Anda di halaman 1dari 8

UJIAN TENGAH SEMESTER

MAHASISWA SEMESTER 5 PRODI D3 KEPERAWATAN (KELAS C)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNMUH PONOROGO

Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa


Hari/Tanggal : Senin, 13 Juli 2020
Waktu : 60 menit
Media Ujian : Skype
Dosen : Nurul Sri Wahyuni, S.Kep.Ns.M.Kes

1. Jelaskan prinsip-prinsip etik dalam kepearawatan jiwa (Bobot 5)


2. Jelaskan peran legal perawat jiwa, baik di komunitas maupun di klinik (Bobot 5)
3. Jelaskan yang Saudara ketahui tentang rentang respon Halusinasi (Bobot 10)
4. Sebut dan jelaskan derajad atau level halusinasi berdasarkan manifestasi klinis yang muncul
pada klien (Bobot 10)
5. Jelaskan tentang rentang respon Gangguan alam perasaan (Depresi) Bobot 10)
6. Susunlah SP (strategi Pelaksanaan) 1 untuk klien dengan Gangguan alam perasaan (Deperesi)
ATAU Halusinasi
(UNTUK NO ABSEN GANJIL SP 1 DEPRESI, ABSEN GENAP SP 1 HALUSINASI)
( Bobot 10)

++ + Selamat Mengerjakan+++
Nama : Novira Pratiwi

NIM : 18613221 (no abs 24)

Kelas : Semester 5C D3 Keperawatan

Jawaban Ulangan:

1. Prinsip-prinsip etik dalam keperawatan jiwa:


a. Kode Etik Keperawatan
Kode etik keperawatan adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai
pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan. Aturan yang
berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas serta fungsi perawat
adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang
teguh terhadap kode etik sehingga kejadian akan pelanggaran etik dapat dihindarkan dan
diminimalisasi.
b. Hak-Hak Pasien
Klien kesehatan jiwa tetap memiliki semua hak sipil yang diberikan kepada semua
orang, kecuali hak untuk meninggalkan rumah sakit dalam kasus komitmen involunter.
Klien memiliki hak untuk menolak terapi, mengirim dan menerima surat yang masih
tertutup, dan menerima atau menolak pengunjung. Setiap larangan ( misalnya : surat,
pengunjung, pakaian) harus ditetapkan oleh pengadilan atau instruksi dokter untuk alasan
yang dapat diverifikasi dan didokumentasikan. Contohnya sebagai berikut :
• Klien yang pernah berupaya bunuh diri tidak diizinkan menyimpan ikat pinggang, tali
sepatu, atau gunting, karena benda tersebut dapat digunakan untuk membahayakan
dirinya.
• Klien yang menjadi agresif setelah kunjungan seseorang dilarang dikunjungi orang
tersebut selama suatu periode waktu.
• Klien yang mengancam orang lain di luar rumah sakit melalui telepon diizinkan
menelepon hanya jika diawasi sampai kondisinya membaik.
c. Hukum Yang Berlaku
Dalam Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa secara umum disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menjamin setiap orang dapat hidup sejahtera lahir dan batin serta
memperoleh pelayanan kesehatan dengan penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Tujuan pembangunan kesehatan yang hendak dicapai yaitu terwujudnya derajat kesehatan
yang setinggi- tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya
kesehatan termasuk Upaya Kesehatan Jiwa dengan pendekatan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Upaya Kesehatan Jiwa harus diselenggarakan secara terintegrasi,
komprehensif, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat.
Pelayanan Kesehatan Jiwa bagi setiap orang dan jaminan hak Orang Dengan Masalah
Kejiwaan (ODMK) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) belum dapat diwujudkan
secara optimal. Hak ODMK dan ODGJ sering terabaikan, baik secara sosial maupun
hukum. Secara sosial masih terdapat stigma di masyarakat sehingga keluarga
menyembunyikan keberadaan anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Hal ini
menyebabkan terbatasnya akses ODMK dan ODGJ terhadap layanan kesehatan.
Sedangkan secara hukum, peraturan perundang-undangan yang ada belum komprehensif
sehingga menghambat pemenuhan hak ODMK dan ODGJ.

