Anda di halaman 1dari 5

UAS - Academig Writing – Semester Ganjil 2021

Nama : Utari Sukmarani


NPM : 1402174016
Topik Atau Judul Artikel : Nilai Perusahaan
ABSTRAK
Nilai perusahaan menjadi informasi penting bagi investor untuk pengambilan keputusan berinvestasi
sebagai gambaran prospek jangka panjang suatu perusahaan, selain itu, nilai perusahaan juga mencerminkan
kondisi yang telah tercapai oleh perusahaan dalam mencapai prospek di masa yang akan mendatang.
Tentunya, nilai perusahaan yang baik akan meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi.
Apabila perusahaan tidak memperhatihan nilainya, proses bisnis perusahaan akan terganggu karena
kekurangan modal dari investor. Hal ini menandakan bahwa pentingnya pengetahuan terhadap nilai
perusahaan dan komponen pembangunya.
Rendahnya nilai perusahaan akan mengakibatkan berkurangnya minat investor untuk berinvestasi pada
perusahaan tersebut, sehingga keberlangsungan operasi perusahaan terganggu. Untuk itu perusahaan
seharusnya lebih memperhatikan konponen-komponen yang yang menyusun nilai perusahaan.
Kata kunci: Nilai Perusahaan, Investor, Tobin’s Q

