Anda di halaman 1dari 50

Analisis Fisiko Kimia

Spektrofotometer Serapan
Atom (SSA/ AAS)

Oleh. Dr. Harmita


Pendahuluan
 Teknik analisa dari spektrofotometer
serapan atom (atomic absorption
spectrophotometry, AAS) pertama
kali diperkenalkan oleh Welsh
(Australia) pada tahun 1955
 Merupakan metoda yang populer
untuk analisa logam karena di
samping relatif sederhana ia juga
selektif dan sangat sensitif.
 Teknik analisis SSA berdasarkan
pada penguraian molekul menjadi
atom (atomisasi) dengan energi dari
api atau arus listrik
 Sebagian besar atom akan berada
pada ground state, dan sebagian
kecil (tergantung suhu) yang
tereksitasi akan memancarkan
cahaya dengan panjang gelombang
yang khas untuk atom tersebut
ketika kembali ke ground state
 Beberapa metode yang sejenis
seperti spektrometri emisi nyala
(flame emission spectrometry, FES)
telah dikenal lebih dahulu,
sedangkan spektrometri fluoresensi
atom (atomic fluorescence
spectrometry, AFS) adalah teknik
yang baru dan masih dalam
pengembangan .
FES
 Nyala dari gas menyebabkan atom-
atom dan molekul-molekul tereksitasi
(excited state) melalui proses kolisi
termal dengan komponen dari gas-gas
yang terbakar tersebut.
 Pada waktu mereka kembali ke level
energi yang lebih rendah (lower or
ground electronic state), atom-atom
dan molekul-molekul tersebut
memancarkan radiasi yang
karakteristik utnuk unsur yang
bersangkutan.
 Intensitas dari emisi cahaya ini
sebanding dengan konsentrasi larutan
zat yang diperiksa.
AAS
 Radiasi dari sumber cahaya (hollow
cathode lamp) dengan energi yang
sesuai dengan energi yang dibutuhkan
oleh atom-atom dari unsur yang
diperiksa untuk melakukan transisi
elektronik, dipancarkan melalui nyala.
 Pada nyala tersebut, atom-atom dari
zat yang diperiksa akan meresap
radiasi tadi sesuai dengan konsentrasi
zat tersebut yaitu sesuai dengan
populasi atom-atom pada level energi
terendah (ground state).
AFS
 Radiasi dari sumber cahaya yang cocok
dipancarkan pada sudut 90° terhadap
aksis optik dari spektrometer ke dalam
nyala di mana terdapat uap atom dari
unsur zat yang diperiksa.
 Sebagian dari energi cahaya yang
cocok akan diserap dan segera setelah
itu akan dipancarkan kembali sebagai
fluorosensi yang intensitasnya
sebanding dengan konsentrasi zat yang
diperiksa.
TEORI
 Emisi dan Absorbsi pada Nyala
Pada FES, radiasi dipancarkan oleh atom yang
tereksitasi (excited state), sedangkan pada AAS
atom-atom yang meresap energi ada dalam
keadaan pada level energi terendah (ground
state). Pada kondisi ekuilibrium termal,
perbandingan jumlah atom pada level energi
yang lebih tinggi (excited state), Nj, dengan
jumlah atom pada level energi yang terendah
(ground state) No, dinyatakan dengan
persamaan Boltzmann sebagai berikut:

 Nj/No = (gj/go) exp (-E


 /kT)
 
 di mana gj dan go masing-masing
adalah “statistical weight” dari
excited state dan ground state, k
adalah tetapan Boltzmann, T adalah
temperatur mutlak dan ∆E adalah
energi eksitasi.
 Populasi atom pada excited state
ditentukan oleh energi dari level
energi tersebut dan oleh temperatur
Tabel berikut memuat perbandingan dari Nj/No dari
beberapa unsur
Resonance gj/go ∆E, eV Nj/No
line

