Anda di halaman 1dari 18

Program Studi Farmasi

Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila

Spektrofotometri Serapan Atom (S S A)


Atomic Absorption Spectrophotometri (A A S)
Oleh :
TIM DOSEN ANALISIS
INSTRUMENTAL

POKOK BAHASAN

PENDAHULUAN
TEORI DASAR
INSTRUMENTASI
APLIKASI

PENDAHULUAN

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) atau


Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) adalah
spektrofotometri yang didasarkan atas serapan
energi radiasi oleh atom logam dalam bentuk gas
pada level energi tingkat dasar (ground state energy
level).

Metode AAS dikembangkan oleh ilmuan Australia,


Walsh
pada tahun 1955.

Metode ini bermanfaat untuk menetapkan kadar


logam atau senyawa logam dalam konsentrasi kecil
dalam matriks yang kompleks, misalnya:
multivitamin mineral, sampel biomedik, polutan
logam dalam air, makanan dan minuman, dll.

PENDAHULUAN (lanjutan)

Pembagian
Berdasarkan metode atomisasi dikenal dua metode AAS:
1. Flame AAS
2. Non-flame atau Flameless AAS
Proses atomisasi metode pertama menggunakan larutan
sampel yang disemprotkan ke dalam nyala.
Metode kedua menggunakan tetesan larutan sampel dan
energi listrik (grafit pijar) untuk proses atomisasi.
Metode kedua lebih sensitif dari metode pertama.
Kebaikan dan Keburukan
Kebaikan
Keburukan
- selektif
- destruktif
- sensitif
- perlu energi
- bahaya kebakaran

TEORI

Atom logam (logam alkali atau alkali tanah) yang


tereksitasi karena energi termal akan kembali ke level
energi tingkat dasar dengan mengemisikan cahaya
tampak. Intensitas cahaya yang diemisikan sesuai dengan
jumlah atom logam atau konsentrasi. Penetapan kadar
logam dengan cara ini diuraikan dalam Spektrofotometri
Emisi Nyala atau Flame Emision Spectrophotometry(FES).
Atom logam dalam bentuk gas pada level energi tingkat
dasar dapat menyerap sejumlah energi radiasi tertentu
sesuai dengan jumlah atom logam atau konsentrasi
mengikuti hukum Beer:
A =abc atau A=kc
Penetapan kadar logam dengan cara ini diuraikan dalam
AAS.

TEORI DASAR (lanjutan)

Absorpsi dan Emisi


E1

Emisi

Absorpsi

E
E0

Persamaan Bohr:

E = E1 - E0 = hv = hc /
h = Tetapan Planck
v = Frekuensi radiasi

c = Kecepatan cahaya
= Panjang gelombang

TEORI (lanjutan)

Pada proses atomisasi diatur agar sebagaian besar uap atom


logam berada pada level energi tingkat dasar dan sebagian
kecil pada level energi eksitasi tergantung pada suhu
atomisasi dan energi eksitasi sesuai dengan persamaan
Boltzmann.
N1/N0 = (g1/g0)e-E/kT
dimana N1= jumlah atom pada level energi tereksitasi, N 0=jumlah atom
pada level energi tingkat dasar, g 1/go=rasio bobot statistik atom pada
level energi tereksitasi dengan tingkat dasar, E=energi eksitasi (hv),
k=tetapan Boltzmann dan T=suhu dalam derajat Kelvin.

Makin tinggi suhu dan makin kecil energi eksitasi maka rasio
N1/N0 makin besar. Pada AAS suhu diatur sedemikian rupa
agar rasio N1/N0 makin kecil atau jumlah atom logam pada
level energi tingkat dasar makin besar.