I. Pendahuluan
Nilai jual suatu entitas publik dapat tercermin dari harga sahamnya (Shakina & Barajas, 2013).
Semakin tinggi harga saham, semakin tinggi pula nilai jual suatu perusahaan (Gitman & Zutte, 2015).
Selain harga sahamnya, nilai sebuah perusahaan dicerminkan pula oleh pandangan masyarakat
terhadap kinerja suatu perusahaan (Harmono, 2011). Untuk itu, (Rudangga & Sudiarta, 2016)
mendefinisikan nilai perusahaan sebagai gambaran bagi investor dan masyarakat mengenai kondisi
yang telah tercapai oleh perusahaan dalam mencapai prospek di masa yang akan mendatang.
Merujuk pada penjabaran tersebut, nilai perusahaan menjadi informasi penting bagi investor untuk
pengambilan keputusan berinvestasi sebagai gambaran prospek jangka panjang suatu perusahaan
(Hapsari, 2017).
Perusahaan yang bernilai lebih tinggi akan menambah kepercayaan pemegang saham dan
investor dalam mempertahankan prospek investasi jangka panjangnya, sehingga perusahaan tersebut
tetap mendapatkan modal untuk melakukan operasinya secara berkelanjutan dari investor.
Sebaliknya, apabila perusahaan dinilai buruk, perusahaan tersebut akan kehilangan kepercayaan dari
public khususnya investor untuk menanamkan modalnya. Hal ini menjadi masalah karena
perusahaan akan kehilangan keberlangsungan usahanya (Mayoriza & Majidah, 2018).
Setiap perusahaan memiliki tujuannya masing-masing. (Meidiawati & Mildawati, 2016)
dalam (Mayoriza & Majidah, 2018) memaparkan bahwa tujuan jangka pendek perusahaan adalah
untuk memperoleh laba sebanyak-banyaknya dengan sumber daya seminimal mungkin, sedangkan
tujuan jangka panjangnya adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaannya. Untuk itu, pentingnya
penelitian mengenai nilai suatu perusahaan untuk menunjang tujuan jangka panjang dan perencanaan
bisnis perusahaan agar dapat bersaing di pasar juga untuk melanjutkan keberlangsungan usahanya,
selain itu nilai perusahaan juga sangat penting untuk mempengaruhi persepsi investor terhadap
perusahaan (Meidiawati & Mildawati, 2016).
II. Tinjauan Pustaka
Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2013, perusahaan adalah Setiap bentuk usaha yang
berbadan hukum atau tidak, miliki orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum,
baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan nilai adalah suatu gagasan yang dimiliki seseorang
maupun kelompok mengenai apa yang layak, apa yang dikehendaki, serta apa yang baik dan buruk.
Lalu, oleh (Husnan, 2008) nilai perusahaan didefinisikan sebagai harga suatu perusahaan apabila
perusahaan tersebut dijual.
Terdapat beberapa metode dalam mengukur nilai perusahaan. Yang pertama adalah Price
Earning Ratio (PER). Rasio ini membandingkan harga saham perusahaan dengan keuntungan yang
didapatkan oleh pemegang saham. Perhitungan ini pun dapat menunjukan kerelaan investor dalam
membelanjakan dananya terhadap perusahaan. Semakin besar nilai Price Earning Ratio, menurut
pemaparan (Brigham & Ehrhardt, 2010) semakin tinggi juga kemampuan perusahaan dalam
bertumbuh, sehingga perusahaan mendapat nilai yang lebih.
Yang kedua adalah Price to Book Value (PBV) (Fakhruddin & Hadianto, 2001). Rasio ini
menggambarkan keadaan saham perusahaan terhadap nilai bukunya, apakah overvalued (lebih besar)
atau undervalued (lebih kecil). Dapat diasumsikan, rasio ini menilai suatu perusahaan berdasarkan
harga bukunya terhadap pasar. (Fakhruddin & Hadianto, 2001) memaparkan bahwa semakin besar
nilai Price to Book Value, semakin besar juga kepercayaan pasar terhadap prospek perusahaan,
namun sebaliknya, apabila nilai Price to Book Value semakin kecil, hal ini mengakibatkan
berkurangnya kepercayaan pasar terhadap perusahaan. Nilai perusahaan yang baik menunjukan nilai
pasar yang lebih besar dari nilai bukunya, maka rasio ini akan bernilai lebih dari satu. Dan apabila
nilai buku perusahaan lebih besar dari nilai pasarnya, rasio PBV akan menunjukan angka kurang dari
satu yang dinilai buruk.
Dan yang terakhir adalah rasio Tobin’s Q (Kaldor, 1966). Rasio ini pertama kali dipopulerkan
oleh Nicholas Kaldor pada tahun 1966, yang dikemudian hari dipopulerkan Kembali oleh James
Tobin pada tahun 1977 dan sampai saat ini lebih dikenal sebagai rasio Tobin’s Q (Weston &
Copeland, 2010). Rasio ini dihitung dengan membandingkan rasio nilai pasar saham perusahaan
dengan nilai buku ekuitas perusahaan. Pengukuran nilai perusahaan menggunakan rasio Tobin’s Q
berkisar antara 0 sampai 1. Nilai 1 akan diperoleh perusahaan apabila nilai perusahaan yang tercatat
telah sama dengan nilai pasar perusahaan atau dapat disebut juga book value = fair value. Lalu, nilai
rasio Tobin’s Q yang lebih dari satu menandakan bahwa nilai pasar perusahaan dianggap lebih tinggi
daripada nilai buku perusahaan atau yang biasa disebut dengan overvalued. Dan yang terakhir adalah
keadaan apabila rasio Tobin’s Q berkisar kurang dari 1 yang menandakan bahwa nilai pasar
perusahaan kebih kecil daripada nilai buku perusahaan atau dapat kita sebut sebagai undervalued.
Diantara metode tersebut, metode pengukuran nilai perusahaan dengan rasio Tobin’s Q lebih
unggul dan paling popular digunakan, hal ini karena perhitungan rasio Tobin’s Q lebih rasional
karena unsur-unsur kewajiban dimasukan ke dalam perhitungan. Rasio ini dapat mengdentifikasi
potensi perkembangan harga saham, kemampuan pengelolaan aset oleh manajemen dan potensi
perkembangan investasi. Penelitian yang menggunakan rasio Tobin’s Q dilakukan oleh (Mayoriza
& Majidah, 2018), (Hapsari, 2017), dan (Fatchan & Trisnawati, 2016)
III. Pembahasan
Nilai perusahaan yang dihitung dengan salah satunya menggunakan rasio Tobin’s Q memiliki
komponen-komponen yang terdiri dari nilai pasar ekuitas, nilai buku dari total aktiva, dan nilai buku
dari total hutang (Weston & Copeland, 2010). Berikut adalah formula rasio Tobin’s Q:

𝐸𝑀𝑉 + 𝐷
𝑄=
𝐸𝐵𝑉 + 𝐷 (3.1)
Keterangan:
Q : Rasio Tobin’s Q
EMV : nilai pasar ekuitas
EBV : nilai buku dari total aktiva
D : nilai buku dari total hutang
Untuk menghasilkan rasio Tobin’s Q yang baik, perusahaan harus meningkatkan nilai pasar
ekuitasnya dibandingkan dengan nilai buku dari total aktiva perusahaan. Nilai pasar ekuitas pada
komponen EMV merupakan perkalian antara harga saham pada saat penutupan buku akhir tahun
dengan total peredaran saham pada tahun buku yang sama. Sedangkan komponen EBV diperoleh
dari selisih total asset suatu perusahaan dengan total liabilitasnya.
Meningkatnya nilai perusahan akan mengakibatkan presepsi positif dari masyarakat
khususnya investor. Semakin besar nilai perusahaan, semakin besar juga tingkat kepercayaan
investor dalam menginvestasikan dananya. Akibatnya, perusahaan akan semakin diuntungkan
karena mendapat modal untuk melanjutkan operasinya seta melakukan ekspansi bisnis (Meidiawati
& Mildawati, 2016). Sebaliknya, apabila perusahaan tidak memperhatihan nilai perusahaanya,
kelangsungan bisnisnya akan terganggu akibat kurangnya modal yang diberikan oleh investor.
Implikasi ini mencerminkan pentingnya nilai perusahaan yang baik pada perusahaan.
IV. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan penjabaran komponen rasio Tobin’s Q tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perusahaan sebaiknya berupaya untuk meningkatkan harga saham atau memperbanyak jumlah
saham yang beredar agar menambah nilai pasar ekuitasnya. Sebaliknya perusahaan harus
memperkecil selisih antara total asetnya dengan kewajibanya salah satunya dengan cara
mengimbangi pertambahan asset dengan bertambahnya kewajiban. Dengan semakin tingginya nilai
pasar ekuitas dan semakin rendahnya nilai buku dari total aset, maka, nilai perusahaan yang diukur
dengan rasio Tobin’s Q akan lebih besar mengingat komponen nilai buku dari total hutang akan
saling membagi satu sama lain di kedua ruas.
Dapat disimpulkan bahwa semakin mahal harga saham suatu perusahaan atau semakin banyak
saham yang beredar mengakibatkan perusahaan tersebut semakin bernilai tinggi. Sebaliknya,
semakin kecil harga dan banyaknya saham yang beredar pada suatu perusahaan, mencerminkan nilai
perusahaan yang kurang baik. Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan nilai buku dari total
aktivanya, karena jika terlalu besar akan mengurangi nilai perusahaan.
Perusahaan disarankan mempertimbangkan dua faktor yang menjadi komponen dalam
perhitungan nilai perusahaanya tersebut, sehingga keberlangsungan usaha perusahaan dapat terus
berlanjut. Selain itu, investor juga harus memperhitungkan nilai perusahaan apabila akan
berinvestasi agar tidak merugi di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Brigham, E. F., & Ehrhardt, M. C. (2010). Financial Management: Theory and Practice. Ohio: South
Western Cengage Learning.
Fakhruddin, & Hadianto, S. (2001). Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar Modal, Buku
satu. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Fatchan, I. N., & Trisnawati, R. (2016). Pengaruh Good Corporate Governancepada Hubungan
Antara Sustainability Reportdan Nilai Perusahaan. Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia,
9.
Gitman, L. J., & Zutte, C. J. (2015). Principles of Managerial Finance, Global Edition, 14th Edition.
Boston: Pearson Education.
Hapsari, I. (2017). Profitabilitas, Nilai Perusahaan, Pemoderasian Kualitas Audit: Perspektif
Keagenan, Sinyal, Kualitas Audit (DeAngelo). Jurnal (Aset) Akuntansi Riset, 36.
Harmono. (2011). Manajemen Keuangan Berbasis Balanced Scorecard (Pendekatan Teori, Kasus,
dan Riset Bisnis). Jakarta: Bumi Aksara.
Husnan, S. (2008). Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Kaldor, N. (1966). Marginal Productivity and the Macro-Economic Theories of Distribution:
Comment on Samuelson and Modigliani. The Review of Economic Studies, 27-36.
Mayoriza, S., & Majidah. (2018). Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Dan Kebijakan Dividen
Terhadap Nilai Perusahaan. Universitas Telkom, S1 Akuntansi, 13.
Meidiawati, K., & Mildawati, T. (2016). Pengaruh Size, Growth, Profitabilitas, Struktur Modal,
Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi , 2-8.
Rudangga, & Sudiarta. (2016). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Profitabilitas terhadap
Nilai Perusahaan. E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5 No. 7, 4394-4422.
Shakina, E., & Barajas, A. (2013). The Contribution of Intellectual Capital to Value Creation. Labor:
Human Capital eJournal., 12.
Weston, F. J., & Copeland, T. E. (2010). Manajemen Keuangan Jilid 2. Jakarta: Jakarta Binarupa
Aksara.

Link Artikel yang telah diunggah ke google:

Anda mungkin juga menyukai