2000°K 3000°K

Na 589.0 nm 2 2.10 9.86x10-6 5.88x10-4

Ca 422.7 nm 3 2.93 1.21x10-7 3.69x105

Cu 324.8 nm 2 3.82 4.82x10-10 6.65x10-7

Zn 213.9 nm 3 5.80 7.45x10-15 5.50x10-10


 Dari tabel di atas terlihat bahwa
populasi atom yang tereksitasi jauh
lebih kecil jika dibandingkan dengan
populasi atom pada level energi
terendah.
 Pada level energi yang lebih tinggi
populasi atom jauh lebih kecil lagi
karena bukan saja energi yang
dibutuhkan lebih besar tetapi
terutama disebabkan oleh
kemungkinan transisi yang kecil.
 Pengukuran pada FES dan AAS biasanya
dilakukan pada suhu di bawah 3000°C sehingga
sebian besar dari atom ada pada level energi
terendah.
 Oleh karena itu dinyatakan bahwa AAS tidak
tergantung dari suhu, sedangkan pada FES di
mana jumlah atom yang tereksitasi yang
menentukan intensitas emisi berubah-ubah
secara eksponensial sesuai dengan temperatur.
 Akan tetapi proses pembentukan atom melalui
disosiasi molekul tergantung dari suhu. Oleh
karena itu jumlah atom pada level energi
terendah yang menentukan besarnya resapan
juga akan berubah sesuai dengan temperatur
meskipun perubahan ini tidak seperti pada
emisi.
 Pada dasarnya alat yang sama dapat
digunkan baik untuk pengukuran emisi
maupun absorbsi, meskipun untuk
yang kedua diperlukan tambahan
sumber cahaya seperti terlihat pada
gambar di atas.
 Di samping itu juga terdapat perbedaan
pada bentuk (design) dari pembakar
(burner) dan pada AAS radiasi lampu
ditahan-diteruskan berganti-ganti
menggunakan “chopper” untuk
membedakannya dengan radiasi yang
dipancarkan oleh nyala api
Instrumentasi

 Nebulizer + sistem pembakaran


(graphite furnace)
 Spektrofotometer (monokrometer,
detektor, rekorder)
 Sumber cahaya (setiap logam
memerlukan Hollow cathode lamp
masing-masing).
Skema alat spektrofotometer serapan
atom
Lampu hollow katode (HC Lamp)
Proses produksi atom bebas dalam nyala selama
pengukuran dengan AAS
Skema atomisasi pada molekul
Atomisasi dan Ionisasi
 Pada nyala, atom-atom logam dapat
membentuk molekul dengan atom O
dari komponen gas atau dengan
komponen larutan seperti klor yang
berasal dari HCl.
 Pada temperatur tertentu bagian dari
atom logam yang membentuk
molekul tergantung dari kuatnya
ikatan kimia dan konsentrasi.
 Senyawa metal dalam nyala biasanya berupa molekul
diatomik, misalnya CaO, atau molekul triatomik CaOH.
 Unsur-unsur seperti Na, Cu, Tl, Ag, dan Zn dalam nyala
praktis hanya dalam bentuk atom.
 Metal oksida adalah senyawa yang umum dijumpai pada
nyala yang menggunakan udara, oksigen atau dinitrogen
monoksida sebagai oksidan.
 Logam alkali praktis tidak membentuk oksida, sedangkan
logam alkali tanah mudah membentuk monoksida kecuali
bila digunakan nyala yang fuel rich.
 Logam-logam tertentu seperti La, Al, dan Ti membentuk
oksida yang sangat stabil sehingga konsentrasi atom-atom
bebas menjadi sangat kecil, kecuali bila digunkan nyala
panas dari asetilen-dinitrogen monoksida yang fuel rich.
 Pembentukan molekul akan mengakibatkan adanya latar
belakang berupa radiasi kontinyu sehingga menurunkan
sensitivitas.
 Problem utama pada AAS dan teknik
yang sejenis, adalah pada proses
atomisasi yang menentukan sensitivitas
dan stabilitas dari teknik tersebut.
 Untuk mendisosiasikan molekul sampel
menjadi atom, di samping nyala
digunakan juga proses atomisasi
elektro-termal misalnya menggunakan
batang karbon (graphite furnace)
terutama bila jumlah sampel terbatas
(mikrosampel).
 Proses atomisasi dapat diterangkan sebagai
berikut.
 Bila larutan zat yang diperiksa
disemprotkan ke dalam nyala sebagai
aerosol, maka mula-mula terjadi proses
penguapan pelarut, meninggalkan partikel
garam tersuspensi pada nyala.
 Partikel-partikel ini lalu menguap dan
sebagian atau seluruh uap partikel tersebut
akan terdisosiasi menjadi atom-atom.
 Proses ini sebagian mungkin disebabkan
oleh panas dari nyala dan sebagian oleh
reduksi dari spesies yang ada pada nyala.
 Proses lain yang juga dapat terjadi pada nyala yaitu
terionisasinya atom-atom sehingga mengakibatkan
menurunnya sensitivitas.
 Logam-logam alkali mempunyai potensial ionisasi
yang rendah (4-5 eV) sehingga pada nyala dengan
suhu T 2500° K, mudah terionisasi.
 Oleh karena spektra dari ion berbeda dengan spektra
dari atom, maka perlu dijaga agar derajat ionisasi ini
pada level yang konstan atau bila mungkin ditiadakan.
 Ini dapat dilakukan dengan menurunkan suhu dari
nyala atau dengan menambahkan metal yang mudah
terionisasi (deionizer/radiation buffer), misalnya
logam alkali.
 Penambahan deionizer akan mempertinggi
konsentrasi elektron pada
M  nyala
M+ + e sehingga akan
menggeser keseimbangan berikut ke kiri 
Nyala
 Pemilihan pasangan fuel-oksidan
sangat tergantung dari temperatur
nyala yang diperlukan untuk proses
atomisasi, meskipun faktor-faktor yang
mereduksi pembentukan oksida logam
juga penting.
 Juga diusahakan agar latar belakang
emisi dari nyala tidak mengganggu
analisa.
 Pada buku penuntun dari alat yang
dipergunakan biasanya kondisi standar
dari percobaan untuk suatu logam
tertentu sudah dicantumkan.
 Temperatur dari berbagai nyala dan
kecepatan terbakarnya dapat dilihat
pada tabel berikut
Bahan bakar (fuel) Oksidan
Udara Dinitrogen
monoksida
Asetilen 2450 (160) 3200 (220)
Propana 2200 (45) 2900 (250)
Hidrogen 2300 (320) 2900 (380)