BAHAN BAKAR DAN OKSIDAN

Suhu pada proses atomisasi ditentukan oleh


jenis dan komposisi atau perbandingan antara
bahan bakar (fuel) dengan oksidan.
Oksidan
Bahan bakar
(fuel)
Asetilen
Propan
Hidrogen

Udara
Suhu, K

N2O
Suhu, K

2450
2200
2300

3200
2900
2900

Garis-garis resonansi :
garis-garis yang timbul karena terjadinya transisi dari keadaan dasar ke
energi yang lebih tinggi.
Hukum Lambert-Beer dapat dipakai pada metode SSA bila garis resonansi
atom yang di analisis memberi puncak yang sama ( mendekati)
dengan spektrum pancaran sumber radiasi.
Keberatan terpenuhinya persyaratan hukumBeer pada SSA karena setiap
unsur perlu sumber radiasi tertentu.
Mengatasinya : dipakai monokromator dengan resolusi tinggi dengan
satu sumber radiasi bisa untuk berbagai unsur.
Sumber radiasi yang banyak dipakai Hollow Cathode Lamp (HCL),
namun setiap unsur masih perlu lampu katoda tersendiri.
Untuk analisis lebih dari satu unsur diperlukan lampu katoda berongga
kombinasi:
misalnya :Ca, Mg, Ni, Fe, Cu, Zn, Cd, Pb dll.

GANGGUAN
PADA AAS
Gangguan Spektra

(Vogel, 5th ed, p.791-795)

Gangguan Spektra
- Frekuensi garis resonan analit overlap dengan garis emisi dari unsur lain:
Hg (253,62 nm) dan Co (253,649 nm).
- Adanya spektrum emisi dari molekul atau fragmen molekul (OH atau CN) pada
nyala.
- Gangguan spektra lebih banyak terjadi pada Spektrofotometri Emisi Nyala (FES)
Cara mengatasi: Gunakan garis resonansi alternatif dari sumber cahaya.

Gangguan Kimia
a. Terbentuknya senyawa stabil: sukar teruai menjadi atom
- Adanya sulfat atau fosfat pada penetapan kadar Ca.
- Pembentukan oksida yang sukar melebur dan stabil (refractory oxides): oksida
dari
Al, Ti, dan V.
Cara mengatasi:
- Naikkan suhu nyala: gunakan asetilen-N2O.
- Gunakan releasing agent: M-X + R = R-X + M, misalnya penambahan SrCl2 atau
LaCl3 untuk mengikat fosfat pada penetapan kadar Ca.
- Gunakan masking agent untuk mengikat analit (Ca) agar tidak bereaksi dengan
pengganggu (sulfat atau fosfat).
- Ekstraksi analit atau zat pengganggu.

GANGGUAN PADA AAS (LANJUTAN)


b. Ionisasi
- Ionisasi logam alkali dan alakali tanah (Ca, Sr, Ba)
menurunkan jumlah atom sehingga serapan berkurang.
Cara mengatasi:
Gunakan ionisation suppressant yaitu kation dengan
ionisasi potensial yang lebih rendah dari analit. Misalnya
penambahan ion kalium pada penetapan Ca, Ba atau Sr.
c. Absorpsi molekul
NaCl menyerap radiasi pada disekitar garis resonansi Zn
(231,9 nm), sehingga mengganggu penetapan kadar seng.
Cara mengatasi:
Gunakan garis resonansi ( ) alternatif atau gunakan
nyala dengan suhu yang lebih tinggi.

BACKGROUND ABSORPTION
(LANJUTAN)
Background absorption

Gangguan ini disebabkan oleh serapan molekul atau hamburan cahaya dari:
molekul
gas,fragmen molekul, partikel asap bila digunakan pelarut organik.
Cara mengatasi (background correction):
Gunakan cahaya kontinyu dari lampu D2 yang membentuk berkas cahaya ganda
(double beam) dengan cahaya dari sumber cahaya. Background absorption
mempengaruhi sample and reference beam. Koreksi background dilakukan
dengan
mengukur rasio dari intensitas kedua berkas cahaya tersebut.

Gangguan fisika
Gangguan ini disebabkan oleh efek matriks yang berpengaruh terhadap sifat
fisika sampel seperti: kekentalan, bobot jenis, tegangan muka atau sifat
menguap dari larutan sampel. Hal ini berpengaruh pada ukuran partikel aerosol
pada proses atomisasi.
Cara mengatasi:
Gunakan matrix matching yaitu pelarut yang sama dengan komposisi matriks
yang hampir sama.

