c. Profil dan bahan pipa;

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 11
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

d. Kecepatan yang diinginkan;


e. Karakteristik air buangan;
f. Kondisi daerah dan topografi.

Tabel 2.3 Kemiringan Pipa untuk Berbagai Diameter


Diameter
Kemiringan
(inchi) (mm)
8 200 0,004
10 250 0,003
12 300 0,0022
15 375 0,0015
18 450 0,0012
21 525 0,001
24 600 0,0009
>27 675 0,0008
Sumber: Design and Construction of Sanitary and Storm Sewer, 1968

2.6.4 Perletakan Saluran


Ada beberapa cara untuk menempatkan saluran (DPU, 1986), yaitu:

a. Penempatan saluran pada sisi jalan dengan elevasi yang lebih tinggi yaitu bila jalan-jalan
dengan rumah atau bangunan di satu sisi lebih tinggi dari sisi lain.
b. Di tepi jalan, sebaiknya di bawah trotoir atau tanggul jalan untuk menjaga kemungkinan
dilakukan penggalian di kemudian hari untuk perbaikan.
c. Penempatan di tengah, bawah jalan, bila jalan tidak terlalu lebar dan penerimaan air
buangan dari dua arah yaitu kanan dan kiri jalan.
d. Saluran ditempatkan di tepi jalan pada bagian yang paling banyak memberikan beban air
buangan, bila beban penerimaan air buangan dari kanan dan kiri jalan tidak sama.
e. Saluran bisa diletakkan di kedua sisi jalan, bila di sebelah kanan dan kiri jalan terdapat
banyak sekali rumah atau bangunan.
f. Penempatan saluran bisa di tengah jalan bila jalan tersebut mempunyai jumlah rumah
atau bangunan sama banyak di kedua sisinya dan mempunyai elevasi lebih tinggi
daripada jalanan.

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 12
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

Gambar 2.1 Penempatan dan Pemasangan Saluran


Sumber: DPU, 1986
2.6.5 Waktu Tempuh
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam waktu tempuh saluran adalah:

a. Waktu tempuh dianjurkan tidak lebih dari 18 jam. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya proses penguraian/pembusukan zat organik oleh mikroorganisme.
b. Bila oksigen habis, akan tercipta kondisi anaerobik yang dapat menghasilkan gas metan,
warna kehitaman, dan kondisi septic sehingga air buangan susah diolah.
c. Bila t > 18 jam, perlu dibuat beberapa lokasi Bangunan Pengolahan Air Buangan
(BPAB) namun sulit karena biaya mahal. Rumus untuk menentukan waktu tempuh:

..................................................................................................... (2.14)

2.6.6 Profil Pipa


Jenis saluran pengumpul dapat dikategorikan sebagai berikut (Masduki, 2000):
a. Pipa Persil
Yaitu pipa yang ada di pekarangan rumah / tanah milik. Pipa ini merupakan sambungan dari
plambing rumah. Diameter pipa persil 100 - 150 mm atau sekurang-kurangnya sama dengan
diameter akhir plambing rumah dan kemiringan pipa 2%. Teknis penyambungannya antara
debit dari persil dengan debit dari saluran pengumpul kecil sekali maka penyambungannya
tegak lurus.

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 13
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

b. Pipa Service / Pelayanan


Merupakan sambungan dari sistem persil dan biasanya berada di jalan. Kapasitas ideal yang
ditampung adalah 50 rumah. Kemiringan saluran 0,5 - 1%. Diameter paling sedikit 150 mm
dengan lebar galian pemasangannya minimum 0,45 m dengan kedalaman benam awal paling
sedikit 0,6 m. Ada dua sistem:
1. Sistem Brandgang
Sistem jalur riol diarahkan ke belakang rumah menuju brandgang, dimana riol service
penerima diletakkan.
2. Sistem Trotoir
Semua lajur riol persil diarahkan ke depan rumah menuju trotoir, dimana riol service
penerima diletakkan.

c. Pipa Lateral
Yaitu pipa yang menerima aliran air buangan dari sistem pipa service untuk dialirkan ke pipa
cabang / terletak memanjang di sepanjang jalan sekitar daerah pelayanan. Diameternya sama
dengan 200 mm dengan kemiringan 0,2 – 1 %.

d. Pipa Cabang
Yaitu pipa yang menerima aliran air buangan dari sistem pipa lateral untuk dialirkan ke pipa
induk. Kriteria lainnya ditentukan berdasarkan Persamaan Manning pada jam puncak.
Kemiringan pipanya sekitar 0,2 – 1 %.

e. Pipa Induk
Yaitu pipa yang menerima aliran air buangan dari sistem pipa cabang untuk dialirkan ke
badan air penerima (akhir dari sistem penyaluran air buangan). Kriteria lainnya ditentukan
berdasarkan Persamaan Manning pada jam puncak. Kemiringan pipanya sekitar 0,2 – 1 %.