Tabel Temperatur maksimum (dan Kecepatan Pembakaran) dari Berbagai Nyala, °K (cm/detik)
Fungsi dari nyala yaitu:
 mengubah zat yang diperiksa dari

larutan atau bentuk padat menjadi


bentuk gas penguapan.
 mengubah molekul dalam bentuk
uap menjadi atom atomisasi
 pada FES untuk mengeksitasi uap

atom/molekul sehingga
menghasilkan radiasi emisi.
 Komponen-komponen dari gas-gas
pembentuk nyala membatasi daerah
analisa pada panjang gelombang di
luar daerah resapan atmosfer, yaitu
pada panjang gelombang di atas 210
nm.
 Perbandingan dari bahan bakar dan oksidan
juga menentukan suhu dan komposisi nyala
gas yang terjadi.
 Bila jumlah oksidan lebih banyak dari bahan
bakan maka nyala yang terjadi disebut
oxidising flame dan bila sebaliknya disebut
reducing flame.
 Nyala jenis mana yang dipakai tergantung
dari sifat unsur yang diperiksa.
 Misalnya unsur-unsur yang cenderung
utnuk membentuk oksida yang stabil (Al, Si,
Ti, dan Lantanida) diperlukan nyala dengan
suhu tinggi dengan lingkungan yang dapat
mereduksi, misalnya nyala asetilen-
dinitrogen monoksida.
Jenis-jenis gangguan pada analisa
AAS
 gangguan spektra

 gangguan fisika

 gangguan kimia

• bentuk uap
• bentuk padat (condensed phase)
Gangguan spektra
 Gangguan spektra terjadi bila panjang
gelombang (atomic line) dari unur yang
diperiksa berimpit dengan panjang
gelombang dari atom atau molekul lain
yang terdapat dalam larutan yang
diperiksa.
 Gangguan karena berimpitnya panjang
gelombang atom (atomic line overlap)
umum dijumpai pada FES, sedangkan
pada AAS gangguan ini hampir tidak
ada karena digunakan sumber cahaya
yang spesifik untuk unsur yang
bersangkutan.
 Efek dari emisi nyala pada AAS dapat dicegah
dengan memodulasi sumber cahaya.
 Akan tetapi resapan molekuler oleh spesies
tertentu seperti SrO dan Ca(OH)2 dapat
mengganggu panjang gelombang yang lebih
pendek dan ini dapat dikurangi dengan
menggunakan nyala yang suhunya lebih tinggi.
 Koreksi terhadap resapan molekuler ini dapat
dilakukan pada panjang gelombang di mana
tidak terjadi peresapan atom yaitu yang dekat
dengan resonance line.
 Cara yang lebih disukai pada daerah 190
sampai 320 nm yaitu dengan menggunakan
sumber cahaya kontinyu (lampu hidrogen atau
deuterium).
 Dengan lampu ini yang diukur adalah resapan
molekuler dan resapan atom dari unsur
tersebut.
 Selisih dari kedua pengukuran ini adalah
resapan atom.
Gangguan Fisika
 Sifat-sifat fisika dari larutan yang diperiksa akan
menentukan intensitas dari resapan atau emisi dari
larutan zat yang diperiksa.
 Kekentalan mempengaruhi laju penyemprotan ke
dalam nyala dan ketegangan muka, bobot jenis,
kekentalan serta kecepatan gas menentukan besar
butir tetesan.
 Oleh karena itu sifat-sifat fisika dari zat yang diperiksa
dan larutan pembanding harus sama.
 Efek ini dapat diperbaiki dengan menggunakan pelarut
organik di mana sensitivitas dapat dinaikkan sampai
3 atau 5 kali bila dibandingkan dengan pelarut air.
 Ini disebabkan karena pelarut organik mempercepat
penyemprotan (kekentalannya rendah), cepat
menguap, mengurangi penurunan suhu nyala,
menaikkan kondisi, mereduksi nyala.
Gangguan Kimia
Bentuk uap