INSTRUMENTASI
D2
Hollow
Cathode
Lamp*

Graphite
Furnace
or
Burner

Chopper

Detector

Monochromator
Oxidant

Fuel
Sample

* Tidak diperlukan pada FES

Read-out

Amplifier

Atomic Absorption Spectrophotometer

Komponen penting SSA


1. Sumber radiasi : HCL
2. Burner (nyala): Bahan bakar dan oksidan
3. Monokromator: kisi-kisi (grating)
4. Detektor : PMT
5. Amplifier
6. Rekorder

Prinsip kerja:

Cahaya dari lampu HCL dengan yang sama dengan analit,


akan diserap oleh atom logam analit pada kondisi energi
tingkat dasar yang terjadi pada proses atomisasi (pada nyala
burner).
Sisa intensitas cahaya atau rasio intensitas cahaya sampel
(sample beam) dan pembanding (reference beam) setelah
diseleksi oleh monokromator, oleh detektor (PMT) diubah
menjadi signal listrik, diperbesar oleh amplifier, kemudian
disajikan sebagai serapan pada display.

Proses Atomisasi
Larutan (M+X-)
Penyemprotan)

Aerosol (M+X-)
FES

Partikel padat (MX)


Emission of hv

M**
Thermal
(gas) excitation

Gas (MX)

Penguapan-Pelarut
(Evaporation)
PenguapanPadatn
(Vaporisation)
Disosiasi
(Atomisasi)

M* (gas) + X (gas)
hv

AAS

M*
(gas)

Re-emission
hv of hv

AFS

APLIKASI

Penetapan kadar logam atau senyawa logam baik logam tunggal maupun
campuran dalam konsentrasi kecil termasuk sampel dengan matriks yang
kompleks. Misalnya: multivitamin mineral, cemaran logam, bijih tambang, logam
campur (alloy) dll.
Prinsip Penetapan Kadar
Buat larutan stok baku pembanding, kurva kalibrasi, larutan sampel, pengukuran,
perhitungan.
1. Larutan Baku Pembanding
Buat larutan stok 1000 bpj dari logam atau oksida logam murni.
2. Kurva Kalibrasi
a. Buat satu seri larutan baku yang terdiri minimum empat larutan dengan
mengencerkan larutan stok dengan rentang serapan 0,1- 0,4.
b. Ukur serapan masing-masing larutan baku minimum dua kali (hitung dan cata
t nilai purata), dimulai dari larutan yang paling encer.
Sebelum pengukura larutan dengan konsentrasi berbeda, lakukan pengukuran air suling atau
blangko untuk pembilasan .

c. Buat kurva kalibrasi yaitu grafik hubungan antara serapan dengan


konsentrasi.
3. Larutan Sampel
a. Buat larutan, kecuali pada Non-flame AAS padatan dapat langsung diukur.
(Bila menggunakan asam, konsentrasinya dari larutan sampel maksimum 1M).

b. Encerkan atau pekatkan (solvent extraction) bila perlu (A= 0,1 0,4).
c. Cegah gangguan dengan salah satu cara tersebut di muka.
d. Ukur serapan larutan sampel minimum dua kali.
e. Hitung dan catat nilai purata.

Prinsip Penetapan Kadar (lanjutan)

Perhitungan
a. Kurva kalibrasi
Bila kurva linier, kadar langsung dihitung dari
kurva kalibrasi atau persamaan regresi.
Kurva kalibrasi dicek sewaktu-waktu dan bila perlu
buat kurva kalibrasi baru.
b. Penambahan Baku Pembanding (standard addition
method)
Metode ini digunakan untuk sampel dengan matriks
kompleks atau komposisinya tidak diketahui sehingga
kondisi larutan baku tidak mungkin dibuat sama.

Anda mungkin juga menyukai