2.6.7 Pola Jaringan Saluran


Sistem jaringan riol mayor dimulai dari pipa cabang sampai pipa induk. Pola jaringan riol
mayor mengikuti pola sistem riol keseluruhannya. Ada empat pola jaringan riol mayor, yaitu:
a. Pola Interceptor
Merupakan pola sistem campuran terkendali dimana sejumlah tertentu air hujan dimasukkan
ke dalam pipa riol hulu dengan pemasukan terkendali. Ketika pemasukan air hujan terjadi,
pipa riol hulu penuh dan bertekanan dari awal sampai pipa riol interceptor, tetapi dibatasi
tidak mempunyai gradien hidrolis yang mengakibatkan peluapan atau air balik (back water)
pada perlengkapan saniter daerah pelayanan. Hal ini identik dengan gradien hidrolis pada

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 14
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

sistem small bore sewer. Riol biasanya dipasang sejajar dengan sungai besar dan berakhir di
IPAB.
b. Pola Zona / Wilayah
Merupakan pola yang diterapkan di daerah pelayanan yang terbagi-bagi oleh sungai pembagi
sehingga pipa perlintasannya tidak mungkin atau sangat mahal untuk dibangun. Pada akhir
riol induknya dibuat IPAB.
c. Pola Kipas
Merupakan pola yang diterapkan di daerah pelayanan yang terletak pada suatu lembah.
Pengumpulan aliran dapat melalui lebih dari dua cabang saluran yang kemudian menyatu
dalam pipa utama menuju 1 IPAB.
d. Pola Radial
Merupakan pola yang menerapkan pengumpulan aliran dilakukan ke segala arah luar dimulai
dari daerah tertinggi. Jalur yang ditempuh pendek-pendek sehingga diperlukan banyak IPAB.
Pola ini diterapkan pada daerah bukit.
Dalam desain seluruh sistem jaringan pipa riol, diperlukan pengetahuan hidrolika untuk
menghitung ukuran pipa yang diperlukan. Untuk lebih jelasnya, pola jaringan riol ini dapat
dilihat pada Gambar 2.2.

Pola Interceptor Pola Zona / Wilayah

Pola Kipas Pola Radial

Gambar 2.2 Pola Jaringan Saluran

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 15
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

2.6.8 Kedalaman Pemasangan Saluran


Kedalaman pemasangan saluran sangat tergantung pada kebiasaan dan pengalaman. Untuk
awal saluran kedalaman salurannya adalah 0,45 meter (untuk pipa persil), 0,6 meter (untuk
pipa service) dan >1,20 meter (untuk pipa lateral dan seterusnya). (Babbit, 1982).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memasang pipa:

a. Diusahakan sedangkal mungkin agar lebih ekonomis.


b. Menjaga pola aliran gravitasi.
c. Dapat mengantisipasi sambungan di masa depan.

Kedalaman maksimumnya pipa lateral, pipa cabang, dan terutama pipa induk ditetapkan
sebesar 7 m dari permukaan tanah (Masduki, 2000). Bila kedalaman maksimumnya lebih dari
7 m, harus dilakukan pemompaan untuk mendapatkan aliran secara gravitasi.

2.6.9 Bangunan Pelengkap


Perlengkapan saluran air buangan adalah semua bangunan yang ikut menunjang kelancaran
penyaluran air buangan selama pengalirannya. Adapun perlengkapan-perlengkapan yang
umum digunakan adalah sebagai berikut (Masduki, 2000):

a. Manhole
Fungsi manhole pada air buangan adalah:
1. Pembersihan, pemeliharaan, perbaikan dan pemeriksaan saluran.
2. Mempertemukan beberapa cabang saluran baik yang mempunyai ketinggian sama maupun
tidak sama.

Manhole ditempatkan pada:

1. Jarak tertentu pada pipa lurus, tergantung diameter pipa. Penempatan manhole pada pipa
lurus dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4 Penempatan Manhole Pada Pipa Lurus


Diameter Manhole (mm) Jarak Manhole (m)
150 25-50
200 50-100
500 100-125
1000 125-150
2000 150-200
> 2000 >200

Sumber: Masduki, 2000

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 16
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

2. Di setiap perubahan kemiringan pipa, diameter dan perubahan arah aliran baik vertikal
maupun horizontal.
3. Di setiap pertemuan atau percabangan saluran.
4. Di setiap titik masuk dan titik keluar bangunan lain.