 Gangguan kimia biasanya memperkecil populasi


atom pada level energi terendah.
 Telah disebutkan bahwa dalam nyala, atom
dalam bentuk uap dapat berkurang karena
terbentuknya senyawa seperti oksida atau
klorida, atau karena terbentuknya ion.
 Dengan menggunakan nyala yang cocok atau
dengan menambahkan unsur yang lebih mudah
terionisasi dalam jumlah berlebih, gangguan ini
biasanya dapat dikurangi.
 Sebagai deionizer biasanya digunakan logam
alkali, misalnya kalium dengan konsentrasi
2000 ppm.
Bentuk padat
 Gangguan ini disebabkan karena
terbentuknya senyawa yang sukar
menguap atau sukar terdisosiasi dalam
nyala.
 Hal ini terjadi pada nyala ketika pelarut
menguap meninggalkan partikel-
partikel padat.
 Misalnya, gangguan dari fosfor pada
penetapan kalsium karena
terbentuknya kalsium fosfat.
 Efek dari gangguan ini dapat ditetapkan dengan
mengukur emisi atau resapan dari satu seri
larutan sampel dengan zat pengganggu dengan
konsentrasi yang berbeda-beda.
 Dalam hal tertentu gangguan ini dapat diatasi
dengan mengubah kondisi nyala, misalnya
dengan menambah aliran bahan bakar untuk
memperoleh nyala reduksi sehingga
memperkecil pembentukan oksida yang stabil.
 Adakalanya perlu digunakan nyala dengan suhu
yang lebih tinggi misalnya nyala C2H2 – N2O.
 Cara lain untuk mengatasi gangguan ini yaitu
dengan memisahkannya melalui penyarian
selektif atau dengan menambahkan releasing
agent (misalnya La atau Sr pada penetapan Ca
untuk mencegah pembentukan kalsium fosfat).
Con’d
 Hal yang serupa dapat pula
dilakukan dengan mengikat unsur
yang diperiksa dengan membentuk
kelat seperti EDTA.
 Kompleks yang terjadi di samping
melindungi unsur tersebut dari reaksi
yang tidak dikehendaki, ia juga
harus mudah terurai dalam nyala
dan melepaskan unsur tersebut
sebagai atom.
Kepekaan dan Batas Deteksi
 Kepekaan (sensitivity)
Pada AAS adalah konsentrasi zat
yang diperiksa dengan absorban
sebesar 0,0044 (resapan 1%). Ini
biasanya dinyatakan dengan
µg/ml/1% abs (atau µg/g/1% abs).
 Batas deteksi (detection limit)
Adalah konsentrasi dari suatu unsur
(biasanya µg/ml) yang menunjukkan
absorban sebesar dua kali noise level
(S/N = 2).
Analisa kuantitatif
Penyiapan Sampel