2. Peran legal perawat jiwa baik di komunitas maupun di klinik


Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal:
a. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
b. Perawat sebagai pekerja
c. Perawat sebagai warga Negara.
Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan tanggung jawab ini.
Penilaian keperawatan propsesinal memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam
konteks asuhan keperawatan, kemungkinan konsekuensi tindakan keperawatan, dan
alternative yang mungkin dilakukan perawat.
Masalah Legal Dalam Praktek Keperawatan
• Dapat terjadi bila tidak tersedia tenaga keperawatan yg memadai tidak tersedia
standar praktek dan tidak ada kontrak kerja.
• Perawat profesional perlu memahami aspek legal untuk melindungi diri dan
melindungi hak-hak pasien dan memahami batas legal yang mempengaruhi praktek
keperawatan.
• Pedoman legal Undang-undang praktek, peraturan Kep Men Kes No 1239 dan
Hukum adat.
3. Respon halusinasi
Rentang Respon Neurobiologis
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Proses pikir kadang terganggu Gangguan proses


Persepsi akurat Ilusi pikir waham
Emosi konsisten Emosi berlebihan/kurang Halusinasi
Perilaku sesuai Perilaku tidak teroganisir Kerusakan proses emosi
Hub sosial harmonis Isolasi sosial Perilakutidak sesuai

4. Derajat dan level halusinasi


Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan sebagai berikut
a. Tahap I : Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien sedang.Pada tahap ini
halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik : Karakteristik tahap ini ditAndai dengan adanya perasaan bersalah dalam
diri pasien dan timbul perasaan takut. Pada tahap ini pasien mencoba menenangkan
pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang
dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non psikotik).
Perilaku yang Teramati:
 Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
 Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
 Respon verbal yang lambat
 Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.
b. Tahap II : Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat berat dan
halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Karakteristik : pengalaman sensori yang dialmi pasien bersifat menjijikkan dan
menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi mulai merasa kehilangan kendali, pasien
berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, pasien merasa malu
karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (non psikotik).
Perilaku yang teramati :
 Peningkatan kerja susunan sarapotonom yang menunjukkan timbulnya ansietas
seperti peningkatan nadi, TD dan pernafasan.
 Kemampuan kosentrasi menyempit.
 Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Tahap III : Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien, pasien berada
pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi menguasai pasien.
Karakteristik : Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah untuk melawan
pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi
dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman
tersebut berakhir ( Psikotik ).
Perilaku yang teramati:
 Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari
pada menolak.
 Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
 Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari ansietas berat
seperti : berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
d. Tahap IV : Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat ansietas
berada pada tingkat panik. Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait
dengan delusi.
Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah
halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak
diintervensi (psikotik).
Perilaku yang teramati :
 Perilaku menyerang - teror seperti panik.
 Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
 Amuk, agitasi dan menarik diri.
 Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek
 Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
5. Rentang respon gangguan alam perasaan (depresi)
RENTANG RESPONS KONSEP-DIRI

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep Diri Harga Diri Kerancuam Depersonalisaisi


Positif Rendah identitas

6. SP Halusinasi
1) Orientasi
a.    Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan Ibu? Nama
Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa Akper Muhammadiyah
Ponorogo, Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00
WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan
apa?”
b.    Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan tidak?”
c.    Kontrak
I. Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya
kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu
yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”
II. Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana
kalau 10 menit? Bisa?”
III. Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ???
Bagaimana kalau di ruang tamu saya ???
2) Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar tidak
muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:
a. Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi Saya tidak mau
dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu………….. bagus!
Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
b. Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau
lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang sampai
bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu……….. bagus! Coba
lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak dengan
latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan pembicaraan kita
tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak muncul
lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien,
Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya
dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak
melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti?).
d. Kontrak yang akan datang
I. Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara dengan
orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
II. Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”
III. Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai jumpa
besok.
Wassalamualaikum,……………

Anda mungkin juga menyukai