Manhole biasanya berbentuk lingkaran dengan dimensi didalamnya sehingga pengawasan dan
pembersihan dapat dilakukan tanpa kesulitan. Diameter minimum di dalam adalah 4 ft (1,2 m)
dengan tutup 2 ft (0,6 m).

Tabel 2.5 Ukuran Diameter Menurut Kedalaman


Kedalaman Saluran (m) Diameter Manhole (mm)

< 0,8 0,75


0,8-2,5 1-1,2
> 2,5 1,2-1,8

Sumber: DPU, 1986

Dimensi pondasi, dinding, dan komponen lain dari manhole tergantung dari kedalaman,
kondisi tanah, muatan dan materi yang digunakan. Dinding manhole setidaknya mempunyai
tebal 5-9 inchi (125 - 225 mm), tergantung dari material yang digunakan. Untuk deep
manhole atau kondisi tanah yang khusus, dibutuhkan dinding yang lebih tebal. Dasar manhole
biasanya dibuat dari beton dan sedikit dimiringkan menjadi saluran terbuka. Sisi pada saluran
berbentuk U harus cukup tinggi untuk mencegah overflow dari air buangan pada lantai yang
miring pada manhole.

Materi yang biasa digunakan untuk membuat dinding manhole adalah batu bata, blok beton
solid, beton coran, dan precast concrete rings. Pada bagian ujung atas dari dinding beton
biasanya dibuat dari precast concrete. Hal ini untuk memungkinkan satu ujung dari tutup
diletakkan langsung di atas dinding manhole, sehingga meningkatkan aksesibilitas.

Pemeliharaan dan perawatan merupakan faktor penting yang harus dimasukkan dalam proses
perancangan manhole. Pengawasan harus dilakukan agar manhole tidak dapat dimasuki anak-
anak dan orang lain yang tidak berkepentingan. Kotak manhole dan tutup harus dibuat dari
materi-materi yang kuat seperti reinforce- concrete atau cast iron dengan berat 200 - 300 kg
untuk menahan beban lalu lintas jalan dan mencegah gangguan dari orang-orang yang tidak
berkepentingan.

Tutup biasanya mempunyai pori-pori yang berfungsi untuk ventilasi dan melepaskan gas-gas
yang terakumulasi. Tapi jika tutup manhole akan terendam oleh run off, sebaiknya tidak
Septiani Bertua Sibarani (180407031)
Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 17
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

menggunakan tutup berpori. Tutup manhole ini harus jelas-jelas terlihat sehingga dapat
dibedakan. Jika terjadi perbedaan penempatan antara manhole dan pipa saluran yang
tersambungkan, maka dapat digunakan flexible joints untuk membantu mencegah pipa patah
ataupun kebocoran pada sambungan.

Faktor pemilihan manhole (Masduki, 2000) adalah sebagai berikut:


1. Mudah diperbaiki atau diganti jika rusak akibat lalu lintas.
2. Kuat menahan beban lain.
3. Tersedia di pasaran.
4. Dapat berfungsi sebagai ventilasi.
Persyaratan manhole:
1. Bersifat padat dan kokoh.
2. Kuat menahan gaya-gaya dari luar.
3. Accessibility tinggi, tangga dari bahan anti korosi.
4. Dinding terbuat dari beton atau pasangan batu bata atau batu kali. Jika diameternya lebih
dari 2,5 m, konstruksinya beton bertulang.
5. Bagian atas dinding manhole sebagai peletakan tutup manhole merupakan konstruksi
yang fleksibel, agar dapat selalu disesuaikan dengan level permukaan jalan yang mungkin
berubah.

Cleanout dan manhole diperlukan untuk membersihkan dan menjaga sewer. Cleanout
disarankan pada manhole karena flushing hidrolis cukup untuk membersihkan saluran dari
timbunan organic solid, kecuali pada sambungan utama, karena mahal dan sumber infiltrasi
inflow dan pasir. Cleanout ditempatkan pada seluruh upstream, interseksi jalur saluran,
perubahan arah utama, titik tertinggi dan interval 150 - 200 m pada bagian datar yang
panjang.

b. Drop Manhole
Drop manhole digunakan apabila saluran yang datang (biasanya lateral), memasuki manhole
pada titik dengan ketinggian lebih dari 2 ft (0,6 m) di atas saluran selanjutnya. Tujuan
digunakannya drop manhole adalah untuk menghindari penceburan atau splashing air
buangan yang dapat merusak saluran akibat penggerusan dan pelepasan H2S. Dua jenis drop
manhole yang sering digunakan:

1. Tipe Z (pipa drop 900)


2. Tipe Y (pipa drop 450)

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 18
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