 Penyiapan sampel sebelum pengukuran tergantung


dari jenis unsur yang ditetapkan, jenis substrat dari
sampel dan cara atomisasi.
 Pada kebanyakan sampel hal ini biasanya tidak
dilakukan bila atomisasi dilakukan menggunakan
batang grafit secara elektrotermal karena pembawa
(matriks) dari sampel dihilangkan melalui proses
pengarangan (ashing) sebelum atomisasi.
 Pada atomisasi dengan nyala, kebanyakan sampel cair
dapat disemprotkan langsung ke dalam nyala setelah
diencerkan dengan pelarut yang cocok.
 Sampel padat biasanya dilarutkan dalam asam tetapi
adakalanya didahului dengan peleburan alkali.
Con’d
 Asam klorida, asam nitrat, dan asam sulfat
biasanya digunakan untuk melarutkan logam-
logam atau logam campur.
 Asam nitrat biasanya membentuk senyawa
yang mudah terurai tetapi sukar menguap
sehingga ia lebih disukai daripada asam klorida
untuk pengarangan.
 Campuran asam nitrat, asam sulfat, dan asam
perklorat (3:1:1) sangat berguna untuk
oksidasi basah terhadap senyawa-senyawa
organik.
 Perlu diingat bahwa asam-asam pereaksi
mungkin mengandung pengotoran-pengotoran
logam seperti Cr pada asma nitrat, Pb pada
asam klorida dan Cd pada asam sulfat.
Con’d
 Pelarut organik dapat digunakan
untuk menyari logam-logam secara
selektif setelah pembentukan
kompleks dalam larutan air, lalu sari
tersebut dapat langsung
disemprotkan ke dalam nyala.
 Pelarut organik yang biasa
digunakan adalah metil isobutil keton
(MIBK) dan etil asetat.
Standar
 Larutan sampel dan standar sedapat
mungkin harus sama.
 Pereaksi yang digunakan harus bebas
dari unsur yang ditetapkan.
 Standar dan sampel harus disimpan
dalam botol plastik polietilen karena
beberapa logam terserap pada
permukaan gelas.
 Standar dengan konsentrasi rendah
(kurang dari 1 ppm), harus dibuat baru
dari larutan persediaan yang lebih
pekat untuk menghindari kesalahan
karena adsorbsi.
Metode analisa
1. Teknik Kalibrasi
Penggunaan teknik ini tergantung dari
jumlah sampel, linieritas dari kurva
kalibrasi dan adanya gangguan dari
komponen lain dalam sampel tersebut.
-Kurva kalibrasi
Jika jumlah sampel yang diperiksa
banyak, maka prosedur yang paling
sederhana adalah dengan membuat
satu seri larutan standar yang meliputi
daerah konsentrasi tertentu dan dari
sini dibuat kurva kalibrasi.
2. Internal standar

 Variasi aliran bahan bakar-oksidan dan nebulasi,


diimbangi dengan menambahkan sejumlah
tertentu internal standard ke dalam setiap
sampel.
 Kurva kalibrasi selanjutnya adalah merupakan
hubungan dari perbandingan intensitas emisi
absorban dari unsur yang ditetapkan dengan
internal standard terhadap konsetrasi unsur yang
diperiksa.
 Sampel yang diperiksa harus bebas dari standar
yang ditambahkan dan standar yang dipilih harus
mempunyai spectral line yang dekat dengan
unsur yang diperiksa dan merupakan transisi
yang serupa.
 Potensial ionisasinya juga tidak boleh jauh
berbeda dengan unsur yang diperiksa
Con’d
3. Metode adisi

 Bila gangguan dari unsur lain pada matrix tidak dapat


dihindarkan, maka metode standard –addition dapat
dipakai asalkan kurva kalibrasi merupakan garis lurus
melalui pusat.
 Apabila resapan dari larutan dengan konsentrasi x
adalah Ax dan resapan dari larutan tersebut setelah
ditambahkan standar dengan konsentrasi a adalah Ay,
maka konsentrasi x dapat dihitung sebagai berikut:
x = Ax
x+a Ay
 Signal latar belakang harus dikoreksi dan dianjurkan
untuk mencek hasil yang diperoleh dengan
penambahan standar kedua.
Dengan metode ini konsentrasi dari unsur yang
diperiksa juga dapat ditetapkan dengan menggunakan
grafik sebagai berikut:

Konsentrasi standard yang ditambahkan (ppm)


Con’d
 Skala konsentrasi adalah jumlah
standar yang ditambahkan dan
konsentrasi dari unsur yang diperiksa
adalah perpotongan dari ekstrapolasi
garis dengan aksis konsentrasi seperti
terlihat pada grafik di atas.
 Penambahan standar biasanya sekitar
setengah sampai dua kali dari
konsentrasi unsur yang diperiksa dan
semua larutan diencerkan hingga
diperoleh volume yang sama.
Penggunaan
 Spektrofotometer Serapan Atom
(AAS) telah digunakan untuk
penetapan sebanyak lebih kurang 70
unsur.
 Penggunaannya meliputi sampel
biologi dan klinik, forensic materials,
makanan dan minuman, air
termasuk air buangan, tanah,
tanaman, pupuk, besi, baja, logam
campur, mineral, hasil-hasil minyak
bumi, farmasi, dan kosmetik.
Data Panjang gelombang analisis logam-
logam
Data Panjang gelombang analisis logam-
logam (lanjutan)

Anda mungkin juga menyukai