Dua jenis drop manhole ini dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.3 Manhole Riol Tipikal (A) dan Drop Manhole (B)
Sumber: Masduki, 2000

c. Belokan
Pembuatan belokan harus teliti karena pada belokan dapat terjadi kehilangan energi yang
cukup besar. Persyaratan yang perlu diperhatikan:
1. Tidak boleh ada perubahan penampang melintang saluran.
2. Dinding saluran selicin mungkin.
3. Bentuk saluran harus seragam, baik radius maupun kemiringan saluran.
4. Pembuatan manhole untuk mempermudah pemeriksaan terhadap clogging.
5. Radius lengkung belokan yang sangat pendek perlu dihindari agar kehilangan energi
aliran dapat ditekan sekecil mungkin. Untuk mengatasi masalah ini perlu, ditentukan
batas bentuk radius lengkungan dari pusat adalah lebih dari 3 kali diameter saluran.

d. Junction dan Transition


Junction berfungsi untuk menyambungkan satu atau lebih saluran cabang atau pada titik temu
dengan saluran induk. Junction ini dilengkapi dengan manhole agar memudahkan
pemeliharaan, karena lumpur selalu terakumulasi pada junction sehingga dapat
mengakibatkan penyumbatan.

Transition berfungsi untuk menyambung saluran bila terjadi perubahan diameter dan
kemiringan. Transition ini juga dilengkapi dengan manhole.
Kriteria yang harus dipenuhi oleh keduanya:
1. Dinding saluran harus selicin mungkin.
2. Kecepatan aliran dari setiap saluran harus seragam.
3. Pada junction diusahakan agar terjadi perubahan arah aliran jangan terlalu tajam dan
sudut pertemuan antara saluran cabang dan saluran induk kurang dari 450.

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 19
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

e. Terminal Cleanout
Terminal cleanout ini berfungsi untuk memasukkan alat pembersih ke dalam saluran dan
untuk memasukkan air ke dalam saluran dalam rangka membersihkan saluran tersebut.

f. Stasiun Pompa
Sumur pompa (lift station) dibutuhkan dalam situasi dimana posisi tangki berada di bawah
saluran, serta pada situasi dimana penggalian lebih dalam akan lebih mahal daripada
menyediakan lift station. Stasiun pompa dirancang sederhana dengan pompa bertekanan dan
berkapasitas rendah serta tahan korosi. Jumlah dan lokasi stasiun pompa biasanya ditentukan
dari perbandingan biaya konstruksi dan operasi serta perawatan, dengan biaya konstruksi dan
perawatan saluran berdiameter besar dan dangkal.

Gambar 2.4 Stasiun Pompa


Sumber: Mara, 1996
Dalam perencanaan hidrolika sistem pompa, perlu diketahui hal-hal sebagai berikut
(Haryono, 2008) :
1. Aliran masuk (inflow) ke kolam penampung
2. Tinggi muka air sungai pada titik keluar (outlet)
3. Kolam penampung dan volume tampungan
4. Ketinggian air maksimum dan kapasitas pompa yang diperlukan
5. Dimensi pompa
6. Pola operasi pompa

Stasiun pompa air berfungsi untuk pengaliran air genangan dari daerah yang mempunyai
elevasi lebih rendah dari elevasi pembuangan air banjir dilakukan dengan menggunakan
sistem pompanisasi. Untuk mencegah terjadinya genangan yang lama, maka pada daerah
tersebut dibangun pompa air drainase sebagai pompa pengangkat air dari elevasi yang rendah
ke elevasi yang lebih tinggi (Haryono, 2008).

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 20
Tugas Besar Sistem Penyaluran Air Buangan (STL 3324)

Jenis pompa untuk air buangan diantaranya:


1. Pompa sentrifugal
2. Pneumatic ejector
3. Screw pump

g. Ventilasi
Ventilasi saluran air buangan diperlukan untuk (Metcalf and Eddy, 1981):
1. Mencegah timbulnya H2S sebagai hasil proses dekomposisi zat organik di dalam saluran.
2. Ruangan penampang air penggelontor (berhubungan dengan ujung atau permulaan
saluran pembuangan air kotor). Karena permulaan ini terletak paling atas, maka terdapat
gas-gas yang berbau yang dapat masuk ke tempat penampungan air penggelontor. Oleh
karena itu harus diberi tempat untuk mengeluarkan gas-gas itu yaitu ventilasi.
3. Ventilasi diperlukan apabila waktu detensi air buangan dalam saluran lebih dari 18 jam.
4. Diharapkan dapat mengatur tekanan di dalam saluran atau manhole dan menyelaraskan
dengan tekanan udara luar.
5. Untuk mengeluarkan gas yang berbau yang terkumpul pada saluran.

Septiani Bertua Sibarani (180407031)


Andre Yaniko (180407036)
Ita Novita Nainggolan (180407047) II - 21

Anda mungkin juga menyukai